GFSFVD
GFSFVD
GFSFVD
DINAS KESEHATAN
UPT. PUSKESMAS JATISRONO I
Jl. Jatisrono - Jatiroto No.21 (0273) 411076 57691
PETIKAN
KEPUTUSAN KEPALA UPT. PUSKESMAS JATISRONO I
NO : 441 / 40 / II / 2016
TENTANG
PENUNJUKKAN TIM PEMERIKSA KESEHATAN JEMAAH HAJI
UPT. PUSKESMAS JATISRONO I
Memperhatikan : Uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dari petugas yang bersangkutan
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Kesatu : Menunjuk Petugas Puskesmas Jatisrono yang namanya terlampir sebagai
Tim pemeriksa kesehatan calon jemaah Haji UPT. Puskesmas Jatisrono I
Kedua : Uraian tugas dari petugas tersebut sesuai dengan Tupoksi Tim pemeriksa
kesehatan jemaah Haji UPT. Puskesmas Jatisrono I
Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkan tgl 2 Januari 2016
Ditetapkan di Jatisrono
Pada tanggal 2 Januari 2016
Ditetapkan di Jatisrono
Pada tanggal 2 Januari 2016
Pelaksanaan ibadah haji memerlukan kondisi tubuh yang sehat dan status gizi yang baik agar mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di tanah suci antara lain suhu yang lebih tinggi dan
kelembaban yang Iebih rendah dibandingkan dengan cuaca di Indonesia. OIeh karena itu penyuluhan
gizi bagi jamaah calon haji merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan.
Penyuluhan gizi harus dimulai sejak jamaah calon haji memeriksakan kesehatan pada penapisan
pertama di Puskesmas, selama menunggu pemberangkatan dan selama berada di Arab Saudi.
Penyuluhan gizi bagi jamaah calon haji dititik beratkan pada pemenuhan gizi seimbang dan pengaturan
diet yang harus dilakukan agar diperoleh kondisi tubuh yang baik dan memungkinkan untuk
melaksanakan seluruh kegiatan ibadah haji.
Buku “Pedoman Konseling Gizi Jamaah Calon Haji Indonesia untuk Petugas Kesehatan” ini
merupakan penyempurnaan dan Buku Penyuluhan Gizi Calon Jamaah Haji Indonesia untuk Petugas
Puskesmas yang diterbitkan pada bulan November 1997.
Buku ini memuat materi penyuluhan gizi yang perlu disampaikan kepada jamaah calon haji termasuk
tata cara melakukan konseling yang disusun berdasarkan buku yang disempurnakan ditambah dengan
pengalaman nutrisionis sebagai Tim Kesehatan Haji Indonesia tahun 2001.
Kami menyadari dalam buku pedoman ini masih ditemukan kekurangan, oleh karena itu saran dan usul
penyempurnaan dan berbagai pihak sangat diharapkan.
Jumlah calon jamaah haji dan jamaah haji yang meninggal dalam menunaikan
ibadah haji tidak dapat digunakan sebagai indikator penilaian pelayanan haji.
Penilaian pelayanan paling tidak mencakup empat aspek yaitu tepat, cepat,
ramah, dan memuaskan. Pelayanan kesehatan calon jamaah haji yang beresiko
tinggi memerlukan penanganan yang khusus pula, baik sebelum berangkat,
selama menunaikan ibadah dan waktu perjalanan pulang ke tanah air.
Dengan mengetahui penyakit atau cacat yang diderita calon jemaah haji, dapat
dilakukan upaya promotif, preventif, kuratif, kalau perlu dan memungkinkan
upaya rehabilitatif. Tim kesehatan haji Indonesia pada umumnya hanya
melaksanakan upaya kuratif saja, dengan menyediakan tenaga kesehatan
(dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya termasuk tenaga non medis),
obat-obatan serta sarana yang diperlukan selama calon jamaah haji menunaikan
ibadah haji. Sedangkan bimbingan, pembinaan, motivasi, penyuluhan, konsultasi,
dan konseling tentang kesehatan, tidak pernah dilaksanakan atau kurang
mendapat perhatian.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan calon jamaah haji, upaya promotif dan
preventif merupakan tindakan atau upaya yang sangat penting. Dengan upaya-
upaya tersebut diharapkan calon jamaah haji dapat mencapai derajat kesehatan
yang optimal pada waktu menunaikan ibadah haji. Calon jamaah haji seharusnya
dan idealnya dapat mengenali kondisi kesehatannya jauh sebelum
keberangkatannya untuk menunaikan ibadah haji, mungkin satu tahun atau lebih
sebelumnya menunaikan ibadah haji. Calon jamaah haji paling tidak dapat
melaksanakan pola hidup sehat misalnya dengan konsumsi makan/minum yang
bergizi dan berimbang, olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan
fisiknya, selalu berpikir dan bertindak positif serta meningkatkan kemampuan
untuk mengendalikan diri.
Dengan demikian calon jamaah haji dapat mencapai derajat kesehatan yang
optimal, baik jasmani, jiwa, dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.
Panitia Penyelenggara ibadah Haji Indonesia, khususnya tim kesehatan haji
Indonesia melakukan upaya kesehatan promotif, preventif, rehabilitatif, serta
kuratif sebelum pelaksanaan ibadah haji. Calon jamaah haji yang menderita
penyakit beresiko tinggi tetap dapat diberangkatkan untuk menunaikan ibadah
haji dengan pelayanan khusus yang sesuai dengan penyakitnya dari tim
kesehatan haji Indonesia. Begitu juga dengan jamaah haji yang cacat atau yang
berusia lanjut (lansia) bahkan calon jamaah haji yang menderita penyakit yang
tidak mungkin disembuhkan mendapat prioritas untuk segera menunaikan ibadah
haji dengan memberi perhatian dan pelayanan prima, khususnya pelayanan
kesehatannya.
Kesimpulan opini ini, pertama, bahwa seleksi kesehatan haji tidak perlu
diperketat, dengan melarang, membatasi atau menunda untuk menunaikan
ibadah haji terhadap calon jamaah haji yang kesehatannya beresiko tinggi.
Kedua, kuota haji tidak perlu dikurangi, bahkan harus diusahakan tambahan
kuota untuk mencegah antrian yang panjang (lama) yang dapat menimbulkan
atau memicu timbulnya KKN atau kecurangan-kecurangan lain yang merugikan.
Ketiga, kesadaran dan kerelaan semua pihak untuk mensukseskan pelaksanaan
ibadah haji, baik dari pemerintah, calon jamaah haji dan masyarakat pada
umumnya.
Calon jamaah haji yang lebih muda dan sehat wajib bersyukur dan dapat
menerima dengan ikhlas seandainya tempat pemondokannya jauh, sedangkan
calon jamaah haji yang beresiko dan uzur juga wajib bersyukur dapat
menunaikan ibadah haji dengan mendapat pelayanan yang baik dari pemerintah
serta pengertian dan bantuan dari calon jamaah haji lainnya. Dengan kerja
sama, pengertian dan peran serta semua pihak, penyelenggaraan ibadah haji
akan menjadi baik. Semoga. (pontianakpost)
Tujuanadalah mencegah keluarnya penyakit menular dari Indonesia dan masuknyapenyakit menular dari luar negeri yang mungkin terbawa oleh
calon/ jemaah haji keIndonesia, mengetahui distribusi penyakit, kematian menurut waktu dan tempat sertafaktor risiko yang terdapat pada calon/
jemaah haji Indonesia.
Tujuan umumMeningkatnya kondisi kesehatan calon/ jemaah haji Indonesia serta terbebasnyamasyarakat Indonesia/ Internasional dari transmisi
penyakit menular yang mungkinterbawa keluar/ masuk oleh calon/ jemaah haji Indonesia
Tujuan Khususa.
Terindentifikasinya calon jemaah haji yang memenuhi persyaratan kesehatanuntuk ibadah haji.b.
Tersedianya petugas kesehatan haji yang berpengetahuan, terampil, berdedikasidan profesional disetiap
jenjang pelayanan kesehatan haji.d.
Terwujudnya kesiapsiagaan dalam mengantisipasi penanggulangan bencana danmusibah masal pada jemaah haji Indonesia.f.
Tersedianya data/ informasi cepat, tepat, terpercaya dan diseminasi informasikesehatan haji.g.
Terbinanya kerjasama dan kemitraan lintas program, sektor, bilateral danmultilateral tentang kesehatan haji.h.
Menurunnya angka kunjungan sakit dan angka kematian jemaah haji di ArabSaudi
PEMBAHASAN
SasaranSasaran penyelenggaraan kesehatan haji Indonesia adalah seluruh calon/ jemaah hajisejak terdaftar di daerah asal, di perjalanan,
selama di Arab Saudi dan 14 hari setelahkembali dari Arab Saudi, pengelola kesehatan haji, tenaga kesehatan, instansi pemerintahdi
semua jenjang administrasi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan haji, danpetugas kesehatan haji (Tim Kesehatan Haji
Indonesia dan Panitia PenyelenggaranIbadah Haji di Arab Saudi bidang kesehatan)
◄
KebijakanMeningkatkan sistem dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji secara terpadu,menyeluruh baik lintas program maupun
lintas sektor dengan pendekatan epidemiologi.Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan haji dengan mengoptimalkan kemampuandi
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/ kota, dinas kesehatan provinsi, embarkasi/ debarkasi haji dan di Arab Saudi.
KebijakanMengembangkan dan meningkatkan pembinaan kesehatan calon/ jemaah haji denganpendekatan manajemen risiko,
profesional, terintegrasi lintas program, lintas sektorterkait dan mengikut sertakan peran masyarakat.
KebijakanMengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans dengan fokus penyakitpotensial wabah terutama Meningitis
meningokokus, penyakit menular baru (new
emerging diseases) dan penyakit menular yang berjangkit kembali (re emergingdiseases), sistem kewaspadaan dini dan respon KLB,
bencana serta musibah masal.
KebijakanMengembangkan dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalampenyelenggaraan kesehatan haji dibidang
pemeriksaan dan pembinaan, surveilans,Kesehatan Lingkungan, penanggulangan KLB dan musibah masal, sistem informasikesehatan
haji.Menyediakan dan meningkatkan perangkat keras dan perangkat lunak sisteminformasi manajemen kesehatan haji pada setiap jenjang
administrasi kesehatan.
KebijakanMenyiapkan dan menyusun daftar kebutuhan obat, alat kesehatan haji maupundistribusinya.Menjalin kerjasama lintas program,
sektoral, regional Asean, bilateral dengan PemerintahArab Saudi maupun Internasional.
KebijakanMeningkatkan dan memantapkan sistem rekrutmen Panitia Penyelenggara IbadahHaji (PPIH) di Arab Saudi bidang kesehatan
dan Petugas yang menyertai jemaah haji(TKHI Kloter) melalui prosedur, kriteria serta cara penyeleksian secara berjenjang daridinas
kesehatan kabupaten/ kota, dinas kesehatan provinsi dan pusat.
KebijakanMeningkatkan kemampuan penggalian sumber daya daerah (provinsi dankabupaten/kota) dan sumber daya yang berasal dari
masyarakat dalam penyelenggaraankesehatan haji
trategiSosialisasi pemeriksaan dan pembinaan kesehatan calon jemaah haji sehinggapetugas dan masyarakat mengetahui manfaat
dari pemeriksaan dan pembinaan kesehatanhaji. Standarisasi pemeriksaan dan pembinaan kesehatan calon jemaah haji.
StrategiAdvokasi pada pengambil keputusan untuk dukungan politis dan komitmen dalampembiayaan terutama SKD dan respon KLB,
bencana dan musibah masal.Intensifikasi pemeriksaan fisik didukung pemeriksaan laboratorium yang akurat,tatalaksana kasus dengan
pendekatan manajemen risiko sesuai dengan standar yangberlaku.
StrategiSwadana dalam pemeriksaan dan pembinaan kesehatan calon jemaah hajiPenggalangan kemitraan dengan badan pengelola
pembiayaan kesehatan sepertiAsuransi Kesehatan (ASKES), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)dan asuransi
kesehatan lainnya dalam pembinaan kesehatan haji.
StrategiFasilitasi dan asistensi metode, teknologi pemeriksaan, pembinaan serta pengukurankualitas (quality assurance) kesehatan
haji.Pengembangan metode dan materi pelatihan petugas kesehatan haji (PPIH dan TKHI)yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan
(aplikatif)Intensifikasi surveilans epidemiologi, SKD dan respon KLB
argetSeluruh Puskesmas pemeriksa kesehatan calon jemaah haji dan Dinas KesehatanDaerah Kabupaten/ Kota melaksanakan
pemeriksaan, rujukan dan pembinaan kesehatansesuai dengan standar.Cakupan pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji 100
%.Cakupan tes kehamilan pada calon jemaah haji wanita pasangan usia subur ( PUS )100%.
TargetCakupan imunisasi Meningitis meningokokus tetravalen 100 % dengan IndeksPemakaian (IP) 9Frekuensi KLB
menurun.Menurunnya angka kunjungan dan angka kematian.Seluruh pelabuhan Embarkasi/ Debarkasi Haji melaksanakan pemeriksaan
dokumenkesehatan haji sesuai dengan standar.Cakupan pengumpulan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji (K3JH) 80
%Kegiatan pokok pelayanan kesehatan haji,Pemeriksaan kesehatan calon jemaahhaji,Pembinaan kesehatan calon jemaah haji,
Imunisasi,Surveilans,KesiapsiagaanPenanggulangan KLB dan Musibah Masal, Kesehatan Lingkungan,Kegiatan
manajemenpenyelenggaraan kesehatan haji,Perencanaan,Pengorganisasian,Pelatihan,Pembinaanteknis, Sistem Informasi ,
Monitoring dan Evaluasi.
1.3 Tahap - Tahap Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji
a.
Pemeriksaan Kesehatan II
Pemeriksaan Kesehatan IPemeriksaan kesehatan I dilaksanakan di puskesmas oleh dokter puskesmas sebagaipemeriksa kesehatan,
dibantu tenaga keperawatan dan analis laboratorium puskesmassebelum melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) ke Bank
Penerima Setoran (BPS)
Pemeriksaan Kesehatan IPemeriksaan kesehatan I dilakukan untuk mengetahui faktor risiko calon jemaah hajidan selanjutnya dilakukan
manajemen terhadap faktor risiko tersebut sehingga calon jemaah haji mencapai kesehatan yang optimal untuk menunaikan
ibadah haji.
Pemeriksaan Kesehatan IPada saat pemeriksaan kesehatan I tersebut, foto harus sudah ditempel pada lembarSurat Keterangan
Kesehatan yang akan diserahkan ke BPS dan sesuai dengan wajahcalon jemaah haji. Selanjutnya calon jemaah haji diingatkan bahwa
setelah memperolehkursi (seat) atau terdaftar di Siskohat, calon jemaah haji harus kembali ke puskesmasuntuk dilakukan pembinaan lebih
lanjut dan dibuatkan buku kesehatan
Pemeriksaan Kesehatan IPasfoto yang ditempel pada buku kesehatan dan surat keterangan kesehatan harussama dengan pasfoto yang
digunakan untuk paspor haji dan berukuran 4 x 6 cmkemudian dibubuhi stempel puskesmas dan harus mengenai pasfoto.
Pemeriksaan Kesehatan IBila yang diperiksa calon jemaah haji wanita sebaiknya pemeriksa kesehatan adalahdokter wanita. Apabila yang
memeriksa dokter pria harus didampingi oleh perawatwanita.Data hasil pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji harus ditulis
dengan lengkap danbenar dalam BKJH dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya sesuai denganlembar I Petunjuk Pengisian
Buku Kesehatan Jemaah Haji terlampir
Pemeriksaan Kesehatan ITenaga kesehatan harus mengisi kode diagnosis sesuai dengan hasil pemeriksaankesehatan calon jemaah haji,
sesuai dengan lembar II petunjuk pengisian terlampir.
Calon jemaah haji yang hasil pemeriksaan kesehatannya BAIK atau KURANG BAIKkesehatannya, tetapi besar harapan
dapat disembuhkan sebelum keberangkatannya, makabuku kesehatannya dapat ditanda tangani langsung oleh dokter pemeriksa dengan
catatanharus mengikuti pengobatan dan pembinaan kesehatan secara teratur
Pemeriksaan Kesehatan IKhusus untuk calon jemaah haji wanita pasangan usia subur (PUS) perlu dilakukanpemeriksaan tes kehamilan
(bagi puskesmas yang sudah mampu). Bagi yang tidak hamilditekankan untuk mengikuti keluarga berencana (KB), untuk mencegah
kehamilansampai keberangkatan. Kemudian menanda tangani surat pernyataan pada bukukesehatan bahwa jika ternyata hamil
menjelang saat keberangkatan bersedia menundakeberangkatannya ke Arab Saudi
Pemeriksaan Kesehatan IBagi wanita hamil dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu dan lebih dari 26minggu harus menunda
keberangkatannya sesuai dengan Surat Keputusan Bersama(SKB) Menteri Agama dan Menteri Kesehatan serta peraturan penerbangan
InternasionalBagi wanita hamil dengan usia kehamilan antara 14 s/d 26 minggu dan telahdivaksinasi Meningitis meningokokus tetravalen
sebelum hamil diizinkan berangkatdengan syarat menanda tangani surat pernyataan bersedia menanggung segala risikonya
Pemeriksaan Kesehatan IKhusus bagi calon jemaah haji usia lanjut (Usia >60 tahun ) selain dilakukanpemeriksaan laboratorium (darah dan
urin) perlu dirujuk ke Rumah Sakit Kabupaten/ Kota untuk dilakukan pemeriksaan EKG, foto thorak dan kimia darah sesuai indikasi.Hasil
Pemeriksaan Kesehatan IBagi calon jemaah haji yang batuk lebih dari 3 minggu, dilakukan pemeriksaanlaboratorium Basil Tahan Asam
(BTA) dan foto thorak. Apabila hasilnya positif makadiberi pengobatan sesuai dengan ketentuan Program Pemberantasan TB Paru
Nasional
Pemeriksaan Kesehatan IHasil pemeriksaan kesehatan harus ditulis sesuai kode diagnosis calon jemaah hajiristi maksimal 5 kode dengan
urutan pertama yang terberat.
Pemeriksaan Kesehatan IIPemeriksaan kesehatan II dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Kesehatan HajiKabupaten/ Kota dengan
penanggung jawab Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kotayang anggotanya terdiri dari Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Umum
Kabupaten/ KotaPemeriksaan kesehatan II dilakukan terhadap seluruh calon jemaah haji untuk menentukan layak tidaknya calon jemaah
haji berangkat ke Arab Saudi
Pemeriksaan Kesehatan IIPelaksana pemeriksaan kesehatan II dan rujukan adalah dokter, perawat dan tenagakesehatan lainnya (dinas
kesehatan dan rumah sakit) dan atau dokter yang pernahbertugas sebagai Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) atau Tim Kesehatan Haji
Daerah(TKHD) yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ KotaTim Pelaksana Penerima Rujukan
Kabupaten/ Kota adalah dokter spesialis yangditetapkan oleh Tim Penyelenggara Kesehatan Haji Kabupaten/ Kota
Pemeriksaan Kesehatan IIPada saat memeriksa calon jemaah haji, tenaga kesehatan harus memeriksa denganteliti apakah calon jemaah
haji yang diperiksa sesuai dengan foto yang terdapat dalamBKJH
Bagi calon jemaah haji wanita pasangan usia subur harus dilakukan tes kehamilansebelum divaksinasi Meningitis meningokokus tetravalen
Pemeriksaan Kesehatan IIDokter pemeriksa kesehatan II harus menentukan kesimpulan sesuai dengan hasilpemeriksaan, yang
dinyatakan BAIK atau TIDAK BAIKBagi calon jemaah haji yang BAIK kesehatannya diberikan imunisasi Meningitismeningokokus
tetravalen. BKJH diisi dengan lengkap dan ditanda tangani oleh dokterpemeriksa kesehatan II dan selanjutnya dianjurkan untuk mengikuti
pembinaan kesehatanhingga waktu keberangkatan ke pelabuhan Embarkasi Haji
Pemeriksaan Kesehatan IIBagi calon jemaah haji yang TIDAK BAIK kesehatannya tetapi menurut dokterpemeriksa kesehatan dapat
disembuhkan sebelum keberangkatan maka kesimpulan hasilpemeriksaan ditentukan setelah pengobatan terakhir dan apabila sampai
denganpengobatan terakhir tidak sembuh maka dinyatakan tidak baik kesehatannya dan ditunda/ ditolak keberangkatannya
Pemeriksaan Kesehatan IIBagi calon jemaah haji penderita penyakit menular yang membahayakan dirisendiri maupun orang lain,
dilakukan pengobatan hingga tidak membahayakan lagi. Jikamemerlukan pengobatan yang lama dan diperkirakan tidak sembuh hingga
saatkeberangkatan ke Arab Saudi, maka dokter pemeriksa kesehatan II bersama TimPenyelenggara Kesehatan Haji Kabupaten/ Kota
memutuskan menunda/ menolak keberangkatan calon jemaah haji tersebut
Pemeriksaan Kesehatan IIBagi calon jemaah haji berumur lebih dari 60 tahun dan sesuai dengan indikasi agardilengkapi dengan hasil foto
thorak, EKG, dan laboratorium kimia darah, hasilnya ditulisdan dilampirkan pada BKJH
Pemeriksaan Kesehatan IISeluruh hasil pemeriksaan kesehatan II ditulis secara lengkap sesuai statuskesehatannya di BKJH dan dapat
dipertanggung jawabkan akan kebenaran isinya
Pemeriksaan Kesehatan IIPelanggaran terhadap pelaksanaan pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji dapatdikenakan sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di Arab Saudi-
Tujuan Pemeriksaan-
Tercatatnya data kondisi kesehatan dan faktor risiko calon jemaah haji secara benardan lengkap dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji
(BKJH) Indonesia.
Tujuan Pemeriksaan-
Berfungsinya BKJH sebagai catatan medis calon jemaah haji untuk memudahkantindak lanjut dalam pengobatan dan perawatan di
perjalanan, embarkasi haji, selamadi Arab Saudi dan 14 hari sekembalinya dari Arab Saudi.-
Pelaksanaan pelayanan medis di tanah air dilaksanakan di puskesmas, rumah sakitkabupaten/ kota, embarkasi/ debarkasi haji.
Puskesmas-
Memberikan pelayanan pengobatan rawat jalan, rawat inap bila tersedia dan rujukanke rumah sakit kabupaten/ kota bila diperlukan.
Memberikan pelayanan pengobatan rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan penunjangmedis (laboratorium, EKG, foto thoraks dan lain-lain),
konsultasi dan rujukanspesialisasi-
Memberikan jawaban konsultasi kepada dokter puskesmas yang merujuk calon jemaah haji-
Dokter spesialis menentukan obat-obatan yang harus dibawa oleh calon jemaah hajiristi
Memberikan pelayanan pengobatan, rawat jalan, rawat sementara, pemeriksaanpenunjang medis dan rujukan ke rumah sakit yang telah
ditetapkan selama calon jemaah haji berada di asrama haji pada saat keberangkatan-
Menerbitkan surat keterangan layak terbang bagi calon jemaah haji risiko tinggi yangsakit dan hamil-
Memantau kesehatan dan memberikan pelayanan pengobatan, rawat jalan, rawatsementara, rujukan bagi jemaah haji pada saat
sekembalinya dari Arab Saudi
DI PESAWAT-
Pelayanan medis di pesawat dilaksanakan oleh dokter dan tenaga keperawatan Kloter-
Melakukan visite secara berkala kepada calon jemaah haji risti.DI PESAWAT-
Memberikan penyuluhan kesehatan untuk mengurangi dampak peningkatan tekananudara dan mabuk dalam perjalanan.-
Membuat Certificate of Death (COD) bagi calon/ jemaah haji yang wafat
Memberikan pelayanan rujukan ke BPHI Makkah atau ke RSAS disertai formulir Lrudan Tru.-
Memberikan pelayanan kegawat daruratan.-
Tujuanimunisasi meningitis meningokokus tetravalen untuk memberikan kekebalantubuh terhadap penyakit Meningitis
meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yangdiberikan pada calon jemaah haji
PENATALAKSANAAN IMUNISASI Meningitis meningokokusImunisasi Meningitis meningokokus tetravalen pada calon jemaah haji
diberikanminimal 10 hari sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.Bila imunisasi diberikan kurang dari 10 hari sejak keberangkatan ke Arab
Saudiharus diberikan profilaksis dengan Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggalPelaksanaan imunisasi bersamaan dengan pemeriksaan
kesehatan II di DinasKesehatan Kabupaten/ Kota.
o
Vaksin mencevak ACW135Y adalah preparat polisacharida murni yang diambil daribahan Neisseria meningitidis group ACW135Y.-
Terdapat dua kemasan yaitu; dosis tunggal dan multi dosis (10 dosis).
o
Ambil cairan pelarut, seluruh cairan pelarut disedot ke dalam semprit kemudiandimasukkan ke dalam botol vaksin, kocok perlahan-lahan
sampai vaksin larut semua-
Vaksin yang telah dilarutkan disimpan dalam thermos es atau lemari es dengan suhu2- 80 C-
Vaksin diberikan dengan dosis 0,5 cc untuk umur 2 tahun keatas dan 0,3 cc untuk umur dibawah 2 tahun
o
Kulit di lengan kiri atas di desinfeksi dengan kapas alkohol kemudian denganmenggunakan semprit 1 cc vaksin disuntikkan secara
subkutan dalam-
Vaksin yang telah dilarutkan dan atau sisa vaksin yang telah dipakai tidak dapatdigunakan lagi setelah delapan jam-
Efikasi vaksin : 95 %-
Kontra Indikasi-
Wanita hamil, panas tinggi serta bagi mereka yang peka atau alergi terhadap phenol.-
Hampir tidak ada, kadang-kadang timbul bercak kemerahan (skin rash) yang sangatringan dan dapat terjadi Syok Anaphilaksis (renjatan)-
Bila terjadi syok dapat diatasi dengan suntikan Adrenalin 1 : 1000 dengan dosis 0,2
–
0,3 cc secara Intra Musculair (IM)-
Untuk tindakan pengamanan bagi calon jemaah haji setelah diimunisasi meningitismeningokokus tetravalen dianjurkan menunggu 30
menit.Pencatatan-
Setelah imunisasi meningitis meningokokus tetravalen kemudian dicatat pada kartuInternational Certificate of Vaccination (ICV): nama calon
jemaah haji, nomor
aspor, tanggal imunisasi, nama vaksin, nomor vaksin/batch number dan dosis.Pencatatan-
ICV ditanda tangani oleh dokter, baik dokter Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau dokter yang ditunjuk, dokter Kepala KKP
Embarkasi/ dokter yang ditunjuk
dan distempel “Port Health Authority” (bukan stempel dinas kesehatan kabupaten/
kota atau puskesmas).Pencatatan-
Bagi calon jemaah haji yang tidak mempunyai bukti imunisasi Meningitismeningokokus tetravalen harus imunisasi di pelabuhan Embarkasi
dan diberi kartuICV serta minum Cyprofloxacin 500 mg dosis tunggal sebagai profilaksis.
Surveilans Epidemiologi (SE)TUJUANadalah mencegah keluarnya penyakit menular dari Indonesia dan masuknyapenyakit menular dari
luar negeri yang mungkin terbawa oleh calon/ jemaah haji keIndonesia, mengetahui distribusi penyakit, kematian menurut waktu dan tempat
sertafaktor risiko yang terdapat pada calon/ jemaah haji IndonesiaKEGIATANPengumpulan, pengolahan, analisis dan disiminasi data atau
informasi, dilakukansejak calon jemaah haji melakukan pemeriksaan kesehatan di daerah asal,diperjalanan, selama di Arab Saudi dan
setelah kembali dari Arab Saudi sampai kedaerah asal selama 14 hari.Pengamatan terhadap jemaah haji sakit dan wafat baik di Arab
Saudi, diembarkasi/ debarkasi haji dan sekembalinya dari Arab Saud
KEGIATANPengamatan terhadap kesehatan lingkungan di Indonesia dan Arab Saudi.Sumber data SE kesehatan haji meliputi hasil
pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/ kota, laboratorium,
rumahsakit dan unit-unit rujukan lainnya baik di Indonesia maupun di Arab Saudi.SASARANSasaran SE meliputi penyakit menular sesuai
dengan ketentuan Undang-undangKarantina, Undang-undang Wabah Penyakit Menular, International HealthRegulation (IHR), penyakit
tidak menular, keracunan dan kesehatan lingkungan
BAB III
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanandan perlindungan yang sebaik-baiknya
melalui sistem dan manajemen penyelenggaraanyang terpadu agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman,
tertib, lancar dannyaman sesuai dengan tuntunan agama serta jemaah haji dapat melaksanakan ibadah hajisecara mandiri
sehingga diperoleh haji mabrur.
Saran
Untuk calon jemaah haji sebelum pergi ke tanah suci sebaiknya memeriksakankesehatan secara rutin di puskesmas, rumah
sakit, atau pos pelayanan kesehatan terdekat,atau kepada pelayan kesehatan yang sudah ditujukan. Sehingga apabila terdapat
gejalakelainan kesehatan akan dapat segera diatasi
Daftar Pustaka
Akperkapuas.files.worspress.com/2010/04/kesehatan- haji Almazinni, Prima .2001. Buku Kesehatan
Jemaah Haji, Jakarta ; grafindo Adningsih, 2003. Tidak Merokok Adalah Investasi, Interaksi Media
Promosi Kesehatan Indonesia No XIV, Jakarta. Agustina, 1999. Pencahayaan dan Perhawaan
Terhadap Perumahan Penderita TB Paru,Cermin Dunia Kedokteran, No.84. Alfrida, 2003.
Perumahan Sehat, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes R.I. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 7.
Keputusan Presiden Nomor 62 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji, yang diubah dan
disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998 8. SK Bersama Menteri Kesehatan
& Kesejahteraan Sosial dan Menteri Agama Nomor 458 tahun 2000 tentang Calon Jemaah Haji Wanita
Hamil Melaksanakan Ibadah Haji 9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442 tahun 2009 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia C. TUJUAN Tujuan Umum Terselenggaranya
pemeriksaan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan melalui
pendekatan etika, moral, keilmuan, dan profesionalisme dengan menghasilkan kualifikasi data yang
tepat dan lengkap sebagai dasar pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji di Indonesia dan
pengelolaan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi. Tujuan Khusus 1. Tercapainya identifikasi status
kesehatan jemaah haji berkualitas. 2. Tersedianya data kesehatan sebagai dasar upaya perawatan dan
pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan jemaah haji. 3. Terwujudnya pencatatan
data status kesehatan dan faktor risiko jemaah haji secara benar dan lengkap dalam Buku Kesehatan
Jemaah Haji (BKJH) Indonesia. 4. Terwujudnya fungsi BKJH sebagai sumber informasi medik jemaah
haji untuk kepentingan pelayanan kesehatan haji. 5. Tersedianya bahan keterangan bagi penetapan laik
kesehatan (istitho’ah) jemaah haji. 6. Tercapainya peningkatan kewaspadaan terhadap transmisi
penyakit menular berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB) pada masyarakat Internasional/Indonesia. D.
RUANG LINGKUP Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah penilaian status kesehatan bagi jemaah
haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai upaya penyiapan kesanggupan ber-haji melalui
mekanisme baku pada sarana pelayanan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum
(berkesinambungan) dan komprehensif (menyeluruh). 3 Yang dimaksud kontinum dan komprehensif
yaitu : bahwa proses dan hasil pemeriksaan selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam
rangka perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan jemaah haji. E.
SASARAN 1. Petugas pemeriksa kesehatan jemaah haji 2. Pengelola program kesehatan haji 3.
Instansi pemerintah di semua jenjang administrasi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
kesehatan haji 4. Organisasi profesi terkait penyelenggaraan haji 5. Lembaga Swadaya Masyarakat
terkait penyelenggaraan haji F. PENGERTIAN 1. Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia
beragama Islam yang telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan. 2. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaaan penunjang medis dan penetapan diagnosis jemaah haji. 3.
Jemaah haji risiko tinggi adalah jemaah haji dengan kondisi kesehatan yang secara epidemiologi
berisiko sakit dan atau mati selama perjalanan ibadah haji, meliputi : a. jemaah haji lanjut usia b.
jemaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh terbawa keluar dari Indonesia
berdasarkan peraturan kesehatan yang berlaku c. jemaah haji wanita hamil d. jemaah haji dengan
ketidakmampuan tertentu terkait penyakit kronis dan atau penyakit tertentu lainnya. 4. Peraturan
kesehatan yang berlaku adalah ketentuan perundangan dalam bidang kesehatan yang berlaku dalam
penyelenggaraan kesehatan di tingkat nasional maupun internasional. 5. Jemaah Haji Mandiri adalah
jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung kepada
bantuan alat/obat dan orang lain. 6. Jemaah Haji Observasi adalah jemaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat dan atau obat. 4 7. Jemaah Haji
Pengawasan adalah jemaah haji yang memiliki kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan
bantuan alat dan/obat dan orang lain. 8. Jemaah Haji Tunda adalah jemaah haji yang kondisi
kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji. II. PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN Pemeriksaan kesehatan jemaah haji diselenggarakan secara kontinum dan
komprehensif melalui dua tahapan. Tahapan pemeriksaan merupakan urutan kronologis agar
terselenggara secara efektif-efisien, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi penyelenggaraan
kesehatan haji. Penyelenggaraannya menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
memanfaatkan sarana pelayanan medis Puskesmas dan Rumah Sakit. Puskesmas merupakan sarana
pengampu pemeriksaan kesehatan jemaah haji, sedemikian rupa sehingga kondisi kesehatan jemaah
haji dapat dinilai secara leg e artis dan tetap terjaga kesahihannya. Rumah Sakit merupakan sarana
rujukan pemeriksaan kesehatan jemaah haji, sehingga penilaian kesehatan dapat dilaksanakan secara
baik dan benar. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan jemaah haji merupakan bagian pelayanan rutin
dan agar tidak dikonsentrasikan. Konsentrasi pelaksanaan pemeriksaan, baik waktu dan tempat dapat
mengakibatkan penurunan mutu dan gangguan bagi pelayanan lain. Pemeriksaan Kesehatan Tahap
Pertama merupakan pemeriksaan kesehatan bagi seluruh jemaah haji di Puskesmas untuk mendapatkan
data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan.
Pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Haji Puskesmas. Pemeriksaan Kesehatan
Tahap Kedua merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh data status kesehatan terkini
bagi pemantauan dan evaluasi upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan dan perlindungan, serta
rekomendasi penetapan status kelaikan pemberangkatan haji. Bagi jemaah haji Non-RISTI, data
kesehatan dapat diperoleh dari pemeriksaan dalam rangka perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang
dilakukan oleh Dokter. Bagi jemaah RISTI, data kesehatan diperoleh dari pemeriksaan rujukan ke
Rumah Sakit. 5 Mekanisme kerja dan Tim Pemeriksa Kesehatan Tahap Pertama dan Tim Pemeriksa
Kesehatan Tahap Kedua ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai peraturan
yang ada. Kerjasama pelaksanaan pemeriksaan kesehatan jemaah haji antar Kabupaten/Kota di
koordinasikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi setempat. A. PEMERIKSAAN KESEHATAN TAHAP
PERTAMA 1. BATASAN Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah upaya penilaian status
kesehatan pada seluruh jemaah haji, menggunakan metode pemeriksaan medis yang dibakukan untuk
mendapatkan data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan dan pemeliharaan, serta pembinaan dan
perlindungan. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Puskesmas
yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2. FUNGSI Pemeriksaan Kesehatan
Tahap Pertama berfungsi sebagai : a. Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan metode
eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji b. Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan,
serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji. 3. PROSEDUR
PEMERIKSAAN Prosedur pemeriksaan adalah tata cara pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi
jemaah haji. a. Jemaah haji mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan untuk mendapatkan Surat
Keterangan Pemeriksaan Kesehatan bagi kelengkapan pendaftaran haji. (Lampiran 1) b. Pemeriksaan
kesehatan jemaah haji di Puskesmas sesuai tempat tinggal/domisilinya. c. Pemeriksaan kesehatan
dilakukan sesuai protokol standar profesi kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar sebagai berikut
: 1). Anamnesis 2). Pemeriksaan fisik 3). Pemeriksaan penunjang 4). Penilaian kemandirian 5). Tes
kebugaran d. Hasil pemeriksaan dan kesimpulannya dicatat dalam Catatan Medik dan disimpan di
sarana pemeriksaan. 6 e. Catatan Medik merupakan sumber data dan dasar pengisian Buku Kesehatan
Jemaah Haji (BKJH) setelah buku tersebut tersedia. f. Hasil pemeriksaan kesehatan menjadi dasar
penerbitan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan oleh dokter pemeriksa g. Surat Keterangan
Pemeriksaan Kesehatan diserahkan oleh jemaah sebagai kelengkapan dokumen perjalanan ibadah haji
di Kantor Kementerian Agama. (lampiran 1) h. Jemaah haji yang memenuhi syarat dapat segera
diberikan imunisasi Meningitis meningokokus (MM). Pelaksanaannya diatur oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Penatalaksanaan imunisasi terlampir (lampiran 2). i. Dokter mengeluarkan Surat
Keterangan Vaksinasi atau Profilaksis sebagai dasar penerbitan International Certificates of
Vaccination (ICV) oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Contoh Surat Keterangan Vaksinasi atau
Profilaksis terlampir (lampiran 3) j. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas pelaksanaan
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan melaporkan hasilnya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. k. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota selanjutnya melaporkan rekapitulasi
hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama kepada Kepala Daerah dengan tembusan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi. l. Pembiayaan Pemeriksaan Kesehatan diatur menurut kebijakan daerah setempat.
4. STANDAR PEMERIKSAAN Standar pemeriksaan adalah spesifikasi minimal yang harus dipenuhi
dalam pemeriksaan kesehatan agar dapat diperoleh manfaat pelayanan kesehatan secara maksimal. a.
Pemeriksaan Kesehatan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan yang memenuhi kualifikasi/standar
pemeriksa. b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter dan didampingi seorang
perawat. Pemeriksaan jemaah haji pria sedapat mungkin oleh dokter pria, atau oleh dokter wanita
dengan didampingi perawat pria. Pemeriksaan jemaah haji wanita sedapat mungkin oleh dokter wanita,
atau oleh dokter pria dengan didampingi perawat wanita. c. Jenis pemeriksaan kesehatan bagi Jemaah
Haji (JH) dapat dikelompokkan menjadi pemeriksaan pokok, pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan
khusus. 7 d. Pemeriksaan Pokok adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada semua JH. Data yang
diperoleh meliputi identitas, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik (tanda vital, postur, syaraf kranial,
toraks, abdomen), kesehatan jiwa dan laboratorium klinik rutin. e. Pemeriksaan Lanjut adalah
pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada JH WUS-PUS, memiliki indikasi gangguan
metabolic (metabolic syndrome), Lansia (usia ≥ 60 tahun) dan pendamping jemaah uzur/sakit. f.
Pemeriksaan Khusus adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan atas dasar indikasi medis pada JH yang
menderita suatu penyakit, dimana penyakit tersebut belum dapat ditegakkan diagnosisnya dengan data
pemeriksaan pokok dan lanjut. g. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara holistik dengan
pemeriksaan medis dasar sebagai berikut : 1). Identitas, terdiri dari : a) Nama, dilengkapi dengan
bin/binti b) Tempat dan tanggal lahir c) Alamat tempat tinggal/domisili d) Pekerjaan e) Pendidikan
terakhir f) Status perkawinan 2). Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang, meliputi : (1).
Penyakit menular tertentu. (2). Penyakit tidak menular/disabilitas. b) Riwayat Penyakit Dahulu,
meliputi penyakit yang pernah diderita (termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis secara
kronologis. c) Riwayat Penyakit Keluarga, meliputi jenis penyakit yang diderita anggota keluarga yang
berhubungan secara genetik. 3). Pemeriksaan fisik, meliputi : a) Tanda vital: (1). Tekanan darah (2).
Nadi meliputi : frekuensi, volume, tegangan, ritme. (3). Pernapasan meliputi : frekuensi, ritme. (4).
Suhu, diukur di aksila dengan termometer air raksa. b) Postur tubuh (termasuk tinggi badan, berat
badan, dan indeks massa tubuh). c) Kepala : pemeriksaan saraf kranial, mata, Telinga, Hidung,
Tenggorok dan Leher. 8 d) Paru/toraks • Inspeksi : simetrisitas, retraksi, venektasi, bentuk dada,
penggunaan otot bantu napas • Palpasi : fremitus • Perkusi : (sonor/hipersonor, pekak/redup) •
Auskultasi : vesikuler, ronki, mengi/wheezing e) Kardiovaskuler • Inspeksi : pergeseran impuls apikal •
Palpasi : tekanan vena jugularis, kuat angkat impuls apikal, pergeseran impuls apikal • Perkusi : batas
jantung (konfigurasi jantung) • Auskultasi : bunyi jantung, bising jantung f) Abdomen • Inspeksi : vena
ektasi, hernia • Palpasi : nyeri epigastrium, pembesaran organ abdomen, perabaan ginjal, massa
abnormal • Perkusi : nyeri ketok sudut kostovertebral, asites • Auskultasi : bising usus g) Ekstremitas :
bentuk, kekuatan otot, refleks h) Pemeriksaan jiwa, menggunakan instrumen pemeriksaan Barthel
Indeks Bagian 3: Fungsi Perilaku (Lampiran 4) dan Algoritme Pemeriksaan Kesehatan Jiwa.
(Lampiran 5) 4). Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium (1). Darah (a). Semua jemaah meliputi ;
hemoglobin, hematokrit, lekosit, trombosit, golongan darah (A-B-0 dan bila perlu Rhesus), laju endap
darah. (b). Jemaah dengan indikasi meliputi : gula darah sewaktu dan profil lemak darah. (2). Urin (a).
Makro : warna, bau, kejernihan, derajat keasaman, berat jenis (b). Mikro : sedimen (lekosit, eritrosit,
sel epitel, kristal) (c). Glukosa urin (d). Protein urin (e). Tes kehamilan (dengan reagen beta-HCG) bagi
jemaah haji wanita pasangan usia subur atau jemaah haji wanita lainnya atas indikasi) 9 b)
Elektrokradiografi (EKG), bagi Jemaah dengan indikasi gangguan metabolic dan Lansia. c) Radiologi
Dada, bagi Jemaah dengan indikasi gangguan metabolic dan Lansia. 5). Penilaian kemandirian,
menggunakan instrumen pemeriksaan Barthel Indeks Bagian 1 (Penilaian fungsi Perawatan Diri) dan 2
(Penilaian Fungsi Kerumahtanggaan dalam Aktivitas keseharian). (Lampiran 4) 6). Tes Kebugaran.
Pemeriksa dapat memilih salah satu metode yang sesuai dengan kondisi jemaah dan ketersediaan
sarana-prasarana. (Lampiran 6). h. Setiap jemaah haji wanita diinformasikan perihal ketentuan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Kesehatan tentang Calon Haji Wanita Hamil
Untuk Melaksanakan Ibadah Haji. Salinan SKB terlampir. (Lampiran 7). i. Setiap jemaah haji wanita
pasangan usia subur diharuskan menandatangani surat pernyataan di atas meterai tentang kesediaan
menunda keberangkatannya bila menjelang keberangkatannya diketahui hamil dengan kondisi
kehamilan di luar ketentuan yang diperkenankan menurut SKB Menteri Agama dan Menteri
Kesehatan. Formulir Surat Pernyataan terlampir (Lampiran 8). j. Bagi jemaah haji wanita hamil : 9
Dilakukan konseling, informasi, dan edukasi tentang ketentuan penyelenggaraan kesehatan haji, serta
diberikan alternatif solusi yang dapat diambil. 9 Tidak dilakukan pemberian imunisasi meningitis
meningokokus ACW135Y. k. Dokter pemeriksa menuliskan diagnosis kesehatan jemaah haji dan
kesimpulan hasil pemeriksaan. l. Diagnosis berupa penyebutan nama dan kode. Kode diagnosis ditulis
sesuai dengan kode ICD-X . m. Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori Mandiri,
Observasi, Pengawasan atau Tunda. Selengkapnya lihat tabel (Lampiran 15). n. Dokter pemeriksa
membuat Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan yang memuat kesimpulan hasil Pemeriksaan
Kesehatan Tahap Pertama dan diserahkan kepada jemaah haji. o. Ringkasan hasil pemeriksaan
kesehatan ditulis dengan lengkap dan benar dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji, sesuai petunjuk
pengisian BKJH (Lampiran 9) p. Bagi jemaah haji Non-Risiko Tinggi (risti), BKJH disimpan di sarana
Pemeriksaan Kesehatan sampai satu bulan 10 sebelum dimulainya operasional embarkasi haji tahun
berjalan. BKJH tersebut selanjutnya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sebagai
kelengkapan dokumen penetapan kalaikan dan selanjutnya diserahkan kepada jemaah haji sebelum
keberangkatan ke embarkasi (asrama) haji. q. Bagi jemaah haji Risiko Tinggi (risti), BKJH dapat
digunakan sebagai dokumen rujukan oleh Puskesmas ke rumah sakit rujukan untuk mendapatkan
pemeriksaan kesehatan lanjut dan atau khusus. r. Jemaah haji dibekali Surat Pengantar Rujukan
Pemeriksaan yang dibuat oleh dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas untuk mendatangi rumah sakit
yang ditunjuk agar mendapatkan Pemeriksaan Kesehatan. Contoh Surat Rujukan Pemeriksaan
Kesehatan terlampir (Lampiran 10) s. Untuk kepentingan penegakkan diagnosis, penentuan metode
perawatan dan pemeliharaan kesehatan, maka jenis pemeriksaan dapat ditambah sesuai kebutuhan. t.
Dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas berhak mendapatkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh
Dokter Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit/Rujukan sebagai bahan informasi untuk melengkapi BKJH.
u. Dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas bertanggungjawab atas kelengkapan isi BKJH. v. Dokter
Pemeriksa melaporkan data hasil pemeriksaan dan rekapitulasinya kepada Pusat Kesehatan Haji secara
periodik, secara langsung atau berjenjang melalui Dinas Kesehatan. w. Data Pemeriksaan Kesehatan
Jemaah Haji dikompilasi dan disampaikan melalui surat elektronik ke Pusat Kesehatan Haji up Bidang
yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan pemeriksaan kesehatan jemaah haji. x. Rekapitulasi hasil
pemeriksaan kesehatan menggunakan format formulir yang disediakan. Rekapitulasi disampaikan
dapat disampaikan kepada pihak-pihak tertentu sebagai informasi kesehatan jemaah haji. y. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Puskesmas dan melaporkan
hasil akhir pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-
lambatnya tiga minggu sebelum operasional embarkasi haji dimulai. Formulir laporan terlampir
(Lampiran 13). 11 5. STANDAR PEMERIKSA Standar pemeriksa adalah rumusan kriteria ketenagaan
minimal yang harus tersedia untuk mencapai standar pemeriksaan yang ditetapkan. Pemeriksa
Kesehatan Tahap Pertama adalah Tim Pemeriksa Kesehatan yang akan menjalankan fungsi Penilaian
Kesehatan di Puskesmas. Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan dengan pertimbangan
sebagai berikut : a. Tim Pemeriksa berjumlah sekurang-kurangnya empat orang, yaitu : 1). satu orang
dokter umum pria atau wanita, 2). satu orang perawat wanita, 3). satu orang perawat pria dan 4). satu
orang analis laboratorium kesehatan. b. Tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa
Kesehatan harus mempunyai legalitas untuk melaksanakan fungsi profesinya (mempunyai SIP yang
masih berlaku bagi dokter, dan SK Jabatan Fungsional bagi tenaga kesehatan lain). 6. STANDAR
FASILITAS Standar fasilitas adalah rumusan kriteria tempat dan fasilitas minimal yang harus tersedia
untuk mencapai standar pemeriksaan yang ditetapkan. Pemeriksaan Kesehatan Pertama dilakukan di
Puskesmas yang ditunjuk. Puskesmas yang ditunjuk sebagai tempat Pemeriksaan Kesehatan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Memiliki prasarana gedung yang memadai bagi
pelayanan b. Memiliki fasilitas diagnostik ter-kalibrasi. c. Memiliki fasilitas laboratorium sederhana d.
Memiliki sarana dan manajemen catatan medik yang baik. B. PEMERIKSAAN KESEHATAN TAHAP
KEDUA 1. BATASAN Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua adalah upaya penilaian status kesehatan
terhadap jemaah haji tahun berjalan untuk memperoleh data status kesehatan terkini bagi evaluasi
upaya perawatan, pemeliharaan, pembinaan dan perlindungan, serta rekomendasi penetapan status
kelaikan pemberangkatan haji. Data kesehatan terkini diperoleh melalui kompilasi data perawatan,
pemeliharaan dan rujukan. Pemeriksaan kesehatan rujukan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan di Rumah Sakit. Penetapan rumah sakit dan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 12 2. FUNGSI Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua
berfungsi sebagai : a. Penyediaan data status kesehatan jemaah yang lengkap dan terkini melalui
kompilasi hasil pemeriksaan kesehatan tahap pertama, pemeriksaan dalam rangka perawatan dan atau
pemeliharaan, serta pemeriksaan rujukan. b. Identifikasi, karakterisasi dan prediksi, serta penentuan
metode eliminasi faktor risiko kesehatan jemaah haji c. Dasar upaya perawatan dan pemeliharaan
kesehatan, serta upaya-upaya pembinaan dan perlindungan kesehatan jemaah haji. 3. PROSEDUR
PEMERIKSAAN a. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua dilakukan pada jemaah haji berdasarkan
hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan atau hasil pemeriksaan dalam rangka perawatan dan
pemeliharaan kesehatan. b. Jemaah haji risti diarahkan untuk mendapatkan Pemeriksaan Kesehatan
rujukan di rumah sakit yang ditunjuk. c. Pemeriksaan Kesehatan rujukan dilakukan segera setelah
diketahui sebagai risti melalui Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama, dan sudah selesai selambat-
lambatnya satu bulan sebelum operasional embarkasi haji dimulai. d. Direktur rumah sakit yang
ditunjuk bertanggungjawab atas pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Rujukan dan melaporkan hasil
pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. e. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Kota selanjutnya melaporkan rekapitulasi hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua
kepada Kepala Daerah dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. f. Pembiayaan
Pemeriksaan Kesehatan diatur menurut kebijakan daerah setempat. 4. STANDAR PEMERIKSAAN a.
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan yang memenuhi
kualifikasi/standar pemeriksa. b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter dan
didampingi seorang perawat. Pemeriksaan jemaah haji wanita sedapat mungkin dilakukan oleh dokter
wanita, atau oleh dokter pria dengan didampingi perawat wanita. Pemeriksaan jemaah haji pria sedapat
mungkin dilakukan oleh dokter pria, atau dokter wanita dengan didampingi perawat pria. 13 c. Dokter
Pemeriksa melakukan pemeriksaan Kesehatan dengan protokol standar profesi kedokteran sesuai baku
emas penatalaksanaan gangguan kesehatan yang ditemukan. d. Pada jemaah haji risiko tinggi
dilakukan pemeriksaan medis sesuai kebutuhan (atas indikasi). e. Jemaah haji yang memenuhi syarat,
diberikan imunisasi Meningitis meningokokus ACW135Y. Penatalaksanaan imunisasi UterlampirU.
(Lampiran 2). f. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit menular tertentu, pada akhir masa
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua diharuskan telah dinyatakan sembuh atau tidak menular, dengan
menunjukkan Surat Keterangan Pengobatan. (Lampiran 12) 1). Bagi jemaah haji penderita tuberkulosis
paru aktif (BTA positip) harus telah mendapatkan pengobatan dan dinyatakan tidak menular (BTA
negatip). 2). Bagi jemaah haji penderita kusta tipe multibasiler, harus telah mendapatkan pengobatan
dan dinyatakan tidak menular. g. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit tidak menular
diharapkan telah mendapatkan perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang adekuat pada akhir masa
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua, dan dinyatakan laik untuk melaksanakan perjalanan ibadah haji
dengan catatan advis medik bagi dokter kloter jika perlu. Dibuktikan dengan menunjukkan Surat
Keterangan Pengobatan. (Lampiran 12) h. Dokter Pemeriksa menuliskan diagnosis sesuai dengan hasil
pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan kesimpulan pemeriksaan dalam Catatan Medik. Catatan
Medik ini menjadi dasar pengisian BKJH. i. Kode diagnosis ditulis sesuai dengan kode ICD-X . j.
Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori Mandiri, Observasi, Pengawasan atau Tunda.
Selengkapnya lihat tabel. k. Untuk kepentingan diagnosis, perawatan dan pemeliharaan kesehatan,
jenis pemeriksaan dapat ditambah, dilengkapi atau berulang sesuai dengan kebutuhan. l. Pada jemaah
haji yang perawatan dan pemeliharaan kesehatannya memungkinkan ditata-laksana di Puskesmas,
maka dilakukan rujukan balik ke Puskesmas pengirim disertai Surat Rujukan Balik Pemeriksaan
Kesehatan (Lampiran 11). BKJH diserahkan oleh rumah sakit ke Puskesmas pengirim. 14 m. Pada
jemaah haji yang pemeliharaan kesehatannya tidak memungkinkan ditata-laksana di Puskesmas,
perawatan dan pemeliharaan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan berkompeten. n. BKJH dapat
disimpan di rumah sakit sampai satu bulan sebelum dimulainya operasional embarkasi haji tahun
berjalan. BKJH selanjutnya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk diserahkan
kepada jemaah haji sebelum keberangkatan ke embarkasi (asrama) haji. o. Direktur Rumah Sakit yang
ditunjuk melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota
selambat-lambatnya tiga minggu sebelum operasional embarkasi haji dimulai. Formulir laporan
terlampir. (Lampiran 14). p. Dinas Kesehatan wilayah setempat mengkoordinasikan kompilasi data
kesehatan jemaah haji secara periodik dan memastikan pengirimannya ke Pusat Kesehatan Haji
melalui media yang ditentukan. q. Data hasil pemeriksaan dan rekapitulasinya dapat disampaikan
melalui surat elektronik ke Pusat Kesehatan Haji up Bidang yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan
pemeriksaan kesehatan jemaah haji 5. STANDAR PEMERIKSA Pemeriksa Kesehatan Tahap Kedua
adalah Tim Pemeriksa Kesehatan yang akan menjalankan fungsi Penilaian Kesehatan Tahap Kedua,
yang dapat meliputi Tim Pemeriksa Kesehatan Puskesmas dan Tim Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit
Rujukan. Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan Tahap Kedua diatur oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan pertimbangan sebagai berikut : a. Tim Pemeriksa Kesehatan Rujukan
sekurang-kurangnya terdiri dari : 1). Dokter spesialis Penyakit Dalam, OBSGIN dan Bedah. 2). Dokter
Umum berkemampuan melakukan pemeriksaan General Check Up. 3). satu orang perawat wanita, 4).
satu orang perawat pria, 5). satu orang analis laboratorium kesehatan, b. Tenaga kesehatan yang
ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa Kesehatan Tahap Kedua harus mempunyai legalitas untuk
melaksanakan fungsinya (mempunyai SIP yang masih berlaku bagi dokter, dan SK Jabatan Fungsional
bagi tenaga kesehatan lain). 15 6. STANDAR FASILITAS Pemeriksaan Kesehatan Non-Rujukan
dilaksanakan di Puskesmas dan Pemeriksaan Kesehatan Rujukan dilaksanakan Rumah Sakit. Rumah
Sakit Rujukan yang ditunjuk sebagai tempat pemeriksaan kesehatan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut : a. Memiliki prasarana gedung yang memadai bagi pelayanan b. Memiliki fasilitas
diagnostik lengkap dengan kalibrasi untuk pemeriksaan kesehatan General Check Up. c. Memiliki
fasilitas laboratorium klinik d. Memiliki fasilitas pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan. e. Memiliki
sarana dan manajemen catatan medik yang baik. C. PENETAPAN KELAIKAN KESEHATAN 1.
BATASAN Penetapan Kelaikan Kesehatan adalah upaya penentuan kelaikan jemaah haji untuk
mengikuti perjalanan ibadah haji dari segi kesehatan, dengan mempertimbangkan hasil Pemeriksaan
Kesehatan Tahap Pertama dan Kedua melalui pertemuan yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut
oleh Tim Pemeriksa Kesehatan Puskesmas, Tim Pemeriksa Kesehatan Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dua minggu sebelum operasional
embarkasi haji dimulai. 2. FUNGSI Penetapan Kelaikan Kesehatan dilakukan untuk menentukan status
kelaikan kesehatan jemaah haji mengikuti perjalanan ibadah haji. 3. PROSEDUR UMUM a. Tim
Pemeriksa Kesehatan Tahap Pertama dan Kedua dapat menyelenggarakan pertemuan Penetapan
Kelaikan Kesehatan Jemaah Haji sejak dalam masa pemeriksaan kesehatan sampai selambat-
lambatnya dua minggu sebelum operasional haji dimulai. b. Pertemuan Penetapan Kelaikan Kesehatan
Jemaah Haji diselenggarakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 16 4. PROSEDUR
PENETAPAN Prosedur Penetapan Kelaikan Kesehatan adalah tata cara pelaksanaan penetapan
kelaikan kesehatan jemaah haji untuk mengikuti perjalanan ibadah haji, sebagai berikut : a.
Pengumpulan BKJH yang memuat hasil pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan pemeliharaan
kesehatan, dan kesimpulan pemeriksaan. b. Rekapitulasi hasil pemeriksaan jemaah haji dengan urutan
sebagai berikut : 1). Pengecekan kelengkapan data. 2). Penilaian kelaikan kesehatan berdasarkan
kesimpulan pemeriksaan. 3). Penentuan kelaikan kesehatan, ditulis dalam BKJH. c. Hasil penentuan
kelaikan kesehatan jemaah haji dinyatakan dalam bentuk rekomendasi. d. Rekomendasi disampaikan
kepada Bupati/Walikota, ditembuskan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, PPIH bidang
kesehatan embarkasi, dan Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan Provinsi. 5. STANDAR
KELAIKAN KESEHATAN Standar Kelaikan Kesehatan adalah rumusan kriteria jemaah haji untuk
memenuhi syarat kesehatan dalam mengikuti perjalanan ibadah haji secara mandiri, tidak
membahayakan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Penetapan memenuhi syarat atau tidak
memenuhi syarat kesehatan mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut : a. Status Kesehatan.
Status kesehatan dikategorikan menjadi 4 (empat) yaitu Mandiri, Observasi, Pengawasan dan Tunda
Kriteria kategori lihat tabel. (Lampiran 15) b. Peraturan Kesehatan Internasional dan Ketentuan
Keselamatan Penerbangan. 1). Peraturan Kesehatan Internasional menyebutkan jenisjenis penyakit
menular tertentu sebagai alasan pelarangan kepada seseorang untuk keluar-masuk antar negara, yaitu ;
a) Penyakit Karantina (1). Pes (plague) (2). Kolera (cholera) (3). Demam kuning (yellow fever) (4).
Cacar (small pox) (5). Tifus bercak wabahi (typhus xanthomaticus infectiosa/louse borne typhus) (6).
Demam balik-balik (louse borne relapsing fever) (7). Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian
17 b) Penyakit menular, yang menjadi perhatian WHO (1). Tuberkulosis paru dengan BTA positip (2).
Kusta tipe multi basiler (3). SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) (4). Avian Influenza (AI) (5).
Influenza A baru (H1N1) (6). Penyakit menular lain yang ditentukan kemudian c) Imunisasi meningitis
meningokokus ACW135Y, dibuktikan dengan kartu ICV (International Certificate of Vaccination)
yang sah 2). Ketentuan Keselamatan Penerbangan a) Penyakit tertentu yang berisiko kematian
dikarenakan ketinggian/penerbangan. b) Usia kehamilan c. Jemaah haji dinyatakan TIDAK
MEMENUHI SYARAT apabila ; 1). Status kesehatan termasuk kategori Tunda. 2). Mengidap salah
satu atau lebih penyakit menular tertentu pada saat di embarkasi. 3). Tidak memenuhi persyaratan
keselamatan penerbangan. III.
PENUTUP Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji ini dipergunakan sebagai acuan dan
standar penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
Adapun pengawasan dan pembinaan pelaksanaan selanjutnya dikoordinasikan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi yang bersangkutan. Segenap ketentuan dalam petunjuk teknis ini agar dilaksanakan
sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab.