Bahan Analisis Real
Bahan Analisis Real
Bahan Analisis Real
i
KATA PENGANTAR
KSA
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iii
Bab I PENDAHULUAN.......................................................................................................................2
1.1 Aljabar Himpunan..............................................................................................................2
1.2 Fungsi....................................................................................................................................8
1.3 Induksi Matematika.........................................................................................................15
Bab II BILANGAN REAL.................................................................................................................22
2.1 Sifat Aljabar R..................................................................................................................22
2.2 Sifat Urutan dalam R......................................................................................................30
2.3 Nilai Mutlak......................................................................................................................40
2.4 Sifat Kelengkapan R.......................................................................................................46
2.5 Aplikasi Sifat Supremum...............................................................................................51
Bab III BARISAN BILANGAN REAL.........................................................................................60
3.1 Barisan dan Limit Barisan.............................................................................................60
3.2 Teorema-teorema Limit..................................................................................................72
3.3 Barisan Monoton..............................................................................................................82
3.4 Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass.........................................................90
3.5 Kriteria Cauchy................................................................................................................97
3.6 Barisan-barisan Divergen Murni..............................................................................105
Bab IV LIMIT FUNGSI...................................................................................................................110
4.1 Limit-limit Fungsi.........................................................................................................110
4.2 Teorema-teorema Limit...............................................................................................123
4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit..................................................................133
Bab V FUNGSI-FUNGSI KONTINU..........................................................................................149
5.1 Fungsi-fungsi Kontinu.................................................................................................150
5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu..................................................................157
5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval.......................................................................164
5.4 Kekontinuan Seragam..................................................................................................174
5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers.........................................................................189
Daftar Pustaka......................................................................................................................................201
iii
Aljabar Himpunan
BAB
1
PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang
diperlukan untuk mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang
sekilas ten-tang aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua
cabang mate-matika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian
yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan
asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini
penting dan sering digunakan.
Bila A Í B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhim-
punan sejati dari B.
Analisis Real I 2
Pendahuluan
1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur-
unsur yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B
Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A Í B dan
B Í A.
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “ sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang
tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan
{x½P(x)}
untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de-
ngan “himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemiki an sehinga) P”. Bila dirasa
perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga
menuliskannya dengan
{ xÎS½P(x)}
Contoh-contoh :
2
(a). Himpunan {x Î N x -3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang
2
memenuhi x - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka
himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.
(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan him-
punan. Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan
{2x xÎ N}, daripada {yÎ N y = 2x, xÎ N}.
Analisis Real I 3
Aljabar Himpunan
Operasi Himpunan
Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari
himpunan yang sudah ada.
1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A Ì B
dituliskan dengan AÇB, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga di
B. Dengan kata lain kita mempunyai
AÇB = {x xÎA dan xÎB}.
(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan AÈB, adalah himpunan yang unsur-
unsurnya paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempun-
yai
AÈB = {x xÎA atau xÎB}.
1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,
dituliskan dengan { } atau Æ. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un-
sur bersama (yaitu, AÇB = Æ), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.
Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai
latihan.
Analisis Real I 4
Pendahuluan
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan
pa-ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang
unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menang-
galkan kurung, kita tuliskan dengan
n
B = IA j
j=1
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan Aj, maka U A j
jÎJ
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah
satu Aj. Sedangkan I A j , menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur
jÎJ
1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terha-
dap A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) a dalah himpunan yang unsur-
unsurnya adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis meng-
gunakan notasi A - B atau A ~ B.
Dari definisi di atas, kita mempunyai
A\B = {x Î A x Ï B}.
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan C(B).
1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(BÈC) = (A\B)Ç(A\C),
A\(BÇC) = (A\B) È(A\C).
Analisis Real I 5
Aljabar Himpunan
Bukti :
Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang
kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di A\
(BÈC) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya.
Bila x di A\(BÈC), maka x di A, tetapi tidak di BÈC. Dari sini x suatu unsur di
A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak di
B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x Î A\B dan x Î A\C, yang menunjukkan bahwa
x Î(A\B)Ç(A\C).
Sebaliknya, bila x Î(A\B)Ç(A\C), maka x Î(A\B)dan x Î (A\C). Jadi x Î A tetapi
bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x Î A dan x Ï (BÈC), karena itu x Î A\(BÈC).
Karena himpunan (A\B)Ç(A\C) dan A\(BÈC).memuat unsur-unsur yang
sama, menurut definisi 1.1.1 A\(BÈC).= (A\B)Ç(A\C).
Analisis Real I 6
Pendahuluan
11. Bila {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjuk-
n n n n
kan bahwa E Ç I A j = I (E Ç A j ), E È I A j = I (E È A j )
j=1 j =1 j=1 j =1
12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A1, A2, ... , An} suatu koleksi himpunan.
Buktikan Hukum De Morgan
n n n n
E \ I A j = U (E \ A j ), E \ U A j = I(E \ A j ).
j=1 j=1 j=1 j =1
Catatan bila E\Aj dituliskan dengan C(Aj), maka kesamaan di atas mempunyai
bentuk
n n n n
13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap jÎJ, Aj termuat di E. Tunjukkan
bahwa
Analisis Real I 7
Aljabar Himpunan
Definisi pertama :
Analisis Real I 8
Pendahuluan
De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi
terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.
Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi; yaitu,
suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi
pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam
pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.
1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah him-punan
pasangan berurut f di A´B sedemikian sehingga untuk masing-masing a Î A terdapat b Î
B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) Î f, maka b = b’. Himpunan A dari unsur-unsur
pertama dari f disebut daerah asal atau “ domain” dari f, dan dituliskan D(f). Sedangkan
unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “ range” dari
f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f :A ® B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f
suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu
unsur di f, sering ditulis dengan
b = f(a)
daripada (a,b) Î f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.
Analisis Real I 9
Aljabar Himpunan
Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain
D(g) dan D2 Ê D(g), maka sebarang fungsi g2 dengan domain D2 sedemikian
sehingga g2(x) = g(x) untuk semua x Î D(g) disebut perluasan g pada himpunan D2.
Bayangan Langsung dan Bayangan Invers
Misalkan f : A ® B suatu fungsi dengan domain A dan range B.
f-1(H) = { x Î A : f(x) Î H}
Jadi bila diberikan himpunan E Í A, maka titik y1 Î B di bayangan langsung
f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x 1 Î E sedemikian sehingga y1 =
-1
f(x1). Secara sama, bila diberikan HÍB, titik x2ÎA di dalam bayangan invers f (H) jika dan
hanya jika y2 = f(x2) di H.
Kenyataannya, bila x Î f-1(GÇH) maka f(x) Î GÇH, jadi f(x) Î G dan f(x) Î H. Hal ini
mengakibatkan x Î f-1(G) dan x Î f-1(H). Karena itu x Î f-1(G)Ç f-1(H), bukti sele-sai.
Sebaliknya, f-1(GÇH) Ê f-1(G)Ç f-1(H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan se-
bagai latihan.
Analisis Real I 10
Pendahuluan
Sifat-sifat Fungsi
1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A ¾® B dikatakan injektif atau satu-satu bila x 1 ¹ x2,
mengakibatkan f(x1) ¹ f(x2). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.
Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x1) = f(x2) mengakibatkan x1 =
x2, untuk semua x1,x2 di A.
Sebagai contoh, misalkan A = {x Î R x ¹ 1} dan f : A ¾® R dengan f(x) =
x . Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x1,x2 di A sehingga f(x1) = f(x2).
x-1
Maka kita mempunyai
x1 = x2
x -1 x2 - 1
1
yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa x1 = x2 dan dari sini x1 = x2. Karena
x - 1 x2 -1
1
itu f injektif.
1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A ® B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B, bila
f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.
Secara ekivalen, f : A ® B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu
untuk setiap y Î B terdapat x Î A sehingga f(x) = y.
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah
fungsi tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A ¾® B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan
surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.
Fungsi-fungsi Invers
Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A´B),
maka himpunan pasangan berurut di B´A yang diperoleh dengan saling menukar un-
sur pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.
Analisis Real I 11
Aljabar Himpunan
1.2.7. Definisi. Misalkan f : A ¾® B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range
R(f) di B. Bila g = {(b,a)ÎB´A (a,b) Î f}, maka g fungsi injektif dengan do-main D(g) =
-1
R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan dengan f .
Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f-1 berelasi dengan f sebagai
-1
berikut : y = f (y) jika dan hanya jika y = f(x).
x
Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) = x - 1 didefinisikan un-
tuk x Î A = {x x ¹ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau
x
hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =
x-1
y
dan diperoleh x =
y-1
= {y y ¹ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y y ¹ -1} dan f-1(y)
y
= .
y-1
Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,
fungsi invers dari f-1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Fungsi Komposisi
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari
f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal ini
hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa range
dari f termuat di domain g.
1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan g
fungsi-fungsi yang nilainya di x Î R ditentukan oleh
2
f(x) = 2x, g(x) = 3x - 1
Analisis Real I 12
Pendahuluan
Karena D(g) = R dan R(f) Í R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi kom-
posisi gof ditentukan oleh
diberikan oleh gof(x) = 1 - x2 didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi f(x)
³ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 £ x £ 1. Bila kita tukar urutannya, maka kom-
posisi
fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu
himpunan {x Î R : x ³ 0}.
Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan
petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
Barisan
Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus
dalam analisis, yang kita akan perkenalkan berikut ini.
1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domain-nya
himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
N ¾® R dengan X(n) = n.
Penting sekali untuk membedakan antara barisan (xn n Î N) dengan
nilainya
{xn n Î N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang
mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari ba-
risan hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari bari-san
n
((-1) n Î N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah {-1,1},
memuat dua unsur dari R.
Latihan 1.2.
2 2
1. Misalkan A = B = {xÎR -1 £ x £ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) x + y = 1} dari
A´B, apakah himpunan ini fungsi ?
2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x2, dan E = {xÎR -1 £
x £ 0} dan F = {xÎR 0 £ x £ 1}. Tunjukkan bahwa EÇF = {0} dan f(EÇF) = {0},
sementara f(E) = f(F) = {yÎR 0 £ y £ 1}. Di sini f(EÇF) adalah subhimpunan se-jati
dari f(E) Ç f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f(E)\f(F) dan tunjukkan bahwa
f(E\F) £ f(E)\f(F) salah.
4. Tunjukkan bahwa bila f : A®B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(EÈF) = f(E)
È f(F) dan f(E Ç F) £ f(E) Ç f(F)
5. Tunjukkan bahwa bila f : A®B dan G,H sub himpunan dari B,
Analisis Real I 14
Pendahuluan
-1
8. Tunjukkan bahwa bila f : A®B bersifat injektif dan E Í A, maka f (f(E)). Berikan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.
9. Tunjukkan bahwa bila f : A®B bersifat surjektif dan H Í B, maka f(f-1(H)). Beri-kan
suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjek-tif.
10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f-1 = {(b,a) (a,b)Îf} suatu fungsi
dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f-1 injektif dan f invers dari f-1.
11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f-1of(x) = x, untuk semua x Î D(f) dan
-1
fof (y) = y untuk semua y Î R(f).
12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ¹ g, tetapi fog = gof
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f in-
jektif dan R(f) Í D(f) dan R(g) Ê D(g).
16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y
di D(g). Buktikan bahwa g = f-1..
dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti
suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat funda-
men-
tal dari N berikut.
1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mem-
punyai unsur terkecil.
Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan
dari N dan S ¹ Æ, maka terdapat suatu unsur m Î S sedemikian sehingga m £ k untuk
semua k Î S.
Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi
prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.
Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.
1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempu-
nyai sifat
(i).1 Î S
(ii).jika k Î S., maka k + 1 Î S.
maka S = N.
Bukti :
Andaikan S ¹ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik
N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 Î S, maka m ¹ 1. Karena itu m > 1
dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka m -
1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang
berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kos-
ong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan
bahwa S = N.
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n Î N, maka P(n)
Analisis Real I 16
Pendahuluan
benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)
2
pernyataan “ n = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untu k semua n ¹ 1, nÎN.
Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai beri-kut :
1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n Î N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1 + 2 + ... + n = 1 n (n + 1).
2
Analisis Real I 17
Aljabar Himpunan
= 21 (k+1) (k+2)
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1
Î S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi
matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n Î
N.
(b). Untuk masing-masing n Î N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberi-
kan oleh
12+22+...+n2 = 16 n(n+1)(2n+1)
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini benar
2
untuk n = 1, karena 1 = 16 .1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar untuk k,
2
maka dengan menambahkan (k+1) pada kedua ruas, memberikan hasil
2 2 2 2 2
1 +2 +...+k + (k+1) = 16 k(k+1)(2k+1) + (k+1)
=
1
6 (k+1)(2k2+k+6k+6)
1
= 6 (k+1)(k+2)(2k+3)
Analisis Real I 18
Pendahuluan
n
(d). Ketaksamaan 2 £ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai
berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsi-
k
kan bahwa 2 £ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 £ (k+2), diperoleh
k+1 k
2 = 2.2 £ 2(k+1)! £ (k+2)(k+1)! = (k+2)!
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n Î
N.
(e). Bila r Î R, r ¹ 1 dan n Î N, maka
1 + r + r2 + ... + rn = - n +1
1 r
1-r
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi
1 - r2
matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = 1-r , jadi formula
tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan
rk+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh
1 - rk +2
kk+1 k+1
1 - r k +1
1+r+ ... +r + r = +r =
1- r 1- r
yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,
maka formula tersebut benar untuk semua n Î N.
Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila
kita misalkan Sn = 1+r+...+rn, maka rSn = r+r2+...+rn+1
Jadi
(1-r)Sn = Sn-rSn = 1-rn+1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “ bukti teorema” beri-
kut.
Analisis Real I 19
Aljabar Himpunan
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan
q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 Î
S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah
k. Karenanya p-1 = q-1, karena k Î S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,
k + 1 Î S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n Î N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak
2
untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n - n + 41 memberikan bilangan prima
untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang san-
gat berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen den-
gan versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekiva-
lensinya dari kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1ÎS, dan
bila {1,2,...,k}Í S maka k + 1 Î S. Maka S = N.
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n Î N,
1. 1 + 1 + ...+ 1 = n
1.2 2.3 n(n + 1) n + 1
2. 13 + 23 + ... + n3 = [ 21 n(n+1)]2
3. 12-22+32-...+(-1)n+1n(n+1)/2
4. n3 + 5n dapat dibagi dengan 6
5. 52n - 1 dapat dibagi dengan 8
6. 5n - 4n - 1 habis dibagi 16.
7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +
2 habis dibagi 9
Analisis Real I 20
Pendahuluan
1 £ xn £ 2 untuk semua n Î N.
Analisis Real I 21
Aljabar Himpunan
BAB
2
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan
real R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan di-
dasarkan pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau
himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenal-
kan sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menun-
jukkan bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih
berman-faat dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu
model un-tuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan
lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya se cara detail. Demi kejelasan,
kita tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih
berkonsentrasi pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah.
Pertama kita perke-nalkan, dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan)
yang didasarkan pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita
perkenalkan, dalam bagian 2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa
konsekuensinya yang berkaitan dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi
penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan ten-tang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada
sifat urutan, dibahas secara singkat pada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“ kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian
kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil
fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar
(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
Analisis Real I 22
Pendahuluan
2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan real R terdapat dua operasi biner,
dituliskan dengan “ +” dan “ .” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan dan
perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :
Analisis Real I 23
Aljabar Himpunan
(D). a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (b+c) . a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c di R (si-
fat distributif perkalian terhadap penjumlahan);
Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan me-
mudahkan dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.
Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).
Analisis Real I 24
Pendahuluan
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ¹ 0 sangat
penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh
Analisis Real I 25
Aljabar Himpunan
(a). a . 0 = 0 (b). (-1) . a = -a
(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a+a.0=a.1+a.0
= a. (1 + 0) = a . 1 = a.
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk
memperoleh a + (-1) . a = 1 . a + (-1) . a = 0 . a = 0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) . a = - a.
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a = - (-a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(-1) . (-1) = -(-1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.
kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ¹ 0 dan karena (1/a) . a = 1, Teorema 2.1.3(b) men-
gakibatkan 1/(1/a) = a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b = a . c dengan 1/a dan menggunakan
sifat asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a) . a) . b = ((1/a) . a) . c.
Analisis Real I 26
Pendahuluan
am+n = aman
untuk semua m,n di N. Bila a ¹ 0, kita akan gunakan notasi a-1 untuk 1/a, dan bila
-n n
nÎN, kita tuliskan a untuk (1/a) , bila memang hal ini memudahkan.
Analisis Real I 27
Aljabar Himpunan
Analisis Real I 28
Pendahuluan
Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang ber-
sifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda
gunakan pada setiap langkahnya.
(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;
2
(c). x = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
-(a + b) = (-a) + (-b) (b). (-a).(-b) = a.b
(-a) = -(1/a) bila a ¹ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ¹ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1
6. Bila a ¹ 0 dan b ¹ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a).(1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak
2
ada bilangan rasional s, sehingga s = 6.
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa ti-
dak ada bilangan rasional t, sehingga t2 = 3.
9. Tunjukkan bahwa bila x di R irasional dan r ¹ 0 rasional, maka r + x dan rx ira-
sional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.
(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =
B(e,a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
1 1
(a). B1(a,b) = 2 (a + b) (b). B2(a,b) = 2
(ab)
(c). B3(a,b) = a - b (d). B4(a,b) = 1 + ab
Analisis Real I 29
Aljabar Himpunan
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila me-
menuhi B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila ada)
dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,
m+n m n m n m .n
maka a = a a dan (a ) = a .
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara ber-
samaan.
2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut
himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut : (i). Bila a,b di P,
maka a + b di P
(ii). Bila a,b di P, maka a.b di P
(iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi
a Î P, a = 0, -a Î P
Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan
perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “ Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R
menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a
a Î P} bilangan real negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R
gabungan tiga himpunan yang saling lepas.
2.2.2 Definisi. Bila aÎP, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan kita
tulis a > 0. Bila aÎPÈ{0} kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a ³
0.
Analisis Real I 30
Pendahuluan
Bila -aÎP, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -aÎPÈ{0} kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a £ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan
pada pembahasan selanjutnya.
Analisis Real I 31
Aljabar Himpunan
(c). . Bila a ¹ b, maka a - b ¹ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b
Î P atau b - a Î P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi den-
gan satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan
positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang
diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol
posi-tif.
Analisis Real I 32
Pendahuluan
2a < a + b < 2 b
1
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 2 >
0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan a =
1 1 1
2 (2a) < 2 (a + b) < 2 (2b) = b
Analisis Real I 33
Aljabar Himpunan
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilan-
gan real positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
1
2.2.8 Teorema Akibat. Bila b Î R dan b > 0, maka 0 < 2 b < b.
Bukti :
Ambil a = 0 dalam 2.2.7.
Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjut-
nya. Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ³ 0 benar-benar sama dengan 0,
kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a
kurang dari sebarang bilangan positif manapun.
2.2.10 Teorema. Misalkan a,b di R, dan a - e < b untuk setiap e >0. Maka a £ b.
Bukti :
1
Andaikan b < a dan tetapkan e0 = 2 (a - b). Maka e0 dan b < a - e0, kontradiksi
dengan hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, posi-
tivitas suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Ken-
yataannya adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau
sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.
Analisis Real I 34
Pendahuluan
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat
digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan
hati-hati setiap langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2x = 3 £ 6.
Kita catat bahwa x Î A Û 2x + 3 £ 6 Û 2x £ 3 Û x £ 3/2.
Karenanya, A = {x Î R x £ 3/2}.
2
(b). Tentukan himpunan B = {x Î R x + x > 2}
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x
2
Î B Û x + x - 2 > 0 Û (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1 >
0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mem-
punyai x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.
Jadi B = {x Î R x > 1}È{x Î R x < -2}.
(c). Tentukan himpunan C = {x Î R (2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x Î C Û
(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 Û (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1
< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)
kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x
Analisis Real I 35
Aljabar Himpunan
< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang ti-
dak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x Î R -2 < x < 1}.
Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertak-
samaan. Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi
sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap
lang-kah dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar
kuadrat dari bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi
eksistensinya kita ter-ima dalam membicarakan contoh-contoh berikut. (Eksistensi
akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).
2 2
2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ³ 0 dan b ³ 0. Maka (i). a < b Û a < b Û
a< b
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada
2 2
pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b - a = (b - a) (b + a),
dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.
2
Bila a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a ) dan b =
2
( b ) , maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita guna-
kan bukti di atas diperoleh a < b Û a < b
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ³ 0
dan b ³ 0, maka
2 2 £
a£bÛa £b Û
a b
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1 (a + b)
2
ab £ 12 (a + b) (2)
Analisis Real I 36
Pendahuluan
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ¹ b,
maka a > 0, b > 0 dan a ¹ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh bahwa
2
( a - b ) > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh
a - 2 ab + b > 0,
yang diikuti oleh
1
ab < 2 (a + b).
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ¹ b. Lebih dari itu, bila a = b
(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini
membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
1
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan ab < 2 (a + b). Maka dengan meng-
kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
2 2 2
4ab = (a + b) = a + 2ab + b ,
2 2 2
0 = a - 2ab + b = (a - b) .
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) men-
gakibatkan a = b.
Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a 1, a2,...,an adalah
(a1 a2 ... an)1/n £ a1 + a2 +...+an (3)
n
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a1 = a2 = ... = an.
Analisis Real I 37
Aljabar Himpunan
n+1 n
(1 + x) = (1 + x) (1 + x)
³ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx2
³ 1 + (n + 1)x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila nÎN dan a1, a2, ... ,an dan b1, b2, ..., bn bilangan real
maka
(a1b1+ ... + anbn)2 £ (a12 + ... + an2) (b12 + ... + bn2). (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan
hanya jika terdapat bilangan real s, sehingga
a1 = sb1, ..., an = sbn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R ¾® R, untuk tÎR de-
ngan
2 2
F(t) = (a1 - tb1) + ... + (an - tbn) .
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ³ 0 untuk semua tÎR. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
Analisis Real I 38
Pendahuluan
2 2
sÎR dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s (b1 +
2 2
... +bn ) . Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah D = 0, se-
hingga terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini men-
gakibatkan (mengapa?) bahwa
a1 - sb1 = 0, ..., an - sbn = 0
yang diikuti oleh aj = sbj untuk semua j = 1, ..., n.
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n Î N dan a1, ..., an dan b1, ..., bn bilangan real
maka [(a1 + b1)2 + ... + (an + bn)2]1/2 £ [a12 + ... + an2]1/2 + [b12 + ... + bn2]1/2
(6)
lebih dari itu bila tidak semua bj = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a1 = sb1, ..., an = sbn.
2 2 2
Karena (aj + bj) = aj + 2ajbj + bj untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
2 2
(a1 + b1) + ... + (an + bn) = A + 2B + C
2
£ A + 2 AC + C = ( A + C )
Latihan 2.2
1. (a). Bila a £ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.
(b). Bila a £ b dan c £ d, buktikan bahwa a + c £ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 £ c £ d, buktikan bahwa 0 £ ac £ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
2 2
5. Bila a,b Î R, tunjukkan bahwa a + b = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
Analisis Real I 39
Aljabar Himpunan
2 2
6. Bila 0 £ a < b, buktikan bahwa a £ ab < b . Juga tunjukkan dengan contoh bahwa
hal ini tidak selalu diikuti oleh a2 < ab < b2.
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n Î N, tunjukan bahwa n2 ³ n dan dari sini 1/n2 £ 1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x2 > 3x + 4; (b). 1 < x < 4;
2
2
(c). 1/x < x; (d). 1/x < x .
10. Misal a,b Î R dan untuk setiap e > 0 kita mempunyai a £ b + e.
(a). Tunjukkan bahwa a £ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.
11. Buktikan bahwa ( 21 (a + b))2 £ 2
1
(a2 + b2) untuk semua a,b Î R. Tunjukkan
bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.
12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c2 < c < 1
(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa cn ³ c untuk semua n Î N. (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c = 1 + x).
14. Bila c > 1, dan m,n Î N, tunjukkan bahwa cm > cn jika dan hanya jika m > n.
n
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa c £ c untuk semua n Î N.
16. Bila 0 < c < 1 dan m,n Î N, tunjukkan bahwa cm < cn jika dan hanya jika m > n.
n n
17. Bila a > 0, b > 0 dan n Î N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika a < b .
18. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa
2
n £ (c1 + c2 + ... + cn) ( c
1
1
1
+ c 2 + . . .+ c
1
n )
19. Misalkan ck > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa
c + c +...+c
12 n
1/ 2
2
+ ...+cn 2 ] £ c1 + c2 + ... + cn
[
£ 2
n c1 + c 2
20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c1/m < c1/n
jika dan hanya jika m > n.
Analisis Real I 40
Pendahuluan
Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a Î R dan a ¹ 0, maka tepat
satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ¹ 0 didefinisikan sebagai bi-
langan yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a = 0. Juga bila a ¹ 0, maka -a ¹ 0, jadi a ¹ 0. Jadi bila a = 0,
maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0 = 0 = 0 . Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a = a = -(-a) = -a .
Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a = -a = -a .
(c). Bila a,b keduanya 0, maka ab dan a b sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0, maka
ab > 0, sehingga ab = ab = a b . Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, se-hingga ab =
-ab = a(-b) = a b . Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan a £ c. Maka kita mempunyai a £ c dan -a £ c. (Mengapa?) Karena ke-
taksamaan terakhir ekivalen dengan a ³ -c, maka kita mempunyai -c £ a £ c. Se-balik-
nya, bila -c £ a £ c, maka kita mempunyai a £ c dan -a £ c. (Mengapa?), se-hingga a
£ c.
(e). Tetapkan c = a pada (d).
Analisis Real I 41
Aljabar Himpunan
Bukti :
Dari 2.3.2(e), kita mempunyai - a £ a £ a dan - b £ b £ b . Kemudian dengan
menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh
-(a+b)£a+b£a+b
(a). a - b £ a - b
(b). a - b £ a + b
Bukti :
(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh
a =a - b + b £ a - + b . - £ a-
b b
Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a b . Secara
2.3.6 Contoh-contoh.
(a). Tentukan himpunan A dari bilangan real x yang memenuhi 2x + 3 < 6
Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x Î A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang
dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh
A = {x Î R -9/2 < x < 3/2}.
2x - 1
3.
Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
2
f (x) = 2x - 3x + 1
2x - 1
Analisis Real I 43
Aljabar Himpunan
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x2 - 3x + 1 £ 2 x 2 +3x + 1
3
sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah kon-
stanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ³ 28/3 juga memenuhi
f (x) £ M . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).
Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bi-
langan real “ dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan real a, mak a bilangan real x
dikatakan “ dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x - a
“ kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunaka n kata lingkungan,
yang sebentar lagi akan kita definisikan.
2.3.7 Definisi. Misalkan a Î R dan e > 0. Maka lingkungan-e dari a adalah himpunan
Ve(a) = {x Î R x - a < e}.
2.3.8 Teorema. Misalkan a Î R. Bila x termuat dalam lingkungan Ve(a) untuk setiap
e > 0, maka x = a.
Bukti :
Analisis Real I 44
Pendahuluan
Bila x memenuhi x - a < e untuk setiap e > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa x - a
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a Î U, misalkan e bilangan terkecil dari a atau
1 - a. Maka Ve(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-e yang
termuat di U.
(b). Bila I = {x : 0 £ x £ 1}, maka untuk sebarang e > 0, lingkungan-e Ve(0) memuat
titik di luar I, sehingga Ve(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan xe =
-e/2 unsur di Ve(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila x - a < e dan y - b < e , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan
bahwa
( ) ( ) ( ) ( )
x+y - a+b = x-a + y-b
= x - a + y - b < 2e.
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -e dari a,b maka x + y ter-
muat di lingkungan -2e dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -e dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a Î R. tunjukkan bahwa
(a). a = a2 (b). a
2
=a
2
4. Bila x,y,z Î R, x £ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x - y + y - z = x
(a). 4x - 3 £ 13 ; (b). x 2 - 1 £ 3 ;
(c). x - 1 > x + 1 ; (d). x + x + 1 < 2 .
6. Tunjukkan bahwa x - a < e jika dan hanya jika a - e < x < a + e.
Analisis Real I 45
Aljabar Himpunan
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x - y < b - a . Interpretasikan se-
cara geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R´R yang memenuhi
(a x = y ; (b). x + y = 1;
(c xy = 2 ; (d). x - y = 2 .
10. Misalkan e > 0 dan d > 0, a Î R. Tunjukkan bahwa Ve(a) Ç Vd(a) dan Ve(a) È
Vd(a) adalah lingkungan-g dari a untuk suatu g.
11. Tunjukkan bahwa bila a,b Î R, dan a ¹ b, maka terdapat lingkungan-e U dari a dan
lingkungan-g V dari b, sehingga UÇV = Æ.
Analisis Real I 46
Pendahuluan
Analisis Real I 47
Aljabar Himpunan
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang
dari w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari
suatu himpunan.
2.4.3 Lemma. Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di
R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s £ u untuk semua s Î S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ Î S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi
pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang se-
rupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersi-fat
tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas atas dari
S. Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1 bukan batas
atas dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supre-mum menga-
kibatkan bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2. (Pembaca
seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari
suatu himpunan di R bersifat tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menulis-
kan-nya dengan
sup S dan inf S
Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S £ u’.
Yaitu, bila s £ u’ untuk semua s Î S, maka sup S £ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup
S merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu
himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supre-
mum dari S jika dan hanya jika untuk setiap e > 0 terdapat se Î S sehingga u - e < se.
Analisis Real I 48
Pendahuluan
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan
kita tetapkan e = u - v, maka e > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat s e Î S
sehingga v = u - e < se. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku un-
tuk sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan e > 0. Karena u - e < u, maka u - e bukan
batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur se di S yang lebih dari u - e, yaitu u - e <
se.
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat meru-
pakan unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis
himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mem-
punyai unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1
keduanya unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan
dapat digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 £ x £ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan bukti-
kan 1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s ’ di S2
sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v se-
barang bilangan v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S 2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan meng-
gunakan argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, him-
punan S3 tidak memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama him-
punan kosong juga tidak mempunyai infimum.
Analisis Real I 49
Aljabar Himpunan
2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas atas mempunyai supremum di R.
Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S
sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s
Î S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal
ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus bukti-
kan.
2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan real tak kosong yang mem-
punyai batas bawah mempunyai infimum di R.
Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.
Latihan 2.4
1. Misalkan S1 = {x Î R : x ³ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S1 mempunyai
batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S1 = 0.
2. Misalkan S2 = {x Î R : x ³ 0}. Apakah S2 mempunyai batas bawah ? Apakah S2
mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.
3. Misalkan S3 = {1/n n Î N}. Tunjukkan bahwa sup S3 = 1 dan inf S3 ³ 0. (Hal ini
akan diikuti bahwa inf S3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau
2.5.3 (b)).
n
4. Misalkan S4 = {1 - (-1) /n : n Î N}.Tentukan inf S4 dan sup S4.
5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan
bahwa inf S = -sup{-s : s Î S}.
6. Bila S Í R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan
supremum dari S.
7. Misalkan S Í R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u Î R merupakan batas atas dari
R jika dan hanya jika kondisi t Î R dan t > u mengakibatkan t Ï S.
8. Misalkan S Í R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap
nÎN, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebali-
knya juga benar ; lihat latihan 2.5.3).
Analisis Real I 50
Pendahuluan
9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka AÈB
juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (AÈB) = sup {sup A, sup B}.
10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa
inf S £ inf S0 £ sup S0 £ sup S.
2.5.1 Contoh-contoh
(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu .,KKMNBV
himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ; yaitu
tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan
himpunan a + S = {a + x : x Î S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x £ u untuk semua x Î S, kita mempunyai
a + x £ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a
+ S) £ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x £ v untuk
semua x Î S. Maka x £ v - a untuk semua x Î S, yang mengakibatkan u = sup S £ v -
a, sehingga a + u £ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
Analisis Real I 51
Aljabar Himpunan
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D Í R. Kita asumsi-
kan rangenya f(D) = {f(x) : x Î D} dan g(D) = {g(x) : x Î D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) £ g(x) untuk semua x Î D, maka sup f(D) £ sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan f(D) karena untuk setiap x Î D, kita mempunyai f(x) £ g(x) £ sup g(D).
Karenanya sup f(D) £ sup g(D).
(ii). Bila f(x) £ g(y) untuk semua x,y Î D, maka sup f(D) £ sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat
bahwa f(x) £ g(y) untuk semua x Î D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Aki-
batnya sup f(D) £ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y Î D,
maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) £ inf
g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) £ g(x) untuk semua x Î D pada (b) tidak
2
menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x
dan g(x) = x dengan D = {x Î R : 0 < x < 1}, maka f(x) £ g(x) untuk semua x Î D,
tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan
(ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N
tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan
real x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya
mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan
Analisis Real I 52
Pendahuluan
urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini
menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.
Eksistensi 2
Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin
eksistensi bilangan real di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini be-
berapa kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membukti-
Analisis Real I 53
Aljabar Himpunan
2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan
menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.
maka kita memperoleh (x + 1/n)2 < x2 + (2 - x2) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -
2 2
x > 0, sehingga (2 - x )/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan un-
tuk memperoleh n Î N sehingga
2
1 <2-x
+ 1n2x
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
1
kita mempunyai x + n Î S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
2
Karenanya, haruslah x ³ 2.
2
Sekarang andaikan x > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk
menemukan m Î N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang meng-
kontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
Analisis Real I 54
Pendahuluan
maka (x - 1/m)2
(x + m ) = x 2 + m + m2 > x 2 - m
2
1 2x 1 2x
maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b2 = a. Kita katakan b akar kuadrat
1/2
positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a . Dengan cara sedikit lebih rumit
yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari akar
n 1/n
pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan a atau a , untuk n Î N.
Analisis Real I 55
Aljabar Himpunan
2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bi-
langan rasional r sehingga x < r < y.
Bukti :
Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).
De-
ngan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n Î N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Aki-
bat 2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m Î N sehingga m - 1 £ nx < m. Bilangan m ini
juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan ira-
sional, kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan real dengan x < y, maka terdapat bilan-gan
irasional z sehingga x < z < y.
Bukti :
x 2 <r<y 2.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan
bahwa inf {1/n n Î N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m n,m Î N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S Í R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).
untuk setiap n Î N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n Î N, u +
1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema
2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
Analisis Real I 56
Pendahuluan
( ) 0 , bila x < y h x,
y=
1 , bila x ³ y
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X´Y ¾® R yang mempunyai range
terbatas di R. Misalkan f : X ¾® R dan g : Y ¾® R didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y Î Y}, g(y) = inf {h(x,y) x Î X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y Î Y} £ inf {f(x) x Î X}
Kita akan menuliskannya dengan
sup inf h(x,y) £ sup inf h( x,y)
y x x y
12. Diberikan sebarang xÎR, tunjukkan bahwa terdapat nÎZ yang tungal sehingga n - 1
£ x < n.
n
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n Î N sehingga 1/2 < y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
2
bilangan real positif y sehingga y = 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,
2
maka terdapat bilangan real positif z sehingga z = a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat
3
bilangan real positif u sehingga u = 2.
Analisis Real I 58
Pendahuluan
17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.
18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru
< y. (Dari sini himpunan {ru r Î Q} padat di R).
Analisis Real I 59
Aljabar Himpunan
BAB
3
BARISAN BILANGAN REAL
3.1. Barisan dan Limit Barisan
Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan
suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3,
...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan
barisan di R.
3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan real (atau suatu barisan di R) adalah suatu fungsi
pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R.
Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan
asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan real. Bilangan real yang diperoleh
tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa
untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan nÎN, dengan suatu simbol
seperti xn (atau an, atau zn). Jadi bila X : N ¾¾® R suatu barisan, kita akan biasa
menuliskan nilai X di n dengan Xn, dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini
dengan notasi
X, Xn, (Xn : n Î N),
Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N
adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (X n : nÎN), yang suku-
sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { Xn : nÎN}
n
yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1) : nÎN) yang
n
berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1) : nÎN } sama
dengan {-1, 1}.
Analisis Real I 60
Pendahuluan
Y = (1 1 , 1
2 , 1
3 , 1
4 , ...)
Z = (1 1 , 1
2 , 1
3 , 1
4 , ...)
untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan
adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti
1
X = (2n : nÎN), Y=( : mÎN), Z = ( 1 : sÎN)
m 2
s
Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x 1 dan suatu
formula untuk mendapatkan xn + 1 (n ³ 1) bila xn diketahui dan formula xn+1 (n ³ 1)
dari x1, x2, ... xn. Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif
atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita de-
finisikan dengan
x1 = 2 xn+1 = xn + 2 (n ³ 1);
atau dengan definisi
x1 = 2 xn+1 = x1 + xn (n ³ 1).
Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khusus-nya,
barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x 1 = diberikan, xn+1 = f(xn) untuk
nÎN dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan yang
didefinisikan dengan proses : y1 = diberikan, yn = .gn(y1,y2, ... ,yn) untuk nÎN juga dapat dikerja-kan (secara
sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang besar, karena kita
harus menyimpan masing-masing nilai y1, ..., yn dalam urutan untuk menghitung yn+1.
3.1.2. Contoh-contoh.
Analisis Real I 61
Aljabar Himpunan
(a). Bila b Î R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan kon-stan
b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan bari-san
konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...).
2 2 2 2
(b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (1 , 2 , 3 , ...) = (n : nÎN), yang
2
tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n , ...).
n
(c). Bila aÎR, maka barisan A = (a : nÎN) adalah barisan (a1, a2, a3, ..., an, ...).
1
Khususnya bila a = , maka kita peroleh barisan
2
1
:n ÎN
n
2
(d). Barisan Fibonacci F = (fn : n Î N) diberikan secara induktif sebagai berikut :
f1 = 1, f2 = 1, f2+1 = fn-1 + fn (n ³ 2)
Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3,
5, 8, 13, 21, 34, 55, ...)
3.1.3. Definisi. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real, kita definisikan jum-lah
X + Y = (xn + yn : nÎN), selisih X - Y = (xn - yn : nÎN), dan hasil kali XY = (xnyn
: nÎN). Bila c Î R, kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cxn : nÎN).
Akhirnya, bila Z = (zn) suatu barisan dengan zn ¹ 0 untuk semua nÎN, maka hasil bagi
X oleh Z adalah X/Z = (xn/ zn : nÎN).
Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan
X = (2, 4, 6, ..., 2n, ...), Y = ( 1 , 1 , 1 , ..., 1 , ... ,
)
1 2 3 n
X+Y= 1 2 3 n
, ...
X-Y=( , ...),
1 7 17 2n 2
-1
1 ,2 , 3 , ..., n
Analisis Real I 62
Pendahuluan
3.1.4. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real. Suatu bilangan real x dikata-kan
limit dari (xn), bila untuk setiap e > 0 terdapat bilangan asli K(e), sedemikian se-hingga
untuk semua n ³ K(e), suku-suku xn terletak dalam lingkungan-e, Ve(x).
Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X
= (xn) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit,
kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen.
Penulisan K(e) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemili-
han K bergantung pada e; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya
dengan K, dari pada K(e). Dalam banyak hal nilai e yang “ kecil” biasanya akan
suku dari x terletak di dalam Ve(x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin ti-
dak terletak di dalam Ve(x) yaitu x1, x2, ..., xK(e)-1.
Bila suatu barisan x = (xn) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan
notasi.
lim X = x atau lim (xn) = x.
Analisis Real I 63
Aljabar Himpunan
misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka xnÎVe(x’) dan bila n > K”
maka xnÎVe(x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa Ve(x’) dan Ve(x”)
saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”.
3.1.6. Teorema. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real dan misalkan pula xÎR.
Maka pernyataan berikut ekivalen.
(a). X konvergen ke x.
(b). untuk setiap lingkungan-e Ve(x), terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk se-
mua n ³ K(e), suku-suku xnÎVe(x).
(c). untuk setiap e > 0, terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk semua n ³ K(e),
suku-suku xn memenuhi ½xn - x½<e.
(d). untuk setiap e > 0, terdapat bilangan asli K(e) sehingga untuk semua n ³ K(e),
suku-suku xn memenuhi
Û x- e < xn < x + e
Catatan : Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang telah
ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga diperlukan
latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung suku-suku barisan
tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena
Analisis Real I 64
Pendahuluan
komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian
bukanlah bukti.
3.1.7. Contoh-contoh
(a). 1 =0.
lim
n
Misalkan diberikan sebarang e > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat KÎN
sehingga sehingga
1
< e . Akibatnya untuk semua n ³ K dipenuhi
K
1 1 1
-0 = £ <e
n n K
1=0
Ini membuktikan lim
n
(b). 1 =0
lim
2
n
1
Bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat KÎN, sehingga < e . Karena itu un-
K
tuk semua n ³ K dipenuhi
(e ) = e
1 -0 1 £ 1 <
2 = 2 2
2
n n K
Ini membuktikan 1 =0
lim
2
n
( (
(c). Barisan 0,2,0,2,L , 1 + ( -1)n ,L , tidak konvergen ke 0. ))
Pilih e0 = 1, sehingga untuk sebarang KÎN, jika n ³ K dan n bilangan ganjil,
maka
xn - 0 = 2 - 0 = 2 > 1.
n-1 n-1
Bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat KÎN, K>1, sehingga 1 < e . Aki-
K-1 5
batnya untuk semua n ³ K > 1 dipenuhi
3n + 2 5 e
-3 = <5 =e
n-1 n-1 5
3n + 2
Ini membuktikan bahwa lim = 3.
n-1
Ekor Barisan
Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan ber-
gantung hanya pada prilaku suku-suku “ terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m
suku pertama suatu barisan yang menghasilkan Xm konvergen jika hanya jika barisan
asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama.
3.1.8. Definisi. Bila X = (x1, x2, ..., xn, ...) suatu barisan bilangan real dan m selalu
bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan
X = (xm+n : nÎN) = (xm+1,xm+2, ...).
Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah baris-
an X3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...).
3.1.9. Teorema. Misalkan X = (xn : nÎN) suatu barisan bilangan real dan mÎN. Maka
ekor-m adalah Xm = (xm+n : nÎN) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen,
dalam hal ini, lim Xm = lim X.
Bukti :
Dapat kita catat untuk sebarang pÎN, suku ke-p dari Xm merupakan suku ke-(m+p)
dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari
Xm.
Analisis Real I 66
Pendahuluan
memenuhi xn -x < e. Jadi kita dapat memilih Km(e) = Km(e) - m, sehingga Xm juga
konvergen ke x.
Sebaliknya, bila suku-suku dari Xm untuk k ³ Km(e) memenuhi xn -x < e
maka suku-suku dari X dengan n ³ Km(e) + m memenuhi xn -x < e. Jadi kita dapat
memilih K(e) = Km(e) + m. Karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika X m
kon-vergen ke x.
Kadang-kadang kita akan mengatakan suatu barisan X pada akhirnya mempunyai sifat ter-
tentu, bila beberapa akar x mempunyai sifat tersebut. Sebagai contoh, kita katakan bahwa barisan (3, 4,
5, 5, 5, ...,5, ...) pada akhirnya konstan. Di lain pihak, barisan 3, 5, 3, 5, ..., 5, 5, ...) tidaklah pada
akhirnya konstan. Gagasan kekonvergenan dapat pula dinyatakan dengan begini : suatu barisan X
kon-vergen ke x jika dan hanya jika suku-suku dari X pada akhirnya terletak di dalam lingkungan-e ke
x.
3.1.10. Teorema. Misalkan A = (an) dan X = (xn) barisan bilangan real dan xÎR. Bila
untuk suatu C > 0 dan suatu mÎN, kita mempunyai
xn -x £ Can untuk semua nÎN dengan n ³ m, dan lim (an) = 0, maka lim (xn) = x.
Bukti :
Misalkan diberikane > 0. Karena lim (an) = 0, maka terdapat bilangan asli K A(e/C),
sehingga bila n ³ KA(e/C) maka an = an - 0 < e/C.
Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ³ KA(e/C) dan n ³ m, maka
xn -x £ C xn - x < C (Ce ) = e.
Karena e > 0 sebarang, kita simpulkan x = lim (xn).
3.1.11. Contoh-contoh.
1
(a). Bila a > 0, maka lim = 0.
1 + na
Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 < 1 < 1 , yang selanjutnya
na + 1 na
mengakibatkan
1 -0£1 1 untuk semua nÎN.
1+ a n
na
Analisis Real I 67
Aljabar Himpunan
C = (1 + d n )n
(1 + a)n 1 + na na
n
sehingga dengan menggunakan Teorema 3.1.10, diperoleh lim (b ) = 0.
( ) = 1.
(d). Bila C > 0, maka lim C 1 n
Untuk kasus C = 1 mudah, karena (C ) merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang
1
n
jelas konvergen ke 1.
1
n
Bila C > 1, maka C = 1 + d n untuk suatu dn > 0.
Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c),
Analisis Real I 68
Pendahuluan
C-1 n
( )1
Karenanya C - 1 ³ ndn, sehingga dn £ . Akibatnya C1 n -1 = d £ C - 1 n un-
n
tuk semua nÎN.
1 + hn nC
1
1 1 untuk semua nÎN.
sehingga Cn -1 <
C n
( ) = 1.
(e). lim n 1 n
n - 1 ³ 12 n (n - 1)k2n .
Analisis Real I 69
Aljabar Himpunan
2
Dari sini k n £ untuk n > 1. Sekarang bila e > 0 diberikan, maka menurut sifat Ar-n
chimedes terdapat bilangan asli Ne sehingga 2 < e2 . Hal ini akan diikuti oleh bila n
Ne
2 2
³ sup{2, Ne} maka < e , karena barisan itu n
1
2 12
0 < n n - 1= k n £ <e.
n
Latihan 3.1
1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima
suku pertama dari masing-masing barisan tersebut
( -1)n ,
=
(a) xn = 1 + (-1)n (b). xn
n
= 1
(c). xn = 1 2
nn+1 (d). xn n + 2
( )
2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola da-
sarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, x n,
(a). 5, 7, 9, 11, ... (b). 1 2 , - 1 4 , 18 , - 116 , ...
(c). 1 2 , 2
3 , 3
4 , 4 5 , ... (d). 1, 4, 9, 16, ...
3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut
( );
yn+1 = 1 2
(b). y1 = 2, y +
2 n
yn
Analisis Real I 70
Pendahuluan
1 =0 2n =0
(a). lim (b). lim
n 2+ 1 n+
1
2
3n + 1 = 3 n -1 =0
(c). lim (d). lim
2n + 5 2 2n
2 +3
6. Tunjukkan bahwa
1 =0 2n =2
(a). lim (b). lim
n+7 n+2
( )n
n =0 -1 n = 0
(c). lim (c). lim
n+1 n2+
1
7. Buktikan bahwa lim (xn) = 0 jika dan hanya jika lim ( xn ) = 0. Berikan contoh
yang menunjukkan bahwa kekonvergenan dari ( xn ) tidak perlu mengakibatkan
kekonvergenan dari (xn).
8. Tunjukkan bahwa bila xn³0 " nÎN dan lim (xn) = 0, maka lim ( x ) = 0.
n
9. Tunjukkan bahwa bila lim (xn) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan MÎN se-
hingga xn > 0 untuk semua n ³ M.
1 - 1 =0
10. Tunjukkan bahwa lim
n n+1
1 =0
11. Tunjukkan lim
n
3
12. Misalkan bÎR memenuhi 0 < b < 1. Tunjukkan bahwa lim(nbn)
n2 = 0
14. Tunjukkan bahwa lim
n!
n -2
2n 2n
2
Analisis Real I 71
Aljabar Himpunan
3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X = (xn) dikatakan terbatas bila terdapat bilan-gan
real M > 0 sehingga xn £ M; untuk semua nÎN.
Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan hanya jika himpunan {xn : nÎN} terba-
tas di R,
3.2.2. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang konvergen tarbatas.
Bukti :
Misalkan lim (xn) = x dan e = 1. Dengan menggunakan teorema 3.1.6(c), terdapat bi-
langan asli K = K(1) sehingga bila n ³ K maka xn - x < 1. Dari sini, dengan meng-
1 }
Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan
pembagian barisan bilangan real. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan
yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan
limit barisan barunya dapat diprediksi.
3.2.3. Teorema.
(a). Misalkan X = (xn) dan Y = (yn) barisan bilangan real yang berturut-turut konver-
gen ke x dan y, serta cÎR. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturut-turut
konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx.
(b). . Bila X = (xn) konvergen ke x dan Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen ke z,
dan z ¹ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z.
Bukti :
Analisis Real I 72
Pendahuluan
Dari hipotesis, untuk sebarang e > 0 terdapat KÎN sehingga bila n ³ K1, maka
x n - x <e , juga terdapat K2ÎN sehingga bila n ³ K2, maka x n - x < e . Bila K(e) =
2 2
< 12 e + 12 e = e
= xn yn - y + xn - x y
Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan real M1 > 0 sehingga xn £ M1 untuk semua
xn yn - xy £ M yn - y + M xn - x
Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang e > 0, maka terdapat K1, K2,ÎN
sehingga bila n ³ K1 maka x n - x < e 2M , dan bila n ³ K2 maka y n - y < e 2M . Sekarang
tetapkan K(e) = sup {K1, K2}, maka untuk semua n ³ K(e) diperoleh
xnyn - xy £ M yn - y + x n - x
M
< (2eM )+ M(2eM ) = e .
Karena e > 0 sebarang, hal ini membuktikan bahwa barisan XY = (xnyn) konvergen
ke xy.
Analisis Real I 73
Aljabar Himpunan
(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen
1 1 1
ke z, maka barisan konvergen ke (karena z ¹ 0). Pertama misalkan a = z
zn z 2
maka a > 0. Karena lim (zn) = z, maka terdapat K1ÎN, sehingga bila n ³ K1 maka zn - z
<a. Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga diperoleh -a £ - zn - z £
zn z znz znz
£ 2 z - zn untuk semua n > K(e).
2
zn
Sekarang kita berikan e > 0, mak terdapat K2ÎN sehingga bila n ³ K2 maka
1
1 - £ e untuk semua n > K(e). zn
z
1 =1
Karena e > 0 sebarang, jadi lim .
zn z
1 x n
(3) [ ]k .
lim (an ) = lim( a n )
k
3.2.4. Teorema. Bila X = (xn) barisan konvergen dan xn ³ 0, untuk semua nÎN, maka x =
lim (xn) ³ 0.
Bukti :
Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat
KÎN, sehingga x - e < xn < + e untuk semua n ³ K. Khususnya, kita mempunyai xK <
x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa xn ³ 0 untuk se-
mua nÎN. Jadi haruslah x ³ 0.
3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan x n £ yn untuk semua
nÎN, maka lim (xn) £ lim (yn).
Bukti :
Misalkan zn = yn - xn sehingga Z = (zn) = Y - X dan zn ³ 0 untuk semua nÎN.
Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 £ lim Z = lim (yn) - lim (xn).
Jadi lim (xn) £ lim (yn).
Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen me-
menuhi ketaksamaan a £ xn £ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.
3.2.6. Teorema. Bila x = (xn) suatu barisan konvergen dan a £ xn £ b untuk semua nÎN,
maka a £ lim (xn) £ b.
Bukti :
Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X £ lim Y
= b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a £ lim X.
Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua ba-
risan konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit
dari kedua barisan yang mengapitnya.
Analisis Real I 75
Aljabar Himpunan
3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang
memenuhi
xn £ yn £ zn untuk semua nÎN,
dan lim (xn) = lim (zn) maka (yn) konvergen dan lim (xn) = lim (yn) = lim (xn).
Bukti :
Misalkan w = lim (xn) = lim (zn). Bila e > 0 diberikan, maka karena X dan Z
konvergen ke w, terdapat KÎN sehingga untuk semua nÎN dengan n ³ K dipenuhi
xn - w < e dan xn - w < e
Dari hipotesis diperoleh bahwa xn - w £ yn - w £ zn -w, untuk semua nÎN, yang dii-
kuti oleh (mengapa ?)
-e < yn - w < e
untuk semua n ³ K. Karena e > 0 sebarang, jadi lim (yn) = w.
Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5, 3.2.6,
dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada Teorema 3.2.4,
bila X = (xn) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat mÎN sehingga xn ³ 0 untuk semua n ³ m,
maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ³ 0. Modifikasi yang sama juga berlaku untuk Teorema
yang lain, yang pembaca perlu buktikan.
(Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ³ K, hal ini memberikan 1 - a < 1, se-
Analisis Real I 76
Pendahuluan
hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut, maka
pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah X divergen.
(c). 2n + 1 = 2
lim
n
1 2n + 1
Misalkan X = (2) dan Y = , maka = X + Y,
n n
Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(a) diperoleh bahwa lim (X + Y) = lim X + lim Y = 2 + 0 = 2.
2n + 1 = 2.
(d). lim
n+5
Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan Teorema 3.2.3(b)
secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut
2n + 1 = 2 + 1 n ,
n + 51 + 5n
1 +5
yang memberikan X = 2 + dan Z = 1 sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat
n n
digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya diperoleh
2n + 1 2 + 1n lim 2 + 1 2
lim = lim = ( n )
= =2
n+5 1 + 5
n lim(1+ 5
n ) 1
(e) 2n = 0
lim
n2 + 1
Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada
2n = 2 ,
2
n +1 n + 1n
(mengapa ?). Tetapi karena
2n = n ,
2
2
n2 + 1 n + 1n
dan
Analisis Real I 77
Aljabar Himpunan
2 1 2n 0 =0,
lim = 0 dan lim 1 + = 1, maka lim = 1
n 2 2
n n +1
dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b).
sin n
(f) lim =
0n
Di sini kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi perlu
dicatat bahwa -1 £ sin n £ 1, maka
1 sinn 1
- £ £ , untuk semua nÎN.
nnn
Karena lim (- 1 n) = lim(1 n) = 0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa
sin n =
lim 0.
dan q polinomial. Misalkan juga q(xn) ¹ 0 untuk semua nÎN dan q(x) = 0. Maka bari-
san r(xn) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.
Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut.
Bukti :
Mengikuti sifat segitiga diperoleh
Analisis Real I 78
Pendahuluan
Bukti :
Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (xn) ³ 0.
Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0.
(i). Misalkan x = 0, dan e > 0 sebarang diberikan. Karena xn ® 0 maka terdapat KÎN
2
sehingga 0 £ xn = xn - 0 < e .
Analisis Real I 79
Aljabar Himpunan
x
n +1 -L <e.
xn
Akibatnya (mengapa ?) untuk bila n ³ K, maka
xn +1
< L + e = L + ( r - L) = r .
xn
Karena itu, bila n ³ K diperoleh
2 n-K+1
0 < xn+1 < xnr < xn-1r < ... < xKr
K n+1
Bila kita tetapkan C = xK/r , kita peroleh 0 < xn+1 < Cr untuk semua n ³ K. Karena
n
0 < r <1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim (r ) = 0 dan karenanya menurut Teorema
3.1.10 lim (xn) = 0.
Latihan 3.2
1. Untuk xn yang diberikan berikut, tunjukkan kekonvergenan atau kedivergenan
dari X = (xn)
(a). xn = n , (b). xn = (-1)n n ,
n+ 1 n+1
(c). xn = n2 , (d). xn = 2n2 + 3
n+ 1 n2 + 1
2. Berikan contoh barisan X.Y yang divergen, tetapi jumlahnya X + Y konvergen.
3. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X dan X + Y konvergen, maka Y
konvergen.
4. Tunjukkan bahwa bila X dan Y barisan dengan X konvergen ke x dan xy konver-
gen, maka Y konvergen.
n
5. Tunjukkan bahwa barisan (2 ) tidak konvergen.
n 2
6. Tunjukkan bahwa barisan ((-1) n ) tidak konvergen.
7. Tentukan limit dari barisan-barisan berikut :
n n
(-1)
1
(a). lim 2+ (b). lim
n n+2
Analisis Real I 80
Pendahuluan
n-1 n+1
(d). lim (d). lim
n+1 n n
(2 )
3n
n
(c). (d).
b
n 32n
11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga
x =1 n +1
lim
xn
(b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak
dapat digunakan untuk uji konvergensi).
x n +1 = L > 1 . Tunjuk-
12. Misalkan X = (xn) barisan bilangan positif sehingga lim
xn
kan bahwa X barisan tak terbatas, karenanya X tidak konvergen.
13. Selidiki konvergensi barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan b >
1
n
b
2 n
(a). (n a ), (b). n2
n
b n!
(c). (d). n
n! n
Analisis Real I 81
Aljabar Himpunan
14. Misalkan (xn) barisan bilangan positif dengan lim (x ) = L < 1. Tunjukkan
n
1
n
n
bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < xn < r untuk suatu nÎN
yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (xn) = 0.
15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (xn) yang konvergen sehingga lim xn (
1
n ) = 1.
( )=
(b). Berikan contoh barisan bilangan positif (x n) yang divergen sehingga lim xn 1n
Analisis Real I 82
Pendahuluan
Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari
suatu barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen.
Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang
lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk mem-
perkenalkan konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah.
3.3.1 Definisi. Misalkan X = (xn) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila
memenuhi ketaksamaan :
x1 £ x2 .... £ xn £ xn + 1 £ .....
Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan
x1 ³ x2 ³ .... ³ xn ³ xn+1 ³ ......
Kita katakan X monoton bila X tak naik, atau tak turun.
Berikut ini barisan-barisan tak turun
Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema
1
Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan { :
n
nÎN}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini
1
0 = lim .
n
Analisis Real I 84
Pendahuluan
1
Di lain pihak, kita ketahui bahwa X = .terbatas dan tak naik, yang men-
n
1
gakibatkan X konvergen ke bilangan real x. Karena X = .konvergen ke x,
n
2 2
menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x . Karena itu x = 0, akibatnya x =
0.
(b). Misalkan xn = 1 + 1 +1 + ...+1 untuk nÎN.
2 3 n
Karena xn +1 = xn + 1 > xn , kita melihat bahwa (xn) suatu barisan naik. Dengan
n+1
menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini
konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas
atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba
pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (xn) mengarah pada
frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan
nilai aproksiasi xn » 11,4 untuk n = 50.000 dan xn » 12,1 untuk n = 100.000. Fakta
numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa
barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperli-
hatkan oleh
1 1 1 1 1
Xn = 1 + + + + ...+ + ....+
2 2 3 4 n
2n -1 + 1 2
1 1 1 1 1
>1 + + + + ...+ + ...+
2 4 42n 2n
= 1 + 1 + 1 + ...+1 = 1 +n
2 2 2 2
Dari sini barisan (xn) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).
(c) Misalkan Y = (yn) didefenisikan secara induktif oleh Y1 = 1, Yn+1 = 14 (2yn + 3)
Analisis Real I 85
Aljabar Himpunan
2z
K +1
5
Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 = 4 . Dari sini kita mempunyai y1
< y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua nÎN. Ini
benar untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu kÎN, maka
yk+1 = 1
4 (2yk + 3) < 14 (4 + 3) = 1 + 43 < 2
Dengan demikian yk+1 < 2. Oleh karena itu yn < 2 untuk semua nÎN.
Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa y n < yn+1 untuk semua
nÎN. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa y k <
yk+1 untuk suatu kÎN;
yk+1 = 1
4 (2yk + 3) < 14 (2yk +1 + 3) < yk + 2
Jadi yk < yk+1 mengakibatkan yk+1 < yk+2. Oleh karena itu yn < yn+1 untuk semua nÎN.
Kita telah menunjukkan bahwa Y = (yn) adalah barisan naik dan terbatas di
atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit
yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk
mengevaluasi lim(yn) dengan menghitung sup{yn : nÎN}. Tetapi terdapat cara lain
untuk mengevaluasi limitnya. Karena yn+1 = 4
1
(2yn + 3) untuk semua nÎN, maka
suku ke n dari 1-ekor Y1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana.
Dengan Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y 1 = lim Y yang diikuti dengan
Teorema 3.2.3 diperoleh y = 14 (2y + 3) yang selanjutnya mengakibatkan y = 23 .
(d). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 = 2zn untuk semua nÎN, kita akan lan-
jutkan lim (zn) = 2.
[Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1
£ zK < zK+1 < 2 mengakibatkan 1 £ zK+1 < zK+2 < 2. Karena itu 1 £ zn < zn+1 < 2
untuk semua nÎN.
Analisis Real I 86
Pendahuluan
2 sn 2
sn
sn
Dari sini, sn+1 £ sn untuk semua n ³ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn)
= s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi
1 a
s= s+ ,
s 2
Analisis Real I 87
Aljabar Himpunan
Bilangan Euler
3.3.5 Contoh.
n
Misal en = (1 + 1/n) untuk nÎN. Kita akan tunjukkan bahwa E = (en) terbatas
atau tak turun, karenanya E konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya
didekati dengan e » 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan
dasar logaritma natural.
Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai
n 1 n n 1 ( ) 1 ( )( ) 1 ( ) 1
n n -1 n n -1 n -2 n n -1 K2 ×1
e + + + ... +
= (1 + n )=1+
×
× × ×
1 n 2! n
2 3! n
3 n! n
n
) + (1 - )(1 - ) + ...
n+1 1 1 1 1 2
e =1+1+
2! n +1 3! n +1 n +1
+1
(1 - )(1 - )K(1 - ) + ( (1 - )(1 - )...(1 - )
1 2 n-1 1 1 2 n
Analisis Real I 88
Pendahuluan
Latihan 3.3.
1
1. Misalkan x1 > 1 dan xn +1 = 2 - untuk n ³ 2. Tunjukkan bahwa (xn) terbatas
xn
6. Misalkan (an) barisan tak turun, (bn) barisan tak naik dan misalkan an £ bn untuk
semua nÎN. Tunjukkan bahwa lim (an) £ lim (bn), dan dari sini buktikan Teorema
Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2.
Analisis Real I 89
Aljabar Himpunan
7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A.
Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (xn) dengan xn Î A untuk se-
mua nÎN sehingga u = lim (xn).
8. Tentukan apakah barisan (yn) konvergen atau divergen, bila yn = n 1+ 1 + n +1 2 + ...
+ 2n1 untuk nÎN.
9. Misalkan xn = 1 + 1+L+ 1 untuk nÎN. Buktikan bahwa (xn) tak turun dan
2 2 2
1 2 n
terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ³ 2, maka 1 £ 1 = 1 -1 ]
( )
2
k kk-1 k-1 k
10. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya.
+1
)
(1 ) (1
1 n 1 2n
(a). +n ; (b). +n ;
1 n 1 n
()
) (d). -n .
(
n +1
(c). (1 + ; 1 )
11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 2 , dengan benar sampai 4
desimal.
12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 5 , dengan benar sampai 5
desimal.
3.4.1. Definisi. Misalkan X = (xn) barisan dan r1 < r2 < ... < rn < ..., barisan bilangan asli
yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh
Analisis Real I 90
Pendahuluan
(x r1
,x
r 2
,x
r 3
,L ,x
rn
,L
)
disebut subbarisan dari X.
1 1 1 1
Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X = , , ,L , ,L .
1 2 3 n
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , ,L , ,L , , , ,L , ,L , , , ,L , ( )
,L .
3 4 5 n+2 1 3 5 2n - 1 2! 4! 6! 2n !
1
Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X = :
n
1 1 1 1 1 1 1 1 1
, , , , , ,L , ,0, ,0, ,0,L .
2 1 4 3 6 5 1 3 5
Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan
barisan yang ditentukan dengan
r1 = m + 1, r2 = m + 2, ..., rn = m + n1...
Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.
Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti
yang akan kita tunjukkan berikut.
3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan real X = (x n) konvergen ke x, maka se-
barang subbarisan dari X juga konvergen ke x.
Bukti :
Misalkan e > 0 diberikan dan pilih bilangan asli K(e) sedemikian sehingga jika n ³
K(e), maka xn - x < e. Karena r1 < r2 <...< rn < ... adalah barisan bilangan real naik
maka dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa rn ³ n .Dari sini, bila n ³ K(e) kita
juga mempunyai rn ³ n ³ K(e) dengan demikian xrn - x < e. Oleh karena itu su-
Analisis Real I 91
Aljabar Himpunan
Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila xn =
n
b , maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(x n) = 0. Cara lain, kita
n+1 n
melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka xn+1 = b < b = xn dengan demikian (xn) adalah
barisan turun. Jelas juga bahwa 0 £ xn £ 1, sehingga menurut Teorema Kon-vergensi
Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (x n). Karena (x2n)
subbarisan dari (xn) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x 2n). Di lain pihak, karena
2n n 2 2
x2n = b = (b ) = (xn) , menurut Teorema 3.2.3 diperoleh
2 2
x = lim (x2n) = [lim (xn)] = x
Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (x n) barisan turun dan
terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.
( ) = 1 untuk c > 1.
(b). lim c1 n
Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan
pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain
1/n
untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika zn = c , maka zn > 1 dan zn+1 < zn untuk
semua nÎN. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Zn)
ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z2n). Di lain pihak, karena
z2n = c
1
2n = (c )
1
n
12
= zn12
Analisis Real I 92
Pendahuluan
(ii) Terdapat e0 > 0 sehingga untuk sebarang kÎN, terdapat rkÎN sehingga rk ³ k dan
x rk - x ³ e0
(iii) Terdapat e0 > 0 dan subbarisan X = xrn ( ) dari X sehingga xrn - x ³ 0 untuk se-
mua nÎN.
Bukti :
(i) ⇒ (ii). Bila X = (xn) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu e0 > 0 tidak mungkin
memperoleh bilangan K(e) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang kÎN
(ii) ⇒ (iii). Misalkan e0 seperti pada (ii) dan misalkan r1ÎN sehingga r1 ³1 dan x r1 -
> r2 dan xr3 - x ³ e0. dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X’ =
( xrn )(xrn) dari X sehingga xrn - x ³ e0.
Bila barisan X = (( -1) ) konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap sub-
n
[Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (yn), yang mana yn = n bila
1
n ganjil, dan yn = bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak
n
Analisis Real I 93
Aljabar Himpunan
terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Se-
2 ,..., xmk ,... dengan m1 < m2 < ... < mk < ...,.Karena masing-masing suku tersebut
terakhir) Karena xs1 bukan puncak, maka terdapat s2 > s1 sehingga xs 2 > xs1 . Karena xs2
bukan puncak, maka terdapat s3 > s2, sehingga xs 3 > xs2 . Bila kita meneruskan proses ini,
Analisis Real I 94
Pendahuluan
Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa
sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan (( -1) )
n
mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke
+1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.
Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan bari-
san, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X ”. Di sini dapat kita catat ba-
hawa X” juga merupakan subbarisan dari X.
3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan xÎR yang mempunyai sifat bahwa
setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke x.
Bukti
Misalkan M > 0, sehingga xn £ M untuk semua nÎN. Andaikan X tidak konvergen
( ) dari
ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat e0 > 0 dan subbarisan X’ = xrn
X sehingga
Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teo-
rema Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen.
Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menu-
Latihan 3.4
1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.
Analisis Real I 95
Aljabar Himpunan
2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1,
(a). Tunjukkan bahwa xn+1 < xn ekivalen dengan (1 + 1 n)n < n, dan diduga bahwa
ketaksamaan ini benar untuk n ³ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (xn)
bahwa x = x . Simpulkan x = 1
5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (xn) mempunyai subbarisan lagi yang kon-
vergen ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0.
6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut :
(
(a). (1 + 1 2n)2
) +1 n
(b). (1 2n)( )
( 1 + 1n ) n + ) )
(d). ((1
2 n
2 2
n
(c).
8. Misalkan bahwa xn ³ 0 untuk semua nÎN dan lim (( -1) x ) ada. Tunjukkan
n
n
9. Tunjukkan bahwa bila (xn) tak terbatas, maka terdapat subbarisan xn k ( ) sehingga
1
lim =0
x
nk
Analisis Real I 96
Pendahuluan
( -1)n
10. Bila xn = , tentukan subbarisan (xn) yang dikonstruksi pada bukti kedua n
Teorema Bolzano-Weierstrass.
11. Misalkan (xn) barisan terbatas dan s = sup{ xn : nÎN }. Tunjukkan bahwa bila s Ï
{xn : nÎN}, maka terdapat subbarisan dari (xn) yang konvergen ke s.
12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihi-
langkan.
3.5.1 Definis.i Barisan X = (xn) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap e > 0
terdapat H(e)ÎN sehingga bila m,n ³ H(e), maka xm dan xn memenuhi xn - xm < e .
xn - xm = (xn - xm ) + (x - xm )
e e
£ xn - x + xm - x < 2 + 2 = e
Analisis Real I 97
Aljabar Himpunan
M = sup{x1 , x2 ,..., xH -1 , xH + 1 },
3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya
jika merupakan barisan cauchy.
Bukti :
Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan
Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X
konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terba-
tas. Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ =
( xn k ) dari X yang konvergen ke x* suatu bilangan real. Kita akan melengkapi bukti
*
dengan menunjukkan bahwa X konvergen ke x .
e
Karena X = (xn) barisan Cauchy, untuk sebarang e > 0 terdapat H( 2 )ÎN se-
e
hingga bila m,n ³ H( 2 ) maka
e
(*) x n - xm < 2
Analisis Real I 98
Pendahuluan
e
Karena itu, bila n ³ H( 2 ), kita mempunyai
xn-x
*
=(xn-xK)+ xK-x ( *
)
£ xn - xK + xK - x *
e e
< 2 + 2 =e
*
Karena e > 0 sebarang, maka lim (xn) = x .
Berikut kita lihat beberapa contoh aplikasi dari Kriteria Cauchy.
Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada
3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita
catat bahwa bila diberikan sebarang e > 0. maka terdapat H = H(e)ÎN, sehingga H >
(
2
e )(Mengapa?). Dari sini, bila m,n ³ H, maka
1 - 1 £1 + 1 £ 2 < e
n m n m H
Karena e > 0 sebarang, maka 1
barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi
n
Cauchy barisan ini konvergen.
2n -1
(Buktikan dengan induksi) Jadi, bila m > n, kita dapat menggunakan ketaksamaan
segitiga untuk memperoleh
Analisis Real I 99
Aljabar Himpunan
x n - x m £ x -x + x -x + ...+ x -x
n n+1 n+1 n+2 m-1 m
= 1 + 1 + ...+ 1
2n - 1 2n 2m - 2
1 1 1 1
= 1+ + ...+ <
2
2n - 1 2m - n - 1 2n - 2
Karena itu, bila diberikan e > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga
e n
1 < dan bila M ³ n, maka xn - xm < e . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan 2
4
menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan
x.
1
Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi xn = 2
2 23 22n -1
=1 + 2 - 1
1
3 4n
2 5.
Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X ’ = 1 + =3
3
(c) Misalkan Y = (yn) barisan dengan
1 1 1 1 1 ( -1)n +1
y1 = , y2 = - ,L , yn = - +L+ ,L
1! 1! 2! 1! 2! n! Jelaslah, Y bukan barisan monoton.
Tetapi, bila m > n, maka
( ) ( ) ( )
-1 n + 2 -1 n + 3 -1 m +1
ym - yn = n + 1 ! + (n + 2 ! + ...+ m! .
( ) )
r-1
Karena 2 £ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)
y m - yn £ 1 + 1 + ...+ 1
(n + 1 ! ( n + 2 ! m!
) )
£ 1 + 1 + ...+ 1 < 1 .
2n
2n + 1 2m - 1 2n -1
Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak
dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai yn - y £ 1.
2n -2
dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan
menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan
1
menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- e )
1 + 1 + 1 + ...+ 1
(d) Barisan divergen.
1 2 3 n
Misalkan H = (hn) barisan yang didefinisikan dengan hn =1 + 1 + L+ 1 un-
1 2 n
tuk nÎN, yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila m > n, maka
hm - hn = 1 + ...+ 1 .
n+1 m
Karena masing-masing suku m-n ini melebihi 1 , maka hm - hn . > m - n = 1 - n .
m n m
1
Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h 2n - hn > 2 . Hal ini menunjukkan bahwa
H bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen.
3.5.6. Definisi. Barisan X = (xn) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 < C <
3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya kon-
vergen.
Bukti :
Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik lang-
kah kerja kita untuk memperoleh :
xn + 2 - xn + 1 £ C xn + 1 - xn £ C2 xn - xn -1
3 n
£ C xn - 1 - xn -2 £ L £ C x2 - x1
1
n-1
£C x2 - x1
1-C
n
Karena 0 < C < 1, maka lim(C ) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (xn) barisan Cauchy,
sehingga (xn) konvergen.
Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting
untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua es-
timasi; pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan
selisih xn-xn-1.
3.5.8. Akibat. Bila x = (xn) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x * =
lim X, maka :
(i). x* - x n £ Cn -1 x 2 -x
1
1- C
(ii). x* - xn £ C x -x
n n -1
1- C
Bukti :
Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka xm - xn £
Cn -1
x2 - x1 . Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita
1-C
peroleh (i).
Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n,
maka xm - xn .£ xm - xm -1 + ... + xn +1 - xn
karenanya
xm - xn £ C ( m-n 2
)
+ ...+ C + C xn - xn -1
Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).
3.5.9. Contoh.
3
Diketahui solusi dari x - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan
mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur it-
1 3
erasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x = 7 (x + 2) dan
gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,
kemudian definisikan
xn+1 = 7
1
(xn3 + 2), nÎN
Karena 0< x1 < 1, maka 0< xn <1 untuk semua nÎN. (Mengapa?) lebih dari itu kita
mempunyai
x n + 2 - x n + 1 = 71 (x 3n +1 + 2 )- 71 (x 3n + 2)
1 3 3
= 7 x n +1 -x n
1 2 2
= 7 x n+1 + xn + 1xn + x n xn +1 - xn
3
£ 7 x n +1 - xn
Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (x n) = r. Bila kita
7 20 48020
pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x6 - x5 < 0,000005, menurut 3.5.8
* 3
(ii) maka x - x6 £ 4 x 6 - x5 < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per-
tama benar.
Latihan 3.5
1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.
2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy
n+1 + 1 + ...+ 1
(a). ; (b) 1 .
n 2! n!
3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan
Cauchy
( -1
n n
(a).
(( -1 ) ; (b) n+ )
)
n
4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn +
yn) dan (xn yn) juga barisan Cauchy.
5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua nÎN. Tunjukkan
bahwa (xn) pada akhirnya konstan.
6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan
Cauchy.
7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n = 2
1
(x n - 2 + xn -1 ) untuk n > 2,
tunjuk-kan bahwa (xn) konvergen. Hitunglah limitnya.
1 2
8. Bila y1 < y2 sebarang bilangan real dan y n = 3 yn-1+ 3 yn -2 untuk n > 2,
hitun-glah limitnya.
n
9. Bila 0 < r < 1 dan x n +1 - x n < r untuk semua nÎN, tunjukkan bahwa (xn) bari-
san Cauchy.
3.6.2. Contoh-contoh
(a). lim (n) = + ¥.
Kenyataannya, jika diberikan aÎR, misal K(a) sebarang bilangan asli
sedemikian sehingga K(a) > a.
2
(b). lim (n ) = + ¥.
Jika K(a) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(a) > a, dan jika n ³ K(a)
2
maka kita mempunyai n ³ n > a. n
Misalkan c = 1 + b, dimana b > a, Jika diberikan aÎR, misal K(a) suatu bi-
a
langan asli sedemikian sehingga K(a) > b . Jika n ³ K(a) maka menurut ketaksama-
an Bernoulli
3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan
hanya jika barisan tersebut tidak terbatas.
(a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = +¥
(b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = -¥
Bukti :
(a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (x n) terbatas,
maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang aÎR terdapat n(a)ÎN
sedemikian sehingga a < xn(a). Tetapi karena (xn), kita mempunyai a < xn untuk
semua n ³ n(a). Karena a sebarang, maka berarti lim (n) = + ¥.
Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.
3.6.4. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real dan anggaplah bahwa
Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika
terdapat m Î N sedemikian sehingga xn £ yn untuk semua n ³ m.
(b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (y n) = + ¥, tidak mesti berlaku bukan lim
(xn) = + ¥. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (x n) = - ¥, belum tentu berlaku lim (y n) = - ¥.
Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ¥ [atau ke -¥]
kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari
[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita
ketahui bahwa menuju ke + ¥ [atau ke - ¥].
3.6.5. Teorema. Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan ang-gaplah
bahwa untuk suatu LÎR, L > 0, kita mempunyai
(#) lim xn
=L
yn
Maka lim (xn) = + ¥ jika dan hanya jika lim (yn) = + ¥
Bukti :
Jika (#) berlaku, maka terdapat KÎN sedemikian sehingga
1 xn 3
L< < L untuk semua n ³ K
2 yn 2
Dari sini kita mempunyai (21 L)yn < xn < (23 L)yn untuk semua n ³ K. Sekarang ke-
simpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan
untuk dikerjakan oleh pembaca.
Latihan 3.6.
1. Tunjukkan bahwa jika (xn) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem
barisannya yang divergen murni.
Analisis Real I 107
Aljabar Himpunan
2. Berikan contoh dari barisan-barisan (xn) dan (yn) yang divergen murni dengan yn
¹ 0 untuk semua nÎN sedemikian sehingga
x x n
(a) n konvergen (b) divergen murni
yn yn
3. Tunjukkan bahwa jika xn > 0 untuk semua nÎN, maka lim (xn) = 0 jika dan hanya
1
jika lim =+¥
xn
4. Perlihatkan kedivergenan murni dari barisan-barisan berikut :
(a). n
)
( (b). n + 1 ) (
n
(c). ( n - 1) (d).
n +1
5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ?
6. Misalkan (xn) divergen murni dan misalkan (yn) barisan sedemikian sehingga lim
(a). ( 2
n -2
)
(b)
n
n2 +1
n2 + 1
(c). (d) (sin n)
n
9. Misalkan (xn) dan (yn) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
1
=+¥
BAB
4
LIMIT-LIMIT
Secara umum, “Analisis secara matematika” merupaka n dasar matematika
yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah
menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari
suatu barisan bilangan real. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit
suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan
pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya penger-
tian limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan
tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat
dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal
4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering
dipergunakan.
kita hanya ingin memandang “ kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titik-
titik yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c.
Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada
sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau
pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat
sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan ala-
san untuk definisi berikut.
4.1.1. Definisi. Misalkan AÍR. Suatu titik cÎR adalah titik cluster dari A jika
setiap lingkungan-d Vd(c) = (c-d,c+d) dari c memuat aling kurang satu titik dari A yang
berbeda dengan c.
Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan
menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan
adalah bahwa adanya titik-titik dalam Vd(c)ÇA yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari
A.
4.1.2. Teorema. Suatu bilangan cÎR merupakan titik cluster dari AÍR jika dan
hanya jika terdapat barisan bilangan real (a n) dalam A dengan an ¹ c untuk semua nÎN
Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap nÎN, ling-
kungan-(1/n) V1/n(c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik
yang dimaksud adalah an, maka anÎA, an ¹ c, dan lim (an) = c.
Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an) dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka
untuk sebarang d>0 terdapat bilangan asli K(d) sedemikian sehingga jika n³K(d),
maka anÎVd(c). Oleh karena itu lingkungan-d dari c Vd(c) memuat titik-titik an,
n³K(d), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c.
Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu
himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu,
suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster.
4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tu-tup
[0,1] merupakan titik cluster dari A1. Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster dari
A1, messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A 1. Semua titik dalam A1 adalah titik
cluster dari A1 (mengapa ?)
(b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?)
(c) Himpunan tak berhingga N tidak mempunyai titik cluster.
(d) Himpunan A4 = {1/n : nÎN} hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya.
Tidak satu pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A4.
(e) Himpunan A5 = IÇQ yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam inter-
val tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I me-
rupakan titik cluster dari A5.
Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik
cluster domainnya.
Definisi Limit
Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu
titik.
(
Lo
Diberikan Ve(L)
( o ( x
c
Ada Vd(c)
4.1.4 Definisi. Misalkan AÍR, f : A ¾¾® R, dan c suatu titik cluster dari A. Kita
katakan bahwa suatu bilangan real L merupakan limit dari f pada c jika diberikan
sebarang lingkungan-e dari L Ve(L), terdapat lingkungan-d dari c Vd(c) sedemikian
sehingga jika x ¹ c sebarang titik dari Vd(c)ÇA, maka f(x) termasuk dalam Ve(L). (Lihat
Gambar 4.1.1)
Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa
f konvergen ke L pada c. Sering dituliskan
L = lim f atau L = lim f (x)
x®c x®c
Kita juga mengatakan bahwa “ f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau “
f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol
F(x) ® L sebagaimana x®c
juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f
tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f diver-
gen pada c.
4.1.5. Teorema. Jika f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A, maka f hanya
dapat mempunyai satu limit pada c.
sebarang titik dalam AÇVd’ (c) dan x ¹ c, maka f(x) termuat dalam Ve(L’). Se-cara serupa,
terdapat d” > 0 sedemikain sehingga jika x sebarang titik dal am AÇVd” (c) dan x ¹ c,
maka f(x) termuat dalam Ve(L”). Sekarang ambil d = min {d’, d”}, dan misalkan V d(c)
lingkungan-d dari c. Karena c titik cluster dar A, maka
f(x0) mesti termasuk dalam Ve(L’) dan V e(L”), yang mana kontradiksi dengan fakta
bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’ ¹ L” merupakan limit-limit
f pada c menimbulkan kontradiksi.
(ii) untuk sebarang e > 0 terdapat suatu d(e) > 0 sedemikian sehingga jika xÎA
dan 0 < x - c < d(e), maka f(x) - L < e.
Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberi-kan
e > 0 sebarang, terdapat d = d(e) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A yang
merupakan unsur dalam lingkungan-d dari c Vdc), x ¹ c, nilai f(x) termasuk dalam
lingkungan-e dari L Ve(L). Akan tetapi, xÎVd(c) dan x¹c jika dan hanya jika 0
< x - c < d. (Perhatikan bahwa 0 < x - c adalah cara lain untuk menyatakan bahwa x
¹ c). Juga, f(x) termasuk dalam Ve(L) jika dan hanya jika f(x) – L < e. Jadi jika xÎA
memenuhi 0 < x - c < d, maka f(x) memenuhi f(x) - L <e.
(ii) ⇒ (i) Jika syarat yang dinyatakan dalam (ii) berlaku, maka kita ambil lingkungan-
d Vd(c) = (c - d,c + d) dan lingkungan-e Ve(L) = (L - e,L + e). Maka syarat (ii)
beraki-bat jika x masuk dalam Vd(c), dimana xÎA dan x¹c, maka f(x) termasuk dalam
Ve(L). Oleh karena itu, menurut definisi 4.1.4, f mempunyai limit L pada c.
Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua xÎR; kita claim
bahwa lim f = b. Memang, diberikan e > 0, misalkan d = 1. Maka jika 0 < x - c < 1,
x®c
kita mem[unyai f(x) - b = b-b = 0 < e. Karena e > 0 sebarang, kita simpulkan
dari 4.1.6(ii) bahwa lim f = b.
x®c
(b). lim x = c.
x®c
Misalkan g(x) = x untuk semua xÎR. Jika e > 0 misalkan d(e) = e. Maka jika
0 < x - c < d(e), maka secara triviaal kita mempunyai g(x) - c = x - c < e. Karena e > 0
sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa lim g = c.
x®c
2
Misalkan h(x) = x untuk semua xÎR. Kita ingin membuat selisih
h(x) – c2 = x2 – c2
lebih kecil dari suatu e > 0 yang diberikan dengan pengambilan x yang cukup dekat
dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x2 – c2 = (x – c)(x + c). Selain itu, jka x -
c < 1, makaa
x £ c + 1 dengan demikian x + c £ x + c £ 2 c + 1. Oleh karena
itu, jika x - c < 1, kita mempunyai
2 2
( x – c = x – c x + c £ (2 c + 1) x - c
Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari e asalkan kita mengambil x - c < e/(2
c + 1). Akibatnya, jika kita memilih
e
d(e) = inf 1, ,
2c +1
maka jika 0 < x - c < d(e), pertama akan berlaku bahwa x - c < 1 dengan demikian
2
( valid, dan oleh karena itu, karena x - c < e/(2 c + 1) maka x
2
– c < e/(2 c + 1) x - c < e.
Karena kita mempunyai pilihan d(e) > 0 untuk sebarang pilihan dari e > 0, maka den-
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim h(x) = lim x2 = c2.
x®c x®c
(d) lim 1 = 1 , jika c > 0.
x®c x c
Misalkan j(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan
bahwa lim j = 1/c kita ingin membuat selisih
x ®c
1 1 1
j( x)- = -
c x c
lebih kecil dar e >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0.
Pertama kita perhatikan bahwa
1 -1 = 1 (c - x) = 1 x-
c
x c c cx
x
untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala
1 1 3
suatu lingkungan c. Khususnya, jika x - c < 2 c, maka 2 c<x< 2 c (mengapa?),
dengan demikian
0 < 1 < 2 untuk x - c < 1 c.
2
cx
c2
Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai
1 2
( j( x)- < x-c.
2
cc
Agar suku terakhir lebih kecil dar e, maka cukup mengambil x – c < 1 2
c e.
2
Akibatnya, jika kita memilih
d(e) = inf{ 1 c, 1 2
c e},
2 2
maka jika 0 < x - c < d(e), pertama yang berlaku bahwa x - c < 1c dengan
2
demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena x – c < 1 2
c e maka berlaku
2
j( x)- 1 = 1 - 1 < e.
c x c
Karena kita mempunyai pilihan d(e) > 0 untuk sebarang pilihan dari e > 0, maka den-
gan demikian kita telah menunjukkan bahwa lim j(x) = lim 1 = 1 .
x ®c x ®c x c
(e). lim x3 - 4 = 4
2 +1 5
x
x®c
Misalkan y(x) = (x3 – 4)/(x 2 + 1) untuk xÎR. Maka sedikit manipulasi secara
aljabar memberikan
y ( x )- 4 = 5x - 4x - 24
3 2
5 5(x2 +1)
2
5x + 6x -12
x-2
=
(
5 x2 +1 )
Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien x - 2 , kita membatasi x dengan syarat 1
2 2
< x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x + 6x + 12 £ 5(3 ) + 6(3) +
2
12 =75 dan 5(x + 1) ³ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian
y ( x )- 4 £ 75 x - 2 = 15 x - 2 .
5 10 2
Sekarang diberikan e > 0, kita pilih
2
d(e) = inf 1, e.
15
Maka jika 0 < x - 2 < d(e), kita mempunyai y(x) – (4/5) £ (15/2) x - 2 £ e.
(ii) untuk sebarang barisan (xn) dalam A yang konvergen ke c sedemikian se-
hingga x ¹ c untuk semua nÎN, barisan (f(xn)) konvergen ke L.
Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (xn)
barisan dalam A dengan lim(xn ) = c dan xn ¹ c untuk semua nÎN. Kita mesti mem-
x ®c
tetapi untuk setiap xn yang demikian kita mempunyai f(xn) - L < e. Jadi, jika n > K(d),
(ii) ⇒ (i). [Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar,
maka terdapat suatu lingkungan-e0 dari L, Ve0 (L), sedemikian sehingga lingkunga-d
apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu xd dalam AÇVd(c)
dengan xd ¹ c sedemikian sehingga f(xd)ÏVe0 (L). Dari sini untuk setiap nÎN, ling-
Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit
fungsi dapat diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan bari-
san yang bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika
2 2
(xn) sebarang barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn ) konvergen ke c . Oleh
Kriteria Kedivergenan
Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan ter-
tentu bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak
mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi dari
pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk dikerjakan
oleh pembaca.
Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan j(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi,
disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) ga-
gal berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana
dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (x n) dengan xn = 1/n un-
tuk nÎN, maka lim (xn) = 0, tetapi j(xn) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa bari-
san (j(xn)) = (n) tidak konvergen dalam R, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,
dengan teorema 4.1.9(b), lim(1/ x) tidak ada dalam R. [Akan tetapi, lihat contoh
x ®0
4.3.9(a).]
1
. (
) -1
ada.
(c) lim sin(1/ x) tidak ada dalam R.
x ®0
Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ¹ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menun-
jukkan bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan
(xn) dan (yn) dengan xn ¹ 0 dan yn ¹ 0 untuk semua nÎN dan sedemikian sehingga lim
(xn) = 0 = lim (yn), tetapi sedemikian sehingga lim (g(xn)) ¹ lim (g(yn)). Mengingat
Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan lim g tidak ada. (Jelaskan mengapa.)
x ®0
Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa sin t = 0 jika t = np untuk nÎZ,
dan sin t = +1 jika t = ½p + 2pn untuk nÎZ. Sekarang missalkan xn = 1/np untuk nÎN;
maka lim (xn) = 0 dan g(xn) = 0 untuk semua nÎN, dengan demikian lim (g(xn)) = 0. Di
-1
pihak lain, misalkan yn = (½p + 2pn) untuk nÎN; maka lim (yn) = 0 dan g(yn) = sin (½p
+ 2pn) = 1 untuk semua nÎN, dengan demikian lim (g(yn)) = 1. Kita simpulkan bahwa
lim sin(1/ x) tidak ada.
x ®0
Soal-soal Latihan
1. Tentukan suatu syarat pada x - 1 yang akan menjamin bahhwa :
2
(a) x - 1 < ½,
2 3
(b) x - 1 < 1/10
2
(c) x - 1 < 1/n untuk suatu nÎN yang diberikan,
3
(d) x - 1 < 1/n untuk suatu nÎN yang diberikan.
lim f (x + c) = L.
x ®0
10. Gunakan formulasi e-d dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk mem-
perlihatkan berikut :
(a) lim 1 = -1 (x > 1), (b) lim x = 1 (x > 0),
x ®2 1 - x x ®1 1 + x 2
(c) lim x2 = 0 (x ¹ 0), (d) lim x2 - x +1 = 1 (x > 0).
x ®0 x x ®1 x +1 2
11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam R:
13. Misalkan c titik cluster dari AÍ R dan f : A ¾® R sedemikian sehingga lim ( f (x))
2
x®c
= L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f (x) = 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa
x®c
sional. Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan
untuk menunjukkan bahwa jika c ¹ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c.
Bukti. Jika L = lim f (x) , maka oleh Teorema 4.1.6, dengan e = 1, terdapat d
x®c
> 0 sedemikian sehingga jika 0 < x - c < d, maka f(x) - L < 1; dari sini (oleh Teo-rema
Akibat 2.3.4(a)),
f(x) - L £ f(x) - L < 1.
Oleh karena itu, jika xÎAÇVd(c), x¹c, maka f(x) £ L + 1. Jika cÏA, kita ambil M =
L + 1, sedangkan jika cÎA kita ambil M = sup{ f(c) , L +1}. Ini berarti bahwa jika
cÎAÇVd(c), maka f(x) £ M. Ini menunjukkan bahwa f terbatas pada Vd(c) suatu
lingkungan-d dari c.
Definisi berikut serupa dengan definisi 3.1.3 untuk jumlah, selisih, ha-
sil kali, dan hasil bagi barisan-barisan.
lim( f + g ) = L + M, lim( f - g ) = L -
x®c x®c
M,
Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat se-
rupa dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibukti-kan
dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misal-kan (x n)
sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga xn ¹ c untuk semua nÎN,dan
c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa
Lim (f(xn)) = L, lim (g(xn)) = M.
Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan
(fg)(xn) = f(xn)g(xn) untuk semua nÎN.
Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan
Lim ((fg)(xn)) = lim (f(xn)g(xn))
= (lim f(xn)) (lim (g(xn)))
= LM.
Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita
tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca.
Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat
bahwa H = lim h ¹ 0. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka
x®c
lim f ( x)
h( x)
x®c
tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghi-
tungnya.
(2) Misalkan AÎR, dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk clus-
ter dari A. Jika
Lk = lim fk untuk k = 1,2, …, n,
x®c
maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa
L1 + L2 + ¼ + Ln = lim ( f +f +L+f )
1 2 n
x®c
dan
L1 · L2 · … · Ln = lim ( f1 × f 2 ×L× fn )
x ®c
(3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L = lim f dan nÎN, maka
x®c
Ln = lim( f (x))
n
x®c
4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat
dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini
2 2
bahwa karena lim x = c, maka lim x = c , dan jika c > 0, maka
x®c x®c
lim 1 = 1 .
x c
x®c
23
(b) lim (x + 1)(x – 4) = 20
x®2
Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim x +1 = 5] tidak sama den- (2 )
x®2
= 3 lim x - 6 = 3(2) – 6 = 0
x®2
1 4
= 3 (2 + 2) = 3
2
Perhatikan bahwa fungsi g(x) = (x – 4)/(3x – 6) mempunyai limit pada x = 2
meskipun tidak terdefinisi pada titik tersebut.
(e) lim 1 tidak ada dalam R.
x®0 x
Tentu saja lim 1 = 1 dan H = lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak
x®0 x®0
dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim 1 . Kenyataannya,
x®0 x
seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi j(x) = 1/x tidak mempunyai limit
pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi j(x) = 1/x
tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?)
(f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p(x) = p(c).
x®c
n n-1
Misalkan p fungsi polinimial pada R dengan demikian p(x) = anx + an-1x +
k
… + a1x + a0 untuk semua xÎR. Menurut Teorema 4.2.4 dan fakta bahwa lim x =
x®c
k
c , maka
lim
[ -1
p(x) = lim an xn + an-1xn + L + a1x + a0 ]
x®c x®c
(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q(c) ¹ 0, maka
p(x) = p(c)
lim () ().
x®c qx qc
Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar
bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan real a1, a2, … , am [pembuat
nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(aj) = 0 dan sedemikian sehingga jika x Ï{a1, a2,
…, am} maka q(x) ¹ 0. Dari sini, jika xÏ{a1, a2, …, am} kita dapat mendefinisikan
p(x)
r(x) = ().
qx
Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ¹ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa
lim q(x) = q(c). ¹ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk
x®c
menyimpulkan bahwa
p( x) lim p(x) p(c)
lim = x®c = .
x®c q( x)lim q( x) q(c)
x®c
4.2.6 Teorema Misalkan AÍR. f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari
A. Jika
a £ f(x) £ b untuk semua xÎA, x ¹ c, dan
jika lim f ada, maka a £ lim f £ b.
x®c x®c
Bukti. Jika L = lim f , maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (xn) sebarang
x®c
barisan bilangan real sedemikain sehingga c¹ xnÎA untuk semua nÎN dan jika bari-
4.2.7 Teorema Apit. Misalkan AÍR, f,g,h : A ¾® R, dan cÎR suatu titik cluster
dari A. Jika
f(x) £ g(x) £ h(x) untuk semua xÎA, x ¹ c,
dan jika lim f = L = lim h , maka lim g = L.
x®c x®c x®c
4.2.8 Contoh-contoh (a) lim x3 / 2 = 0 (x > 0).
x®0
3/2 1/2
Misalkan f(x) = x untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x £ 1 berlaku un-
2 3/2
tuk 0 < x £ 1, maka berarti bahwa x < f(x) = x £ x untuk 0 < x £ 1. Karena
2
lim x = 0 dan lim x = 0,
x®0 x®0
3/2
maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh lim x = 0.
x®0
Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan diba-has pada
lanjutan dari tulisan ini) bahwa
2
(*) 1 - ½x £ cos x £ 1 untuk semua x Î R.
(
Karena lim 1 - x
1 2
2
) = 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1.
x®0 x®0
cos x -1
(d) lim = 0.
x®0 x
Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk men-
ghitung limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c)
bahwa
-½x£ (cos x – 1)/x £ 0 untuk x > 0
dan juga bahwa
0 £ (cos x – 1)/x £ ½x untuk x < 0.
Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ³ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan pula
h(x) = 0 untuk x ³ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai
f(x) £ (cos x – 1)/x £ h(x) untuk x ¹ 0.
Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa lim f = lim h , maka menurut Teorema
x®0 x®0
Apit bahwa lim cos x -1 = 0.
x®0 x
sin x
(e) lim = 1.
x®0 x
Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung
limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa
3
x £ sin x £ x
x- 1 untuk x ³ 0
6
dan bahwa
x £ sin x £ x - 1 3 untuk x £ 0.
x
6
Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa
2
x £ (sin x)/x £ 1 untuk semua x ¹ 0.
1- 1
6
Tetapi karena
(
lim 1 - x
1 2
6
)=1- 1
6
2
lim x = 1, kita simpulkan dari Teorema Apit
x®0 x®0
sin x
bahwa lim = 1.
x®0 x
(f) lim(x sin(1 / x)) = 0.
x®0
- x £ f(x) = x sin(1/x) £ x
untuk semua x Î R, x ¹ 0. Karena lim x = 0, maka dari Teorema Apit diperoleh
x®0
bahwa lim f = 0.
x®0
Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan
tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan
suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6.
4.2.9 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari
A. Jika
lim f > 0 [ atau, lim f < 0],
x®c x®c
maka terdapat suatu lingkungan dari c Vd(c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) <
0] untuk semua xÎAÇVd(c), x ¹ c.
Bukti. Misalkan L = lim f and anggaplah L > 0. Kita ambil e = ½L > 0
x®c
dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan d > 0 sedemikain sehingga jika
0 < x - c < d dan xÎA, maka f(x) - L < ½L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti bbahwa
jika xÎAÇVd(c), x ¹ c, maka f(x) > ½L > 0.
Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa.
Latihan 4.2
1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut :
(a) lim (x + 1)(2x + 3) (xÎR), (b) lim x2 + 2 (x > 0),
x®1 2 -2
x®1 x
1 - 1 x +1
(c) lim (x > 0), (d) lim (xÎR)
x®2 x +12x 2 +2
x®0 x
2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam
setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.)
-
3. Carilah lim 1 + 2x 1 + 3x dimana x > 0.
2
x®0 x + 2x
4. Buktikan bahwa lim cos(1 / x) tidak ada, akan tetapi lim x cos(1/ x) = 0.
x®0 x®0
5. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada AÍR ke R, dan misalkan c suatu
titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan lim g
x®c
6. Gunakanlah formuasi e-d dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama
dalam Teorema 4.2.4(a).
7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema
4.2.4(b).
8. Misalkan nÎN sedemikian sehingga n ³ 3. Buktikan ketaksamaan –x 2 £ xn £ x2 untuk –1
2
< x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x = 0 untuk menunjukkan bahwa
x®0
n
lim x = 0.
x®0
9. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada AÍR ke R, dan misalkan c suatu titik
cluster dari A.
(a) Tunjukkan bahwa jika lim f dan lim( f + g ) ada, tunjukkanlah bahwa lim f ada.
x®c x®c x®c
(b) Jika lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ?
x®c x®c x®c
10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit
pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit
pada c.
11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R.
(a)
( 2
lim sin 1 / x (x ¹ 0), ) (b)
lim x sin 1/ x
2
( ) (x ¹ 0),
x®0 x®0
12. Misalkan f : R ¾® R sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam
R. Anggaplah lim f = L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f
x®0
mempunyai suatu limit pada setiap titik cÎR. [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa
f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua xÎR. Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c)
untuk semua x,c dalam R.]
13. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f ada, dan jika
x®0
f menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk xÎA dengan f (x) = f(x) , buktikan
14. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah
bahwa f(x) ³ 0 untuk semua x Î A, dan misalkan f suatu fungsi yang terdefinisi pada
A dengan f (x) = f (x) untuk semua xÎA. Jika lim f ada, buktikan bahwa
x®0
lim f = lim f .
x®0 x®0
Limit-limit Sepihak
Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik
c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval se-
pihak dari titik cluster c.
Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperli-
hatkan pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi
signum pada interval (0,¥), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian
juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-¥,0), maka fungsi hasil pembatasannya mem-
punyai limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-
Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4.
Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan AÇ(c,¥) menghasilkan de-
finisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari AÇ(c,¥). Demikian
juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan AÇ(-¥,c) menghasilkan definisi limit-
kiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari AÇ(-¥,c). Untuk lebih mudahnya,
definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk e-d, analog
(i) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(c,¥) = {xÎA:x > c}, maka kita mengatakan bahwa
LÎR adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan
lim f =L
+
x®c
jika diberikan sebarang e > 0 terdapat suatu d = d(e)> 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA
(ii) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(-¥,c) = {xÎA : x < c}, maka kita mengatakan bahwa
LÎR adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan
lim f =L
-
x®c
jika diberikan sebarang e > 0 terdapat suatu d = d(e)> 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA
Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L
lim f (x) = L.
+
x ®c
(2) Limit-limit lim f dan lim f disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimung-
+ -
x ®c x ®c
kinkan kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti
kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.
(3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A ¾® R
mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu,
dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku
x ®c x +
®c
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limit-
kanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang
diperli-hatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-
pihak da-pat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.
4.3.2 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan c suatu titik cluster dari AÇ(c,¥). Maka
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) yang konvergen ke c sedemikian sehingga xnÎA dan xn
> c untuk semua nÎN, barisan (f(xn)) konvergen ke LÎR.
Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema
yang analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.
Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi
dengan limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.
4.3.3 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik Cluster dari AÇ(c,¥) dan
AÇ(-¥,c). Maka lim f = LÎR jika dan hanya jika lim f = L = lim f .
x ®c + -
x®c x®c
Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas
bahwa lim sgn(x) = +1 dan bahwa lim sgn( x) = -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda,
+ -
x®0 x®0
maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0.
Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g
ti-dak terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,¥) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan
yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1
0 maka 0 < 1/x < e1/x. Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(xn) > n untuk semua nÎN. Oleh
Akan tetapi, lim e1 / x = 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita men-
x®0 -
gambil t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e-1/x. Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e1/x < -x
1/x
un-tuk semua x < 0. Mengikuti ketaksamaan ini diperoleh lim e = 0.
-
x®0
Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e1/x untuk x > 0, dengan
demikian
1 1
0< < <x
e1 / x +1 e1 / x
Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa lim e1/x = 0, maka dari
+
x®0
1 1 1
lim = = =1
x®0
- e1 / x +1 lim- (e1 / x +1) 0 +1
x®0
Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.
Fungsi f(x) = 1/x2 untuk x ¹ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu
lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam
Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ¥ (= +¥) dan -¥ tidak menyatakan suatu bilangan real, ini
kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “ f(x) = 1/x2 cenderung ke ¥ apabila x ®
0”.
4.3.5 Definisi. Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari A.
jika untuk setiap aÎR terdapat d = d(a) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua xÎA dengan 0 < x-c
jika untuk setiap bÎR terdapat d = d(b) > 0 sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < x - c <
(
4.3.6 Contoh-contoh (a) lim 1/ x
2
)= -¥ .
x ®0
Karena, jika a > 0 diberikan, misalkan d = 1 / a . Ini erarti bahwa jika 0 < x <d, maka x2 <
Fungsi g tidak menuju ke ¥ atau ke -¥ sebagaimana x®0. Karena, jika a > 0 maka g(x) < a
untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ¥ apabila x®0. Serupa juga, jika b < 0 maka
g(x) > b untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -¥ apabila x®0.
Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4).
4.3.7 Teorema Misalkan AÍR, f,g : A ¾® R dan cÎR suatu titik cluster dari A. Anggaplah
Bukti. (a) Jika lim f = ¥ dan aÎR diberikan, maka terdapat d(a) > 0 sedemikian sehingga
x®c
jika 0 < x - c < d(a) dan xÎA, maka f(x) > a. Akan tetapi, jika f(x) £ g(x) untuk semua xÎA x ¹ c,
maka berarti jika 0 < x - c < d(a) dan xÎA, maka g(x) > 0. Oleh karena itu lim g = ¥ .
x®c
Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk me-
(i) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(c,¥) ={xÎA: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ¥ [atau -¥] apabila x®c+, dan ditulis
lim f = ¥ atau , lim f = -¥ ,
+ +
x®c x®c
jika untuk setiap aÎR terdapat d=d(a) sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < x – c < d,
(ii) Jika cÎR suatu titik cluster dari AÇ(-¥,c) ={xÎA: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ¥ [atau -¥] apabila x®c-, dan ditulis
lim f = ¥ atau , lim f = -¥ ,
- -
x®c x®c
jika untuk setiap aÎR terdapat d=d(a) sedemikian sehingga untuk semua xÎA dengan 0 < c – x < d,
4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ¹ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh
4.3.6(b) bahwa lim g tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa
x ®0
(b) Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e1/x untuk x ¹ 0 tidak terba-
tas pada sebarang interval (0,d), d > 0. Dari sini limit-kanan dari e1/x apabila x®0+ tidak ada dalam
pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena
1/x < e1/x untuk x > 0,
maka secara mudah kita melihat bahwa lim (e1 / x )= ¥ dalam pengertian dari Definisi 4.3.8.
+
x®0
Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi
(i) Anggaplah bahwa (a,¥) Í A untuk suatu aÎR. Kita mengatakan bahwa LÎR merupakan limit
dari f apabila x®¥, dan ditulis
lim f = L ,
x®¥
jika diberikan sebarang e > 0 terdapat K=K(e) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K,
(ii) Anggaplah bahwa (-¥,b) Í A untuk suatu bÎR. Kita mengatakan bahwa LÎR meru-pakan
limit dari f apabila x®-¥, dan ditulis
lim f = L ,
x®-¥
jika diberikan sebarang e > 0 terdapat K=K(e) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K,
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x®±¥
adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan
menyatakan kriteria apabila x®¥. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen
4.3.11 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R, dan anggaplah bahwa (a,¥) Í A untuk suatu aÎR.
(i) L = lim f ;
x ®¥
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam AÇ(a,¥) sedemikian sehingga lim(xn) = ¥, barisan
(f(xn)) konvergen ke L.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta
Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa lim(1/ x) = 0 = lim (1 / x).
x®¥ x ®-¥
4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ³ 1 maka 0 £ 1/x2 £
y
K(a)
(i) Anggaplah bahwa (a,¥)ÍA untuk suatu aÎA. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ¥
[atau, -¥] apabila x®¥, dan ditulis
lim f = ¥ atau lim f = -¥ ,
x ®¥ x ®¥
jika diberikan sebarang aÎR terdapat K = K(a) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
(ii) Anggaplah bahwa (-¥,b)ÍA untuk suatu bÎA. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ¥
[atau, -¥] apabila x®-¥, dan ditulis
lim f = ¥ atau lim f = -¥ ,
x®-¥ x®-¥
jika diberikan sebarang aÎR terdapat K = K(a) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka
Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulas-
4.3.14 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R, dan anggaplah bahwa (a,¥)ÍA untuk suatu
(ii) Untuk sebarang barisan (xn) dalam (a,¥) sedemikian sehingga lim(xn) = ¥, maka lim
(f(xn)) = ¥ [atau lim (f(xn)) = -¥].
4.3.15 Teorema Misalkan AÍR, f,g : A ¾® R, dan anggaplah ahwa (a,¥)ÍA untuk suatu
aÎR. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa
lim f ( x) = L
g(
®¥
x
x)
(i) Jika L > 0, maka lim f = ¥ jika dan hanya jika lim g = ¥.
x ®¥ x®¥
(ii) Jika L < 0, maka lim f = -¥ jika dan hanya jika lim g = -¥.
x ®¥ x®¥
Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian sehingga
f ( x)
0 < ½L < < 3 L untuk x > a1.
2
g( x)
3
Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 2 L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini dengan mu-
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema
n
4.3.16 Conyoh-contoh (a) lim x = ¥ untuk nÎN.
x®¥
Misalkan g(x) = xn untuk xÎ(0,¥). Diberikan aÎR, misalkan K = sup{1,a}. Maka untuk se-
mua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ³ x ³ a. Karena aÎR sebarang, maka ini berarti lim g = ¥.
x®¥
(b) lim xn = ¥ untuk nÎN, n genap, dan lim xn = -¥ untuk nÎN, n ganjil.
x®-¥ x®-¥
Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . DiberikanaÎR,
misalkan K = inf{a,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x2)k ³ 1, kita mempunyai xn = (x2)kx £ x
x®¥ x®¥
p(x) 1 1 1
= an + an-1 +…+ a1 + a0 ,
g( x) x xn
x n -1
p(x)
maka diperoleh lim () = an. Karena lim g = ¥, maka menurut Teorema 4.3.15, lim p = ¥.
x®¥ x®¥
x®¥ g x
(d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka lim p = ¥ [atau, -¥] jika n
x ®-¥
Latihan-latihan
4. Misalkan cÎR dan f didefinisikan untuk xÎ(c,¥) dan f(x) > 0 untuk semua xÎ(c,¥).
Tunjukkan bahwa lim f = ¥ jika dan hanya jika lim(1 f ) = 0.
x ®c x ®c
5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada.
x x
(a) lim (x ¹ 1), (b) lim (x ¹ 1),
x®1
+
x -1
x -1
x ®1
jika lim f (1 x) = L.
+
x®0
lim f (x)g(x) = ¥. Jika L = 0, tunjukkan dengan contoh bahwa konklusi ini gagal.
x®c
13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,¥) sedemikain sehingga lim f
x ®¥
= ¥ dan lim g = ¥, akan tetapi lim( f - g ) = 0. Dapatkan anda menemukan fungsi-
x®¥ x®¥
fungsi demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua xÎ(0,¥), sedemikain sehingga lim f g
x®¥
= 0?
14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,¥) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ¥.
x ®¥ x®¥
BAB
5
FUNGSI-FUNGSI KONTINU
Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsi-
fungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertama-
tama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada
suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kon-
tinu menghasilkan fungsi kontinu.
Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari
kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari
pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar
(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting
dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan
dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mem-
punyai fungsi invers yang monoton kontinu juga.
Peringatan (1) Jika cÎA merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari Definisi
4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika
(1) f(c) = lim f .
x ®c
Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus
terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam R
(dengan demikian lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus
x ®c x ®c
sama.
(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkun-
gan Vd(c) dari c sedemikian sehingga AÇVd(c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu
fungsi f kontinu secara otomatis pada cÎA yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik demikian
ini sering disebut “titik-titik terisolasi ” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk kita bahas,
karena “ far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk titik-titik
terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik cluster. Jadi
kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada
c.
Definisi 5.1.1.
gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan se-
cara detail oleh pembaca.
R, dan cÎA. Maka f diskontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (x n)
dalam A sedemikian sehingga (x n) konvergen ke c, tetapi barisan (f(xn)) tidak kon-vergen
ke f(c).
pada R.
(d) j(x) = 1/x kontinu pada A = {xÎR : x > 0}.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika cÎA, maka kita mempunyai
lim j = 1/c. Karena j(c) = 1/c, maka j kontinu pada setiap titik cÎA. Jadi j kontinu
x ®c
pada A.
(e) j(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0
Memang, jika j(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan
demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con-
toh 4.1.10(a) bahwa lim j tidak ada dalam R, dengan demikian j tidak kontinu pada
x ®0
x = 0.
(f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0.
Fungsi signum telah didefinisikan pada contoh
4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn(x) tidak ada dalam R. Oleh
x ®0
Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini diperke-
nalkan pada tahun 1829 oleh Dirichlet)
Memang, jika c bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan
irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin
adanya barisan seperti ini.) Karena f(xn) = 0 untuk semua nÎN, maka kita mempunyai
lim (f(xn)) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan ra-
sional c.
Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (yn)
suatu barisan bilangan irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk
Teo-rema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(yn) = 1 untuk semua
nÎN, maka kita mempunyai lim (f(yn)) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak
kon-tinu pada bilangan irasional b.
Karena setiap bilangan real adalah bilangan rasional
atau irasional, kita simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R.
(h) Misalkan A = {xÎR : x > 0}. Untuk sebarang bilangan irasional x > 0 kita
definisikan h(x) = 0. Untuk suatu bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n,
dengan bilangan asli m,n tidak mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisi-
kan h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar 5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bi-
langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.
(Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae)
Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn)
suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0
sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a.
Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan e > 0,
maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 <
e. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari
n0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini d > 0 dapat dipilih sekecil mungkin
yang mana lingkungan (b - d,b + d) tidak memuat tidak memuat bilangan rasional dengan
penyebut lebih kecil dari n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b < d, xÎA, kita mempunyai
h(x) – h(b) = h(x) £ 1/n0 < e. Jadi h kontinu pada bilangan irasional b.
1 * *
1/2 * * * * * *
1/7 * * * * * * * *
* * * * * * * * *
** * ** * ** * **
1/2 1 3/2 2
5.1.6 Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A ¾® R tidak kontinu pada suatu titik c,
sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L pada
tiitik c dan jika kita definisikan F pada AÈ{c} ¾®R dengan
L untuk x = c
F (x) = untuk x Î A
f (x)
maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa lim F = L, tetapi ini brlaku (men-
x ®c
sama dengan C.
5.1.7 Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ¹ 0 (lihat Gambar 4.1.3)
tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat nilai yang
dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu dari g pada x =
0.
(b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ¹ 0. (Lihat Gam-
bar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik
ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa lim(x sin(1 x)) = 0.
x ®0
Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : R ¾®
R dengan
0 untuk x = 0
F (x) = untuk x ¹ 0
x sin(1 x )
maka F kontinu pada x = 0.
5. Misalkan f terdefinisi untuk semua xÎR, x ¹ 2, dengan f(x) = (x2 + x – 6)/(x – 2). Dapat-
kah f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik ini?
6. Misalkan AÍR dan f : A ¾® R kontinu pada titik cÎA. Tunjukkan bahwa untuk se-barang
e > 0, terdapat lingkungan Vd(c) dari c sedemikian sehingga jika x,yÎAÇVd(c), maka f(x)
– f(y) < e.
7. Misalkan f : R ¾® R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat
Vd(c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang xÎ Vd(c) maka f(x) > 0.
11. Misalkan K > 0 dan f : ¾® R memenuhi syarat f(x) – f(y) £ K x - y untuk semua x,yÎR.
kita definisikan k(x) = 0; untuk xÎA rasional dan berbentuk x = m/n dengan bi-langan asli
m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n. Buktikan
bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa k tidak
kontinu pada sebarang titik dari A.
PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu
Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan bÎR.
Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan
fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A ¾® R sedemikian sehingga
h(x) ¹ 0 untuk semua xÎA, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan
f/h.
Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4.
5.2.1 Teorema Misalkan AÍR, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke
R dan bÎR. Andaikan bahwa cÎA dan f dan g kontinu pada c.
(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c.
(b) Jika h : A ¾® R kontinu pada cÎA dan jika h(x) ¹ 0 untuk semua xÎA,
maka fungsi f/h kontinu pada c.
Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara
otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.
(a) Karena f dan g kontinu pad
(b) a c, maka
f(c) = lim f dan g(c) = lim g
x ®c x®c
Dengan demikian f + g kontinu pada c. Pernyataan-pernyataan lain pada bagian (a) dibuktikan
dengan cara serupa.
(c) Karena cÎA, maka h(c) ¹ 0. Tetapi karena h(c) = lim h , berikut dari Teo-
x®c
rema 4.2.4(b) bahwa
f (c) = f (c) lim f f
x ®c
= = lim .
h h(c) lim h x ®c h
x ®c
Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar
dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan real
dimana fungsi tersebut terdefinisi.
(c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada R.
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus
dan cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,zÎR kita
mem-punyai
sin z £ z , cos z £ 1,
sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)].
Dari sini, jika cÎR, maka kita mempunyai
sin x – sin c £ 2(½ x – c )(1) = x - c .
Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena cÎR sebarang, maka ini berarti fungsi sin
kontinu pada R.
(d) Fungsi cosinus kontinu pada R.
Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan
cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,zÎR kita mem-
punyai
sin z £ z , sin z £ 1,
cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)].
Dari sini, jika cÎR, maka kita mempunyai
cos x – cos c £ 2(1)(½ c – x ) = x - c .
Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena cÎR sebarang, maka ini berarti fungsi cos
kontinu pada R. (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + p/2).)
(e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terde-
finisi.
Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan
cos x
Cot x =
Asalkan sin x ¹ 0 (yaitu, asalkan x ¹ np, nÎZ). Karena sin dan cos kontinu pada R,
maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsi-
fungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.
5.2.5 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan f didefinisikan untuk xÎA dengan
f (x) = f(x) .
(a) Jika f kontinu pada suatu titik cÎA, maka f kontinu pada c.
(b) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.
Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13.
5.2.6 Teorema Misalkan AÍR, f : A ¾® R dan f(x) ³ 0 untuk semua
xÎA. Kita misalkan didefinisikan untuk xÎA dengan
f f (x) = f (x) .
(c) Jika f kontinu pada suatu titik cÎA, maka kontinu pada c.
f
Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , ber-
turut-turut, f dan g kontinu pada setiap titik A dan B.
Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam ber-
bagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan
secara langsung.
³ 0 untuk semua xÎA, maka menurut Teorema 5.2.8 g2 o f = f kontinu pada A. Ini
memberikan pembuktian lain dari Teorema 5.2.6.
(c) Misalkan g3(x) = sin x untuk xÎR. Kita telah tunjukkan dalam Contoh
5.2.4(c) bahwa g3 kontinu pada R. Jika f : A ¾® R kontinu pada A, maka mengikuti
Teorema 5.2.8 bahwa g3 o f kontinu pada A.
Khususnya, jika f(x) = 1/x untuk x ¹ 0, maka fungsi g(x) = sin(1/x) kontinu
pada setiap titik c ¹ 0. [Kita telah tunjukkan, dalam Contoh 5.1.7(a), bahwa g tidak
didefinisikan pada 0 agar g menjadi kontinu pada titik itu.]
V
W
U b g(b)
A B C
Soal-soal
1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teorema-
teorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :
x2 + 2x + 1
(a). f(x) = (xÎR); (b) g(x) = x + x (x ³ 0);
2
x +1
1 + sin
x (x ¹ 0); (d) k(x) = cos x2 + 1 (xÎR).
(c). h(x) =
x
2. Tunjukkan bahwa jika f : A® R kontinu pada AÍR dan jika nÎN, maka fungsi fn dide-
finisikan oleh fn(x) = (f(x))n untuk xÎA, kontinu pada A.
3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam R
sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kon-
tinu pada c.
4. Misalkan x x ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentu-
kan titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, xÎR.
5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ¹ 1, dan misalkan f(x)
= x + 1 untuk semua xÎR. Tunjukkan bahwa lim g o f ¹ g o f(0). Mengapa ini tidak
x®0
tinu pada b. Tunjukkan bahwa lim g o f = g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema
x®0
7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] ® R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1]
tetapi sedemikian sehingga f kontinu pada [0,1].
8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk se-
mua bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua xÎR?
9. Misalkan h : R ® R kontinu pada R memenuhi h(m/2n) = 0 untuk semua mÎZ, nÎN.
Tunjukkan bahwa h(x) = 0 untuk semua xÎR.
10. Misalkan f : R ® R kontinu pada R, dan misalkan pula P = {xÎR : f(x) > 0}. Jika cÎP,
11. Jika f dan g kontinu pada R, misalkan pula S = {xÎR : f(x) ³ g(x)}. Jika (sn)ÍS dan lim (sn)
= s, tunjukkan bahwa sÎS.
12. Suatu fungsi f : R ® R dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,yÎR.
Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x 0, maka fungsi itu kontinu pada setiap ti-
tik dalam R. (Lihat Latihan 4.2.12.)
13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada R. Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai
f(x) = cx untuk semua xÎR. [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bi-
langan rasional, maka f(r) = cr.]
14. Misalkan g : R ® R memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,yÎR. Tun-
jukkan bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam R. Juga
jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ÎR, maka g(x) = 0 untuk semua xÎR.
15. Misalkan f,g : R ® R kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk xÎR.
Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½ f(x) – g(x) untuk semua xÎR. Gunakan hasil
ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c.
16. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I ® R den-
gan g(x) = sup{f(t) : a £ t £ b} untuk semua xÎI. Buktikan bahwa g kontinu pada I.
PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval
Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat
penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita
akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang
penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya.
5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A ® R dikatakan terbatas pada A, jika terda-pat
M > 0 sedemikan sehingga f(x) £ M untuk semua xÎA.
Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu
himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas.
Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {xÎR : x > 0}. Akan
tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B
= {xÎR : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C =
{xÎR : 1 £ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.
suatu bilangan xnÎI sedemikian sehingga f(xn) > n. Karena I terbatas, barisan X = (xn)
terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa ter-dapat
demikian barisan (f( xnr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpul-kan dari
Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( xnr )) mesti terbatas. Tetapi ini suatu
kontradiksi karena
Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertu-
tup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.
5.3.3 Definisi Misalkan AÍR dan f : A ® R. Kita katakan f mempunyai suatu
*
maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x ÎA sedemikian se-
hingga
*
f(x ) ³ f(x) untuk semua xÎA.
Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik
x*ÎA sedemikian sehingga
f(x*) £ f(x) untuk semua xÎA.
*
Kita katakan bahwa x suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x* suatu
titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.
Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun-
yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh,
f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak
pada himpunan A = {xÎR : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum ab-
solut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f
mencapai nilai 0 = inf{f(x) : xÎA}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu mak-
simum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {xÎR : 0 < x < 1},
sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila
dibatasi pada himpunan {xÎR : 1 £ x £ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu
maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan
{xÎR : x ³ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai mini-
mum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {xÎR : x > 1}.
Karena I terbatas, barisan X = (xn) terbatas. Oleh karena itu, dengan menggunakan
Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7, terdapat subbarisan X‘ = ( xnr ) dari X yang kon-
*
vergen ke suatu bilangan x . Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b],
* *
maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x ÎI. Oleh karena itu f kontinu pada x dengan
*
demikian lim (f( xnr )) = f(x ). Karena itu mengikuti (#) bahwa
* 1 *
s - < f( x n ) £ s untuk rÎN,
nr r
*
kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim ( f( xnr )) = s . Oleh karena itu
kita mempunyai
* *
f(x ) = lim (f( xnr )) = s = sup f(I).
*
Kita simpulkan bahwa x adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.
Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kon-
tinu. Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan da-
pat dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari
teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.
5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I ® R fungsi
kontinu pada I. Jika a < b bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(a) < 0 < f(b)
(atau sedemikian sehingga f(a) > 0 > f(b)), maka terdapat bilangan cÎ(a,b)
sedemikian sehingga f(c) = 0.
Bukti. Kita asumsikan bahwa f(a) < 0 < f(b). Misalkan I1 = [a,b] dan g = ½(a +
b). Jika f(g) = 0 kita ambil c = g dan bukti lengkap. Jika f(g) > 0 kita tetapkan a2 = a, b2
= g, sedangkan jika f(g) < 0 kita tetapkan a2 = g, b2 = b. Dalam kasus apapun, kita
tetapkan I2 = [a2,b2], dimana f(a2) < 0 dan f(b2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi ini.
Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui dari
Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain itu, kita
mempunyai f(I) Í [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M], maka menurut
Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik cÎI sedemikian sehingga k = f(c).
Dari sini, kÎf(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]Íf(I). Oleh
M
f(b)
f(a)
m
*
a x* x b
val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup
2
tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x + 1) untuk xeR,
maka f kontinu pada R [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I1 =
(-1,1), maka f(I1) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I2 = [0,¥),
maka f(I2) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.)
Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma
pencirian interval berikut.
suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat yÎS dengan z < y. Akibatnya,
zÎ[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan zÎ[x,y]ÍS. Karena z unsur sebarang dalam (a,b),
maka disimpulkan bahwa (a,b) Í S.
Jika aÏS dan bÏS, maka kita mempunyai S = ( a,b); jika aÏS dan bÎS kita
mempunyai S = (a,b]; jika aÎS dan bÏS kita mempunyai S = [a,b); dan jika aÎS dan
bÎS kita mempunyai S = [a,b].
(ii) Misalkan b = sup S. Jika sÎS maka s £ b dengan demikian kita mesti
mempunyai SÍ(-¥,b]. Kita claim bahwa (-¥,b)ÍS. Karena, jika zÎ(-¥,b), argumen
yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,yÎS sedemikian sehingga [x,y]ÍS. Oleh
karena itu (-¥,b)ÍS.
Jika bÏS, maka kita mempunyai S = (-¥,b); jika bÎS, maka kita mempunyai S
= (-¥,b].
(iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka-
sus ini kita mempunyai S = (a,¥) jika aÏS, dan S = [a,¥) jika aÎS.
(iv) Jika zÎR, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan
bahwa terdapat x,yÎS sedemikian sehingga zÎ[x,y]ÍS. Oleh karena itu RÍS, dengan
demikian S = (-¥,¥).
Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.
5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I ®
R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval.
Bukti. Misalkan a,bÎf(I) dengan a < b; maka terdapat titik-titik a,bÎI
sedemikian sehingga a = f(a) dan b = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai Antara
Bolzano 5.3.6 bahwa jika kÎ(a,b) maka terdapat suatu cÎI dengan k = f(c)Îf(I). Oleh
karena itu [a,b]Íf(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada lemma
sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval.
Latihan-latihan
1. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk setiap
xÎI. Buktikan bahwa terdapat suatu a > 0 sedemikian sehingga f(x) ³ a untuk se-mua xÎI.
9. Misalkan I = [0,p/2], dan f : I ® R didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk xÎI.
Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x 0ÎI untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x0
merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x2.
10. Andaikan bahwa f : R ® R kontinu pada R dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0.
x ®-¥ x®¥
Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R.
Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak
perlu dicapai.
11. Misalkan f : R ® R kontinu pada R dan bÎR. Tunjukkan bahwa jika x0ÎR sedemikian
sehingga f(x0) < b, maka terdapat suatu lingkungan- d U dari x0 sedemikian sehingga f(x)
< b untuk semua xÎU.
2
12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x untuk xÎR
pada interval-interval buka [atau, tutup].
13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) = 1/
untuk setiap xÎI, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan Vd x (x) dari x (dalam penger-
tian pada Definisi 4.2.1). Buktikan bahwa f terbatas pada I.
16. Misalkan J = (a,b) dan g : J ® R fungsi kontinu dengan sifat bahwa untuk setiap x ÎJ,
fungsi g terbatas pada suatu lingkungan Vd x (x) dari x. Tunjukkan bahwa g tidak perlu
terbatas pada J.
maka jika x - u < d(e,u) kita mempunyai x - u < ½u dengan demikian ½u < x <
3
2
u, dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika x - u < ½u, ketaksamaan (1)
menghasilkan ketaksamaan
(3) g(x) – g(u) £ (2/u2) x - u .
Akibatnya, jika x - u < d(e,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan
g(x) – g(u) < (2/u2)(½u2e) = e
Kita telah melihat bahwa pemilihan d(e,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian
bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai d yang akan men-
jamin bahwa g(x) – g(u) < e apabila x - u < d dan x,uÎA. Kita perhatikan bahwa nilai
d(e,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai d(e) > 0 yang akan
“work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{d(e,u) : u > 0} = 0.
Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pili-han
lain yang dapat dibuat untuk d. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih d1(e,u) = inf{ 13
2 2
u, 3 u e}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mem-punyai
inf{d(e,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai d yang akan
“work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat.
Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 di-
mana, untuk lingkungan-e yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai den-
gan nilai maksimum dari d terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai d yang
diperbolehkan menuju 0.
Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada
setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana
telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {xÎR : x > 0}.
Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu
fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I.
Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya,
terdapat e0 > 0 dan dua barisan (x n) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un < 1/n
dan f(xn) – f(un) > e0 untuk semua nÎN. Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas; menurut
Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( xnk ) dari (xn) yang konvergen
ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teo-rema 3.2.6. Ini
jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( unk ) juga konvergen ke z, karena
Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti
konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena
f(xn) – f(un) ³ e0
untuk semua nÎN. Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup
dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik zÎI. Akibatnya, jika f
kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I.
Fungsi-fungsi Lipschitz
Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang meru-
pakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menun-
jukkan kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi
yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam.
f (x)- f (u ) £ K, x,uÎI, x ¹ u,
x-u
maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui
titik-titik (x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan
hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada
grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K.
Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan e > 0
sebarang, kita dapat memilih d = e/K. Jika x,uÎA dan memenuhi x - u < d, maka
f(x) – f(u) < K(e/K) = e
Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.
2
5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x pada A = [0,b], dimana b suatu kon-
stanta positif, maka
f(x) – f(u) = x + u x -u £ 2 b x - u
untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K =
2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu
pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari
Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi
Lipschitz pada interval [0,¥).)
(b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz.
Misalkan g(x) = x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g
kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu
seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga
g(x) £ K x untuk semua xÎI. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu fungsi
Lipschitz pada I.
(c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat
dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada
suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0,¥). Kekontinuan
seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam seperti dicatat dalam (b).
x-u
g(x) – g(u) = x- u = £½x-u
x+ u
Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut
Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,¥). Karena A = IÈJ, ini berarti [dengan
5.4.7 Teorema Jika f : A ® R kontinu seragam pada suatu AÍR dan jika (xn)
barisan Cauchy dalam A, maka (f(xn)) barisan Cauchy dalam R.
Bukti. Misalkan (xn) barisan Cauchy dalam A, dan e > 0 diberikan. Pertama-
tama pilih d > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi x - u < d, maka f(x) –
f(u) < e. Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H(d) sedemikian se-hingga xn - xm <
d untuk semua n,m > H(d). Dengan pemilihan d, ini mengakibat-kan bahwa untuk n,m >
H(d), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < e. Oleh karena itu ba-risan (f(xn)) barisan Cauchy.
Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =
1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan
oleh xn = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana
f(xn) = n untuk semua nÎN bukan barusan Cauchy.
gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn)
= a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teo-
rema 3.5.4. Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang
maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.
Aproksimasi
Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat
mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat
dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata
“aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sa ngat alami (dan juga salah satu
yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan,
fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih
kecil dari kesalahan yang ditentukan.
0, - 2 £ x < 1,
1, -1 £ x < 0,
1 , 0 <x< 1,
s(x) = 2 1 2
3, 2 £ x < 1,
- 2, 1 £ x £ 3,
< x £ 4,
2, 3
[ (
( [
[ [
( (
[ ( x
[ [
Ik adalah h < d(e), maka selisih antara dua nilai dari f dalam Ik lebih kecil dari e. Sekarang
kita definisikan
(4) se(x) = f(a + kh) untuk xÎIk, k = 1, … , m, dengan demikian se adalah konstanta
pada setiap interval Ik. (Kenyataannya bahwa nilai dari se pada Ik adalah nilai dari f
pada titik ujung dari Ik, Lihat Gambar 5.4.4.) Akibatnya jika xÎIk, maka
sedemikian sehingga jika kita membagi I dalam m interval saling lepas Ik yang mem-
punyai panjang h = (b – a)/m, maka fungsi tangga se didefinisikan pada (4) memenuhi
f(x) - se(x) < e untuk semua xÎI.
Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki
karakter dasar, akan tetapi tidak kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu ser-
ing diperlukan sekali untuk mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi
kontinu sederhana, bagaimana kita akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaprok-
simasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi linear kontinu piecewise (potong demi
potong).
saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a + h], dan Ik = (a + (k-1)h,a + kh] untuk
itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua xÎI. (Lihat Gambar 5.4.5.)
k
Bn (x) = ∑f
k =0
n
Fungsi polinomial Bn, yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn
ke-n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisien-
koefisiennya bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik
0,1 ,2 , … , k , … ,1,
n n n
dan koefisien-koefisien binomial
sedemikian sehingga f(x) – f(y) < e untuk semua x,yÎ[0,1] dengan x - y < d(e), dan
jika M ³ f(x) untuk semua xÎ[0,1], maka kita dapat memilih
-4 2 2
(6) ne =sup{(d(e/2) ,M /e }.
Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih
agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi e.
Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat
diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan vari-
abel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] ® R dengan fungsi F : [0,1] ® R yang dide-
finisikan oleh
F(t) = f(a + (b – a)t) untuk tÎ[0,1].
Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1],
yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [ a,b] yang mengaproksimasi f.
Latihan-latihan
1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,¥),
dimana a suatu konstanta positif.
2
2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x kontinu seragam pada A = [1,¥), tetapi tidak
kontinu seragam pada B = (0,¥).
3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.
2
(a) f(x) = x A =[0,¥);
(b) g(x) = sin(1/x) B = (0,¥).
2
4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x ) untuk xÎR kontinu seragam pada R
5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada AÍR, maka f + g juga kon-
tinu seragam pada A.
6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada AÍR dan jika kedua-duanya
terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.
7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R,
tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R.
8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi
komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R.
9. Jika f kontinu seragam pada AÍR, dan f(x) ³ k > 0 untuk semua xÎA, tunjuk-kan
bahwa 1/f kontinu seragam pada A.
10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan AÍR yang terbatas,
maka f terbatas pada A.
11. Jika g(x) = x untuk xÎ[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K
sedemikian sehingga g(x) £ K x untuk semua xÎ[0,1]. Berikan kesimpulan bahwa g
kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].
12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,¥) dan kontinu seragam pada [a,¥) untuk
suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,¥).
13. Misalkan AÍR dan f : A ® R memiliki difat: untuk setiap e > 0 terdapat suatu
fungsi ge : A ® R sedemikian sehingga ge kontinu seragam pada A dan f(x) -
ge(x) < e untuk semua xÎA. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.
14. Suatu fungsi f : R ® R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu
bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua xÎR. Buktikan
bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam
pada R.
15. Jika f0(x) = 1 untuk xÎ[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema
n
n
n -k
Binomial menyatakan bahwa (a + b) = ∑a b
n k
].
k =0 k
16. Jika f1(x) = x untuk xÎ[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1.
2
17. Jika f2(x) = x untuk xÎ(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
2
untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/ n)x + (1/n)x.
18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian se-
5.5.1 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. An-daikan
bahwa cÎI bukan titik ujung dari I. Maka
(i) lim f = sup{f(x) : xÎI, x < c}
® c -x
Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika xÎI dan x < c, maka f(x) £ f(c). Dari sini
himpunan {f(x) : xÎI, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung dari I,
terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita simbol
dengan L. Jika e > 0 diberikan, maka L - e bukan suatu batas atas dari him-punan ini.
Dari sini, terdapat ye ÎI, ye < c sedemikian sehingga L - e < f(ye) £ L. Karena f fungsi
naik, kita simpulkan bahwa jika d(e) = c - ye dan jika 0 < c – y < d(e), maka ), maka ye <
y < c dengan demikian
L - e < f(ye) £ f(y) £ L
Oleh karena itu ½f(y) - L½ < e bila 0 < c – y < d(e). Karena e > 0 sebarang, kita kata-
kan bahwa (i) berlaku.
Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa.
Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada
suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.
5.5.2 Akibat Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. An-daikan
bahwa cÎI bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen.
Misalkan I suatu interval dan f : I ® R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung
kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a
jika dan hanya jika
f(a) = inf{f(x) : xÎI, a < x}
atau jika hanya jika lim f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung
x®a +
j (c)
f {
Jika f : I ® R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita
definisikan lompatan dari f pada c sebagai jf(c) = lim f - lim f . (Lihat Gambar
x®c + x®c -
dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi jf(b) = f(b)
- lim f .
x®b -
5.5.3 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R naik pada I. Jika cÎI,
maka f kontinu pada c jika dan hanya jika jf(c) = 0
Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat 5.5.2.
Jika cÎI titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) =
lim f , yang mana ekuivalen dengan jf(c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh un-
x®c +
5.5.4 Teorema Misalkan IÍR suatu interval dan f : I ® R fungsi monoton pada I.
Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema
5.5.3 bahwa D = {xÎI : jf(x) ¹ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu
interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca.
Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf(c) ³ 0 untuk
semua cÎI. Selain itu, jika a £ x1 < … < x n £ b, maka (mengapa?) kita mempunyai
f(a) £ f(a) + jf(x1) < … < jf(xn) £ f(b),
yang mana berarti bahwa
jf(x1) < … < jf(xn) £ f(b) – f(a).
(Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I =
[a,b] dimana jf(x) ³ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu
titik xÎI dimana jf(x) ³ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana jf(x)
³ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana jf(x) ³ (f(b) – f(a))/3; dan
seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung titik-titik x
dimana jf(x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk dalam himpunan
ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.
dan jika h kontinu pada satu titik x0, maka h kontinu pada setiap titik dalam R. Ini
berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti
jf(x4) { f(b)
jf(x3) {
f(b) - f(a)
jf(x2) {
jf(x1) {
f(a)
a x x x x
1 2 3 4 b
kontinu pada R.
jg(c) {. o
g(c)
c
J
Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f
fungsi turun murni untuk pembaca.
Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan In-
terval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f
fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J ® R invers dari f ada. Kita claim
bahwa g naik murni. Memang, jika y1 < y2, maka y1 = f(x1) dan y2 = f(x2) untuk suatu
x1, x2ÎI. Kita mesti mempunyai x1 < x2; untuk hal lain x1 ³ x2, mengakibatkan y1 =
f(x1) ³ f(x2) = y2, bertentangan dengan hipotesis bahwa y 1 < y2. Oleh karena itu kita
mempunyai
g(y1) = x1 < x2 = g(x2).
Karena y1 dan y2 sebarang unsur dalam J dengan y1 < y2, kita simpulkan bahwa g naik
murni pada J.
Jika kita memilih sebarang x ¹ g(c) yang memenuhi lim g < x < lim g , maka x
x®c - x®c +
mempunyai sifat bahwa x ¹ g(y) untuk sebarang yÎJ. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini
xÏI, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita
menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.
Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu
n
invers dari f(x) = x pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya
menuliskan
1/n n x
g(x) = x atau g(x) =
1/n n akar ke-n dari x ³ 0 (n genap).
untuk x ³ 0 (n genap), dan menyebut x = x
Fungsi g dinamakan fungsi akar ke-n (n genap). (Lihat Gambar 5.5.5.)
1/n
GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f(x) = x (x ³ 0, n genap)
Karena g invers untuk f, kita mempunyai
g(f(x)) = x dan f(g(x)) = x untuk semua xÎ[0,¥).
Kita dapat menuliskan persamaan-persamaan ini dalam bentuk berikut:
n 1/n 1/n n
(x ) =x dan (x ) = x
untuk semua xÎ[0,¥) dan n genap.
n
(ii) n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan F(x) = x untuk semua xÎR;
menurut 5.3.4(a), F kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjuk-kan
bahwa F naik murni pada R dan F(R) =R. (Lihat Gambar 5.5.6.)
(x ) =x dan (x ) = x
1/n m 1/q p
0, maka (x ) = (x ) . Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk
mem-buktikan hubungan ini.
m/n m 1/n
5.5.7 Teorema Jika mÎZ,nÎN, dan x > 0, maka x = (x ) .
m n mn n m
Bukti. Jika x > 0 dan m,nÎZ, maka (x ) = x = (x ) . Sekarang misalkan y =
m/n 1/n m n 1/n m n 1/n n m m
x = (x ) > 0 dengan demikian y = ((x ) ) = ((x ) ) = x . Oleh karena itu
m 1/n
diperoleh bahwa y = (x ) .
Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan
r,sÎQ, maka
r s r+s s r r s rs s r
xx =x =x x dan (x ) = x = (x ) .
Latihan-latihan
1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I ® R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b]
suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f
suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f
pada I.
2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval IÍR, tunjukkan bahwa f + g juga suatu
fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik murni
pada I.
3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil
kali fg tidak naik pada I.
4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka fungsi
hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.
5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I ® R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a
jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : xÎ(a,b]}.
Jika yÎf(I)Çg(I), tunjukkan bahwa f-1(y) < g-1(y). [Petunjuk: Pertama-tama interpre-tasi
pernyataan ini secara geometri].
9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I ® R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional, dan
f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk
semua xÎI. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f
kontinu hanya pada x = ½.
10. Misalkan I = [a,b] dan f : I ® R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mut-
lak [atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan in-
jektif pada I.
11. Misalkan f(x) = x untuk xÎ[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk xÎ(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan
f-1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f-1 kontinu pada setiap titik?
12. Misalkan f : [0,1] ® R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilai-
nilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].
13. Misalkan h : [0,1] ® R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjuk-
kan bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h
mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h
mencapai infimumnya.]
1/n m
14. Misalkan xÎR, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,pÎZ, n,qÎN, dan mq = np, maka (x )
1/q p
= (x ) .
r s r+s s r r s rs
15. Jika xÎR, x > 0, dan jika r,sÎQ, tunjukkan bahwa x x = x =x x dan (x ) = x =
s r
(x ) .
Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York :
John Wiley & Sons, Inc.