Askep Kolelitiasis FIKS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIFPADA Ny.

R
DENGAN TINDAKAN OPERASI LAPAROSCOPY
CHOLELHITIASIS DI RUANG MERANTI
RS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Oleh :
ISMAUL HUSNA PADANG 190202013
KAROLIN SEPTIAN SIHALOHO 190202014
KATRIN SIREGAR 190202015
LIS HERLEY TINAMBUNAN 190202016

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolelitiasis atau batu empedu merupakan salah satu penyakit pencernaan


yang paling banyak menyebabkan pasien datang kerumah sakit.
Kolelitiasis pada awalnya sering ditemukan di Negara Barat dan jarang di
negara berkembang. Tetapi dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi,
perubahan menu diet ala Barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya
ultrasonografi sehingga prevalensi penyakit Kolelitiasis di negara
berkembang termasuk indonseia cenderung meningkat (Sjamsuhidajat,
2013)
Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan
membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan
predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan
yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu. Penelitian di
masyarakat Barat mengungkapkan komposisi utama batu empedu adalah
kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu
pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. (Sandra
Amelia, 2013)
Gangguan kandung empedu dan duktus merupakan hal yang sangat sering
di Amerika Serikat sendiri, gangguan ini diperkirakan 20 juta orang
mempunyai batu empedu sekitar 1 juta kasus baru berkembang tiap tahun.
Dalam kondisi umum terjadi adalah batu empedu dan yang berhubungan
dengan kolesistitis (peradangan kandung empedu). Sekitar 98% klien yang
datang dengan penyakit kandung empedu simptomatik mempunyai batu
empedu. Di Amerika Serikat >10% laki-laki dan 20% perempuan memiliki
batu empedu dengan usia 65 tahun. Perempuan terhitung 70% dirawat
dengan batu empedu. Prevalensi batu empedu banyak kesamaan antara
Eropa dan Amerika, dengan klien diabetes melitus, obesitas, dan sirosis
menunjukkan peningkatan insiden. Joys M, Black & Jane H, H, 2014)
Insiden batu empedu, di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena
belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Batu empedu
umumnya ditemukan didalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat
bermigrasi melalui duktus sistikus kedalam saluran empedu menjadi batu
saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Pada
beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer didalam
saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung
empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada klien
di wilayah Asia dibandingkan dengan klien di negara Barat.
(Sjamsuhidajat, 2013)
Cholesistektomi diindikasikan pada pasien simtomatis yang terbukti
menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi laparoskopi untuk
Cholesistektomi sama dengan indikasi open Cholesistektomi. Karena teknik
minimal invasif memiliki aplikasi diagnosis dan terapi dibanyak pembedahan,
bedah laparoskopi meningkat penggunaannya baik pada pasien rawat inap
ataupun rawat jalan. Teknik laparoskopi atau pembedahan minimal invasif
diperkirakan menjadi trend bedah masa depan. Sekitar 70-80 persen tindakan
operasi di negara-negara maju akan menggunakan teknik ini. Laparoscopic
Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk penyakit-penyakit kantung
empedu di beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan beberapa kota besar di
Indonesia.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Berdasarkan uraian latar beakang diatas, maka dirumuskan masalah
mengenai studi kasus terhadap kejadian Kolelitiasis di Ruangan Meranti
Rumah Sakit Usu Medan

2. Tujuan khusus
Setelah melaksanakan studi kasus, mampu :

a. Memahami karakteristik pada asuhan keperawatan pada pasien


Kolelitiasis di Ruangan Meranti Rumah Sakit Usu Medan
b. Memahami etiologi pada pasien Kolelitiasis di rawat di Ruangan
Meranti Rumah Sakit Usu Medan
c. Mengidentifikasi manifestasi klinis pada pasien Kolelitiasis di
Ruangan Meranti Rumah Sakit Usu Medan
d. Memahami penatalaksanaan pada pasien di Ruangan Meranti
Rumah Sakit Usu Medan
e. Melakukan pemeriksaan penunjang pada pasien Kolelitiasis di
Ruangan Meranti Rumah Sakit Usu Medan
f. Melakukan pengkajian pada pasien Kolelitiasis di Ruangan Meranti
Rumah Sakit Usu Medan
g. Merumuskan diagnose keperawatan pada pasien Kolelitiasis di
Ruangan Meranti Rumah Sakit Usu Medan
h. Menyusun intervensi pada pasien Kolelitiasis di Ruangan Meranti
Rumah Sakit Usu Medan
i. Melakukan implementasi pada pasien Kolelitiasis di Ruangan
Meranti Rumah Sakit Usu Medan
j. Melakukan evaluasi pada pasien Kolelitiasis di Ruangan Meranti
Rumah Sakit Usu Medan

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan perawat dalam


memberikan asuhan keperawatan terutama pada pasien Kolelitiasis di
Ruangan Meranti Rumah Sakit USU Medan

2. Manfaat Pendidikan

Penelitian ini diharapkan sebagai saran untuk menerapkan ilmu dan


menambah wawasan dalam dalam melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif terhadap pasien Kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Laparoscopy Cholelithiasis


1. Definisi

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di


dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada
kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu. ( lesmana, 2000)
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon,
lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati
dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang berawal di sebelah anterior di
daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran
kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan
kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi
utama hati.(Maryann Lee F, 2013)
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke
dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu
kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam
saluran empedu.(Sjamsyuhidajat R, 2005)
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu
empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat
saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka
bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan
infeksi di bagian tubuh lainnya.(Clinic Staff Gallstone, 2013)
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung
empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian
menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal
dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu sampai ke
kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi
ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan
kantong empedu sehingga cairan yang berada di kantong empedu
mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau
tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa
gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat
dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.(Clinic
Staff Gallstone, 2013)

2. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa factor
resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak factor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu,
diantaranya :
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu
empedu dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen
juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis
pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang
lebih muda
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan
tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun
tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur
kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko
lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadi batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah
crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu
tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada
makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu. (
NANDA NIC-NOC, 2015)

3. Manifestasi Klinis
Tanda gejala menurut (Brunner & Suddarth, 2014 :186)

1. Perut atas, epigastric, atau sakit abdominal kanan atas yang dapat
menyebar ke bahu kanan.
2. Rasa sakit pada Right Upper Quadrant (RUQ) meningkat dengan
palpasi abdomen kanan atas selama inspirasi ( tanda Murphy )
menyebabkan pasien berhenti mengambil nafas panjang.
3. Mual dan muntah, terutama setelah makan makanan berlemak.
4. Selera makan hilang.
5. Demam.
6. Udara bertambah pada saluran usus ( bersendawa, kentut ).
7. Kulit gatal – gatal karena terbentuknya garam empedu.
8. Feses berwarna tanah liat karena kurangnya urobilinogen didalam
usus (biasanya dikonversi dari bilirubin yang telah diblok dengan
aliran empedu)
9. Penyakit kuning-kulit warna kekuningan dan membrane mukosa
berubah warna.
10.ikterus-perubahan warna menjadi krkuningan pada sklera (putih pada
mata)
11.urine warna gelap dan berbusakarena ginjal berusaha membersihkan
bilirubin.
4. Patofisiologi
5. Komplikasi
Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah :
a. Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan
kolesistitis akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi
superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman kuman
pembentuk pus.
b. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sitikus.
c. Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding
dan nekrosis jaringan berbercak atau total.
d. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Perforasi
bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar
30%.
e. Pembentukan fistula
f. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan
oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
g. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen


Pemeriksaaan sinar-X abdomen dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya
15% hingga 20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi
untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
b. Ultrasonografi.
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostic pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat serta akurat, dan dapat digunakan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya
berada dalam keadaan distensi. Penggunaan ultrasound berdasarkan
pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksaan
USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi. Dilaporkan bahwa USG
mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
c. Pemeriksaan Radionuklida atau Koleskintografi
Koleskintografi telah berhasil dalam membantu
menegakkan diagnosis kolelisistitis. Dalam prosedur ini, preparat
radioaktif disuntikkan melalui intravena. Preparat ini kemudian
diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan dalam
system bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu
untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan
bilier. Pemeriksaan ini lebih mahal daripada USG, memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mengerjakannya, membuat pasien
terpajan sinar radiasi, dan tidak dapat mendeteksi batu empedu.
Penggunaannya terbatas pada kasus-kasus yang dengan
pemeriksaan USG, diagnosisnya masih belum dapat disimpulkan.
d. Kolesistografi.
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai
pemeriksaan pilihan, kolesistografi masih digunakan jika alat USG
tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral
dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Media kontras yang mengandung iodium yang diekskresikan oleh
hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada
pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan
tampak pada foto rontgen.
Preparat yang diberikan sebagai bahan kontras mencakup
asam iopanoat (Telepaque), iodipamie meglumine (Cholografin)
dan sodium ipodat (Oragrafin). Semua preparat ini diberikan dalam
dosis oral, 10-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan sinar-X.
sesudah diberikan preparat kontras, pasien tidak boleh
mengkonsumsi apapun untuk mencegah kontraksi dan untuk
pengosongan kandung empedu.
Kepada pasien harus ditanyakan apakah ia mempunyai
riwayat alergi terhadap yodium atau makanan laut. Jika tidak ada
riwayat alergi, pasien mendapat preparat kontras oral pada malam
harinya sebelum pemeriksaan radiografi dilakukan. Foto rontgen
mula-mula dibuat pada abdomen kuadaran kanan atas. Apabila
kandung empedu tampak terisi dan dapat mengosongkan isinya
secara normal serta tidak mengandung batu, kita dapat
menyimpulkan bahwa tidak terjadi penyakit kandung empedu.
Apabila terjadi penyakit kandung empedu, maka kandung empedu
tersebut mungkin tidak terlihat karena adanya obstruksi oleh batu
empedu. Pengulangan pembuatan kolesistogram oral dengan
pemberian preparat kontras yang kedua mungkin diperlukan jika
kandung empedu pada pemeriksaan pertama tidak tampak.
Kolesistografi pada pasien yang jelas tampak ikterik tidak
akan memberikan hasil yang bermanfaat karena hati tidak dapat
mengekskresikan bahan kontras radiopaque kedalam kandung
empedu pada pasien ikterik. Pemeriksaan kolesistografi oral
kemungkinan besar akan diteruskan sebagai bagian dari evaluasi
terhadap pasien yang telah mendapatkan terapi pelarutan batu
empedu.
7. Penatalaksanaan Medis
Laparoscopy cholelitiasis diindikasikan pada pasien simtomatis
yang terbukti menderita penyakit batu empedu (cholelitiasis). Indikasi
laparoskopi untuk Cholesistektomi sama dengan indikasi open
Cholesistektomi.Keuntungan melakukan prosedur laparoskopi pada
cholesistektomi yaitu: laparoscopic cholesistektomi menggabungkan
manfaat dari penghilangan gallblader dengan singkatnya lama tinggal di
rumah sakit, cepatnya pengembalian kondisi untuk melakukan aktivitas
normal, rasa sakit yang sedikit karena torehan yang kecil dan terbatas,
dan kecilnya kejadian ileus pasca operasi dibandingkan dengan teknik
open laparotomi.
Namun kerugiannya, trauma saluran empedu lebih umum terjadi
setelah laparoskopi dibandingkan dengan open cholesistektomi dan bila
terjadi pendarahan perlu dilakukan laparotomi.. Kontra indikasi pada
Laparoskopi cholesistektomi antara lain: penderita ada resiko tinggi
untuk anestesi umum; penderita dengan morbid obesity; ada tanda-
tanda perforasi seperti abses, peritonitis, fistula; batu kandung empedu
yang besar atau curiga keganasan kandung empedu; dan hernia
diafragma yang besar.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. Proses Keperawatan

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data – data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status
kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spritual klien.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat
data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik.
(Asmadi, 2008)

1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding
anak laki – laki. (Cahyono, 2014)

2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.

3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya
hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat
keluarga.
4. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital
yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
3) Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi,
bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna, bentuknya
ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit baik atau tidak..
4) Kepala. Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut biasanya
ubun-ubun cekung, rambut kering.
5) Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak
edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan
skelera anemis.
6) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada
serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi
adanya nyeri tekan atau tidak.
7) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan,
perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan cuping hidung
atau tidak dan nyeri tekan.
8) Mulut
Warna mukosa mulut dan bibir
tekstur, lesi dan stomatitis. Langit–langit keras (palatum durum) dan
lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan
bibir dan tanda–tanda sianosis.
9) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah bunyi
napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels). bunyi jantung
tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea, peningkatan
frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul).
10) Abdomen.
Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya nyeri tekan,
palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi bising usus,
palpasi seluruh kuadran abdomen, Biasanya pada Kolelitiasis terdapat
nyeri pada perut bagian kanan atas.
11) Genitalia dan rectum a. Lubang anus ada atau tidak
a) Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi hipospadia
atau epispadia, adanya edema skrotum atau terjadinya hernia serta
kebersihan preputium.
b) Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema atau massa,
labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina adakah secret
atau bercak darah.
12) Ekstremitas.
Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan otot, palpasi ada
nyeri tekan, benjolan atau massa.

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien kolelitiasis menurut
(Nanda NIC-NOC 2015) adalah:
a. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism, proses
penyakit (inflamasi)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:
obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi,
iskemiajaringan/nekrosis (kematian jaringan).
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan melalui penghisapan gaster berlebih, muntah,
distensi, danhipermotilitas gaster
d. Resiko Syok
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d tidak adekuatnya intake nutrisi (tonus otot/peristaltik
usus menurun).

6. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien kolesistitis menurut (NANDA
NIC-NOC 2015 : hal 273) adalah:
a. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism, proses penyakit
inflamasi
Tujuan : thermoregulation
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan RR
dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak
ada pusing
Intervensi :
a) monitor suhu tubuh sesering mungkin
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius
akut. Pola demam dapat membantu dalam diagnosis Mengetahui
penyakit dengan nilai suhu dan membantu dalam menetapkan
intervensi tindakan
b) monitor IWL
Rasional : IWL (Insensible Water Loss) adalah hilangnya cairan
yang tidak dapat dilihat dengan melalui evaporasi dan respirasi.
Meminitor IWL bertujuan untuk Mengetahui jumlah cairan yang
hilang
c) monitor warna dan suhu kulit
Rasional : Perubahan pada warna dan suhu kulit merupakan
indikasi demam
d) monitor tekanan darah, nadi dan RR
rasional : dengan adanya panas berlebihan mengakibatkan
hemodinamika di dalam tubuh terganggu
e) berikan anti piretik
Rasional : obat antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali
pusat pengatur panas.
f) kompres pasien pada lipatan paha dan axial
rasional : Untuk merangsang penurunan panas melalui efek
kerja konduksi Penyediaan udara brsih
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:
obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia,
jaringan/nekrosis (kematian jaringan) nekrosis (NANDA NICNOC
2015 : hal 273) adalah :
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawan nyeri berkurang.
Kriteria hasil : skala nyeri menurun (0-2), tanda-tanda vital stabil,
ekspresi wajah rileks.
Intervensi :
a) Observasi dan catat lokasi, karakter nyeri dan skala nyeri (0-10)
Rasional : membantu dalam menentukan penyebab nyeri dan
memberikan informasi yang jelas mengenai penyakit,
komplikasi dan terapi yang efektif.
b) Catat respons terhadap obat
Rasional: nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin
dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
c) Ajuarkan klien untuk bed rest, dan berikan posisi yang nyaman.
Rasional: bed rest pada posisi fowler rendah akan mengurangi
tekanan intraabdomen dan menurunkan nyeri
d) Ajarkan teknik relaksasi seperti bimbingan imajinasi,
visualisasi, latihan napas dalam. Berikan aktivitas diversional.
Rasional: teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri.
e) Ciptakan lingkunggan yang nyaman (turunkan suhu ruangan).
Rasional: mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang
nyeri.
f) Berikan kompres hangat pada area nyari.
Rasional: vasidilatasi menurunkan spasme.
g) Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam.
Rasional: meningkatnya tand-tanda vital menunjukkan
peningkatan nyeri.
h) Mempertahankan komunikasi dengan klien dan dan gunakan
teknik mendengar yang baik.
Rasional: meningkatkan kenyamanan klien, koping,
menurunkan kecemasan dan membantu klien memfokuskan
perhatian sehingga dapat menurunkan nyeri.
i) Berikan analgesic, sedatif dan relaksasi otot.
Rasional: menurunkan nyeri, menurunkan inflamasi dan spasme
otot. f) Berikan kompres hangat pada area nyari.
Rasional: vasidilatasi menurunkan spasme.
g) Monitor tanda-tanda vital setiap 2 jam.
Rasional: meningkatnya tand-tanda vital menunjukkan
peningkatan nyeri.
h) Mempertahankan komunikasi dengan klien dan dan gunakan
teknik mendengar yang baik.
Rasional: meningkatkan kenyamanan klien, koping,
menurunkan kecemasan dan membantu klien memfokuskan
perhatian sehingga dapat menurunkan nyeri.
i) Berikan analgesic, sedatif dan relaksasi otot.
Rasional: menurunkan nyeri, menurunkan inflamasi dan spasme
otot.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
melalui penghisapan gaster berlebih, muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster ( NANDA NIC-NOC, 2015:321) adalah :
Tujuan: resiko tinggi kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab,
pengisian kapiler <3 detik, intake dan output seimbang dan tandatanda
vital dalam rentang normal.
Intervensi :
a) Kaji status hidrasi klien (membrane mukosa, turgor kulit
pengisian kapiler.
Rasional: sebagian data awal untuk intervensi selanjutnya.
b) Monitor intake dan output cairan.
Rasional : identifikasi keseimbangan sirkulasi cairan.
c) Awasi tanda rangsangan muntah, dan frekuensi muntah.
Rasional : muntah dan aspirasi gaster dapat menyebabkan
hypokalemia.
d) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : perubahan tanda-tanda vital merupakan indicator
hypovolemia.
e) Berikan perawatan mulut dan bibir.
Rasional : meningkatkan kelembaban mokusa mulut dan
mencegah bibir pecah.
f) Anjurkan cukup minum (minum 2500ml/hari).
Rasional: mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.
g) Kolaborasi pemberian antiematik
Rasional: mengurangi mual dan muntah
h) Pemberian cairan lV.
Rasional : mempertahan kebutuhan cairan.
i) Pemasangan NGT.
Rasional : menurunkan distensi lambung.
d. Resiko syok ( NANDA NIC-NOC, 2015:341).
Tujuan : syok prevention, syok management
Kriteria hasil : nadi dalam batas yang diharapkan, irama jantung
dalam batas yang diharapkan, frekuensi napas dalam batas yang di
harapkan, natrium serum dbn, kalium serum dbn, klorida serum
dbn, kalsium serum dbn, magnesium serum, dbn, PH darah serum
dbn, mata cekung tidak ditemukan, demam tidak di temukan, TD, dbn,
hematokrit dbn
Intervensi :
a) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut
jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refil.
Rasional :mengetahui aliran darah yang mengalir pada tubuh
b) Monitor suhu dan pernafasan
Rasional : hipotensi (termsduk postural), takhikardi, demam
dapat menunjukkan respon kehilangan cairan Monitor input dan
output.
Rasional : mengetahui pemasukan dan pengeluaran cairan
c) Monitor tanda awal syok
Rasional : untuk mencegah dan mengantisipasi komplikasi
d) Monitor fungsi neurologis
Rasional : mengetahui keadaan neurologis
e) Monitor fungsi renal (e.g BUN dan Cr Lavel)
Rasional : mengetahui fungsi renal.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan pencernaan (NANDA NIC-NOC
2015:302).
Tujuan : perubah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria Hasil : berat badan meningkat, porsi makan habis, distensi
abdomen tidak terjadi, mual dan muntah teratasi.
Intervensi :
a) Kaji pola makan dan kebutuhan kalori.
Rasional : untuk mengetahui intake kalori yang diperlukan
setiap hari.
b) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : penurunan berat badan menunjukkan intake kalori
tidak adekuat.
c) Diskusikan makanan yang disukai dan ditoleransi.
Rasional : meningkatkan toleransi intake makanan.
d) Anjurkan gosok gigi sebelum dan sesudah makan.
e) Rasional : menjaga kebersihan mulut dan meningkatkan nafsu
makan.
f) Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diet yang tepat.
Rasional : bermanfaat dalam menentukan kebutuhan nutrisi
melalui rute yang paling tepat.
g) Anjurkan mengurangi makanan berlemak dan menghasilkan gas.
Rasional : pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada
kandung empedu dan nyeri.
h) Berikan diet rendah lemak.
Rasional : mencegah mual dan spasme gaster.
i) Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi klien.
Rasional : membantu mengeluarkan flatus, penurunan distensi
abdomen.
j) Monitor dan catat intake makanan
Rasional : mengetahui keadekuatan intake makanan.
k) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi total dan garam empedu.
Rasional : untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi.
7. Implementasi keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana
asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses
keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan
kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah
pengkajian. (Potter & Perry, 2005)

8. Evaluasi keperawatan
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
(Asmadi, 2008).
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan.
Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai
dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan
untuk : Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan
tindakan, mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan
biasanya berupa catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan
rekapan terakhir secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada
saat pasien pulang
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Data Demografi
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 60 tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat :
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruangan : Meranti/Kelas II
Diagnosa Medis : Colelitiasis
Tanggal MRS : 6 Agustus 2019
Tanggal Pengkajian : 6 Agustus 2019

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. B
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :
Hubungan dengan pasien : Suami

2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Masuk Rumah Sakit
Ny. R mengatakan nyeri di daerah perut pada bagian abdomen
bawah dan sampai kepinggang seperti ditusuk tusuk jarum, nyeri
dirasakan saat beraktivitas sejak 1 bulan yang lalu, skala nyeri 5,
nyeri bersifat hilang timbul.

b. Keluhan saat di kaji


Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk-tusuk , dan tidak ada BAB
± 1 minggu .
P : Nyeri saat di tekan
Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : Abdomen dextra
S : 4-6
T : Tiga kali sehari pada saat beraktifitas
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
-Ny. R mengatakan tidak memiliki keluhan lain selain yang dirasakan
saat ini
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga lainnya yang
menderita penyakit yang sama seperti yang dideritanya.
3. Status Psikososial
a. Subjektif
Klienmengatakanbelumtahudankhawatirdengan proses operasi
yang akandijalani. Klienmengatakan belum prnah operasi
sebelumnya.

b. Objektif
Klientampak cemas danbertanyaberapa lama
operasiberlangsung.TD : 120/80 mmHg, HR : 108x/menit, SpO2
: 97%, ekspresi wajah klien meringis. akral kulit terabadingin.
c. Genogram

x x x

x x x x x

Keterangan:
Laki-laki hidup

x Perempuan hidup

Perempuan meninggal

Pasien
Tinggal Serumah
Laki-laki meninggal
4. Pola
a. Aktivitas
No AKTIVITAS 0 1 2 3 4
1. Mandi √
2. Berpakaian √
3. Eliminasi √
4. Mobilisasi di tempat √
tidur
5. Pindah √
6. Makan dan minum √

Keterangan:
0 = Mandiri
1 = Dibantu sebagian
2 = Perlu bantuan orang lain
3 = Perlu bantuan orang lain dan alat
4 = Tergantung orang lain dan alat

SMRS : Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari


MRS : Pasien dapat melakukan aktivitas dengan di bantu sebagian oleh
keluarga

SMRS MRS
Pola Istirahat Pasien mengatakan tidur ± 7-8 Pasien mengatakan tidur ± 5
jam jam/hari dan sering terbangun
sesekali
Pola Eliminasi BAB BAK BAB BAK
Pasien Pasien Pasien Pasien
mengatakan mengatakan mengatakan terpasang
BAB tidak BAK 5-6 x/hari tidak ada kateter dan
ada dalam BAB urine 1200 cc
1minggu selama di
rumah sakit
Pola Makan dan Pasien mengatakan 3x/hari Pasien mengatakan makan
Minum dengan porsi sedang dan habis 3/hari dengan porsi sedang
dan minum 8 gelas/hari dan sisa ½ porsi dan minum 7
gelas/hari.
Pola Kebersihan Pasien mengatakan mandi Pasien mengatakan mandi
2x/hari dan gosok gigi 2x/hari 2x/hari dengan cara di lap,
dan belom ada sikat gigi

9. 5. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum.
Pemeriksaan tingkat kesadaran : Compos Mentis
tanda–tanda vital :
SMRS MRS
TD 120/80 mmHg 150/90 mmHg
HR 80 x/Menit 90x/Menit
RR 20x/Menit 23x/Menit
Temp 37,2 37

Pemeriksaan Fisik Head To Toe


1. Kepala
- Inspeksi : Bentuk kepala brachiocephalus/bulat, kesimetrisan (+) ,
hidrochefalus (-), luka (-) darah (-) , luka Operasi (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-)

2. Mata
Inspeksi : kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), eksoltamus (-),
endoltamus(-), kelopak mata oedema (-) , bulu mata tidak rontok ,
konjungtiva ananemis, warna iris coklat, scelera merah muda, reaksi pupil
terhadap cahaya (+), nigtasmus (-), stabismus (-) , lapang pandang normal.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan atau pembengkakan.

3. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris serumen (-) tidak ada lesi, perdarahan (-),
ukuran normal, perforsi (-).
Palpasi : nyeri tekan (-), pembengkakan (-), telinga tidak teraba hangat.
4. Hidung
Inspeksi : Perdarahan (-), kotoran (-), polip (-), bentuk tulang hidung tidak
bengkak.
Palpasi : Nyeri tekan (-), Pembengkakan (-).
5. Mulut
Inspeksi : Labioskisis (-), Palatoskisis (-), Labiopalatoskisis (-), tidak ada
lesi, bibir kering, gigi karies (-), kotoran (-), gigi palsu (-), gingivitis (-),
warna lidh merah muda, anses (-), benda asing (-), pembesaran tonsil (-).
6. Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, Peradangan (-), Jaringan parut (-), Perubahan
warna (-), Massa (-), Pembesaran vena jugularis (-).
Palpasi : Pembesaran kelenjar limfe, Tidak ada nyeri tekan.
7. Wajah
Inspeksi : Ekspresi wajah klien gelisah, Warna kulit kecoklatan, Kondisi
wajah simetris, Kelumpuhan otot-otot fasialis (-).
8. Torak dan Paru
Inspeksi : Bentuk torak normal, Bentuk dada simetris, sianosis (-), Batuk (-
).
Palpasi : Ekspansi posterior seimbang, Pemeriksaan taktil fokal fremitus
getaran antara kanan dan kiri teraba sama.
Perkusi : Area paru sonor / normal.
Auskultasi : Suara nafas area fesikuler bersih, Area bronchi bersih, area
bronchial bersih, area bronkofesikuler bersih, suara tambahan (-).
9. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat.
Perkusi : Batas jantung normal.
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 normal.
10. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar,, massa/benjolan (-) bentuk simetris.
Auskultasi : Frekuensi peristaltik usus terdengar 5 kali/ menit.
Palpasi : Nyeri tekan pada bagian abdomen dextra.
11. Genitalia
Tidak dilakukan pengkajian

6. Pemeriksaan penunjang.

Pemeriksan Penunjang

a. Hasil pemeriksaan laboratorium


Tanggal : 6 Agustus 2019

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 12,5 g/dL 11,2- 15,5
Leukosit 8400 /mm3 3500-11000
Trombosit 309000 /mm3 150000-440000
Hematokrit 38,7 % 35-47
Hitung Jenis
Eosinofil 2,8 % 2-4
Basofil 0,6 % 0-1
N. Segmen 57,3 % 50-70
Limfosit 34,8 % 25-40
Monosit 4,5 % 2-8
Laju Endap Darah - mm/jam 0-20
Eritrosit 4,05 juta/uL 3,8-5,2
MCV 96 fL 90-100
MCH 31 pg 26-34
MCHC 32 % 32-38
RDW 10,35 % 11,5-14,5
Hemostatis
Masa Perdarahan/BT 1’00” menit 1-2
Masa Pembekuan/CT 3’20” menit 2-6
Imunoserologi
HbsAg Negatif Negatif, COI <0,095
Positif, COI ≥ 0,095
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 120 mg/dL 80-150
Ureum 33 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,9 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium (K) 4,1 mmol/L 35-5
Natrium (Na) 139 mEq/L 135-147
Clorida (Cl) 103 mEq/L 95-105
Calcium 8,7 mg/dL 8,6-10,3

a. Pemeriksaan Foto USG Abdomen


Tanggal : 6 Agustus 2019
Kesan :
 Pembesaran vesika felea disertai batu multiple dengan ukuran terbesar 1,5
cm suspek gambaran colesistolitiasis multiple
 Tak tampak kelainan pada organ intra abdomen lainnya secara
pemeriksaan USG
7.Analisa Data
1. Pre Operatif
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS : Obstruksi duktus sistikus Nyeri Akut
dan duktus bliaris
1. Klien mengeluh nyeri pada
perut bagian kanan atas
2. Klien mengatakan nyerinya
seperti ditusuk-tusuk dan Distensi duktus biliaris dan
meningkat saat disentuh peningkatan kontraksi
3. Klien mengatakan nyeri skla peristaltik
nyeri 5 klien mengatakan tidak
nyaman saat beraktivitas karena
merasa nyeri.
Kolik bilier

DO :
Nyeri Epigastrium
1. Klien tampak meringis dan
membungkuk

2. TTV
N: 95x/mnt, RR:24x/mnt
3. Pengkajian nyeri
P: saat beraktivitas
Q: ditusuk-tusuk
R:perut kanan atas
S: 5
T: persisten
4. Murphys sign (+)

2 DS : pasien mengeluh mual, Obstruksi duktus sistikus Resiko tidak Keseimbangan


muntah dan tidak nafsu makan dan duktus bliaris Nutrisi

DO:
Klinis : pasien terlihat lemas dan
pucat, mengalami penurunan Distensi duktus biliaris dan
BB, lemak subkutan tipis peningkatan kontraksi
Lab : peristaltik
Protein biasanya rendah ( N : 6,1
– 8,2 gr), gula darah PP ( 100-
120 mg/dl
Gangguan Gastrointestinal
Mual , muntah , Anoreksia

Intake Nutrisi dan cairan


tidak adekuat

2. Post Operatif

No Data Fokus Etiologi Masalah


1. DS: Klien mengatakan nyeri di Post tindakan pembedahan Nyeri akut

bagian perut bagian kanan


P: Nyeri bila di tekan
bekas luka operasi
Q:Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R:Perut bagian kanan bawah
bekas operasi nyeri dirasakan pada luka
bekas operasi
S: Sedang 4-6
T:Terus menerus
DO: Pasien tampak gelisah nyeri akut
pasien tampak sering memegang
perutnya.

2. Ds : - Post tindakan pembedahan Resiko Infeksi

DO : luka sayatan bekas


Bekas luka sayatan insisi
pembedahan tertutup oleh
perban, tidak ada kalor, dolor,
tumor, dan fungiolesa. Luka tertutup oleh perban

Resiko Infeksi
c) DiagnosaKeperawatan

1. Pre Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan Nyeri Episgastrium
b. Ketidakseimbangan Nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi tidak
adekuat
2. Post Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
ditandai dengan nyeri bila ditekan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan post tindakan luka
insisi

D) Intervensi keperawatan

1. Pre Operatif

N Dx. Keperawatan Tujuan Intervensi


o.
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 3x24 1. Pantau tanda dan gejala
proses pembedahan jam , diharapkan pasien dapat kekuranga volume cairan
mempertahankan kebutuhan dan eletrolit.
cairan elektrolit yang adekuat 2. Pantau intake dan
dengan kriteria hasil : output
1. Turgor kulit pasie baik 3. Pantau BB dan di
2. Membran mukosa bibir basah timbang secara berkala
3. TTV dalam batas normal 4. Anjurkan keluarga
untuk memberikan minum
yang banyak pada pasien 2-
3 liter/hari.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 3x24 5. memvalidasi dan
Nutrisi berhubungan jam , diharapkan pasien dapat menetapkan derajat masalah
dengan intake mempertahankan kebutuhan untuk menetapkan pilihan
nutrisi tidak adekuat nutrisi yang adekuat dengan intervensi yang tepat
kriteria hasil : 6. akumulasi pertikel
1. Observasi status nutrisi makanan di mulut yang dapat
pasien, turgor kulit, BB dan memicu bau mulut dan rasa
riwayat mual muntah. tak sedap
2. Pertahankan kebersihan mulut 7. makanan yang hangat
3. Berkan makanan selagi hangat akan meningkatkan nafsu
4. Kolaborasi dengan ahli gizi makan dan meningkatkan
dengan memberikan diet nutrisi yang adekuat
rendah kolesterol. 8. diet rendah kolesterol
mengurangi terbentuknya
batu empedu

2. Post Operatif
No. Dx. Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Observasi Karakteristik
berhubungan tindakan 1 x 3 jam , nyeri mulai dari penyebab
dengan proses diharapkan masalah lokasi, skala dan waktu
pembedahan Nyeri pada klien teratasi Nyeri
ditandai dengan kriteria hasil : 2. Berikan Posisi Semi
dengan nyeri 1. Klien mampu Fowler
bila di tekan mengidentifikasi dan 3. Berikan Kompres Hangat
Skala nyeri: 5 emngatasi Nyerinya pada daerah Nyeri
2. Skala Nyeri 2 4. Ajarkan Teknik Relaksasi
3. TTV dalam Batas distraksi seperti
Normal dan pasien mendengar musik, atau
terlihat lebih tenang menonton tv
5. Lakukan kolaborasi
pemberian analgesik.
dilakukan

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau keadaan luka


berhubungan tindakan 1 x 24 jam , apakah kering atau lembab
dengan post diharapkan tidak ada 2. Pertahankan kebersihan
tindakan luka resiko infeksi dengan luka
insisi kriteria hasil : 3. Ganti perban luka
1. Luka dalam keadaan setiap hari untuk mencegah
kering timbulnya bakteri di luka
2. Tidak ada tumor, 4. Lihat apakah ada
kalor, dolor, ataupun kalor,dolor, tumor dan
fungsiolesa fungsiolesa di daerah sekitar
luka

Implementasi

1. Pre Operatif

No Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut 6. Observasi S : Klien
berhubungan dengan Karakteristik nyeri mengatakan
Nyeri Episgastrium mulai dari penyebab merasa lebih
lokasi, skala dan tenang dan
waktu Nyeri nyerinya
7. Berikan Posisi Semi O:
Fowler - Klien
8. Berikan Kompres tampak
Hangat pada daerah tenang
Nyeri - Ekspresi
9. Ajarkan Teknik klien
Relaksasi distraksi tampak
seperti mendengar tenang,
musik, atau menonton TD :
tv 120/80,
10. Lakukan kolaborasi HR : 80
pemberian analgesik. x/menit,
dilakukan SaO2 : 97
%
A : Masalah
teratasi
sebagian
P:
Pertahankan
intervensi

2 Ketidakseimbangan 9. memvalidasi dan S : pasien


Nutrisi berhubungan menetapkan derajat mengatakan
dengan intake nutrisi masalah untuk sudah mulai
tidak adekuat menetapkan pilihan selera makan
intervensi yang tepat O : pasien
10. akumulasi pertikel tampak
makanan di mulut yang menghabiskan
dapat memicu bau mulut makanannya
dan rasa tak sedap A: Masalah
11. makanan yang hangat teratasi
akan meningkatkan nafsu sebagian
makan dan P:
meningkatkan nutrisi pertahankan
yang adekuat intervensi
12. diet rendah kolesterol
mengurangi terbentuknya
batu empedu

2. Post Operatif

No Dx. Implementasi Evaluasi


keperawatan
1 Nyeri akut 1. Mengawasi gerak dan S : klien
posisi klien mengatakan
2. Memasang bed side kakinya masih
monitor terasa
3. Memasang pengaman kesemutan
(bed reel) pada bed O: klien tidak
klien mampu fleksi
4. Menjaga / tidak lutut, nilai
meninggalkan klien aldrette score 8
sendirian A : masalah
teratasi
P :hentikan
intervensi
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu,
atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya
adalah kolesterol. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsure
yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Penyebab terjadinya kolelitiasis/batu empedu belum diketahui secara
pasti. Penatalaksanaan dari kolelitiasis ini dapat dilakukan dengan pembedahan
maupun non pembedahan serta menjalani diet rendah lemak, tinggi protein, dan
tinggi kalori agar tidak terbentuk batu empedu di dalam kandung empedu. Oleh
karena itu, asuhan keperawatan yang baik diperlukan dalam penatalaksanaan
kolelitiasis ini sehingga dapat membantu klien untuk dapat memaksimalkan
fungsi hidupnya kembali serta dapat memandirikan klien untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia.

4.2 SARAN
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan umumnya pada
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui lebih dalam tentang penyakit
kolelitiasis. Kepada para perawat, kami sarankan untuk lebih aktif dalam
memberikan penyuluhan untuk mengurangi angka kesakitan penyakit kolelitiasis.
Dengan tindakan preventif yang dapat dilakukan bersama oleh semua pihak, maka
komplikasi dari kolelitiasis akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Laurentius A. Lesmana. 2006. PenyakitBatuEmpedu. Dalam:


BukuAjarIlmuPenyakitDalam. Jakarta
:PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalam FKUI. Edisi Ke-4.h481-483
Friedman LS.2007. Liver, Biliary Tract,& Pancreas. In: LM Tierney, SJ McPhee, MA
Papadakis (eds), Current Medical Diagnosis & Treatment, 46e. New York,
McGraw-Hill
R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2005. Saluran empedu dan hati. Dalam: R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, ed. Buku Ajar IlmuBedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. h.
561,570-73
Bland K.I, Beenken S.W, and Copeland E.E (from e-book). 2007. Gall Blader and
ExtrahepaticBilliary System. In: Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R.,
Dunn D.L., Hunter J.L., Pollock R.E, ed. Schwartz’s Manual Surgery. Eight
edition. United States of America: McGraw-Hill Books Company.
Ahrendt.S.A and Pitt.H.A. 2004.Billiary Tract. In: Townsend C.M., Beauchamp
R.D., Evers B.M., Mattox K.M.,ed. Sabiston Textbook of Surgery. 17th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. P. 1606-1608.
Dan L. Longo and Anthony S. Fauci. 2010. Gastroenterology and Hepatology.
Harrison’s 17th Edition. China: 439-455.
Concept of The Pathogenesis and treatment of cholelithiasis. World J Hepatol 2012;
4(2): 18-34 available from: URL: http://www.wjgnet.com/1948-
5182/full/v4/i2/18.htm DOI: http//dx.doi.org/10.4254/wjh.v4.i2.18.
Penatalaksanaan Batu Empedu. A. Nurman. http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Vol.18_no.1_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai