Laporan OTT

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA DAN SEMISOLIDA (STERIL)


OBAT TETES TELINGA KLORAMFENIKOL

Disusun Oleh :
Ariza Priawan H 10060316145
Nada Fauziah 10060316146
Muhammad Bilgary U 10060316147
Ayu Setyaningtyas 10060316148
Aisyah 10060316149
Widya Lestari 10060316150

Kelompok 3 / Shift D
Tanggal Praktikum : 20 Desember 2018
Tanggal Penyerahan : 27 Desember 2018

Asisten : Rina Rusinur, S. Farm.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2018 M / 1440 H
PERCOBAAN 3
OBAT TETES TELINGA

I. NAMA SEDIAAN
Obat Tetes Telinga Kloramfenikol

II. KEKUATAN SEDIAAN


Obat Tetes Telinga Kloramfenikol Mengandung Kloramfenikol 1%

III. PREFORMULASI ZAT AKTIF


3.1 Chloramphenicolum / Kloramfenikol
- RM/BM : C11H12Cl2N2O5 / 323,1
- Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang; putih sampai putih kelabu atau putih
kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit.
- Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5
bagian etanol (95%)P dan dalam 7 bagian
propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
- pH : 4,5 dan 7,5 (suspensi dalam aqua 2,5% w/v
- Stabilitas : Kloramfenikol dalam bentuk padat dapat tetap
stabil selama periode waktu tertentu pada
penyimpanan yang sesuai. Larutan paling stabil pada
pH 6. Kloramfenikol dapat terhidrolisis yang dikatalis
dengan adanya buffer fosfat dan sitrat. Larutan asam
borak direkomendasikan sebagai buffer dalam larutan
kloramfenikol. Degradasi oleh cahaya dapat dicegah
dengan cara melindungi sediaan dari cahaya. Salah
satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada
suhu kamar dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH
mempunyai waktu paruh hampir 3 tahun. Sangat
tidak stabil dalam suasana basa. Kloramfenikol dalam
media air adalah pemecahan hidrofilik pada
lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam
air, basis adeps lanae.
- Inkompabilitas : Endapan segera terbentuk apabila kloramfenikol
500 mg dan eritromisin 250 mg atau tetrasiklin HCl
500 mg dan dicampurkan dalam 1 liter larutan
dekstrosa 5%
- Sterilisasi : Filtrasi
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
- Khasiat : Antibiotikum
(Dirjen POM, 2014:673), (Sweetman, 2009:239), dan (Lund, 1994:786-788)

IV. PENGEMBANGAN FORMULA


4.1 Zat aktif
Kloramfenikol merupakan zat aktif yang digunakan pada pembuatan obat.
Dalam sediaan tetes telinga yakni berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat) yang
digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme, tetapi dalam
pembuatannya zat ini tidak boleh karena efeknya sangat fatal yakni terjadi iritasi.
Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas. Kloramfenikol
berhubungan dengan gangguan darah yang serius sebagai efek yang tidak
diinginkan sehingga harus disimpan untuk pengobatan infeksi berat. Kekuatan
sediaan OTT Kloramfenikol ini sebesar 1 %. Sediaan obat tetes telinga
Kloramfenikol dibuat dalam bentuk larutan.

4.2 Pembawa
Pembawa yang digunakan dalam sediaan OTT Kloramfenikol adalah
pelarut non air yaitu Propilenglikol, alasannya karena Kloramfenikol memiliki
kelarutan yang baik dalam Propilenglikol, yaitu larut dalam 7 bagian Propilenglikol
dibandingkan dalam pelarut air yaitu agak sukar larut dalam air (Dirjen POM,
2014:281). Penggunaan Propilenglikol bertujuan untuk mengurangi kelembaban
pada telinga sehingga dapat menghambat pertumbuha mikroba karena pada daerah
telinga sudah bersifat lembab, apabila menggunakan air dan OTT digunakan pada
saat infeksi maka akan terjadi akumulasi mikroorganisme dan akan semakin parah
keadaannya. Propilenglikol ini memiliki viskositas yang lebih kental dari pada air
sehingga dengan kontak antara zat aktif dengan jaringan telinga akan semakin lama
sehingga efek terapi yang muncul akan semakin baik. Selain itu Propilenglikol ini
memiliki sifat higroskopik yang dapat menarik air dan kelembaban pada jaringan
telinga yang terinfeksi.

4.3 Zat Tambahan


4.3.1 Pengawet
Sediaan OTT Kloramfenikol ditambahkan pengawet berupa Benzalkonium
Klorida. Sediaan OTT Kloramfenikol ini dibuat dalam kemasan botol sehingga
digunakan dalam dosis ganda (multiple dose). Sediaan dalam dosis yang berulang-
ulang (multiple dose) sehingga diperlukan penambahan pengawet karena untuk
mengurangi dan mencegah kontaminasi mikroba ketika sediaan disimpan.
Pengawet yang digunakan adalah Benzalkonium Klorida karena memiliki aktivitas
bakteriostatik dan antimikroba serta pengawet ini memiliki kelarutan yang baik
dalam air sehingga sediaan yang dihasilkan akan tetap homogen. Konsentrasi
Benzalkonium Klorida yang digunakan sebesar 0,01%.

4.4 Wadah
Wadah yang digunakan adalah wadah multiple dose berupa botol plastik
dengan volume wadah 10 mL. Tujuannya agar sediaan lebih mudah diteteskan ke
dalam telinga dan mudah ditekan ketika diaplikasikan agar sediaan lebih mudah
keluar. Sediaan obat tetes telinga Kloramfenikol dalam bentuk larutan harus
disimpan dalam wadah yang rapat dan kuat.
V. PERHITUNGAN TONISITAS
Kekuatan Sediaan :
Kloramfenikol 1%
Volume Sediaan 10 mL/ Botol
Tiap 10 mL mengandung :
Kloramfenikol 1 gram
Propilenglikol 10 mL
Pada obat tetes telinga tidak ada perhitungan tonisitas, karena pada obat
tetes telinga tonisitas tidak mutlak diperhitungkan.

VI. FORMULA AKHIR


Tiap 10 mL mengandung:

Kloramfenikol 1%

Benzalkonium Klorida 0,01%

Propilenglikol ad 10 mL

VII. PREFORMULASI EKSIPIEN


7.1 Benzalkonium Klorida
- RM/BM : [C6H5CH2N(CH3)2R]Cl/ 283,88
- Pemerian : Gudir tebal/potongan seperti gelatin, warna putih,
bau aromatik, rasa agak pahit.
- Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam etanol 95%
dan dalam aseton.
- pH larutan : 5-8
Stabilitas : Stabil pada rentang pH dan suhu yang lebar dan
dapat di sterilisasi dengan Autoklaf. Bersifat
higroskopis dan tidak stabil terhadap cahaya, udara,
dan logam. Benzalkonium klorida dapat disterilkan
dengan autoklaf tanpa kehilangan efektifitas. Larutan
dapat disimpan untuk waktu yang lama pada suhu
kamar. Larutan encer yang dapat disimpan dalam
polivinil klorida atau busa polyurethane dapat
kehilangan aktifitas anti mikroba.
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anoinik,
sitrat, hydrogen peroksida, hidroksipropil metil
selulosa, iodide, kaolin, nitrat, surfaktan nonionic,
pada konsentrasi yang tinggi, permanganate, protein,
salisilat, garam perak, sabun, sulfonamide, tartat,
zinc, oksida, zink sulfat, beberapa campuran karet
dan plastik.
- Sterilisasi : Panas Lembab (Autoklaf) atau Panas Kering (Oven)
- Kegunaan : Pengawet antimikroba
(Dirjen POM, 1979:657) dan (Rowe et al, 2009:57)

7.2 Propilenglikol
- Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab.
- Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dengan
kloroform, larut dalam eter, dan dalam minyak
esensial, tidak dapat bercampur dengan minyak
lemak.
- Titik lebur : -59°C
- Titik Didih : 188°C
𝑔
- Bobot Jenis : 1,038 ⁄𝑐𝑚3 , pada suhu 20oC

- pH larutan : 3-6
- Stabilitas : Higroskopik, pada suhu tinggi akan teroksidasi
menjadi propionaldehid asam laktat, asam piruvat,
dan asam asetat. Stabil jika bercampur dengan etanol,
air atau gliserin.
- Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi seperti
KMnO4
- Kegunaan : Pembawa
(Dirjen POM, 2014:1070) dan (Rowe et al, 2009:592-593)

VIII. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Untuk 5
No. Zat Konsentrasi Perhitungan Untuk 10 mL
Botol

1
1 Kloramfenikol 1% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,1 𝑔 0,5 Gram
100
Benzalkonium 0,01
2 0,01% 𝑥 10 𝑚𝐿 = 0,001 𝑔 0,005 Gram
Klorida 100
3 Propilenglikol ad 10 mL ad 50 mL

IX. PENENTUAN METODE STERILISASI


9.1 Zat dan Alat
Meskipun dilakukan sterilisasi akhir, zat aktif, zat eksipien, dan alat
sebaiknya disterilisasi awal dengan tujuan mengurangi jumlah kontaminasi yang
teradapat dalam bahan dan alat sehingga pada proses sterlisasi akhir jumlah
kontaminan tidak terlalu meruah. Adapun dengan cara:
Zat Metode Sterilisasi Alasan
1. Kloramfenikol Radiasi Sinar Gamma Digunakannya metode sterilisasi
menggunakan radiasi sinar
gamma karena zat aktif
kloramfenikol mempunyai sifat
yang tidak tahan terhadap suhu
tinggi, sehingga digunakan
sterisisasi dengan radiasi sinar
gamma.
2. Benzalkonuim Panas Kering (Oven) Digunakannya metode sterilisasi
Klorida panas kering menggunakan Oven
karena Benzalkonium Klorida
stabil pada rentang pH dan suhu
yang lebar sehingga dapat di
sterilisasi dengan Oven.
3. PPG Radiasi sinar gamma Digunakannya metode sterilisasi
menggunakan radiasi sinar
gamma karena propilen glikol
mempunyai sifat yang tidak
tahan terhadap suhu tinggi, dan
bentuknnya cairan kental
sehingga digunakan sterisisasi
dengan radiasi sinar gamma.

Alat Metode Sterilisasi Alasan Penggunaan Metode


Sterilisasi
1. Batang Panas Keing (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
pengaduk
panas kering dengan
menggunakan oven karena
batang pengaduk bukan
termasuk alat presisi yang mana
ukurannya tidak boleh berubah
jika terkena suhu tinggi dengan
waktu yang cukup lama.
2. Corong kaca Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena
corong kaca bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
3. Erlenmeyer Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena
erlenmeyer bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
4. Gelas kimia Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
100 mL
panas kering dengan
menggunakan oven karena gelas
kimia bukan termasuk alat
presisi yang mana ukurannya
tidak boleh berubah jika terkena
suhu tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
5. Gelas ukur 10, Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
50 mL (Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven.
6. Kaca arloji Panas Kering (Oven) Dipilihnya metode sterilisasi
panas kering dengan
menggunakan oven karena kaca
arloji bukan termasuk alat presisi
yang mana ukurannya tidak
boleh berubah jika terkena suhu
tinggi dengan waktu yang cukup
lama.
7. Pipet volume Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
10 mL (Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven.
8. Pipet Tetes Panas Lembab Dipilihnya metode sterilisasi
(Autoklaf) panas lembab dengan
menggunakan autoklaf karena
menghindari terjadinya perubaha
bentuk yang di akibatkan suhu
yang terlalu tinggi pada oven,
dan pada pipet tetes terdapatnya
tutup karet yang dapat meleleh
karena tidak tahan panas.
9. Botol Tetes Panas Lembab Digunakannya metode sterilisasi
Telinga (Autoklaf) panas lembab dengan autoklaf
karena ampul tidak tahan
terhadap panas dengan waktu
yang cukup lama.

9.2 Sediaan
Sediaan obat tetes telinga ini mengandung zat aktif Kloramfenikol,
kloramfenikol merupakan salah satu jens antibiotik. Antibiotik ini merupakan salah
satu zat yang tidak tahan terhadap pemanasan sehingga tidak dapat dilakukan
sterilisasi akhir dengan metode pemanasan oleh karena itu sediaan obat tetes telinga
ini dilakuan sterilisasi awal pada bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan untuk
mengurangi jumlah kontaminan yang menempel pada wadah dan bahan karena
pengerjaannya dilakukan secara aseptis. Pembuatan sediaan ini dilakukan di ruang
LAF (Lamirar Air Flow).

X. PROSEDUR PEMBUATAN
Semua alat, bahan, dan wadah disterilisasi dengan caranya masing-masing

Kloramfenikol ditimbang di atas kaca arloji steril dan propilenglikol di


ukur dengan gelas ukur steril.

Kloramfenikol yang telah ditimbang digerus dalam mortar kemudian


dilarutkan di dalam gelas kimia dengan propilenglikol. Diaduk dengan
batang pengaduk hingga melarut sempurna.

Larutan dipindahkan ke dalam gelas ukur dan diukur volumenya

Kekurangan volume di ad dengan propilen glikol

Masukan sediaan ke dalam wadah obat tetes telinga setiap 10 mL secara


aseptik dengan menggunakan gelas ukur

Pasang tutup wadah yang telah disiapkan

Sediaan yang telah jadi diberi etiket

Sediaan Tetes dilakukan valuasi


XI. EVALUASI
11.1 Prosedur Evaluasi
11.1.1 Penetapan pH
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan dengan persyaratan yang telah
ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang
telah di kalibrasi
Prosedur : Digunakan alat potensiometer (pH meter) yang dikalibrasi
Pengukuran : Dilakukan pada suhu 25o ± 2o, kecuali dinyatakan lain
dalam masing-masing monografi. Skala pH ditetapkan
dengan persamaan berikut :
(𝐸−𝐸₅)
𝑝𝐻 = 𝑝𝐻𝑠 + 𝑘

Penafsiran hasil : Harga pH dilihat dari yang tertera pada potensiometer


(Dirjen POM,1995:1039-1040)

11.1.2 Uji Kejernihan Larutan


Tujuan : Untuk mengetahui kejernihan dari sediaan infus yang
dibuat
Prinsip : Mengevaluasi kejernihan dari sediaan
Prosedur : Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan
oleh seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar
dibawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap
refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan
putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan suatu aksi
memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang
dapat dilihat dengan mata.
Penafsiran : Suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama
dengan air atau pelarut yang digunakan.
(Dirjem POM, 1995:998)
11.1.3 Volume Terpindahkan
Tujuan : Sebagai jaminan bahwa larutan oral yang dikemas dalam
wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera di etiket
tidak lebih dari 250 ml, jika dipindahkan dari wadah asli akan
memberikan volume sediaan seperti tertera di etiket.
Prinsip : Mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis
pada etiket jika dipindahkan dari wadah asli
Penafsiran hasil:
 Volume rata-rata campuran larutan atau sirup yang diperoleh dari 10 wadah
tidak kurang dari 100%, dan
 Tidak satupun volume wadah kurang dari 95% dari volume pada etiket.
 Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100% dari yang tertera pada
etiket akan tetapi tidak satu wadah pun volumenya kurang dari 95% atau B
adalah tidak lebih dari 1 wadah, volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang
dari 90% volume tertera pada etiket  dilakukan uji tambahan terhadap 20
wadah tambahan.
Persyaratan: Volume rata-rata larutan atau sirup yang diperoleh dari 30
wadah tidak kurang dari 100% dari yang tertera di etiket, dan
tidak lebih dari 1 dari 30 wadah volume kurang dari 95%
tetapi tidak kurang dari 90% dari yang tertera di etiket.
(Dirjen POM, 1995:1089)
11.1.4 Uji Kebocoran
Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilisasi
dan volume serta kestabilan sediaan
Prosedur : Pada pembuatan secara kecilkecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin
bisa dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih
panas, setelah selesai disterilkan dimasukan kedalam larutan
biru metilena 0.1%. jika ada wadah-wadah yang bocor maka
larutan metilena akan masuk ke dalamnya karena perbedaan
tekanan di luar dan di dalam. Sehingga cara ini tidak
digunakan/dipakai untuk larutan-larutan yang sudah
berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik
yaitu dengan cara ujungnya dibawah. Ini digunakan pada
pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi kebocoran maka
larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi
kosong. Wadah-wadah yang tidak disterilkan, kebocorannya
harus diperiksa dengan memasukan wadah-wadah tersebut
ke eksikator yang kemudian divakumkan. Jika terjadi
kebocoran larutan akan diserap keluar. Oleh karena itu, harus
dijaga agar jangan sampai larutan yang keluar diisap kembali
jika divakum dihilangkan.
(Dirjen POM,1995:1055)
11.2 Tabel Hasil Evaluasi Sediaan
Botol Uji Penetapan Volume Uji Uji
pH Terpindahkan Kejernihan Kebocoran
1 6 510 mL Agak Tidak
Keruh Bocor

XII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan obat tetes telinga dari zat
aktif kloramfenikol 1%. Sebelum pembuatan sediaan, dilakukan terlebih dahulu
studi data preformulasi. Studi preformulasi ini dilakukan dengan cara mencari
informasi mengenai sifat-sifat fisiko-kimia dari zat-zat yang akan digunakan,
sehingga dapat menyusun formula yang baik dan tepat. Berdasarkan hasil studi,
didapatkan bahwa zat aktif kloramfenikol mempunyai kelarutan yaitu larut dalam
kurang lebih 400 bagian air dan 7 bagian propilenglikol P. Berdasarkan sifat
kelarutannya, kami memutuskan untuk menggunakan propilenglikol sebagai
larutan pembawa, karena kloramfenikol mempunyai kelarutan sukar larut dalam
air tetapi dapat larut dengan baik pada pelarut propilenglikol . Kemudian pada
formulasi sediaan obat tetes telinga ini, kami juga menggunakan benzalkonium
klorida sebagai pengawet. Sediaan akan dibuat sebanyak 5 buah, dengan masing-
masing berisi 10 mL.
Obat tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih
zat aktif di dalam air atau dalam pembawa lain yang digunakan dengan jalan
meneteskannya ke dalam lubang telinga, Pada umumnya obat tetes telinga ini
mengandung zat aktif yang dapat berfungsi sebagai antibiotik, antiseptik, anestesi,
anti radang, zat yang dapat melunakan kotoran telinga, membersihkan telinga
setelah pengobatan, dan mengeringkan permukaan dalam telingan yang berair. Dari
semua obat tetes, hanya obat tetes telinga yang tidak menggunakan air sebagai
pembawanya, karena obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalannya agar
dapat menempel dengan baik pada dinding atau permukaan telinga. Oleh karena itu
pada obat tetes telinga ini biasa menggunakan zat pembawa gliserol atau
propilenglikol. Dapat juga digunakan etanol, heksilenglikol, dan minyak lemak
nabati. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain pH 5,0-6,0. Penyimpanan,
kecuali dinyatakan lain dalam wadah tertutup (Dirjen POM, 1979)
Bahan-bahan yang digunakan pada sediaan ini yaitu kloramfenikol 1%,
Benzalkonium klorida 0,01%, dan propilenglikol. Kloramfenikol merupakan zat
aktif yang berkhasiat sebagai antibiotik yang digunakan untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme, antibiotik ini mempunyai spektrum yang luas.
Kloramfenikol berhubungan dengan gangguan darah yang serius sebagai efek yang
tidak diinginkan sehingga harus disimpan untuk pengobatan infeksi berat.
Kemudian Benzalkonium klorida berfungsi sebagai pengawet karena proses
pembuatan dilakukan dengan metode aseptis sehingga digunakan pengawet untuk
mengurangi dan mencegah kontaminasi mikroba yang masuk selama proses
pembuatan, sedian ini juga merupakan sediaan yang multidose sehingga perlu
ditambahkan pengawet untuk menjaga stabilitas sediaan selama penyimpanan.
Kemudian yang terakhir yaitu propilenglikol, zat ini berfungsi sebagai larutan
pembawa karena zat aktif kloramfenikol mempunyai kelarutan yang sukar larut
pada air. Penggunaan propilenglikol sebagai pembawa juga dapat meningkatkan
viskositas sediaan karena mempunyai kekentalan yang lebih tinggi daripada air
sehingga sediaan akan memiliki waktu kontak yang lama dengan permukaan
telinga. Selain itu, Penggunaan Propilenglikol juga dapat mengurangi kelembaban
pada telinga karena memiliki sifat higroskopik sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba karena apabila telinga berair maka akan memudahkan
mikroba tumbuh dan memperparah keadaan infeksi.
Pada formulasi sediaan obat tetes telinga ini tidak dilakukan perhitungan
tonisitas, karena sediaan ini di diberikan pada permukaan telinga atau bukan
melalui aliran darah sehingga tidak mutlak dilakukan perhitungan tonisitas.
Sediaan obat tetes telinga yang dibuat ini terlebih dahulu dilakukan
sterilisasi awal pada bahan-bahan yang akan digunakan, kemudian dilakukan
pembuatan secara aseptis. Bahan-bahan yang berupa serbuk dan tahan terhadap
panas umumnya dilakukan steriliasi dengan panas kering (oven), karena apabila
dilakukan dengan sterilisasi panas lembab (autoklaf) dikhawatirkan bahan-
bahannya akan terbasahi. Kemudian bahan-bahan yang berupa cairan umumnya
dilakukan sterilisasi panas lembab (autoklaf) apabila tahan panas, dan dilakukan
sterilisasi filtrasi atau sinar gamma apabila tidak tahan panas. Kloramfenikol
sebagai zat aktif dilakukan sterilisasi dengan menggunakan sinar gamma,
digunakan metode ini karena bahannya berupa serbuk dan tidak tahan terhadap suhu
tinggi. Benzalkonium klorida sebagai pengawet dilakukan sterilisasi dengan
metode panas kering karena bahannya berupa serbuk dan tahan terhadap panas.
Kemudian propilenglikol sebagai larutan pembawa dilakukan sterilisasi dengan
metode sinar gamma, karena bahannya berupa cairan kental dan tidak tahan panas
sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan metode sterilisasi dengan cara
panas atau dengan cara filtrasi.
Selain bahan-bahan yang dilakukan disterilisasi, alat-alat yang di gunakan
juga dilakukan sterilisasi. Untuk alat-alat yang nonpresisi seperti batang pengaduk,
corong kaca, Erlenmeyer, gelas kimia, dan kaca arloji dilakukan sterilisasi dengan
panas kering (oven) karena alat-alat tersebut bukan merupakan alat ukur sehingga
apabila terjadi perubahan ukuran pada saat sterilisasi karena digunakannya suhu
tinggi pada metode ini tidak akan begitu bermasalah. Sementara untuk alat-alat
yang presisi seperti gelas ukur dan pipet volume dilakukan sterilisasi dengan panas
lembab (autoklaf) karena untuk menghindari terjadinya perubahan bentuk yang di
akibatkan suhu yang terlalu tinggi apabila dilakukan pada oven, karena apabila
terjadi perubahan bentuk maka akan bermasalah karena alat ini digunakan untuk
pengukuran atau penakaran bahan sehingga harus disterilisai pada autoklaf untuk
menjaga keakuratan alat tesebut. Kemudian untuk botol infus yang digunakan
sebagai kemasan primer dilakukan sterilisasi dengan panas lembab karena terbuat
dari kaca yang tahan terhadap panas.
Sediaan obat tetes telinga ini dilakuan sterilisasi awal pada bahan-bahan dan
alat-alat yang digunakan untuk mengurangi jumlah kontaminan yang menempel
pada wadah dan bahan karena pengerjaannya dilakukan secara aseptis, hal ini
karena sediaan obat tetes telinga ini mengandung zat aktif Kloramfenikol, dimana
kloramfenikol ini merupakan salah satu jenis antibiotik yang tidak tahan terhadap
pemanasan sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir dengan metode
pemanasan. Sediaan ini juga tidak dapat disterilisasi dengan filtrasi karena bentuk
sediaan obat tetes telinga ini menggunakan larutan pembawa propilenglikol yang
pada dasarnya lebih kental dari air, sehingga sulit difiltrasi. Pengerjaan dilakukan
secara aseptis di ruang LAF (Lamirar Air Flow).
Setelah dilakukan sterilisasi alat dan bahan, pembuatan sediaan dilakukan.
Semua alat dan bahan yang dibutuhkan disiapkan, ditimbang kloramfenikol 0,5 g,
benzalkonium klorida 0,005 g, dan propilenglikol sebanyak 50 mL. Setelah semua
bahan ditimbang, kloramfenikol dan benzalkonium klorida dilakukan penggerusan
terlebih dahulu dalam mortir agar luas permukaannya semakin besar sehingga
memudahkan proses pelarutannya. Selanjutnya kloramfenikol dan benzalkonium
klorida dimasukan kedalam gelas kimia dan dilakukan pelarutan dengan
propilenglikol sebanyak 50 mL. Setelah larut sediaan dimasukan ke dalam wadah
obat tetes telinga setiap 10 mL menggunakan gelas ukur. Kemudian tutup
dipasangkan pada wadah sediaan, dan selanjutnya dilakukan evaluasi.
Setelah dilakukan pembuatan dan sterilisasi, maka selanjutnya dilakukan
evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan mencakup uji pH, volume terpindahkan, uji
kejernihan , dan uji kebocoran.
Pertama uji pH, tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mengatahui pH sediaan
sudah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan atau belum. Pengujian pH
dilakukan dengan cara mencelupkan kertas indikator pH pada sediaan kemudian
dicocokan dengan tabel parameter pH yang sudah tersedia. Hasilnya sediaan yang
diuji memiliki pH 6. Dengan hasil tersebut sediaan tidak perlu didapar karena pH
tersebut sudah masuk rentan pH optimum sedian obat tetes telinga yaitu 5-7,8.
Kedua uji volume terpindahkan, tujuan dari pengujian ini yaitu untuk
memastikan bahwa volume sediaan tidak kurang dari yang tertera pada etiket. Uji
ini dilakukan dengan cara menuangkan sediaan pada gelas ukur dan dilakukan
analisis. Hasilnya sediaan yang diuji memiliki volume 10 mL. Berdasarkan hasil
tersebut bahwa sediaan sudah memenuhi syarat karena tidak kurang atau sudah
sesuai yang tertera paada etiket yaitu 10 mL.
Ketiga uji kejernihan, tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mengetahui
kejernihan dari sediaan yang telah dibuat apakah bebas dari pengotor atau tidak. Uji
ini dilakukan dengan cara melihat kejernihan sediaan dengan visual pada
background putih atau hitam agar memudahkan dalam pengamatan. Hasilnya
sediaan yang telah dibuat yaitu tidak jernih atau agak keruh berwarna keputih-
putihan. Hal tersebut karena zat aktif yang terdapat pada larutan pembawa hanya
terdispersi sehingga menimbulkan kekeruhan,
Keempat uji kebocoran, tujuan dari pengujian ini yaitu untuk memastikan
keutuhan kemasan dari sediaan. Adanya kebocoran dapat menyebabkan partikel
asing masuk, partikel ini dapat berupa mikroorganisme atau pirogen, yang
menandakan bahwa larutan tersebut tidak steril lagi. Uji kebocoroan ini dilakukan
dengan cara mengecek sekeliling kemasan dengan cara melihat dan juga meraba.
Hasilnya sediaan tidak mengalami kebocoran, dengan demikian dapat diketahui
bahwa kemasan sedian yang digunakan sudah baik dan tidak bocor.
XIII. WADAH DAN KEMASAN
13.1 Kemasan Primer
Botol plastik @10 mL sebanyak 10 buah

13.2 Kemasan Sekunder


1 dus kertas untuk 1 botol plastik sebanyak 5 buah.
13.3 Brosur

KLORAMFENIKOL
Komposisi:
Kloramfenikol 1%.

Indikasi:
Mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri.

Dosis:
2 hingga 3 tetes per hari dengan dosis 5%.

Peringatan dan Perhatian:


-Waspada bagi penderita penyakit hati, penyakit ginjal,
penderita kanker yang sedang menjalani kemoterapi atau
mengonsumsi obat-obatan yang dapat melemahkan sumsum
tulang.
-Bagi penderita diabetes, obat ini dapat mengubah hasil uji
laboratorium. Disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
sebelum melakukan penyesuaian dosis obat diabetes atau
perubahan pola makan.
-Hindari penggunaan lensa kontak selama menggunakan obat
tetes bagi penderita infeksi mata hingga sepenuhnya pulih.

Efek Samping:
Pusing, Demam, Mual, Diare, dan Linglung.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER


Diproduksi Oleh:
PT. Farma Syariah
Bandung-Indonesia
XIV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi preformulasi, sedian obat tetes telinga dari zat aktif
kloramfenikol yang dibuat digunakan bahan tambahan pengawet yaitu
benzalkonium klorida dan larutan pembawa propilenglikol. Kemudian sediaan
yang telah dibuat ini secara umum sudah memenuhi syarat walaupun dari segi
kejernihan tidak jernih atau agak keruh. Dimana sediaan memiliki pH 6 yang sudah
memasuki rentan pH optimum sediaan, memiliki volume yang tidak kurang dari
yang tertera pada etiket yaitu 10 mL, dan memiliki kemasan yang tidak bocor.
XV. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (1978). Formularium Nasional. Edisi 2. Jakarta: Depkes
RI.
Dirjen, POM. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. (2014). Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Depkes RI.
Martin, C., James, S., dan Arthur, C .1993. Farmasi Fisika Dasar-Dasar Kimia
Fisika dalam Ilmu Farmasetik. Edisi ketiga. 1077. UI Press:Jakarta
Rowe, R.C., P.J. Sheskey, and Quinn M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th edition. London: Pharmaceutical Press
Sweetman, S.C. (2009). Martindale 36 The Complete Drug Reference. London: The
Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai