PROPOSAL ODONTEKTOMI AULIA (Revisi)
PROPOSAL ODONTEKTOMI AULIA (Revisi)
PROPOSAL ODONTEKTOMI AULIA (Revisi)
Operator :
Ade Ayu Dwi Riani
141611101089
Instruktur :
drg. Budi Yuwono, M.Kes
I. Anamnesa
Pasien mengeluhkan gigi belakang kiri bawahnya tumbuh sebagian dan tidak
nyaman digunakan untuk makan. Pasien seringkali merasakan terdapat makanan yang
terselip pada gigi tersebut. Makanan yang terselip dibersihkan dengan tangan dan
dilanjutkan dengan berkumur. Hal ini sudah dirasakan pasien sejak ± 2 tahun yang lalu.
Tidak ada riwayat bengkak pada gusi atau pipi. Kondisi saat ini tidak sakit.
1. Klasifikasi
Relasi gigi terhadap ramus mandibula ke permukaan distal M2 bawah
Kelas II: ruang antara ramus mandibula bagian anterior dengan sisi distal M2 lebih
kecil dari lebar mesiodistal mahkota gigi M3.
2. Letak kedudukan gigi impaksi terhadap molar kedua
Posisi A: bagian yang paling tinggi dari gigi M3 terletak pada ketinggian yang
sama dengan garis oklusal M2.
3. Posisi sumbu panjang gigi impaksi terhadap sumbu panjang gigi molar kedua
adalah posisi mesioangular.
4. Jumlah dan bentuk akar gigi impaksi
Jumlah akar gigi impaksi adalah 2, bentuk akar divergen dan sudah terbentuk
sempurna.
5. Indeks Kesulitan
Tingkat kesulitan berhubungan dengan perkiraan biaya, rencana perawatan,
durasi operasi, komplikasi, dan prognosis.
Keterangan Nilai
Tingkat kesulitan 4
(minimal)
III. Diagnosa
Impaksi sebagian pada 38 dengan angulasi mesioangular, kedalaman level A, dan relasi
terhadap ramus mandibula dengan gigi M2 kelas II.
9. Apabila seluruh mahkota terbuka, maka gigi impaksi diungkit secara utuh dengan
elevator pada bagian bukal, mesial, hingga gigi tersebut goyang yang menandakan
bahwa soket sudah longgar.
Gambar :
16. Kontrol
1. 24 jam post odontektomi bertujuan untuk kontrol perdarahan, keradangan,
kebersihan daerah operasi dan kontrol jahitan.
2. 3 hari post odontektomi bertujuan untuk mengetahui proses radang reda atau
belum, kontrol kebersihan daerah operasi.
3. 7 hari post odontektomi bertujuan untuk mengetahui penyembuhan dan
membuka jahitan.
VII. Komplikasi
1. Fraktur Mandibula
Manajemen dari teknik yang sering digunakan adalah mengikat gigi-gigi
dengan arch bars dan elastic band untuk fiksasi intermaksila untuk fraktur yang
stabil. Dapat juga digunakan dengan kombinasi dengan reduksi terbuka dan
interosseus wire atau plate yang rigid pada fraktur yang tidak stabil/unfavorable.
Contoh penatalaksanaan fraktur pada angulus mandibula post odontektomi
gigi 48 dengan melakukan operasi reposisi fiksasi fragmen fraktur dalam anestesi
umum dengan plate, screw dan arch bars. Tahapan pekerjaan:
a) Pasien terlentang di atas meja operasi dalam nasal intubasi dan general
anastesi, antisepsis daerah operasi sekitarnya, dilakukan infiltrasi anestesi
pada regio mukosa bukal dan distal M3 s/d P1, dilakukan insisi dari distal M3
terus sampai 3 mm dibawah servikal gigi 47 s/d distal 45, 1 mm kearah
muccobucal fold.
b) Flap dibuka dengan raspatorium hingga terlihat jaringan fibrous mentupi garis
fraktur di sekitar angulus mandibula sinistra, jaringan fibrosis dikuret sampai
bersih di cuci dengan H2O2 dan NaOCl dan betadine, dilakukan penghalusan
dengan tulang dengan bur tulang (frezer), perdarahan dirawat, luka operasi
dicuci, flap dikembalikan dengan silk 3.0, kemudian dipasang IMF sementara
untuk penyesuaian oklusi.
c) Ekstra oral dibuat marker 1 cm dibawah anterior border angulus mandibula 4
cm, kemudian dilakukan infiltrasi anestesi subkutan, diberikan marker vertikal
dengan bagian tumpul pisau, dilakukan insisi lapis demi lapis, kutis, subkutis
s/d menembus platysma, tampak vena fasialis diligasi, insisi sampai dengan
periosteum, garis fraktur di identifikasi, jaringan fibrosis dikuret, pencucian
Nacl+betadine, garis fraktur direposisi dengan bone clamp, dipasang mini
plate monokortical 6 hole dan screw 4 buah pada
daerah fraktur, luka operasi dirawat dan dijahit lapis demi lapis, operasi
selesai.
d) Medikasi post opearasi Clvamox 1 gr2x1, Toradol ampl/ drip, keesokan
harinya Solumedrol inj, diet cair per NGT 1x24 jam. Kontrol hari 1 post
operasi fixatur rigid, oklusi tercapai, edema (+), perdarahan (-), nyeri (+).
Kontrol 7 hari post operasi fixatur rigid, oklusi tercapai, edema minimal,
perdarahan (-), nyeri (-). IMF dari wire dibuka diganti dengan ruber untuk
IMFnya, pelihara OH mulut.
2. Emfisema subkutan
Pada kasus emfisema yang ringan cukup diberi antibiotik spektrum luas
untuk mencegah infeksi yang lebih lanjut. Adanya jaringan subkutan yang terisi
udara memudahkan penyebaran infeksi. Selain itu, dilakukan kompres hangat besok
harinya untuk mempercepat terabsorpsinya udara. Pada kasus yang serius, misalnya
munculnya gangguan napas atau emfisema menyebar ke pneumomediastinum,
pasien harus segara dirujuk ke rumah sakit. Surgical emphysema ringan dapat
sembuh dalam waktu 3-5 hari, tetapi emphysema yang berat, yang mengenai
pneumomediastinum dapat mengakibatkan komplikasi yang serius, misalnya henti
jantung.
3. Perdarahan
Bila perdarahan terjadi pada saat dilakukan pembedahan maka harus
dilakukan pemeriksaan dengan teliti mengenai sumber perdarahan. Suction dan
penerangan yang yang baik merupakan syarat utama. Bila lokasi perdarahan sudah
ditemukan, lakukan anestesi lokal supaya perawatan tidak menyakitkan. Bagian
darah dibersihkan dan daerah tersebut dikeringkan. Bila berasal dari soket gigi atau
dinding tulang, dilakukan penekanan dengan tampon adrenalin dan apabila tidak
berhenti dapat dijahit. Bila gagal juga masukkan oxidized celullose gauze ke dalam
soket di bawah jahitan dan pasien menggigit tampon selama 10 menit. Bila berasal
dari tepi gusi yang sobek dilakukan penjahitan.
Perdarahan yang terjadi pada tindakan odontektomi molar ketiga bawah
umumnya berasal dari arteri lingualis dan arteri alveolaris inferior. Pada perdarahan
akibat rupturnya arteri alveolaris inferior dapat diatasi dengan penekanan bone wax,
pemakaian hemostatik lokal seperti absorbable gelatin sponge gauze, oxidized
cellulose yang berfungsi menghentikan perdarahan dengan cara pembentukan
bekuan dan matriks mekanik untuk mempercepat pembentukan bekuan darah pada
soket. Dapat juga dilakukan penjepitan arteri dengan hemostat atau dengan
pengikatan bila perlu, yaitu dengan penjahitan mukosa di sekitar pembuluh darah
tersebut. Pengikatan dilakukan dengan hati- hati dan tidak terlalu kencang, karena
akan menyebabkan hilangnya suplai darah di daerah tersebut dan menimbulkan
nekrosis.
Langkah terakhir dari pengontrolan perdarahan adalah dengan melakukan
tampon kasa. Mulut pasien harus dibersihkan dengan hati-hati dan sisa-sisa darah
dan ludah di daerah tersebut. Kasa diletakkan dengan hati-hati di daerah operasi.
Setelah perdarahan diatasi, pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan keras dan
makan makanan yang lembut.
Perdarahan juga dapat terjadi post bedah. Perdarahan terjadi kadang- kadang
24 jam setelah tindakan bedah. Hal ini disebabkan dari jaringan granulasi atau dari
adanya pecahan tulang alveolar atau lepasnya bekuan darah akibat berkumur-kumur
dan mengunyah. Adanya oedema pada jaringan juga dapat memutuskan pembuluh
darah kecil di daerah operasi.
Bila pasien mengabarkan lewat telepon, pasien disarankan menggigit
tampon sebelum ke dokter gigi. Setelah itu daerah perdarahan harus dicari, bila telah
ditemukan dapat digunakan pemberian anastetikum untuk mengontrol perdarahan
sebelum titik perdarahan ditemukan. Setelah lokasi ditemukan, segera dilakukan
tindakan. Bila perdarahan berasal dari tulang, dilakukan penghalusan tulang dan
dibersihkan dari sisa- sisa fragmen – fragmen tulang dan dapat ditambah dengan
penjahitan. Jika berasal dari sisa jaringan granulasi, maka
harus dibersihkan. Jika tidak efektif, bahan hemostatik seperti spongostan dapat
diletakkan ke dalam soket dan di atasnya diberi tampon kasa. Setelah beberapa
menit tampon diambil dan dilakukan penjahitan kembali.
4. Syok anafilaktik
Syok anafilaktik adalah suatu reaksi yang berasal dari efek vasodilator dari
histamin yang mengurangi volume heart stroke dan tekanan darah akibat aliran
balik vena ke jantung berkurang yang dapat menyebabkan kematian dalam beberapa
menit. Syok anafilaktik disebabkan oleh reintroduction protein asing ke dalam
tubuh pasien yang tersensitisasi melalui kontak sebelumnya. Obat-obat yang sering
menyebabkan reaksi ini terutama penisilin atau derivat PABA, sefalosporin,
sulfonamid, vankomisin, NSAID, bahan kontras radiologi, immunoglobulin, vaksin,
procaine, tetracaine, bahkan berbagai makanan dan gigitan serangga.
Gejala yang ditimbulkan akibat pelepasan sejumlah besar histamine like
substance akan menyebabkan keluhan-keluhan pasien berupa dispnea, dizziness,
headache, itching atau urtikaria, rasa metal, rasa panas dalam mulut/lidah, dan nadi
yang lemah. Bila terlihat gejala-gejala awal terjadi syok anafilaktik maka operator
harus bertindak segera. Adapun langkah-langkah penanganan yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Segera hentikan pemberian anestesi (obat-obatan lain)
b) Baringkan pasien di lantai dengan kepala miring pada salah satu sisi (untuk
menghindari muntah)
c) Angkat kepala dan leher pasien, kemudian ekstensikan dagu/kepala dan jaga
aliran udara agar bebas dari obstruksi baik anatomis maupun mekanis
d) Beri oksigen
e) Jika arteri carotis tidak terba maka segera lakukan resusitasi jantung paru
f) Segera cari bantuan/telepon ambulans dan dokter spesialis THT (jika diperlukan
suatu intubasi/tracheostomy)
g) Berikan obat-obat sesuai urutan:
- Adrenalin 1:1000 sebanyak 0,5 ml secara subkutan (ulangi setiap 10 menit)
sampai gejala menghilang dengan adrenalin sebanyak 0,5 mg. Tujuannya
untuk menghilangkan bronkospasme dan menstabilkan tekanan darah
- Chlor-Trimeton (vial 10 mg), histamin, benadryl (50 mg IV/IM) yang
tujuannya untuk mengeblok respetor histamin.
- Solu-cortef (hydrocortisone) 1 vial 100 mg x 2 atau lebih secara intra vena
atau 50 mg methylprenidson dan suntikkan secara perlahan.
- Aminophylline 1 atau 2 vial 10 ml secara intra vena (jika bronkial spasme
masih ada).
- Bawa pasien sesegera mungkin ke rumah sakit.
5. Sinkop
Sinkop adalah suatu keadaan menurunnya kesadaran akibat ketidak-
seimbangan dalam sirkulasi/ distribusi darah ke perifer. Adanya kekurangan darah
di dalam otak dalam waktu tertent disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke
dalam pembuluh darah yang lebih besar sehingga otak akan berefek lebih dahulu
akibat kekurangan volume darah dalam sirkulasi. Gejala-gejala sinkop adalah
weakness, dizziness, pucat, rasa dingin, nadi lemah (mula-mula cepat kemudian
lambat) dan akhirnya pasien mulai kehilangan kesdaran secara penuh. Sedangkan
faktor kontributor terjadinya sinkop adalah rasa nyeri, rasa takut, mual, dehidrasi,
dental office smell, melihat instrumen/darah, keadaan pasien tegang, keadaan hamil
atau menjelang menstruasi.
Penatalaksanaan Pasien Sinkop:
1. Posisikan pasien dengan posisi trendelenberg atau baringkan pasien di lantai. Hal
ini pentinmg untuk hiperekstensi kepala dan untuk hiperkstensi kepala dan untuk
menaikkan ekstremitas bawah.
2. Jangan mendorong pasien ke arah depan karena akan menutup jalan nafas.
3. Lepaskan seluruh pakaian yang dapat mengganggu pernafasan.
4. Semprotkan air dingin ke wajah pasien
5. Pasien disuruh menghirup bau amonia
6. Jangan tinggalkan pasien yang pingsan sendirian
7. Jika pasien tidak pulih secara cepat sesudah menghirup bau amonia, kita tidak
boleh menganggap sebagai suatu sinkop sederhana tetapi dengan komplikasi di
dalam sistem sirkulasi dan pernafasan. Pada kasus ini seorang dokter gigi harus
segera mulai melakukan prosedur resusitasi.
6. Pembengkakan
Edema post odontektomi terjadi akibat respon jaringan terhadap manipulasi
dan trauma selama operasi. Onset pembengkakan bertahap dan pembengkakan
maksimum diperkirakan terjadi pada hari keempat dan penyembuhan terjadi pada
hari ke tujuh. Aplikasi ice packs pada wajah membuat pasien merasa lebih nyaman
tapi tidak mempunyai efek pada edema. Medikasi dilakukan dengan pemberian 32
mg methylprenidsolone dan 400 mg ibuprofen 12 jam sebelum dan 12 jam sesudah
operasi.
Edema post operasi edema dapat dikontrol dengan pemberian
dexamethasone 4 mg secara submukosa 1 jam sebelum operasi. Selain itu, terapi
juga dapat dilakukan dengan pemberian 8 mg dexamethosone ditambahkan 2 gr
amoxicillin/clavulanic acid 2 kali sehari.
7. Trismus
Pasien yang mengalami trismus diberikan terapi steroid. Pasien dengan
edema yang diberikan terapi steroid juga cenderung lebih sedikit mengalami
trismus. Obat yang diberikan adalah dexamethasone.
8. Rasa sakit
Rasa sakit post operasi umumnya terjadi 6 sampai 12 jam post operasi.
Manajemen post surgical pain meliputi kombinasi analgesik (metamizol),
parasetamol dan NSAID.
9. Infeksi
Infeksi pasca odontektomi biasanya merupakan tipe infeksi abses
subperiosteal. Hal ini biasanya diakibatkan oleh debris yang tertinggal di bawah flap
mukoperiosteal dan dirawat dengan debridement ataupun drainase.
10. Alveolar osteitis
Alveolar osteitis atau dry socket merupakan gangguan pada proses
penyembuhan yang terjadi setelah pembentukan blood clot sebelum tergantikan
dengan jaringan granulasi.Untuk menjaga stabilitas blood clot dapat digunakan
gelatin sponge, polylactic acid dn methylselullosa. Selain itu, soket juga diirigasi,
debridement dan diaplikasikan dressing yang mengandung eugenol. Dressing
diganti setiap hari selama 7 hari. Rasa sakit biasanya sembuh dalam waktu 3 sampai
5 hari. Metronidazole juga dapat ditambahkan untuk mempercepat penyembuhan
dry socket.
Waktu
No Tindakan
Mulai Selesai
1 Anastesi lokal
2 Membuat flap
4 Mengeluarkan/mengungkit gigi
6 Suturing/penjahitan