Penentuan Urutan Basa Dna Dalam Segmen M

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 9

PENENTUAN URUTAN BASA DNA DALAM SEGMEN MOLEKUL DNA

(DNA SEQUENCING)
(Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah BIOKIM II)

Disusun Oleh :
Nindy Fadhilah
Rina Febrina
M. Hatta

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SUKABUMI PROGRAM STUDI KIMIA
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat serta karunia-Nyalah sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
PENENTUAN URUTAN BASA DNA DALAM SEGMEN MOLEKUL DNA (DNA
SEQUENCING). Dalam penulisan ilmiah ini penulis sangat menyadari bahwa
terwujudnya penulisan ini berkat dukungan dan motivasi dari berbagai pihak baik yang bersifat
moril maupun material, maka sudah sepantasnya penulis mengucapkan ucapan terima
kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah turut membantu dalam penulisan ilmiah ini.
Dalam penulisan ilmiah ini penulis juga menyadari masih banyaknya kekurangannya baik
itu dari segi isi maupun langsung dari materinya. Penulis meminta saran dan kritiknya yang sifatnya
dapat membangun demi perbaikan di masa mendatang agar penyusunan karya ilmiah ini dapat
lebihbaik.Semoga karya ilmiah ini dapat bermamfaat bagi kita semua .
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mulanya, sekuensing DNA dilakukan dengan mentranskripsikannya ke dalam bentuk
RNA terlebih dahulu karena metode sekuensing RNA telah ditemukan sebelumnya. Kemajuan
teknik biologi molekular dalam mengungkap sekuens biologis dari protein (sejak awal 1950-an)
dan asam nukleat (sejak 1960-an) mengawali perkembangan basis data dan teknik analisis sekuens
biologis. Basis data sekuens protein mulai dikembangkan pada tahun 1960-an di Amerika Serikat,
Pada tahun 1965, Robert Holley dan timnya dari Cornell University di New York, Amerika Serikat,
mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang terdiri atas 77 nukleotida. Sekuensing
tRNA tersebut membutuhkan waktu 7 tahun dan hasilnya merupakan sekuens molekul asam nukleat
yang pertama kali dipublikasikan Sekuens DNA yang pertama kali dipublikasikan adalah DNA
sepanjang 12 nukleotida dari suatu virus, yaitu bakteriofag lambda, pada tahun 1971, yang
ditentukan dengan cara serupa oleh Ray Wu dan Ellen Taylor, keduanya juga dari Cornell
University.
Basis data sekuens DNA dikembangkan pada akhir 1970-an di Amerika Serikat
dan Jerman (pada European Molecular Biology Laboratory, Laboratorium Biologi
Molekular Eropa). Penemuan teknik sekuensing DNA yang lebih cepat pada pertengahan 1970-an
menjadi landasan terjadinya ledakan jumlah sekuens DNA yang berhasil diungkapkan pada 1980-an
dan 1990-an, menjadi salah satu pembuka jalan bagi proyek-proyek pengungkapan genom,
meningkatkan kebutuhan akan pengelolaan dan analisis sekuens, dan pada akhirnya menyebabkan
lahirnya bioinformatika. Pada tahun 1975, Frederick Sanger dan Alan Coulson dari laboratorium
biologi molekular Medical Research.
Council Inggris di Cambridge mempublikasikan metode sekuensing DNA secara langsung
yang disebut teknik plus–minus. Dengan teknik tersebut, tim mereka berhasil melakukan
sekuensing DNA sebagian besar genom bakteriofag ΦX174 sepanjang 5.375 nukleotida yang
dipublikasikan pada Februari 1977. Pada bulan yang sama, metode sekuensing DNA yang
dicetuskan Allan Maxam dan Walter Gilbert dari Harvard University di Cambridge, Massachusetts,
Amerika Serikat, dipublikasikan.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan. Pada
tahun 1986, tim Leroy Hood di California Institute of Technology dan Applied Biosystems berhasil
membuat mesin sekuensing DNA automatis berdasarkan metode Sanger
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sequencing


Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif
pendek . Pengurutan ( sequencing ) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode genetic dari
molekul DNA.

2.2 Prinsip Dasar DNA Sequencing


DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai
pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan
(template) untuk kemudian diamplifikasi (perbanyakan) menggunakan enzim dan bahan-bahan
yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini
dinamakan cycle sequencing.

Gambar.1. Proses Cycle Sequencing


Yang membedakan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah:
1. Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang) seperti
PCR
2. ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3′-OH pada ribosa.

Gambar. 2. Struktur molekul dNTP dan ddNTP


Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan
dari template dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya. Jika
yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena ddNTP
tidak memiliki gugus 3′-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5′-Posfat dNTP berikutnya
membentuk ikatan posfodiester.
Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmen-fragmen DNA dengan
panjang bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan
terpisah-pisah dengan jarak antar fragmennya satu basa-satu basa.

2.3 Metode Sekuensing


Ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengurutkan molekul DNA. Metode Maxam-
Gilbert dan metode Sanger. Kedua metode tersebut menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan
panjang bervariasi, yang satu sama lain berbeda sebanyak satu basa tunggal. Dari fragmen-fragmen
tersebut kita dapat menarik kesimpulan mengenai sequence asam nukleat molekul DNA yang
diperiksa. Tekhnik yang digunakan adalah gel-gel poliakrilamid pendenaturasi (denaturing
polyacrylamide gels). Gel agarosa dapat memisahkan molekul-molekul DNA dengan perbedaan
panjang 30-50 basa, sedangkan gel poliakrilamid dapat memisahkan molekul-molekul DNA dengan
perbedaan panjang satu basa. Gel-gel pendenaturasi menyebabkan molekul DNA menjadi beruntai
tunggal dan tetap dalam keadaan seperti itu sepanjang proses elektroforesis. Gel pendenaturasi
mengandung urea dan dijalankan dengan suhu yang ditinggikan. Kedua hal tersebut mendorong
terjadinya pemisahan kedua untai molekul DNA.
1. Metode Maxam-Gilbert
Metode Maxam-Gilbert merupakan metode yang didasarkan atas pemotongan DNA
didaerah spesifik oleh zat-zat kimiawi selain enzim. Akan tetapi, metode ini sekarang jarang
digunakan .
2. Metode Sanger.
Metode yang pertama kali dikembangkan oleh Frederick Sanger pada tahun 1975, yaitu
dengan melakukan reaksi cycle sequencing pada empat tabung terpisah yang masing-masing berisi
semua pereaksi yang dibutuhkan. Khusus untuk ddNTP, yang ditambahkan hanya 1 jenis untuk
setiap tabung. Setiap tabung diberi tanda, A jika yang ditambahkan adalah ddATP, G jika ddGTP, C
jika ddCTP dan T jika ddTTP. Setelah reaksi cycle sequencing selesai, keempat hasil reaksi tersebut
dirunning pada gel electrophoresis sehingga fragmen-fragmen yang dihasilkan dapat terpisah.
Urutan basa DNA dapat ditentukan dengan mengurutkan fragmen yang muncul dimulai dari yang
paling bawah (paling pendek). Fragmen DNA dapat divisualisasi karena primer yang digunakan
dilabel dengan radioaktif atau fluorescent. Pada teknik lain, bukan primer yang dilabel melainkan
dNTP. Jenis Pelabelan Metode Sanger :
a. Dye Primers dengan Label Berbeda
Agar proses pemisahan fragmen pada gel electrophoresis bisa digabung dalam 1 lajur saja,
digunakanlah pelabel fluorescent dengan 4 warna berbeda untuk setiap reaksi cycle sequencing.
Dengan teknik ini visualisasi dan penentuan urutan basa dapat dilakukan dengan lebih mudah
karena keempat reaksi dipisahkan dalam satu lajur electrophoresis dengan 4 warna berbeda.
b. Dye-Terminators Sequencing
Para ilmuwan menemukan cara yang lebih simple untuk melabel ddNTP dengan 4 label fluorescent
yang berbeda-beda untuk ddATP, ddCTP, ddGTP dan ddTTP. Dengan demikian, reaksi cycle
sequencing dapat dilakukan dalam 1 tabung reaksi dan diputar pada satu lajur gel electrophoresis
saja. Sangat simple dan cepat.
Dalam metode Sanger, sintesis DNA secara enzimatik terjadi melalui pembentukan secara
berurut ikatan fosfodiester antara gugus fosfat ujung 5’ bebas dari nukleotida baru dengan gugus
OH dari ujung 3’ rantai yang sedang memanjang . proses ini berlangsung sepanjang molekul DNA.
Dideoksinukleotida tidak mempunyai gugus OH pada ujung 3’nya, melainkan gugus H. adanya
dideoksinukleotida menyebabkan sintesis DNA terhenti, karena ikatan difosfat tidak terbentuk.
Pemanjangan rantai kan terhenti pada titik ini dan basa terakhir diujung 3’ rantainya dalah sebuah
terminator dideoksi. Modifikasi dari metode sanger ini disebut dideoxy termination sequencing
Dalam metode pengurutan Sanger, digunakan empat campuran reaksi dalam pengurutan fragmen
DNA. Tiap campuran reaksi mengandung molekul DNA cetakan yang akan diurutkan, primer yang
telah diberi label dengan radioaktif, keempat macam deoksinukleotida. DNA polymerase dan empat
terminator dideoksi (ddATP, ddCTP, ddGTP, atau ddTTP). Jika salah satu dari terminator ini
digunakan pada untai DNA yang baru terbentuk, maka sintesis untai baru ini akan terhenti; hasilnya
adalah semua untai dengan panjang yang bervariasi pada campuran reaksi akan berakhir dengan
basa yang sama. Produk-produk radioaktif tersebut akan dipisahkan dengan elektroforesis dan
divisualisasikan melalui autoradiografi. Hasil autoradiografi dibaca dari bawah gel (fragmen
terpendek yang berhenti paling dekat dengan ujung 5’) kearah atas untuk mengetahui sekuens basa
komplementer dari untai cetakan.
Primer bersama-sama dengan DNA polimerase dan nukleotida ditambahkan ke sampel.
Melanjutkan langkah-langkah yang sama ke Proses PCR ke fase ekstensi
Sampel dibagi menjadi empat kelompok.
The novalty dari metode ini melibatkan molekul yang disebut
dideoksinukleosida trifosfat (ddNTP), yang mirip dengan nukleotida normal kecuali bahwa atom
oksigen hilang dalam 3 ‘spot dari deoksiribosa. Mereka ditetapkan sebagai ddTTP, ddATP, ddCTP,
dan masing-masing sesuai ddGTP ke T, A, C, dan G. Tidak adanya atom oksigen berakhir ekstensi
primer reaksi ketika nukleotida normal digantikan oleh ddNTP. Selain itu, masing-masing ddNTP
neon memancarkan sinyal yang berbeda untuk mengidentifikasi T, A, C, G basa.

2.4 Proses DNA Sequencing


1. Penyiapan Yaitu penyiapan salah satu untai fragmen DNA yang dibagi dalam 4 bagian,
kemudian setiap bagian diinkubasi dengan semua bahan yang diperlukan untuk sintesis
untas komplementer (primer, DNA polimerase, dan keempat deoksiribonukleotida
triphospat)
2. Sintesis untai DNA baru
Dimulai pada primer dan berlanjut hingga dideoksiribonukleotida dimasukkan yang
mencegah sintesis lebih lanjut. Dideoksiribonukleotida diselipkan begitu sering secara
random sebagai ganti ekuivalensi normalnya. Pada akhirnya dihasilkan serangkaian untai
radioaktif yang mempunyai panjang yang berbeda-beda
3. Elektroforesis Gel
Untai DNA baru dalam setiap campuran, reaksi dipisahkan dengan cara
elektroforesis pada gel poliakrilamid yang dapat memisahkan untai-untainya, bahkan yang
hanya mempunyai perbedaan sekecil nukleotida panjangnya. Sampel diproses oleh
elektroforesis gel seperti biasa mengungkap urutan DNA komplementer label pada akhir
dari setiap fragmen.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sequencing DNA adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA
yang relatif pendek yang memungkinkan kita mengetahui kode genetic dari molekul
DNA. Metode Sanger pada dasarnyas memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim
DNA polimerase. Hasil dari sekuencing adalah fragmen-fragmen DNA dengan panjang
bervariasi, yang satu sama lain berbeda sebanyak satu basa tunggal. Dalam ilmu
pengobatan, sekuensing DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis,
dan mengembangkan pengobatan penyakit genetik
DAFTAR PUSTAKA

Agung G, dkk. Variasi Molekuler Gen Reseptor Melanokortin pada Monyet Ekor
Panjang. 2010. Jurnal Veteriner Volume 11 No 3 halaman 138 – 143.
Saepudin A. 2013. Penggunaan Lintasan Euler dalam Penyederhanaan Sekuensing
DNA. Makalah IF2091 Struktur Dikstrit. Institut Tenologi Bandung.

Anda mungkin juga menyukai