04 03 Snars Panduan Triage

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BUDIMULIA


NOMOR : 04.03/PER/DIR/RSBM/III/2018
TENTANG
PANDUAN TRIAGE

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep
awal triase modern yang berkembang meniru konsep pada jaman
Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766-1842),
seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon,
mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan
dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang
tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka.

Sistem tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika


berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah
sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum
Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap
berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian
diberikan perawatan.

Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan


bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan
hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan
pada pasien yang lebih memerlukan, Pada perang dunia I pasien
akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban yang secara
langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai.
Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana
korban dirawat pertama kali di lapangan oleh dokter dan
kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang
lebih baik.Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk
membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada
perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka
yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke
medan perang.

Triage Stasiun,Suippes, Prancis, Perang Dunia 1 Penggunaan awal


kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan
perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk
menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus
dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap
hampir 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat
darurat (UGD) setiap tahunnya.

Pelbagai system triase mulai dikembangkan pada akhir tahun


1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui
kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan
segera.

B. TUJUAN TRIAGE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam
nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan
tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan
kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
 Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat

kepada pasien
 Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
 Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam
proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi
 Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
 Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
 Denah bangunan fisik unit gawat darurat
 Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

C. DEFINIS TRIAGE
Triage berasal dari bahasa Perancis ‘trier’ , yang memiliki arti
“menseleksi”, yaitu teknik untuk menentukan prioritas
penatalaksanaan pasien atau korban berdasarkan derajat
kegawatannya. Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi
prioritas pasien berdasarkan berat ringannya kondisi
klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam
triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon
time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi
secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan triase ini hanya berlaku pada pasien yang datang ke IGD Rumah
Sakit Budimulia.
1. Di dalam Rumah Sakit
Semua Pasien yang datang akan di lakukan Triase oleh dokter jaga
IGD atau perawat yang kompeten untuk mendapatkan prioritas
pelayanan yang sesuai dengan kegawatdaruratannya.
2. Dalam keadaan bencana
Pasien yang datang dapat dari keadaan bencana baik dari dalam
maupun dari luar rumah sakit.

BAB III
KEBIJAKAN
1. Triage adalah suatu sistem untuk menyeleksi problem pasien yang
datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) sesuai dengan skala
prioritas kegawat daruratannya.
2. Triage officer adalah petugas yang bertanggung jawab melakukan
triage pasien yang datang memerlukan pelayanan IGD.
3. Triage dilakukan oleh seorang dokter, bila kondisi tidak
memungkinkan triage dilakukan oleh perawat Senior IGD (katim)
yang telah dilatih untuk menyeleksi pasien sesuai dengan prioritas
kegawat daruratannya
4. Pembagian pasien
a) Prioritas I (label merah): Emergency.
Pasien gawat darurat; mengancam nyawa/ fungsi vital;
penanganan dan pemindahan bersifat segera, antara lain: syok
oleh berbagai kausa; gangguan pernapasan; perdarahan
eksternal massif; gangguan jantung yang mengancam; problem
kejiwaan yang serius;
b) Prioritas II (label kuning): Urgent
Pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara
menyeluruh dan ditangani oleh dokter untuk stabilisasi,
diagnosa dan terapi definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat
penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat, antara
lain: pasien dengan resiko syok; fraktur multiple; fraktur
femur/ pelvis; luka bakar luas; gangguan kesadaran/trauma
kepala; pasien dengan status yang tidak jelas;
c) Priotas III (label hijau): Non Emergency
Pasien gawat darurat semu (False emergency) yang tidak
memerlukan pemeriksaan dan perawatan segera.
d) Prioritas IV (label hitam): Death, Pasien datang dalam keadaan
sudah meninggal
.
BAB IV
TATA LAKSANA
A. PRINSIP TRIAGE
Triage mempunyai 2 komponen :
a. Menyeleksi pasien dan menyusun prioritas berdasarkan
beratnya penyakit
b. Alokasi dan rasionalisasi sumber daya yang ada
Prinsip dasarnya adalah “melakukan yang terbaik untuk sebanyak-
banyaknya korban”. Perhatian dititikberatkan pada pasien atau
korban dengan kondisi medis yang paling gawat - darurat dan
paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan.

B. KATEGORI TRIAGE
Ada 5 sistem level untuk kategori triage :
LEVEL RESPON KETERANGAN JENIS KASUS
I Segera Pasien dalam keadaan kritis Cardiac arrest/henti jantung
(Resusitasi) dan mengancam nyawa atau Anafilaksis
anggota badannya menjadi Trauma multipel / kompleks /
cacat bila tidak segera cedera berat yang
mendapat pertolongan atau membutuhkan resusitasi,
tindakan darurat. syok,
(Gawat Darurat) Pasien tidak sadar (GCS 3-9),
over dosis, kejang, cedera
kepala).
Obstruksi jalan nafas berat
II ≤ 15 menit Pasien berada dalam keadaan Nyeri dada akut, aritmia
(Emergensi) gawat, akan menjadi kritis jantung hebat, cedera kepala
dan mengancam nyawa bila (GCS 10 - 13),
tidak segera mendapat Gangguan pernafasan berat
pertolongan atau tidakan (PO2 < 85%)
darurat. Nyeri hebat, sengatan/gigitan
(Gawat Tidak Darurat) binatang berbisa
Overdosis (sadar)
Gangguan psikiatri berat
Perdarahan
Fraktur luas
Pasien dengan suhu > 39oC
III ≤ 30 menit Pasien berada dalam keadaan Cedera kepala (GCS 14-15)
(Urgensi) tidak stabil, dapat berpotensi Nyeri abdomen sedang
menimbulkan masalah serius Fraktur tertutup
tetapi tidak memerlukan Penyakit-penyakit akut
tindakan darurat, dan tidak Trauma dengan nyeri sedang
mengancam nyawa.
(Darurat Tidak Gawat)
IV ≤ 60 menit Pasien datang dengan Cedera kepala ringan (tanpa
(less urgent) keadaan stabil, tidak muntah dan tanda-tanda vital
mengancam nyawa, dan tidak normal), nyeri ringan
memerlukan tindakan segera. Nyeri kepala ringan
(Tidak gawat tidak darurat) Sakit ringan
V ≤ 120 menit Pasien datang dengan Ganti verban
(Rutin) keadaan stabil, tidak Permintaan rujukan
mengancam nyawa, tidak Kontrol ulang
memerlukan tindakan segera, Medical cek up
hanya membutuhkan
perawatan lanjutan.

Penilaian dalam triage meliputi :


1. Primary survey (C,A,B) untuk menghasilkan prioritas I dan seterusnya
2. Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II,
III,dan selanjutnya
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan pada C, A, B, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya.
4. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi korban
Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triage diberlakukan sistem
prioritas, prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan
mengenai penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat
ancaman jiwa yang timbul.: 1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan
dalam hitungan menit. 2) Dapat meninggal dalam hitungan jam. 3)
Trauma ringan. 4) Sudah meninggal.
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera,
(Merah) mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat
segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong
pada tangan dan kaki, combutio (lukabakar) tingkat II dan III > 25%
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam
(Kuning) jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %,
trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan
(Hijau) pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superfisial, luka-luka ringan
Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi
(Hitam) suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis

Gambar 1.1
Skema triage rumah sakit
Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat
triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan
riwayatsingkat dan melakukan pengkajian, misalnya melihat
sekilas kearah pasienyang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan


cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak
termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung
jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat;
misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung
dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah
triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat
utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak


atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 5 - 15 menit /
lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan
dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya
kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di
area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien
tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.
(Iyer, 2004).

Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda


objektif bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing,
dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data
subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien
membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer).

Alur dalam proses triage :


1) Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2) Di ruang triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat
dan cepat(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya
oleh perawat.
3) Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang,
maka triage dapat dilakukan di luar ruang triage (di depan
gedung IGD).
4) Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi
kode warna:
a) Segera - Immediate (merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya: Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<
30x/mnt),perdarahan internal, dsb.
b) Tunda - Delayed (kuning)
Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar < 25% luas permukaan
tubuh, dsb.
c) Minimal (hijau).
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
Laserasi minor, memar, lecet dan luka bakar superfisial.

d) Expextant (hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal
meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar derajat
3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5) Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan
urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
6) Penderita / korban kategori triage merah dapat langsung
diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita / korban
dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah
sakit lain.
7) Penderita dengan kategori triage kuning yang memerlukan
tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang
observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori
triage merah selesai ditangani.
8) Penderita dengan kategori triage hijau dapat dipindahkan ke
rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan,
maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9) Penderita kategori triage hitam dapat langsung dipindahkan ke
kamar jenazah. (Rowles, 2007).

BAB V
DOKUMENTASI TRIAGE

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau


dijadikan bukti dalam persoalan hukum, sedangkan
pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam
peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan)
yang dianggap berharga dan penting.

Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian


dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah
memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu
informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan
pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasien
terhadap asuhan yang diterimanya.

Dengan demikian dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang


besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor
tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan.
Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan
untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung-
jawabkan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian
integral dari asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai
standar.

Dengan demikian pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan


standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap
tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi
keperawatan secara baik dan benar. Dokumentasi yang berasal
dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan
sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa
perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan
mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan.

Pencatatan, baik dengan komputer, catatan naratif, atau lembar


alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah
melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan
kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan,
dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius.
Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa
perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika
terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam
keselamatan pasien.
Pada tahap pengkajian proses triage, mencakup dokumentasi :
 Informasi dasar : nama, umur, jenis kelamin, cedera,
penyebab cedera, pertolongan pertama yang telah
diberikan
 Tanda-tanda vital : tensi, nadi, respirasi, kesadaran
 Diagnosis singkat tapi lengkap
 Kategori triage
 Urutan tindakan preoperatif secara lengkap

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter


serta dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan
daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk
tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat
pada saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara
berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau
informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang
mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai
pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu
melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan
keperawatan, termasuk waktu,sesuai dengan standar yang
disetujui.

Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien


berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai
pengobatan
berikut : dan perkembangannya. Standar Joint Commision
1. S menyatakan
(1996) : data subjektif
bahwa rekam medis menerima pasien yang
2. O : data objektif
sifatnya
3. A gawat
: analisadarurat, mendesak,
data yang mendasari dan segera harus
penentuan
diagnosa keperawatan
4. P : rencana keperawatan
5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes
diagnostik
6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan /
Respon pasien terhadap pengobatan dan
perawatan yang diberikan (ENA, 2005)
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,
termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan
instruksi perawatan tindak lanjut.

Direktur,

dr. JURIKO PITER PANDEN, MARS

Anda mungkin juga menyukai