Pendidikan Ips

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

ANOTASI JURNAL

Fepti Tri Wulandari 1823031012

Mata Kuliah : MPS 816204 – Studi Sosial Ekonomi dan KWU


Dosen : - Dr. Pujiati, M.Pd.
- Dr. Erlina Rufaida, M.Si.
- Dr. Pargito, M.Pd.

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN IPS


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Berdasarkan hasil beberapa penelitian tentang pembelajaran IPS di SD,
selama ini mata pelajaran IPS dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang
penting dan dianggap sebagai mata pelajaran nomor dua. Banyak pandangan
menganggap mata pelajaran IPS kurang menarik atau membosankan.
Pembelajaran IPS dinilai monoton karena hanya mengedepankan hafalan materi
dan siswa tidak diberi kesempatan untuk menjelajah dan mengetahui contoh
konkrit dari pembelajaran IPS. Berdasarkan penelitian Aziz (2004), tentang
penerapan pembelajaran IPS di kelas ditemukan bahwa penyebab kurang aktifnya
peserta didik dalam pembelajaran IPS disebabkan anatara lain; (1)selama ini
dalam guru mengajarkan dengan memberi contoh soan dan menyelesaikannya
secara langsung, serta tidak memberi kesempatan peserta didik menunjukkan
idenya sendiri; (2) pola pengajaran selama ini masih dengan tahapan memberikan
informasi tentang materi-materi (termasuk memotivasi secara informarif),
memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan; dan (3) dalam
merencanakan penyelesaian masalah tidak diajarkan strategi-strategi yang
bervariasi atau yang mendororng ketrampilan berpikir kreatif seperti membuat
pertanyaan sendiri untuk kemudian menemukan jawabannya.
Untuk meningkatkan minat serta motivasi peserta didik dalam pembelajaran
IPS di SD, ada berbagai hal yang seyogyanya dipersiapkan oleh pendidik. Dunia
pendidikan dewasa ini telah memasuki era dimana perubahan mendasar berbagai
pandangan tentang pendidikan muncul dan menjamur serta disambut dengan
penemuan berbagai gagasan, strategi, metode, pendekatan, model, media, dan
sarana lainnya yang memudahkan pendidik dalam merealisasikan tujuan
pendidikan.
Pembelajaran IPS di SD yang selama ini dianggap membosankan, kurang
menarik dan memotivasi peserta didik, lebih banyak dikarenakan guru pada
umumnya masih menerapkan model pendidikan lama yang masih bersifat teacher
center. Sedangkan tuntutan model pendidikan baru adalah agar proses
pembelajaran lebih menekankan ketertiban peserta didik secara penuh, aktif dan
mandiri atau bersifat student center.

D. Solusi Untuk Mengatasi Problematika Dalam Pembelajaran IPS SD


Hal-hal yang harus menjadi perhatian dalam sudut pandang pendidik dalam
penyelenggaraan pembelajaran dikelas terutama pembelajaran IPS adalah guru
hendaknya mampu :

1. Perlunya Perubahan Mendasar Dalam Implementasi Pembelajaran IPS di


Kelas
Agar peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran, hendaknya
guru menguasai berbagai strategi, model, metode maupun media terbaru yang
relevan dengan kondisi di kelas. Dengan penerapan berbagai gagasan baru
tersebut, diharapkan aktivitas belajar peserta didik akan meningkat. Terutama
dalam pembelajaran IPS di SD.
Peserta didik akan memperoleh lebih banyak dari hasil proses
pembelajaran apabila belajar dilakukan dengan proses yang kreatif dan
menyenangkan. Hal ini tidak terjadi apabila pembelajaran masih menggunakan
pandangan lama, yaitu pembelajaran yang dilakukan melalui jadwal yang ketat
dan penuh disiplin.
Dalam proses belajar aktif, peserta didik diharapkan mampu memilih
strategi dan sumber belajar yang tepat berdasarkan kesadarannya akan
perkembangan belajarnya. Akan tetapi dalam proses mengelola proses belajar itu,
sebagai seorang yang belum berpengalaman, peserta didik membutuhkan
dukungan atau bantuan dari orang yang lebih dewasa atau lebih berpengalaman
agar proses belajar peserta didik lebih terarah. Segala upaya dan cara untuk
membantu peserta didik meningkatkan kemampuan perkembangan belajarnya
inilah yang disebut sebagai scaffolding.

2. Menerapkan Pembelajaran Konstruktivis dengan Pendekatan Kontekstual


Pandangan konstruktivisme berpendapat bahwa, pada dasarnya belajar
dilakukan melalui konstruksimpeserta didik terhadap pengalaman belajar.
Informasi yang diperoleh dalam proses belajar dikonstruksi oleh masing-masing
peserta didik dengan dikaitkan kembali dengan pengetahuan dan pengalaman
yang telah dimiliki sebelumnya. Jadi implikasinya adalah, bahwa dalam proses
pembelajaran, hendaknya pengalaman atau informasi baru disampaikan dengan
mengaitkan berbagai hal yang sudah familiar dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik, atau menjalinkannya dengan pengalaman hidup sehari-hari. Pendekatan ini
disebut pembelajaran kontekstual.
Belajar adalah tentang bagaimana mengkonstruksi pengetahuan. Belajar
bukan hanya sekedar tentang mendapatkan dan mengorganisasikan informasi,
tetapi lenih bagaimana informasi itu bisa lebih bermakna bagi peserta didik.
Implikasinya bahwa dalam pembelajaran, peserta didkklah yang seharusnya lebih
aktif mengkonstruksi pengetahuan yang mereka dapatkan sendiri. Guru dalam hal
ini hanya sekedar mendampingi untuk mengarahkan dan memfasilitasi peserta
didik dalam proses menemukan dan mengolah informasi dari proses
pembelajaran. Proses belajar harus menyenangkan dan kreatif serta
dikontekstualisasikan dengan kehidupan peserta didik sehari-harinya (Joyce,
2002).

3. Terlibat Secara Emosional


Perilaku guru dalam membangun interaksi dengan peserta didik juga
menentukan keaktifan peserta didik di kelas. Peserta didik adalah makhluk sosial,
oleh karenanya secara otomatis akan merespon interaksi berdasarkan implus
emosional yang diberikan. Meskipun strategi dan model pembelajaran yang sama,
namun apabila dibawakan oleh guru yang berbeda, maka akan membawa hasil
yang berbeda pula.
Pendidik harus memberikan kepercayaannya kepada peserta didik agar
mereka juga memberikan kepercayaan kepada pendidik untuk membimbing
proses belajar mengajar mereka. Dalam prinsip Quantum Teaching hal ini disebut
sebagai jembatan keledai atau mnemonic (De Porter, 2002). “masukkan dunia
peserta didik ke dunia anda dan antarkan dunia anda ke dunia peserta didik”.
Dengan memegang prinsip tersebut, berarti pendidik hendaknya membangun
komunikasi emosional yang erat dengan peserta didik.
Prinsip pembelajaran Quantum Teaching yang berdasar keterlibatan secara
emosional ini, dapat dilakukan dengan cara merancang seting pembelajaran yang
disesuaikan dengan dunia peserta didik sebagai dunia anak-anak dan dunia
remaja. Guru hendaknya dapat menunjukkan sikap yang tulus untuk membantu
peserta didik. Prinsip pembelajaran ini, guru dituntut untuk memiliki kecerdasan
kognitif (IQ) yang bagus untuk mengelola pembelajaran dan kecerdasan
emosional (EQ) yang bagus untuk memahami karakter peserta didik sehingga
mampu menciptakan sikap yang tepat dalam proses belajar mengajar.

4. Melibatkan Peserta Didik Dalam Semua Proses dan Aktivitas


Dengan keterlibatan peserta didik secara penuh dalam semua proses
pembelajaran, pada gilirannya akan semakin meningkatkan perasaan harga diri
peserta didik (Self-efficacy). Melalui keyakinan seseorang yang kuat akan
kemampuannya untuk mengerjakan tugas-tugas dalam proses belajar mengajar,
memungkinkan untuk memberikan dorongan yang lebih kepada seseorang dalam
pencapaian hasil belajar lebih maksimal. Self-efficacy akan semakin meningkatkan
minat, motivasi dan keaktifan seseorang dalam proses pembelajaran.

5. Melibatkan Semua Modalitas


Peserta didik pasti memiliki latar belakang psikologis, mental, religiusitas
dan latar belakang sosial yang berbeda-beda. Dalam proses belajar mengajar
peserta didik memiliki Modalitas Belajar masing-masing yang berbeda, yaitu
modalitas Visual, Auditorial, dan Kinestetik.
Modalitas visual adalah kecerendungan dimana peserta didik lebih mudah
memahami pengalaman baru melalui bentuk visual, gambar, video, lanskap,
bagan, dan sebagainya. Modalitas auditorial adalah kecerendungan dimana peserta
didik lebih mudah memahami pengalaman belajar melalui proses mendengarkan,
baik ceramah, music maupun diskusi. Sedangkan modalitas kinestetik yaitu
kecerendungan dimana peserta didik lebih mudah belajar melalui rangsangan
gerak tubuh. Untuk merangsang minat, motivasi, dan keaktifan belajar peserta
didk, maka proses pembelajaran hendaknya melibatkan semua aspek modalitas.

6. Membelajarkan Bagaimana Cara Belajar


Guru hendaknya bukan hanya mengajarkan tentang materi pembelajaran, akan
tetapi juga dapat membelajarkan bagaimana cara belajar. Peserta didik dilatih
untuk memiliki keterampilan belajar seperti bagaimana cara mencatat dan
membaca buku yang efektif, bagaimana mengelola informasi, bagaimana
membuat peta konsep, bagan, rancangan dan menulis laporan yang baik,
bagaimana cara mencari dan memanfaatkan sumber belajar di sekitar lingkungan
peserta didik dan sebagainya.

7. Menggunakan Assesment yang Autentik Pada Semua Aspek


Tujuan pendidikan adalah dapat mencetak generasi yang memiliki
pengetahuan yang bagus, mengembangkan sikap dan karakter peserta didik serta
keterampilan sosial yang bagus, untuk membentuk jati diri sebagai manusia
Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam pembelajaran hendaknya
memperhatikan proses kognitif, perkembangan sikap, karakter, dan pencapaian
keterampilan sosial. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar, assessment
yang digunakan mampu menggambarkan perkembangan tiga ranah sekaligus,
baik Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor. Assesment yang digunakan dengan
melihat ketiga ranah ini disebut assessment autentik.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama(SMP)


Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah MenengahPertama adalah mata
pelajaran IPS dan Pendidikan Kewarganegaraan.Pembelajaran IPS di SMP
dilakukan dengan pendekatan terpadu. Menurut Nunun Sumantri (2004:44)
Pendidikan IPS di Sekolah Menengah Pertamaadalah suatu penyederhanaan
disiplin Ilmu-Ilmu Sosial, Psikologi,Filsafat, Ideologi Negara, dan Agama yang
diorganisasikan dan disajikansecara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.
Pendidikan IPS menekankan pada ketrampilan peserta didik dalammemecahkan
masalah mulai dari lingkup diri sampai pada masalah yangkompleks.Materi kajian
IPS merupakan perpaduan atau integrasi dari berbagai cabang Ilmu-
Ilmu Sosial dan humaniora, sehingga akan lebih bermakna dan kontekstual apabil
a materi IPS didesign secara terpadu.Materi IPS juga terkait dengan masalah-
masalah sosial kemasyarakatandan kebangsaan, seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, danteknologi, serta tuntutan dunia global. Jenis materi IPS
dapat berupa fakta,konsep dan generalisasi, terkait juga dengan aspek kognitif,
afektif, psikomotorik, dan nilai-nilai spiritual.Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, dijelaskan
bahwa pada jenjangSMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi,
Sejarah,Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS peserta
didikdiarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,dan
bertanggung jawab, serta warga negara yang cinta damai.

c. Pendidikan IPS oleh guru SMA/MA


Dalam pembelajaran IPS guru merupakan sumber utama dalam
menciptakan siatuasi interaktif yang edukatif , yakni interaksi antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa dan sumber pembelajaran dalam
menunjang tujuan tercapainya tujuan pembelajaran. Untuk terwujudnya
proses pembelajaran yang diharapkan sudah tentu menuntut upaya guru
dalam mengaktualiasasikan kompetensi secara professional. Problem
dilapangan bahwa kebanyakan guru tidak berkualitas atau tidak
profesional dalam proses pembelajaran disekolah sehingga berdampak
pada sulitnya guru dalam mengimplementasikan pelaksanaan pendidikan
IPS dengan benar pada tingkat SMA/MA.
Pengaruh utama pembelajaran IPS di Indonesia ini sulit
berkembang, adalah minimnya ketertarikan peserta didik terhadap
pembelajaran IPS itu sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh model pembelajaran
yang diterapkan oleh guru, sehingga menimbulkan masalah diantaranya
adalah:

1. Dengan alasan bahwa materi IPS adalah materi ilmu sosial maka
cukup dengan menggunakan metode ceramah yang monoton saja ilmu
IPS itu dapat dipahami/ dimengerti oleh siswa, ternyata fakta ini
membuat siswa tidak manarik terhadap materi IPS.
2. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang bersumber
dari kehidupan sosial masyarakat yang diseleksi menggunakan
konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk kepentingan
pembelajaran. Dengan alasan konsep ini maka dibutuhkan guru yang
berkualitas dalam hal ini guru yang telah mengusai materi IPS dengan
baik, artinya penyampaian materi IPS jangan terpaku pada buku
melainkan harus dapat mengaitkannya dengan kondisi masyarakat
pada saat itu sehingga siswa dapat memahami dengan baik tentang
pelajaran IPS. Tetapi pada faktanya banyak guru yang kurang
menguasai materi IPS dengan baik dan terpaku saja pada buku
sehingga membuat siswa tidak dapat memahami materi IPS dengan
baik dan akan berorientasi pada keterbelakangan siswa terhadap
perkembangan kondisi dimasyarakat.
3. Persepsi siswa bahwa IPS tidak penting. IPS dipandang tidak ada
gunanya dalam konteks kehidupan sehari-hari baik dalam konteks
kehidupan individu, bermasyarakat dan berbangsa. IPS tidak praktis,
tidak dapat membangun gedung atau membangun jembatan, tidak
dapat mendatangkan uang, tidak ada les IPS, dan begitu seterusnya
yang pada intinya tidak langsung menghasilkan materi atau uang.
Dalam konteks ini, masyarakat kita sudah banyak terbius oleh paham
materialisme dan pragmatisme. Masyarakat juga berparadigma bahwa
prospek kerja IPA lebih menjanjikan.
4. Persepsi siswa bahwa IPS ada tingkat dua. Pembelajaran di IPS
dikenal santai, sebab tidak dikelilingi oleh rumus-rumus seperti pada
IPA. Maka dari itu, para peserta didik IPS jarang terikat oleh waktu dan
sedikit lebih longgar dalam belajar. Hal tersebut menjadikan
masyarakat lebih menomor satukan IPA yang notabene
lebih fulltime karena ada waktu untuk praktikum dan lain sebagainya.
Mayoritas para orang tua juga menganggap bahwa longgarnya waktu
peserta didik IPS menjadikan mereka menghabiskan waktunya untuk
bermain dan melakukan hal yang kurang bermanfaat. Anggapan
tersebut akhirnya mengubah mainset masyarakat tentang IPS dan
meletakkannya di tingkat kedua. Kebanyakan orang tua juga menyuruh
anaknya untuk terjun ke IPA, dan tentunya mereka akan sangat
bangga sekali jika hal itu dapat tercapai.
5. Tekhonologi merupakan kemajuan dalam Ilmu pengetahuan yang
sangat diharapkan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam
dunia pendidikan , suka atau tidak Perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan pembelajaran IPS menjadi kurang diminati
siswa, tekhnologi telah menggusur pembelajaran IPS menjadi
pelajajaran yang terpinggirkan dan tidak lagi diminati para
siswa. Harusnya guru mampu mengadaptasikan IPS pada teknologi
dalam model pembelajaran.

C. Solusi Terhadap Problematika Pendidikan IPS pada Tingkat


SMA/MA
Setelah mengetahui adanya masalah yang timbul dalam pendidikan
IPS maka perlu adanya upaya-upaya untuk mengatasinya. Supriatna
(Agustrianto, 2002: 18) menyebutkan ada beberapa strategi dalam
mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui
pembelajaran IPS, diantaranya:
1. Guru IPS harus menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan
tujuan pembelajarannya. Salah satu model pembelajaran yang relevan
adalah cooperative learning. Dengan pembelajaran cooperative learning, maka
siswa tidak saja menghafal fakta, konsep dan pengetahuan yang bersifat kognitif
rendah dan guru sebagai satu-satunya sumber informasi, melainkan akan
membawa siswa untuk berpartisipasi aktif karena siswa akan diminta melakukan
tugas-tugas seperti bekerja kelompok, melakukan inkuiri dan melaporkan hasil
kegiatannya kepada kelas. Ini artinya guru bukan satu-satunya sumber informasi
karena siswa akan mencari sumber yang beragam dan terlibat dalam berbagai
kegiatan belajar yang beragam pula. Guru selain berperan sebagai fasilitator
dalam semua kegiatan siswa, juga harus mengamati proses pembelajaran untuk
memberikan penilaian (assessment) baik untuk pengetahuan ke-IPS-an juga
menilai keterampilan social (social skill) selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.
2. Strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai
mitra pembelajaran dan pengembangan materi pelajaran dapat digunakan oleh
guru IPS dalam mengembangkan keterampilan social. Keterampilan siswa dalam
hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki,
berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas. Guru
IPS konstruktivis harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan
untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis, dan mengolah informasi
berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap
informasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru
juga harus selalu membiasakan siswa untuk memprediksi, mengklasifikasi dan
menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak
hanya keterampilan dalam menghafal dan mengingat melainkan juga
menganalisis, memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang
diterima.
3. Strategi inkuiri yaitu stratgei yang menekankan peserta didik menggunkan
keterampilan social dan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru atau
informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Menurut Supriatna ada
beberapa keuntungan dari strategi ini, yaitu:
a. Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih realistic dan
positif ketika menganalisis dan mengklasifikasikan data dalam memcahkan
masalah.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan isu-isu tertentu,
mencari data yang relevan serta membuat keputusan yang bermakna bagi mereka
secara pribadi.
c. Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi perannya
sebagai pusat kegiatan belajar.
Wiraatmadja (Haslinda, 2002: 10) mengatakan belajar mengajar
ilmu-ilmu social agar menjadi berdaya apabila proses pembelajarannya
bermakna (meaningfull), yaitu:
1. Siswa belajar menjalin pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan sikap yang
mereka anggap berguna bagi kehidupannya di sekolah atau di luar sekolah.
2. Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan penting yang terdapat dalam
topic-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi dan aplikasi siswa.
3. Kebermaknaan dan pentingnya materi pelajaran ditekankan bagaimana cara
penyajiaannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.
4. Interaksi di dalam kelas difokuskan pada pendahuluan topic-topik terpilih dan
bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.
5. Kegiatan belajar yang bermakna dan strategi assessment hendaknya difokuskan
pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting
dan terpateri dalam apa yang mereka pelajari.
6. Guru hendaknya berpikir reflektif dalam melakukan perencanaan/ persiapan,
perberlakuan dan assessment pembelajaran.

Pendidikan Ilmu Sosial di Perguruan Tinggi


Pengertian Pendidikan IPS di Perguruan Tinggi adalah seleksi daridisiplin
Ilmu-Ilmu Sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusiayang diorganisir dan
disajikan secara ilmiah dan psikologi untuk tujuan pendidikan. Semakin maju
tekhnologi, keadaan hendaklah diikuti dengan kemajuan para guru dalam
menguasai tekhnologi terutama dalam hal meningkatkan minat belajar siswa
dalam pembelajaran IPS, guru hendaknya memanfaatkan sumber-sumber belajar
yang ada di lingkungan sekolah dan masyarakat untuk menjadikan materi
pembelajaran IPS tetap eksis dan diminati para siswa dan yang tidak kalah
pentingnya bahwa pelajaran IPS salah satu alat ukur untuk menentukan
keberhasilan suatu bangsa dimasa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai