Laporan Word Modul 2 KLP 2 Fix
Laporan Word Modul 2 KLP 2 Fix
Laporan Word Modul 2 KLP 2 Fix
“MODUL II ”
BLOK IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
SKENARIO 3
Seorang wanita umur 35 tahun datang ke polikinik dengan keluhan utama bercak
kemerahan diseluruh tubuh yang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Riwayat
sebelumnya timbul warna bercak ungu kehitaman tetapi tidak gatal dan nyeri,
makin lama makin banyak dan menyebar ke seluruh tubuh. Pasien sudah berobat
ke dokter dan sembuh tapi muncul lagi. Pasien juga mengeluh kulit warna merah
bila terkena matahari, rambut rontok dan demam, lemas, nyeri otot dan sendi.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan riwayat alergi disangkal.
A. KALIMAT KUNCI :
1. Wanita umur 35 tahun.
2. Bercak kemerahan di seluruh tubuh sejak 1 tahun yg lalu.
3. Timbul warna merah bercak ungu kehitaman tetapi tidak gatal dan nyeri,
makin lama makin banyak dan menyebar ke seluruh tubuh, .
Kkulit warna merah bila terkena matahari .
4. Rambut rontok.
5. Demam & lemas .
6. Nyeri otot & sendi.
7. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga dan riwayat alergi disangkal.
B. PERTANYAAN :
1. Jelaskan konsep dasar imunologi ?
2. Jelaskan imunopatogenesis tiap gejala dari scenario diatas ?
3. Apa saja factor factor yang dapat menimbulkan gejala sesuai scenario
diatas ?
4. Jelaskan patofisiologi penyakit autoimun?
5. Jelaskan patogenesis autoimun untuk SLE?
6. Organ organ apa saja yang terkait untuk scenario diatas?
7. Jelaskan penatalaksanaan untuk penanganan kasus imunologik skenario
diatas?
8. Jelaskan pemeriksaan penunjang pada skenario diatas?
9. Jelaskan faktor penyulit (komplikasi) pada kasus sesuai skenario diatas?
10. Jelaskan cara pengobatan imunologi pada skenario diatas?
11. Jelaskan mengenai perspektif Islam mengenai skenario di atas?
C. JAWABAN PERTANYAAN :
1. SISTEM IMUNITAS
Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan yang terdiri
atas sistem imun non-spesifik (natural/innate) dan
spesifik(adaptive/acquired). Komponen sistem imun nonspesifik dan
spesifik terlihat dalam gambar .
Gambar Bagan Pembagian Sistem Imun
A.IMUNPPATOGENESIS DEMAM
1. Faktor Genetik
Mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan ekspresi
penyakit SLE. Sekitar 10% – 20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat
(first degree relative) yang menderita SLE. Angka kejadian SLE pada
saudara kembar identik (24-69%) lebih tinggi daripada saudara kembar
non-identik (2-9%). Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen
yang berperan antara lain haplotip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-
DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi
pengikatan komplemen yaitu C1q, C1r, C1s, C3, C4, dan C2, serta gen-
gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin, dan sitokin
2. Faktor Lingkungan
Yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang mengubah
struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan
sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada
asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi
obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi di tubuh sehingga
memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal
ini direspon sebagai benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk
kompleks antibodi antinuklear (ANA) untuk menyerang benda asing
tersebut . Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang mengandung asam
amino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B
sehingga dapat menyebabkan SLE . Selain itu infeksi virus dan bakteri
juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B
limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE
3. Infeksi
Yaitu virus Epstein-Barr, mikoplasma, streptokok, Klebsiella, malaria, dll,
berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun;
4. Sifat Autoantigen
Yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering sebagai antigen
sasaran dan mungkin bereaksi silang dengan antigen mikroba;
5. Obat-Obatan
Yaitu obat tertentu dapat menginduksi penyakit autoimun;
6. Umur
Yaitu sebagian besar penyakit autoimun terjadi pada usia dewasa.
1.Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel)
limfosit, terutama limfosit T dan sebagian kecil lmfosit B, selama proses
pematangan;
2.Anergi klon, yaitu ketidakmampuan klon limfosit menampilkan fungsinya;
3.Supresi klon, yaitu pengendalian fungsi “pembantu” limfosit T.
Pada umumnya, sistem kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self
antigen) dan antigen asing atau bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini
terjadi toleransi imunologik terhadap antigen diri (self tolerance). Apabila sistem
kekebalan gagal membedakan antara antigen self dan non-self, maka terjadi
pembentukan limfosit T dan B yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi
terhadap antigen diri (reaksi auto imun).
lupus erythemathous.
Pada pasien SLE terjadi gangguan respon imun yang menyebabkan aktivasi
sel B, peningkatan jumlah sel yang imun . Aktivasi sel T dan sel B disebabkan
karena adanya stimulasi antigen spesifik baik yang berasal dari luar seperti
bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, fosfolipid dinding sel atau
yang berasal dari dalam yaitu protein DNA dan RNA. Antigen ini dibawa oleh
antigen presenting cells (APCs) atau berikatan dengan antibodi pada
permukaan sel B. Kemudian diproses oleh sel B dan APCs menjadi peptida dan
dibawa ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Sel T akan
teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang dapat merangsang sel B untuk
membentuk autoantibodi yang patogen. Interaksi antara sel B dan sel T serta
APCs dan sel T terjadi dengan bantuan sitokin, molekul CD 40, CTLA-4 .
Berdasarkan profil sitokin sel T dibagi menjadi 2 yaitu Th1 dan Th2. sel
Th1 berfungsi mendukung cell-mediated immunity, sedangkan Th2 menekan
sel tersebut dan membantu sel B untuk memproduksi antibodi. Pada pasien
SLE ditemukan adanya IL-10 yaitu sitokin yang diproduksi oleh sel Th2 yang
berfungsi menekan sel Th1 sehingga mengganggu cell-mediated immunity.
Gangguan sistem imun pada SLE dapat berupa gangguan klirens kompleks
imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan up-
take kompleks imun pada limpa. Gangguan klirens kompleks imun dapat
disebabkan berkurangnya CR1 dan juga fagositosis yang inadekuat pada IgG2
dan IgG3 karena lemahnya ikatan reseptor FcγRIIA dan FcγRIIIA. Hal ini
juga berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4.
Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen
terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun pada berbagai
macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut.
Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan mediator-
mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah
yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ atau tempat yang
bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dan
sebagainya.
Pada pasien SLE, adanya rangsangan berupa UVB (yang dapat menginduksi
apoptosis sel keratonosit) atau beberapa obat (seperti klorpromazin yang
menginduksi apoptosis sel limfoblas) dapat meningkatkan jumlah apoptosis sel
yang dilakukan oleh makrofag. Sel dapat mengalami apoptosis melalui
kondensasi dan fragmentasi inti serta kontraksi sitoplasma. Phosphatidylserine
(PS) yang secara normal berada di dalam membran sel, pada saat apoptosis
berada di bagian luar membran sel. Selanjutnya terjadi ikatan dengan CRP,
TSP, SAP, dan komponen komplemen yang akan berinteraksi dengan sel
fagosit melalui reseptor membran seperti transporter ABC1, complement
receptor (CR1, 3, 4), reseptor αVβ3, CD36,CD14 dan lektin mannose receptor
menghasilkan sitokin anti inflamasi .
lupus erythemathous
1. Kulit
3. Hemopoetik
Referensi : Kowalak, P., Welsh, William., Mayer, Brenna. 2013. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta : EGC (online).
Pilar Pengobatan
Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan
strategi pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini
seyogyanya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan
pengobatan tercapai. Perlu dilakukan upaya pemantauan penyakit mulai dari
dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter konsultan, terutama ahli
reumatologi.
Pilar Pengobatan Lupus Eritematosus Sistemik
I. Edukasi dan konseling
II. Program rehabilitasi
III. Pengobatan medikamentosa
a. OAINS
b. An• malaria
c. Steroid
d. Imunosupresan / Sitotoksik
e. Terapi lain
I. Edukasi / Konseling
Pada dasarnya pasien SLE memerlukan informasi yang benar dan
dukungan dari sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri. Perlu
dijelaskan akan perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan
pengetahuan akan masalah aktivitas •isik, mengurangi atau mencegah
kekambuhan antara lain melindungi kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet)
dengan memakai tabir surya, payung atau topi; melakukan latihan secara teratur.
Pasien harus memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar
tidak kelebihan berat badan, osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan
informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik berkaitan dengan aktivitas
penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan. Terkait dengan pendekatan
biopsikososial dalam penatalaksanaan SLE, maka setiap pasien SLE perlu
dianalisis adanya masalah neuro-psikologik maupun
sosial.
Berdasarkan data penelitian di RSCM (2010) ditemukan adanya gangguan
fungsi kognitif sebesar 86,49%.21 Pembuktian dilakukan menggunakan alat
pemeriksaan yang lebih teliti seperti TRAIL A, TRAIL B maupun Pegboard. Hal
ini memperlihatkan besarnya gangguan neuropsikiatrik yang tersembunyi pada
SLE, karena secara nyata gangguan tersebut tidak melebihi 20%. Adanya stigmata
psikologik pada keluarga pasien masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.
Namun adanya gangguan •isik dan kognitif pada pasien SLE dapat memberikan
dampak buruk bagai pasien didalam lingkungan sosialnya baik tempat kerja atau
rumah.
Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas dampak stigmata
psikologik akibat adanya keluarga dengan SLE, memberikan informasi perlunya
dukungankeluarga yang tidak berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar pasien dengan
SLE dapat dimengerti oleh pihak keluarganya dan mampu mandiri dalam
kehidupan kesehariannya.
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya
maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR.
Muslim)
Pesan :
Setiap penyakit pasti ada obatnya, walaupun sebagian penyakit belum ditemukan
obatnya. Dan segala hal yang ada di dunia ini berasal dari Allah, termasuk
penyakit. Oleh karena itu, agama islam sangat menyuruh umatnya untuk terus
berusaha untuk mendapakan obat terhadap segala penyakit yang ia alami, dan
yang terpenting adalah kehalalan obat tersebut, karena islam sangat melarang
umatnya untuk berobat dengan hal-hal yang dilarang oleh agama selama masih
ada obat yang lain dan tidak dalam keadaan darurat.