TU Cooling Tower

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA COOLING TOWER

Cooling tower (CT) pada industri dikenal sebagai alat proses yang
berfungsi sebagai pendingin air proses. CT sangat diperlukan dalam suatu proses
industri, agar air yang setelah digunakan pada proses pendinginan masih dapat
digunakan kembali. Air yang digunakan untuk mendinginkan suatu proses pada
industri atau disebut air proses akan bekerja secara terus-menerus dan kemudian
mengalami perubahan berupa kenaikan pada temperatur. Air yang telah dipakai
pada proses pendinginan tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi sebagai
pendingin sebelum air tersebut didinginkan kembali. Air pendingin tersebut harus
melalui proses yaitu pendinginan yang dilewatkan dalam CT (Ayyam dkk, 2018).
Penggunaan air pendingin terkadang juga menimbulkan beberapa masalah,
sehingga diharapkan sistem pendinginan yang digunakan harus memiliki kinerja
yang baik untuk diaplikasikan pada pabrik (Martha, 2011). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja CT diantaranya adalah pemilihan tipe packing, temperatur
CT, laju udara, tipe CT berdasarkan fan, losses, dan pipa sprinkle.

1. Packing
Alat yang dapat mendukung kinerja CT salah satunya adalah fill (packing).
Packing adalah bahan isian pada CT yang menggunakan bahan khusus, seperti
kayu sipres yang daya tahannya tinggi terhadap air dan juga udara (Coulson dan
Richardson, 2013). Penggunaan jenis packing yang tepat akan memaksimalkan
kemampuan CT. Karakteristik packing yang baik adalah tidak bereaksi dengan
fluida yang berada di dalam CT, karakteristiknya kuat tetapi tidak terlalu berat,
mengandung cukup banyak laluan untuk kedua arus tanpa terlalu banyak cairan
yang terperangkap, memungkinkan terjadinya kontak yang luas antara fluida dan
udara, dan harganya tidak terlalu mahal (Abbas, 2012)
Menara pendingin pada awalnya berbentuk menara kosong tanpa bahan
isian. Butiran-butiran air panas dijatuhkan dari puncak menara sedangkan udara
dingin dihembuskan dari bawah, sehingga terjadi pertukaran kalor antara air dan
udara. Media pengisi diperlukan supaya perpindahan kalor tersebut di atas lebih
baik, dengan konfigurasi sedemikian sehingga terjadi kontak yang baik antara air
panas dengan udara sebagai media pendingin. Mekanisme perpindahan kalor
utamanya adalah kalor sensibel dan kalor laten penguapan, kerugian kalor radiasi
diabaikan serta prosesnya dianggap adiabatis. Dua faktor yang sangat menentukan
laju perpindahan kalor dari air panas ke udara pendingin adalah waktu kontak dan
luas permukaan antar fase (air dan udara), bila packing digunakan pada CT maka
kedua faktor di atas dapat diperbesar (Johanes, 2011).
Menurut Ayyam dkk (2018), bagian dari CT yang sangat berperan dalam
proses pendinginan adalah fill (packing) yang merupakan bahan pengisi dalam
CT. Bahan pengisi tersebut adalah sebagai jalannya air pada menara CT saat
terjadi proses pendinginan yang berguna untuk memaksimalkan kontak udara
dengan air. Jumlah sekat diperbanyak, maka semakin luas bidang kontak antara air
dan udara (dengan asumsi air yang terdistribusi merata). Banyaknya jumlah sekat
juga akan memperbanyak bidang-bidang vertikal yang menyebabkan air langsung
menuju ke dasar sehingga waktu kontak antara air dan udara menjadi sedikit. Pola
aliran juga dipengaruhi oleh jumlah sekat dan derajat horizontal pipa-pipa. Merata
tidaknya distribusi air juga berperan terhadap proses perpindahan kalor dan laju
perpindahan kalor (Johanes, 2011).
Packing memiliki karakteristik kinerja yang berbeda-beda. Karakteristik
tersebut memungkinkan pertimbangan dalam memilih packing yang akan dibuat
untuk berbagai beban panas dan laju aliran air. Jenis packing yang berbeda-beda
akan mempengaruhi waktu kontak dengan packing, hal tersebut merupakan faktor
yang mempengaruhi proses pendinginan air (Ayyam dkk, 2018).
Menurut Martha (2011), media pengisi berdampak pada pemakaian energi
yaitu digunakan listrik untuk memompa ke atas bahan pengisi dan untuk fan yang
menciptakan air draft. Packing yang dirancang secara efisien dengan distribusi air
yang cukup, drift eliminator, fan, gearbox dan juga motor dapat menyebabkan
pemakaian listrik yang lebih rendah. Packing terdiri dari tiga jenis yaitu splash
packing, film packing, dan low-clog film fills packing. Media pengisi splash
menciptakan area perpindahan panas yang dibutuhkan melalui cipratan air diatas
media pengisi menjadi butiran air yang kecil. Luas permukaan butiran air adalah
luas permukaan perrpindahan panas dengan udara.
Luas permukaan dari lembaran pengisi adalah luas perpindahan panas
dengan udara sekitarnya. Bahan pengisi atau film yang digunakan menara dapat
menghasilkan penghematan listrik secara signifikan, kebutuhan air lebih sedikit,
dan beban head pump yang lebih kecil. Low-clog film fills packing yaitu bahan
pengisi berupa sumbatan rendah dengan ukuran flute yang lebih tinggi yang saat
ini dikembangkan untuk menangani air yang keruh. Jenis ini merupakan pilihan
terbaik untuk air laut karena adanya penghematan daya dan kinerjanya lebih baik
dibandingkan tipe bahan pengisi penciprat konvensional (Martha, 2011).

2. Suhu
Suhu pada CT terdiri atas suhu udara wet bulb, suhu udara dry bulb, suhu
air masuk menara pendingin, suhu air keluar menara pendingin, dan suhu udara
masuk. Bulb temperature merupakan faktor yang penting dalam kinerja peralatan
pendingin air yang teruapkan, bulb temperature merupakan suhu terendah dimana
air akan didinginkan. Suhu wet bulb udara yang masuk ke menara pendingin
menentukan tingkat suhu operasi minimum seluruh pabrik, proses, atau pada
sistem. Suhu wet bulb harus dipertimbangkan saat perancangan menara pendingin.
Sebuah menara pendingin akan mendinginkan air yang lebih panas. Udara
berubah menjadi wet bulb sedangkan air menjadi lebih dingin. Prakteknya pada
industri, air didinginkan ke suhu yang lebih tinggi dari suhu wet bulb disebabkan
panasnya dibuang dari menara pendingin (Fauzi dan Rudiyanto, 2016).
Seleksi awal menara yang didasarkan pada desain wet bulb temperature
(WBT) harus mempertimbangkan kondisi lokasi menara. Suhu desain WBT juga
harus tidak boleh lebih dari 5 persen. Desain suhu yang dipilih umumnya
mendekati WBT maksimum rata-rata pada musim panas. Harus dikonfirmasikan
apakah suhu WBT ditentukan sebagai ambient (suhu di area menara pendingin)
atau sebagai saluran masuk. Dampak dari sirkulasi ulang yang tidak diketahui
sebelumnya maka suhu wet bulb ambient lebih disukai. Suhu air dingin harus
cukup rendah untuk dapat menukar panas atau mengembunkan uap pada tingkat
suhu optimum. Jumlah air yang disuplai, udara, dan suhu panas yang ditukar
harus dipertimbangkan dalam memilih menara pendingin supaya ukuran benar
dan biayanya rendah (Ananthanarayanan, 2006).
Dry bulb temperature (DBT) merupakan temperatur udara kering, tanpa
memperhitungkan adanya kandungan uap air yang mungkin terdapat pada udara
tersebut. Semakin rendah nilai approach akan semakin baik kinerja cooling tower.
Range dan approach harus dipantau, tetapi approach merupakan indikator yang
lebih baik untuk kinerja cooling tower. Kelembaban tinggi udara yang digunakan
akan menyebabkan proses penguapan berlangsung lamban dan WBT yang identik
dengan DBT. Kelembaban rendah yang terjadi maka sebagian air akan menguap,
jadi WBT akan semakin jauh perbedaannya dengan DBT (Wibisono, 2005).

Gambar 1. Range & approach temperatur menara pendingin


(Sumber: Handoyo, 2015).

Baik atau tidaknya kinerja menara pendingin biasanya dinyatakan dalam


range dan approach. Range merupakan perbedaan atau jarak antara temperatur air
masuk dan keluar menara pendingin. Range yang tinggi berarti bahwa menara
pendingin telah mampu menurunkan suhu air secara efektif dan kinerjanya baik.
Range bukan ditentukan oleh menara pendingin, namun ditentukan oleh proses
pendinginan yang terjadi pada cooling tower. Range yang didapat pada suatu alat
penukar kalor ditentukan seluruhnya oleh beban panas dan laju sirkulasi air yang
melalui penukar panas dan menuju ke air pendingin. Penggunaan terhadap menara
pendingin dikhususkan untuk mendinginkan laju aliran tertentu dari satu suhu ke
suhu lainnya pada suhu wet bulb tertentu (Handoyo, 2015).
Range akan meningkat bila jumlah air yang disirkulasi dan beban panas
meningkat. Kenaikan range sebagai hasil dari beban panas yang ditambahkan
selama proses memerlukan menara yang lebih besar. Kejadian ini menyebabkan
meningkatnya range ada dua yaitu pertama, suhu air masuk meningkat (suhu air
dingin yang keluar sama), akan ekonomis menginvestasikan alat tambahan untuk
penghilangan panas. Peningkatan range kedua yaitu suhu air keluar berkurang
(dan suhu air panas yang masuk sama). Ukuran menara harus ditingkatkan sebab
approach-nya juga turun, dan hal ini tidak selalu ekonomis (Wibisono, 2005).
Approach adalah perbedaan antara suhu air dingin yang keluar menara
pendingin dan suhu wet bulb ambient. Semakin rendah nilai approach semakin
baik kinerja menara pendingin. Range dan approach harus dipantau akan tetapi
approach merupakan indikator yang lebih baik untuk kinerja menara pendingin.
Semakin dekat approach dengan wet bulb, akan semakin mahal biaya pembuatan
menara pendinginnya karena meningkatnya ukuran. Ukuran di menara pendingin
harus dipilih berdasarkan nilai approach, kemudian diikuti oleh debit air dan
udara, sehingga nilai range dan temperatur pada wet bulb mungkin akan menjadi
semakin tidak signifikan selama proses pendinginan (Handoyo, 2015)
Air panas dari compressor masuk ke cooling tower supaya temperatur air
turun sehingga air yang dingin bisa digunakan kembali. Sistem pendinginan pada
mesin di industri bertujuan untuk menjaga kestabilan pada temperatur dan juga
penurunan temperatur melalui proses pertukaran panas. Temperatur lingkungan
sekitar akibat (temperatur ambien) akan mempengaruhi kinerja CT karena pada
tingkat udara tertentu yang bergerak melalui sebuah CT mengalami perpindahan
panas yang dapat terjadi dipengaruhi oleh jumlah air permukaan yang terkena
udara (Pratiwi dkk, 2014). Kinerja desain CT sangat dipengaruhi oleh temperatur
lingkungan sekitar. Parameter yang mempengaruhi kinerja cooling tower yaitu
pengaruh temperatur lingkungan yang artinya adalah temperatur ambient (DBT
dan WBT) akan mempengaruhi perpindahan panas atau kinerja di dalam CT.

3. Laju udara
Rasio laju aliran air per udara yang rendah maka nilai karakteristik menara
pendingin dengan packing, dapat mencapai dua kali lebih besar nilainya daripada
karakteristik menara pendingin tanpa packing (Johanes, 2011). Nilai rasio air per
udara adalah parameter yang sangat penting dalam pemilihan jenis suatu menara
pendingin. Terutama dalam pemilihan kapasitas, jenis, dan jumlah fan. Rasio ini
merupakan perbandingan antara debit air dengan udara yang hendak didinginkan
CT banyak digunakan di industri sebagai sistem pendinginan air, proses
pada CT air ingin didinginkan oleh udara. Panas yang akan dilepaskan air ke
udara terdiri dari panas sensibel dan panas laten. Besarnya pelepasan panas dari
air ke udara menentukan performa dari CT. Beberapa faktor yang mempengaruhi
performa dari CT diantaranya adalah kondisi distribusi aliran air dan udara di
dalam CT. Semakin merata distribusi aliran air dan udara maka performa CT akan
semakin baik. Distribusi aliran air dalam menara pendingin dan laju udara akan
merata bila dilakukan pemeliharaan terhadap CT (Johanes, 2011).

4. Penggunaan Fan
Kipas (fan) merupakan bagian yang penting dari sebuah menara pendingin
karena berfungsi untuk menarik atau mendorong udara dingin, udara dingin
tersebut akan diserkulasikan di dalam menara. Udara dingin tersebut dikontakkan
dengan air yang lebih panas. Kipas yang rusak atau tidak berfungsi dengan baik
akan membuat kinerja menara pendingin tidak maksimal. Kipas digerakkan oleh
motor listrik dan di kopel langsung oleh poros kipas (Putra, 2015). Pembagian
jenis cooling tower berdasarkan penggunaan fan dapat dibagi menjadi dua jenis:
1) Natural draft cooling tower
2) Mechanical draft cooling tower
Natural draft cooling tower merupakan menara yang tidak menggunakan
kipas dan aliran udaranya bergantung pada tekanan dorong udara. Udara mengalir
ke atas karena adanya perbedaan massa jenis antara udara atmosfer dengan udara
lembab di dalam menara pendingin. Udara di dalam cooling tower memiliki suhu
yang lebih tinggi daripada udara atmosfer sekitarnya (Putra, 2015).
Perbedaan massa jenis udara menyebabkan tekanan dorong yang
mendorong udara ke atas. Menara pendingin alami ini memiliki tinggi yang dapat
mencapai puluhan meter. Proses pendinginan yang tidak menggunakan fan, hanya
akan membuat sedikit perubahan pada temperatur air (Ardani dkk, 2018). Aliran
udara pada cooling tower jenis natural draft cooling tower dipengaruhi oleh udara
yang masuk secara alami ke dalam menara pendingin. Perpindahan panas terjadi
di dalam menara dikarenakan prinsip temperatur yang akan mengalir dari
temperatur yang lebih tinggi ke temperatur lebih rendah.
Proses pendinginan dengan natural draft cooling tower terjadinya aliran
massa udara yang diperlukan disebabkan oleh perbedaan kepadatan (daya apung).
Bentuk perancangan menara pendingin natural draft terbagi menjadi sistem
pendingin sirkuit tertutup dan terbuka. Perbandingannya dengan sistem konsep
mekanis adalah menara pendingin konsep alami tidak membutuhkan daya kipas.
Hasilnya adalah dampak positif pada keseimbangan yang dicapai dari seluruh
pembangkit listrik (Hoffschmidt dkk, 2012).

Gambar 2. Natural draft hyperbolic tower


Sumber: (Hill dkk, 1990)

Mechanical draft cooling tower merupakan sistem pendinginan air yang


dilengkap dengan satu atau beberapa kipas yang digerakkan secara mekanik.
Kipas yang digunakan selama proses pendinginan berfungsi untuk mensuplai
udara ke dalam cooling tower. Udara yang digerakkan ke dalam cooling tower
bertujuan untuk menerima kalo dari air yang memiliki suhu lebih tinggi. Arah
aliran kipas yang digunakan pada cooling tower terdiri dari dua jenis:
1) Forced draft cooling tower
2) Induced draft cooling tower
Forced draft cooling tower merupakan menara pendingin yang didukung
dengan penggunaan kipas. Menara pendingin ini merupakan jenis aliran angin
dorong karena kipas dipasang di bagian bawah alat, sehingga kipas dapat
mendorong udara melalui menara pendingin. Aliran angin ini secara teoritis
banyak disukai karena kipas beroperasi dengan udara yang lebih dingin, sehingga
konsumsi daya menjadi lebih kecil. Penggunaan menara pendingin ini mulai
kurang diminati oleh beberapa industri karena berdasarkan beberapa kasus jenis
ini memiliki banyak masalah. Masalah yang terjadi berkaitan dengan distribusi
udara yang tidak stabil, kebocoran pada sistem, dan adanya resirkulasi udara yang
kembali atau terperangkap di menara pendingin (Handoyo, 2015).
Menurut Handoyo (2015), aliran alir udara yang didorong pada forced
draft cooling tower merupakan jenis aliran counter flow. Laju alir udara yang
dihembuskan atau didorong oleh fan melalui bagian bawah menara pendingin atau
melalui sisi menara menuju bagian atas. Proses tumbukan atau kontak di dalam
menara antara udara dengan air akan menyebabkan perpindahan panas terjadi.

Gambar 3. Forced draft cooling tower


(Sumber: Hensley, 2006)
Penggunaan kipas pendorong pada cooling tower, membuat laju air udara
masuk dengan kecepatan yang tinggi sedangkan pada aliran keluar menara, laju
alir menjadi lebih lambat dipengaruhi kemampuan kipas pendorong. Laju alir
udara yang lambat pada aliran keluar membuat udara terkadang berkumpul di
dalam menara. Kipas memaksa udara untuk masuk ke dalam menara. Induced
draft cooling tower merupakan jenis menara pendingin yang menggunakan kipas
pada bagian atas menara. Udara masuk secara alami melalui bagian bawah menara
pendingin kemudian dihisap oleh kipas pendingin. Penggunaan kipas penghisap
pada bagian atas menara bertujuan untuk membuat laju udara menjadi lebih cepat
menuju bagian atas menara. Laju udara dingin akan bergerak naik secara vertikal
berlawanan dengan arah jatuhnya air yang ingin didinginkan (Hensley, 2006).
Menara pendingin dengan jenis kipas hisap termasuk bagian dari sistem
utilitas, casing menara terbuat dari bahan yang bebas karat. Menara pendingin
beroperasi pada aliran balik atau berlawanan. Prinsip dimana cairan yang akan
didinginkan diarahkan ke bawah melewati blok packing tersusun yang terdapat di
dalam menara, sementara udara pendingin ditarik ke atas melewati packing.
Penggunaan packing mempengaruhi daya pada fan (Putra, 2015).

Gambar 4. Induced draft cooling tower


(Sumber: Putra, 2015)

5. Losses Pada Cooling Tower


Industri pada umumnya menggunakan cooling tower untuk mendinginkan
kembali air proses. Pabrik yang menggunakan cooling tower biasanya mengalami
beberapa masalah dalam memaksimalan fungsi alat. Proses pendinginan pada
operasi cooling tower pada umumnya banyak menghasilkan losses. Losses dapat
disebabkan karena alat yang bekerja tidak maksimal atau adanya kerusakan ringan
pada alat. Cooling tower pada industri biasanya memiliki tiga jenis losses, yaitu
evaporation losses, drift losses, dan blowdown losses (Huchler, 2009)
Evaporation losses adalah kehilangan air akibat dari menguapnya sebagian
kecil air karena adanya pemanasan. Pemanasan terjadi karena adanya panas dari
lingkungan maupun panas dari air proses itu sendiri. Kebutuhan air pada cooling
tower sangat penting diketahui, mengingat akan berpengaruh pada pengeluaran
biaya produksi dan juga menjaga kualitas air yang akan digunakan pada peralatan
produksi. Pengelolaan air yang mengakibatkan kerusakan pada pipa pendingin
akan mempengaruhi proses di produksi. Pendinginan dilakukan secara evaporasi
yaitu mengontakkan air hangat dengan aliran udara yang dingin. Proses ini akan
menyebabkan harus adanya keberadaan make up water dan proses blowdown.
Proses pendinginan akan menimbulkan pemekatan konsentrasi (Handoyo, 2015).
Upaya untuk menggantikan air yang hilang karena proses evaporasi adalah
harus ada penyediaan air make up. Usaha untuk menyeimbangkan pemekatan
dissolved solid pada air dingin adalah dengan blowdown Evaporative loss dari
sistem cooling tower mengakibatkan meningkatnya jumlah padatan terlarut atau
tersuspensi di dalam sistem air sirkulasi. Konsentrasi yang berlebih dari pengotor
ini memungkinkan untuk terjadinya pembentukan korosi, kerak, dan penyumbatan
di dalam sistem. Peningkatan konsentrasi dari pengotor harus terus dikontrol
dengan cara menghilangkan air dalam sistem (bleed off) dan mengganti air dengan
air make up, supaya tidak terjadi penumpukan zat pengotor (Ardani dkk, 2018).
Drift losses yaitu kerugian massa air akibat terbawa aliran udara yang
melintasi cooling tower. Jumlah drift losses terjadi relatif dan dapat diperkecil
dengan penggunaan drift eliminators pada cooling tower. Drift losses merupakan
hilangnya air karena adanya droplet (tetesan air) yang berukuran sangat kecil
terbawa bersama aliran udara saat proses pendinginan. Blowdown adalah kerugian
yang diakibatkan oleh pembuangan sejumlah air sirkulasi untuk mencegah
terjadinya peningkatan konsentrasi larutan atau zat-zat lain pada air sirkulasi.
Naiknya konsentrasi akan membuat larutan menjadi gumpalan-gumpalan yang
dapat menyumbat saluran air sirkulasi sehingga proses sirkulasi air menjadi
terganggu. Besarnya nilai blowdown yang dibutuhkan bergantung dengan range
pendinginan yang dihasilkan dan komposisi zat pada air make up (Putra, 2015).
Air yang disuplai ke dalam cooling tower merupakan air proses, masih
mengandung zat-zat pengotor berupa suspensi, garam-garaman, lumpur, ataupun
padatan. Kotoran tersebut dapat mengendap dan terakumulasi di dalam cooling
tower apabila beroperasi secara terus-menerus. Peningkatan konsentrat terlarut
dalam air pendingin dapat tercampur dengan air ketel sehingga menyebabkan
kerusakan pada pipa dan alat-alat lain (Ardani dkk, 2018)
Peningkatan konsentrat suspensi yang berupa lumpur akan mempengaruhi
efisiensi cooling tower dan proses heat transfer. Blowdown pada permukaan air
cooling tower biasanya akan dilakukan pembersihan dengan cara berkala untuk
mengurangi jumlah padatan terlarut dalam air. Proses blowdown berfungsi untuk
membuang zat pengotor (Fauzi dan Rudiyanto, 2016).
Cara penanganan losses yang terjadi dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Terjadinya drift losses dapat dicegah dengan cara mengatur flow rate dari air
ataupun udara dan dengan cara mendesain bentuk tower sedemikian rupa.
Pengaturan flow rate dari air biasanya tidak dilakukan, seperti yang kita ketahui
bahwa semakin lama waktu kontak yang terjadi antara air dan udara dengan
packing, efisiensi dari cooling tower atau menara pendingin makin besar. Usaha
untuk mempercapat flowrate air hanya akan membuat efisiensi dari cooling tower
berkurang, proses pendinginan menjadi tidak baik (Hensley, 2006).
Usaha terbaik yang dapat dilakukan adalah mempercepat flowrate dari
udara, yaitu dengan cara memperbanyak fan yang digunakan dan memperbesar
laju perputaran dari fan. Penambahan fan memang dapat membantu mempercepat
pendinginan, akan tetapi dengan cara yang seperti ini akan menjadi kurang
efisien. Penambahan fan memerlukan lebih banyak biaya dan membutuhkan lebih
banyak energi untuk membuat fan berputar lebih cepat (Handoyo, 2015).
Industri pada umumnya menggunakan aliran cross current untuk dapat
meminimalisasi drift losses. Aliran udara bergerak memotong secara tegak lurus
terhadap aliran di air pada packing. Udara kemudian melintasi menara pendingin
melalui bagian keluaran udara akibat gaya tarik dari fan yang berputar. Udara
bergerak tegak lurus terhadap lintasan laju alir air. Aliran udara masuk melalui sisi
louver, kemudian akan bergerak secara horizontal di sepanjang tower packed
dengan arah tegak lurus terhadap arah aliran air. Udara kemudian akan bergerak
secara vertikal ke atas setelah melewati drift eliminator, udara terhisap keluar
karena adanya putaran dari fan cooling tower. Arah aliran air mengalir ke pipa-
pipa distribusi dan di spray oleh nozzle distribusi, air menjadi tetesan-tetesan
kemudian akan mengalir ke bawah menuju ke basin (Kumar, 2016).
Evaporation losses atau kehilangan air karena proses penguapan dapat
dicegah yaitu dengan cara mengoptimalkan rasio temperatur dari air yang masuk
dengan laju alir udara, atau dengan cara menggunakan drift eliminator. Drift
eliminator adalah sebuah alat yang digunakan untuk menangkap tetes-tetes air
yang terjebak di dalam aliran udara supaya tidak hilang atau terbawa ke atmosfer.
Drift eliminator dipasang pada lubang keluaran udara (Kumar, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. N. 2012. Study the Performance of Different Packing in Open Cooling


Towers. Journal of Engineering and Development. Vol. 16(2): 193-210.
Ananthanarayanan, P. N. 2006. Basic Refrigeration and Air Conditioning Third
Edition. New Delhi: McGraw Hill Offices.
Ayyam, K., Sari, M. P., Ma'sum, Z., dan Putri, W. D. 2018. Perbandingan kerja
Antar Bahan Pengisi pada Menara Cooling Tower dengan Sistem Destilasi
Uap. Jurnal Penelitian Mahasiswa Teknik Sipil dan Teknik Kimia. Vol.
2(1): 19-29.
Coulson, J. M. dan Richardson, J. H. 2013. Chemical Engineering Volume 2
Particle Technology and Separation Processes. Oxford: Butterworth
Heinemann.
Fauzi, D. A. dan Rudiyanto, B. 2016. Analisa Performa Menara Pendingin pada
PT. Geo Dipa Energi Unit Dieng. Jurnal Ilmiah Rotari. Vol. 1(1): 25- 33.
Handoyo, Y. 2015. Analisis Performa Cooling Tower LCT 400 Pada PT.XYZ,
Tambun Bekasi. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 3(1): 38-52.
Hensley, J. C. 2006. Cooling Tower Fundamentals 2nd edition. Kansas: SPX
Cooling Technologies Inc.
Hill, G. B., Pring, E. J., Osborn, P. D. 1990. Cooling Towers Principles and
Practice 3rd Edition. Inggris: Butterworth-Heinemann.
Hoffschmidt, B., Alexopoulos, S., Rau, C., Sattler, J., Anthrakidis, A., Boura, C.,
Connor, B., dan Hilger, P. 2012. Concentrating Solar Power.
Comprehensive Renewable Energy Journal. Vol 3(18): 595-636.
Huchler, L. 2009. Cooling Towers Part 2: Operating, Monitoring, and
Maintaining. Chemical Engineering Process Journal. Vol 10(5): 38-42.
Johanes, S. 2011. Komparasi Karakteristik Menara Pendingin Menggunakan
Beberapa Tipe Susunan Pipa-pipa Sebagai Pendistribusi Cairan. Jurnal
Forum Teknik. Vol. 34(1): 67-75.
Kumar, M. 2016. Performance Analysis of Cooling Tower. International Journal
of Engineering Trends and Technology (IJETT). Vol 38(9): 442-448.
Martha, S. I. 2011. Peralatan Energi Listrik: Menara Pendingin. (Online).
http://repository.unib.ac.id/9242/1/IV%2CV%2CLAMP%2CII-14-ste-FT.
pdf. (Diakses pada tanggal 04 September 2019).
Pratiwi, N. P., Nugroho, G., dan Hamidah, N. L. 2014. Analisasi Kinerja Cooling
Tower Induced Draft Tipe LBC W-300 terhadap Pengaruh Temperatur
Lingkungan. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 7(7): 1-6.
Wibisono, Y. 2005. Perbandingan Unjuk Kerja Antar Bahan Pengisi pada Menara
Pendingin Tipe Induced Counter Flow. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.
6(3): 152-162.

Huchler, L., Cooling Towers, Part 2: Operating, Moni-


toring and Maintaining, Chemical Engineering Progress,
Oct. 2009

Anda mungkin juga menyukai