Preeklampsia Berat Dan BSC

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 36

MANAJEMEN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT DAN BEKAS SECTIO


SECAREA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Devimma Shary
13711134

Pembimbing :

dr. Bagus Mukti, Sp . OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD SOEDONO MADIUN
2018
MANAJEMEN KASUS

PREEKLAMPSI BERAT DAN BEKAS SECTIO SECAREA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase


Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :
Devimma Shary (13711134)

Telah dipresentasikan tanggal :


08 November 2018

Dokter Pembimbing DM RSUD Dr. Soedono Madiun

dr. Bagus Mukti, Sp. OG Devimma Shary

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO


SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI
Jl. Dr. Soetomo 59. Telp 0351 464326 pswt. 150

LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 6738664

IDENTITAS
• Nama pasien : Ny. E umur : 34 tahun
• Nama suami : Tn. M umur : 30 tahun
• Agama : Islam
• Pendidikan istri : SD
• Pendidikan suami : SMA
• Pekerjaan istri : Swasta
• Pekerjaan suami : Swasta
• Lama menikah : 10 tahun
• Alamat : Jalan Kunir RT/RW 02/01 Kecamatan
Mangunharjo

MASUK dan KELUAR RS


• Masuk : 21–10–2018 jam 23.00
• Keluar : 26-10-2018 jam 14.00

ANAMNESIS
• Keluhan utama : Kenceng- kenceng sejak pk 16.00
• Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang sendiri ke RSSM dengan keluhan kenceng-kenceng
sejak pukul 16.00. Kenceng-kenceng dirasakan bertambah lama dan
bertambah sering. Durasi kenceng-kenceng + 30 detik. Tidak terdapat
keluhan seperti keluarnya lendir darah atau air merembes dari jalan lahir.
Keluhan lain seperti penglihatan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah, dan
sesak disangkal.

• Riwayat pernikahan :
Status : Menikah
Banyak : 1 kali
Usia menikah : 24 tahun
Lama menikah : 10 tahun
• Riwayat kontrasepsi sebelum hamil : KB suntik 3 bulan sekali terakhir
th 2006
• Riwayat Menstruasi :
o HPHT : 01-02-2018
o HPL : 08-11-2018
o Usia kehamilan : 3738 minggu
o Umur menarche : 12 th
o Siklus : teratur (28 hari)
o Lama : teratur 3-5 hari
o Volume : 2 kali/ hari ganti pembalut
o Nyeri saat menstruasi : disangkal
• Riwayat Perawatan Antenatal :
o BPM : 1 kali -> Tanggal 20-10-18
o Sp.OG :-
• Riwayat persalinan yang lalu :
No. A/P/Ab BBL Cara Lahir Tempat Penolong L/P Umur H/M
1. Aterm 3000 SC (ai RS Dokter P 9 th
H
gram pembukaan lama) Sogaten
2. Aterm 3700 SC (ai BSC RS Dokter P 6 th
H
gram terlalu dekat) Sogaten
3. Prematur - spontan - L - M

• Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-).

• Riwayat Persalinan sekarang

o Tgl. 21/10/18 jam 16.00 his mulai


o Tgl. (-) jam (-) ketuban pecah
o Tgl. (-) jam (-) keluar lendir

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Vital sign :
TD : 160/90 mmHg RR : 20 x/menit
N : 90 x/menit t ax : 36,9 0C
Berat badan : 70 kg Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 27.3 kg/m2 (normal)
Kepala leher : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (-)
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-
Status Obstetri

• Leopold I : bagian fundus uterus teraba bokong , TFU: 35 cm

• Leopold II : sisi kanan ibu teraba seperti papan, sisi kiri teraba
bagian- bagian kecil, DJJ: 144x/menit
• Leopold III : bagian bawah teraba bulat keras
• Leopold IV : kepala bayi sudah masuk panggul
• VT : pembukaan 3cm, efficement 25%, presentasi kepala,
denominator UUB depan, hodge II, ketuban (+),
ukuran panggul dalam normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• NST

Bacaan NST
− Baseline: 130 dpm
− Variabilitas: 6-25 dpm
− Akselerasi: tidak tampak
− Deselerasi: tidak tampak
− Kontraksi uterus > 2 kali dalam 10 menit
− Gerakan janin tidak terekam
− Kesimpulan: Meragukan
• Pemeriksaan laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium di RSSM (21-10-2018 pk 23.20)
Parameter Hematologi Nilai
Hb 11.4 gr/dL
Leukosit 10.01 x 103/µL
Trombosit 206 x 103/µL
Hematokrit 36.8 %
Eritrosit 4.30 x 106/µL
HIV 1 Negatif
HbsAg rapid Negatif
KIMIA KLINIK
Albumin 3.46 g/dL
SGOT 11 U/L
SGPT 7 U/L
BUN 8.2 mg/dL
Creatinin 0.71 mg/dL
GDS 100 mg/dL

URINALISIS
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Positif (+)
PH 7.0
Protein Positif 1
Urobilinogen Negatif
Leukosit Positif

DIAGNOSIS
G2P1001 UK 37/38 minggu + THIU + Letak kepala + BSC 2 kali +
Preeklampsia berat + inpartu kala I fase laten+ TBJ 3720 gram

TERAPI
• Terminasi perabdominal
• Dosis loading4 gr MgSO4 20% 20cc selama 5-10 menit dilanjutkan dosis
pemeliharaan dengan syringe pump 1 gram/ jam sampai 24 jam post partum
• Nifedipin 10 mg oral diulangi dengan interval 20-30 menit
• Pantau produksi urin, refleks patela, frekuensi napas dan saturasi oksigen

LAPORAN OPERASI SECTIO CAESAREA


(22 Oktober 2018 pukul 01.00 )

- Anestesi menggunakan General Anestesi (GA)


- Uterus gravid aterm
- Adeneksa Parametrium D/S dalam batas normal
- Lahir SC bayi laki-laki/3900 gram/51/AS 7-8
- Lahir placenta dengan tarikan ringan
- Terapi Post Operasi
o Sementara puasa
o Infus RD5 500 cc /24 jam
o Drip Oksitosin 2 ampul sd 24 jam post op
o Drip MgSO4 1 gr/jam sd 24 jam post op
o Balans cairan CM=CK+500 cc

o Monitoring Keluhan/VS/Kontraksi uterus/Fluxus/luka operasi

FOLLOW UP
22 Oktober 2018 Pukul 06.00 di Mawar
S: Nyeri luka bekas operasi
O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 140/70 mmHg
N= 82 kali//menit
R= 20 kali/menit
S= 36,8 ̊C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, V/V fluxus (-),
lochea (+)
Abd: luka jahitan bekas operasi tidak merembes
A: P3102 Post SC + MOW H0 (a/i BSC 2 kali + PEB)
P : - Diet TKTP RG
- Minum maksimal 500 cc/24 jam
- Balans cairan CM=CK+500 cc
- Inf RL : D5 2:2 selama 24 jam post op
- Drip oksitosisn 2 amp dlm 500 cc infus sd 12 jam post op
- Drip MgSO4 1 gram/jam sp sd 24 jam post partum
- Pantau produksi urin, refleks patela, frekuensi napas dan saturasi oksigen

FOLLOW UP
23 Oktober 2018 Pukul 06.00 di Mawar

S: Nyeri luka post operasi berkurang


O: STU : KU baik, GCS 456

K/L : a/i/c/d -/-/-/-


VS: TD= 140/80 mmHg input/24 jam= 920 cc
N= 84 kali//menit output/24 jam=1600 cc
R= 19 kali/menit
S= 36,6 ̊C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, V/V fluxus (-)
lochea (+)
Abd: luka jahitan bekas operasi tidak merembes
A: P3102 Post SC + MOW H1 (a/i BSC + PEB)
P : - Diet TKTP RG
- Mobilisasi bertahap
- Minum maksimal 1000 cc/24 jam
- Balans cairan CM=CK+ 500 cc
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Sulfar ferosus 2 x 1 tab
- Obs kel/vs/kontraksi uterus/fluxus/produksi urin

FOLLOW UP
24 Oktober 2018 Pukul 06.00 di Mawar

S: Nyeri luka post operasi berkurang


O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 120/80 mmHg
N= 80 kali//menit
R= 20 kali/menit
S= 36,7 ̊C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, V/V fluxus (-)
lochea (+)
Abd: luka jahitan bekas operasi tidak merembes
A: P3102 Post SC + MOW H2 (a/i BSC 2 kali + PEB)
P : - Diet TKTP RG
- Mobilisasi bertahap
- Minum maksimal 1000 cc/24 jam
- Balans cairan CM=CK+500 cc
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Sulfar ferosus 2 x 1 tab
- Obs kel/vs/kontraksi uterus/fluxus/produksi urin

FOLLOW UP
25 Oktober 2018 Pukul 07.00 di Mawar

S: nyeri luka bekas operasi berkurang


O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 120/80 mmHg

N= 79 kali//menit
R= 17 kali/menit
S= 37 ̊C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai +/+
STO : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, V/V fluxus (-)
lochea (+)
Abd: luka jahitan bekas operasi tidak merembes
A: P3102 Post SC + MOW H3 (a/i BSC 2 kali + PEB)
P : - Diet TKTP RG
- Mobilisasi bertahap
- Minum maksimal 1000 cc/24 jam
- Balans cairan CM=CK+500 cc
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Sulfar ferosus 2 x 1 tab
- Rawat luka
- Besok cek lab lengkap
- Obs kel/vs/kontraksi uterus/fluxus/produksi urin

FOLLOW UP
26 Oktober 2018 Pukul 07.00 di Mawar

S: nyeri luka bekas operasi berkurang


O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 100/60 mmHg
N= 81 kali//menit
R= 19 kali/menit
S= 37 ̊C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler

Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-


Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai +/+
STO : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi uterus (+) baik, V/V fluxus (-),
lochea (+)
Abd: luka bekas operasi tidak merembes
A: P3102 Post SC + MOW H4 (a/i BSC 2 kali + PEB)
P : - Diet TKTP RG
- Mobilisasi bertahap
- Minum maksimal 1000 cc/24 jam
- Balans cairan CM=CK+500 cc
- Asam Mefenamat 3x500 mg
- Sulfar ferosus 2 x 1 tab
- Hari ini cek lab lengkap
- Obs kel /vs /kontraksi uterus/ fluxus/ produksi urin/ tanda impending
preeklampsia
- KRS ->kontrol poli asih 3 hari lagi
Tabel 2. Hasil Laboratorium di RSSM (26-10-2018 pk 10.20)
Parameter Hematologi Nilai
Hb 11.4 gr/dL
Leukosit 10.01 x 103/µL
Trombosit 206 x 103/µL
Hematokrit 36.8 %
Eritrosit 4.30 x 106/µL
HIV 1 Negatif
HbsAg rapid Negatif
KIMIA KLINIK
Albumin 3.46 g/dL
SGOT 11 U/L
SGPT 7 U/L
BUN 8.2 mg/dL
Creatinin 0.71 mg/dL
GDS 100 mg/dL
URINALISIS
Glukosa Negatif
Bilirubin Negatif
Keton Positif (+)
PH 7.0

10

Protein Negatif
Urobilinogen Negatif
Leukosit Positif

11

TINJAUAN PUSTAKA
PRE EKLAMPSIA

A. DEFINISI
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi yang spesifik pada kehamilan
dimana banyak sistem yang terlibat. Biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu, paling sering terjadi saat usia kehamilan mendekati aterm dan dapat
tumpang tindih (superimposed) dengan penyakit hipertensi lainnya. Preeklampsia
merupakan komplikasi obstetrik paling umum yang utamanya ditentukan oleh
munculnya onset baru hipertensi dan onset baru proteinuria. Namun dua kriteria ini
merupakan definisi klasik, terdapat beberapa wanita yang menderita hipertensi
disertai tanda-tanda multisistem yang biasanya mengindikasikan keparahan penyakit
tanpa disertai proteinuria. Keterlibatan multisistem yang dimaksud antara lain:
trombositopenia (trombosit <100.000/mikrolter), gangguan fungsi hepar
(peningkatan kadar transaminase hepar dalam darah 2 kali dari kadar normal),
insufiensi ginjal baru (peningkatan kreatinin serum > 1.1 mg/dL atau 2 kali lipat
dengan tidak adanya penyakit renal), edem pulmo, atau gangguan serebral atau visual
onset baru (ACOG, 2013).

Tabel 1. 1 Indikator Keparahan Penyakit Hipertensi pada Kehamilan


Abnormalitas Tidak Berat Berat
Tekanan darah diastolik <110 mmHg > 110 mmHg
Tekanan darah sistolik <160 mmHg > 160 mmHg
Proteinuria Tidak ada - positif Tidak ada - positif
Nyeri kepala Tidak ada Ada
Gangguan visual Tidak ada Ada
Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Konvulsi Tidak ada Ada
Kreatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
(<100.000/mikroliter)
Peningkatan Minimal Jelas
transaminase serum
Retriksi pertumbuhan Tidak ada Ada
janin
Edem pulmo Tidak ada Ada

12

Usia gestasi Akhir Awal


(Sumber: Cunningham, 2018)

B. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor resiko preeklampsia sudah terdeteksi. Menurut Saito (2018)
Faktor resiko diklasifikasikan menjadi, faktor spesifik kehamilan dan kondisi ibu
yang sudah ada sebelumnya:.
1.1. Faktor spesifik kehamilan
• Nulipara
Preeklampsia dianggap sebagai penyakit pada kehamilan pertama.
Riwayat kehamilan normal sbelumnya dikaitkan dengan penurunan frekuensi
preeklampsia. Maka dari itu nulipara merupakan faktor resiko signifikan
untuk preeklampsia. Diduga maladaptasi imunolgis berperan dalam penyebab
terjadinya preeklampsia.
• Interval antar kehamilan
Hal ini berkaitan dengan masa hidup antigen spesifik sel Treg orang
tuan. Ketika interval dengan kehamilan terakhir lebih dari 10 tahun , angka
antigen spesifik sel treg akan mnurun sehingga menenyebabkan resiko tinggi
menderita preeklampsia
• Kehamilan multipel
Preeklampsia lebih umu terjadi pada wanita yang mengandung anak
kembar 2, triplet atau multipel. Hal ini menyirtkan bahwa insidensi
preeklampsia pada kehamilan kembar sebesar 2 kali lipat dikarenakan
terdapat dua antigen janin bukan karena mismatch HLA antara ibu dan janin.
1.2. Kondisi maternal sebelumnya
• Usia tua
Resiko preeklampsia tinggi untuk wanital yang hamil pda usia tua.
Wanita dengan usia tua akan cenderung menderita aterosklerosis yang
mempunyai efek pada arteri-arteri kecil, seperti pada ginjal dan uteru yang
akan mengarah pada hipertensi.
• Obesitas atau tingginya BMI

13

Resiko preeklampsia akan secara jelas meningkat dari BMI 15-30


2
kg/m . BMI sebelum kehamilan secara signifikan tinggi pada wanita dengan
hipertensi gestasional dan preeklampsia dibandingkan dengan wanita
normotensi. Tinggi nya BMI dikaitkan dengan kecenderungan genetik untuk
hipertensi, diabetes melitus dan resistensi insulin dan efek obesitas pada
kondisi inflamasi kronik. Obesitas akan berefek pada lingkungan maternal
dengan membuat kondisi yang meningkatkan resiko diabetes gestasional,
hipertensi dalam kehamilan, abnormalitas pertumbuhan janin dan anomali
kongenital
• Riwayat preeklampsi pada kehamilan sebelumnya
Beberapa penelitian melaporkan resiko bahwa resiko preeklampsi
sekitar 20% namun ini berubah menjadi 80% tergantung pada apakah wanita
memiliki riwayat preeklampsia dan tingkat keparahannya.
• Hipertensi kronik
Sekitar 25% wanita dengan riwayat hipertensi kronik sebelumnya
berkembang menjadi superimposed preeklamspi. Wanita dengan riwayat
hipertensi ringan sebelum konsepsi atau pada kehamilan awal 15% akan
menjadi preklapmsia dan 50% pada wanita dengan hipertensi berat. Wanita
dengan hipertensi kronik disertai superimposed preeklampsi mempunyai
resiko tinggi melahirkan bayi kecil untuk usia kehamilannya dan mengalami
abrupsi plasenta dibandingkan dengan wanita dengan hipertensi kronik tanpa
superimposed preeklampsi
• Riwayat DM
Diabetes melitus dikitkan dengan meningkatnya stres oksidatif yang
disebabkan hiperglikemia, produksi reactive oxygen species dan sinyal
inflamasi. Tingkat protein yang diinduksi oleh stres pada trimester awal
plasenta lebih tinggi pada wanita dengan DM tipe 1. Meningkatna stress pada
awal plasentasi akan berkontribusi pada meningkatnya resiko preeklampsia.

14

Tabel 1.2 Faktor Resiko Preeklampsia


FAKTOR RESIKO PREEKLAMPSIA
• Primipara
• Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
• Hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik atau keduanya
• Riwayat trombofilia
• Kehamilan multijanin
• Diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2
• Obesitas
• Systemic lupus erythematosus
• Usia maternal > 40 tahun
(Sumber: ACOG, 2013)
C. PATOFISIOLOGI
Preeklampsia adalah penyakit plasenta dari mana ibu dan janin mengalami
gangguan. PE dengan sesingkat mungkin, dapat diringkas sebagai akibat dari
berbagai faktor genetik dan epigenetik yang memiliki pengaruh pada proses
remodeling arteri spiral yang tidak tepat, yaitu buruknya plasentasi, yang akibatnya
plasenta akan memiliki perfusi yang buruk dan munculnya stres oksidasi pada
plasenta, yang merangsang sintesis mediator humoral yang berbeda untuk disfungsi
endotel berbagai organ dan organik sistem wanita hamil dan janin, mengakibatkan
penyakit multi-sistem (Mirkovic, 2018).
1.1. Remodelling arteri spiralis
Plasenta manusia merupakan organ sementara, salah satu organ
dengan vaskularisasi terbanyak, dimana 98% jaringan berasal dari janin misal
trofoblas, hanya sekitar 2% berasal dari desidua, uteris dan berasal dari ibu.
Permukaan kapiler plasenta dibutuhkan unuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Vaskulogenesis akan dimulai ada minggu ke 3 setelah
konsepsi dan sirkulasi fetoplasenta akan mulai establis pada 8 minggu.
Sel endotel vaskular dan sel otot polos arteri spiralis akan mulai
menghilang kemudian digantikan dengan sel trofoblas janin. Proses invasi
trofoblas janin, yang dilakukan oleh extravillous trophoblasts, ke desidua,
segmen dalam uterus sampai dapat bertemu dengan arteri spiralis yang akan
mempengaruhi proses remodelling. Perubahan atau remodelling dari arteri
spiralis ini akan menyebabkan pembuluh darah lebih tipis, lebih lunak dan

15

memiliki kapasitas yang besar untuk dilatasi pasif sehingga aliran darah lebih
besar. Diduga pada preeklampsia invasi sel trofoblas janin ke desidua tidak
adekuat sehingga remodelling tidak terjadi sempurna dan pembuluh darah
tidak berdilatasi (Duttaroy, Basak, 2016).

1.2. Stres oksidatif


Insufisiensi plasenta akan menyebabkan stres oksidatif. Preeklampsia
sendiri ditandai dengan meningkatnya produksi radikal bebas dan atau tidak
adanya antioksidan yang adekuat. Stres oksidatif kemudian akan merusak
plasenta dan mengarah pada proses inflamasi, apoptosis dan pelepasan debris
seluler ke sirkulasi maternal bersama dengan beberapa faktor anti angiogenik
dan sitokin proinflamasi. Akhirnya akan terjadi disfungsi endotel sistemik
masif yang ditandai dengan inflamasi vaskular dan konstriksi (Aouache,
2018).
1.3. Autoantibodi tipe 1 pada reseptor angiotensin II
Berbeda dengan kehamilan normal yang ditandai dengan
berkurangnya sensitivitas endotelium pada angiotensin II, pada wanita hamil
dengan PE, karena faktor genetik, imunomodulasi, dan faktor eksternal,
terdapat sensitivitas yang berlebihan pada angiotensin II. Sensitivitas ini
dapat dideteksi bahkan sebelum usia kehamilan 24 minggu. Dilaporkan
bahwa beberapa wanita hamil dengan PE menciptakan autoantibodi tipe satu
pada reseptor angiotensin II (AT1). Antibodi pada reseptor AT1
menunjukkan terjadinya hipertensi melalui aktivasi komplemen dan melalui
stimulasi produksi faktor antiangiogenik, sFlt-1 dan sEng. Kurangnya
immunoassay untuk reseptor AT1 spesifik ini mengganggu pemahaman lebih

16

lanjut tentang peran mereka dan kemungkinan penerapannya dalam praktik


klinis (Mirkovic, 2018).

D. PERUBAHAN SISTEM DAN ORGAN PADA PREEKLAMSIA


1.2. Volume plasma
Pada wanita dengan kehamilan normal volume plasma meningkat
secara bermakna (hipervolemia), untuk memenuhi kebutuhan janin.
Peningkatan tertinggi volume plasma pada kehamilan normal terjadi pada
usia kehamilan 32-34 minggu. Sebaliknya karena sebab yang tidak jelas pada
preeklamsia terjadi penurunan volume plasma sebesar 30%-40% dibanding
pada kehamilan normal (hipovolemia). Hipovolemia diimbangi dengan
vasokontriksi, akan terjadi hipertensi. Akibat dari hipovolemia adalah
hemokosentrasi darah, berarti terjadi peningkatan hematokrit. Bila pada
preeklampsia-eklampsia yang seharusnya terjadi peningkatan hematokrit
namun suatu saat terjadi penurunan hematokrit, berarti terjadi perdarahan
atau terjadi destruksi erithrosit (hemolisis). Volume plasma yang menurun
memberi dampak yang luas pada organ-organ penting misal: ginjal, utero
plasenta, dengan segala akibatnya.
Preeklamsia sangat peka terhapat pemberian cairan intravena yang
terlalu cepat dan banyak karena ruang intravaskuler mengecil (menyempit).
Ditakutkan terjadi iatrogenic overload cairan. Wanita dengan juga sangat
peka terhadap perdarahan, karena volume darah sudah mengalami
hipovolemia. Bila terjadi perdarahan, yang untuk hamil normal relative
sedikit, bagi kehamilan preeklampsia, menjadi relatif sangat banyak. Oleh
karena itu observasi cairan masuk maupun keluar harus dilakukan secara
ketat.
1.3. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi
perifer sedangakan tekanan darah sistolik menggambarkan curah jantung.
Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vaskular dimulai dari umur

17

kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II.


Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti
irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pasca
persalinan, kecuali beberapa kasus preeklampsia berat, kembalinya tekanan
darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pasca persalinan.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan
ukuran tekanan darah ≥140/90 mmHg, selang 6 jam. Dipilihnya tekanan
diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas tekanan 90 mmHg
yang disertai proteinuria mempunyai kolerasi dengan tingginya kematian
perinatal.
1.4. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh beberapa hal berikut:
i. Menurunnya alirah darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga
terjadi oliguria bahkan anuria
ii. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas membrane basalis sehingga terjadi kebocoran protein
sehingga mengakibatkan proteinuria
iii. Terjadi Glomerular Capillary Endoteliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibril
iv. Gagal ginjal akut yang terjadi akibat nekrosis tubular ginjal. Bila
sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis maka akan
terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat irreversible.
• Proteinuria
Bila proteinuria terjadi:
i. Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal
ii. Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit
kehamilan
iii. Tanpa kenainan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg, umumnya
ditemukan pada infeksi saluran kemih atau anemia.
iv. Pengukuran proteinuria dapat dilakukan dengan: urin dipstick: 100
mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali selang 6 jam

18

dan pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis


bila besaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.
• Asam urat serum
Umumnya meningkat ≥ 5 mg/ml, hal ini disebabkan oleh hipovolemia
yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan
menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya sekresi asam urat.
Peningkatan asam urat dapat terjadi juga akibat iskemik jaringan.
• Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum kadar kreatinin plasma pada
preeklampsia juga meningkat (≥1mg/dl) akibat hipovolemia yang
menurunkan aliran darah ke ginjal, akibatnya filtrasi menurun sehingga
sekresi kreatinin juga menurun.
• Oliguria dan Anuria
Oliguria disebabkan oleh karena hipovolemia dan kerusakan nefron
sehingga dapat menyebabkan anuria.
1.5. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada kehamilan normal. Pada
preeklamspia kadar elektrolit total sama seperti kehamilan normal, kecuali
bila diberikan diuretik, restriksi garam atau pemberian oksitosin yang
berlebihan karena bersifat diuretik.
Preeklampsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan asam dan basa. Pada waktu terjadi kejang eklampsia
kadar bikarbonat menurun akibat timbulnya asidosis laktat dan akibat
kompensasi hilangnya karbondioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar
natrium dan kalium pada kehamilan normal yaitu sesuai dengan proporsi
jumlah air dalam tubuh. Karena kadar natrium dan kalium dalam tubuh tidak
berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi retensi natrium yang
berlebihan. Ini berarti pada preeklamsia tidak diperlukan restriksi konsumsi
garam.
1.6. Tekanan osmotik koloid plasma/tekanan onkotik

19

Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur


kehamilan 8 minggu. Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun
karena kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
1.7. Koagulasi dan fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklampsia, misalnya trombositopenia,
jarang yang berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklampsia terjadi
peningkatan FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.
1.8. Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro
seperti fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklampsia viskositas darah
meningkat, mengakibatkan meningkatnya resistensi perifer dan menurunya
aliran darah ke organ
1.9. Hematokrit
Pada kehamilan normal hematokrit menurun karena hipervolemia,
kemudian meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin.
Pada preeklampsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan beratnya preeklampsia.
1.10. Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan
pendarahan. Bila terjadi pendarahan pada sel periportal lobus perifel, akan
terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Pendarahan ini dapat
meluas hingga dibawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di darah epigastrium dan
dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga perlu pembedahan.
1.11. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
• Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
• Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan
visus. Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata,

20

amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio


retina (retinal detachment).
• Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan
faktor prediksi terjadinya eklampsia.
• Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum
diketahui dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang
eklamptik ialah edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.
• Pendarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia.
1.12. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac
afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia.

1.13. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya
edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan
sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya diuresis.
Dalam menangani edema paru, pemasangan central venous pressure
(CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary
capillary wedge pressure.
1.14. Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah Intrauterine growth restriction
(IUGR) dan oligohidramnion, kenaikan morbiditas dan mortalitas janin,
secara tidak langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,
oligohidramnion, dan solusio plasenta.

21

E. Manajemen
Menurut Cunningham (2018) tujuan manajemen dasar ntuk setiap
kehamilan yang dipersulit oleh preeklampsia adalah (1) terminasi kehamilan
dengan kemungkinan kecil trauma pada ibu dan janin (2) persalinan bayi baru
lahir yang sehat dan dapat berkembang serta (3) pemulihan kesehatan ibu. Pada
sebagian besar wanita dengan preeklampsia pada saat atau mendekati aterm 3
tujuan ini mampu dicapai dengan induksi persalinan. Dengan rawat inap evaluasi
sistemik perlu dilakukan mencakup:
• Pemeriksaan mendetail, pemeriksaan harian berupa temuan klinis seperti
sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium dan peningkatan
berat badan yang cepat.
• Pengukuran berat badan harian.
• Pengukuran proteinuria atau protein urin : rasio creatinin saat kedatangan
dan sekurang-kurangnya 2 hari setelahnya.
• Penilaian tekanan darah tiap 4 jam kecuali pukul 24.00 sampai 06.00
kecuali jika tekanan darah sebelumnya meningkat.
• Pengukuran kreatinin serum atau plasma dan level transaminase hepar
dan hemogram termasuk platelet. Frekuensi pemeriksaan ditentukan oleh
tingkat keparaan hipertensi.
• Evaluasi berat janin dan kesejahtraan janin dan volume cairan amnion
dengan menggunakan USG maupun pemeriksaan fisik.
Tujuan evalusi adalah untuk mengidentifikasi secara dini preeklampsia
atau perburukan sindrom dan perkembangan rencana manajemen untuk persalinan
tepat waktu. Untungnya banyak kasus ringan dan mendekati aterm sehinggan
manajemen konservatif bisa dilakukan sampai persalinan dimulai secara spontan
atau sampai serviks siap untuk induksi persalinan. Penurunan tanda dan gejala
jarang terdaji hingga samapi dalam persalinan.
b. Tatalaksana Umum
Menurut WHO (2013) ibu hamil dengan preeklampsia harus segera
dirijuk ke rumah sakit. Pencegahan dan tatalaksana kejang adalah sebagai
berikut:

22

1. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan


sirkulasi (cairan intravena)
2. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai
tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang),
Cara pemberian dapat dilihat di tabel.
3. Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan selutuhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lali rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang
ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif

Syarat pemberian MgSO4


Tersedia Ca Glukonas 10%
Ada refleks patella
Jumlah urin minmal 0,5 ml/kgBB/jam
Observasi
Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi napas, refleks patella, dan jumlah urin
bila frekuensi pernapasan < 16 /menit, dan/atau tidak didapatkan refleks
tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin <0.5 ml/kgBB/jam),
segeran hentikan pemberian MgSO4.
Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%)
bolus dalam 10 menit.
Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia dirujuk, pantau dan nilai

23

adanya perburukan preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan


penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan kembali MgSO4 2 g
IV perlahan (15-20 menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan masih
terdapat kejang dapat dipertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama
2 menit
(Sumber: Cunningham, 2018 dan WHO 2013)

Menurut ACOG (2013) perjalanan klinis preeklampsia berat sering


ditandai dengan penurunan kondisi ibu dan janin yang progresif jika
persalinan tidak dilakukan. Oleh karena itu, demi kepentingan ibu dan
janinnya, persalinan dianjurkan ketika usia kehamilan mencapai 34 0/7
minggu atau lebih. Selain itu persalian yang cepat adalah piliha yang
paling aman untuk ibu dan janinnya ketika terdapat bukti edem paru, gagal
ginjal, abrupsi plasenta, trombositopenia berat, koagulasi intravaskular
yang meluas, gejala serebral persisten, penilaian pada janin yang tidak
meyakinkan, kematian janin terlepas dari usia kehamilan pada wanita
dengan preeklampsia berat kurang dari 34 0/7 minggu

b. Pertimbangan persalinan
Terminasi kehamilan merupakan satu-satunya obat bagi preeklampsia.
Nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrik adalah indikasi
bahwa kejang mungkin akan terjadi, dan oliguria merupakan tanda yang
tidak menyenangkan lainnya. Preeklampsia berat membutuhkan antikejang
dan antihipertensi yang diikuti oleh persalinan. Tujuan perawatan
eklampsia adalah untuk mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan
kerusakan serius pada organ vital lainnya dan untuk melahirkan bayi yang
sehat. Hal ini dibenarkan bahkan ketika serviks tidak siap. Induksi
persalinan dilakukan, biasanya dengan pematangan serviks preinduksi
dengan prostaglandin atau dilator osmotik. Persalinan sesar biasana
muncul dari kekhawatiran akan serviks yang belum matang, rasa urgensi
karena keparahan preeklampsia, dan kebutuhan untuk perawatan intensif
neonatal.
Ketika janin prematur pemikirian tentang tambahan minggu janin di
uterus akan mengurangi resiko kematian neonatus atau morbiditas serius

24

dari prematuritas. Pemikiran itu tentu saja dibenarkan dalam kasus-kasus


kecil. Pemeriksaan kesejahteraan janin dan fungsi plasenta tentu dilakukan
terutaman bila janin belum matang. Kebanyakan merekomendasikan NST
dan profil biofisikal. Beberapa pemeriksaan juga mampu digunakan untuk
membuktikkan pematangan paru. Rasio sFlt-1/ PIGF <38 merupakan
prediksi tidak adanya preeklampsia jangka pendek namun rasio ini masih
dalam penelitian.

(Sumber: POGI, 2016)

25

(Sumber: POGI, 2016)


c. Pemberian glukokortikoid
Untuk meningkatkan pematangan paru janin, glukokortikoid telah
diberikan kepada wanita dengan hipertensi berat yang jauh dari masa
aterm. Pengobatan tampaknya tidak memperburuk hipertensi ibu, dan telah
dilaporakan bahwa terdapat penurunan insiden distres pernapasan dan
peningkatan kelangsungan hidup janin (Cunningham, 2018). Indikasi

26

untuk persalinan ibu dengan usia kehamilan <34 minggu yang telah
mendapat manajemen ekspektan
Pengobatan Kortikosteroid untuk Pematangan Paru dan Persalinan setelah
stabilisasi ibu
Hipertensi berat tidak terkontrol
Eklampsia
Edem paru
Abrupsi plasenta
Koagulasi intravaskular terdesiminasi
Status janin yang meragukan
Kematian janin
Pengobatan Kortikosteroid untuk Pematangan Paru - Persalinan ditunda 48 jam
jika mungkin:
Ketuban pecah prematur
Trombositopenia <100.000/mikroliter
Peningaktan transaminase hepar 2 kali dari normal
Retriksi pertumbuhan janin
Oligihidramnion
Disfungsi renal memburuk
(Sumber: Cunningham, 2018)

d. Manajemen hipertensi berat


Hipertensi berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan
serebrovaskular dan enselopati hipertensi serta dapat memicu kejang
eklamptik. The National High Blood Pressure Education Program
Working Group dan The 2013 Task Force menyarankan pengobatan untuk
menurunkan tekanan sistolik dibawah 160 mmHg dan tekanan diastolik
dibawah 110 mmHg
• Antihipertensi
I. Hidralazin: diberikan secara intravena dengan dosis inisial 5 mg diikuti 5-10
mg dengan interval 15-20 menit sampai didapatkan respon yang memuaskan.
II. Labetalol: obat ini merupakan golongan beta dan alfa bloker nonselektif.
Dosis awal diberikan 10 mg secara intravena, jika tekanan darah tidak
menurun selama 10 menit maka diberikan 20 mg. Setelah 10 menit
berikutnya dosis tambahan sebesar 40 mg bisa diberikan bila dibutuhkan. Jika
respon yang memuaskan tidak dicapai, 80 mg dapat diberikan. ACOG (2017)

27

menyarakan memulai dengan dosis 20 mg bolus intravena. Jika tidak efektif


dalam 10 menit maka diikuti 40 mg, lalu 80 mg tiap 10 menit. Jika hipertensi
masih ada maka hidralazin bisa diberikan.
III. Nifedipin: penghambat kanal kalsium yang diberikan secara oral ini sudah
sangat populer digunakan karena kemampuannya dalam mengontrol
hipertensi yang berkaitan dengan kehamilan. ACOG (2017) dan RCOG
(2006) menyarankan dosis inisial sebesar 10 mg yang diikuti dalam 20-30
menit dengan 10-20 mg. Jika hasil tidak memuaskan maka bisa diberikan
labetalol. Nifedipin yang dberikan secara sublingual tidak lagi disarankan,
karena rute administrasi ini berhubungan dengan efek yang luas dan
berbahaya.
3. Terapi cairan
Ringer laktat diberikan secara rutin 60 mL sampai tidak lebih dari 125
mL tiap jam kecuali bila disertai kehilangan cairan seperti pada muntah,
diporesis dan kehilangan darah saat persalinan. Oliguria sering terjadi pada
preeklamsia berat. Dengan demikian, ditambah dengan pengetahuan bahwa
volume darah ibu cenderung terbatas dibandingkan dengan kehamilan
normal, hal ini menjadi godaan untuk mengelola cairan intravena lebih kuat.
Tetapi pemberian cairan konservatif yang terkontrol lebih dipilih untuk
wanita dengan preeklampsia berat yang sudah memiliki cairan ekstraseluler
berlebihan yang tidak terdistribusi secara tepat antara ruang intravaskular dan
ekstravaskular. Infus volume cairan yang besar meningkatkan distribusi
normal cairan ekstravaskular dan dengan demikian meningkatkan risiko
edema paru dan otak.
1. Komplikasi

Preeklampsia berat dapat menyebabkan komplikasi akut dan jangka panjang


pada ibu dan janin. Komplikasi pada ibu seperti HELLP syndrome, solusio plasenta,
edem pulmo, infark miokard, stroke, sindrom distress pernapasan akut, koagulopati,
gagal ginjal berat, cedera retina dan progresivitas menjadi eklampsia. Komplikasi
pada janin dan neonatus seperti oleh adanya insufisiensi uteroplasental yang

28

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat sampai kematian janin dan kelahiran


prematur atau keduanya (ACOG, 2013).

29

RIWAYAT PERSALINAN CAESAR

Bagi wanita yang sebelumnya memiliki riwayat persalinan cesarea,


perencanaan untuk kehamilan selanjutnya dan rencan persalinan harus dimulai saat
konseling prekonsepsional dan dipastikan lagi saat antenatal care awal. Yang
terpenting, setiap keputusan bisa berubah sesuai dengan urgensi yang muncul selama
kehamilan. Pilihan pertama adalah trial of labor after cesarean (TOLAC) dengan
tujuan mencapai vaginal birth after cesarean (VBAC). Jika persalinan cesarean
dibutuhkan saat trial maka istilah akan menjadi failed trial of labor. Pilihan kedua
adalah elective repeat cesarean delivery (ERCD). Keputusan akhir harus
mempertimbangkan faktor-faktor klinis yang diketahui mempengaruhi keberhasilan
TOLAC serta manfaat dan resiko. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan TOLAC
tersedia dalam tabel

Tabel 1. 3 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan trial of labor pada wanita


dengan riwayat persalinan cesarean
Resiko Rendah Meningkatkan Meningkatkan Resiko tinggi
keberhasilan kegagalan
Insisi transversal Ras putih Ibu tunggal Insisi klasik atau T
Riwayat persalinan Persalinan Usia ibu Riwayat ruptur
vaginal spontan Janin Penolakan pasien
Konseling yang tepat Riwayat makrosomik Operasi transfundal
Personel dan malpresentasi Obesitas Kontraindikasi
peralatan yang janin Kehamilan obstetrik seperti
memadai Riwayat insisi multijanin previa
transversal 1 atau Preeclampsia Fasilitas tidak
2 kali Usia kehamilan memadai
Kehamilan >40 minggu
preterm saat ini Insisi vertikal
rendah
Insisi yang tidak
diketahui
Induksi
persalinan
Penyakit medis
Riwayat
persalinan
cesarean multipel

30

Pendidikan <12
tahun
Jarak antar
persalinan pendek

A. Resiko Persalinan
1. Resiko maternal
Tingkat ruptur uteri dan komplikasi akan meningkat dengan dilakukannya
TOLAC. Ruptur uteri biasanya diklasifikasikan menjadi (1) komplit, ketika seluruh
lapisan uterus terpisah (2) inkomplit ketika lapisan otot uterus terlepas namun
peritoneum viseral masih utuh. Komplikasi lainnya seperti transfusi, infeksi uterus,
dan enselopati iskemik hipoksia.
2. Resiko janin dan neonatal
TOLAC berkaitan dengan meningkatnya mortalitas perinatal yang signifikan
dibandingkan dengan ERCD. Morbiditas yang dimaksud seperti ensefalopati iskemik
hipoksia, takipneu transient pada newborn

B. Kandidat Trial of Labor


1. Riwayat insisi uterus
• Tipe: wanita dengan riwayat insisi transversal rendah mempuntai resiko
paling rendah terjadinya pemisahan skar. Resiko tertinggi terdapat pada
insisi vertikal yang dimulai dari fundus yaitu pada insisi klasikal.
• Jumlah: Beberapa penelitian melaporkan bahwa terdapat kenaikan 2
sampai 3 kali lipat terjadinya ruptur uteri pada wanita yang memiliki
riwayat histerotomi dua kali dibandikan dengan 1 kali.
2. Riwayat ruptur uteri
Wanita yang mempunyai riwayat ruptur uteri sebelumnya mempunyai
resiko rekurensi lebih besar.
3. Interval antar persalinan
Pada MRI penyembuhan miometrium membutuhkan paling sedikitnya
6 bulan. Interval persalinan < 18 bulan dikaitkan dengan resiko 3 kali lebih

31

besar terjadinya ruptur uteri saat TOLAC dibandingkan dengan jarak > 18
bulan.
4. Riwayat persalinan per vaginam
Riwayat persalian per vaginam sebelumnya yang mendahului atau
setelah persalinan cesarea akan meningkatkan prognosis persalinan per
vaginam selanjutnya dengan spontan maupun induksi. Persalinan per vaginan
sebelumnya juga menurunkan resiko ruptur uteri dan morbiditas lainnya
5. Indikasi persalinan cesarea sebelumnya
Wanita dengan indikasi yang tidak berulang misalnya presentasi
sungsang, mempunyai tingkat VBAC tertinggi senilai 90%. Wanita yang
sebelumnya mempunyai indikasi fetal compromise mempunyai tingkat
VBAC 80% dan mereka yang macet dalam persalinan mempunyai tingkat
VBAC 60%.
6. Berat janin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan ukuran janin
berbanding terbalik dengan tingkat VBAC.

C. Rencana Persalinan
Wanita yang memiliki riwayat persalinan cesarean sebelumnya mungkin bisa
melakukan persalian secara vaginam. Keputusan bergantung pada tipe insisi yang
digunakan pada operasi cesarea sebelumnya, jumlah operasi cesarea sebelumnya, dan
apakah terdapat kondisi dimana persalinan per vaginam akan beresiko serta tipe
rumah sakit yang menerima bayi. Wanita dengan riwayat operasi cesarea 1 kali
dengan insisi transversal rendah merupakan kandidat untuk VBAC.
1. BSC 1x :
• Boleh pervaginam
• Expectactif pervaginam (Pimpin 3x mengejan) à Gagal SC
• Dapat dilakukan percepat kala II
• Terminasi kehamilan, bila uk 42 minggu à SC
2. BSC ≥ 2x :
• Inpartu à Cito SC + MOW

32

• Tak Inpartu à Primer SC uk 38/39 minggu + MOW

33

DAFTAR PUSTAKA

American College Obstetricians and Gynecologysts (ACOG), 2013, “Clasification


Hypertensive Disorders”, in : Hypertension inPregnancy, p: 13-14.
American College Obstretricians and Gynecologysts (ACOG), 2010. New VBAC
Guidelines: What they mean to you and your patients
Aouuache, R., Biquard, L., Vaiman, D., Miralles F., 2018. Oxidative Stress In
Preeclampsia and Placental Disease. Int J Mol Sci;19(5):95-115.
Cunningham FG et al. (2018). Hypertensive Disorder in Pregnancy. Dalam C. F. al,
William Obstetrics 25rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc
Duttaroy, A., K., Basak, S., 2016. Early Nutrition and Lifestyle Factors Effects on
First Trimester Placenta. Switzerland: Springer.
Mirkovic, L., Nejkovic, L., Micic, J., 2018. A New Pathophysiological Concept and
New Classification of Preeclampsia. Vojnosanit Pregl, 75(1):83-94.
POGI, 2016. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsi
Saito, S., 2018. Preeclampsi: Basic, Genomic and Clinical. Japan: Springer.
WHO. 2013. Buku saku pelayanan kesehatan Ibu di fasilitas kesehatan dasar dan
rujukan

34