Laporan Salep Mata Kurang Hasil, Pembahasan, Kesimpulan Dan Lampiran
Laporan Salep Mata Kurang Hasil, Pembahasan, Kesimpulan Dan Lampiran
Laporan Salep Mata Kurang Hasil, Pembahasan, Kesimpulan Dan Lampiran
“SALEP MATA”
Kelompok 2I
Nama Anggota :
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
I. TUJUAN
Mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep mata dengan beberapa
basis secara steril
Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 103,0 %
C11H12N2O5 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih
kelabu atau putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam larutan asam
lemah, mantap.
Kelarutan larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan
dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
2) Hidrocortison Asetat
Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %
C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian serbuk hablur, putih / hamper putih; tidak berbau; rasa tawar, kemudian pahit.
Kelarutan praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95%) P dan dalam
kloroform P.
3) Cetyl Alkohol
Rumus molekul : C16H34O
BM : 242,44
Pemerian : bahan dari lilin, serpih putih, granul,kotak, sedikit bau
danrasa sedikit lunak
Kelarutan :Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, dapat meningkatkan kelarutan
dengan penignkatan suhu, praktis tidak larut dalam air.
Titik peleburan : 45 – 52 °C
Penggunaan : Coating agent, emulsifying agent, stiffening agent.
Konsentrasi penggunaan : Emollient 2-5%, Emulsifying agent 2 – 5 %, stiffening agent
2 – 10% dan water absorption 5%.
4) Vaselin Flalvum.
Pemerian : Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah; berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur, dalam lapisan tipis transparan, tidak atau hampir tidak
berbau dan berasa.
Kelarutan :Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzena, dalam karbon disulfida,
dalam kloroform dan dalam miny terpentin; larut dalam eter, dalam heksana, dan
umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri; praktis tidak larut dalam etanol
dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin.
Penggunaan :Sebagai basis hidrokarbon.
5) Paraffin Cair
Parafin adalah campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan, yang diperoleh dari
minyak tanah.
Pemerian : hablur tembus cahaya atau agak buram, tidak berwarna atau putih, tidak
berbau, tidak berasa, agak berminyak.
Kelarutan : tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam
eter, dalam minyak menguap, dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar
larut dalam etanol mutlak.
Penggunaan : Basis salep hidrofilik
Konsentrasi penggunaan: Ophthalmic ointments : 3–60%, Topical ointments 0,1 – 95%.
6) Adeps Lanae
Lanolin adalah zat serupa lemak yang dimurnikan diperoleh dari bulu domba yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari
0,25%.Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Penambahan
air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan pengadukan.
Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
Kelarutan : tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali
beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter dalam kloroform.
Jarak lebur : antara 38 ° dan 44 °.
Inkompatibilitas : Lanolin mungkin mengandung prooxidant yang bisa mempengaruhi
zat aktif tertentu.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar
terkendali.
III. ALAT dan BAHAN
Alat Bahan
1. Enkas 1. Aquadest
2. Tabung reaksi 2. Media Thioglycollate
3. Gelas kimia 3. Desinfektan
4. Erlenmayer 4. Alkohol 70%
5. Rak tabung reaksi 5. Chloramphenicol
6. Oven 6. Parafn liquid
7. Autoklaf 7. Adeps lanae
8. Spatula 8. Vsselin flavum
9. Timbangan analitik 9. Hidrocrtison asetat
10. Batang pengaduk 10. Cetyl alcohol
11. Kapas
Cawan penguap, batang ppot salep disterilkan pada autoclaf suhu 121°C selama 15
menit
Sudip, tutup pot salep dimasukkan dalam kertas perkamen, disterilkan dalam uap
mengalir selama 30 menit
tabung reaksi steril dimasukkan dalam oven pada suhu 170°C selama 30 menit
b. Pembuatan Media Thioglycolate
Timbang serbuk thioglycollate sebanyak 5,95 gram lalu dilarutkan dengan aquadest
mendidih sebanyak 200 ml dalam beaker glass aduk sampai homogen
Masukkan kedalam masing-masing tabung reaksi sebanyak 2ml lalu ditutup dengan
kapas
Basis dalam cawan ditutup dengan kaca arloji atau aluminium foil, lalu disterilkan
dengan dioven pada suhu 150°C selama 60 menit
Basis yang sudah disterilkan dan dikholir kedalam mortir steril dan hangat, aduk ad
dingin dan homogen
Menimbang bahan aktif obat, dan masukkan kedalam mortir steril aduk ad homogen
4
5
7
Kesimpulan Steril Steril Steril Steril
VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini ialah pembuatan salep mata yang bertujuan untuk
mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep mata dengan beberapa
basis secara steril. Formula salep yang dibuat pada praktikum ini, diantaranya salep
mata Chloramfenicol dan salep mata Hidrokortison Asetat. Pada formula ini juga
digunakan campuran basis yang berbeda, yakni Parafin liq., Adeps lanae, Vaselin
flavum dengan Cetyl alkohol, Adeps lanae, Vaselin flavum, dan Paraffin liquidum.
Kedua formula ini dibuat dalam kondisi aseptis walaupun berbeda zat
aktif. Proses aseptis merupakan proses pengolahan produk steril tanpa sterilisasi
akhir. Metode ini merupakan proses perlindungan pasif dari kontaminasi, oleh
karena itu resiko kontaminasi metode aseptis lebih tinggi dibanding dengan metode
sterilisasi akhir.
Sebelum pembuatan salep mata berlangsung, semua alat dan wadah yang
digunakan harus disterilkan dahulu dengan autoklaf pada suhu 170° selama 30
menit. Sudip dimasukkan kertas perkamen kemudian disterilkan dengan uap air
mengalir selama 60 menit. Mortir dan stamfer disterilkan dengan cara dibakar
dengan alkohol. Setelah semua alat disterilkan, dilanjutkan dengan proses
pembuatan salep yang semuanya dilakukan dalam ‘in case’ untuk mencegah
terjadinya kontaminasi.
Tahap selanjutnya, penimbangan basis, dimana berat penimbangan basis
dilebihkan 20% karena adanya proses kolir atau penyaringan setelah basis
disterilkan dalam oven dengan suhu 170°C selama 60 menit. Basis salep yang
digunakan untuk salep mata Chloramfenicol, diantaranya vaselin flavum, adeps
lanae, dan paraffin liq. sedangkan basis untuk salep mata Hidrokortison Asetat,
yakni cetyl alkohol, adeps lanae, vaselin flavum, dan paraffin liquidum. Vaselin
yang digunakan merupakan vaselin flavum bukan vaselin album. Hal ini terkait
proses pembuatan vaselin album yang menggunakan proses oksidasi dengan asam
asetat untuk memutihkan vaselin flavum, sehingga apabila salep mata
menggunakan vaselin album kemungkinan asam asetat yang tertinggal akan
menyebabkan rasa pedih pada mata.
Penimbangan dan pencampuran basis salep harus urut sesuai dengan
konsistensinya, yakni basis salep semi padat ditimbang lebih dulu kemudian baru
berbentuk cair. Setelah ditimbang, basis disterilkan dengan oven pada suhu 170°C
selama 30 menit. Setelah ditimbang dan disterilkan kemudian basis dikolir untuk
membebaskan basis dari partikel asing. Setelah basis dikolir, maka basis barulah
dicampur dengan zat aktif dan dimasukkan dalam pot salep steril.
Setelah kedua sediaan salep mata siap, dilakukan uji sterilitas dalam selang
waktu yang bersamaan, yakni seminggu setelah sediaan salep mata dibuat. Hal ini
untuk melihat apakah salep mata yang dibuat telah memenuhi syarat steril dan
apakah pembuatan salep dilakukan secara aseptis sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Pada uji sterilitas ini menggunakan media fluid thioglyvollate medium
sebagai kontrol media pertumbuhan mikroba dimana setiap kelompok mendapatkan
4 tabung reaksi dengan rincian:
Tabung 1 sebagai kontrol media yang berisikan media thioglycollate
yang telah disterilkan dengan autoklaf. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya mikroorganisme yang
mengkontaminasi, apabila media menjadi keruh maka menunjukkan
bahwa media terkontaminasi mikroorganisme. Namun, bila media
jernih maka menunjukkan media tidak terkontaminasi
mikroorganisme.
Tabung 2 sebagai kontrol ruangan berisikan media thioglycollate yang
dibuka penutupnya selama bekerja dalam ‘in case’. Sebelumnya ‘in
case’ telah disterilkan dengan desinfektan. Memiliki tujuan untuk
mengetahui apakah ruang ‘in case’ yang digunakan selama pengerjaan
steril atau tidak.
Tabung 3 berisikan salep mata Chloramphenicol dan media
thioglycollate yang bertujuan untuk mengetahui apakah larutan salep
mata Chloramfenicol steril atau tidak.
Tabung 4 berisikan sampel salep mata Hidrokortison Asetat dengan
media thioglycollate yang bertujuan untuk mengetahui apakah larutan
salep mata Hidrokortison Asetat steril atau tidak.
Selanjutnya, tabung dimasukkan dalam ‘in case’ yang telah disterilkan. In
case sendiri merupakan ruang tempat percobaan sterilitas yang dimaksudkan untuk
meminimalkan kontak dengan udara luar.
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dengan pengamatan selama 7
hari, pada tabung reaksi 1, 2, 3, dan 4 media thioglycollate tetap berwarna jernih
atau negatif (-) / berwarna keruh atau positif(+) . Hal ini menunjukkan bahwa
media thioglycollate yang disterilkan dengan autoklaf sebagai kontrol negatif,
ruang ‘in case’, salep mata Chloramphenicol, dan salep mata Hidrokortison Asetat
adalah Steril atau tidak steril yang dibuktikan dengan tidak atau adanya
pertumbuhan mikroba pada media thioglycollate. Hasil praktikum juga
menunjukkan bahwa prinsip pengerjaan salep mata yaitu proses aseptis dapat
terpenuhi atau tidak terpenuhi dan memberikan hasil salep mata yang homogen
juga steril atau tidak steril.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan menguasai komponen serta pembuatan salep
mata Chloramphenicol dan salep mata Hidrokortison Asetat dengan beberapa basis
secara steril
2. Tabung reaksi sebagai kontrol negatif, kontrol ruang, sampel salep mata
Chloramphenicol, dan salep mata Hidrokortison Asetat menunjukkan hasil yang
steril atau tidak steril
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Anief, M. (2000). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Cetakan ke - 9. Yogyakarta:
Gajah Mada University-Press. Halaman 32 - 80.
2. Anonim. (1995). Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
3. Ansel, H. C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi ke - 4. Jakarta:
Universitas Indonesia.
4. Association, A. P. (1994). Handbook of Excipients 2nd Edition.
5. Dra. Suhartinah, M. S. (2017). Petunjuk Praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan
Steril. Surakarta: Setia Budi University-Press.
6. Indonesia, D. K. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.