Panduan Pemeliharaan Lift
Panduan Pemeliharaan Lift
Panduan Pemeliharaan Lift
BAB I
PENDAHULUAN
Pemeliharaan rutin dilakukan selang waktu satu bulan sekali anggal pekerjaan
pemeliharaan dicatat pada laporan perawatan genset.informasi yang dicatat termasuk
waku pakai alat komponen yang diganti dan kinerja peralatan.dari data yang dicatat
tersebut dapat diproyeksikan dan diramalkan waktu pakai alatnya. Sehingga dapat
direncanakan untuk menggantinya pada saat yang ditentukan. Sebelum instrumen
pemeliharaan ditetapkan, harus diketahui peralatan apa saja yang sudah ada dan berapa
jumlahnya. Untuk itu pekerjaan dapat dimuali dengan suatu daftar inventaris yang
lengkap untuk menjawab pertanayaan diatas.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pemeliharaan prepentif membantu agar peralatan dapat bekerja dengan baik sesuai
dengan apa yang menjadi ketentuan pabrik pembuatnya. Semua pekerjaan yang masuk dalam
lingkup pemeliharaan prepentif dilakukan secara rutin dengan berdasarkan kepada hasil
kinerja alat yang diperoleh dari pekerjaan pemeliharaan prediktif atau adanya anjuran dari
pabrik pembuat alat tersebut. Apabila pemeliharaan prepentif dikelola dengan baik maka
dapat memberikan informasi tentang kapan mesin atau alat akan diganti sebagian komponen
nya
Pemeliharaan rutin dilakukan selang waktu satu bulan sekali anggal pekerjaan
pemeliharaan dicatat pada laporan perawatan genset.informasi yang dicatat termasuk waku
pakai alat komponen yang diganti dan kinerja peralatan.dari data yang dicatat tersebut dapat
diproyeksikan dan diramalkan waktu pakai alatnya. Sehingga dapat direncanakan untuk
menggantinya pada saat yang ditentukan. Sebelum instrumen pemeliharaan ditetapkan, harus
diketahui peralatan apa saja yang sudah ada dan berapa jumlahnya. Untuk itu pekerjaan dapat
dimuali dengan suatu daftar inventaris yang lengkap untuk menjawab pertanayaan diatas.
Hal tersebut merupakan persyaratan utama dan layak dijadikan sebagai tugas utama
untuk menyusun instrumen pemeliharaan yang baik. Daftar inventaris yang akurat dan rinci
dari segi tekhnis akan sangat berguna untuk instrumen pemeliharaan terencana. Selanjutnya
daftar inventaris peralatan tersebut dikelompokkan menjadi sejumlah kelompok yang sesuai
dengan jenisnya. Sebagai contoh : kelompok alat - alat tangan, alat - alat khusus ( special
service tool / SST ), alat -alat ukur dan sebagainya.
BAB III
TATA LAKSANA
Secara praktis pemeliharaan dikerjakan oleh ahlinya yaitu PT. Jaya Panca Nusantara
dan dibantu oleh teknisi IPS RS agar lift dapat berfungsi dengan baik sebagai mana mestinya.
Adapun yang harus diperhatikan adalah :
1. Tiap - tiap kemacetan harus sudah selesai diperbaiki dalam satu jam, atau dua jam dengan
aiasan yang wajar.
2. Jumlah kemacetan dalam setahun tiap - tiap satuan pesawat, rata - rata tidak lebih dari 3
kali.
3. Jumlah jam lift berhenti (tidak jalan) karena dilakukan perawatan dan perbaikan ialah
maksimal 5% dari jumlah jam tugasnya setahun.
4. Setahun sekali diadakan audit atas pekerjaan fisik dan administrasi oleh pihak ketiga (ahli
bidang lift, kesehatan dan keselamatan kerja )untuk menilai mutu dan hasil pelaksanaan dan
pemelihaaan. (ijin lift setahun sekali)
5. Sangsi atas jaminan harus jelas tersebut dalam kontrak (surat perjanjian). Biaya inspeksi
atau audit dipikul bersama agar auditor jujur tidak memihak siapapun.
Catatan :
Jumlah jam operasi lift dalam suatu bangunan kator kir -kira 300 jam. Jumlah aktif lift
diizinkan istirahat untukdirawat ialah 5% atau 150 jam, terdiri dari 50 jam pemeriksaan
berkala dan 50 jam cadangan untuk reparasi dan penyetelan ulang (readjusment). Jika dalam
1 tahun dilakukan 32 kalipemeriksaan (rata -rata 3 kali perbulan), maka tiap - tiap kunjungan
memakan waktu 3 atau 2 jam diluar jam perjalanan
Catatan:
1. Jadwal alternative dapat dibuat untuk tipa gedung agar menyesuaikan diri dengan
keadaan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Dasar penjadwalan tetap berlaku yaitu
jumlah jam pemeriksaan untuk tiap – tiap komponen.
2. Komponen yang lebih sering mengalami pemeriksaan ialah pintu lantai,terutama pintu di
lobby karena tugas kerjanya lebih berat. Dianjurkan tiap bulan diperiksa, yaitu door
contact,interlock,door hanger roller, excentric roller, air cord, door closer,
stopper,guides,dan cam roler.
5. Tiap trouble (call back) harus dianalisa sebab musababnya dengan dasar teori, dan
disimpulkan oleh suatu tim (bukan perorangan).kemungkinan diperlukan perbaikan
rencana.
6. Suku cadang dibawah standart (mutu rendah) harus dicari subtitusinya dan diuji lebih
dulu (improvment of quality design).
7. Jumlah jam pemeriksaan dan pemeliharaan berkala tidak harus sama seragam untuk
semua unit lift, melainkan harus seimbang menurut work load umpama 12 kali setahun
untuk lift.
8. Kontraktor sebaiknya agen tunggal pabrikan atau pabrik sendiri, karena dia mempunyai
pengalaman yang luas dan paham sifat – sifat lift tertentu.
9. Jadwal reparasi dapat dilaksanakan pada waktu yang ditentukan oleh manajemen, setelah
keputusan hasil laporan evaluasi. Reparasi dilakukan tanpa tergesa-gesa sehingga
diharapkan hasil mutu yang baik.
Catatan :
1. Check list : tiap suku ada umurnya, dan saat kapan mulai diperiksa , ditest atau dire-
adjust (stel ulang) dan terakhir kapan diganti baru (replacement).
2. Tiap-tiap lift mempunyai jam terbang yang berbeda, sehingga ramalan umur suku atau
komponen berbeda.
d. Hasil guna kerja sama beberapa unit ( handling – efficiency of group operation)
3. Perjanjian PGM harus jelas apa yang termasuk dan yang tidak temasuk dalam tanggung
jawab kontraktor, jika lift macet atau terjadi call back. Jumlah call back service
sebaiknya rata- rata 3 akli per unit per tahun. Jumlah selang wktu lift diam tidak kerja
(shut down hours) diperkenankan berjumlah 75 jam perunti per tahun. Jumlah selang
waktu termasuk reparasi, call back service, routine service dan inpection tetapi tidak
termasuk keruskan. Karena diluar hal ini diluar kuasa kontraktor. Melebihi batasan –
batasan wajar tersebut, kontraktor dikenakan penalty.
4. Untuk menangulangi kewaiban – kewajiban yang berat trsebut diatas kontraktor harus
mempunyai strategi yaitu:
a. Tecnology back up dari pabrikan : standar mutu yang tinggi dari tiap- tiap
komponen/suku/part.
b. Persedian spare part (suku cadang) secara “ilmiah cukup”, dan berdasar pengalaman.
e. Fasilitas “lending part”, yaitu persedian komponen untuk sementara dipinjamkan, jika
ada komponen yang rusak dan perlu diperbaiki.
f. Informassi improvment atas part atau komponen dari pabrikan. (lihat box).
5. Semua dukungan tersebut diatas pasti memerlukan biaya besar. Part 3 umpamanya
subcontractorperlu diikat dengan perjanjian dengan “up front” payment agar kita
memperoleh pelayanan khusus yang cepat dari vendor. Dan semua dukungan tersebut
bertujuan agar tercapai target maximum 75 jam “shut down hours” pertahun per lift.
Sedangkan callback harus ditekan dengan cara preventive maintenance.
6. PGM adalah perluasan dari full maintenance, sehingga preventive maintenance termasuk
dalam lingkup kerja.
7. Kontraktor harus menjaga catatan atas kejadian call back, dan lamanya dan lamanya lift
tidak beroperasi dengan betul-betul perhitungan, agar pada akhir tahun dapat
dipertangungjawabkan kepada manag ement. Sebalikny, managemen pun harus tanggap
dan waspada atas kejadian incident, tegangan sunber tenaga atau perbuatan tangan jahil
dan sebagainya. Hubungan dua arah komunikasi antara managemen dan teknisi dari
kontraktor harus terbuka dan jujur.
3. Managemen harus waspada terhadap isi kontrak. Apa yang tertulis tidak selalu
menjangkau apa-apa yang kita maksud atau kehendaki, dan apa-apa yang terjadi
diluar dugaan semua pihak.
4. Pokok-pokok isi kontrak pemeliharaan terpadu harus paling sedikit meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a. Lingkup pekerjaan
n. Kecelakaan
o. Arbitrasi
p. Penyelesain hukum
q. Legalitas
Tugas dan kewajiban pengelola bangunan
1. Pengelola gedung harus memperoleh izin penggunaan lift dari instansi resmi
(Depnaker) yang menyatakan bahwa lift aman digunakan untuk umum dalam jangka
waktu tertentu, kemudian memperpanjang izin setelah dilakukan safety test. Pengelola
gedung wajib mengamati dan memenuhi peraturan Depnaker temtang keselamatan
dan menerapkan instalasi peralatan keselamatan dan menerapkan instalasi peralatan
keselamatan pesawat lift.
4. Pengelola gedung harus menjaga agar ganbar pengawatan (straight wiring diagram)
control lift tetap tersimpan didalam kamar mesin lift. Tiap kali ada perubahan control
lift, maka revisi harus tergambar dengan tinta merah pada gambar pengawatan
tersebut, sehingga gambar tersebut menunjukan keadaan control yang sebenarnya,
termasuk perubahan –perubahannya. Pengelola wajib memperoleh surat approval dari
pabrikan jika terjadi bobot kereta, karena perubahan interior (umpama penambahan
marmer) dan melaksanakan static balance antara kereta dan bobot imbang
(counterweight).
5. Pengelola gedung harus memiliki ikatan kerja (kontrak) dengan perorangan atau
badan hukum ahli lift yang diakui resmi (terdaftar) oleh pemerintah, untuk melakukan
pemeliharaan lift secara berkala. Semua catatan dan data-data (log book) atas masing-
masing pesawat yang berhubungan dengan pemeliharaan dan perbaikan harus
tersimpan rapi.
6. Pengelola gedung wajib mematikan lift jika ternyata pesawat tersebut nyata-nyata
berbahaya untuk dipakai, menurut sepanjang pengetahuannya, sampai perbaikan
dilaksanakan dan dinyatakan aman oleh ahlinya (kontraktor pmeliharaan).
7. Pengelola gedung wajib mengangkat petugas (operator) untuk melayani lift, jika lift
tidak bekerja secara otomasi. Petugas tersebut tidak harus seorang ahli teknik, tetapi
telah menjalani pelatihan.
8. Pengelola gedung wajib memasang plangkat pengumuman tata cara memakai lift
untuk kepentingan umum dan terpeliharanya pesawat, termasuk pengumuman batas
maksimum kapasitas (baik dalam kg ataupun jumlah orang).
2. Pengelola berhak untuk mengetahui apa yang boleh dikerjakan kontraktor dengan cara
laporan lisan atau tertulis.
3. Pengelola berhak memegang daftar harga suku cadang, jika suku cadang tidak
termasuk dalam kontrak pemeliharaan.
4. Pengelola berhak menunjuk pihak ketiga (AK3) untuk menilai hasil kerja kontraktor
tiap-tiap akhir tahun. Juga dalam hal inspeksi dan pengetesan (uji coba) tahunan.
Hasil laporan pihak ketiga AK3 harus dibicarakan dan dipahami dan diterima oleh
kontraktor untuk diambil tindakan, demi keselamatan.
5. Biaya kontrak dipahami akan naik tiap tahun sesuai dengan kenaikan upah kerja,spare
part dan bahan. Pengelola sering kali sulit menerima kenaikan biaya (nilai kontrak).
Perlu dianalisa bobot komponen biaya. Contoh bobot komponen biaya harus
tercantum dalam kontrak. Jika termasuk dalam kontrak yang sifatnya tepadu
(compretensivr (full) maintenance)
6. Pengelola ingin agar biaya (nilai kontrak) wajar diantara bangunan yang berlokasi
sama dan jenis pesawat yang sama. Hal ini tidak mudah. Akan tetapi daapat dicari
solusi dengan pendapat antara berbagai pihak.
Muara Bungo, 1 Januari 2019
Kepala Instalasi Sarana
Rumah Sakit
ASRUL, SKM
NIP. 198410092009041001