Preeklampsia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pre-eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul pada trimester ke-3 kehamilan, sedangkan eklamsia
adalah tingkatan lebih lanjut dari preeklamsia, ditandai dengan kejang dan
kehilangan kesadaran atau koma baik pada waktu hamil maupun dalam persalinan
atau nifas (Maryunani, Anik dan Yulianingsih, 2009).
Preeklamsi ringan ditandai dengan kenaikan tekanan darah ≥ 140/90
mmHg, proteinuria (+1), edema + (Maryunani, Anik dan Yulianingsih, 2009).
Pre-eklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu, te
celup urine menunjukkan proteinuria ≥ 2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >5 g/24 jam dan disertai keterlibatan organ lain (WHO, 2013).
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik adalah ibu dengan
riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu dan tes
celup urine menunjukkan proteinuria > +1 atau trombosit < 100.000 sel/uL pada
usia kehamilan > 20 minggu (WHO, 2013).
Eklampsia adalah kejang umum dan atau koma dengan adanya tanda
gejala preeklamsia dan tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis) (WHO, 2013).

1.2 Etiologi
Penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti (Mansjoer, 2009).
Penyebab timbulnya preeklamsia pada ibu hamil belum diketahui secara
pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor
lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklampsia antara lain:
primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, mola hidatidosa, multigravida,
malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta
anemia.

1
1.3 Patofisiologi

Tekanan darah

Meningkat (TD≥140/90) Hamil < 20 minggu Meningkat (TD≥140/90)


((TD≥140/90)
(TD≥140/90)
Hipertensi kronik Superimposed Pre (TD≥140/90)
Hamil > 20 minggu
eklampsia

Pre Eklampsia Kejang (-) Kejang (+)

Vasospasme pada pembuluh Penurunan pengisian darah Eklampsia


darah di ventrikel kiri

Kelebihan volume cairan


Volume dan tekanan darah Proses 1 cardiac output
menurun menurun
Keluar keringat berlebih

Merangsang medulla Sistem saraf simpatis


oblongata meningkat Kulit

Jantung HCl meningkat Paru

Kompresi saraf simpatis Peristaltic turun Penumpukan darah


meningkat
Gangguan irama jantung
Aliran turbulensi emboli LAEDP meningkat

Gangguan rasa nyaman (nyeri) Kongesti vena pulmonal

Proses perpindahan cairan


karena perbedaan tekanan
Konstipasi Akumulasi gas meningkat

Ketidakseimbangan nutrisi Timbul oedema gangguan


kurang dari kebutuhan fungsi alveoli

Akral dingin Metabolism turun Gangguan pertukaran gas

Perubahan perfusi jaringan Vasokontriksi Pembuluh darah


perifer 2
Bagan di atas adalah patofisiologi preeklampsia dan eklampsia menurut Nurarif
(2015).
Pada Pre-eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan volume sel darah merah. Perubahan ini menyebabkan penurunan
aliran darah ke organ, termasuk ke plasenta. Penyempitan pembuluh darah
merupakan dasar dari timbulnya proses Pre-eklampsia, penyempitan pembuluh
darah menyebabkan kenaikan aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Penyempitan pembuluh darah dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari peredaran darah. Pre-eklampsi yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan aliran darah ke plasenta dapat sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya (IUGR) Intra Uterin Growth Retardation (Ibnu, 2008).

1.4 Klasifikasi (Bila ada)


1. Preeklampsia Ringan
2. Preeklampsia Berat
3. Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
4. Eklamsia (WHO, 2013).

1.5 Diagnosis
1. Preeklampsia Ringan
a. Tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urine menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam
2. Preeklampsia Berat
a. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
b. Tes celup urine menunjukkan proteinuria ≥ 2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam
c. Atau disertai keterlibatan organ lain:
1) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
2) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
3) Sakit kepala, skotoma penglihatan

3
4) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
5) Edema paru dan atau gagal jantung kongestif
6) Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
3. Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
a. Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan
20 minggu)
b. Tes celup urine menunjukkan proteinuria > +1 atau trombosit < 100.000
sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu
4. Eklampsia
a. Kejang umum dan atau koma
b. Ada tanda dan gejala preeklampsia
c. Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid dan meningitis) (WHO, 2013).

1.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia:
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progesifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solutio placenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Ibu hamil dengan preeklampsia harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Pencegahan dan tatalaksana kejang:
a. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan
sirkulasi (cairan intravena).
b. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan
kejang). Cara pemberian dapat dilihat di halaman berikut.

4
c. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
d. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke
ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas
ventilator tekanan positif (WHO, 2013)

5
.

1.7 Komplikasi
Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri (uterus couvelaire),
sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet count), ablasi
retina, KID (koagulasi intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak,

6
edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya
pertumbuhan janin terhambat dan prematuitas (Mansjoer, 2009).

1.8 Prognosis
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong cukup tinggi.
Angka kematian ibu akibat hipertensi terus meningkat, salah satunya disebabkan
oleh preeklampsia dan eklampsia. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
preeklampsia, salah satu di antaranya adalah kehamilan usia lanjut (Fakhri Ali,
Muhammad dkk, 2017).
Kebanyakan wanita dengan preeklamsia ringan memiliki hasil kehamilan
yang baik. Eklampsia merupakan kondisi serius dengan sekitar mortalitas
(kematian) tingkat 2%.
Risiko kekambuhan pre-eklampsia bervariasi sesuai dengan onset dan
keparahan kondisi. Wanita dengan pre-eklamsia berat yang memiliki onset
kondisi awal kehamilan memiliki risiko kekambuhan tertinggi. Studi
menunjukkan tingkat kekambuhan 25% sampai 65% untuk populasi ini. Hanya
5% sampai 7% dari wanita dengan pre-eklamsia ringan akan memiliki pre-
eklamsia pada kehamilan berikutnya.
Wanita dengan pre-eklamsia mungkin pada peningkatan risiko untuk
penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Risiko ini terbesar pada wanita dengan
onset awal preeklamsia berat. Penelitian ini sedang berlangsung untuk lebih
memperjelas potensi risiko ini

7
1.9 Gambar Kasus

8
BAB II
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
PADA PRE-EKLAMSIA BERAT DAN EKLAMSIA

Teori Manajemen Kebidanan Varney


Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode supaya dapat mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan, ketrampilan dalam rangkaian/ tahapan yang
logis agar mengambil keputusan yang terfokus pada klien (Varney, 2004)
Proses manajemen menurut varney ada 7 langkah mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi :
Langkah 1 : Pengkajian Data
Dalam langkah pertama ini di kumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Agar
memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai
dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda Vital, pemeriksaan khusus dan
pemeriksaan penunjang (Varney, 2004).
Tanggal :sebagai dokumentasi dalam melakukan manajemen asuhan kebidanan
Waktu :sebagai dokumentasi dalam melakukan manajemen asuhan kebidanan
Tempat :sebagai dokumentasi dalam melakukan manajemen asuhan kebidanan
A. Data Subyektif
1. Identitas Klien
Nama :Untuk mengenal, memanggil, dan menghindari terjadinya
kekeliruan
Umur : Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan salah satu factor resiko (Nurarif, 2015)
Agama :Untuk memudahkan cara pemberian dukungan dalam asuhan
kebidanan dan untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya
terhadap kebiasaan dan kepercayaan kesehatan pasien/klien
dalam kehidupannya sehari- hari

9
Pendidikan :Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai
kesehatannya serta untuk menyesuaikan pemberian KIE dan
penatalaksanaan dengan pendidikan yang dimiliki
Pekerjaan :Untuk mengetahui bagaimana taraf hidup/keadaan status
ekonomi, hubungannya juga dengan kemampuan pemenuhan
kebutuhan nutrisi dan akses pelayanan kesehatan
Alamat :Untuk mempermudah menghubungi keluarga jika terjadi
keadaan yang mendesak serta memudahkan melakukan
kunjungan rumah
2. Keluhan Utama
Keluhan utama pada preeklampsia dan eklampsia antara lain yaitu nyeri
kepala hebat, gangguan penglihatan, ibu merasa gelisah, irritable, nyeri
perut pada bagian ulu hati (epigastrium) kadang disertai mual dan muntah,
gangguan pernapasan (Nurarif, 2015).
3. Riwayat Menstruasi
a) Siklus haid setiap wanita tidak sama. Siklus haid yang normal adalah
28 hari, tetapi siklus ini bisa maju sampai 3 hari dan panjang siklus
haid yang biasa pada manusia adalah diantara 21 – 32 hari
(Sulistyowati, 2011).
b) Hari pertama haid terakhir ditanyakan untuk mengetahui usia
kehamilan dan tafsiran persalinan (Prawirohardjo, 2014).
4. Riwayat Perkawinan
Ibu menikah berapa kali dan berapa umur pertama kali menikah. Jika
menikah ≥ 4 tahun dan belum hamil bisa menyebabkan pre-eklmpsia,
persalinan tidak lancar. Jika lama menikah ≥ 2 tahun dan punya 1 anak
mamiliki bahaya perdarahan setelah lahir karena kondisi ibu masih lemah,
bisa juga bayi lahir prematur, dan BBLR. Jika umur pertama menikah <18
tahun panggul belum cukup pertumbuhannya sehingga jika hamil terjadi
resiko. Jika hamil >35 tahun bahaya bisa terjadi hipertensi, pre-eklmpsi,
KPD persalinan tidak lancar, macet (Prawirohardjo, 2014).

10
5. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan sekarang :Wanita dengan gangguan fungsi organ
(diabetes, penyakit ginjal, migraine,
tekanan darah tinggi) merupakan salah satu
faktor resiko terjadinya pre-eklampsia dan
eklampsia (Nurarif, 2015).
Riwayat kesehatan yang lalu :Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya pre-eklampsia dan eklampsia
(Nurarif, 2015).
Riwayat kesehatan keluarga :Riwayat keluarga dengan preeklampsia
atau eklampsia merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya pre-eklampsia dan
eklampsia (Nurarif, 2015).
6. Riwayat Obstetri Sekarang
Kehamilan ini :Kehamilan pertama dan kehamilan kembar
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
pre-eklampsia dan eklampsia (Nurarif, 2015).
Riwayat periksa hamil :Untuk mengetahui apakah kehamilan ibu
telah terkontrol oleh tenaga kesehatan.
Penyulit :Untuk mengetahui penyulit apa saja yang
ibu alami selama kehamilan ini. Hidramnion,
gangguan vaskular plasenta, penyakit
trofoblast merupakan faktor resiko pre-
eklampsia dan eklampsia (Kemenkes RI,
2013)
7. Riwayat Obstetri yang Lalu
Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya preeklampsia dan eklampsia (Nurarif, 2015).
8. Pola Kebiasaan Sehari-hari
Nutrisi ` : untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu.

11
Eliminasi : oliguria (< 400 mL dalam 24 jam) merupakan salah satu
gejala pre-eklampsia berat (Mansjoer, 2009).
Istirahat : untuk mengetahui kualitas istirahat ibu.
Aktivitas : untuk mengetahui aktivitas ibu sehari-hari
Kebiasaan :merokok dan alcohol beresiko menimbulkan gangguan
kesehatan yang memacu tekanan darah menjadi tinggi dan
mengakibatkan preeklamsia dan eklamsia
Pola Seksualitas : Dikaji untuk mengetahui berapa kali klien melakukan
hubungan seksualitas dengan suami dalam seminggu dan
ada keluhan atau tidak (Wiknjosastro, 2008).
9. Data Psikososial dan Budaya
Dikaji untuk mengetahui bagaimana perasaan tentang kehamilan ini,
kehamilan ini direncanakan atau tidak, jenis kelamin yang diharapkan laki-
laki atau perempuan, dukungankeluarga tentang kehamilan ini, keluarga
yang tinggal serumah, pantang makanan atau tidak, adat istiadat tentang
kehamilan ini (Saifuddin, 2006).
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum :
Pada preeklampsia ringan gejala subyektif belum dijumpai sehingga
kemungkinan keadaan umum pasien masih baik. Pada preeklampsia
berat dapat terjadi gangguan kesadaran (Nurarif, 2015). Diagnosis
eklampsia ditegakkan berdasarkan gejala-gejala pre-eklampsia berat
disertai kejang atau koma (Mansjoer, 2009).
(2) Kesadaran :
Untuk mengetahui tingkatan kesadaran ibu (Nursalam, 2009).
a. Composmentis (kesadaran penuh dengan memberikan respon yang
cukup terhadap stimulus yang diberikan)
b. Somnolen (kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangun dengan
rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi).
c. Koma (tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan apaun, reflek-
reflek pupil terhadap cahaya tidak ada) .

12
d. Apatis (acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya).
e. Pada kasus pre eklampsi ringan kesadaran ibu composmentis
(Alimul, 2006).
(3) Tekanan darah
Untuk mengetahui tekanan darah klien, normal 120/80mmHg,
(Varney, 2007).
Dikatakan tinggi apabila lebih dari 140/90 mmHg. Bila tekanan darah
meningkat kelainan ini dapat berlanjut menjadi preeklamsi dan
eklamsia (Romauli, 2011).
(4) Suhu
Untuk mengetahui ada peningkatan suhu tubuh/ tidak, normalnya suhu
tubuh (36,50C-37,60C) (Perry, 2005).
Pada memeriksaan suhu penting karena panas/ demam tinggi itu
mengarah/ mengakibatkan kejang yang mengarah pada pre eklampsi
(Wiknjosastro, 2010).
(5) Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi klien dengan menghitung dalam 1
menit normal 60 – 100X / menit (Perry, 2005). Pada pemeriksaan
Nadi terjadi kenaikan karena adanya peningkatan sensifitas dari
peredaran darah yang merupakan akibat dari penyempitan pembuluh
darah yang mengarah pada pre-eklampsi ringan (Ibnu, 2008).
(6) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung dalam
1menit, respirasi normal 16–20x/menit (Perry, 2005).
Terjadi percepatan respirasi karena adanya penyempitan pembuluh
darah yang merupakan dasar timbulnya pre-eklampsi ringan
(Ibnu, 2008).
(7) Berat Badan
Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan selama hamil,
penambahan berat badan rata – rata 0,3 – 0,5/ minggu, 1 kg/nilai
normal untuk penambahan berat badan selama kehamilan 9-
12 kg (Perry, 2005).

13
Kenaikan berat badan 1 kg atau dalam 1 minggu mengarah pre-
eklampsi ringan (Wiknjosastro, 2010).
(8) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan klien kurang dari 145 cm/ tidak,
termasuk faktor resiko tinggi dengan panggul sempit dengan
perencanaan melahirkan di rumah sakit (Manuaba, 2008).
(9) LILA
Untuk mengetahui lingkar lengan atas klien normal/ tidak,
normalnya 23,5 cm, termasuk faktor resiko tinggi (KEK)
penanganannya dengan perbaikan gizi (Wiknjosastro, 2006).
2. Pemeriksaan Sistematis
(1) Kepala
a) Rambut
Untuk mengetahui rambut klien bersih/ tidak, ada ketombe/ tidak,
rontok/ tidak (Alimul, 2006).
b) Muka
Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, pucat atau tidak karena
tanda gejala pre-eklamsi terjadi oedema (Wiknjosastro, 2006).
c) Mata
Untuk mengetahui oedema/ tidak, conjungtiva berwarna pucat/tidak
. Pada kasus ini ibu mengalami keluhan dengan pandangan menjadi
kabur yang mengarah pada pre-eklampsi ringan (Manuaba, 2008).
d) Hidung
Untuk mengetahui simetris/ tidak, ada benjolan/tidak (Manuaba,
2007).
e) Telinga
Untuk mengetahui simetris/ tidak, ada serumen/ tidak, bersih/ tidak
(Alimul, 2006).
f) Mulut/ gusi/ gigi
Untuk mengetahui ada stomatitis/ tidak, ada caries/ tidak, berdarah/
tidak (Wiknjosastro, 2008).
(2) Leher

14
Untuk mengetahui adakah pembesaran pada kelenjar gondok, tumor/
tidak, kelenjar limfe/ tidak (Alimul, 2006).
(3) Dada dan Axilla
Dikaji untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan pada
pemeriksaan dada dan axilla meliputi :
a) Mammae
Ada benjolan atau tidak, ada pembesaran abnormal atau tidak, sudah
keluar atau belum kolostrum, puting susu menonjol atau tidak.
(4) Ekstermitas
a) Atas/ tangan
Apakah ada oedema/ tidak, jika terjadi oedema mengarah pada tanda
gejala pre-klampsi ringan.
b) Bawah/ kaki
Apakah ada varises/ tidak, oedema/ tidak, ika terjadi oedema
mengarah pada tanda gejala Pre eklampsi ringan (Wiknjosastro,
2010).
3. Pemeriksaan Khusus Obstetri (Lokalis)
(1) Abdomen
(a) Inspeksi
Adakah pembesaran perut, linia alba/ nigra, strieal albican/ livide,
ada pergerakan janin/ tidak (Varney, 2004).
(b) Palpasi
Menurut Manuaba (2007) yaitu:
1. Pergerkan janin: Adakah pergerakan janin saat pemeriksaan,
gerakan janin dalam 2 jam ada 10 x gerakan
2. Leopold I : Untuk mengetahui TFU dan bagian janin yang
ada di fundus serta untuk menghitung TBJ yaitu (TFU – 11) x
155
3. Leopold II : Untuk menentukan letak punggung dan letak
bagian terkecil janin.
4. Leopold III : Menentukan apa yang terdapat dibagian bawah
dan apakah bagian bawah sudah masuk PAP

15
5. Leopold IV : Menentukan seberapa jauh masuknya bagian
bawah bila sudah masuk PAP
(c) Auskultasi
Untuk mengetahui denyut jantung janin, teratur/ tidak. Normal :
120- 160 x/menit (Manuaba, 2007).
(d) Perkusi
Reflek patella, bila reflek patella (-) kemungkinan klien
mengalami kekurangan B1.
(e) Genetalia
Inspeksi untuk melihat apakah ada pengeluaran pervaginam; VT
dilakukan untuk mengetahui apakah sudah terjadi pembukaan
serviks pada ibu dengan UK > 37 minggu.
4. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah lengkap: trombositopenia merupakan salah satu gejala
Preeklampsia berat (Mansjoer, 2009), juga untuk mengetahui apakah
ibu anemia atau tidak.
2) Protein urin: pada preeklampsia ringan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam
atau ≥ 1 + dipstick (Saifuddin. 2010), pada preeklampsia berat
proteinuria + > 5 gr/24 jam atau > 3 pada tes celup (Mansjoer, 2009).
3) USG : pertumbuhan janin terhambat merupakan salah satu gejala
Preeklampsia berat (Mansjoer, 2009).
Langkah II: Identifikasi Diagnosa atau Masalah
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data
yang telah dikumpulkan. Data dasar yang tealh dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga dapat merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Masalah dan
diagnosis keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan,
seperti diagnosis, tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan
dalam sebuah rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan
pengalaman wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan pengarahan.
Masalah juga sering menyertai diagnosis.
Diagnosa : G.....P..........Ab.......UK...................Minggu

16
T/H/I dengan Preeklampsia/Eklampsia

Masalah : Masalah yang mungkin terjadi adalah nyeri


kepala hebat, gangguan penglihatan, ibu
merasa gelisah, nyeri perut pada bagian ulu
hati, mual dan muntah, gangguan pernapasan
(Nurarif, 2015).
Langkah III: Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnosa (Varney, 2004).
Diagnosa potensial yang terjadi pada ibu hamil dengan Pre Eklampsi ringan
apabila tidak segera mendapatkan penanganan yang tepat dan berlangsung akan
menjadi Pre Eklampsi berat dan Eklampsia (Manuaba, 2012).
Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Segera
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis
potensial berdasarkan diagnosis atau masalah potensial yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan
sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau
masalah potensial ini benar-benar terjadi. Tujuan dari langkah ketiga ini adalah
untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang apat muncul. Pada langkah ini,
bidan mengidentifikasi diagnosis dan masalah potensial berdasarkan diagnosis
dan masalah yang sudah diidentifikasi atau diagnosis dan masalah actual.
Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai
dengan prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya, setelah bidan
merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa masalah
potensial yang sebelumnya (Varney, 2004). Pada kasus Pre Eklampsi ringan agar
tidak menjadi preeklampsi berat tindakan yang harus diambil adalah pemantauan
secara rutin tekanan darah, DJJ, kontrol ulang protein urine dan oedema
(Manuaba, 2012).
Langkah V: Intervensi
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan. Tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, seperti apa yang

17
diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan
social ekonomi, cultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua
aspek asuhan kesehatan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua
belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien. Semua keputusan yang dikembangkan
dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang terbaru, serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang
akan dilakukan klien.
a. Lakukan pendekatan terapeutik pada ibu dan keluarga
R : membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga agar bidan lebih mudah
memberitahu mengenai keadaan ibu dan bila terjadi sesuatu pada ibu untuk
mengurangi kecemasan yang muncul
b. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R : agar ibu dan keluarga mengetahui kondisi dan keadaan ibu
c. Lakukan konseling untuk rencana tindakan selanjutnya/ konseling rujukan
apabila berada di fasilitas dasar
R: agar keluarga mengetahui bahawa keadaan ibu perlu dirujuk dan keluarga
bisa menyiapkan segala sesuatunya sebelum dirujuk.
d. Lakukan Inform consent
R: Bukti persetujuan dari keluarga sangat penting untuk melakukan tindakan
selanjutnya oleh bidan dan sebagai bukti bahwa ibu dan keluarga setuju
dengan tindakan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
e. Lakukan stabilisasi pasien dan segera rujuk (intervensi mandiri oleh bidan)
1) Pasang infuse RL dengan jarum besar (16 Gauge atau lebih)
2) Kateterisasi urin
a) jika jumlah urin <30 ml/jam pantau edema paru
b) Observasi TTV, refleks dan DJJ tiap jam
R: agar kondisi pasien selama perjalanan menuju tempat rujukan tidak
menurun dan tetap stabil

18
f. Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk
tindakan yang diluar kewenangan bidan (intervensi kolaborasi bidan dengan
dokter)
R: karena penatalaksanaan preeklamsia dan eklamsia bukan kewenangan dari
bidan maka bidan harus melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis untuk
tindakan diluar kewenangan bidan.
Penanganan Preeklamsia berat dan eklamsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
1) Penanganan kejang
a. Beri obat antikonvulsan (MgSO4)
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (spatel lidah dll
c. Lindungi pasien dari kemungkinan jatuh
d. Aspirasi mulut dan tenggorokan (jika perlu)
e. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi
resiko aspirasi
f. Beri O2 4-6 liter/menit
2) Penanganan umum
a. Memberikan dosis awal (Alternatif I). Dosis awal diberikan 4 g MgSO4
sesuai prosedur untuk mencegah kejang/kejang berulang. Cara
pemberian dosis awal:
1) Mengambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml Larutan MgSO4 40%) dan
melarutkan ke dalam 10 ml aquades. Untuk MgSO4 20% tidak usah
dilarutkan. Berikan larutan selama 5 menit
2) Jika akses IV mengalami kesulitan berikan masing-masing 5 g
MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM bokong kanan dan kiri
3) Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 gr
IV selama 5 menit
4) Bila setelah pemberian kembali MgSO4 ulangan masih terdapat
kejang, pertimbangkan pemberian diazepam 10 mg IV selama 2
menit.

19
b. Dosis awal (Alternatif II): MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5
menit, diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain
(dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemberian MgSO4.
c. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 dalam 6
jam sesuai prosedur berikut (intervensi rujukan).
1) Mengambil 6 g larutan MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutan dalam 500 ml RL/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV
dengan kecepatan 20 tetes/menit selama 6 jam.
2) Pemberian diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
berakhir (MgSO4 1 g/jam dalam infus RL/Ringer Asetat)
d. Sebelum pemberian MgSO4 ulangan, lakukan pemeriksaan:
1) Frekuensi pernafasan minimal 16 x/menit
2) Reflek patella (+)
3) Urine minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
e. Hentikan pemberian MgSO4 jika: reflek patella (-), bradipnea (<16
x/menit), oliguria (urine < 30 ml/jam atau 0,5 ml/kgBB/jam)
f. Jika terjadi henti nafas: bantu pernafasan dengan ventilator, berikan
antidotum Kalsium glukonas 1 g (10 ml dalam larutan 10 %) IV
perlahan-lahan selama kurang lebih 10 menit sampai pernafasan mulai
lagi.
g. Melakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, nafas, reflek patella dan jumlah urin.
h. Jika kejang:
1) Pemberian Diazepam dosis awal :10 mg IV selama 2 menit
2) Dosis pemeliharaan Diazepam: 40 mg/500 ml RL, tidak boleh
melebihi 100 mg/24 jam
3) Pemberian diazepam melalui rektal: 20 mg dalam semprit 10 ml, jika
masih ada kejang dosis tambahan 10 mg/jam. Dapat diberikan
melalui kateter urin ke dalam rektum.
Persalinan

20
a) Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang
pada eklampsia dalam 12 jam sejak gejala eklampsia timbul
b) Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam
(pada eklampsia) lakukan seksio sesarea
c) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa :
d) Tidak terdapat koagulopati
e) Anesthesia yang aman adalah anesthesia umum
f) Jika anestesia umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam.
Perawatan postpartum
a. Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir
b. Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic masih >110 mmHg
c. Pantau urin
Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
a.Kamar isolasi
Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
b. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan
meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
– Sistem stroganof
– Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
– Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah, mengurangi
sensitivitas saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan
sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
– Diazepam atau valium
– Litik koktil
c. Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
– Dapat didahului dengan induksi persalinan
– Bahaya persalinan ringan

21
– Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban,
mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala
pengeluaran.
– Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
– Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika
d. Pertimbangan seksio sesarea :
–Gagal induksi persalinan pervaginam
– Gagal pengobatan konservatif
Langkah VI : Implementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan yang menyeluruh
seperti yang diuraikan pada langakah kelima, dilaksaanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini dapat dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh
klien atau tenaga lainnya (Varney, 2004). Pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu
hamil dengan Pre Eklampsi ringan dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini dilakukaan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar telah
dipenuhi sesui dengan kebutuhan sebagaimana rencana tersebut dapat dianggap
efektif dalam pelaksaanaannya (Varney, 2004).
Data perkembangan dituliskan dengan SOAP (Varney, 2004), pencatatan
SOAP didasarkan pada sebuah daftar masalah atau diagnosa. Setelah diagnosa
diidentifikasi, informasi yang terkait dengan diagnosis tersebut ditulis dengan cara
berikut :
Subjektif (S) : Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa (Varney, 2004).
Objektif (O) : Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung assesment (Varney, 2004).
Assesment (A) : Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
interprestasi data Subjektif dan Objektif dalam suatu identifikasi diagnosa/
masalah, antisipasi diagnosa/ masalah, perlunya tindakan segera oleh bidan/
dokter dan konsultasi kolaborasi (Varney, 2004).

22
Planning (P) : Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi berdasarkan assesment (Varney, 2004).

23

Anda mungkin juga menyukai