Makalah KDK Semester 1
Makalah KDK Semester 1
Makalah KDK Semester 1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Caring
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian,
perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan
kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring mempengaruhi cara
berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring juga mempelajari
berbagai macam philosofi dan etis perspektif.
Pengertian caring berbeda dengan care. Care adalah fenomena yang
berhubungan dengan orang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku kepada individu, keluarga, kelompok dengan dan jadi untuk memenuhi
kebutuhan actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care yang menunjukkan suatu
rasa kepedulian.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu
cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam keperawatan, caring
merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Saat ini,
caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Banyak sekali ahli
keperawatan yang mengungkapkan mengenai teori caring, antara lain sebagai berikut :
(Tarida & Sauliyusta, 201, pp.3-4).
1. Crips dan Taylor (2001), caring merupakan fenomena universal yang
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku
dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, tanggungjawab, dan ikhlas.
3. Barnum (1994), caring memiliki mana yang bersifat aktivitas, sikap
(emosional), dan kehati-hatian.
4. Delores gaut (1984), caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada
tiga makna di mana ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian,
bertanggungjawab, dan iklhas.
5. Merriner dan Tomey (1994), menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan
kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.
Caring bukan semata-mata perilaku. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan
yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
6. Griffin (1983), membagi konsep caring ke dalam dua dominan utama. Salah satu
konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep
caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat
melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam
keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan
perawat melakukan aktivitas peranyang spesifik dalam sebuah cara dengan
menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada pasien. Aktivitas tersebut
menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang
mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antar
perawat dengan pasien.
7. Leinginger (1981), caring merupakan aktifitas, proses dan pengambilan
keputusan yang bersifat memelihara baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk meningkatkan status kesehatan.
8. Lydia Hall (1969), mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya.
Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core dan cure harus dipadukan
secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal
untuk klien. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri
seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari
kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam
memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsure
ini harus dipadukan.
9. Florence Nightingale (1860), caring adalah tindakan yang menunjukkan
pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan
lingkungan bersih, verifikasi yang baik dan tenang kepada klien.
Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa caring
lebih kompleks daripada curing. Karena caring memberikan pelayanan yang
menyangkut seluruh kebutuhan pasien baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual.
Curing hanya bagian dari caring. Sebagai seorang perawat, kita harus mampu
membedakannya dan melakukan caring dengan sebaik-baiknya. Kesejahteraan klien
didapat dari totalitas kita dalam melakukan caring. Caring tidak akan pernah lepas
dari profesi keperawatan. Karena caring merupakan esensi keperawatan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang kesehatan
yang baik atau kesejahteraan sebagai suatu kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi
dari tidak adanya penyakit. Cara pandang tentang sehat sebagai suiatu situasi ada atau
tidak adanya penyakit mengabaikan adanya rentan sehat hingga sakit.
Perawat dan profesi kesehatan lain akan mendorong munculnya definisi yang lebih
tentang oeningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketika mereka menjadi spesialis
perawatan utama, maka perawat akan lebih berperan dalam mengidentifikaasi berbagai
pola sehat.
Berbagai institusi pelayanan kesehatan berusaha mencari cara yang lebih baik
untuk pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang biayanya lebih rendah. Pada saat
yang sama mereka terus dievaluasi dengan ketat oleh berbagai lembaga pengatur peninjau
yang dilakukan berfokus pada hasil dari pelayanan kesehatan dan apakan klien
meninggalkan institusi pelayanan kesehatan dengan status kesehatan yang meningkat dan
disertai kemampuan untuk mengelola kebutuhan keperawatan yang berkelanjutan.
Dari pertengahan tahun 1920-an sampai pertengahan tahun 1930-an telah dilakukan
berbagai diskusi pada tingkat pemerintah terkait denganbiaya pelayanan medis. Hingga
tahun 1935 sebelum adanya bantuan utnuk masyarakat yang menyebabkan ditetapkannya
Undang Undang keamanan sosial (The Social Security Act) yang memfasilitasi bantuan
untuk masyarakat bagi orang buta, orang lansia, dan anak-anak yang mengalami
ketergantungan. Konverensi pelayanan kesehatan nasional tahun 1938 mengalami suatu
diskusi nasional tentang program pelayanan kesehatan nasional di Amerika Serikat dari
konferensi tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan bersama yang menyangkut prinsis-
prinsip perbaikan kesehatan nasional.
Pelayanan rawat inap, yang menjadi bagian dari The social security amandements
tahun 1983. Rumah sakit tidak lagi menggantikan semua biaya yang dikeluarkan selama
perawatan klien. Bahkan perawtan biaya pelayanan rumah sakit untuk klien yang memiliki
jaminan Medicare didasarkan atas biaya awal klien masuk berdasarkan pada diagnosis-
related groups. Sistem pembayaran propektif telah menjadi salah satu dari sebagian besar
faktor yang penting dan berpengaruh bagi industri pelayanan kesehatan. Institusi
pelayanan kesehatan tidak lagi memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Semakin sedikit
biaya yang digunakan untuk menyediakan pelayanan kesehatan dan modal contohnya,
maka semakin banyak biaya yang dapat digunakan untuk menambah dan memperbaiki
rumah sakit, sistem komputer, dan pembelian peralatan diagnostik.
C. Inisiatif Legislatif
Berbagai jenis pelayanan perawatan kesehatan yang disediakan bagi klien dan
keluarga, bergantung pada sikap dan luasnya masalah kesehatan dan tingkat perawatan
yang dibuutuhkan. Jenis pelayanan yang ditawarkan sering kali juga bergantung pada
tempat dimana klien mencari pelayanan kesehatan (contohnya : rumah sakit atau klinik
kesehatan mental).
Pada perawatan terakhir yang terjadi di unit perawatan subakut, yaitu tempat untuk
memberikan pelayanan medis khusus bagi klien yang memerlukan intensitas perawtaan
yang lebih besar daripada yang biayanya diberikan di tempat atau fasilitas keperawatan
yang terlatih, tetapi tidak memerlukan keperawatan akut.
Pada umumnya klien yang menderita penyakit akut, cedera, atau penyakit yang
memburuk dan memerlukan perawatan berkelanjutan di rumah sakit, merupakan calon
penerima perawatan subakut. Klien akan menerima pengobatan yang berorientasi pada
tujuan segera setelah atau sebgai pengganti perawat akut di rumah sakit. Untuk
mengobati salah satu atau lebih kondisi medis yang aktif dan spesifik atau untuk
menerima pengobatan yang secara teknis bersifat kompleks.
c) Early diagnosis and promotion treatment (diagnosis dini & pengobatan segera).
Pelayanan dimulai dari timbulnya gejala suatu penyakit. Pelayanan dilaksanakan
mencegah meluasnya penyakit. Bentuk tingkat pelayanan -> survey pencarian
kasus.
memiliki tujuan masing-masing dengan tidak meninggalkan tujuan umum dari pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang ada sekarang ini dapat diselenggarakan oleh pihak
memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin mendapatkan
peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga sifat pelayanan
kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan ini dapat dilaksanakan
Untuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang
membutuhkan perawatan dirumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di
pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit yang
tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat pertama dan
kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau spesialis dan
Pelayanan kesehatan akan lebih berkembang atau sebaliknya akan terhambat karena
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti adanya peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi baru, pergeseran nilai masyarakat, aspek legal dan etik, ekonomi dan politik.
4) Ekonomi
5) Politik
Strategi yang ada dalam visi Indonesia sehat diantanya pemahaman tentang
paradigma sehat, srategi professionalisme dalam segala tugas, adanya JPKM,dan
desentralisasi.
Dalam menggunakan strategi yang ada, pemerintah telah menyusun misi
yang akan di jalankan sebagaimana dalam system pelayanan kesehatan, diantaranya:
1) Penggerak pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan
2) Memelihara, meningkatkan melindungi kesehatan individu, keluarga,
masyarat dan lingkungan
3) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
4) Meningkatkan kemandirian masyarakat hidup sehat
3. Pendidikan Keperawatan
Membantu dalan merencanakan isi kurikulum dan mengevaluasi penampilan kerja
mahasiswa.
4. Riset Keperawatan
Hasil proses evaluasi merupakan penilitian yang pertemuannya dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas askep.
5. Sistem Pelayanan Kesehatan
Implementasi standar dapat meningkatkan fungsi kerja tim kesehatan dalam
mengembangkan mutu askep dan peran perawat dalam tim kesehatan sehingga terbina
hubungan kerja yang baik dan memberikan kepuasan bagi anggota tim kesehatan.
6. Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah dicapai.
Kriteria pengukuran :
a. Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.
b. Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.
c. Keefektifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil.
d. Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan untuk
merevisi diagnosa, hasil-hasil dan rencana perawatan untuk selanjutnya,
e. Revisi diagnosa, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan.
f. Klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan dalam proses
evaluasi
BAB II
PEMBAHASAN
Kolaborasi adalah hubungan timbal balik, di mana pemberi pelayanan memegang tanggung
jawab paling besar untuk keperawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.
Praktik keperawatan kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen
perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-
masinsg pendidikan dan kemampuan praktisi (Siegler & Whitney, 2000).
Kolaborasi antar tenaga kesehatan digambarkan sebagai suatu hubungan kerjasama yang
dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan, serta memahami
pentingnya peran masing-masing anggota tim untuk mampu bertindak dalam situasi
kesehatannsres tinggi, kolegiatif, dan komunikasi (Messmer, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Broers (2009) praktek kolaborasi antar
profesi didefinisikan sebagai beragam profesi yang bekerjasama sebagai suatu tim yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien dengan saling mengerti batasan yang
ada pada masing-masing profesi kesehatan.
IPC (Interprofessional Collaboration) adalah kerja sama dengan satu atau lebih anggota
tim kesehatan untuk mencapai tujuan umum dimana masing – masing anggota memberikan
kontribusi yang unik sesuai dengan batasannya masing –masing.
Pelaksanaan ipc pada praktik nyata terhadap pasien dipengaruhi oleh interprofesional
education. Hal tersebut dikarenakan IPE menyiapkan mahasiswa kesehatan atau calon tenaga
kesehatan untuk bisa lebih memahami peran masing-masing profesi dan meningkat kesiapan
mereka untuk berkolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan (soubra, badr, zahran, dan
aboul-south,2017). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
liaw, siau, zhou, dan lau (2014) yang menyatakan bahwa IPE dapat meningkatakan kolaborasi
antar tenaga kesehatan.
Hasil survey institusi dari 42 negara menyatakan sudah melakukan strategi interprofesional
education (IPE) dan memberikan dampak positif bagi sistem kolaborasi antar profesi dalam
dunia kesehatan serta dapat meningkatkan perawatan da kepuasan pasien, bukan hanya bagi
Negara terkait tetapi juga bila digunakan di Negara-negara lain (WHO,2010). Di Indonesia
sendiri IPE juga dikenal, ini terbukti dari keterlibatan Indonesia sebagai partner dalam kobe
university interprofesional education for colaborating working centre (QPEC) (hteq project,
2011)
Tujuan dari praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan berbagai profesi dalam
pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan memberikan pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif (Sargeant, 2009). Implementasi
IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan
kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa
berada dilapangan diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peingkatan
kualitas pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Buring et al, 2009).
World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak
dari penerapan praktik kolaborasi dalam dunia kesehatan menunjukkan hasil bahwa praktik
kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauna serta koordinasi layanan kesehatan,
penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis,
dan pelayanann serta keselamatan pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktik kolaborasi
dapat menurunkan komplikasi yzng di alami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan
konflik di antarapemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan
rata-rata jumlah kematian pasien.
Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian
menentukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam
rangka penyelesaian masalah attau untuk peningkatan kualitas kesehatan (Thistlewaite dan
Moran, 2010).
Adapun kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan untuk berkolaborasi satu sama
lain diantaranya, yaitu :
1. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam, kolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan
pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang muncul dalam
kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasoi efektif yang dapat dimengerti
oleh semua anggota professional.
Kolaborasi untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan keterampilan
komunikasi yang efektif. Pada awalnya tim perawatan kesehatan perlu mendefinisikan
kolaborasi secara jelas, menetapkan tujuan dan sasaran, dan menentukan harapan peran.
Komunikasi efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang terlibat berkomitmen
untuk saling memahami peran profesionalnya dan saling mengahargai sebagai individu.
Selain itu, mereka harus sensitif terhadap perbedaan antara gaya komunikasi. Daripada
memfokuskan pada perbedaan, masing masing kelompok profesional perlu memusatkan
tujuan umum mereka: kebutuhan klien.
Gaya komunikasi sangatlah penting agar kolaborasi dapat berhasil. Teori Norton
mengenai gaya komunikator (1983) mendefinisikan gaya sebagai cara seseorang
berkomunikasi dan mencakup cara bagaimana seseorang berinteraksi. Dengan demikian,
apa yang dikatakan dan bagaimana hal tersebut dikatakan keduanya penting. Teori ini
menguraikan sembilan gaya komunikator khusus yang umum digunakan dan memengaruhi
sifat hubungan antara komunikasi. Tiga dari gaya komunikator ini (dominan, suka
berdebat, dan penuh perhatian) telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai gaya
kolaborasi karena gaya komunikator berhubungan dengan tingkat kolaborasi dan
peningkatan kualitas perawatan (Van Ess Coeling dan Cukr, 2000). Menggunakan gaya
penuh perhatian dan menghindari gaya suka berdebat dan gaya dominan membuat
perbedaan yang signifikan dalam kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif, dan
kepuasan perawat. Peneliti menyatakan bahwa gaya penuh perhatian dapat diajarkan
melalui modeling perilaku mendengarkan dengan jelas, seperti melakukan kontak mata
ketika berkomunikasi dan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas lain yang
mengganggu komunikasi saat seseorang mencoba untuk berkomunikasi. Umpan balik
verbal dan pengulangan memberikan kesempatan untuk menggambarkan apa yang
dikatakan dan mengoreksi kesalahpahaman. Pengajuan pertanyaan memberikan
kesempatan berbagi kekhawatiran dan memulai suatu dialog. Mengembangkan gaya tidak
suka berdebat berarti mengembangkan penilaian dalam upaya mengenali kapan perlu
menghentikan percakapan dan meminta klarifikasi karena hal tersebut merupakan poin
penting dan kapan lebih baik mengabaikan komentar yang tidak setuju karena hal tersebut
tidak penting untuk tujuan. Mengembangkan gaya nondorninan mencakup perilaku
pengendalian memonopoli percakapan atau berbicara penuh semangat sehingga orang lain
merasa ditekan dan tidak mau berespons. Bermain peran yang diiikuti oleh diskusi dan
modelling peran diidentifikasi sebagai strategi efektif untuk menegembangkan gaya
komunikator yang positif.
2. Respek dan Kepercayaan
Kualitas respek dapat dilihat lebih kea rah harga diri, sedangkan kepercayaan dapat
dilihat dari mata proses dan hasil. Respek dan kepercayaandapat disampaikan secara
verbal dab nonverbal, sertadapat dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan
sehari-hari.
3. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)
Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang , pola hubungan, harga
diri, kepercayaan diri, emosi, serta waktu. Feed back juga dapat bersifat posistif dan
negative.
4. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi
yang efektif. Hal ini unntuk menyatukan data kesehatan pasien secara komprehensif
sehingga menjadi sumber informasi bagoi semua anggota tim professional.
5. Manajemen konflik
Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta fungsinyauntuk
menurunkan konflik. Selainitu, setiap anggota profesi juga harus melakukann aklarifikasi
persepsi dan aharapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih
peran, serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawab.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa criteria, yaitu adanya saling
percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing,
memiliki citra diri positif, memilikikematangan professional yang setara, baik dalam hal
pendidikan maupun pengalaman, mengakui sebagai mitrakerja, serta memeiliki keinginan
untuk bernegosiasi(siegler & whitney, 2000).
F. Praktik kolaborasi
1. Memberikan perawatan yang di arahkan pada klien dan berpusat pada klien dengan
menggunakan kerangka kerja multidisiplin, yang terintegrasi
Dan bersifat partisipasi.
2. Meningkatkan kontinuitas selama kontinum perawatan, sejak prahospitalitas epoisode
akut penyakit sampai pemindahan atau pemulangan dan pemulihan.
3. Meningkatkan kepuasan klien (-klien)dan keluarga terhadap perawatan.
4. Memberikan perawatan yang berkualitas, hemat biaya, dan berbasis penelitian yang
diarahkan pada hasil.
5. Meningkatkan rasa saling menghargai, komunikasi, dan pemahamanantara klien (-
klien) dan anggota tim perawatan kesehatan.
6. Menciptakan sinergi antara klien dan pemberi perawatan, yaitu jumlah usaha mereka
lebih besar dari pada bagian-bagiannya.
7. Memberikan kesemptan untuk membahasa dan memecahkan isu dan masalah
yangberhubungan dengan sistem.
8. Membina hubungan interdependen dan pemahaaman di kalangan pemberi perawatan
dan klien.
Tim praktik kolaboratif antardisiplin dapat terdiri atas unit tunggal atau sekelompok unit
dengan populasi klien yang sama. Sebagian besar komite terdiri dari dokter, perawat, pekerja
sosial, apoteker, dan profesional perawatan kesehatan lain (Velianoff, Neely, dan Hall, 1993).
Tim multidisiplin semacam ini membahas pedoman praktik klinis dan isu klinis untuk
memastikan hasil Yang hemat biaya dan berkualitas. Komite Seperti ini dapat memberikan
landasan untuk penetapan tatanan praktik kolaboratif yang sebenarnya.
REGISTERED PEMBERI
NURSE PELAYANAN LAIN
PASIEN
Model praktik kolaborasi tipe 1 ini menekankan pada komunikasi dua arah, tapi menempatkan
dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien.
2. Model praktik kolaborasi, Tipe 2
DOKTER REGISTERED
NURSE
PASIEN
PEMBERI
LAYANAN
LAIN
Gambar di atas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II di mana model ini lebiih berpusat
pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerjasama, dengan pasien. Model ini
tetap melingkar dengan menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu sama lain, dan tak
ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.
Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul secara
bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan persepsi diri. Diperlukan
untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui odel mental diri sendiri (bias, nilai-
nilai, dan tujuan).
2. Pelajaran 2
Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value dan manage
diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif yang efektif dan hasil.
3. Pelajaran 3
Mengembangakan keterampilan resolusi konflik yang yang konstruktif (Develop
constructive conflict resolution skills). Dalam paradigma kolaboratif, konflik dipandang
alami sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan kesepakatan.
4. Pelajaran 4
Gunakan kekuatan anda untuk menciptakan situasi ‘menang-menang’ (Use your power
to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan mengakui kekuatan dasar seseorang
adalah bagian dari kolaborasi yang efektif.
5. Pelajaran 5
Menguasi keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal and process
skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang paling sering diidentifikasi
sebagai atribut penting untuk praktik kolaboratif efektif.
6. Pelajaran 6
Menyaari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recogninize that collaboration
is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk kolaborasi efektif
membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik, keunggulan klinik, menghargai
penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses kelompok adalah keterampilan belajar
seumur hidup.
7. Pelajaran 7
Pengaruh semua forum multidisiplin (leverage all multidisciplinary forums). Menjadi
baik hadir secara fisik dan mental dalam tim forum, dapat memberikan kesempatan untuk
menilai bagaimana dan kapan menawarkan komunikasi kolaboratif untuk membangun
kemitraan.
8. Pelajaran 8
Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that
collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi yang saling
mapan yang bisa terjadi secara spontan jika factor-faktoryang tepat ditempat.
9. Pelajaran 9
Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif (Balance autonomy
and unity in collaborative relationship). Belajar dari kebehasilan dan kegagalan kolaborasi
anda. Menjadi bagian dari sebuah tim yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam
isolasi. Bersedia mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan
dinamis.
10. Pelajaran 10
Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan (Remember that
collaboration is not required for all decision). Kolaborasi bukanlah obat mujarab, yang
diperlukan dalam segala situasi(Gardner, 2005).
BAB II
PEMBAHASAN
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David (1978) berarti
“kebiasaan”, “model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu
tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha) berarti adat kebiasaan; dengan kata lain
etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Menurut Kamus Webster, Etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan
buruk secara moral. Penggunaan istilah etika dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau
dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Suhaemi, 2003 ).
Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan terminologi dengan
berbagai makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak dan
bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Menurut Ismani (2001) Etika
adalah : Ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup
didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan dan prinsip – prinsip yang menentukan
tingkah laku yang benar yaitu baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab.
Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang adat
istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan yang
mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan pada
aturan-aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab moral. Etika berhubungan
dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai
prinsip benar atau salah, prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral.
Filosofi etika adalah refleksi analisis dan evaluasi dari kebaikan dan keburukan dari
tingkah laku manusia. Ahli Filosofi menerjemahkan etika sebagai suatu studi formal tentang
moral. Etika disebut juga filsafat moral yang merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang
tindakan manusia.Etika sendiri diartikan sebagai filosofi moral, yaitu ilmu yang menilai
tentang suatu hubungan yang berarti untuk suatu tujuan manusia; hal ini akan melibatkan
konflik, pilihan dan suara hati.Etika lebih menekankan pada bagaimana manusia harus
bertindak dan bukan pada keadaan manusia. Tindakan manusia itu ditentukan oleh bermacam-
macam norma, diantaranya norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan
santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari
agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan
sehari-hari (Hasyim, dkk, 2012).
Di era globalisasi saat ini, peranan etika sangatlah penting. Faktor teknologi yang
meningkat, ilmu pengetahuan yang berkembang (pemakaian mesin dan teknik memperpanjang
usia, legalisasi abortus, pencangkokan organ manusia, pengetahuan biologi dan genetika,
penelitian yang menggunakan subjek manusia) ini memerlukan pertimbangan yang
menyangkut nilai, hak-hak manusia, dan tanggung jawab profesi. Organisasi profesi diharapkan
mampu memelihara, menghargai, mengamalkan, mengembangkan nilai tersebut melalui kode
etik yang disusunnya (Suhaemi, 2004).
Macam-macam etika:
Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal
yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika normatif
juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan
yang akan dilakukan.
2. Etiket
Istilah lain yang paling sering rancu digunakan sehubungan dengan etika adalah Etiket.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat dua pengertian tentang Etiket : 1) Etiket adalah
secarik kertas yang bertuliskan nama, dan sebagainya yang diletakan pada kotak; 2) Etiket
adalah aturan sopan-santun pergaulan. Jadi dari pemahaman yang didasarkan pada kamus besar
bahasa indonesia di ata, etiket merupakan suatu hal penting didalam pergaulan masyarakat
yang bertingkat-tingkat (mempunyai suatu hirarkhi).
Istilah Etiket berasal dari perkataan Perancis ”Etiquette” yang berarti surat undangan
dan tata aturan yang tertulis pada kertas undangan. Etiket berarti pula nama yang diletakkan
pada botol atau kotak. Etiket sinonim dengan perkataan Tata Krama, Tata sopan santun,
peraturn sopan santun dan tata cara tingkah laku yang baik dan menyenangkan. Tata aturan
sopan santun ini disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi nora anutan dalam bertingkah
laku diantara anggota masyarakat tertentu. Pemahaman tentang Etika dan Etiket sering kali
dicampur adukkan, padahal dua kata ini memiliki perbedaan yang sangat hakiki. Tetapi
sekalipun ada perbedaannya, dua istilah ini memiliki persamaan. Persamaan antara Etiket dan
etika antara lain: 1) Etiket dan Etika menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah ini hanya
digunakan untuk manusia, tidak bisa digunakan untuk hewan dan tumbuhan; 2) Etiket maupun
Etika mengatur perilaku manusia secara normatif. Artinya Etiket dan Etika memberi norma
bagi perilkau manusia dengan demikian menyatakan apa yang harus atau tidak boleh
dilakukan. Berdasarkan pemahaman ini, Etiket dan Etika selalu menyangkut perilaku manusia
dan digunakan untuk mengatur perilaku manusia yang bersifat normatif.
Sekalipun Etiket dan Etika sama-sama menyangkut perilaku manusia, tetapi antara
Etiket dan Etika terdapat perbedaan yang sangat hakiki. Perbedaan antara Etiket dan etika itu
sebagai berikut:
a. Etiket :
1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket dianggap
sebagai salah satu cara yang tepat atau cara yang diharapkan dalam suatu
komunitas atau kalangan tertentu. Misalnya; ketika kita ingin menyerahkan suatu
barang ke orang lain, maka etiket yang benar adalah menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan;
2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Dengan kata lain, bila tidak ada yang hadir
atau saksi mata, maka etiket tidak berlaku;
3) Etiket bersifat relatif. Apa yang dianggap baik di suatu tempat belum tentu baik di
tempat lain. Misalnya; bersendawa setelah makan di Bali merupakan satu bentuk
penghormatan karena menunjukkan satu bentuk kepuasan. Sedangkan bersendawa
di Solo setelah makan dianggap sebagai suatu penghinaan;
4) Etika berbicara tentang etiket, kita melihat manusia dari segi lahiriahnya saja atau
dari luarnya saja. Ibaratnya, ketika kita menerima sebuah kado, kita hanya melihat
bungkusan luarnya saja yang indah, padahal belum tentu isinya seindah
bungkusnya.
b. Etika :
1) Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, tetapi etika memberi
norma tentang perbuatan itu sendiri. Apakah perbuatan itu boleh atau tidak.
Misalnya; ketika kita mengambil barang milik orang lain, itu merupakan satu
perbuatan yang tidak perbolehkan. ”Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika
yang diterapkan dalam kehidupan suatu masyarakat;
2) Etika selalu berlaku baik ada saksi maupun tidak. Sekalipun tidak ada orang yang
melihatnya, etika tetap berlaku diterapkan;
4) Ketika berbicara tentang etika, maka yang kita bicarakan adalah apa yang ada di
dalam diri manusia itu bukan apa yang ada di luar diri manusia (Bertens, 1993 :
10).
3. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu Mores. Mores bermakna kebiasaan (LaPorte
Matzo & Sherman, 2006) dan mempunyai makna baik atau buruk praktik perilaku manusia
(Thompson, Melia & Boyd, 1998). Mores mengandung makna sikap, kewajiban, akhlak, budi
pekerti dan semangat (Kamus Bahasa Indonesia online, 2015). Terkait dengan kewajiban, maka
kata moral lebih dekat maknanya dengan aturan-aturan, undang-undang ataupun disiplin. Jadi
walau kata etik dan moral mempunyai pemahaman yang sama, namun secara praktik kedua
kata ini mempunyai makna berbeda.
Moral memiliki hubungan yang erat dengan agama. Etik selalu merujuk pada standar
moral, terutama yang terkait dengan kelompok profesi, misalnya perawat. Sebagai profesi yang
bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan, perawat sering dihadapkan pada berbagai
pengambilan keputusan etik, oleh karena itu perawat harus dapat memahami cara pengambilan
keputusan yang baik. Perawat harus mengembangkan keterampilan untuk melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai perantara moral dan sebagai partisipan dalam pengambilan keputusan
yang terkait dengan etik. Moralitas berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam sikap
dan muncul dari hati yang memperlihatkan pentingnyanilai dan norma. Agama menjadi
motivasi terpenting dan terkuat bagi perilaku moral. Setiap agama mengandung suatu ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi para penganutnya dalam bertingkah laku. Dengan
demikian, moral dan agama seharusnya menjadi dua variabel yang berbanding lurus karena
orang yang menjalankan ajaran agamanya dengan baik tentunya berperilaku moral yang baik
pula. Tetapi dalam realitanya, di zaman modern ini sering kali moral dan agama menjadi dua
variabel yang berbanding terbalik.
Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak bermakna kalau tidak dijiwai moralitas.
Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu
moralnya. Karena itu, hukum selalu harus diukur dengan norma moral. Di sisi lain, moral juga
membutuhkan hukum. Moral akan mengawang awang saja, kalau tidak diungkapkan dan
dilembagakan dalam masyarakat, seperti terjadi dengan hukum. Sekalipun ada hubungan yang
erat antara moral dan hukum, namun perlu diingat bahwa moral dan hukum tidak sama.
Marilah kita lihat bersama perbedaan tersebut.
Masing-masing profesi mempunyai dasar pemikiran tentang etik yang berbeda. Hal ini
disebabkan oleh bentuk intervensi profesinya berbeda. Profesi keperawatan bentuk
intervensinya adalah care atau peduli. Dengan demikian segala prinsip-prinsip etik yang
digunakan oleh profesi keperawatan adalah dalam rangka memenuhi kepedulian.
Dalam konteks kepedulian subjek yang berinteraksi diwujudkan dalam bentuk relasi.
Relasi ini terjadi antara perawat dengan pasien, perawat dengan perawat, perawat dengan
organisasi tempat ia bekerja dan perawat dengan masyarakat luas. Bila antara subjek yang
berelasi saling menghargai dan tidak ada yang mendominasi, maka akan tercapai kebahagiaan.
Namun bila ada subjek yang mendominasi, maka akan terjadi masalah etik yang berarti syarat-
syarat untuk menjadi peduli tidak lagi dipenuhi.
Peduli pada profesi keperawatan ditunjang oleh 4 (empat) unsur utama, yaitu respect to
others, compassion, advocacy dan intimacy. Respect to others bertujuan untuk menghargai
subjek yang berrelasi. Subjek yang berrelasi adalah perawat dengan pasien, atau antar subjek
lainnya. Seperti apa contoh respect to patients dalam hal ini? Yaitu perawat setiap memulai
tugasnya hendaklah mengenalkan diri pada pasien. Apabila pasien sudah kenal dengan perawat,
maka perawat hendaklah menyampaikan bahwa ia yang akan merawat pasien pada jam
kerjanya itu. Demikian juga saat jam kerja berakhir, perawat berpamitan pada pasien. Inilah
contoh nyata bagaimana sikap perawat menghargai pasien.
Unsur utama yang kedua adalah compassion. Compassion secara sederhana dapat
diartikan sebagai rasa iba. Rasa iba ini juga dapat diartikan sebagai rasa sayang pada pasien.
Rasa sayang ini dapat dipelajari dengan cara melihat wajah pasien. Pada wajah pasien
tergambarkan penderitaan akibat sakit yang dialami. Wajah akan memberikan kenyataan yang
sesungguhnya. Dengan demikian, kenalilah wajah pasien. Dari wajah ini akan menimbulkan
belas kasih dari yang melihatnya.
Yang ketiga dari empat unsur utama adalah advocay. Advocacy berarti melindungi.
Melindungi pasien supaya selamat selama berada dalam asuhan keperawatan pasien. Advocacy
dapat dilakukan dengan cara menjamin intervensi yang diberikan perawat agar selalu aman.
Hal ini dapat diperoleh bila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. Bila perawat tidak memiliki kompetensi, maka ia tidak layak
diberi penugasan untuk intervensi tersebut.
Unsur keempat adalah intimacy. Intimacy adalah kedekatan, perawat terhadap pasien
sangat dekat sekali. Dari mulai pasien kontak dengan perawat, pasien akan selalu berada
dibawah pengawasan perawat. Pengawasan ini baru berakhir bila pasien meninggal dunia.
Sedemikian dekatnya, sehingga dekat ini digambarkan sebagai ibu dekat dengan anaknya.
Keempat unsur inilah diturunkan kode etik keperawatan.
Selain itu, moral juga mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang
etis dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk
menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diijinkan dalam suatu
keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam keperawatan yaitu:
Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri atau
mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan
martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif yang
dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk
melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas bagi
dirinya. Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya
bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb
sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah
mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan dengan hal
ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak boleh dipaksakan
untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong menggunakan kursi
roda.
Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total care, maka
perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa membeda-bedakan klien.
Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri maka perawat tidak perlu
memandikannya lagi.
Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan tidak
membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan saling
percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi
kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.
Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati janji,
menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi
misalnya perawat telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada saat
tindakan PA maka perawat harus siap untuk memenuhinya.
Prinsip ini bertujuan agar penjelasan yang diberikan secara jujur hanya boleh diberikan
kepada pasien, yang berarti tidak boleh diberitakan pada orang lain. Privacy dan
confidentiality mempunyai makna yang hampir sama, yaitu tidak memberikan
kesempatan orang lain mengetahui tentang keadaan pasien.
Non-maleficence adalah kegiatan yang tidak mencelakakan pasien dan dikenal dengan
do no harm.
9. Privacy
Maksudnya adalah, selain diri pasien tidak ada yang boleh mengakses informasi tentang
diri pasien. Privacy ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan oleh perawat
pada pasien. Perlindungan berlaku saat pasien masih sadar sampai meninggal atau tidak
sadar.
Inilah prinsip yang harus selalu diingat oleh perawat dalam mengemban tugasnya.
Gagal memenuhi prinsip-prinsip ini memberi dampak akan menurunnya tingkat kepercayaan
pada profesi perawat. Sedangkan profesi perawat ini merupakan profesi yang mulia yang
berarti tingkat kepercayaan masyarakat padanya sangat tinggi.
Karakter perawat yang baik juga dapat dirujuk kepada teori Carol Gilligan yaitu Truth.
Truth merupakan suatu karakter yang terpuji, dimana perawat bertanggung jawab penuh
terhadap intervensi keperawatan yang diberikan. Perawat akan melihat kepentingan pasien dan
bagaimana kepentingan ini dapat dipenuhi. Bila prinsip-prinsip etik ini dapat dipenuhi maka
pasien merasa aman ditangan perawat dan perawat menunjukkan profesi muliannya pada
pasien dan masyarakat. Inilah nilai tertinggi suatu profesi keperawatan.
Bila nilai-nilai ini tidak diterapkan akan terjadi suatu ketidakpatutan. Ketidakpatutan ini
karena berada diranah etik yang membahas tentang baik dan buruk bukan salah atau benar,
maka tidak dapat dikategorikan sebagai suatu kesalahan. Oleh karena itu tidak dapat dijamah
oleh ranah hukum, sehingga tidak bisa dibawa kepengadilan. Akan halnya perawat bila tidak
dapat menerapkan kaidah-kaidah ini, hanya bisa dikucilkan oleh teman-teman profesinya.
Walau tidak dapat dijamah oleh hukum, ada suatu keadaan yang memasuki ranah moral, yaitu
ranah benar atau salah yang lebih disebut sebagai ranah Moral. Sebelum masuk keranah etik,
ranah moral ini dilalui terlebih dahulu.
Tahapan yang paling tinggi yang dapat perawat lakukan adalah melakukan asuhan
keperawatan dengan berpijak pada tahap Social Contract and Individual Rights. Maksudnya,
pada tahap ini profesi keperawatan sudah tertata dengan baik. Semua aturan sudah dipahami
dan dipatuhi untuk dilaksanakan. Tidak ada yang perlu dikeluh kesahkan. Semua intervensi
ditujukan untuk kesejahteraan pasien berdasarkan kontrak-kontrak sosial yang sudah diakui
secara hukum.
Bila Social Contract and Individual Rights belum tercapai, maka perawat dapat
mematuhi aturan dengan melihat pada Obedience and Punishment Orientation dan pada
Maintaining the Social Order. Pada Obedience and Punishment Orientation perawat
dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mematuhi aturan atau dihukum. Maksudnya, perawat patuh
pada aturan, standard atau disiplin yang dibuat. Bila tidak dilakukan atau tidak patuh maka
perawat akan dihadapkan pada suatu proses peradilan. Maksudnya peradilan adalah istilah yang
dikembangkan dimana tidak adil pada pasien dengan arti kata tidak memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan aturan. Lebih lanjut perawat akan memasuki ranah peradilan atau
menjalani proses penyelidikan. Namun bila perawat patuh akan proses intervensi keperawatan,
maka perawat akan terhindar dari proses per-adilan ini.
Tahapan yang perlu dijalani oleh perawat yang lainnya adalah Maintaining the Social
Order. Pada tahap ini perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan baik, agar profesi
perawat dapat dipertahankan kemuliaannya dimata masyarakat. Bila tahap ini sudah dapat
dijalankan, maka kemuliaan profesi perawat dihadirkan kepada masyarakat. Masih ada tahapan
moral lainnya lagi, tapi dalam tulisan ini tidak dikembangkan lebih lanjut. Perawat perlu
memahami tahapan-tahapan ini agar pasien memperoleh asuhan keperawatan yang benar dan
perawat dapat menghindai dirinya dari masalah peradilan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata etik dan moral mempunyai arti yang
berdekatan, pada institusi rumah sakit badan yang mengurus etik dan moral pada umumnya
menjadi satu. Menjadi satu memungkinkan untuk memudahkan penyelesaian masalah, namun
disisi lain terjadi suatu percampuran antara masalah etik dan moral dengan kata lain terjadi
kerancuan apakah yang terjadi masalah etik ataukah masalah moral. Sebagai akibatnya kurang
mampu melihat secara tegas apakah yang dihadapi masalah etik atau masalah moral.
Etika keperawatan memiliki tujuan khusus bagi setiap orang yang berprofesi sebagai
perawat, tak terkecuali juga bagi seluruh orang yang menikmati layanan keperawatan. Tujuan
dari etika keperawatan pada dasarnya adalah agar para perawat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Secara umum tujuan etika
keperawatan yaitu menciptakan dan mempertahankan kepercayaan antara perawat dan klien,
perawat dengan perawat, perawat dengan profesi lain, juga antara perawat dengan masyarakat.
a. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat.
b. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan (hal yang
dianggap benar).
Menurut Veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah
perawat sendiri, tenaga kesehatan lainnya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan ialah masyarakat/ orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai
dengan tuntutan masyarakat.
c. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu dan prinsip-prinsip
etika keperawatan dalam praktik dan dalam situasi nyata.
Etika keperawatan juga memiliki fungsi penting bagi perawat dan seluruh individu yang
menikmati pelayanan keperawatan. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
b. Mendorong para perawat di seluruh Indonesia agar dapat berperan serta dalam kegiatan
penelitian dalam bidang keperawatan dan menggunakan hasil penelitian serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan atau asuhan keperawatan.
c. Mendorong para perawat agar dapat berperan serta secara aktif dalam mendidik dan
melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat, tidak hanya di rumah sakit tetapi
di luar rumah sakit.
d. Mendorong para perawat agar bisa mengembangkan diri secara terus menerus untuk
meningkatkan kemampuan profesional, integritas dan loyalitasnya bagi masyarakat
luas.
e. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan kepribadian serta
sikap yang sesuai dengan etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya.
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat wajib melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur
operasional (SPO).
2) Perawat wajib melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan kompetensinya.
3) Peawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan sesuai SPO.
d. Perawat wajib merahasikan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai
dengan ketenuan hokum yang berlaku.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Peawat tidak memberikan informasi tentang klien kepada orang yang tidak
berkepentingan.
2) Perawat mendiskusikan klien di tempat umum.
3) Perawat menjaga kerahasiaan dokumen klien.
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkankemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat selalu menggunakan data akurat dalam mengambil keputusan.
2) Perawat mendelegasikan pekerjaan harus menggunakan komunikasi yang jelas dan
lengkap.
3) Perawat bertanggung jawab dalam pembinaan moral staf.
4) Perawat harus membuat laporan terkait tugas yang dilimpahkan.
5) Perawat harus menjalankan tugas sesuai yang didelegasikan.
6) Perawat memberikan masukan berkaitan dengan kasus yang dikonsulkan sesuai
dengan tingkatan penerima konsul.
d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu
menunjkkan perilaku ptofesional.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat selalu berpenampilan rapid an wangi
2) Perawat selalu dapat menjawab pertanyaan klien sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang dimiliki.
3) Perawat selalu menepati janji.
4) Perawat selalu ramah.
5) Perawat menggunakan seragam yang bersih dan sesuai dengan norma kesopanan.
6) Perawat berbicara dengan lemah lembut.
c. Perawat melaksanakan gerakan masyarakat sehat, seperti perilaku hidup sehat, hand
hygiene, dan lain-lain.
a. Perawat senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan
tenaga kesehatan lainnya dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan layanan kesehatan secara menyeluruh.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat melakukan hal hal terkait mengenai profesi secara berkala dengan sejawat.
2) Perawat dalam menyampaikan pendapatnya terhadap sejawat, menggunakan
rujukan yang diakui kebenarannya.
3) Perawat menghargai dan bersikap terbuka terhadap pendapat teman sejawat.
4) Perawat menciptakan lingkungan yang kondusif (keserasian suasana dan
memperhatikan privasi).
5) Perawat menghargai sesama perawat seperti keluarga sendiri
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara
kondisi kerja yag kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu
tinggi.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat harus aktif memberikan usulan terhadap pihak terkait agar tersedia sarana
prasarana untuk kelancaran asuhan keperawatan.
2) Perawat wajib menyampaikan asuhan keperawatan yang telah dilakukannya pada
setiap serah terima.
3) Perawat penanggung jawab wajib memastikan terlaksananya asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat pelaksana yang ada dibawah tanggung jawabnya.
4) Perawat penanggung jawab wajib menyampaikan perkembangan asuhan
keperawatan kepada penanggung jawab keperawatan yang lebih tinggi secara
berkala.
Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang seseorang berhak seperti kekuasaan atau hak
istimewa (Fagin, 1975). Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar
keadilan, molaritas atau legalitas.
Menurut Badman dan Bandman (1986), ada lima persyaratan yang membantu
menentukan hak, yaitu:
a. Hak perawat
b. Kewajiban perawat
Kebutuhan untuk hak klien adalah hasil secara luas dari dua keadaan yaitu kerentanan
(vurnerability) klien dari penyakit dan kompleksitas hubungan dalam tatanan asuhan kesehatan.
Ketika sakit, seseorang sering tidak mampu untuk menyatakan hak-haknya sebagaimana bila ia
sakit. Menyatakan hak memerlukan energy dan kesadaran tentang hak seseorang dalam situasi
tersebut. Oleh karenannya seseorang yang lemah atau terikat dengan penyakitnya, mungkin
tidak mampu menyatakan hak-haknya.
Empat hak yang dinyatakan dalam fasilitas asuhan kesehatan (Annas dan Healey,
1974):
a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib
rumah sakit;
b. Pasienberkewajibanuntukmematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam
pengobatannya;
c. Pasien berkewajiban untuk memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat;
d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas
jasa pelayanan rumah sakit/dokter;
e. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
Uraian pernyataan hak pasien (a patients bill of bringht) adalah sebagai berikut.
Pernyataan yang berkenaan dengan hak klien dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut.
a. Meningkatkan kesadaran konsumen mengenai hak asuhan kesehatan dan lebih
besarnya partisipasi dalam merencanakan asuhan tersebut.
b. Meningkatkan jumlah malpraktik yang dipublikasikan sehingga menggugah
kesadaran masyarakat.
c. Legislasi yang telah ditetapkan sebelumnya melindungi hubungan, seperti atasan-
bawahan dan hak manusiawi serta legislasi kesamaan hak-hak secara umum.
d. Konsumen memperhatikan masalah tentang meningkatnya jumlah penelitiaan yang
dilaku.
e. kan di bidang kesehatan dan meningkatnya penggunaan klien untuk tujuan
pendidikan pada sejumlah disiplin.
Termasuk kelompok ini adalah mereka tidak mampu meyakinkan dirinya baik
menyeluruh maupun sebagian atas kehidupan atau perorangan secara normal, sebagai akibat
adanya kekurangan fisik atau mental baik yang bersifat kongential atau didapat. Hak-hak ini
harus dinikmati oleh mereka yang termasuk kelompok ini tanpa ada perbedaan.
a. Mereka berhak atas tingkat yang maksimun dari kemampuannya, mempunyai hak
yang sama sebagai manusia lainnya.
b. Mereka berhak mendapat asuhan medias yang tepat, fisioterapi, pendidikan, latihan,
rehabilitas, dn bimbingan yang memungkinkan kemampuan dan potensinya yang
maksimal.
c. Mereka berhak atas standar hidup yang layak dan keamanan dari segi ekonomi.
Mereka berhak untuk melakukan pekerjaan yang produktif sesuai dengan
kemampuannya.
d. Apabila memungkinkan, mereka seharusnya tinggal dengan keluarganya atau orang
tua angkat dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk kehidupan komitme. Kelurga
tempat mereka tinggal harus mendapat bantuan, dan apabila perlu dirawat,
seharusnya dirawat dalam lingkungan dan suasana yang sedekat mungkin dengan
kehidupan normal.
e. Mereka berhak atas penjagaan apabila diperlukan untuk melindungi diri dan
kepentingannya.
f. Mereka berhak mendapat perlindungan terhadap eksploitasi dan tindakan kekerasan.
Apabila ada tuntutan terhadap suatu pelanggaran, mereka berhak mendapat
perlindungan hukum dan pengakuan penuh terhadap derajat tanggung jawab
mentalnya.
g. Apabila mereka tidak mempunyai kemampuan kerana keadaan cacatnya yang berat,
untuk melatih hak-hak mereka dengan cara yang berarti, prosedur yang digunakan
harus berupa pengamanan yang didasari oleh evaluasi mengenai kemampuan sosial
orang terbelakang tersebut dan dilakukan oleh para ahli (United Nations, 1971).
h. Mereka berhak untuk mendapat perawatan dari orang yang berpengetahuan yang
akan berusaha untuk mengerti kebutuhannya dan mampu memberikan kepuasan
dalam membantu menghadapi kematian.
BAB II
PEMBAHASAN ETIK
Etika berasal dari bahasa yunani “Ethos” artinya adat kebiasaan. Berkaitan dengan
pertimbangan benar tidaknya suatu perubahan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia etika
memiliki tiga pengertian yaitu (1) ilmu tentang apa yg baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). (2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3)
NIlai tentang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara istilah etika
adalah usaha mengatur kehidupan, berada dalam aturan yang baik, beredar sesui dengan naluri
kemanusiaan
Etik adalah terminilogi dengan berbagai makna. Singkatnya , etik berhubungan dengan
bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan
orang lain. Etik perawatan di hubungkan dengan hubungan antar masyarakat dan dengan
karakter serta perawat terhadap orang lain. Pengetahuan perawat di peroleh melalui keterlibatan
pribadi dan emosional dengan orang lain serta ikut terlibat dalam masalah moral mereka.
( Cooper , 1991).
Istilah etika memiliki beberapa arti dalam penggunaan secara umum. Etika merujuk
pada:
Etika keperawatan merujuk pada isu etik yang terjadi dalam etik keperawatan.
American Nurse Association (ANA) merevisi Standar Clinical Nursing Practice (1998) yang
mewajibkan perawat untuk bertanggung gugat atau tingkah laku mereka.
Praktisi yang bertindak berdasarkan etik perawatan akan peka terhadap hubungan yang
tidak seimbang yang dapat mengacu pada penyalahgunaan kekuasaan seseorang pada orang
lain, baik secara sengaja maupun tidak. Dalam perawatan kesehatan, klien dan keluarga
seringkali memiliki persepsi yang berbeda dengan professional yang di sebabkan oleh penyakit
klien, kurangnya informasi tekhnis, regresi yang di sebabkan oleh rasa sakit dan penderitaan ,
serta lingkungan yang tidak di kenal. Peran perawat sebagai pelindung sangat penting dalam
etik keperawatan.
Etika identik dengan moral, moral berasal dari bahasa latin “Mores” yaitu tata susila,
budi pekerti, kesopanan, adap perangai, dan tingkah laku. Moralitas (atau moral) sama dengan
etika dan banyak yang menggunakan istilah ini secara bergantian. Moralitas biasanya merujuk
pada standar pribadi atau perorangan tentang benar-salah suatu tingkah laku, karakter, atau
sikap. Perawat harus membedakan antara moralitas dan hukum. Hukum mencerminkan nilai
moral masyarakat dan memberi panduan dalam menentukan apa saja yang termasuk moral.
Namun tindakan dapat dianggap sesui hukum, tetapi tidak secara normal. Sebagia contoh,
program program resusitasi penuh pada pasien yang sedang sekarat tidak bertentangan dengan
hukum, tetapi orang masih mempertanyakan apakah tindakan tersebut sesui moral. Sebaliknya,
tindakan dapat dianggap sesui moral tetapi ilegal. Sebagai contoh, jika seorang anak
mengalami henti napas di rumas, secara normal di benarkan untuk mengemudi melebihi batas
kecepatan menuju rumah sakit, tetapi tindakan ini melanggar hukum
Menurut sumber lain perbedaan antara etika dan moral adalah moral mempunyai arti
tuntutan perilaku dan keharusan masyarakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip
dibelakang keharusan tersebut. (Thompson dan Thompson, 1981; lih Doheny, Cook,Stoper,
1982)
B. Teori –Teori Dalam Etika Keperawatan
Teori dasar etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik
profesional ( Fry, 1991 dalam buku Suhaemi 2010) ahli filsafat moral telah mengembangkan
beberapa teori etik , yang secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi teori teleologi dan
deontologi.
1. Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa yunani, dari kata ledos berarti akhir . Istilah teleologi dan
utulitarianisme sering di gunakan saling bergantian . Teleologi merupakan doktrin yang
menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang di hasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi
. Pencapaian hasil akhir dengan kebaikan yang maksimal dan ketidak baikan sekecil mungkin
bagi manusia ( Kellly, 1987 dalam buku Suhaemi, 2010). Contoh penerapan teori ini ; bayi
yang lahir cacat lebih baik di izinkan meninggal dari pada nantinya menjadi beban masyarakat
2. Deontologi
Deontologi berasal dari bahasa yunani, deon berarti tugas , berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant , benar atau salah bukan di tentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi
dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Kant berpendapat bahwa prinsip moral atau
yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperative. Contoh
penerapan deontology ; seorang perawat yang yakin bahwa klien harus di beri tahu tentang
yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataannya tersebut sangat menyakitkan.
C. Macam Macam Etika
Manusia di sebut etis, ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu
memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas kesimbangan antara kepentingan pribadi dengan
pihak lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara kedudukannya sebagai makhluk
yang berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai nilai atau
norma norma yang di kaitkan dengan etika. Terdapat dua macam etika sebagai berikut
( J.Hanafia dan A. Amir, 1999)
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia serta
apa yang di kejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya,
etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat di
simpulkan bahwa kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat
yang di kaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat betindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya di miliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya di jalankan oleh manusia dan tindakan apa yang
bernilai dalam suatu masyarakat yang di kaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak etis.
D. Tipe Tipe Etika Keperawatan
Menurut Dalami (2010) tipe tipe etika keperawatan dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Biotik
Biotik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan.Lebih lanjut, biotik difokuskan pada pertanyaan
etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik,
hokum, dan teknologi.
Pada lingkup yang lebih sempit, biotik merupakan evaluasi etik pada moralitas
treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaaan pengobatan pada manusia. Pada
lingkup yang lebih luas,Biotik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap pengobatan dan
biologi. Isu dalam biotik antara lain : peningkatan mutu genetic, etika lingkungan, pemberi
pelayanan kesehatan.
Dapat disimpulkan bahwa biotik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawat
kesehatan, kesehatan modern, aplikasi teori etik, dan prinsip etik terhadap masalah-masalah
pelayanan kesehatan.
Etik kinik merupakan bagian dari biotik yang lebih memperhatikan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien.
Bagian dari biotik yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan
dalam tindakan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.
1. Otonomi
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau di pandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek professional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak klie .
Menghargai otonomi (facilitate autonomy) Suatu bentuk hak individu dalam mengatur
kegiatan/prilaku dan tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima
suatu tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa
seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut
rencana pilihannya sendiri. Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
usia penyakit, lingkungan RS, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo,
1995).
Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak
mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan.n dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.
3. Keadilan ( Justice )
Prinsip ini di refleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standard praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
Keadilan (Justice) Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu
mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress adalah
mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat
diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka Ketika seseorang
mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini harus mendapatkan
sumbersumber yang besar pula, sebagai
contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di
ruang VIP harus sama dan sesuai SAK.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis pada klien.
Dalam praktek segala langkah yang di ambil perawat dalam proses kesembuhan pasien
harulah berhati hati dan tidak boleh merugikan pasien.
5. Kejujuran ( Veracity)
Prinsip ini di perlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien dan untuk mengatakan kebenaran. Contoh: memberikan kebenaran
mengenai penyakit yang di derita pasien, walaupun penyakit tersebut tidak boleh di
katakan demi kesehatan pasien namun perawat harus bersikap jujur dengan
memberitahuan dengan baik agar pasien mengetahui penyakitnya serta memberikan
motivasi agar pasien selalau kuat menghadapi penyakitnya.
Prinsip ini di butuhkan perawat untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.
7. Kerahasiaan ( Confidentiality)
Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien yang harus di jaga privasinya. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh di baca dalam
rangka pengobatan klien.
8. Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab,
memenuhi janji janji. Veatch dan Fry mendefinisikan sebagai tangung jawab untuk tetap setia
pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi
tanggung jawab janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian atau kepedulian.
Contohnya: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh
mengingkari janji tersebut.
Metode otoritas menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan berdasarkan
otoritas yang dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural,kelompok manusia,atau
institusi sepeti majelis ulama,dewan gereja atau pemerintah
Etika merupakan ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)
1. Memberi norma tentang apakah suatu perbuatan boleh di lakukan atau tidak
2. Selalu berlaku, meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan
3. Lebih bersifat mutlak
4. Menyangkut aspek dan batinia
Etiket atau norma kesopanan merupakan tata cara dalam memelihara hubungan baik antara
sesama manusia
1. Cara yang tepat atau di harapkan dan di tentukan untuk di lakukan dalam kalangan
masyarakat tertentu
2. Hanya berlaku dalam pergaulan yang membutuhkan kehadiran orang lain
3. Bersifat relatif, karena ukuran sopan santun terhadap masyarakat dengan lainnya bisa
berbeda
4. Menyangkut aspek lahiria .
Menurut Suhaemi, (2010), Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur
perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan di ambil
berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral
perawat.
Menurut American Ethics Commision Bureau On Teaching dalam buku Suhaemi 2010, Tujuan
etika profesi keperawatan yaitu :
1. Pelaksanaan kode perilaku yang di sepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat
2. Cara mengambil keputusan yang di dasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan ( hal
yang di anggap benar) .
Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan nilai, norma yang timbul dalam
keputusan keperawatan. Namun , etika keperawatan tidak cukup hanya di ajarkan, tetapi harus
di tanamkan dan di yakini oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja di pendidikan,tetapi
dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIK PERAWAT
Kode etik merupakan salah satu ciri persyaratan profesi, yang memberikan arti
penting dalam penentuan, mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode
etik menunjukkan bahwa tanggung jawab dan kepercayaan pada masyarakat telah
diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Apabila seorang anggota melanggar kode etik
profesi, organisasi profesi dapat memberi sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut.
Secara umum tujuan kode etik keperawatan (Kozier, Erb, 1990) adalah :
Deontologi adalah teori yang berprinsip pada aksi atau tindakan dan tidak
menggunakan pertimbangan,misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu,Karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam
hal calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk.
Keadilan (justice) adalah teori yang menyatakan bahwa mereka yang sederajat
harus diperlakukan sederajat,sedangkan yang tidak sederajat sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Ketaatan (fidelity) adalah pada dasarnya ketaatan berprinsip pada tanggung jawab
untuk tetap setia pada suatu kesepakatan bersama antara perawat dan pasien serta
keluarga pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga
janju,mempertahankan dan memberikan perhatian
Kode etik dari negara lain yang mengembangkan kode etik ICN adalah Amerika,
yang disusun oleh himpunan perawat Amerika atau American Nurse Association
(ANA) adalah sebagai berikut :
7. Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk mengadakan dan membina keadaan
tugas tenaga kerja yang memungkinkan untuk mencapai kualitas keperawatan
yang tinggi.
9. Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk melindungi umum dari informasi
yang salah dan penyajian yang salah untuk memelihara integrasi keperawatan.
10. Perawat berkolaborasi dengan anggota profesi kesehatan dan warga lain dalam
meningkatkan usaha nasional dan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan
kesehatan masyarakat.
a. Perawat pada awal bertemu klien, wajib menjelaskan bahwa mereka boleh
menjalankan / diizinkan melaksanakan kegiatan yang terkait dengan
budaya, adat dan agama.
d. Perawat wajib mengikut sertakan klien secara terus menerus pada saat
memberikan asuhan keperawatan.
c. Perawat menegur sejawat atas perilaku yang tidak kompeten, tidak etik
dan tidak legal.
Subjek yang berelasi adalah perawat dengan pasien, atau antar pasien, atau
antar subjek lainnya.
Keempat unsur inilah diturunkan kode etik keperawatan. Selain 4 unsur utama
etik keperawatan yang tekah dijelaskan, ada unsur lain yang menjadi pertimbangan.
Unsur lain itu adalah beneficence, non-maleficience, justice yang disampaikan oleh
Hippocrates (400-300 SM). Kemudian Beauchamp & Childress (1969) menambahkan
dengan autonomy yang banyak terkait dengan Informed Concent:
Privacy adalah selain diri pasien tidak ada yang boleh mengakses informasi
tentang diri pasien. Privacy ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan
oleh perawat pada pasien. Perlindungan berlaku saat pasien masih sadar sampai
meninggal atau tidak sadar.
Fidelity (Menepati Janji) Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat
terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Inilah prinsip yang harus selalu diingat oleh perawat dalam mengemban
tugasnya. Gagal memenuhi prinsip-prinsip ini memberikan dampak akan
menurunnya tingkat kepercayaan pada profesi perawat. Sedangkan profesi perawat
ini merupakan profesi yang mulia yang berarti tingkat kepercayaan masyarakat
padanya sangat tinggi.
Agar prinsip-prinsip etik keperawatan dapat dilaksanakan, maka perlu suatu
karakter yang baik. Karakter yang baik itu menurut Florence Nightingale bila
perawat mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pasien. Florence Nightingale
meletakkan dasar-dasar agar perawat menjunjung tinggi harkatnya dalam berelasi
dengan pasien.
Karakter perawat yang baik juga dapat dirujuk kepada teori Carol Gilligan yaitu
Truth. Truth merupakan suatu karakter yang terpuji, dimana perawat bertanggung
jawab penuh terhadap intervensi keperawatan yang diberikan. Perawat akan melihat
kepentingan pasien dan bagaimana kepentingan ini dapat dipenuhi. Bila prinsip-
prinsip etik ini dapat dipenuhi maka pasien merasa aman ditangan perawat dan
perawat menunjukkan profesi mulianya pada pasien dan masyarakat. Inilah nilai
tertinggi suatu profesi keperawatan.
Kode Etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan benar dan baik, serta yang tidak benar dan tidak baik bagi profesi.
Kode etik perawat adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan
keperawatan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas serta fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian akan pelanggaran kode etik dapat dihindarkan dan diminimalisasi.
Kode etik perawat (juga biasa disebut etik keperawatan) sebagai bagian dari
pengetahuan dasar etik berisi bagaimana perawat seharusnya berperilaku etik sebagai
sebuah profesi, bagaimana seharusnya membuat keputusan saat mengalami hambatan,
bagaimana mencegah terjadinya permasalahan etik, serta bagaimana berusaha
memenuhi kewajiban profesional sersuai tujuan, nilai dan standar keperawatan. Etik
keperawatan mengandung unsur-unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan
hubungan antara perawat dengan klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri, keluarga
klien, dan pengunjung. Etik keperawatan merupakan hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Selain bermanfaat bagi perawat, etik juga
bermanfaat bagi tim kesehatan lainnya dan bagi penerima pelayanan kesehatan. Etik
keperawatan ini juga bermanfaat bagi rumah sakit terutama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
Perawat yang berada di samping pasien selama 24 jam memiliki peran penting
terhadap segala sesuatu yang terjadi pada pasien. Meskipun perawat sering berada di
samping pasien, interaksi antara perawat dengan pasien perlu diperbaiki kembali.
Terkadang walaupun perawat berada disamping pasien selama 24 jam, masih ada
beberapa perawat yang mengabaikan etik keperawatan terhadap pasien. Berangkat
dari hal semacam inilah menjadi penyebab lahirnya pelanggaran kode etik
keperawatan, yaitu perawat sebagai profesi tenaga pelayanan keperawatan kurang
memahami apa arti dari kode etik keperawatan, sehingga berdampak pada
keselamatan pasien. Oleh karena itu, sebagai perawat harus memahami pentingnya
kode etik keperawatan agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada klien.
1. Pelanggaran Ringan
a) Melalaikan tugas
Suka memposting foto dimedia social saat jam sibuk ( 08.00 – 12.00)
Tidak memakai atribut, uniform dengan lengkap (papan nama + pin Rs)
2. Pelanggaran Sedang
Meminta imbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau keluarga
untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Bagi perawat yang sudah menikah yang menjalin cinta dengan pasien
dan keluarga, pribadi atau kelompok
3. Pelanggaran Berat
Membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul maut tanpa
memberikan pertolongan
Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta kepada pasien atau
keluarganya.
Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.
Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai bahwa tidak akan
mengulanginya lagi.
Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai bahwa tidak akan
mengulangi perbuatannya lagi.
3) Kepala Ruangan;
2. Terhadap Tugas
KUH Perdata.
Tanggung jawab perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata, maka
dapat dikatagorikan ke dalam empat prinsip sebagai berikut:
2. Tanggung jawab dengan asas respondeat superior atau let's the master answer
maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal
1367 BW
Dalam hal ini tanggung jawab akan muncul apabila kesaalahan terjadi dalam
menjalankan fungsi interdependen perawat. Sebagai bagian dari tim maupun
orang yang bekerja di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan
bersama-sama bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien;
24
mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau
terganggu istirahatnya.
d. Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila
seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi
dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus
padahal dirinya belum terlatih.
Apabila perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka tanggung jawab itu
akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan.
Sementara dari aspek tanggung jawab secara hukum pidana seorang perawat baru
dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum; dalam hal ini apabila perawat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasal
15
Kepmenkes.
b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami
konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah
mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang
menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien.
1. Standar praktik
O. SUMBER-SUMBER STANDAR
2. DEPKES RI
Perawat.
3. Rumah Sakit
4. UU/KEPRES/PP
BAB II
PEMBAHASAN
Praktik keperawatan yang aman masih memerlukan pemahaman tentang batasan legal
yang ada dalam praktik keperawatan. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman
akan tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kritis terhadap perawat. Perawat
tentu perlu memahami tentang hukum untuk melindungi hak dari kliennya dan bahkan
terhadap dirinya sendiri agar terhindar dari masalah. Perawat tidak perlu takut akan hukum,
tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat
harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang professional.
1. Malpraktek
definisi malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.
a. Criminal Malpractice
1) Perbuatan tercelah
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah berupa kesengajaan, kecerobohan, atau
kealpaan. Misalnya euthanasia, membuka rahasia jabatan, membuat surat keterangan
palsu, dan melakukan aborsi tanpa indikasi medis.
b. Civil Malpractice
Masyarakat lebih cenderung melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil
pengobatan dan perawatan tidak akan dapat di prediksi secara pasti. Dalam sebuah praktik,
tenaga kesehatan hanya memberikan sebuah jaminan proses yang bisa sebaik mungkin
(ispanningverbintenis), atau tidak menjanjikan hasil sama sekali (resultaatverbintesis).
Adanya kesalahpahaman seperti ini sering kali berujung pada sebuah gugatan malpraktik.
Jika menurut Paulus Yanuar, formula malpraktik (malpractice formula) dapat terjadi jika
adanya tiga unsur utama dari malpraktik, yaitu :
3. Terbukti adanya hubungan sebab-akibat Antara pelaksana praktik yang tidak sesuai
dengan standar kerugian yang dialami pasien.
a. Duty (kewajiban).
Belum ada jaminan bahwa pelayanan kesehatan yang tekah diberikan oleh tenaga kesehatan
dapat memberikan sebuah rasa kepuasan. Pada saat tertentu,pelayanan tersebut malah
menimbulkan kerugian yang besar pada pasien yang telah cacat maupun meninggal. Kerugian
tersebut merupakan resiko pihak pemberi pelayanan kesehatan. Jika hal ini terjadi, maka UU
akan memberikan peluang kepada pihak pasien untuk menuntut baik dalam hal perdata
maupun pidana. Hal diatas dapat dijamin dalam UU No.29 Tahun 2004 tentang praktik
Kedokteran, khususnya pada pasal66 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang
mengetahui atau bahkan kepentingannya di rugikan atas tindakan dari dokter maupun dari
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mangadukan secara tertulis kepada
ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pengaduan yang sebagaimana dimaksud diatas tidak akan menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan
atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan (UUPK Pasal 66 ayat (3)).
A. Tindakan-tindakan Malpraktik
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahgunaan obat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril
6. Kesalahan prosedur operasi
7. Percobaan cara pengobatan baru suatu penyakit pada pasien
B. Dampak Malpraktik
2. Kelalaian
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan
bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi
apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi
yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada
umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang
dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat
profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang
lain. Kasus kelalaian dapat terjadi di berbagai tatanan dalam praktek keperawatan, Kasus-
kasus seperti ini berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu maupun
kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan, termasuk di dalamnya dalam ranah praktek
keperawatan kritis.
Menurut Vestel KW (1995) dalam Ake (2003), menyampaikan bahwa suatu perbuatan
atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan
tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat
hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
menurunkan “Proximate cause”
Kewajiban (Duty)
Menurut Morton& Fontaine (2009), kewajiban adalah hubungan legal antara dua pihak
atau lebih. Kewajiban ini dapat timbul dari berbagai macam situasi. Pada ranah keperawatan
sendiri, kewajiban timbul akibat adanya hubungan kontrak antara pasien dan fasilitas
perawatan kesehatan. Dimana pasien sepakat untuk membayar layanan perawatan kesehatan,
sedangkan perawat wajib memberikan perawatan pada pasien sebagaimana mestinya.
Seorang perawat perawatan kritis bertanggung jawab secara legal dalam merawat pasien
dalam kondisi apapun. Jika perawat tersebut gagal memberikan perawatan sebagaimana
mestinya sesuai dengan kondisi pasien, perawat tersebut dianggap melakukan pelanggaran
pada kewajibannya
Adapun yang termasuk dalam planning failure adalah kegagalan dalam menentukan
perencanaan keperawatan yang yang berkaitan juga kegagalan dalam menentukan diagnosa
yang tepat.
Menurut Urden (2010), jika seorang perawat gagal memperhatikan setiap bagian dari proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
maka perawat tersebut dapat dianggap tidak kompeten dan melakukan suatu kelalaian.
Dibawah ini merupakan beberapa contoh kasus kelalaian yang dilakukan oleh seorang
perawat kritis :
Assessment Failure
Adapun yang termasuk dalam assessment failure adalah kegagalan dalam mengkaji maupun
menganalisis data ataupun informasi mengenai pasien seperti tanda-tanda vital, pemeriksaan
laboratorium, maupun keluhan utama pasien.
Contoh Kasus :
Seorang pasien yang dirawat di ICU dan baru saja dilakukan pemasangan chest tube pada
shift malam. Pada saat itu perawat lalai dalam melakukan monitoring pasien dari pukul 23.00
sampai pukul 03.00, ketika dilakukan pengecekan kembali pada pukul 03.00 didapatkan
keadaan pasien memburuk, pasien mengalami penurunan kesadaran, oksimetri buruk, dan
tanda-tanda vital dalam keadaan jelek. Kemudian klien mengalami henti nafas dan henti
jantung, dan kemudian segera dilakukan resusitasi pada pasien. Namun, ternyata pasien tetap
tidak terselamatkan
Planning Failure
Adapun yang termasuk dalam planning failure adalah kegagalan dalam menentukan
perencanaan keperawatan yang yang berkaitan juga kegagalan dalam menentukan diagnosa
yang tepat.
Implementation Failure
Termasuk di dalamnya adalah kegagalan untuk berkomunikasi dengan pihak lain yang terkait
terkait kondisi pasien, kegagalan dalam melakukan tindakan yang tepat terhadap pasien,
kegagalan dalam melakukan pendokumentaian terhadap hasil-hasil pengkajian, intervensi,
maupun respon pasien terhadap intervensi yang diberikan, serta kegagalan untuk menjaga
privasi pasien.
Contoh kasus :
Kegagalan dalam Melakukan Tindakan yang Tepat : Seorang wanita mengalami kejang di
rumahnya, kemudian oleh suaminya segera di bawa ke rumah sakit. Sesampainya di UGD
pasien diberikan penanganan pertama seperti memberikan obat anti kejang dan memastikan
jalan nafas bersih, kemudian sang perawat meninggalkan pasien tanpa memasang side rail.
Tiba-tiba pasien mengalami kejang berulang, suaminya berusaha untuk menolong dengan
memeganginya, namun pasien tetap terjatuh dari tempat tidur yang mengakibatkan fraktur
pada tulang bagian wajahnya.
Evaluation Failure
Adapun yang termasuk dalam evaluation failure mencakup kegagalan dalam melaksanakan
fungsi dan peran perawat sebagai advokat. Saat pasien masuk dan dirawat hingga pasien
pulang, perawat memiliki peran sebagai seorang advokat. Perawat bertanggung jawab untuk
mengevaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien.
Penyebab (Cause)
Menurut Morton & Fontaine (2012), hukum malpraktik juga mencantumkan keharusan
adanya hubungan kausal antara perilaku perawat perawatan kritis dan
cedera yang terjadi pada pasien. Cedera yang diderita pasien tersebut semestinya
harus dapat dicegah.
Cedera (Damage)
Elemen keempat dalam kelalaian adalah cedera. Cedera adalah luka atau sesuatu
yang membahayakan yang didapatkan pasien kritis saat menjalani perawatan dan
biasannya cedera yang didapatkan ini, dihitung sebagai kerugian material. Pasien
harus membuktikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh perawat tidak sesuai dengan standar
perawatan sehingga menimbulkan luka atau bahaya pada pasien. Oleh karena itu, pasien
berhak menerima kompensasi yang sesuai.
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan
dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien
dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan
pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang
dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung
jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah
tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam
hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan. Dari kasus
tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti patah
tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-
sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
2.3 Pentingnya Hukum dalam Praktek Keperawatan
demikian hukum dibuat oleh masyarakat dan untuk mengatur semua anggota masyarakat.
Tujuan hukum yang mengendalikan cakupan praktek keperawatan, ketentuaan, perizinan bagi
perawat,
dan standar asuhan adalah melindungi kepentingan masyarakat .perawat yang mengetahui
dan
menjalankan undang-undang praktik perawat serta standar asuhan akan memberikan layanan
1. Hukum memberikan kerangka kerja untuk menetapkan jenis tindakan keperawatan yang
sah dalam
asuhan klien.
2. Hokum membedakan tanggung jawab perawat dari tenaga propesional kesehatan lain.
Sumber hukum
Pedoman legal yang dianut perawat berasal dari hukum perundang-undangan, hukum
peraturan, dan
hukum umum.
1. Hukum Perundang-undangan
Hukum yang dikeluarkan oleh badan legislatif. Menggambarkan dan menjelaskan batasan
legal praktek
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh badan administratif. Salah satu contoh hukum
peraturan
adalah kewajiban untuk melaporkan tindakan keperawatan yang tidak kompeten atau tidak
etis.
3. Hukum umum
Berasal dari keputusan pengadilan yang dibuat di ruang pengadilan saat kasus hukum
individu
diputuskan. Contoh hukum umum adalah informed consent dan hak klien untuk menolak
pengobatan.
1. Good Samaritan Act adalah undang-undang yang ditetapkan untuk melindungi penyediaan
layanan
kesehatan yang memberikan bantuan pada situasi kegawatan terhadap tuduhan malpraktek
kecuali
dapat dibuktikan terjadi penyimpangan berat dari standar asuhan normal atau kesalahan yang
disengaja
2. Asuransi tanggung wajib profesi seiring meningkatnya tuntutan malpraktik terhadap para
propesional
kesehatan, perawat dianjurkan mengurus asuransi tanggung wajib mereka. Kebayakan rumah
sakit
3.Melaksanakan program dokter para perawat diharap mampu menganalisis prosedur dan
medikasi
4. Memberikan asuhan keperawatan yang kompeten praktik yang kompeten adalah upaya
perlindungan
5.Membuat rekam medis rekam medis klien adalah dokumen hukum dan dapat digunakan
dipengadilan
6.Laporan insiden adalah catatan instantsif mengenai kecelakaan atau kejadian luar
biasa.laporan
insiden digunakan untuk memberikan semua fakta yang dibutuhkan kepada personel instansi.
dengan profesinya.
4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien diatur dalam peraturan
pemerintah.
2. Pasal 54
1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksankan
tugas
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan
3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan
1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan
digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak empat
2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut
sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru-obat,
pidananya dapat
ditambah sepertiga.
3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya
BAB II
PEMBAHASAN
A. NURSING ROLE
1. Pengertian Nursing Role ( Peran Perawat)
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan social
baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil (Kusnanto, 2009). Perawat adalah tenaga
profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kedudukannya
dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai wewenang dalam
penyelenggaraan pelayanan keperawatan (Kozier, Barbara 1995).
Nursing role (peran perawat) adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat
dalam praktek yang telah menyelesaikan pendidikan normalnya, diakui dan diberikan
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan
secara professional sesuai dengan kode etik profesinya. Peran yang dimiliki oleh seorang
perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai
pengelola,dan peran sebagai peneliti (Asmadi,2008).
Menurut (Lokakarya Nasional,1996) peran perawat adalah sebagai pelaksana pelayanan
keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, sebagai pendidik
dalam keperawatan, peneliti dan pengembangan keperawatan atau peran perawat adalah cara
untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktek,dimana telah menyelesaikan pendidikan
formalnya diakui
Setiap peran memiliki 3 elemen, yaitu (Blais, 2006):
a. Peran ideal
Peran ideal mengacu pada hak dan tanggung jawab terkait peran yang secara sosial
dianjurkan atau disepakati.
b. Peran yang dipersepsikan
Peran yang mengacu pada bagaimana penerimaan peran (orang yang menerima
peran) percaya dirinya harus berperilaku dalam peran tersebut.
c. Peran yang ditampilkan
Peran yang mengacu pada apa yang sebenarnya dilakukan oleh penerima peran.
2. .Macam-Macam Peran Perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat mempunyai
peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
1) Pemberian perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai
perawat, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi
tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap
memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa
asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian dan
perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan keperawatan yang
efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan
pasien dan keluarga.
2) Sebagai advocate keluarga (Clien Advokat)
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai
advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam
menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili
kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya yang
diketahu oleh Hubungan Kualitas Pelayanan 29 dokter. Perawat juga membantu klien
mendapatkan hak-haknya dan membantu pasien menyampaikan keinginan (Berman,
2010).
3) Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan
sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan
tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit
atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien
(Wong, 2009).
4) Pendidik (Edukator)
Sebagai pendidik atau health aducator, perawat berperan mendidik individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat, serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan
yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan
kesehatan pada klien (individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat) maupun bentuk
desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga
kesehatan lainnya.
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada klien akan terlaksana dengan baik jika
sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perawat perlu melakukan pengkajian atau
penjajakan berupa pengumpulan dan analisa data sebelum melakukan kegiatan. Selain
itu perawat harus membuat perencanaan agar tujuan dapat tercapai. Perencanaan ini
meliputi tujuan, sasaran penyuluhan, jumlah peserta, metode, alat bantu yang
digunakan serta criteria evaluasi sebagai instrument penilaian tingkat keberhasilan
kegiatan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada pasien atau
keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami
gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari
peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan
keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka
Hubungan Kualitas Pelayanan tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit,
dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang
(Kyle & Carman, 2015).
5) Counsellor (konsultan)
Perawat perawat sebagai konsultan adalah pemberi bimbingan/ konseling
klien. Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat
dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun
pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis.
Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada individu sehat dengan
kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat individu tersebut
untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan cara mendorong
klien untuk mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan
mengembangkan rasa pengendalian diri (Berman, 2010).
6) Kolaborasi (kolabolator)
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang
akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan
pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan (Hidayat, 2012).
7) Pengambilan keputusan etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting
sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu
disamping pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat
dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan
(Wong, 2009).
8) Peneliti
Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat
pasien. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien,
yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran
perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan pasien (Hidayat, 2012).
Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
Penelitian bertujuan menghasilkan:
a) Jawaban terhadap pertanyaan
b) Solusi penyelesaian masalah baik melalui produk teknologi atau metode baru
maupun berupa produk jasa.
c) Penemuan dan penafsiran fakta baru
d) Penyajian teori berdasarkan kondisi atau fakta baru
e) Perumusan teori baru ( Leddy dan Pepper,1993 dikutip dari Hamid, A.Y., 1996)
Kemampuan perawat mengadakan penelitian sangat diperlukan tidak saja
untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan pelayanan dan
pendidikan keperawatan, tetapi juga dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keperawatan.
Disamping itu temuan hasil penelitian digunakan untuk menyeleksi teknologi
dari Negara lain yang selanjutnya diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan sesuai
dengan masalah kesehatan dan social budaya masyarakat Indonesia. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat pola dan distribusi penyakit serta kondisi keperawatan di
Indonesia berbeda dengan Negara lain.
Penelitian di bidang keperawatan berperan dalam mengurangi disparitas atau
kesenjanan penguasaan teknologi mutakhir di bidang kesehatan karena temuan hasil
peelitian lebih memungkinkan terjadinya tranformasi iptek. Selain itu sangat penting
dalam memperkokoh upaya memantapkan realisasi keperawatan sebagai profesi
karena pada hakikatnya penelitian memperkaya body of knowledge ilmu
keperawatan.
Penelitian di bidang keperawatan juga bermanfaat dalam menopang dan
menciptkan pengembangan ruang lingkup praktik keperawatan karena hanya dengan
hasil temuan penelitian efektivitas praktik keperawatan dapat di evaluasi sehingga
dapat diidentifikasikan cara pemecahan masalah yang tepat (Sudibio, Y,1996).
a) Untuk itu perlu menciptakan iklim yang menumbuh kembangkan kegiatan penelitian
di bidang keperawatan yaitu :
b) Kemampuan perawat menggunakan hasil penelitian dan memodifikasi asuhan
keperawatan sejalan dengan hasil temuan penelitain
c) Memperluas kesempatan kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri pada cara
berfikir kritis pada semua tatanan pelayanan keperawatan
d) Apresiasi terhadap metodologi dan prosedur penelitian serta kebutuhan klien untuk
melandasi pelayanan/asuhan keperawatan dengan hasil penelitian
e) Meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian dalam bentuk desiminasi ilmu secara luas
dan terencana
f) Perlunya posisi perawat pada lembaga penelitian maupun swasta
g) Perawat selalu didukung untuk melakukan penelitian dengan struktur pengembangan
karir yang jelas dan perlu dipikirkan adanya intensif khusus bagi perawat peneliti.
Adapun peran perawat lainnya, yaitu:
a. Peran sebagai pelaksana
Peran ini dikenal dengan istilah care giver, peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai
individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan
pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini
perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat,communicator serta
rehabilitator.
Sebagai comforter, perawat berusaha member kenyamanan dan rasa aman
pada klien. Peran sebagai protector dan advocat lebih terfokus pada kemampuan
perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksan dengan
seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya, kewajiban perawat
memenuhi hak layak untuk menerima informasi dan penjelasan tentang tujuan dan
manfaat serta efek samping suatu terapi pengobatan atau tindakan keperawatan.
Demikian pula terlaksananya hak klien untuk menolak suatu terapi medis atau
tindakan perawatan, setelah memahami dan memperoleh penjelasan,tentang tujuan
terapi tersebut dilakukan.
Peran sebagai communicator akan Nampak bila perawat bertindak sebagai
mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya. Peran ini berkaitan erat
dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan
selama 24 jam. Sedangkan peran rehabilitator berhubungan erat dengan tujuan
pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh
agar sembuh dan dapat berfungsi normal. Sebagai contoh ketika merawat pasien mau
pasien di rumah sakit dengan kolostomi permanen. Selama merawat pasien di rumah
sakit perawat berkewajiban mengajarkan cara merawat kolostomi sehingga ketika
berada di rumah, pasien mampu merawat sendiri kolostominya agar tidak menganggu
aktivitas pasien sehari-hari.
b. Peran sebagai pengelola
Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola
pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggungjawabnya
sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.
Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan atau
pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan system pelayanan
keperawatan.
Pada institusi pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola atau
menejer dibedakan atas tiga angkatan, yaitu tingkat atas (top manager), menengah
(middle manager), dan tingkat dasar/(super-ficial manager). Dalam struktur organisasi
rumah sakit di Indonesia misalnya, sebagai pengelola tingkat atas adalah kepala bidang
keperawatan dan tingkat menengah adalah kepala seksi keperawatan dan penyedia (super
visor). Sedangkan pengelola tingkat dasar adalah perawat yang menjawab kepala
ruangan.
Peran perawat dalam pengelolaan pendidikan meliputi tanggungjawab dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini menjaga kualitas pendidikan keperawatan
dengan menumbuh kembangkan iklim pendidikan akademik professional yaitu
penguasaan iptek keperawatan, penyelesaian masalah secara ilmiah, pembinaan sikap
professional serta belajar aktif dan mandiri.
Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi:
1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain, artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir dan bertindak.
2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
denganpasiennya.
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman pasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun
perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupunduka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi
simpatis yang memiliki makna.
6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya.
7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11.Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka ,
senang, frustasi dan rasa puas pasien.
Peran perawat menurut para sosiolog
1. Peran terapeutik
Kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit.
2. Expresssive/mother substitute role
Kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa
aman, diterima, dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan
Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan
(dokter, perawat, pasien, dan lain-lain)
Peran perawat menurut Schulman
Schulman berpendapat, hubungan perawat dan pasien sama dengan hubungan ibu dan
anak, antara lain:
1. Hubungan interpersonal disertai dengan kelembutan hati, dan rasa kasih sayang
2. Melindungi dari ancaman bahaya
3. Memberi rasa aman dan nyaman
4. Memberi dorongan untuk mandiri
3. Fungsi Perawat
A. Fungsi Independen
Tindakan keperawatan bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan
yang diambil.
B. Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan
C. Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan. Perawat berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien bersama tenaga
kesehatan lainnya. Perawat bertanggung jawab lain terhadap kegagalan pelayanan
kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya (Potter dan Perry, 2005).
Murphy dan Hunter (dalam Basford &Slevin, 2006) mengatakan bahwa peran perawat
dalam mengeksplorasi konsep pembelaan terangkum dalam pernyataan, “Tujuan
perawat bukan untuk mendapatkan kepuasaan dari professional kesehatan lain tetapi
lebih untuk membantu pasien mendapatkan asuhan yang terbaik, bahkan jika itu berarti
pasien masuk ke rumah sakit dan mencari professional asuhan kesehatan lain”. Oleh
karena itu, fokus utama dari peran advokasi perawat bagi pasien adalah menghargai
keputusan pasien dan meningkatkan otonomi
pasien (Blais,2002).
Definisi-definisi ini semuanya menunjukkan bahwa peran seorang advokat adalah bekerja
atas nama diri sendiri dan / atau orang lain untuk meningkatkan kesadaran akan suatu
masalah dan untuk mempromosikan solusi terhadap masalah tersebut. Badan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Proses ini dapat mencakup 'rantai komando' dalam organisasi layanan
kesehatan, komisi, badan legislatif negara bagian, atau kelompok lain di tingkat kebijakan
sistem layanan kesehatan.
Sementara sebagian besar perawat siap mengemban mandat peran advokasi perawat
profesional seperti yang berlaku untuk pasien, harapan untuk advokasi atas nama rekan,
profesi, atau bahkan diri sendiri mungkin tidak begitu jelas atau secara konsisten dicatat.
Tanggung jawab profesional perawat untuk bekerja dengan rekan kerja untuk
mempromosikan lingkungan praktik yang aman dijelaskan dalam dokumen dasar American
Nurses Association (ANA), termasuk Lingkup Perawatan dan Standar Praktik (2010) dan
Kode Etik untuk Perawat dengan Pernyataan Interpretatif ( Kode Etik) (2001). Standar
Praktek ANA mengidentifikasi advokasi untuk lingkungan praktik yang aman dan efektif
sebagai tanggung jawab perawat profesional (ANA, 2010). Selain itu, Kode Etik
mengidentifikasi berbagai keterampilan dan kegiatan advokasi yang diharapkan ditunjukkan
oleh perawat. Kegiatan ini mempromosikan profesi dan membentuk dasar peran advokasi
untuk perawat profesional.
b. Faktor pendukung:
a) Kondisi pasien
b) Dukungan instansi rumah sakit
c) Pengetahuan tentang kondisi pasien
d) pendidikan keperawatan yang semakin tinggi
e) Kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit
Definisi peran advokasi perawat oleh peneliti dibagi menjadi dua sub tema yaitu tindakan
perawat dalam pemberian informasi kepada pasien dan tindakan perawat untuk bertindak atas
nama pasien.
Tindakan perawat dalam pemberian informasi kepada pasien dibagi dalam dua kategori
meliputi pemberian saran dan pemberitahuan tindakan medis.
Tindakan perawat untuk bertindak atas nama pasien dibagi dalam tiga kategori meliputi
pembelaan, pemberian dukungan dan perlindungan. Pelaksanaan tindakan peran advokasi
perawat oleh peneliti diklasifikasikan dalam tiga sub tema yaitu memberi informasi, menjadi
mediator dan melindungi pasien.
Sub tema pertama yaitu memberi informasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang
penyakit dan proses kesembuhan, memberikan informasi persiapan pulang, memberikan
informasi kepada keluarga, memberikan informed consent, dan memberikan informasi
tentang fasilitas jaminan kesehatan.
Sub tema kedua yaitu menjadi mediator, dilakukan dengan menjadi penghubung antara
pasien dengan tim kesehatan lain seperti ahli gizi maupun dokter. Melindungi pasien dapat
dilakukan dengan memberi kenyamanan, mendukung pasien untuk mendapatkan terapi obat
yang lebih murah dengan fungsi yang sama, membantu dalam membuat keputusan,
melindungi pasien dari tindakan yang membahayakan.
a) Keterampilan Advokasi
Kemampuan untuk berhasil mendukung tujuan atau minat atas nama sendiri atau orang lain
memerlukan serangkaian keterampilan yang mencakup penyelesaian masalah, komunikasi,
pengaruh, dan kolaborasi. Advokasi difokuskan pada penanganan masalah atau masalah yang
membutuhkan solusi. Langkah-langkah dalam proses advokasi adalah pertama-tama
mengidentifikasi masalah yang akan diatasi dan mengembangkan tujuan serta strategi untuk
mengatasi masalah tersebut. Setelah strategi diidentifikasi, rencana aksi dikembangkan untuk
mengatur upaya advokasi dan menetapkan garis waktu untuk menyelesaikan setiap kegiatan
yang mendukung strategi. Sebagian besar inisiatif advokasi melibatkan para pembuat
keputusan yang mendekati dengan permintaan tindakan untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Namun, sebelum mendekati para pembuat keputusan, penting untuk
meluangkan waktu untuk mengembangkan permintaan yang meyakinkan dan untuk
mengidentifikasi waktu dan individu yang tepat kepada siapa membuat permintaan itu.
Kesabaran dan rasa waktu diperlukan untuk mencapai hasil yang sukses. Beberapa
kemenangan dicapai pada upaya pertama.
b) Komunikasi
Akan sangat membantu jika menempatkan ‘wajah manusiawi’ pada masalah dengan
menggunakan pictures gambar kata ’untuk membuat komunikasi lebih menarik. Advokasi
yang berhasil membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif. Komunikasi mengenai
masalah ini harus faktual dan konsisten. Meskipun penting untuk dipersiapkan untuk
membahas fakta dan data spesifik yang terkait dengan masalah ini, sama pentingnya untuk
membahas dampak situasi terhadap mereka yang terlibat.
c) Mempengaruhi
Pengaruh dibangun di atas kompetensi, kredibilitas, dan kepercayaan.
Untuk memfasilitasi perubahan atau memecahkan suatu masalah, advokat harus dapat
mempengaruhi orang lain untuk bertindak. Pengaruh adalah kemampuan untuk mengubah
atau mempengaruhi pikiran, keyakinan, atau tindakan individu atau kelompok; ini penting
untuk proses advokasi (Merriman-Webster, 2009b). Pengaruh dibangun di atas kompetensi,
kredibilitas, dan kepercayaan. Menjaga kepentingan terbaik dari mereka yang terlibat dalam
situasi tersebut membangun kepercayaan dan kredibilitas. Seorang advokat yang efektif
memengaruhi para pembuat keputusan dengan membangun sebuah kasus untuk perubahan
yang diinginkan, mendukung kasus tersebut dengan fakta dan data, dan menempatkan wajah
manusia pada masalah tersebut menggunakan gambar visual yang meyakinkan.
d) Kolaborasi
Kolaborasi bekerja dengan individu atau kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama. Ini
berbeda dari kerja sama yang melibatkan kelompok-kelompok yang bekerja bersama untuk
mencapai tujuan masing-masing.
Selain menunjukkan keterampilan yang dijelaskan di atas, advokat juga harus menjalin
hubungan positif dan kolaboratif dengan orang lain untuk mendapatkan dukungan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kolaborasi bekerja dengan individu atau
kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama.
Selama proses advokasi, untuk bekerja dengan orang-orang (para pemangku kepentingan)
yang terpengaruh oleh masalah tersebut. Selain itu, advokat dapat berkolaborasi dengan
orang lain dalam organisasi yang tertarik untuk menyelesaikan masalah. Orang-orang ini
sering memiliki keahlian yang akan bermanfaat bagi upaya tersebut.
e) Peran Manajer / Administrator dalam Advokasi
Pemimpin mengadvokasi pasien, perawat, dan profesi dalam beberapa cara. Advokasi ini
dapat mencakup tindakan untuk memastikan alokasi sumber daya yang tepat dan untuk
mempromosikan lingkungan kerja yang positif.
f) Advokasi untuk Sumber Daya yang Tepat
Lingkungan kerja saat ini semakin menegangkan, dan persaingan untuk sumber daya semakin
tajam. Pemimpin keperawatan dapat mengadvokasi staf dengan secara aktif melibatkan staf
dalam keputusan yang secara langsung mempengaruhi lingkungan praktik. Advokasi
ditingkatkan ketika penjadwalan dan kepegawaian adalah proses kolaboratif yang melibatkan
komite kepegawaian dan pendekatan penjadwalan sendiri. Keterlibatan staf dapat membantu
memastikan jadwal yang seimbang dan pendekatan penempatan staf yang fleksibel yang
memenuhi kebutuhan pasien dan staf. Selain itu, perencanaan proaktif untuk merumuskan
solusi untuk kekurangan staf yang tidak terduga dapat memfasilitasi keselamatan pasien dan
staf dalam situasi yang tidak terduga
Keterlibatan staf dalam proses penganggaran mempromosikan pemahaman tentang tantangan
yang beroperasi di lingkungan perawatan kesehatan saat ini.
Pemimpin juga memenuhi peran advokasi dengan melindungi sumber daya keperawatan pada
saat pemeriksaan anggaran, desain ulang proses kerja, atau perubahan alur kerja. Keterlibatan
staf dalam proses penganggaran mempromosikan pemahaman tentang tantangan yang
beroperasi di lingkungan perawatan kesehatan saat ini. Staf dapat dimasukkan dalam
beberapa cara, misalnya dengan memberikan input dan memprioritaskan pembelian peralatan
dan pasokan. Pengetahuan staf yang meningkat tentang biaya yang terkait dengan prosedur
juga mempromosikan penggunaan yang efektif dan pengendalian biaya. Ketika staf terlibat
dalam inisiatif organisasi, mereka lebih cenderung melakukan advokasi, dan mendorong
adopsi. Kolaborasi antara manajer / administrator keperawatan dan perawat staf sangat
penting untuk menjaga sumber daya yang memadai.
g) Advokasi untuk Lingkungan Kerja yang Sehat
Ketika para pemimpin mendukung keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan resolusi konflik
yang terbuka, staf dapat melakukan advokasi secara lebih efektif untuk diri mereka sendiri
dan untuk kolega.
Manajer memainkan peran penting dalam mengembangkan kemampuan advokasi staf. Ketika
para pemimpin mendukung keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan resolusi konflik yang
terbuka, staf dapat melakukan advokasi secara lebih efektif untuk diri mereka sendiri dan
untuk kolega. Sebaliknya konflik merusak kerja tim yang efektif dan membahayakan
keselamatan pasien. Banyak yang telah ditulis tentang konsekuensi negatif dari
ketidaksopanan perawat (Bartholomew, 2006; Longo, 2010). Mendorong pengembangan
keterampilan penyelesaian konflik dan mengatasi perilaku tidak profesional, termasuk
ketidakmampuan, mendorong lingkungan di mana advokasi dapat berkembang.