Makalah KDK Semester 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 167

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Caring
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian,
perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan
kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring mempengaruhi cara
berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring juga mempelajari
berbagai macam philosofi dan etis perspektif.
Pengertian caring berbeda dengan care. Care adalah fenomena yang
berhubungan dengan orang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku kepada individu, keluarga, kelompok dengan dan jadi untuk memenuhi
kebutuhan actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan
manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care yang menunjukkan suatu
rasa kepedulian.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu
cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam keperawatan, caring
merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Saat ini,
caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Banyak sekali ahli
keperawatan yang mengungkapkan mengenai teori caring, antara lain sebagai berikut :
(Tarida & Sauliyusta, 201, pp.3-4).
1. Crips dan Taylor (2001), caring merupakan fenomena universal yang
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku
dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, tanggungjawab, dan ikhlas.
3. Barnum (1994), caring memiliki mana yang bersifat aktivitas, sikap
(emosional), dan kehati-hatian.
4. Delores gaut (1984), caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada
tiga makna di mana ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian,
bertanggungjawab, dan iklhas.
5. Merriner dan Tomey (1994), menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan
kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.
Caring bukan semata-mata perilaku. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan
yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
6. Griffin (1983), membagi konsep caring ke dalam dua dominan utama. Salah satu
konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep
caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat
melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam
keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan
perawat melakukan aktivitas peranyang spesifik dalam sebuah cara dengan
menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada pasien. Aktivitas tersebut
menurut Griffin meliputi membantu, menolong, dan melayani orang yang
mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antar
perawat dengan pasien.
7. Leinginger (1981), caring merupakan aktifitas, proses dan pengambilan
keputusan yang bersifat memelihara baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk meningkatkan status kesehatan.
8. Lydia Hall (1969), mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya.
Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core dan cure harus dipadukan
secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal
untuk klien. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri
seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari
kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam
memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka ketiga unsure
ini harus dipadukan.
9. Florence Nightingale (1860), caring adalah tindakan yang menunjukkan
pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan
lingkungan bersih, verifikasi yang baik dan tenang kepada klien.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipersingkat bahwa pengertian caring


secara umum adalah suatu tindakan moral atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu
cerminan perhatian, perasaan empati, dan kasih sayang kepada orang lain, dilakukan
dengan cara memberikan tindakan nyata kepedulian, dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kondisi kehidupan orang tersebut. Caring merupakan inti
dari keperawatan.
B. Teori keperawatan mengenai caring
1. Jean watson
Jean Watson mendefenisikan caring sebagai moral yang ideal dalam
keperawatan yang bertujuan untuk proteksi, perbaikan, dan pemeliharaan
martabat manusia. Caring kepada manusia termasuk nilai dan keinginan
komitmen untuk peduli, mengetahui, tindak peduli dan konsekuensinya.
Berdasarkan jurnal “HEALTH CARE INTERPROFESSIONAL
TEAM MEMBERS’ PERSPECTIVES ON HUMAN CARING: A
DIRECTED CONTENT ANALYSIS STUDY”. Sejumlah teori telah
dikembangkan untuk memandu disiplin keperawatan. Salah satu teorinya adalah
Teori Watson yaitu “Human Caring”. Teori ini, didasari pada pengertian tentang
perspektif holistik dan psikologi transpersonal, yang memiliki sistem nilai yang
mendalam yang dibangun dari sebuah lanjutan ethical-epistemic-ontological and
a unitary worldview. Inti utama Teori “human caring” adalah hubungan
transpersonal (transpersonal relationships) dan kepedulian antar manusia (the
human-to-human). Teori ini banyak digunakan untuk memandu pendidikan
keperawatan, praktik, dan penelitian internasional.
Terdapat 10 CARITAS PROCESSES menurut Jean Watson, yaitu :
1) Mempertahankan nilai-nilai humanistik-altruistik oleh praktek cinta
kasih, kasih sayang dan keseimbangan batin dengan diri / orang lain.
2) Hadir secara sepenuhnya, memungkinkan iman / harapan / sistem
kepercayaan; menghormati subjektif batin, dunia-kehidupan diri / orang
lain.
3) Menjadi peka terhadap diri dan orang lain dengan mengolah praktek-
praktek spiritual sendiri; melampaui ego-diri untuk kehadiran
transpersonal.
4) Mengembangkan dan mempertahankan penuh kasih, hubungan saling
percaya-peduli.
5) Memungkinkan untuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif -
otentik mendengarkan cerita orang lain.
6) Kreatif pemecahan masalah ”solution-seeking” melalui proses caring;
penuh penggunaan diri dan kesenian dari praktek caring-healing melalui
penggunaan semua cara mulai dari mengetahui / menjadi / melakukan /
menjadi.
7) Terlibat dalam transpersonal teaching and learning dalam konteks caring
realitionship; tetap dalam kerangka dari referensi-pergeseran terhadap
model pelatihan untuk kesehatan / memperluas kesehatan.
8) Menciptakan lingkungan penyembuhan di semua tingkat; lingkungan
halus untuk kehadiran peduli otentik energik.
9) Hormat membantu dengan kebutuhan dasar sebagai tindakan suci,
menyentuh mindbodyspirit dari semangat lainnya; mempertahankan
martabat manusia.
10) Pembukaan untuk spiritual, misteri, tidak diketahui-memungkinkan
untuk mukjizat.
2. Kristen M Swatson
Teori Caring menurut Swanson dieksplorasi dalam pandangan
mengembangkan kerangka teori untuk studi penelitian yang berjudul "effect of
structured nursing care rounds on selected nursing quality indicators". Theory
of Caring Swanson disusun berdasarkan lima prinsip kepedulian yang mencakup
definisi keseluruhan dari perawatan dalam praktik keperawatan. Teori ini
menyatakan bahwa kepedulian berlangsung dalam urutan lima kategori:
mengetahui, bersama dengan, lakukan untuk, memampukan, dan
mempertahankan keyakinan. Ketika diterapkan pada praktik keperawatan,
masing-masing dari lima tahap ini merangsang sikap pengasuh dan
meningkatkan kesejahteraan pasien secara keseluruhan. Teori ini bertujuan
membantu tenaga perawat untuk memberikan perawatan yang meningkatkan
martabat, rasa hormat, dan pemberdayaan. Model ini dibingkai untuk
memastikan perilaku perawatan yang konsisten yang pada nantinya akan
meningkatkan kepuasan pasien.
Caring didefinisikan sebagai cara pengasuhan berhubungan dengan
orang lain yang saling menghargai terhadap siapa seseorang merasakan
komitmen dan tanggung jawab pribadi. Lebih khusus lagi, caring adalah
pertumbuhan dan memberikan kesehatan (pengasuhan) terjadi dalam hubungan
(berkaitan) dengan yang dirawat (yang dihargai lainnya); individual dan intim
(pribadi), dengan rasa komitmen (gairah), akuntabilitas dan tugas (tanggung
jawab). Bersama dengan ini, pengasuhan disampaikan sebagai serangkaian
proses yang saling terkait yang berkembang dari keyakinan perawat sendiri,
pengetahuan dan interaksi dengan pasien. Proses perawatan: bersama,
melakukan untuk, memampukan, dan mempertahankan keyakinan, terlebih lagi,
didasarkan pada perilaku keperawatan yang nyata.
3. Florence Nigtingale
Inti konsep Florence Nightingale, pasien dipandang dalam kontek
lingkungan secara keseluruhan, terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan
psikologis dan lingkungan sosial.
1) Lingkungan fisik (physical enviroment)
Merupakan lingkungan dasar/alami yan gberhubungan dengan ventilasi
dan udara. Faktor tersebut mempunyai efek terhadap lingkungan fisik
yang bersih yang selalu akan mempengaruhi pasien dimanapun dia
berada didalam ruangan harus bebas dari debu, asap, bau-bauan.
2) Lingkungan psikologi (psychologi enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif dapat
menyebabkan stress fsiik dan berpengaruh buruk terhadap emosi pasien.
Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga rangsangan fisiknya.
Mendapatkan sinar matahari, makanan yang menarik dan aktivitas
manual dapat merangsanag semua faktor untuk membantu pasien dalam
mempertahankan emosinya.
3) Lingkungan sosial (social environment)
Observasi dari lingkungan sosial terutama huhbungan yang spesifik,
kumpulan data-data yang spesifik dihubungkan dengan keadaan
penyakit, sangat penting untuk pencegahan penyakit. Dengan demikian
setiap perawat harus menggunakan kemampuan observasi dalam
hubungan dengan kasus-kasus secara spesifik lebih dari sekedar data-
data yang ditunjukkan pasien pada umumnya.
4. Sobel
Sobel (1989) mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat
dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari
kesukaankesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan
berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga
perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki
kepedulian terhadap kesehatan klien, yang mempertahankan martabat dan
menghargai klien, bukan melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
perawatan.
Dengan “human caring” berarti bahwa perasaan perhatian, menghargai,
menghormati satu orang mungkin dimiliki orang lain. akarnya terletak pada
perilaku ibu dan ayah dari semua makhluk hidup yang lebih tinggi, dan mungkin
terganggu atau diperkuat oleh keadaan lingkungan. kata "kelembutan"
mencerminkan aspek ganda dari caring. Menjadi lembut berarti peduli, menjadi
lembut berarti mudah dan rentan untuk terluka/tersakiti.
5. Lydia E. Hall
Teori keperawatan Lydia E. Hall memfokuskan pada tiga konsep utama
“care, cure, and core”, di mana “care” sebagai hubungan langsung dan reaksi
antara perawat-pasien. Melakukan perawatan pasien yang memberikan dampak
lingkungan yang nyaman, rasa percaya, dan mendukung terjadinya komunikasi
yang baik antara perawat dengan pasien. “Cure” merupakan hubungan perawat
dengan klien dimana perawat melakukan pengkajian dan merencanakan
bagaimana pengelolaan pasien dengan masalah gangguan pada pasien.
Sedangkan “core” mengedepankan bagaimana perawat dan pasien dapat
berkomunikasi masalah emosional tentng perubahan fisik dan kondisi mental
pasien yang mengalami gangguan. (George, 2000)
Asumsi utama dalam teori Lydia E. Hall adalah adanya motivasi dan
kekuatan untuk memperoleh kesembuhan ada dalam diri pasien bukan terletak
pada perawat atau tenaga kesehatan. Tiga aspek care, cure, dan core memiliki
fungsi yang saling berhubungan satu dengan lainnya (Gonzalo, 2011).
6. Marriner and Tomey
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan
pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan
filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang
memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai
tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi
sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et al., 1999).
Menurut Watson (2012) perawat yang mempunyai nilai-nilai humanistik
dan altruistik dapat dilambangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri
seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dan pengalaman
pribadi. Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat
menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu pada klien. Selain
itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien. Pembentukan sistem nilai humanistik dan
altruistik mulai berkembang diusia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari
orang tuanya. Sistem nilai ini pengalaman hidup buat seseorang dan
mengantarkan ke arah kemanusiaan. Pembentukan sistem nilai
humainistikaltruistik dibangun dari pengalaman hidup, belajar dan juga dapat
ditingkatkan selama masa pendidikan perawat. Humanistik-Altruistik dapat
didefinisikan sebagai kepuasan dalam memberi yang berasal dari dalam diri
sendiri (Marriner & Tomey, 2012). Sikap perawat yang mencerminkan nilai
Humanistik-Altruistik ialah perawat memberikan kebaikan dan kasih sayang
serta membuka diri untuk melakukan tindakan terapi dengan klien (Poer &
Perry, 2012).
7. Griffin
Griffin (1983, dalam Morrison & Burnard, 2008) membagi konsep
caring ke dalam dua domain utama. Salah satu konsep caring ini berkenaan
dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus
pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi
keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai
sebuah proses interpersonal essensial yang mengharuskan perawat melakukan
aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi
emosi-emosi tertentu kepada pasien. Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi
membantu, menolong dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus.
Proses ini dipengaruhi oleh pengaruh antara perawat dan pasien.
Kualitas tinggal pasien di Rumah Sakit bergantung pada interaksi yang
baik antara dokter, perawat, ahli farmasi, teknisi dan pasien. Kelompok-
kelompok yang berkinerja tinggi adalah penting terhadap hasil pasien yang baik
(Griffin, 2013).
8. M Leininger
Setiap perawat harus memahami caring, tulus dan berusaha memahami
apa yang dirasakan klien berbeda-beda sehingga perawat dapat
memberikan asuhan keperawatan bermutu yang diberikan perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien berupa
memberikan kenyamanan, kasih sayang, kepedulian, empati, memfasilitasi,
minat, keterlibatan, tindakan konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan,
tindakan pemeliharaan kesehatan, perilaku menolong, cinta, kehadiran, perilaku
protektif, berbagi, perilaku stimulasi, penurunan stress, bantuan, dukungan,
surveilands, kelembutan, sentuhan dan kepercayaan (Leininger, 1988 dalam
Creasia & Parker, 2001)
9. Barnum and Wolf
Barnum (1994), caring memiliki makna yang bersifat aktivitas, sikap
(emosional) dan kehati-hatian. Secara garis besar, dapat dikatakan caring adalah
sentral praktik keperawatan berupa tindakan yang memperhatikan kesehatan
klien dengan menunjukkan perhatian, empati maupun rasa menyayangi yang
berupaya untuk meningkatkan kesehatan klien.
Karakteristik caring menurut wolf dan barnum, yaitu :
1) Mendengar dengan perhatian
2) Memberi rasa nyaman
3) Berkata jujur
4) Memiliki kesabaran
5) Bertanggung jawab
6) Memberi informasi sehingga klien dapat mengambil keputusan
7) Memberi sentuhan
8) Memajukan sensitifitas
9) Menunjukan rasa hormat pada klien
10) Memanggil klien dengan namanya

10. Simon Roach


Caring adalah sarana di mana perawat berinteraksi dengan pasien dan
membantu mereka mengatasi penderitaan, untuk menemukan makna dalam
pengalaman mereka, untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dan
untuk meninggal dengan kemuliaan/bermartabat.
Caring adalah tindakan yang memelihara; tindakan yang mendorong
pertumbuhan, pemulihan, kesehatan dan perlindungan mereka yang rentan.
caring adalah memberdayakan mereka untuk siapa perawatan diberikan (Roach,
1997).
Roach (2002) membagi enam komponen Caring yang mana perawat
dapat menunjukkan/melakukan caring terhadap pasien dan keluarganya.
1) Compassion (Kasih Sayang)
Kasih sayang atau Belas kasihan ditunjukkan saat perawat berusaha
memahami apa yang mungkin dialami pasien-rasa sakit,
ketidaknyamanan, tidak adanya semangat hidup, dan pengalaman dari
keluarga.
2) Competence (Kemampuan)
Kemampuan didemonstrasikan secara langsung teknis perawatan pasien,
mengetahui tentang kondisi pasien, dan kemampuan untuk menjelaskan
kondisi kepada orang tua dalam hal yang akan mereka pahami. Perawat
dapat menunjukkan kemampuannya dengan mengantisipasi
kerusakan/kesalahan yang akan terjadi pada pasien dan dapat membantu
mempersiapkan keluarga untuk kejadian yang akan terjadi ke depannya.
Selanjutnya, itu adalah keadaan memiliki pengetahuan, diperlukan
penilaian, keterampilan, energi, pengalaman, dan motivasi untuk
menanggapi secara memadai tuntutan profesional seseorang tanggung
jawab. Berpengetahuan adalah bentuk ketabahan tertinggi dalam
memberikan perawatan klien (Sherwood 2000).
3) Confidence (Kepercayaan)
Kepercayaan/Keyakinan merupakan komponen ketiga, ini ditunjukkan
untuk memastikan kepada keluarga bahwa dijamin akan merawat anak
mereka dan informasi yang mereka terima adalah benar dan terkini.
Keyakinan/kepercayaan adalah kualitas, yang menumbuhkan hubungan
kepercayaan. Menjamin keluarga nyaman dan sadar bahwa perawat ada
untuk mereka dan anak mereka untuk membantu mengembangkan
kepercayaan diri perawat dan kepercayaan keluarga pada perawat.
4) Conscience (Hati nurani)
Perawat harus menunjukkan hati nurani dalam segala hal dilakukan
untuk pasien dan keluarga, mengingat bahwa pasien selalu didahulukan.
Tekad ini untuk menunjukkan hati nurani harus mencakup advokasi
untuk pasien dengan profesional kesehatan lain dan dengan keluarga. Itu
semua berurusan dengan situasi kritis secara berbeda dan, dalam
merawat setiap orang sebagai individu, memahami orang dengan utuh
dan lengkap pada saat itu sangat penting untuk mengekspresikan hati
nurani perawat. Hati nurani adalah keadaan kesadaran moral;
mengarahkan perilaku seseorang sesuai dengan kemampuan moral,
Cowling (2000).
5) Commitment
Perawat menunjukkan komitmen dengan tetap kepada keluarga dan
pasien selama perawatan, belum tentu mengatakan atau melakukan
sesuatu yang penting atau mendalam, hanya menjadi otentik. Afektif
yang kompleks respon yang ditandai oleh konvergensi antara satu
keinginan dan kewajiban seseorang, dan oleh pilihan yang disengaja
untuk bertindak sesuai dengan mereka.
6) Comportment
Yang terakhir dari enam C Roach yaitu comportment yang sangat
penting. Perawat harus terlihat, bersuara, dan bertindak sebagai
profesional bahwa dirinya jujur kepada diri sendiri, kepada pasien, dan
kepada keluarga, menunjukkan “respek terhadap pasien lebih dulu dan
penyakit yang kedua.” Semua atribut ini sangat penting bagi elemen
keperawatan sebagai caring.

C. Aplikasi caring dalam kehidupan sehari-hari


 Aplikasi Caring menurut Jean Watson:
1) Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang dan kebaikan dan
ketenangandalam konteks kesadaran terhadap caring.
2) Hadir dengan sepenuhnya, dan mewujudkan dan mempertahankan system
keperacayaan yang dalam dan dunia kehidupan subjektif dari dirinya dan orang
dirawat.
3) Memberikan perhatian terhadap praktekpraktek spiritual dan transpersonal
diriorang lain, melebihi ego dirinya.
4) Mengembangkan dan mempertahakan suatu hubungan caring yang
sebenarnya,yang saling bantu dan saling percaya.
5) Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan
negativesebagai suatu hubungan dengan semangat yang dalam dari diri sendiri
dan orang yangdirawat.
6) Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif sebagai
bagian dari proses caring, untuk terlibat dalam penerapan caring-healing yang
artistik.
7) Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar yang sebenarnya yang
mengakuikeutuhan diri orang lain dan berusaha untuk memahami sudut pandang
orang lain.
8) Menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik
maupunnonfisik, lingkungan yang kompleks dari energi dan kesadaran, yang
memilikikeholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat, dan kedamaian.
9) Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar, dengan kesadaran caring
yangpenuh,memberikan “human care essentials”, yang memunculkan
penyesuaian jiwa, ragadan pikiran, keholistikan, dan kesatuan diri dalam seluruh
aspek care; dengan melibatkan jiwa dan keberadaan secara spiritual.
10) Menelaah dan menghargai misteri spritual, dan dimensi eksistensial
darikehidupan dan kematian seseorang, “soulcare” bagi diri sendiri dan orang
yang dirawat.

 Aplikasi Caring Secara Umum


1) Memenuhi kebutuhan dasar pasien
Caring ditunjukkan melalui penatalaksanaan kebutuhan dasar pasien
dimana kebutuhan fisikmenjadi prioritas. Contohnya, memandikan,
memakaikan pakaian, memberi makan dan mengangkat pasien.
2) Perawatan fisik membantu mengembangkan respon empati
Praktik penyediaan perawatan fisik untuk pasien memainkan peranan
penting dalam membanggun pemahaman empatik terhadap situasi pasien.
Dengan cara ini hubungan yang lebih dekat dengan pasien terbentuk. Caring
secara fisik memberi jalan untuk mengasuh dan mendukung secara emosional
dan psikologis.
3) Hubungan yang optimis
Pendekatan lain yang diterapkan perawat adalah mengadopsi kesan
optimisme yang tidak dijamin ketika bersama pasien. Perawat mencoba
mendorong moral pasiennya, dan ini menambah semangatnya sendiri walaupun
perawat mengetahui bahwa ia tidak dapat jujur sepenuhnya tentang kondisi
pasien yang buruk dan masa depan pasien yang tidak pasti.
4) Mengatakan pada pasien untuk tidak khawatir
Meskipun seorang perawat tahu bahwa kondisi pasien tersebut kritis,
perawat harus mampumengatakan padan pasiennya untuk tidak khawatir dan
menekankan aspek-aspek positif atas kondisi pasien yang kritis. Ia melarang
pasiennya berpikir terlalu banyak mengenai risiko kritis pasien dan harus
mendorong pasien untuk berpikir cepat sembuh. Intinya, seorang perawat harus
mampu meringankan kecemasan pasien.
5) Berupaya untuk tidak membeberkan informasi
Perawat berupaya untuk tidak memebeberkan iinformasi yang dapat
memperburuk kondisi pasien.

 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan


Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari
kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap
keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih
sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan
keluarga.
a) Kehadiran
suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang
merupakan saranauntuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring.
Menurut Fredriksson (1999),kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada
di” berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga
komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti perawata selalu
bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat
membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
b) Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana
perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan
dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-
kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan langsung kullit dengan kulit.
Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak mata. Kedua jenis sentuhan
ini digambarkan dalam tiga kategori :
1) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan
sentuhan ini. Perlakuan yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan
prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur dilakukan
secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
2) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan
klien, memijat punggung klien, menempatkan klien dengan hati-hati,
atau terlibat dalam pembicaraan (komunikasi non-verbal). Sentuhan ini
dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien,
meningkatkanharga diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan
(Boyek dan Watson, 1994).
3) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan
untuk melindungi perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh
dari sentuhan perlindungan adalah mencegah terjadinya kecelakaan
dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus
digunakan secara bijaksana.
c) Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan
merupakan kunci, sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan
perawat. Mendengarkan membantu perawat dalam memahami dan mengerti
maksud klien dan membantu menolong klien mencari cara untuk mendapatkan
kedamaian.
d) Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami
klien. Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam
membuat keputusan klinis. Memahamiklien merupakan pemahaman perawat
terhadap klien sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya (Radwin,1995).
Pemahaman klien merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara klien
dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
e) Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan fisikseseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik
melalui hubungan intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri,
interpersonal atau hubungan dengan oranglain dan lingkungan, serta
transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien
dapat memahami satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan
yang baik dengan melakukan halseperti, mengerahkan harapan bagi klien dan
perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang
diterima klien; membantu klien dalam menggunakan sumber dayasosial,
emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring menghubungkan
manusia dengan manusia, roh dengan roh.
f) Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi
keperawatan sering bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi
informasi dengan perawat untukmenyampaikan terapi yang dianjurkan.
Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam proses
penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga. Menunjukkan
perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu keterbukaan yang
kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan anggota keluarga
klien.

D. Perbedaan caring dan curing


Perawat memerlukan kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien yang
sedang menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup keterampilan
intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Johnson,
1989). Caring merupakan fenomena universal yang berhubungan dengan bagaimana
seseorang berpikir, berperasaan, dan bersikap terhadap orang lain. Dalam teori caring,
human care merupakan hal yang mendasar. Human care terdiri dari upaya untuk
melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa kemanusiaan dengan
membantu orang lain, mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta
membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri (Pasquali
dan Arnold, 1989 dan Watson, 1979). Di samping itu, Watson dalam Theory of Human
Care mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan
antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien
sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.
Dari sini kita tahu, caring bukan semata-mata perilaku. Sikap caring dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata kata yang
lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping
klien, dan bersikap sebagai media pemberi asuhan (Carruth et al., 1999). Caring
dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam
merawat pasien. Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah perawat bermutu atau
tidak. Caring sebagai inti profesi keperawatan dan fokus sentral dalam praktik
keperawatan, bersifat universal dan terdiri dari perilaku-perilaku khusus yang
ditentukan oleh dan terjadi dalam konteks budaya. Di dalamnya memiliki makna yang
bersifat aktifitas, sikap (emosional) dan kehati-hatian
(Barnum, 1994).
Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner
(1989) menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan
bahwa sekitar ¾ pelayanan kesehatan merupakan caring sedangkan ¼ -nya merupakan
curing. Sebagai seorang perawat, kemampuan care dan cure harus dipadukan secara
seimbang sehingga menghasilkan asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Curing
sendiri memiliki pengertian yaitu upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam
prakteknya untuk mengobati pasien. Selain itu juga dapat dipahami bahwa curing
merupakan ilmu yang empirik, mengobati berdasarkan bukti/data dan mengobati
dengan patofisiologi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hall (1969) mengemukakan perpaduan kedua aspek tersebut. Menurutnya, care
merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Sedangkan cure
merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam memberikan asuhan
keperawatan secara total kepada klien, maka kedua aspek ini harus dipadukan (Julia,
1995). Namun, tetap ada perbedaan yang jelas diantara keduanya. Dalam UU no. 23
tahun 1992 menyebutkan bahwa penyembuh penyakit dilaksanakan oleh tenaga dokter
dan perawat melalui kegiatan pengobatan dan/ atau keperawatan berdasarkan ilmu
keperawatan. Dari situ terlihat bahwa antara caring dan curing terdapat perbedaan.
Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekundernya. Begitu
pula curing,
curing merupakan tugas primer dokter dan caring sebagai tugas sekundernya.
Curing merupakan komponen dalam caring. Karena di dalam caring termasuk
salah satunya adanya kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk membantu
penyembuhan klien. Jadi, tetap mempunyai hubungan yang saling melengkapi.
Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari diagnosis,
intervensi, dan tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis keperawatan yang
merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi masalah dan penyebab berdasarkan
kebutuhan dan respon klien. Sedangkan di dalam curing terdapat diagnosis medis yaitu
suatu bentuk kinerja yang mengungkapkan penyakit yang diderita klien. Dengan kata
lain dapat disebut diagnosa penyakit.
Dalam caring lebih dititik-beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk
ditanggapi dengan pemberian perawatan. Berbeda dengan curing lebih memperhatikan
penyakit yang diderita serta penanggulangannya. Selain itu, dapat juga dilihat dari
intervensinya. Intervensi keperawatan (caring) yaitu membantu klien memenuhi
masalah klien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual dengan tindakan keperawatan
yang meliputi intervensi keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan konseling.
Sedangkan intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan tindakan pengobatan
dengan obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami bahwa
caringmemperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya
sedangkan curing menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.
Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu dari
aspek tujuan. Tujuan dari perilaku caring, yaitu:
1) Membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi.
2) Membantu pasien/ klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri
memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan,
dan meningkatkan fungsi dari tubuh pasien.

Sedangkan tujuan dari kegiatan curing adalah menentukan dan


menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan
penanganannya.

Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa caring
lebih kompleks daripada curing. Karena caring memberikan pelayanan yang
menyangkut seluruh kebutuhan pasien baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual.
Curing hanya bagian dari caring. Sebagai seorang perawat, kita harus mampu
membedakannya dan melakukan caring dengan sebaik-baiknya. Kesejahteraan klien
didapat dari totalitas kita dalam melakukan caring. Caring tidak akan pernah lepas
dari profesi keperawatan. Karena caring merupakan esensi keperawatan itu sendiri.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan didefinisikan oleh domain pelayanan medis yang paling


sempit. Di Amerika Serikat mempertahan kan statusnya sebagai pelayanan yang
menempati prioritas yang sangat tinggi. Pemerintah Amerika Serikat memeberikan
presentase yang sangat tinggi untuk pelayanan kesehatan dalam Gross Nasional product
(GNP). Dibandingkan dengan negara lain (Haber, 1994). Tetapi ironisnya, kesehatan itu
sendiri tidak menjadi prioritas yang sangat tinggi.

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang kesehatan
yang baik atau kesejahteraan sebagai suatu kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi
dari tidak adanya penyakit. Cara pandang tentang sehat sebagai suiatu situasi ada atau
tidak adanya penyakit mengabaikan adanya rentan sehat hingga sakit.

Perawat dan profesi kesehatan lain akan mendorong munculnya definisi yang lebih
tentang oeningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Ketika mereka menjadi spesialis
perawatan utama, maka perawat akan lebih berperan dalam mengidentifikaasi berbagai
pola sehat.

Berbagai institusi pelayanan kesehatan berusaha mencari cara yang lebih baik
untuk pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang biayanya lebih rendah. Pada saat
yang sama mereka terus dievaluasi dengan ketat oleh berbagai lembaga pengatur peninjau
yang dilakukan berfokus pada hasil dari pelayanan kesehatan dan apakan klien
meninggalkan institusi pelayanan kesehatan dengan status kesehatan yang meningkat dan
disertai kemampuan untuk mengelola kebutuhan keperawatan yang berkelanjutan.

Para konsumen pelayanan kesehatan yang sangat memerhatikan terhadap pelayanan


kesehatan dengan akses yang tepat, biaya yang efektif dan mempunyai kualitas. Akses
berhubungan dengan kemudahan konsumen menerima pelayanan kesehatan yang luas dari
para pemberi pelayanan kesehatan termasuk dari perawat praktik ahli, dokter perawat
utama, dan dokter spesialis diseluruh tempat pelayanan masyarakat. Lebih jauh lagi, akses
tidak boleh dibatasi oleh mereka yang sehat atau mempunyai asuransi karena pada saat ini
banyak konsumen yang telah dijatuhkan vonis berdasarkan kondisi awal, sehingga mereka
tidak memperoleh asuransi yang seharusnya. Klien perlu mendapatkan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan, dari tempat-tempat secara mudah dan dengan biaya yang
efektif. Konsumen juga menginginkan agar institusi pelayanan kesehatan dapat
memberikan pelayanan yang berkualitas dan mampu menunjukkan pengaruh interaksi
dengan sistem pelayanan kesehatan terhadap seluruh kehidupan klien dan terhadap status
kesehatan klien.

Keperawatan adalah kompone utama dalam sistem kesehatan, dan perawat


merupakan kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem tersebut. Pelayanan
keperawatan diperlukan oleh setiap klien yang mencari jenis keperawatan yang
sesungguhnya, mencakup keperwatan primer, sekunder, tersier, dan restoratif. Karena
perawat merupakan bagian pentiing dalam sistem pelayanan kesehatan, maka perawat
perlu memahami sistem layanan kesehatan agar mampu memberi pelayanan keperawatan
yang berkualitas secara efektif di dalam sistem tersebut. Setiap perawat yang pada saat
sedang bekerja perlu menghargai bahwa pelayanan kesehatan adalah sebuah bisnis.
Keberhasilan bisnis pelayanan kesehatan pada partisipasi perawat bergantung pada
partisipasi perawat dalam menciptakan sistem yang diperlukan untuk memberi perawatan
dengan biaya yang efektif dan menciptakan strategi bahwa klien akan menerima perawatan
yang berkualitas.

B. Evolusi Sistem Pemberian Perawatan Kesehatan


Kita perlu memahami proses perkembangan yang menyebabkan terciptanya sistem
pemberian perawatan kesehatan Amerika pada saat ini. Pada akhir abad ini hanya ada
beberapa rumah sakit di perkotaan Amerika Serikat. Institusi ini melayani orang-orang
miskin, sedangkan anggota masyarakat yang kaya dan menengah menjalani pengobatan di
rumah (Mc Mahon, 1987). Rumah sakit yang dahulu terutama dibiayai dalam sumbangan
sukarela dan didukung oleh kelompok tertentu misalnya gereja.

Dari pertengahan tahun 1920-an sampai pertengahan tahun 1930-an telah dilakukan
berbagai diskusi pada tingkat pemerintah terkait denganbiaya pelayanan medis. Hingga
tahun 1935 sebelum adanya bantuan utnuk masyarakat yang menyebabkan ditetapkannya
Undang Undang keamanan sosial (The Social Security Act) yang memfasilitasi bantuan
untuk masyarakat bagi orang buta, orang lansia, dan anak-anak yang mengalami
ketergantungan. Konverensi pelayanan kesehatan nasional tahun 1938 mengalami suatu
diskusi nasional tentang program pelayanan kesehatan nasional di Amerika Serikat dari
konferensi tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan bersama yang menyangkut prinsis-
prinsip perbaikan kesehatan nasional.

Pelayanan rawat inap, yang menjadi bagian dari The social security amandements
tahun 1983. Rumah sakit tidak lagi menggantikan semua biaya yang dikeluarkan selama
perawatan klien. Bahkan perawtan biaya pelayanan rumah sakit untuk klien yang memiliki
jaminan Medicare didasarkan atas biaya awal klien masuk berdasarkan pada diagnosis-
related groups. Sistem pembayaran propektif telah menjadi salah satu dari sebagian besar
faktor yang penting dan berpengaruh bagi industri pelayanan kesehatan. Institusi
pelayanan kesehatan tidak lagi memiliki sumber daya yang tidak terbatas. Semakin sedikit
biaya yang digunakan untuk menyediakan pelayanan kesehatan dan modal contohnya,
maka semakin banyak biaya yang dapat digunakan untuk menambah dan memperbaiki
rumah sakit, sistem komputer, dan pembelian peralatan diagnostik.

C. Inisiatif Legislatif

Reformasi pelayanan kesehatan telah didiskusikan pada setiap tingkat kehidupan


masyarakat Amerika serikat telah diteliti cermat dibandingkan dengan sistem Kanada,
Inggris, dan Australia. Tetapi, perlu dipahami adanya berbagai isu dalam reformasi
pelayanan kesehatan di tingkat hukum. Karena adanya berbagai masalah yang universal
dan peningkatan biaya maka ada kepentingan masyarakat yang mulai diperhatikan dalam
pembuatan rencana pelayanan kesehatan internasional. Tujuan dan rencana tersebut adalah
memberikan jaminan asuransi kesehatan bagi seluruh masyarakart Amerika.

D. Pelayanan Perawatan Kesehatan

Berbagai jenis pelayanan perawatan kesehatan yang disediakan bagi klien dan
keluarga, bergantung pada sikap dan luasnya masalah kesehatan dan tingkat perawatan
yang dibuutuhkan. Jenis pelayanan yang ditawarkan sering kali juga bergantung pada
tempat dimana klien mencari pelayanan kesehatan (contohnya : rumah sakit atau klinik
kesehatan mental).

a. Peninigkatan kesehatan dan pencegahan


Pelayanan peningkatan keehatan adalah kunci untuk perawatan kesehatan
berkualitas. Dengan mempertahankan individu kesehatan seluruh biaya perawatan
kesehatan akan menurun. Perawatan pencegah juga dilibatkan aktivitas peningkatan
kesehatan, termasuk program pendidikan kesehtan khusus, yang dibuat unutk
membantu klien menurunkan resiko sakit, mempertahankan fungsi yang maksimal, dan
meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan yang baik.
Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan.
Pencegahan penyakit adalah suatu bentuk pelayanan yang akan membantu klien dan
keluarga menurunkan faktor resiko terhadap penyakit. Program imunisasi merupakan
contoh pelayanan yang dapat meningkatkan pelayanan kesehatan tidak hanya bagi
individu tetapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat.
b. Perawatan Primer
Perawatan primer melibatkan klien secara langsung dan biasanya merupakan
kontak awal dengan pemberi perawatan primer. Misalnya dokter atau perawat praktisi.
Perawtaan primer berfokus pada deteksi dini dan perawtaan rutin. Sebagai contoh,
pelayanan kesehatan primer terdiri dari pemeriksaan fisik tahunan dan perawatan
lanjutan yang dilakukan secra rutin untuk klien yang diketahui mempunyai masalah
kesehatan seperti tekanan darah tinggi. Pelayanan perawatan primer harus dapat
diakses dengan mudah oleh klien, baik di daerah temppat tinggalnya maupun di tempat
kerjanya. Keberhasilan perwat primer ditentukan oleh pemahaman terhadap nilai-nilai
tentang kesehatan yang diyakini oleh klien dan penggunaan strategi yang
menghormati budaya dan sumber-sumber sosial ekonomi klien. Hal tersebut
merupakan hal penting untuk membantu klien menerima tindakan layanan kesehatan
apapun yang perlu dilakukan untuk mencegah atau membatasi episode sakit klien.
c. Diagnosis dan Tindakan
Dahulu diagnosis dan tindakan pengobatan merupakan pelayanan dalam sistem
perawatan kesehatan yang digunakan paling umum. Kedua bentuk pelayanan tersebut
dapat diberikan pada berbagai keperawatan primer. Tetapi, bila klien telah mengalami
masalah komplikasi dan pemberian pelayanan kesehatan tidak mampu merawat kondisi
tertentu maka diperlukan tenaga spesialis medis biasanya pelayanan sekunder
diberikan pada tempat pelayanan akut yang memerlukan biaya yang cukup mahal,
terutama bila klien menunda berobat sampai gejaja yang dialami klien berkembang.
Dengan adanya reformasi pelayanan kesehatan, ada perhatianyang lebih besar untuk
menentukan apakah penggunaan prosedur diagnostik berteknologi tinggi perlu
dilakukan untuk semua kasus yang ada. Prosedurnya membutuhkan biaya mahal dan
kegunaannya mungkin tidak akan memberi kontribusi terhadap perawatan yang lebih
berkualitas atau hasil yang lebih baik. Pada sisi yang positif, kemajuan teknologi dan
komputer menyebabkan prosedur diagnostik yang dilakukan dapat meningkatkan
peluang untuk menentukan diagnosa yang lebih dini. Metode pengobatan juga semakin
berkembang karena adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Pengobatan
bebrbagai penyakit juga semakin meluas keluar daro rumah sakit dan institusi lain dan
dapat dilakukan di rumah. Jika pengobatan dilakukan dalam institusi pelayanan
kesehatan, perawat mengajarkan klien dan keluarga untuk melengkapi rencana
pengobatannya di rumah dan di tempat-tempat rawat jalan.
d. Rehabilitas
Rehabilitas adalah usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi normal
atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental, cedera atau ,
penyalahgunaan zat. Dulu, rehabilitas terutama diberikan hanya utnuk klien yang
mengalami penyakit atau perlukaan. Pada sistem saraf, tetapi sistem pemberian
pelayanan kesehatan telah memperluas jangkauan pelayanannya. Saat ini, pelayanan
rehabilitas khusus seperti program rehabilitas kardiovaskular dan pulmonal, dapat
membantu klien dan keluarga untuk menyesuaikan diridengan perubahan gaya hidup
yang perlu dilakukan dan belajar untuk melakukan fungsi dengan keterbatasan akibat
penyakit.
Pelayanan rehabilitasi mengalami masuknya klien ke dalam sistem pelayanan
kesehatan. Pada awalnya, rehabilitasi mungkin berfokus pada pencegahan komplikasi
yang berhubungan dengan penyakit atau cedera yang dialami. Bila kondisi sudah
semakin stabil, maka rehabilitas dapat dilakukan untuk memaksimalkan fungsi dan
kemandirian klien.
e. Perawatan berkelanjutan
Pelayanan perawatan berkelanjutan memberi perawatan sportif yang terus
menerus untuk klien dengan masalah kesehatan kronik dan berjangka panjang.
Perawatan ini terdiri dari pelayanan yang diberikan untuk klien dengan catatan fisik
dan penyakit mental. Perawatan medis yang berkelanjutan tidak perlu untuk menjaga
klien agar tetap berfungsi dan aktif. Klien dan keluarga diberikan berbagai alternatif
yang memungkinkan klien untuk berada di rumah sakit. Banyak jenis pelayanan
perawatan berkelanjutan, misalnya pusat perawatan harian Geriatrik dan perawtaan
terminal, yang dapat merugikan beban keluarga untuk memberikan seluruh
dukungannya bagi orang yang mereka cintai.

E. Jenis Lembaga Perawatan Kesehatan

Menurut Hidayat(2008) lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat


pemberian pelayanan kesehatan pada masyarakat untuk meningkatkan status kesehatan.
Bervariasi berdasarkan tujuan pemberian pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan diberikan dalam berbagai tempat pelayanan kesehatan.
Dengan adanya reformasi pelayanan kesehatan, hanya sedikit klien yang dirawat di
rumah sakit. Berbagai tempat pelayanan alternatif antara lain : lembaga pelayanan rawat
jalan, institusi, lembaga di masyarakat, lembaga sukarela, lembaga perawat terminal, dan
lembaga pelayanan kesehatan pemerintah.
a. Lembaga rawat jalan
Klien yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dapat menerima pelayanan
kesehatan di berbagai temopat alternatif seperti klinik atau faislitas rawat jalan lainnya.
Pelayanan rawat jalan pada umumnya memberikan pelayanan primer dan sekunder.
Tempat-tempat rawat jalan dibuat sesuai dengan klien yang mudah diakses oleh klien.
b. Praktik pemberian pelayanan primer
Praktik pemberi pelayanan primer memberikan perawatan primer kepada
sebagian besar anggiota masyarakat. Semakiin banyak rencana pelayanan kesehatan
yang mengharuskakan para pesertanya untuk melakukan pemeriksaan fisik secara rutin
atau “check up” dengan dokter utamanya. Dengan adanya persaingan yang lebih ketat
dalam pelayanan kesehatan, maka saat ini tempat praktik dokter memberikan
pelayanan diagnostik dan terapeutik dengan jangkauan yang lebih luas.
Perawatan yang bekerja di tempat praktik dokter dapat menjalankan banyak
peran. Bebarapa perawatan melaksanakan peran tradisional seperti melakukan
pendaftaran klien, memeriksa tanda-tanda vital, mempersiapkan klien untuk menjalani
pemeriksaan fisik atau laboratorium. Perawatan lain bekerja sama dengan dokter
dalam menjalankan praktik ahli antara lain: melakukan pemeriksaan fisik dan mengkaji
riwayat penyakit, memberikan pendidikan kesehatan,dan memberikan rekomendasi
terapi bagi klien dengan kondisi kesehatan yang stabil. Perawatan praktik ahli secara
langsung dapat mengelola beberapa kasus populasi klien yang sehat dan stabil dengan
sangat sukses. Perawatan ini memberi perawatan lanjutan bagi klien mereka selama
kunjungan ulang.
c. Klinik
Dahulu, klinik terdiri dari sebuah apartemen di rumah sakut dimana klien tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit dapat menerima pelayanan medis. Klinik juga
dapat berbentuk suatu kelompok praktik dokter, klinik rawat jalan yang dikelola oleh
perawat atau lembaga pelayanan masyarakat yang menyediakan jenis pelayanan.
Kesehatan tersebut adalah imunisasi. Biasanya kien memanfaatkan klinik berasal dari
tingkat sosio-ekonomi yang rendah atau lansia denga pendapatan yang terbatas. Biaya
pelayanan klinik umumnya leboh rendah daripada tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Tetapi pelayanan yang diberikan di klinik bersifat terpisah-pisah. Klien mungkin tidak
dapat bertemu dengan pemberi layanan kesehatan yang sama secara teratur dan
kurangnya informasi terhadap status kesehatan klien pada saat pelayanan dipindahkan
ke tempat perawatan akut.
Klinik yang dikelola oleh perawat atau pusat-pusat perawatan yang sudah
berkembang selama 20 tahun terakhir bertujuan untuk memberi pelayanan keperawatan
yang berkualitas dengan berfokus pada peningkatan kesehatan dan pendidikan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengelola penyakit kronik, dan pemberian dukungan
pada pemberi perawatan.
d. Pusat pelayanan rawat jalan
Pusat pelayanan rawat jalan sama dengan klinik yang memberi pelayan
kesehatan dengan cara rawat jalan. Pusat tersebut mungkin bergabung dengan rumah
sakit atau berfungsi secara mandiri dibawah suatu yayasan atau di bawah pengawasan
seorang dokter atau sekelompok dokter. Pusat perawatan rawat jalan mungkin dapat
berlokasi dalam suatu fasilitas rawat inap; tetapi sebagian besar berdiri sendiri dan
berlokasi jauh dari institusi rawat inap yang besar. “Pusat-Bedah” merupakan salah
satu contoh dari pusat pelayanan rawat jalan di mana klien datang untuk melakukan
prosedur operasi minor seperti pengangkatan katarak, bedah plastik, dan prosedur
endoskopi “pusat perawatan darurat” yang memberikan pelayanan 24 jam bagi klien
dengan cedera minor seperti laserasi dan influenza.pusat perawatan darurat
menawarkan alternatif pelayanan seperti yang diberikan pada ruang kedaruratan rumah
sakit.
e. Rumah Sakit
Dahulu, rumah sakit telah menjadi lembaga utama sistem pelayanan kesehatan.
Biasanya klien datang ke rumah sakit untuk penentuan diagnosis dan menerima
pengobatan dan tetap dirawat di rumah sakit sampai merekahampir sembuh
sepenuhnya. Tetapi, penggantian biaya yang prospektif telah mengubah cara perawtaan
klien di rumah sakit.
Selain ini, klien yang datang ke rumah sakit biasanya menderita penyakit akut
dan memerlukan pelayanan kesehatan tersier yang khusus dan komprehensif.
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit biasanya bervariasi. Rumah sakit kecil di
daerah pedesaan dengan kapasitas 40 tempat tidur mungkin hanya dapat memberikan
pelayanan kedaruratan, diagnostik, dan pelayanan rawat inap yang terbatas.
Sedangkan, pusat-pusat pelayanan kesehatan yang besar di daerah perkotaan
menawarkan berbagai jenis pelayanan diagnostik yang komprehensif, pelayanan
kedaruratan, tindakan operasi, unit perawatan intensif, pelayanan rawat inap, dan
berbagai fasilitas rehabilitasi. Rumah sakit yang lebih besar juga menawarkan staf
profesional yang berasal dari berbagai bidang khusus seperti pelayanan sosial, terapi
pernapasan, terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi bicara.
Fokus rumah sakit adalah untuk memberi perawatan yang berkualitas tinggi
sehingga klien dapat pulang lebih awal dengan aman ke rumahnya atau ke sebuah
fasilitas yang dapat mengelola pelayanan kesehatan yang masih dibutuhkan oleh klien
secara adekuat. Jika klien dapat sembuh sepenuhnya, maka klien memerlukan berbagai
tempat perawatan alternatif, termasuk di antaranya fasilitas perawatan yang diperluas,
rumah perawatan, dan perawatan di rumah. Banyak pemberi asuransi yang menolak
penggantian biaya untuk klien dengan kondisi minor.
Rumah sakit diklasifikasikan menjadi rumah sakit negeri atau swasta. Rumah
sakit negeri atau swasta tersebar di seluruh wilayah Kanada dan Amerika Serikat.
Rumah sakit negeri di Amerika Serikat dibiayai dan dijalankan oleh pemerintah pada
tingkat lokal, negara bagian, provinsi, atau nasional.
Jenis rumah sakit lainnya adalah Rumah Sakit Militer berlokasi di seluruh
wilayah Amerika Serikat dan di seluruh dunia untuk memberikan pelayanan medis bagi
anggota tentara dan keluarganya. Perawat yang bekerja di rumah sakit mempunyai
peluang untuk menjalankan berbagai peran dan bekerja di beberapa departemen yang
berbeda. Perawatan klien di rumah rawat inap atau di unit perawatan intensif
membutuhkan perawatan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
menerapkan proses keperawatan dengan menggunakan cara berfikir kritis dan
memberi pendidikan kesehatan pada klien, melakukan koordinasi pelayanan kesehatan
dan membuat perencanaan ulang, dan melaksanakan berbagai jenis terapi.
Dengan semakin meningkatnya kedalamn pengetahuan dalam bidang
keperawatan, banyak perawat yang menjadi spesialis dalam melaksanakan tugasnya.
Hal tersebut memungkinkan mereka menjadi ahli dalam perawatan untuk populasi
klien tertentu. Banyak rumah sakit yang mempunyai nama misalnya unit khusus untuk
perawatan klien dengan masalah-masalah onkologi, orthopedi, paru atau jantung.
Peluang lain yang ada di rumah sakit antara lain melaksanakan peran pendidik klien,
manager perawat, spesialis, peran klinik, dan koordinasi pengontrolan infeksi.
f. Perawatan Subakut

Pada perawatan terakhir yang terjadi di unit perawatan subakut, yaitu tempat untuk
memberikan pelayanan medis khusus bagi klien yang memerlukan intensitas perawtaan
yang lebih besar daripada yang biayanya diberikan di tempat atau fasilitas keperawatan
yang terlatih, tetapi tidak memerlukan keperawatan akut.

Pada umumnya klien yang menderita penyakit akut, cedera, atau penyakit yang
memburuk dan memerlukan perawatan berkelanjutan di rumah sakit, merupakan calon
penerima perawatan subakut. Klien akan menerima pengobatan yang berorientasi pada
tujuan segera setelah atau sebgai pengganti perawat akut di rumah sakit. Untuk
mengobati salah satu atau lebih kondisi medis yang aktif dan spesifik atau untuk
menerima pengobatan yang secara teknis bersifat kompleks.

Sistem pelayanan kesehatan masyarakat


1. Input
Merupakan sistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya
sebuah sistem. Input pelayanan kesehatan meliputi: potensi masyarakat, tenaga dan
sarana kesehatan, dan sebagainya.
2. Proses
Merupakan kegiatan merubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yang
diharapkan dari sistem tersebut. Proses dalam pelayanan kesehatan meliputi
berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.
3. Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan
dapat berupa pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat
sembuh dan sehat.
4. Dampak
Merupakan akibat dari output atau hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang
relatif lama. Dampak sistem pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka
kesakitan dan kematian menurun.
5. Umpan balik
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari
sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik
dalam pelayanan kesehatan dapat berupa kualitas tenaga kesehatan.
6. Lingkungan
Adalah semua keadaan diluar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan.
Tingkat pelayanan kesehatan:

a) Health promotion -> tingkat pertama, memberikan pelayanan kesehatan. Bertujuan


-> meningkatkan status kesehatan masyarakat/sasaran tidak terjadi gangguan
kesehatan.

b) Spesific protection -> perlindungan khusus. Melindungan masyarakat dari bahaya


yang menyebabkan penurunan status kesehatan. mis: perlindungan terhadap
penyakit tertentu, ancaman kesehatan -> pemberian imunisasi BCG, DPT, Hepatitis,
Campak dll.

c) Early diagnosis and promotion treatment (diagnosis dini & pengobatan segera).
Pelayanan dimulai dari timbulnya gejala suatu penyakit. Pelayanan dilaksanakan
mencegah meluasnya penyakit. Bentuk tingkat pelayanan -> survey pencarian
kasus.

d) Disability limitation (pembatasan cacat). Dilakukan utk mencegah agar masyarakat


tdk mengalami dampak kecacatan. Bentuk kegiatan -> perawatan utk menghentikan
penyakit, mencegah komplikasi & kematian.

e) Rehabilitation (rehabilitasi). Tingkat pelayanan dilaksanakan setelah pasien


didiagnosis sembuh. Fase pemulihan terhadap kecacatan -> program latihan.
Fasilitas -> agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup ke
masyarakat, dan masyarakat mau menerima .

F. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan

Menurut Perry (2009) dalam sistem pelayanan kesehatan dapat mencakup

pelayanan dokter, pelayanan keperawatan, dan pelayanan kesehatan masyarakat. Dokter

merupakan subsistem dari pelayanan kesehatan. Subsistem pelayanan kesehatan tersebut

memiliki tujuan masing-masing dengan tidak meninggalkan tujuan umum dari pelayanan

kesehatan. Pelayanan kesehatan yang ada sekarang ini dapat diselenggarakan oleh pihak

pemerintah maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan terdapat 3 bentuk, yaitu:

1. Primary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama)

Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat yang

memiliki masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin mendapatkan

peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan sejahtera sehingga sifat pelayanan

kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan ini dapat dilaksanakan

oleh puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain-lain.

2. Secondary Health Care (Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua)

Untuk pelayanan kesehatan ini diperlukan bagi masyarakat atau klien yang

membutuhkan perawatan dirumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di

pelayanan kesehatan utama. Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit yang

tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.

3. Tertiary Health Services (Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga)

Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan yang tertinggi dimana

tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat pertama dan

kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-tenaga yang ahli atau spesialis dan

sebagai rujukan utama seperti rumah sakit yang tipe A atau B.


G. Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi


pelayanan dasar dan pelyanan rujukan.Pelayanan keperawatan oleh tenaga perawat dalam
pelayanannya memiliki tugas, diantaranya memberikan keperawatan keluarga, komunitas
dalam elayanan kesehatan dasar dan akan memberikanasuhan keperawatn secara umum
pada pelayanan rujukan.
Pada lingkup pelayanan rujukan, tugas perawat adalah memberikan asuhan
keperawatan pada ruang atau lingkup rujukannya seperti pada anak,maka perawat
memberikan asuhan keperwatan elalui pendekatan proses keperawatan anak,untuk lingkup
keperawatan jiwa, perawat akan memberikan asuhan eperawatn pada pasien gangguan jiwa
dll.

H. Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan akan lebih berkembang atau sebaliknya akan terhambat karena
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti adanya peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi baru, pergeseran nilai masyarakat, aspek legal dan etik, ekonomi dan politik.

1) Ilmu pengetahuan dan teknologi baru

Mengingat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka


akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan atau juga sebagai dampaknya
pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti perkembangan dan teknologi seperti
dalam pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-penyakit yang sulit
penyembuhannya maka digunakanlah alat seperti laser, terapi peruahan gen
dll.Maka pelayanan kesehatan ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan butuh
tenaga yang professional di bidang tertentu.
2) Pergeseran nilai masyarakat
Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan tinggi, maka akan
memiliki kesadaran yang lebih dalam penngunaan atau pemanfaatan pelayanan
kesehatan, demikian juga sebaliknya pada masyarakat yang memiliki pengetahuan
kurang akan memiliki kesadaran yang rendah terhadap pelayanan
kesehatan,sehinnga kondisi demikian akan sangat mempengaruhi system pelayanan
kesehatan.

3) Aspel legal dan etik


Dengan tingginya kesadarn masyarakat tehadap penggunaan atau
pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntunan
hokum dan etik dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku memberi pelayanan
kesehatan harus dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan secra profeffional
dengan memperhatikan norma dan etik yang ada dalam masyarakat.

4) Ekonomi

Semakin tinggi ekonomi seseorang pelayanan kesehatan lebih mudah


diperoleh dan di jangkau dan begitu sebaliknya dengan orang yang tergolong
ekonomi rendah.Keadaan ekonomi ini akan mempengaruhi dalam system
pelayanan kesehatan.

5) Politik

Kebijakan pemerintah melalui system politik yang ada akan sangat


berpengaruh sekali dalam system pemberian pelayan kesehatan. Kebijakan-
kebijakan yang ada dapat memberikan pola dalam system pelayanan.

Strategi yang ada dalam visi Indonesia sehat diantanya pemahaman tentang
paradigma sehat, srategi professionalisme dalam segala tugas, adanya JPKM,dan
desentralisasi.
Dalam menggunakan strategi yang ada, pemerintah telah menyusun misi
yang akan di jalankan sebagaimana dalam system pelayanan kesehatan, diantaranya:
1) Penggerak pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan
2) Memelihara, meningkatkan melindungi kesehatan individu, keluarga,
masyarat dan lingkungan
3) Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
4) Meningkatkan kemandirian masyarakat hidup sehat

Dalam melaksanakan misi yang ada, keperawatan sebagai profesi dalam


bidang kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang professional dan
berorientasi pada paradigma sehat sesuai dengan paradigma keperawatan yang
dimiliki. Sehingga akhirnya akan terjadi pola atau gaya hidup sahat pada semua
lapisan masyarakat Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Standar Praktek Keperawatan
Menurut (Gillies, 1989,h.121), standar adalah suatu pernyataan diskriptif yang
menguraikan penampilan kerja yang dapat diukur melalui kualitas struktur, proses dan hasil.
Sedangkan menurut (ANA,1992,hl.1), standar merupakan pernyataan yang mencakup kegiatan-
kegiatan asuhan yang mengarah kepada praktek keperawatan profesional. (Sumber : Khotimah,
Standar Praktek Keperawatan)
Menurut (Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983), keperawatan adalah suatu
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif (dikutip oleh Priharjo, 1995). Pelayanannya juga ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. (Sumber : Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2009).
Fundamental of Nursing. Seven Edition.)
Menurut ( Gillies, 1989, h. 121), standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan
yang menguraikan suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan untuk klien. (Sumber : . (Sumber : Khotimah,
Standar Praktek Keperawatan). Jadi dapat disimpulkan, bahwa standar praktek keperawatan
adalah batas ukuran baku minimal yang harus dilakukan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Karena keperawatan telah meningkat kemandiriannya sebagai suatu profesi,
sejumlah standar praktek keperawatan telah ditetapkan. Standar untuk praktek sangat penting
sebagai petunjuk yang obyektif untuk perawat memberikan perawatan dan sebagai kriteria
untuk melakukan evaluasi asuhan ketika standar telah didefinisikan secara jelas, klien dapat
diyakinkan bahwa mereka mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi, perawat
mengetahui secara pasti apakah yang penting dalam pemberian askep dan staf administrasi
dapat menentukan apakah asuhan yang diberikan memenuhi standar yang berlaku.
B. Klasifikasi Praktek Keperawatan
1. Perawat dan pelaksana praktek keperawatan
Perawat memegang peranan penting dalam menentukan dan melaksanakan standar
praktek keperawatan untuk mencapai kemampuan yang sesuai dengan standar pendidikan
Keperawatan. Perawat sebagai anggota profesi, setiap saat dapat mempertahankan sikap sesuai
dengan standart profesi keperawatan.
2. Nilai-nilai pribadi dan praktek professional
Adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi pada ruang lingkup praktek
keperawatan dan bidang teknologi medis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik
antara nilai-nilai pribadi yang memiliki perawat dengan pelaksana praktek yang dilakukan
sehari-hari selain itu pihak atasan membutuhkan bantuan dari perawat untuk melaksanakan
tugas pelayanan keperawatan tertentu, dilain pihak perawat mempunyai hak untuk menerima
atau menolak tugas tersebut sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.

C. Ciri-ciri Standar Praktek Keperawatan


Standar praktek keperawatan ini digunakan untuk mengetahui proses dan hasil
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien sebagai fokus utamanya. Praktek
keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Otonomi dalam pekerjaan
2. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat
3. Pengambilan keputusan yang mandiri
4. Kolaborasi dengan disiplin lain
5. Pemberian pembelaan
6. Memfasilitasi kepentingan pasien

D. Tipe Standar Keperawatan


Dua kategori standar keperawatan yang diterima secara luas adalah standar asuhan
(standar of care) atau pertanyaan yang menguraikan level asuhan yang akan diterima oleh
pasien,dan standar praktek. (standar of practice) atau harapan terhadap kinerja perawat dalam
memberikan standar asuhan . Aktifitas pemantaan dan evaluasi memastikan bahwa level
perawatan pasien dan kinerja perawat telah dicapai dengan baik. Dua macam kinerja ini di
rancang untuk mendukung perawat dalam praktek sehari-hari dengan menyediakan suatu
sruktur untuk praktek tersebut dan untuk membantu perawat dalam mengidentifikasi kontribusi
keperawatan dalam perawatan pasien.
1. Standar praktek
Standar praktek meliputi kebijakan (police), uraian tugas (job deskription), dan standar
kinerja (performance standar ). Ia menuntun perawat dalam melaksanakan perawatan
pasien. Ia juga menetapkan level kinerja yang perlu diperlihatkan oleh perawat untuk
memastikan bahwa standar asuhan akan dicapai dan menggambarkan definisi institusi
tentang apa yang dapat dilakukan oleh perawat. Kebijakan menetapkan sumber-sumber atau
kondisi yang harus tersedia untuk menfasilitasi pemberian asuhan. Uraian tugas
mencerminkan kompetensi, pendidikan, dan pengalaman yang diperlukan bagi semua staf
yang memiliki peran atau posisi sebagai perawat. Sedangkan standar kinerja diturunkan
dari uraian tugas dan menyediakan ukuran untuk mengevaluasi level perilaku perawat yang
didasarkan atas pengetahuan, ketrampilan, dan pencapaian aktifitas kemajuan profesional.
2. Standar Asuhan
Standar asuhan meliputi prosedur, standar asuhan genetik, dan rencana asuhan (care
plans). Mereka merupakan alat untuk memastikan perawatan pasien yang aman dan
memastikan hasil yang berasal dari pasien ini. Prosedur adalah urain tahap pertahap tentang
bagaimana melakukan keterampilan psikomotor dan bersifat orientasi tugas. Protokol
meliputi lima kategori utama: manajemen pasien dengan peralatan invasi, manajemen
pasien dengan peralatan non invatif; manajemen status fisiologis dan psikologis; dan
diagnosa keperawatan tertentu. Standar asuhan genetik menguraikan harapan asuhan
minimal yang disediakan bagi semua pasien diamanapun pasien dirawat. Rencana asuhan
dibuat dan biasanya mempunyai hubungan dengan diagnosa medis pasien dan diagnosa
keperawatan pasien.

E. Tujuan Standar Praktek Keperawatan


Standar praktek keperawatan mempunyai tujuan umum untuk meningkatkan asuhan
atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha
pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan berguna bagi :
1. Perawat
Pedoman membimbing perawat dalam menentukan tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien.
2. Rumah sakit
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.
3. Klien
Perawatan yang tidak lama, biaya yang ditanggung keluarga menjadi ringan.
4. Profesi
Alat perencanaan mencapai target dan sebagai ukuran evaluasi.
5. Tenaga kesehatan lain
Mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati
dan bekerja sama dengan baik.

F. Manfaat Praktek Keperawatan


1. Praktek Klinis
Memberikan serangkaian kondisi untuk mengevaluasi kualitas askep dan merupakan alat
mengukur mutu penampilan kerja perawat guna memberikan feedback untuk perbaikan.
2. Administrasi Pelayanan Keperawatan
Memberikan informasi kepada administrator yang sangat penting dalam perencanaan
pola staf, program pengembangan staf dan mengidentifikasi isi dari program orientasi.

3. Pendidikan Keperawatan
Membantu dalan merencanakan isi kurikulum dan mengevaluasi penampilan kerja
mahasiswa.
4. Riset Keperawatan
Hasil proses evaluasi merupakan penilitian yang pertemuannya dapat memperbaiki dan
meningkatkan kualitas askep.
5. Sistem Pelayanan Kesehatan
Implementasi standar dapat meningkatkan fungsi kerja tim kesehatan dalam
mengembangkan mutu askep dan peran perawat dalam tim kesehatan sehingga terbina
hubungan kerja yang baik dan memberikan kepuasan bagi anggota tim kesehatan.

G. Metode dan Implementasi Standar Praktek Keperawatan


Metode yang digunakan untuk menyusun standar keperawatan, yaitu:
1. Proses Normatif: Standar dirumuskan berdasarkan pendapat ahli profesional dan pola
praktek klinis perawat di dalam suatu badan/institusi tertentu.
2. Proses Empiris: Standar dirumuskan berdasarkan hasil penilitian dan praktek
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Hubungan Standar dan Legislasi
Legislasi diperlukan untuk menopang, melaksanakan, membina dan memberi
pemantauan Standar Praktek Keperawatan untuk melindungi pasien dan perawat.
Lisensi Praktik Badan yang berwenang memberikan lisensi berhak dan bertanggung
jawab terhadap pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh praktisi yang melakukan
pelanggaran etis. Hukum atau undang-undang tidak mengidentifikasi mutu kinerja,
akan tetapi akan menjamin keselamatan pelaksanaan standar praktik keperawatan
secara minimal.

Undang-Undang kesehatan RI No.23 tahun 1992, Bab V Pasal 32 ayat 2 dan 3


menyebutkan:
Ayat 2: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan
dan atau perawatan.
Ayat 3: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
Isi undang-undang tersebut, dapat diartikan bahwa lisensi sangat diperlukan oleh
perawat profesional dalam melakukan kegiatan praktik secara brtanggung jawab.
Pengertian lisensi adalah kegiatan administrasi yang dilakukan oleh profesi atau
departemen kesehatan berupa penerbitan surat ijin praktek bagi perawat profesional
diberbagai tatanan layanan kesehatan. Lisensi diberikan bagi perawat sesuai keputusan
menteri kesehatan RI No.647/Menkes/SK/IV/2000 tentang registrsi dan praktik perawat.
Whasington State Nursing Practice Act (The State Nurses Association) menyatakan bahwa
orang yang terdaftar secara langsung bertanggung gugat dan bertanggung jawab terhadap
individu untuk memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas.
American nurse Association (ANA) membuat pernyataan yang sama dalam undang-
undang lisensi institusional menjadi lisensi individual, keperawatan secara konsisten dapat
mempertahankan:
1) Asuhan keperawatan yang berkualitas, baik sesuai tanggung jawab maupun tanggung
gugat perawat yang merupakan bagian dari lisensi profesi.
2) Bila perawat meyakini bahwa profesi serta kontribusinya terhadap asuhan kesehatan
adalah penting, maka mereka akan tampil dengan percaya diri dan penuh tanggung jawab.
UU Praktek Keperawatan Setiap negara bagian dan provinsi mendefinisikan sendiri
cakupan praktek keperawatan, tetapi sebagian besar memiliki aturan yang serupa. Definisi
tentang praktek keperawatan dipublikasikan oleh ANA pada tahun 1955 mencakup
beberapa definisi yang mewakili cakupan praktek keperawatan sebagaimana didefinisikan
dalam sebagian besar negara bagian dan provinsi. Namun demikian pada dekade terakhir
beberapa negara bagian merevisi UU praktek keperawatan mereka untuk menggambarkan
pertumbuhan otonomi dan meluasnya peran keperawatan dalam praktek keperawatan.
A. Menurut ANA Tahun 1992
1. Standar I : Pengkajian
Perawat mengidentifikasi dan pengumpulan data tentang status kesehatan klien.
Kriteria pengukuran :
a. Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan-kebutuhan
klien saat ini.
b. Data tetap dikumpulkan dengan tehnik-tehnik pengkajian yang sesuai .
c. Pengumpulan data melibatkan klien, orang-orang terdekat klien dan petugas
kesehatan.
d. Proses pengumpulan data bersifat sistematis dan berkesinambungan.Data-data
yang relevan didokumentasikan dalam bentuk yang mudah didapatkan kembali.
2. Standar II :Diagnosa
Perawat menganalisa data yang dikaji untuk menentukan diagnosa.
Kriteria pengukuran :
a. Diagnosa ditetapkan dari data hasil pengkajian.
b. Diagnosa disahkan dengan klien, orang-orang terdekat klien, tenaga kesehatan
bila memungkinkan.
c. Diagnosa di dokumentasikan dengan cara yang memudahkan perencanaan
perawatan.
3. Standar III: Identifikasi hasil
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada klien.
Kriteria pengukuran :
a. Hasil diambil dari diagnosa.
b. Hasil-hasil didokumentasikan sebagai tujuan-tujuan yang dapat diukur.
c. Hasil-hasil dirumuskan satu sama lain sama klien, orang-orang terdekat klien
dan petugas kesehatan.
d. Hasil harus nyata (realistis) sesuai dengan kemampuan/kapasitas klien saat ini
dan kemampuan potensial.
e. Hasil yang diharapkan dapat dicapai dsesuai dengan sumber-sumber yang
tersedia bagi klien.
f. Hasil yang diharapkan meliputi perkiraan waktu pencapaian.
g. Hasil yang diharapkan memberi arah bagi keanjutan perawatan.
4. Standar IV : Perencanaan
Perawat menetapkan suatu rencana keperawatan yang menggambarkan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Kriteria pengukuran :
a. Rencana bersifat individuali sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kondisi
klien.
b. Rencana tersebut dikembangkan bersama klien, orang-orang terdekat klien dan
petugas kesehatan.
c. Rencana tersebut menggambarkan praktek keperawatan sekarang
d. Rencana tersebut didokumentasikan.
e. Rencana tersebut harus menunjukkan kelanjutan perawatan
5. Standar V : Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi yang diidentifikasi dari rencana
keperawatan.
Kriteria pengukuran :
a. Intervensi bersifat konsisten dengan rencana perawatan yang dibuat.
b. Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman dan tepat.
c. Intervensi didokumentasikan

6. Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah dicapai.
Kriteria pengukuran :
a. Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.
b. Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.
c. Keefektifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil.
d. Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan untuk
merevisi diagnosa, hasil-hasil dan rencana perawatan untuk selanjutnya,
e. Revisi diagnosa, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan.
f. Klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan dalam proses
evaluasi

B. Menurut DEPKES Tahun 1998


1. Standar 1, pengumpulan data tentang status kesehatan klien atau pasien dilakukan
secara sistematik dan berkesinambungan. Data dapat diperoleh, dikomunikasikan
dan dicatat.
2. Standar 2, diagnosa keperawatan di rumuskan berdasarkan data status kesehatan.
3. Standar 3, rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan
diagnosa keperawatan
4. Standar 4, rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendekatan
tindakan keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang di ususn
berdasarkan diagnosa keperawatan
5. Standar 5, tindakan keperawatan memberikan kesempatan klien atau pasien untuk
berpartisifasi dalam peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan.
6. Standar 6, tindakan keperawatan membantu klien atau pasien untuk
mengoptimalkan kemampuan untuk hidup sehat
7. Standar 7, ada tidaknya kemajuan dalam pencapaina tujuan ditentukan oleh klien
atau pasien dan perawat.
8. Standar 8, ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi untuk
melakukan pengkajian ulang, pengetaruran kembali urutan priorits, penetapan
tujuan baru dan perbaikan rencana asuhan keperawatan.

C. Menurut PPNI Tahun1999


Menurut Dewan Pertimbangan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP
PPNI) tahun 1999, standar praktik keperawatan merupakan komitmen professi
keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh
anggota profesi.
Di dalamnya terdapat penegasan tentang mutu pekerjaan seorang perawat yang
dianggap baik, tepat, dan benar, yang digunakan sebagai pedoman dalam pemberian
pelayanan kepeawatan diantarannya sebagai berikut.
a. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan dengan memberikan perhatian
padaupaya dan peningkatan kinerja perawat terhadap target pencapaian tujuan.
b. Meminimalkan tindakan-tindakan yang tidak bermanfaat bagi klien
sehinggadapat menekan biaya perawatan.
c. Menjaga mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dimasyarakat,
komunitas, kelompok dan keluarga.

H. Pengembangan Standar Praktek Keperawatan


Dalam menata standar dibutuhkan pertimbangan-perimbangan kerangka kerja yang
akan digunakan dan berbagai komponen agar standar terpenuhi, selanjutnya
dipertimbangkan siapa yang menata standar dan bagaimana proses tersebut
dikoordinasikan. Kerangka kerja yang lazim dalam penataan standar, yaitu :
1. Donabedian Model-Struktur, proses, hasil
2. Proses model “crossby”
3. Model kualitas enam dimensi “Maxwell
4. Model “Criteria Listing”(Crossby, 1989 dan Maxwell, 1984).
Standar keperawatan secara luas menggunakan dan mengadopsi kerangka kerja Model
Donabedian yang dipadukan dengan berbagai konsep keperawatan. Standar harus
tersedia diberbagai tatanan dengan bermacam-macam pengertian dan persyaratan,
namun essensial bagi setiap operasional pelayanan kesehatan. Keperawatan profesi yang
paling responsive dalam menata standar karena banyak hal-hal yang berperan penting
dalam asuhan pasien yang tidak disentuh (intangibles). Oleh karena itu dalam
pengembangan standar keperawatan membutuhkan pengertian yang sangat mendasar
tentang hakekat keperawatan sebagai persyaratan awal, harus diidentifikasi dengan jelas
pengertian multifokal tujuan keperawatan. Selanjutnya perlu diidentifikasi hasil asuhan
pasien / klien-hasil yang diharapkan menjadi standar asuhan, kemudian performance
kinerja perawat professional berorientasi pada proses keperawatan menjadi stanar
praktek dan berpotensial tidak merugikan struktur pengelolaan menjadi standar biaya /
anggaran. Persyaratan awal diatas tadi untuk menentukan hasil yang spesifik dan
kaitannya dengan proses keperawatan dan hasil yang diharapkan.

I. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Standar Praktek Keperawatan


Proses keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan
(Doengoes,2000). Proses keperawatan terbagi menjadi 5 langkah yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dengan tidak di
lakukannya proses keperawatan yang benar maka pasien tidak mendapat asuhan
keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan mencegah masalah kesehatan yang
baru bahkan memperlambat proses kesembuhan dari pasien tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi standar praktek keperawatan antara lain
 Kecakapan intelaktual
 Ilmu pengetahuan
 Percaya diri perawatSarana
 Komunikas
 Pengalaman kerja perawat
 Motivasi pasien untuk sembuh
 Kedisiplinan

BAB II
PEMBAHASAN

A. IPE (Interproessional Education) dan IPC (Interprofessional Colaboration)

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik, di mana pemberi pelayanan memegang tanggung
jawab paling besar untuk keperawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka.
Praktik keperawatan kolaboratif menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen
perawatan pasien, dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-
masinsg pendidikan dan kemampuan praktisi (Siegler & Whitney, 2000).
Kolaborasi antar tenaga kesehatan digambarkan sebagai suatu hubungan kerjasama yang
dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan kekuasaan, serta memahami
pentingnya peran masing-masing anggota tim untuk mampu bertindak dalam situasi
kesehatannsres tinggi, kolegiatif, dan komunikasi (Messmer, 2008).

Menurut Parellangi (2015), kolaborasi interprofessional adalah bekerjasama dengan profesi


kesehatan lain dalam melakukan kolaborasi dan komunikasi untuk memastikan bahwa
perawatan yang diberikan kepada pasien reliable dan berkelanjutan sesuai dengan kewenangan
dan kompetensi.

1. IPE (Interprofessinal Education)

IPE (Interprofessional Education) adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti


oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas
pelayanan dan pelaksanaannya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap
sarjana maupun tahap pendidikan klinikuntuk menciptakan tenaga kesehatan yang
professional (ACCP, 2009). Centre for advancement of Interproffesional Education (CAIPE,
2001) menyebutkan, IPE (Interprofessional Education) terjadi ketika dua atau lebih profesi
kesehatan belaajar bersama, belaar dari profesi kesehatan lain, dan mempelaari peran
masing-masing profesi kesehatan lain untuk meningkatkan kemmapuan kolaborasi dan
kualitas pelayanan kesehatan.

IPE (Interprofessional Education) adalah metode pembelajaran yang interaktif,


berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana belajar berkolaborasi
untuk mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga untuk menyampaikan pemahaman
mengenai interpersonal, kelompok, organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai proses
professionalisasi (Royal Collage of Nursing, 2006).

IPE (Interprofessional Education) merupakan suatu proses dimana sekelompok


mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar belakang profesi
melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, berinteraksi sebagai tujuan yang
utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
jenis pelayanan kesehatan yang lain (WHO, 1988).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Broers (2009) praktek kolaborasi antar
profesi didefinisikan sebagai beragam profesi yang bekerjasama sebagai suatu tim yang
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesehatan pasien dengan saling mengerti batasan yang
ada pada masing-masing profesi kesehatan.

2. IPC (Interprofessional Collaboration)

IPC (Interprofessional Collaboration) adalah proses dalam mengembangkan dan


mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien, klien, keluarga
serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan.

IPC (Interprofessional Collaboration) adalah kerja sama dengan satu atau lebih anggota
tim kesehatan untuk mencapai tujuan umum dimana masing – masing anggota memberikan
kontribusi yang unik sesuai dengan batasannya masing –masing.

B. Hubungan IPE dan IPC

Pelaksanaan ipc pada praktik nyata terhadap pasien dipengaruhi oleh interprofesional
education. Hal tersebut dikarenakan IPE menyiapkan mahasiswa kesehatan atau calon tenaga
kesehatan untuk bisa lebih memahami peran masing-masing profesi dan meningkat kesiapan
mereka untuk berkolaborasi dalam memberikan pelayanan kesehatan (soubra, badr, zahran, dan
aboul-south,2017). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
liaw, siau, zhou, dan lau (2014) yang menyatakan bahwa IPE dapat meningkatakan kolaborasi
antar tenaga kesehatan.

Pendidikan interperofesional diterima dengan baik oleh mahasiswa pendidikan kesehatan.


Menurut hammick (2007), dalam buku a bes evidence sitematik review of interprofesional
education mengatakan bahwa pelaksanaan IPE dalam proses pendidikan dapat ditingkatkan
pengetauan dan keterampilan, hal tersebut diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan
oleh vallath (2015), bahwa persepsi yang baik terhdap IPE dapat meningkatkan kerja sama
antar tim dalam memberikan pelayanan dan kepuasan kepada pasien.

Hasil survey institusi dari 42 negara menyatakan sudah melakukan strategi interprofesional
education (IPE) dan memberikan dampak positif bagi sistem kolaborasi antar profesi dalam
dunia kesehatan serta dapat meningkatkan perawatan da kepuasan pasien, bukan hanya bagi
Negara terkait tetapi juga bila digunakan di Negara-negara lain (WHO,2010). Di Indonesia
sendiri IPE juga dikenal, ini terbukti dari keterlibatan Indonesia sebagai partner dalam kobe
university interprofesional education for colaborating working centre (QPEC) (hteq project,
2011)

C. Perbedaan IPE dan IPC

IPE (Interprofessional Education) adalah proses pembelajaran dari berbagai professi


kesehatan untuk melakukan pembelajaran dipriode tertentu ,sedangkan IPC (Interprofessional
Colaboration) adalah bentuk kerja sama (nyata) dari pembelajaran yang telah di lalui di IPE.

D. Tujuan dan Manfaat IPE dan IPC

Tujuan dari praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan berbagai profesi dalam
pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan memberikan pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara efektif (Sargeant, 2009). Implementasi
IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan
kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa
berada dilapangan diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peingkatan
kualitas pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Buring et al, 2009).

World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak
dari penerapan praktik kolaborasi dalam dunia kesehatan menunjukkan hasil bahwa praktik
kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauna serta koordinasi layanan kesehatan,
penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis,
dan pelayanann serta keselamatan pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktik kolaborasi
dapat menurunkan komplikasi yzng di alami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan
konflik di antarapemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan
rata-rata jumlah kematian pasien.

Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian
menentukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam
rangka penyelesaian masalah attau untuk peningkatan kualitas kesehatan (Thistlewaite dan
Moran, 2010).

Pendekatan kolaboratif terhadap perawatan kesehatan idealnya bermanfaat bagi klien,


professional, dan sistem pemberian perawatan kesehatan. Perawatan menjadi berpusat kepada
klien dan, yang paling penting, diarahkan pada klien. Klien menjadi konsumen yang mendapat
informasi dan secara aktif berpartisipasi dengan tim keperawatan kesehatan dalam proses
pengambilan keputusan. Saat klien diberdayakan untuk berpartisipasi secara aktif dan
professional saling berbagai penetapan tujuan dengan klien, setiap orang, termasuk organisasi
dan sistem perawatan kesehatan, pada akhirnya mendapat manfaat. Saat kulaitas membaik,
kebutuhan terhadap program terapeutik meningkat, lama rawat menurun, dan biaya
keseluruhan untuk sistem menurun. Ketika interdependensi professional terjadi, hubungan
kolegial muncul, dan kepuasan keseluruhan meningkat. Lingkungan kerja menjadi lebih
suportif dan mengakui kontribusi tiap anggota tim. “Karena otoritas ini dibagi, upaya ini
menghasilkan perawatan yang lebih terintegrasi dan leih komprehensif, serta pembagian
kontrol biaya dan liabilitas.” (Micolo dan Spanier, 1993, hlm. 447).

E. Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi

Adapun kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan untuk berkolaborasi satu sama
lain diantaranya, yaitu :

1. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam, kolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan
pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah yang muncul dalam
kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasoi efektif yang dapat dimengerti
oleh semua anggota professional.
Kolaborasi untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan keterampilan
komunikasi yang efektif. Pada awalnya tim perawatan kesehatan perlu mendefinisikan
kolaborasi secara jelas, menetapkan tujuan dan sasaran, dan menentukan harapan peran.
Komunikasi efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang terlibat berkomitmen
untuk saling memahami peran profesionalnya dan saling mengahargai sebagai individu.
Selain itu, mereka harus sensitif terhadap perbedaan antara gaya komunikasi. Daripada
memfokuskan pada perbedaan, masing masing kelompok profesional perlu memusatkan
tujuan umum mereka: kebutuhan klien.
Gaya komunikasi sangatlah penting agar kolaborasi dapat berhasil. Teori Norton
mengenai gaya komunikator (1983) mendefinisikan gaya sebagai cara seseorang
berkomunikasi dan mencakup cara bagaimana seseorang berinteraksi. Dengan demikian,
apa yang dikatakan dan bagaimana hal tersebut dikatakan keduanya penting. Teori ini
menguraikan sembilan gaya komunikator khusus yang umum digunakan dan memengaruhi
sifat hubungan antara komunikasi. Tiga dari gaya komunikator ini (dominan, suka
berdebat, dan penuh perhatian) telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai gaya
kolaborasi karena gaya komunikator berhubungan dengan tingkat kolaborasi dan
peningkatan kualitas perawatan (Van Ess Coeling dan Cukr, 2000). Menggunakan gaya
penuh perhatian dan menghindari gaya suka berdebat dan gaya dominan membuat
perbedaan yang signifikan dalam kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif, dan
kepuasan perawat. Peneliti menyatakan bahwa gaya penuh perhatian dapat diajarkan
melalui modeling perilaku mendengarkan dengan jelas, seperti melakukan kontak mata
ketika berkomunikasi dan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas lain yang
mengganggu komunikasi saat seseorang mencoba untuk berkomunikasi. Umpan balik
verbal dan pengulangan memberikan kesempatan untuk menggambarkan apa yang
dikatakan dan mengoreksi kesalahpahaman. Pengajuan pertanyaan memberikan
kesempatan berbagi kekhawatiran dan memulai suatu dialog. Mengembangkan gaya tidak
suka berdebat berarti mengembangkan penilaian dalam upaya mengenali kapan perlu
menghentikan percakapan dan meminta klarifikasi karena hal tersebut merupakan poin
penting dan kapan lebih baik mengabaikan komentar yang tidak setuju karena hal tersebut
tidak penting untuk tujuan. Mengembangkan gaya nondorninan mencakup perilaku
pengendalian memonopoli percakapan atau berbicara penuh semangat sehingga orang lain
merasa ditekan dan tidak mau berespons. Bermain peran yang diiikuti oleh diskusi dan
modelling peran diidentifikasi sebagai strategi efektif untuk menegembangkan gaya
komunikator yang positif.
2. Respek dan Kepercayaan
Kualitas respek dapat dilihat lebih kea rah harga diri, sedangkan kepercayaan dapat
dilihat dari mata proses dan hasil. Respek dan kepercayaandapat disampaikan secara
verbal dab nonverbal, sertadapat dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan
sehari-hari.
3. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)
Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang , pola hubungan, harga
diri, kepercayaan diri, emosi, serta waktu. Feed back juga dapat bersifat posistif dan
negative.
4. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi
yang efektif. Hal ini unntuk menyatukan data kesehatan pasien secara komprehensif
sehingga menjadi sumber informasi bagoi semua anggota tim professional.
5. Manajemen konflik
Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta fungsinyauntuk
menurunkan konflik. Selainitu, setiap anggota profesi juga harus melakukann aklarifikasi
persepsi dan aharapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih
peran, serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawab.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa criteria, yaitu adanya saling
percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima keilmuan masing-masing,
memiliki citra diri positif, memilikikematangan professional yang setara, baik dalam hal
pendidikan maupun pengalaman, mengakui sebagai mitrakerja, serta memeiliki keinginan
untuk bernegosiasi(siegler & whitney, 2000).

F. Praktik kolaborasi
1. Memberikan perawatan yang di arahkan pada klien dan berpusat pada klien dengan
menggunakan kerangka kerja multidisiplin, yang terintegrasi
Dan bersifat partisipasi.
2. Meningkatkan kontinuitas selama kontinum perawatan, sejak prahospitalitas epoisode
akut penyakit sampai pemindahan atau pemulangan dan pemulihan.
3. Meningkatkan kepuasan klien (-klien)dan keluarga terhadap perawatan.
4. Memberikan perawatan yang berkualitas, hemat biaya, dan berbasis penelitian yang
diarahkan pada hasil.
5. Meningkatkan rasa saling menghargai, komunikasi, dan pemahamanantara klien (-
klien) dan anggota tim perawatan kesehatan.
6. Menciptakan sinergi antara klien dan pemberi perawatan, yaitu jumlah usaha mereka
lebih besar dari pada bagian-bagiannya.
7. Memberikan kesemptan untuk membahasa dan memecahkan isu dan masalah
yangberhubungan dengan sistem.
8. Membina hubungan interdependen dan pemahaaman di kalangan pemberi perawatan
dan klien.

Praktik kolaboratif dapat mencakup interaksi perawat-dokter dalam praktik bersama,


kolaborasi perawat-dokter dalam pemberian perawatan, atau tim antar disiplin atau komite.

Tim praktik kolaboratif antardisiplin dapat terdiri atas unit tunggal atau sekelompok unit
dengan populasi klien yang sama. Sebagian besar komite terdiri dari dokter, perawat, pekerja
sosial, apoteker, dan profesional perawatan kesehatan lain (Velianoff, Neely, dan Hall, 1993).
Tim multidisiplin semacam ini membahas pedoman praktik klinis dan isu klinis untuk
memastikan hasil Yang hemat biaya dan berkualitas. Komite Seperti ini dapat memberikan
landasan untuk penetapan tatanan praktik kolaboratif yang sebenarnya.

Model Praktik Kolaborasi


1. Model praktik kolaborasi, Tipe 1
DOKTER

REGISTERED PEMBERI
NURSE PELAYANAN LAIN

PASIEN

Model praktik kolaborasi tipe 1 ini menekankan pada komunikasi dua arah, tapi menempatkan
dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan pasien.
2. Model praktik kolaborasi, Tipe 2

DOKTER REGISTERED
NURSE
PASIEN

PEMBERI
LAYANAN
LAIN

Gambar di atas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II di mana model ini lebiih berpusat
pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling bekerjasama, dengan pasien. Model ini
tetap melingkar dengan menekankan kontinuitas, kondisi timbal balik satu sama lain, dan tak
ada satu pemberi pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.

Model praktik kolaborasi

Heart center of excellence di North Broward Hospital mengembangkan model


praktik yang berbasis kolaborasi, pemecahan masalah, dan evaluasi kembali,
Kemampuan berkolaborasi menjadi sangat penting saat perawat menginplementasikan
peran praktik lanjutan; hal tersebut ditetapkan sebagai kompetensi inti untuk perawat praktik
lanjutan. Pendorong kolaborasi ini adalah reformasi perawatan kesehatan, yang menghasilkan
praktik kelompok dan managed care serta sertifikasi dan standard praktik. Kontinum kolaborasi
dimulai dengan komunikasi parallel, dengan cara setiap orang berkomunikasi dengan pelayan
klien secara mandiri dan mengajukan pertanyaan yang sama. Fungsi parallel dapat memiliki
komunikasi yang lebih terkoordinasi, tetapi tiap professional memiliki interfensi terpisah dan
rencana perawatan yang tersendiri. Pertukaran informasi mencakup komunikasi yang
terencana, tetapi pengambilan keputusan bersifat unilateral,

G. Upaya untuk meningkatkan IPE dan IPC


Ada sepuluh pelajaran untuk meningkatkan kolaborasi yang dapat dilakukan dalam praktik
sehari-hari sebagai upaya dalam meningkatkan kolaborasi yaitu,
1. Pelajaran 1

Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul secara
bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan persepsi diri. Diperlukan
untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui odel mental diri sendiri (bias, nilai-
nilai, dan tujuan).

2. Pelajaran 2
Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value dan manage
diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif yang efektif dan hasil.
3. Pelajaran 3
Mengembangakan keterampilan resolusi konflik yang yang konstruktif (Develop
constructive conflict resolution skills). Dalam paradigma kolaboratif, konflik dipandang
alami sebagai sebuah kesempatan untuk memperdalam pemahaman dan kesepakatan.

4. Pelajaran 4
Gunakan kekuatan anda untuk menciptakan situasi ‘menang-menang’ (Use your power
to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan mengakui kekuatan dasar seseorang
adalah bagian dari kolaborasi yang efektif.
5. Pelajaran 5
Menguasi keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal and process
skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang paling sering diidentifikasi
sebagai atribut penting untuk praktik kolaboratif efektif.
6. Pelajaran 6
Menyaari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recogninize that collaboration
is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk kolaborasi efektif
membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik, keunggulan klinik, menghargai
penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses kelompok adalah keterampilan belajar
seumur hidup.
7. Pelajaran 7
Pengaruh semua forum multidisiplin (leverage all multidisciplinary forums). Menjadi
baik hadir secara fisik dan mental dalam tim forum, dapat memberikan kesempatan untuk
menilai bagaimana dan kapan menawarkan komunikasi kolaboratif untuk membangun
kemitraan.
8. Pelajaran 8
Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate that
collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi yang saling
mapan yang bisa terjadi secara spontan jika factor-faktoryang tepat ditempat.
9. Pelajaran 9
Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif (Balance autonomy
and unity in collaborative relationship). Belajar dari kebehasilan dan kegagalan kolaborasi
anda. Menjadi bagian dari sebuah tim yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam
isolasi. Bersedia mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan
dinamis.

10. Pelajaran 10
Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan (Remember that
collaboration is not required for all decision). Kolaborasi bukanlah obat mujarab, yang
diperlukan dalam segala situasi(Gardner, 2005).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika, Etiket Dan Moral


1. Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” menurut Araskar David (1978) berarti
“kebiasaan”, “model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu
tindakan. Sedangkan dalam bentuk jamak (ta etha) berarti adat kebiasaan; dengan kata lain
etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Menurut Kamus Webster, Etika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan
buruk secara moral. Penggunaan istilah etika dewasa ini banyak diartikan sebagai“motif atau
dorongan” yang mempengaruhi suatu perilaku manusia (Suhaemi, 2003 ).

Potter dan Perry (1997) menyatakan bahwa etika merupakan terminologi dengan
berbagai makna, etika berhubungan dengan bagaimana seseorang harus bertindak dan
bagaimana mereka melakukan hubungan dengan orang lain. Menurut Ismani (2001) Etika
adalah : Ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup
didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan dan prinsip – prinsip yang menentukan
tingkah laku yang benar yaitu baik dan buruk serta kewajiban dan tanggung jawab.

Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang adat
istiadat, kebiasaan yang baik dan buruk secara moral serta motif atau dorongan yang
mempengaruhi perilaku manusia dalam berhubungan dengan orang lain yang berdasarkan pada
aturan-aturan serta prinsip yang mengandung tanggung jawab moral. Etika berhubungan
dengan hal yang baik dan tidak baik ,peraturan untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai
prinsip benar atau salah, prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral.

Filosofi etika adalah refleksi analisis dan evaluasi dari kebaikan dan keburukan dari
tingkah laku manusia. Ahli Filosofi menerjemahkan etika sebagai suatu studi formal tentang
moral. Etika disebut juga filsafat moral yang merupakan cabang filsafat yang berbicara tentang
tindakan manusia.Etika sendiri diartikan sebagai filosofi moral, yaitu ilmu yang menilai
tentang suatu hubungan yang berarti untuk suatu tujuan manusia; hal ini akan melibatkan
konflik, pilihan dan suara hati.Etika lebih menekankan pada bagaimana manusia harus
bertindak dan bukan pada keadaan manusia. Tindakan manusia itu ditentukan oleh bermacam-
macam norma, diantaranya norma hukum, norma moral, norma agama dan norma sopan
santun. Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan, norma agama berasal dari
agama, norma moral berasal dari suara hati dan norma sopan santun berasal dari kehidupan
sehari-hari (Hasyim, dkk, 2012).
Di era globalisasi saat ini, peranan etika sangatlah penting. Faktor teknologi yang
meningkat, ilmu pengetahuan yang berkembang (pemakaian mesin dan teknik memperpanjang
usia, legalisasi abortus, pencangkokan organ manusia, pengetahuan biologi dan genetika,
penelitian yang menggunakan subjek manusia) ini memerlukan pertimbangan yang
menyangkut nilai, hak-hak manusia, dan tanggung jawab profesi. Organisasi profesi diharapkan
mampu memelihara, menghargai, mengamalkan, mengembangkan nilai tersebut melalui kode
etik yang disusunnya (Suhaemi, 2004).

Macam-macam etika:

 Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional
sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.

 Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal
yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika normatif
juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan
yang akan dilakukan.

2. Etiket

Istilah lain yang paling sering rancu digunakan sehubungan dengan etika adalah Etiket.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mencatat dua pengertian tentang Etiket : 1) Etiket adalah
secarik kertas yang bertuliskan nama, dan sebagainya yang diletakan pada kotak; 2) Etiket
adalah aturan sopan-santun pergaulan. Jadi dari pemahaman yang didasarkan pada kamus besar
bahasa indonesia di ata, etiket merupakan suatu hal penting didalam pergaulan masyarakat
yang bertingkat-tingkat (mempunyai suatu hirarkhi).

Istilah Etiket berasal dari perkataan Perancis ”Etiquette” yang berarti surat undangan
dan tata aturan yang tertulis pada kertas undangan. Etiket berarti pula nama yang diletakkan
pada botol atau kotak. Etiket sinonim dengan perkataan Tata Krama, Tata sopan santun,
peraturn sopan santun dan tata cara tingkah laku yang baik dan menyenangkan. Tata aturan
sopan santun ini disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi nora anutan dalam bertingkah
laku diantara anggota masyarakat tertentu. Pemahaman tentang Etika dan Etiket sering kali
dicampur adukkan, padahal dua kata ini memiliki perbedaan yang sangat hakiki. Tetapi
sekalipun ada perbedaannya, dua istilah ini memiliki persamaan. Persamaan antara Etiket dan
etika antara lain: 1) Etiket dan Etika menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah ini hanya
digunakan untuk manusia, tidak bisa digunakan untuk hewan dan tumbuhan; 2) Etiket maupun
Etika mengatur perilaku manusia secara normatif. Artinya Etiket dan Etika memberi norma
bagi perilkau manusia dengan demikian menyatakan apa yang harus atau tidak boleh
dilakukan. Berdasarkan pemahaman ini, Etiket dan Etika selalu menyangkut perilaku manusia
dan digunakan untuk mengatur perilaku manusia yang bersifat normatif.

Sekalipun Etiket dan Etika sama-sama menyangkut perilaku manusia, tetapi antara
Etiket dan Etika terdapat perbedaan yang sangat hakiki. Perbedaan antara Etiket dan etika itu
sebagai berikut:

a. Etiket :

1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Etiket dianggap
sebagai salah satu cara yang tepat atau cara yang diharapkan dalam suatu
komunitas atau kalangan tertentu. Misalnya; ketika kita ingin menyerahkan suatu
barang ke orang lain, maka etiket yang benar adalah menyerahkannya dengan
menggunakan tangan kanan;

2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Dengan kata lain, bila tidak ada yang hadir
atau saksi mata, maka etiket tidak berlaku;

3) Etiket bersifat relatif. Apa yang dianggap baik di suatu tempat belum tentu baik di
tempat lain. Misalnya; bersendawa setelah makan di Bali merupakan satu bentuk
penghormatan karena menunjukkan satu bentuk kepuasan. Sedangkan bersendawa
di Solo setelah makan dianggap sebagai suatu penghinaan;

4) Etika berbicara tentang etiket, kita melihat manusia dari segi lahiriahnya saja atau
dari luarnya saja. Ibaratnya, ketika kita menerima sebuah kado, kita hanya melihat
bungkusan luarnya saja yang indah, padahal belum tentu isinya seindah
bungkusnya.
b. Etika :

1) Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, tetapi etika memberi
norma tentang perbuatan itu sendiri. Apakah perbuatan itu boleh atau tidak.
Misalnya; ketika kita mengambil barang milik orang lain, itu merupakan satu
perbuatan yang tidak perbolehkan. ”Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika
yang diterapkan dalam kehidupan suatu masyarakat;

2) Etika selalu berlaku baik ada saksi maupun tidak. Sekalipun tidak ada orang yang
melihatnya, etika tetap berlaku diterapkan;

3) Etika bersifat absolut. Misalnya; jangan membunuh, jangan mencuri, merupakan


suatu aturan yang berlaku dimanapun dan bagi siapapun. Contoh di atas merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak dapat ditawar-tawar lagi;

4) Ketika berbicara tentang etika, maka yang kita bicarakan adalah apa yang ada di
dalam diri manusia itu bukan apa yang ada di luar diri manusia (Bertens, 1993 :
10).

3. Moral

Moral berasal dari bahasa Latin, yaitu Mores. Mores bermakna kebiasaan (LaPorte
Matzo & Sherman, 2006) dan mempunyai makna baik atau buruk praktik perilaku manusia
(Thompson, Melia & Boyd, 1998). Mores mengandung makna sikap, kewajiban, akhlak, budi
pekerti dan semangat (Kamus Bahasa Indonesia online, 2015). Terkait dengan kewajiban, maka
kata moral lebih dekat maknanya dengan aturan-aturan, undang-undang ataupun disiplin. Jadi
walau kata etik dan moral mempunyai pemahaman yang sama, namun secara praktik kedua
kata ini mempunyai makna berbeda.

a. Moral dan Agama

Moral memiliki hubungan yang erat dengan agama. Etik selalu merujuk pada standar
moral, terutama yang terkait dengan kelompok profesi, misalnya perawat. Sebagai profesi yang
bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan, perawat sering dihadapkan pada berbagai
pengambilan keputusan etik, oleh karena itu perawat harus dapat memahami cara pengambilan
keputusan yang baik. Perawat harus mengembangkan keterampilan untuk melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai perantara moral dan sebagai partisipan dalam pengambilan keputusan
yang terkait dengan etik. Moralitas berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam sikap
dan muncul dari hati yang memperlihatkan pentingnyanilai dan norma. Agama menjadi
motivasi terpenting dan terkuat bagi perilaku moral. Setiap agama mengandung suatu ajaran
moral yang menjadi pegangan bagi para penganutnya dalam bertingkah laku. Dengan
demikian, moral dan agama seharusnya menjadi dua variabel yang berbanding lurus karena
orang yang menjalankan ajaran agamanya dengan baik tentunya berperilaku moral yang baik
pula. Tetapi dalam realitanya, di zaman modern ini sering kali moral dan agama menjadi dua
variabel yang berbanding terbalik.

b. Moral dan Hukum

Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak bermakna kalau tidak dijiwai moralitas.
Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu
moralnya. Karena itu, hukum selalu harus diukur dengan norma moral. Di sisi lain, moral juga
membutuhkan hukum. Moral akan mengawang awang saja, kalau tidak diungkapkan dan
dilembagakan dalam masyarakat, seperti terjadi dengan hukum. Sekalipun ada hubungan yang
erat antara moral dan hukum, namun perlu diingat bahwa moral dan hukum tidak sama.
Marilah kita lihat bersama perbedaan tersebut.

Perbedaan Moral dan Hukum


Moral Hukum
Subjektif dan akibatnya lebih banyak Ditulis sistematis, relatif pasti dan
diganggu oleh diskusi-diskusi yang obyektif. Contoh: KUHAP
mencari kejelasan tentang apa yang
dianggap etis atau tidak. Contoh:
perdebatan tentang cara duduk wanita
saat dibonceng naik motor
Mengatur perilaku batiniah misalnya Mengatur perilaku lahiriah misalnya
menyontek, membicarakan kejelekan perbuatan mencuri, memperkosa,
orang (gosip), meminjam uang tapi membunuh
tidak dikembalikan
Sanksi cenderung tidak memaksa. Sanksinya memaksa. Contoh: pelaku
Misalnya:kita hanya bisa melarang korupsi pasti akan dituntut hukuman
teman kita berhenti bergosip tetapi pidana penjara
tidak bisa memaksa mereka untuk
berhenti bergosip
Didasarkan pada norma moral yang Didasarkan pada kehendak
melebihi individu/masyarakat/negara. masyarakat/negara. Misalnya Orang
Misalnya: orang yang ketahuan yang melakukan korupsi pasti akan
melakukan perselingkuhan tentunya dihukum berat sesuai dengan KUHAP.
akan mendapat malu dan dijauhi oleh
masyarakat

B. Prinsip Etika Dan Moral Keperawatan

Masing-masing profesi mempunyai dasar pemikiran tentang etik yang berbeda. Hal ini
disebabkan oleh bentuk intervensi profesinya berbeda. Profesi keperawatan bentuk
intervensinya adalah care atau peduli. Dengan demikian segala prinsip-prinsip etik yang
digunakan oleh profesi keperawatan adalah dalam rangka memenuhi kepedulian.

Dalam konteks kepedulian subjek yang berinteraksi diwujudkan dalam bentuk relasi.
Relasi ini terjadi antara perawat dengan pasien, perawat dengan perawat, perawat dengan
organisasi tempat ia bekerja dan perawat dengan masyarakat luas. Bila antara subjek yang
berelasi saling menghargai dan tidak ada yang mendominasi, maka akan tercapai kebahagiaan.
Namun bila ada subjek yang mendominasi, maka akan terjadi masalah etik yang berarti syarat-
syarat untuk menjadi peduli tidak lagi dipenuhi.

Peduli pada profesi keperawatan ditunjang oleh 4 (empat) unsur utama, yaitu respect to
others, compassion, advocacy dan intimacy. Respect to others bertujuan untuk menghargai
subjek yang berrelasi. Subjek yang berrelasi adalah perawat dengan pasien, atau antar subjek
lainnya. Seperti apa contoh respect to patients dalam hal ini? Yaitu perawat setiap memulai
tugasnya hendaklah mengenalkan diri pada pasien. Apabila pasien sudah kenal dengan perawat,
maka perawat hendaklah menyampaikan bahwa ia yang akan merawat pasien pada jam
kerjanya itu. Demikian juga saat jam kerja berakhir, perawat berpamitan pada pasien. Inilah
contoh nyata bagaimana sikap perawat menghargai pasien.

Unsur utama yang kedua adalah compassion. Compassion secara sederhana dapat
diartikan sebagai rasa iba. Rasa iba ini juga dapat diartikan sebagai rasa sayang pada pasien.
Rasa sayang ini dapat dipelajari dengan cara melihat wajah pasien. Pada wajah pasien
tergambarkan penderitaan akibat sakit yang dialami. Wajah akan memberikan kenyataan yang
sesungguhnya. Dengan demikian, kenalilah wajah pasien. Dari wajah ini akan menimbulkan
belas kasih dari yang melihatnya.
Yang ketiga dari empat unsur utama adalah advocay. Advocacy berarti melindungi.
Melindungi pasien supaya selamat selama berada dalam asuhan keperawatan pasien. Advocacy
dapat dilakukan dengan cara menjamin intervensi yang diberikan perawat agar selalu aman.
Hal ini dapat diperoleh bila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. Bila perawat tidak memiliki kompetensi, maka ia tidak layak
diberi penugasan untuk intervensi tersebut.

Unsur keempat adalah intimacy. Intimacy adalah kedekatan, perawat terhadap pasien
sangat dekat sekali. Dari mulai pasien kontak dengan perawat, pasien akan selalu berada
dibawah pengawasan perawat. Pengawasan ini baru berakhir bila pasien meninggal dunia.
Sedemikian dekatnya, sehingga dekat ini digambarkan sebagai ibu dekat dengan anaknya.
Keempat unsur inilah diturunkan kode etik keperawatan.

Selain itu, moral juga mempunyai peran yang penting dalam menentukan perilaku yang
etis dan dalam pemecahan masalah etik. Prinsip moral merupakan standar umum dalam
melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk
menilai secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diijinkan dalam suatu
keadaan. Prinsip moral yang sering digunakan dalam keperawatan yaitu:

1. Prinsip Otonomi (Autonomy)

Prinsip ini menjelaskan bahwa klien diberi kebebasan untuk menentukan sendiri atau
mengatur diri sendiri sesuai dengan hakikat manusia yang mempunyai harga diri dan
martabat. Contoh kasusnya adalah: Klien berhak menolak tindakan invasif yang
dilakukan oleh perawat. Perawat tidak boleh memaksakan kehendak untuk
melakukannya atas pertimbangan bahwa klien memiliki hak otonomi dan otoritas bagi
dirinya. Perawat berkewajiban untuk memberikan penjelasan yang sejelas-sejelasnya
bagi klien dalam berbagai rencana tindakan dari segi manfaat tindakan, urgensi dsb
sehingga diharapkan klien dapat mengambil keputusan bagi dirinya setelah
mempertimbangkan atas dasar kesadaran dan pemahaman.

2. Prinsip Kebaikan (Beneficience)

Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat melakukan yang terbaik bagi klien, tidak
merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien. Kasus yang berhubungan dengan hal
ini seperti klien yang mengalami kelemahan fisik secara umum tidak boleh dipaksakan
untuk berjalan ke ruang pemeriksaan. Sebaiknya klien didorong menggunakan kursi
roda.

3. Prinsip Keadilan (Justice)

Prinsip ini menjelaskan bahwa perawat berlaku adil pada setiap klien sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya pada saat perawat dihadapkan pada pasien total care, maka
perawat harus memandikan dengan prosedur yang sama tanpa membeda-bedakan klien.
Tetapi ketika pasien tersebut sudah mampu mandi sendiri maka perawat tidak perlu
memandikannya lagi.

4. Prinsip Kejujuran (Veracity)

Prinsip ini menekankan bahwa perawat harus mengatakan yang sebenarnya dan tidak
membohongi klien. Kebenaran merupakan dasar dalam membina hubungan saling
percaya. Kasus yang berhubungan dengan prinsip ini seperti klien yang
menderitaHIV/AIDS menanyakan tentang diagnosa penyakitnya. Perawat perlu
memberitahukan apa adanya meskipun perawat tetap mempertimbangkan kondisi
kesiapan mental klien untuk diberitahukan diagnosanya.

5. Prinsip mencegah pembunuhan (Avoiding Killing)

Perawat menghargai kehidupan manusia dengan tidak membunuh. Sumber


pertimbangan adalah moral agama/kepercayaan dan kultur/norma-norma tertentu.
Contoh kasus yang dihadapi perawat seperti ketika seorang suami menginginkan
tindakan euthanasia bagi istrinya atas pertimbangan ketiadaan biaya sementara istrinya
diyakininya tidak mungkin sembuh, perawat perlu mempertimbangkan untuk tidak
melakukan tindakan euthanasia atas pertimbangan kultur/norma bangsa Indonesia yang
agamais dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, selain dasar UU RI memang belum ada
tentang legalitas tindakan euthanasia.

6. Prinsip Kesetiaan (Fidelity)

Prinsip ini menekankan pada kesetiaan perawat pada komitmennya, menepati janji,
menyimpan rahasia, caring terhadap klien/keluarga. Kasus yang sering dihadapi
misalnya perawat telah menyepakati bersama klien untuk mendampingi klien pada saat
tindakan PA maka perawat harus siap untuk memenuhinya.

7. Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality)

Prinsip ini bertujuan agar penjelasan yang diberikan secara jujur hanya boleh diberikan
kepada pasien, yang berarti tidak boleh diberitakan pada orang lain. Privacy dan
confidentiality mempunyai makna yang hampir sama, yaitu tidak memberikan
kesempatan orang lain mengetahui tentang keadaan pasien.

8. Prinsip Tidak Merugikan (Non- Maleficence)

Non-maleficence adalah kegiatan yang tidak mencelakakan pasien dan dikenal dengan
do no harm.

9. Privacy

Maksudnya adalah, selain diri pasien tidak ada yang boleh mengakses informasi tentang
diri pasien. Privacy ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan oleh perawat
pada pasien. Perlindungan berlaku saat pasien masih sadar sampai meninggal atau tidak
sadar.

Inilah prinsip yang harus selalu diingat oleh perawat dalam mengemban tugasnya.
Gagal memenuhi prinsip-prinsip ini memberi dampak akan menurunnya tingkat kepercayaan
pada profesi perawat. Sedangkan profesi perawat ini merupakan profesi yang mulia yang
berarti tingkat kepercayaan masyarakat padanya sangat tinggi.

Agar prinsip-prinsip etik keperawatan dapat dilaksanakan, maka diperlukan suatu


karakter yang baik. Karakter yang baik ini menurut Florence Nightingale bila perawat
mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pasien. Florence Nightingale meletakkan dasar- dasar
agar perawat menjunjung tinggi harkatnya dalam berelasi dengan pasien.

Karakter perawat yang baik juga dapat dirujuk kepada teori Carol Gilligan yaitu Truth.
Truth merupakan suatu karakter yang terpuji, dimana perawat bertanggung jawab penuh
terhadap intervensi keperawatan yang diberikan. Perawat akan melihat kepentingan pasien dan
bagaimana kepentingan ini dapat dipenuhi. Bila prinsip-prinsip etik ini dapat dipenuhi maka
pasien merasa aman ditangan perawat dan perawat menunjukkan profesi muliannya pada
pasien dan masyarakat. Inilah nilai tertinggi suatu profesi keperawatan.

Bila nilai-nilai ini tidak diterapkan akan terjadi suatu ketidakpatutan. Ketidakpatutan ini
karena berada diranah etik yang membahas tentang baik dan buruk bukan salah atau benar,
maka tidak dapat dikategorikan sebagai suatu kesalahan. Oleh karena itu tidak dapat dijamah
oleh ranah hukum, sehingga tidak bisa dibawa kepengadilan. Akan halnya perawat bila tidak
dapat menerapkan kaidah-kaidah ini, hanya bisa dikucilkan oleh teman-teman profesinya.
Walau tidak dapat dijamah oleh hukum, ada suatu keadaan yang memasuki ranah moral, yaitu
ranah benar atau salah yang lebih disebut sebagai ranah Moral. Sebelum masuk keranah etik,
ranah moral ini dilalui terlebih dahulu.

Tahapan yang paling tinggi yang dapat perawat lakukan adalah melakukan asuhan
keperawatan dengan berpijak pada tahap Social Contract and Individual Rights. Maksudnya,
pada tahap ini profesi keperawatan sudah tertata dengan baik. Semua aturan sudah dipahami
dan dipatuhi untuk dilaksanakan. Tidak ada yang perlu dikeluh kesahkan. Semua intervensi
ditujukan untuk kesejahteraan pasien berdasarkan kontrak-kontrak sosial yang sudah diakui
secara hukum.

Bila Social Contract and Individual Rights belum tercapai, maka perawat dapat
mematuhi aturan dengan melihat pada Obedience and Punishment Orientation dan pada
Maintaining the Social Order. Pada Obedience and Punishment Orientation perawat
dihadapkan pada dua pilihan, yaitu mematuhi aturan atau dihukum. Maksudnya, perawat patuh
pada aturan, standard atau disiplin yang dibuat. Bila tidak dilakukan atau tidak patuh maka
perawat akan dihadapkan pada suatu proses peradilan. Maksudnya peradilan adalah istilah yang
dikembangkan dimana tidak adil pada pasien dengan arti kata tidak memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan aturan. Lebih lanjut perawat akan memasuki ranah peradilan atau
menjalani proses penyelidikan. Namun bila perawat patuh akan proses intervensi keperawatan,
maka perawat akan terhindar dari proses per-adilan ini.

Tahapan yang perlu dijalani oleh perawat yang lainnya adalah Maintaining the Social
Order. Pada tahap ini perawat menjalankan asuhan keperawatan dengan baik, agar profesi
perawat dapat dipertahankan kemuliaannya dimata masyarakat. Bila tahap ini sudah dapat
dijalankan, maka kemuliaan profesi perawat dihadirkan kepada masyarakat. Masih ada tahapan
moral lainnya lagi, tapi dalam tulisan ini tidak dikembangkan lebih lanjut. Perawat perlu
memahami tahapan-tahapan ini agar pasien memperoleh asuhan keperawatan yang benar dan
perawat dapat menghindai dirinya dari masalah peradilan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata etik dan moral mempunyai arti yang
berdekatan, pada institusi rumah sakit badan yang mengurus etik dan moral pada umumnya
menjadi satu. Menjadi satu memungkinkan untuk memudahkan penyelesaian masalah, namun
disisi lain terjadi suatu percampuran antara masalah etik dan moral dengan kata lain terjadi
kerancuan apakah yang terjadi masalah etik ataukah masalah moral. Sebagai akibatnya kurang
mampu melihat secara tegas apakah yang dihadapi masalah etik atau masalah moral.

C. Tujuan Dan Fungsi Etika Keperawatan

1. Tujuan Etika Keperawatan

Etika keperawatan memiliki tujuan khusus bagi setiap orang yang berprofesi sebagai
perawat, tak terkecuali juga bagi seluruh orang yang menikmati layanan keperawatan. Tujuan
dari etika keperawatan pada dasarnya adalah agar para perawat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dapat menghargai dan menghormati martabat manusia. Secara umum tujuan etika
keperawatan yaitu menciptakan dan mempertahankan kepercayaan antara perawat dan klien,
perawat dengan perawat, perawat dengan profesi lain, juga antara perawat dengan masyarakat.

Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika keperawatan


adalah mampu :

a. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktikkeperawatan.

b. Membentuk strategi/cara menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik


keperawatan.

c. Menghubungkan prinsip-prinsip moral yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan


pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan kepada Tuhan, sesuai dengan
kepercayaannya.

Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan dan mempertimbangkan


peran prinsip moralitas, yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang dihubungkan dengan
ajaran agama dan perintah Tuhan dalam:

a. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat.
b. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan (hal yang
dianggap benar).

Menurut Veatch, yang mengambil keputusan tentang etika profesi keperawatan adalah
perawat sendiri, tenaga kesehatan lainnya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan
keperawatan ialah masyarakat/ orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai
dengan tuntutan masyarakat.

Menurut National League for Nursing (NLN): Pusat Pendidikan keperawatanmilik


Perhimpunan Perawat Amerika, pendidikan etika keperawatan bertujuan:

a. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antar profesikesehatan dan


mengerti tentang peran dan fungsi masing-masing anggota tim tersebut.

b. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang berkenaan denganmoralitas,


keputusan tentang baik dan buruk yang akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
sesuai dengan kepercayaannya.Mengembangkan sikap pribadi dan sikap profesional
peserta didik.

c. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu dan prinsip-prinsip
etika keperawatan dalam praktik dan dalam situasi nyata.

2. Fungsi Etika Keperawatan

Etika keperawatan juga memiliki fungsi penting bagi perawat dan seluruh individu yang
menikmati pelayanan keperawatan. Fungsi-fungsi tersebut adalah:

a. Menunjukkan sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab dalam mengelola asuhan


keperawatan.

b. Mendorong para perawat di seluruh Indonesia agar dapat berperan serta dalam kegiatan
penelitian dalam bidang keperawatan dan menggunakan hasil penelitian serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan mutu dan
jangkauan pelayanan atau asuhan keperawatan.

c. Mendorong para perawat agar dapat berperan serta secara aktif dalam mendidik dan
melatih pasien dalam kemandirian untuk hidup sehat, tidak hanya di rumah sakit tetapi
di luar rumah sakit.
d. Mendorong para perawat agar bisa mengembangkan diri secara terus menerus untuk
meningkatkan kemampuan profesional, integritas dan loyalitasnya bagi masyarakat
luas.

e. Mendorong para perawat agar dapat memelihara dan mengembangkan kepribadian serta
sikap yang sesuai dengan etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya.

f. Mendorong para perawat menjadi anggota masyarakat yang responsif, produktif,


terbuka untuk menerima perubahan serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan
perannya.

D. Contoh Aplikasi Prinsip Etika Dan Moral dalam Praktik Keperawatan

1. Perawat dan Klien


a. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat
manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,
kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut
serta kedudukan sosial.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat wajib memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya.
2) Perawat wajib menjelaskan setiap intervensi keperawatanyang dilakukan pada klien
dan keluarga.
3) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dilarang/tidak mencela adat
kebiasaan dan keadaan khusus klien.
4) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dilarang/tidak membedakan
pelayanan atas dasar kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran
politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial pada klien.

b. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana


lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan
hidup beragama.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat pada awal bertemu klien, wajib menjelaskan bahwa mereka boleh
menjalankan/diizinkan melaksanakan kegiatan yang terkait dengan budaya, adat dan
agama;
2) Perawat dalam meberikan pelayanan wajib memfasilitasi pelaksanaan nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dan wajib mencari solusi
yang akan berpihak pada klien bila terjadi konflik terkait nilai-nilai budaya, adat
istiadat dan kelangsungan hidup beragama;
3) Perawat wajib membantu klien memenuhi kebutuhan sesuai dengan budaya, adat
istiadat dan agama;
4) Perawat wajib mengikut sertakan klien secara terus menerus pada saat memberikan
asuhan keperawatan.

c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat wajib melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur
operasional (SPO).
2) Perawat wajib melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan kompetensinya.
3) Peawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan sesuai SPO.

d. Perawat wajib merahasikan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas
yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai
dengan ketenuan hokum yang berlaku.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Peawat tidak memberikan informasi tentang klien kepada orang yang tidak
berkepentingan.
2) Perawat mendiskusikan klien di tempat umum.
3) Perawat menjaga kerahasiaan dokumen klien.

2. Perawat dan Praktik


a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui
belajar terus menerus.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat selalu mengikuti kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ilmu dan
keterampilan sesuai dengan kemampuan;
2) Perawat menerapkan dalam praktik sehari-hari ilmu pengetahun dan teknologi
terbaru dalam memberikan pelayanan;
3) Perawat harus mempublikasikan ilmu dan keterampilan yang dimiliki baik dalam
bentuk hasil penelitian maupun presentasi kasus diantaranya journal reading,
laporan kasus, dan summary report.
4) Perawat melakukan evaluasi diri terhadap pencapaian hasil asuhan keperawatan.

b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai


kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan peningkatan dan
penjaminan mutu antara lain: GKM (Gugus Kendali Mutu), diskusi kasus, dan
seterusnya;
2) Perawat selalu melakukan evaluasi terhadap perawat lain yang menjadi tanggung
jawabnya dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terbaru;
3) Peawat dalam memberikan asuhan keperawatan wajib mengidentifikasi asuhan
keperawatan yang tidak sesuai dengan standar mutu dan keselamatan pasien;
4) Perawat wajib menyampaikan kepada atasan langsung, apabila menemukan
pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar mutu dan keselamatan pasien
untuk selanjutnya ditindak-lanjuti:
5) Perawat dalam memberikan intervensi keperawatan wajib merujuk pada standar yang
dikeluarkan institusi pelayanan kesehatan;
6) Perawat menggunakn teknologi keperawatan yang telah diuji validitas (kehandalan)
dan reliabilitas (keabsahan) oleh lembaga yang berwenang.

c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkankemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan
konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat selalu menggunakan data akurat dalam mengambil keputusan.
2) Perawat mendelegasikan pekerjaan harus menggunakan komunikasi yang jelas dan
lengkap.
3) Perawat bertanggung jawab dalam pembinaan moral staf.
4) Perawat harus membuat laporan terkait tugas yang dilimpahkan.
5) Perawat harus menjalankan tugas sesuai yang didelegasikan.
6) Perawat memberikan masukan berkaitan dengan kasus yang dikonsulkan sesuai
dengan tingkatan penerima konsul.

d. Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu
menunjkkan perilaku ptofesional.
Perilaku yang dapat diukur:
1) Perawat selalu berpenampilan rapid an wangi
2) Perawat selalu dapat menjawab pertanyaan klien sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang dimiliki.
3) Perawat selalu menepati janji.
4) Perawat selalu ramah.
5) Perawat menggunakan seragam yang bersih dan sesuai dengan norma kesopanan.
6) Perawat berbicara dengan lemah lembut.

3. Perawat dan Masyarakat

Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan


mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat memperlihatkan perilaku hidup sehat di lingkungannya.

b. Perawat melakukan pembimbingan kepada masyarakat untuk hidup sehat dengan


berpartisipasi aktif dalam tindakan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

c. Perawat melaksanakan gerakan masyarakat sehat, seperti perilaku hidup sehat, hand
hygiene, dan lain-lain.

d. Perawat mengajarkan masyarakat tentang bencana.

e. Perawat mengajarkan masyarakat menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan


nyaman.

f. Perawat melakukan penelitian dan menerapkan praktik berbasis bukti dalam


memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

4. Perawat dan Teman Sejawat

a. Perawat senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama perawat maupun dengan
tenaga kesehatan lainnya dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja
maupun dalam mencapai tujuan layanan kesehatan secara menyeluruh.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat melakukan hal hal terkait mengenai profesi secara berkala dengan sejawat.
2) Perawat dalam menyampaikan pendapatnya terhadap sejawat, menggunakan
rujukan yang diakui kebenarannya.
3) Perawat menghargai dan bersikap terbuka terhadap pendapat teman sejawat.
4) Perawat menciptakan lingkungan yang kondusif (keserasian suasana dan
memperhatikan privasi).
5) Perawat menghargai sesama perawat seperti keluarga sendiri

b. Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan


pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis, dan illegal.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat mempraktikan penyelesaian yang terjadi antar sejawat sesuai alur
penyelesaian masalah.
2) Perawat melaporkan sejawat yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
standar, etik, dan tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.
3) Perawat menegur sejawat atas perilaku yang tidak kompeten, tidak etik dan tidak
legal.
4) Perawat membina sejawat agar memelihara tindakan yang kompeten, etis, dan legal.

5. Perawat dan Profesi

a. Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan


pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat menyusun standar yang dibutuhkan profesi di institusi pelayanan dan
pendidikan.
2) Perawat wajib memfasilitasi kebutuhan belajar mahasiswa sebagai calon anggota
profesi.
3) Perawat melakukan sosialisasi ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru dalam
lingkup profesi di institusi pelayanan dan pendidikan.
4) Perawat wajib menjaga nama baik profesi dan simbol-simbol organisasi profesi
termaksud di media social dan lainnya.

b. Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan.


Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat melaksanakan kajian asuhan keperawatan yang diberikan secara terus
menerus dengan bimbingan perawat yang ditunjuk.
2) Perawat menyampaikan hasil kajian asuhan keperawatan dalam forum temu ilmiah
perawar pada institusi terkait.

c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara
kondisi kerja yag kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu
tinggi.
Perilaku yang dapat diukur :
1) Perawat harus aktif memberikan usulan terhadap pihak terkait agar tersedia sarana
prasarana untuk kelancaran asuhan keperawatan.
2) Perawat wajib menyampaikan asuhan keperawatan yang telah dilakukannya pada
setiap serah terima.
3) Perawat penanggung jawab wajib memastikan terlaksananya asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat pelaksana yang ada dibawah tanggung jawabnya.
4) Perawat penanggung jawab wajib menyampaikan perkembangan asuhan
keperawatan kepada penanggung jawab keperawatan yang lebih tinggi secara
berkala.

E. Hak dan Kewajiban Perawat dan Pasien


1. HAK

Hak adalah tuntutan terhadap sesuatu yang seseorang berhak seperti kekuasaan atau hak
istimewa (Fagin, 1975). Hak mungkin merupakan tuntutan sebagaimana mestinya dengan dasar
keadilan, molaritas atau legalitas.

Menurut Badman dan Bandman (1986), ada lima persyaratan yang membantu
menentukan hak, yaitu:

a. Kebebasan untuk menggunakan hak yang dipilih seseorang. Individu tidak


disalahkan atau dihukum untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak tersebut.
b. Individu menpunyai tugas untuk memberi kemudahan kepada orang lain dalam
menggunakan haknya.
c. Hak sesuai dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan, tidak memihak, kejujuran.
d. Hak dapat dilaksanakan.
e. Apabila suatu hak membahayakan dikesampingkan atau ditolak, orang tersebut
diberi kompensasi.

2. Hak dan Kewajiban Perawat

a. Hak perawat

1) Perawat berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanaakn tugas


sesuai dengan profesinya.
2) Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan spesialisis sesuai
dengan latar pendidikannya.
3) Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan serta standard an kode etik profesi.
4) Perawa berhak untuk mendapatkan informasi lebnkap dari klien atau keluarganya
tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan.
5) Prawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya berdasarkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan atau kesehatan secara
terus-menerus.
6) Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh institusi pelayanan
maupun oleh klien.
7) Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang dapat
menimbulkan bahaya baik secara fisik maupun stress emosional.
8) Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan kebijaksanaan
pelayanan kesehatan.
9) Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan
oleh klien dan atau keluarganya serta tenaga kesehatan lainnya.
Hak perawat menurut Claire Fagin (1975)

1) Hak untuk memperoleh martabat dalam rangka mengekspresikan dan meningkatkan


dirinya melalui penggunaan kemampuan khususnya dan latar belakang
pendidikannya
2) Hak untuk memperoleh pengakuan sehubungan dengan kontribusinya melalui
ketetapan yang diberikan lingkungan untuk praktik yang dijalankan, serta imbalan
ekonomi sehubungan dengan profesinya
3) Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang dilakukan
4) Hak untuk berpartisipasi dalam organisai sosial dan politik yang mewakili perawat
dalam meningkatkan asuhan kesehatan.

b. Kewajiban perawat

1) Perawat wajib mematuhi institusi yang bersangkutan


2) Peraat wajib memberikan pelayan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar
profesi dan batas kegunaannya.
3) Perawat wajib menghormati hak klien.
4) Perawat wajib merujukkan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang
mempumyai keahlian atau kemampuan yan lebih baik bila yang bersangkutan tidak
dapat mengatasinya.
5) Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk berhubungan dengan
keluarganya, selama tidak bertentangan dengan peraturan atau standar profesi yang
ada.
6) Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk menjalankan ibadahnya
sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing selama tidak mengganggu
klien yang lainnya.
7) Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan keperawatan
yang diberikan kepada klien dan atau keluarganya sesuai dengan batas
kemampuannya.
8) Perawat wajib mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan atau kesehatan secara terus-menerus.
9) Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan
bersinambungan.
10) Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai
dengan batas kewenangannya.
11) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien, kecuali
jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang.
12) Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah
dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja.
3. Hak dan Kewajiban klien

Kebutuhan untuk hak klien adalah hasil secara luas dari dua keadaan yaitu kerentanan
(vurnerability) klien dari penyakit dan kompleksitas hubungan dalam tatanan asuhan kesehatan.
Ketika sakit, seseorang sering tidak mampu untuk menyatakan hak-haknya sebagaimana bila ia
sakit. Menyatakan hak memerlukan energy dan kesadaran tentang hak seseorang dalam situasi
tersebut. Oleh karenannya seseorang yang lemah atau terikat dengan penyakitnya, mungkin
tidak mampu menyatakan hak-haknya.

Empat hak yang dinyatakan dalam fasilitas asuhan kesehatan (Annas dan Healey,
1974):

a. Hak untuk kebenaran secara menyeluruh.


b. Hak untuk privasi dan martabat pribadi.
c. Hak untuk memlihara penentuan diri dengan berpartisipas dalam keputusan
sehubungan dengan kesehatan seseorang.
d. Hak untuk memperoleh catatan medis, baik selama maupun sesudah dirawat di
rumah sakit.

Kewajiban adalah seperangkat tanggung jawab seseorang untuk melakukan sesuatu


yang memang harus dilakukan agar dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan haknya.
Adapun kewajiban dari seorang pasien yaitu :

a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib
rumah sakit;
b. Pasienberkewajibanuntukmematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam
pengobatannya;
c. Pasien berkewajiban untuk memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat;
d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas
jasa pelayanan rumah sakit/dokter;
e. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk memenuhi hal-hal yang telah
disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

4. Pernyataan hak pasien/klien

Uraian pernyataan hak pasien (a patients bill of bringht) adalah sebagai berikut.

a. Klien mempunyai hak untuk mempertimbangkan dan menghargai asuhan.


b. Klien mempunyai hak untuk memperoleh informasi terbaru dan lengkap dari dokter
mengenai diagnosis, pengobatan, danprognosisnya. Artinya, klien layak dianggap
memahami hal tersebut. Apabila secara medis tidak dianjurkan untuk memberikan
informasi tertentu kepada klien, informasi tersebut harus dibuat untuk orang yang
tepat yang mewakilinya, dan mempunyai hak untuk mengetahui nama dokter yang
berlanggsung jawab untuk mengoordinasikan asuhannya.
c. Klien mempunyai hak untuk menerima informasi penting dari dokternya untuk
memberikan persetujuan (informed concent) tentang dimulainya suatu prosedur
pengobatan, serta risiko penting yang kemungkinan akan dialaminya kecuali dalam
sistem darurat.
d. Klien mempunyai hak untuk menolak pengobatan sejauh diizinkan oleh hukum dan
diinformasikan tentang konsekuensi tindakannya.
e. Klien mempunyai hak untuk mengetahui seriap pertimbangan dari privasinya yang
menyangkut program asuhan medis, diskusi medis, konsultasi, pemeriksaan, dan
pengobatan yang dilakukan dengan cermat dan dirahasiakan.
f. Klien mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa semua komunikasi dan catatan
asuhannya harus diperlakukan sebagai rahasia.
g. Klien mempunyai hak untuk mengerti bila diperlukan rujukan ke tempat lain yang
lebih lengkap dan memperoleh informasi yang lengkap tentang alasan rujukan
tersebut, dan rumah sakit yang ditunjuk dapat menerimanya.
h. Klien mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang hubungan rumah sakit
dengan instansi lain, seperti pendidikan institusi dan atau instansi terkait lainnya
sehubungan dengan asuhan yang diterimanya. Contoh: hubungan individu yang
merawatnya, nama yang merawat, dan sebagainya.
i. Klien mempunyai hak untuk diberikan penasihat apabila rumah sakit mengajukan
untuk terlibat atau berperan dalam eksprimen manusiawi yang memengaruhi asuhan
atau pengobatannya. Klien mempunyai hak untuk menolak berpartisipasi dalam
proyek riset tersebut.
j. Klien mempunyai hak untuk mengharapkan asuhan berkelanjutan yang dapat
diterima. Klien mempunyai hak untuk mengetahui lebih jauh waktu perjanjian
dengan dokter yang ada.
k. Klien mempunyai hak untuk mengetahui peraturan dan ketenuan rumah sakit yang
harus diikutinya sebagai klien.
l. Klien mempunyai hak untuk mengetahui peraturan dan ketentuan rumah sakit yang
harus diikutinya.

Pernyataan yang berkenaan dengan hak klien dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut.
a. Meningkatkan kesadaran konsumen mengenai hak asuhan kesehatan dan lebih
besarnya partisipasi dalam merencanakan asuhan tersebut.
b. Meningkatkan jumlah malpraktik yang dipublikasikan sehingga menggugah
kesadaran masyarakat.
c. Legislasi yang telah ditetapkan sebelumnya melindungi hubungan, seperti atasan-
bawahan dan hak manusiawi serta legislasi kesamaan hak-hak secara umum.
d. Konsumen memperhatikan masalah tentang meningkatnya jumlah penelitiaan yang
dilaku.
e. kan di bidang kesehatan dan meningkatnya penggunaan klien untuk tujuan
pendidikan pada sejumlah disiplin.

5. Hak individu yang catat fisik dan mental

Termasuk kelompok ini adalah mereka tidak mampu meyakinkan dirinya baik
menyeluruh maupun sebagian atas kehidupan atau perorangan secara normal, sebagai akibat
adanya kekurangan fisik atau mental baik yang bersifat kongential atau didapat. Hak-hak ini
harus dinikmati oleh mereka yang termasuk kelompok ini tanpa ada perbedaan.

a. Mereka berhak mendapat penghargaan/martabat sebagai manusia sehingga dapat


menikmati kehidupan sepenuhnya dan seoptimal mungkin.
b. Mereka mempunyai hak sebagai penduduk dan berpolitik sebagaimana manusia
lain, sesuai dengan kemauan dan kemampuannya
c. Mereka berhak atas tindakan yang telah ditetapkan agar mereka dapat percaya diri.
d. Mereka berhak memperoleh tindakan/pengobatan medis, psokologis, dan fungsional
(pengobatan alat bantu/prostese, rehabilitas sosial dan medis, pendidikan dan
sebagainya), yang memungkinkan mereka agar dapat mengembangkan kemampuan
dan keterampilan secara maksimal dan mempercepat proses integrasi dan reintegrasi
sosial.
e. Mereka berhak mendapat keamanan sosial dan ekonomi dan tingkat kehidupan yang
layak (sesuai dengan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan).
f. Mereka berhak mendapat pemenuhan kebutuhan spesifik dan harus
dipertimbangkan dalam semua tingkat perencanaan baik sosial maupun ekonomi.
g. Mereka berhak untuk tinggal bersama keluarga atau orang tua angkat dan
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, kreatif, atau rekreasi.
h. Mereka berhak mendapat perlindungan terhadap hal-hal yang menyangkut
eksploitasi, diskriminasi, dan tindakan kejam.
i. Mereka harus mampu menggunakan kesempatan/memanfaatkan bantuan hukum
apabila bantuan tersebut sangat diperlukan untuk pribadi atau miliknya.
j. Organisai orang-orang cacat tersebut dapat berkonsultasi dalam segala hal yang
menyangkut hal mereka.
k. Individu dengan kecatatan, keluarganya, dan masyarakat harus secara penuh diberi
informasi tentang hal-hal yang tercantum dalam dekralasi ini (General Assembly of
The United Nations, 1975)

6. Hak individu yang akan meninggal

a. Hak diberlakukan sebagaimana manusia hidup sampai ajal tiba.


b. Hak untuk memprtahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi.
c. Hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya,
apapun perubahan yang terjadi.
d. Hak untuk mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian
yang sedang dihadapinya sesuai dengan kepercayaannya.
e. Hak untuk memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara
bersinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan
memberikan rasa nyaman.
f. Hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusanberkaitan dengan
perawatannya.
g. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian.
h. Hak untuk bebas dari rasa sakit.
i. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur.
j. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang
ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya.
k. Hak untuk meninggal dalam keadaan damai dan bermartabat.
l. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan
yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianutnya.
m. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apa pun artinya bagi
orang lain.
n. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah
yang bersangkutan meninggal.

7. Hak individu retardasi mental

a. Mereka berhak atas tingkat yang maksimun dari kemampuannya, mempunyai hak
yang sama sebagai manusia lainnya.
b. Mereka berhak mendapat asuhan medias yang tepat, fisioterapi, pendidikan, latihan,
rehabilitas, dn bimbingan yang memungkinkan kemampuan dan potensinya yang
maksimal.
c. Mereka berhak atas standar hidup yang layak dan keamanan dari segi ekonomi.
Mereka berhak untuk melakukan pekerjaan yang produktif sesuai dengan
kemampuannya.
d. Apabila memungkinkan, mereka seharusnya tinggal dengan keluarganya atau orang
tua angkat dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk kehidupan komitme. Kelurga
tempat mereka tinggal harus mendapat bantuan, dan apabila perlu dirawat,
seharusnya dirawat dalam lingkungan dan suasana yang sedekat mungkin dengan
kehidupan normal.
e. Mereka berhak atas penjagaan apabila diperlukan untuk melindungi diri dan
kepentingannya.
f. Mereka berhak mendapat perlindungan terhadap eksploitasi dan tindakan kekerasan.
Apabila ada tuntutan terhadap suatu pelanggaran, mereka berhak mendapat
perlindungan hukum dan pengakuan penuh terhadap derajat tanggung jawab
mentalnya.
g. Apabila mereka tidak mempunyai kemampuan kerana keadaan cacatnya yang berat,
untuk melatih hak-hak mereka dengan cara yang berarti, prosedur yang digunakan
harus berupa pengamanan yang didasari oleh evaluasi mengenai kemampuan sosial
orang terbelakang tersebut dan dilakukan oleh para ahli (United Nations, 1971).
h. Mereka berhak untuk mendapat perawatan dari orang yang berpengetahuan yang
akan berusaha untuk mengerti kebutuhannya dan mampu memberikan kepuasan
dalam membantu menghadapi kematian.
BAB II

PEMBAHASAN ETIK

A. Definisi Etik Perawat Dalam Keperawatan

Etika berasal dari bahasa yunani “Ethos” artinya adat kebiasaan. Berkaitan dengan
pertimbangan benar tidaknya suatu perubahan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia etika
memiliki tiga pengertian yaitu (1) ilmu tentang apa yg baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). (2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3)
NIlai tentang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara istilah etika
adalah usaha mengatur kehidupan, berada dalam aturan yang baik, beredar sesui dengan naluri
kemanusiaan

Etik adalah terminilogi dengan berbagai makna. Singkatnya , etik berhubungan dengan
bagaimana seseorang harus bertindak dan bagaimana mereka melakukan hubungan dengan
orang lain. Etik perawatan di hubungkan dengan hubungan antar masyarakat dan dengan
karakter serta perawat terhadap orang lain. Pengetahuan perawat di peroleh melalui keterlibatan
pribadi dan emosional dengan orang lain serta ikut terlibat dalam masalah moral mereka.
( Cooper , 1991).

Istilah etika memiliki beberapa arti dalam penggunaan secara umum. Etika merujuk
pada:

1) Metode penyelidikan yang membantu orang memahami moralitas perilaku manusia


( yaitu., ilmu yang mempelajari moralitas).
2) Praktik atau kenyakinankelompok tertentu (misalnya etika keperawatan, etika
kedoktersan dsb).
3) Standar perilaku moral yang di harapkan dari kelompok tertentu sesuai yang di uraikan
dalam kode etik profesi resmi kelompok tersebut).
4) Defenisi yang lebih jelas di kemukakan oleh Curtin yaitu etika merupakan suatu disiplin
yang di awali dengan mengidentifikasi, mengorganisasi, menganalisis, dan memutuskan
perilaku manusia dengan menerapkan prinsip-prinsip untuk mendeterminasikan
perilaku yang baik terhadap situasi yang di hadapi (MacPahil, 1988).

Etika keperawatan merujuk pada isu etik yang terjadi dalam etik keperawatan.
American Nurse Association (ANA) merevisi Standar Clinical Nursing Practice (1998) yang
mewajibkan perawat untuk bertanggung gugat atau tingkah laku mereka.
Praktisi yang bertindak berdasarkan etik perawatan akan peka terhadap hubungan yang
tidak seimbang yang dapat mengacu pada penyalahgunaan kekuasaan seseorang pada orang
lain, baik secara sengaja maupun tidak. Dalam perawatan kesehatan, klien dan keluarga
seringkali memiliki persepsi yang berbeda dengan professional yang di sebabkan oleh penyakit
klien, kurangnya informasi tekhnis, regresi yang di sebabkan oleh rasa sakit dan penderitaan ,
serta lingkungan yang tidak di kenal. Peran perawat sebagai pelindung sangat penting dalam
etik keperawatan.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil suatu


keputusan dalam upaya pelayanan klien. Keputusan yang di ambil berdasarkan pertimbangan
dan kemampuan penalaran ilmiah serta penalaran etika, hal yang baik bagi pelayanan
perawatan klien di ukur dari sudut keyakinannya sendiri , norma masyarakat dan standard
professional. Dalam melaksanakan praktik keperawtan , perawat berhadapan dengan manusia
atau klien. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang kualitas
pelayanannya juga di tentukan oleh pertimbangan hak, nilai budaya dan adat istiadat klien.

Etika identik dengan moral, moral berasal dari bahasa latin “Mores” yaitu tata susila,
budi pekerti, kesopanan, adap perangai, dan tingkah laku. Moralitas (atau moral) sama dengan
etika dan banyak yang menggunakan istilah ini secara bergantian. Moralitas biasanya merujuk
pada standar pribadi atau perorangan tentang benar-salah suatu tingkah laku, karakter, atau
sikap. Perawat harus membedakan antara moralitas dan hukum. Hukum mencerminkan nilai
moral masyarakat dan memberi panduan dalam menentukan apa saja yang termasuk moral.
Namun tindakan dapat dianggap sesui hukum, tetapi tidak secara normal. Sebagia contoh,
program program resusitasi penuh pada pasien yang sedang sekarat tidak bertentangan dengan
hukum, tetapi orang masih mempertanyakan apakah tindakan tersebut sesui moral. Sebaliknya,
tindakan dapat dianggap sesui moral tetapi ilegal. Sebagai contoh, jika seorang anak
mengalami henti napas di rumas, secara normal di benarkan untuk mengemudi melebihi batas
kecepatan menuju rumah sakit, tetapi tindakan ini melanggar hukum

Menurut sumber lain perbedaan antara etika dan moral adalah moral mempunyai arti
tuntutan perilaku dan keharusan masyarakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip
dibelakang keharusan tersebut. (Thompson dan Thompson, 1981; lih Doheny, Cook,Stoper,
1982)
B. Teori –Teori Dalam Etika Keperawatan

Teori dasar etika merupakan penuntun untuk membuat keputusan etis praktik
profesional ( Fry, 1991 dalam buku Suhaemi 2010) ahli filsafat moral telah mengembangkan
beberapa teori etik , yang secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi teori teleologi dan
deontologi.

1. Teleologi

Teleologi berasal dari bahasa yunani, dari kata ledos berarti akhir . Istilah teleologi dan
utulitarianisme sering di gunakan saling bergantian . Teleologi merupakan doktrin yang
menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang di hasilkan atau konsekuensi yang dapat terjadi
. Pencapaian hasil akhir dengan kebaikan yang maksimal dan ketidak baikan sekecil mungkin
bagi manusia ( Kellly, 1987 dalam buku Suhaemi, 2010). Contoh penerapan teori ini ; bayi
yang lahir cacat lebih baik di izinkan meninggal dari pada nantinya menjadi beban masyarakat

2. Deontologi

Deontologi berasal dari bahasa yunani, deon berarti tugas , berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant , benar atau salah bukan di tentukan oleh hasil akhir atau konsekuensi
dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Kant berpendapat bahwa prinsip moral atau
yang terkait dengan tugas harus bersifat universal, tidak kondisional, dan imperative. Contoh
penerapan deontology ; seorang perawat yang yakin bahwa klien harus di beri tahu tentang
yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataannya tersebut sangat menyakitkan.
C. Macam Macam Etika

Manusia di sebut etis, ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu
memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas kesimbangan antara kepentingan pribadi dengan
pihak lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara kedudukannya sebagai makhluk
yang berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai nilai atau
norma norma yang di kaitkan dengan etika. Terdapat dua macam etika sebagai berikut
( J.Hanafia dan A. Amir, 1999)

1. Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia serta
apa yang di kejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya,
etika deskriptif berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat di
simpulkan bahwa kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat
yang di kaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat betindak secara etis.

2. Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya di miliki
oleh manusia atau apa yang seharusnya di jalankan oleh manusia dan tindakan apa yang
bernilai dalam suatu masyarakat yang di kaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak etis.
D. Tipe Tipe Etika Keperawatan

Menurut Dalami (2010) tipe tipe etika keperawatan dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Biotik

Biotik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan.Lebih lanjut, biotik difokuskan pada pertanyaan
etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik,
hokum, dan teknologi.

Pada lingkup yang lebih sempit, biotik merupakan evaluasi etik pada moralitas
treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaaan pengobatan pada manusia. Pada
lingkup yang lebih luas,Biotik mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin
membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap pengobatan dan
biologi. Isu dalam biotik antara lain : peningkatan mutu genetic, etika lingkungan, pemberi
pelayanan kesehatan.

Dapat disimpulkan bahwa biotik lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawat
kesehatan, kesehatan modern, aplikasi teori etik, dan prinsip etik terhadap masalah-masalah
pelayanan kesehatan.

2. Clinical ethics/etik klinik

Etik kinik merupakan bagian dari biotik yang lebih memperhatikan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien.

3. Nursing ethic/etik keperawatan

Bagian dari biotik yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan
dalam tindakan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik.

E. Prinsip – prinsip Etika Keperawatan


Prinsip bahwa dasar kode etik adalah menghargai hak dan martabat manusia, tidak akan
pernah berubah. Prinsip ini juga di terapkan baik dalam bidang pendidikan maupun pekerjaan .
Juga dalam hak-haknya memperoleh pelayanan kesehatan ( Suhaemi ,2010).

Pinsip etik dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana yang tercermin dalam


pengambilan keputusan, prinsip prinsip etika yang relevan harus dipertimbangkan ketika
dilema etik muncul. model tercermin yang Terdapat beberapa prinsip-prinsip etik yang terkait
dalam pengaturan perawatan kritis, prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan hormat
dan martabat bagi semua yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Prinsip moral merupakan standar umum dalam melakukan sesuatu sehingga


membentuk suatu sitem etik. Adapaun prinsip – prinsip etika keperawatan yaitu :

1. Otonomi

Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau di pandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek professional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak klie .

Menghargai otonomi (facilitate autonomy) Suatu bentuk hak individu dalam mengatur
kegiatan/prilaku dan tujuan hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima
suatu tanggung jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa
seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya menurut
rencana pilihannya sendiri. Permasalahan dari penerapan prinsip ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran,
usia penyakit, lingkungan RS, ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain (Priharjo,
1995).

Contoh: Kebebasan pasien untuk memilih pengobatan dan siapa yang berhak
mengobatinya sesuai dengan yang diinginkan.n dalam membuat keputusan tentang
perawatan dirinya.

2. Bebuat baik ( Beneficience)


Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.

3. Keadilan ( Justice )

Prinsip ini di refleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standard praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.

Keadilan (Justice) Hak setiap orang untuk diperlakukan sama (facione et all, 1991).
Merupakan suatu prinsip moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu
mendapat tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress adalah
mereka yang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang tidak sederajat
diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan mereka Ketika seseorang
mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka menurut prinsip ini harus mendapatkan
sumbersumber yang besar pula, sebagai

contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik dibangsal maupun di
ruang VIP harus sama dan sesuai SAK.

4. Tidak Merugikan atau Membahayakan ( Nonmaleficience)

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya atau cedera fisik dan psikologis pada klien.
Dalam praktek segala langkah yang di ambil perawat dalam proses kesembuhan pasien
harulah berhati hati dan tidak boleh merugikan pasien.

Tidak Membahayakan (Nonmaleficence) Tindakan/prilaku yang tidak menyebabkan


kecelakaan atau membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh: Bila ada klien dirawat
dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side dril.

5. Kejujuran ( Veracity)

Prinsip ini di perlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien dan untuk mengatakan kebenaran. Contoh: memberikan kebenaran
mengenai penyakit yang di derita pasien, walaupun penyakit tersebut tidak boleh di
katakan demi kesehatan pasien namun perawat harus bersikap jujur dengan
memberitahuan dengan baik agar pasien mengetahui penyakitnya serta memberikan
motivasi agar pasien selalau kuat menghadapi penyakitnya.

6. Menepati Janji ( Fidelity)

Prinsip ini di butuhkan perawat untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang
lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien.

7. Kerahasiaan ( Confidentiality)

Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien yang harus di jaga privasinya. Segala
sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh di baca dalam
rangka pengobatan klien.

8. Kesetiaan (fidelity)

Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan tanggung jawab,
memenuhi janji janji. Veatch dan Fry mendefinisikan sebagai tangung jawab untuk tetap setia
pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi
tanggung jawab janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian atau kepedulian.
Contohnya: Bila perawat sudah berjanji untuk memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh
mengingkari janji tersebut.

F. Pendekatan dalam etika keperawatan

Sebelum membahas tentang masalah etika, merawat penting memahami metode


pendekatan yang digunakan dalam diskusi permasalahan etika. Ladd.J (1978 dikutip oleh Frell;
lih.McCloskey,1990 dalam buku Suhaemi, 2010) menyatakan ada empat metode utama :
otoritas,consensus hominum,pendekatan intuisi atau self-evidence,dan metode argumentasi.

Metode otoritas menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan berdasarkan
otoritas yang dapat berasal dari manusia atau kepercayaan supernatural,kelompok manusia,atau
institusi sepeti majelis ulama,dewan gereja atau pemerintah

Metode consensus hominum menggunakan pendekatan berdasarkan pada persetujuan


masyarakat luas yang terlibat dalam pengkajian suatu masalah.Segala sesuatu yang diyakini
bijak, dan secara etika dapat diterima, dan dimasukkan dalam keyakinan
Metode pendekatan intuisi atau self-evidence dinyatakan oleh para ahli filsafat
berdasarkan kepada apa yang mereka kenal sebagai konsep teknikintuisi.

Metode argumentasi menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan akan


mencari jawaban yang mempunyai alasan tepat yang digunakan untuk memahami fenomena
etika.
G. Perbedaan Etika dengan Etiket

Etika merupakan ilmu tentang apa yg baik dan apa yg buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)

1. Memberi norma tentang apakah suatu perbuatan boleh di lakukan atau tidak
2. Selalu berlaku, meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan
3. Lebih bersifat mutlak
4. Menyangkut aspek dan batinia

Etiket atau norma kesopanan merupakan tata cara dalam memelihara hubungan baik antara
sesama manusia

1. Cara yang tepat atau di harapkan dan di tentukan untuk di lakukan dalam kalangan
masyarakat tertentu
2. Hanya berlaku dalam pergaulan yang membutuhkan kehadiran orang lain
3. Bersifat relatif, karena ukuran sopan santun terhadap masyarakat dengan lainnya bisa
berbeda
4. Menyangkut aspek lahiria .

H. Hak dalam Etika profesi


1. Tunututan terhadap sesuatu sebagai mana mestinya
2. Hak di pandang dari sudut pribadi dan sudut pandang hukum
3. Hak pribadi mengacu pada konsep pribadi menyangkut pertimbangan kehidupannya,
keputusan yang dibuat, konsep benar dan salah, konsep baik dan buruk
4. Hak hukum yaitu hak untuk memberikan kepuasan tertentu untuk mengontrol situasi
dan mempunyai kewajiban tertentu yang menyertai
5. Faktor mempengaruhi konsep pribadi tentang hak : hubungan social , orang tua,
kebudayaan , dan informasi

I. Tujuan Etika Keperawatan

Menurut Suhaemi, (2010), Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur
perilaku moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan di ambil
berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan mengevaluasi perilaku moral
perawat.

Dengan menggunakan kode etik keperawatan , organisasi profesi keperawatan dapat


meletakkan karangka berfikir perawat untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab
kepada masyarakat, anggota tim kesehatan yang lain, dan kepada profesi ( ANA , 1976 Dalam
buku Suhaemi, 2010) secara umum tujuan etika profesi keperawatan adalah menciptakan dan
mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan di antara sesama perawat,
dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keperawatan.

Menurut American Ethics Commision Bureau On Teaching dalam buku Suhaemi 2010, Tujuan
etika profesi keperawatan yaitu :

1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan


2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam
praktik keperawatan
3. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat di pertanggung
jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan sesuai dengan
kepercayaannya

Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghubungkan dan mempertimbangkan peran


prinsip moralitas , yaitu keyakinannya terhadap tindakan yang di hubungkan dengan ajaran
agama dan perintah Tuhan dalam :

1. Pelaksanaan kode perilaku yang di sepakati oleh kelompok profesi, perawat sendiri,
maupun masyarakat
2. Cara mengambil keputusan yang di dasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan ( hal
yang di anggap benar) .

Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan nilai, norma yang timbul dalam
keputusan keperawatan. Namun , etika keperawatan tidak cukup hanya di ajarkan, tetapi harus
di tanamkan dan di yakini oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja di pendidikan,tetapi
dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIK PERAWAT
Kode etik merupakan salah satu ciri persyaratan profesi, yang memberikan arti
penting dalam penentuan, mempertahankan dan meningkatkan standar profesi. Kode
etik menunjukkan bahwa tanggung jawab dan kepercayaan pada masyarakat telah
diterima oleh profesi (Kelly, 1987). Apabila seorang anggota melanggar kode etik
profesi, organisasi profesi dapat memberi sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut.

Masing-masing profesi mempunyai dasar pemikiran tentang etik yang berbeda.


Hal ini disebabkan oleh bentuk intervensi profesinya berbeda. Profesi keperawatan
bentuk intervensinya adalah care dan peduli. Dengan demikian segala prinsip-prinsip
etik yang digunakan oleh profesi keperawatan adalah dalam rangka memenuhi
kepedulian.

Dalam konteks kepedulian subjek yang berinteraksi diwujudkan dalam bentuk


relasi. Relasi ini terjadi antara perawat dengan pasien, perawat dengan perawat,
perawat dengan organisasi tempat ia bekerja dan perawat dengan masyarakat
luas. Bila antara subjek yang berelasi saling menghargai dan tidak ada yang
mendominasi, maka akan tercapai kebahagiaan. Namun bila ada subjek yang
mendominasi, maka akan terjadi masalah etik yang berarti syarat-syarat untuk
menjadi peduli tidak lagi terpenuhi.

B. TUJUAN KODE ETIK PERAWAT

Secara umum tujuan kode etik keperawatan (Kozier, Erb, 1990) adalah :

1. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan antara perawat, klien, tenaga


kesehatan, masyarakat dan profesi.

2. Sebagai standar untuk mengeluarkan perawat yang tidak menaati peraturan


dan untuk melindungi perawat yang menjadi pihak tertuduh secara tidak adil.

3. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan dan untuk


mengorientasikan lulusan baru pendidikan keperawatan dalam memasuki
jajaran praktik keperawatan profesional.

4. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan profesional.


Untuk dapat mengambil keputusan dan tindakan yang tepat terhadap masalah
yang menyangkut etika, perawat harus banyak berlatih mencoba menganalisis
masalah etis yang depat diperoleh dari berbagai buku, jurnal, artikel, atau kaset video.

C. FUNGSI KODE ETIK KEPERAWATAN

Fungsi kode etik keperawatan menurut Kozier & Erb. :

1. Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien, tenaga


kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan.

2. Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan.

3. Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam melaksanakan praktek


keperawatan.

4. Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan.

5. Perawat menetapkan hubungan profesional yang harus dipatuhi.

6. Kode etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.

7. Menghasilkan pelayanan yanag bermutu tinggi.

D. TEORI KODE ETIK KEPERAWATAN

Teori-teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan apabila terjadi konflik


antara prinsip dan aturan dalam keperawatan.Terdapat beberapa teori terkait prinsip
kode etik keperawatan,diantaranya :
 Teologi adalah suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi yang
menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan
sekecil mungkin bayi manusia seperti halnya bayi-bayi yang baru lahir cacat
lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi beban masyarakat

 Deontologi adalah teori yang berprinsip pada aksi atau tindakan dan tidak
menggunakan pertimbangan,misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu,Karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam
hal calon bayi) merupakan tindakan yang secara moral buruk.
 Keadilan (justice) adalah teori yang menyatakan bahwa mereka yang sederajat
harus diperlakukan sederajat,sedangkan yang tidak sederajat sesuai dengan
kebutuhan mereka.

 Otonomi adalah setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih


tindakan sesuai dengan rencana yang mereka pilih.Akan tetapi,pada teori ini
mengalami terdapat masalah yang muncul dari pencapaiannya yakni adanya
variasi kemampuan otonomi pasien yang mempengaruhi banyak hal seperti
halnya kesadaran,usia dan lainnya

 Kejujuran (veracity) adalah kejujuran merupakan dasar terbinanya hubungan


saling percaya antara perawat dan pasien.Kejujuran berarti perawat tidak boleh
membocorkan data pasien atau informasi penting terkait pasien tanpa sepertujuan
pasien

 Ketaatan (fidelity) adalah pada dasarnya ketaatan berprinsip pada tanggung jawab
untuk tetap setia pada suatu kesepakatan bersama antara perawat dan pasien serta
keluarga pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga
janju,mempertahankan dan memberikan perhatian

E. KODE ETIK PERAWAT DUNIA

Kode etik dari negara lain yang mengembangkan kode etik ICN adalah Amerika,
yang disusun oleh himpunan perawat Amerika atau American Nurse Association
(ANA) adalah sebagai berikut :

1. Perawat melaksanakan pelayanan dengan menghargai hakikat manusia


dan keunikan klien, tidak membedakan sosial ekonomi, keadaan pribadi, atau
hakikat masalah kesahatan.

2. Perawat menyelamatkan hak klien dengan memelihara hak klien.

3. Perawat menyelamatkan klien atau masyarakat bila asuhan dan keamanan


kesehatan klien dijamah oleh orang yang tidak berwenang, tidak sesuai etik, atau
tidak resmi.
4. Perawat bertanggung jawab atas kegiatan dan pertimbangan keperawatan
kepada seseorang.

5. Perawat membina kompetensi keperawatan.


6. Perawat menggunakan pertimbangan akan kualifikasi kompetensi orang
yang akan diminta konsultasi atau diberi tanggung jawab dan menerima delegasi
tugas.

7. Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk mengadakan dan membina keadaan
tugas tenaga kerja yang memungkinkan untuk mencapai kualitas keperawatan
yang tinggi.

8. Perawat turut serta dalam kegiatan pengembangan profesi ilmu pengetahuan.

9. Perawat turut serta dalam usaha profesi untuk melindungi umum dari informasi
yang salah dan penyajian yang salah untuk memelihara integrasi keperawatan.

10. Perawat berkolaborasi dengan anggota profesi kesehatan dan warga lain dalam
meningkatkan usaha nasional dan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan
kesehatan masyarakat.

F. KODE ETIK PERAWAT INDONESIA OLEH PPNI

Kode etik Adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai


pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan
tugas/fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang
perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran
etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawatan Indonesia :

1. Perawat dan klien

 Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat


dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warnakulit, umur, jeniskelamin, aliran
politik dan agama yang dianutserta kedudukan sosial.

Perilaku yang dapat diukur :


a. Perawat wajib memperkenalkan diri kepada klien dan keluarganya

b. Perawat wajib menjelaskan setiap intervensi keperawatan yang dilakukan


pada klien dan keluarga.

c. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dilarang / tidak


mencela adat kebiasaan dan keadaan khusus klien.
d. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dilarang / tidak
membedakan pelayanan atas dasar kebangsaan, kesukuan, warna kulit,
umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta
kedudukan social pada klien.

 Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara


suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragama klien.

Peritaku yang dapat diukur :

a. Perawat pada awal bertemu klien, wajib menjelaskan bahwa mereka boleh
menjalankan / diizinkan melaksanakan kegiatan yang terkait dengan
budaya, adat dan agama.

b. Perawat dalam memberikan pelayanan wajib menfasilitasi


pelaksanaan nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup
beragama dan wajib mencari solusi, yang akan berpihak pada klien bila
terjadi konflik terkait nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan
hidup beragama.

c. Perawat wajib .membantu klien memenuji kebutuhannya sesuai dengan


budaya, adat istiadat dan agama.

d. Perawat wajib mengikut sertakan klien secara terus menerus pada saat
memberikan asuhan keperawatan.

 Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan


asuhan keperawatan.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat wajib melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur


operasional (SPO).

b. Perawat wajib melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan


kompetensinya.

c. Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan sesuai SPO.


 Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh
yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Perilaku yang dapat diukur :


a. Perawat tidak memberikan informasi tentang klien kepada orang yang
tidak berkepentingan.

b. Perawat tidak mendiskusikan klien ditempat umum


c. Perawat menjaga kerahasiaan dokumen klien

2. Perawat dan praktek

 Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan


melalui belajar terus-menerus

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat selalu mengikuti kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan ilmu


dan keterampilan sesuai dengan kemarnpuan.

b. Perawat menerapkan dalam praktik sehari-hari ilmu pengetahuan dan


teknologi terbaru dalam mernberikan pelayanan.

c. Perawat harus mempublikasikan ilmu dan keterampilan yang dimiliki


baik dalam bentuk 'hasil penelitian maupun presentasi kasus
diantaranya jounal reading, laporan kasus dan summary report.

d. Perawat melakukan evaluasi diri terhadap pencapaian hasil asuhan


keperawatan.

 Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang


tinggi disertai kejujuran profesional yang menerapkan pengetahuan serta
keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan peningkatan dan


penjaminan mutu antara lain: GKM (Gugus Kendali Mutu), diskusi kasus
dan seterusnya.

b. Perawat selalu melakukan evaluasi terhadap perawat lain yang menjadi


tanggung jawabnya dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang terbaru.
c. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan wajib
mengidentifikasi asuhan keperawatan yang tidak sesuai dengan standar
mutu dan keselamatan pasien
d. Perawat wajib menyampaikan kepada atasan langsung , apabila
menemukan pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan standar mutu
dan keselamatan pasien untuk selanjutnya ditindak-Ianjuti.

e. Perawat dalam memberikan intervensi keperawatan wajib merujuk


pada standar yang dikeluarkan institusi pelayanan kesehatan.

f. Perawat menggunakan teknologi keperawatan yang telah diuji validitas

(kehandalan) dan reliabiIitas (keabsahan) oleh lembaga yang berwenang.

 Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat


dan mempertimbangkan kemampuan sertakualifikasi seseorang bila
melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi
kepada orang lain.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat selalu menggunakan data akurat dalam mengambil keputusan

b. Perawat mendelegasikan pekerjaan harus menggunakan komunikasi yang


jelas dan lengkap

c. Perawat bertanggungjawab dalam pembinaan moral staf

d. Perawat harus membuat laporan terkait tugas yang dilimpahkan


e. Perawat harus menjalankan tugas sesuai yang didelegasikan

f. Perawat memberikan masukan berkaitan dengan kasus yang dikonsulkan


sesuai dengan tingkatan penerima konsul.

 Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan


selalu menunjukkan perilaku profesional.

a. Perawat selalu berpenampilan rapi dan wangi


b. Perawat selalu dapat menjawab pertanyaan kIien sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki.

c. Perawat selalu menepati janji


d. Perawat selalu ramah

e. Perawat menggunakan seragam yang bersih dan sesuai dengan norma


kesopanan Perawat berbicara dengan lemah lembut.

3. Perawat dan masyarakat


Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk
memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan
kesehatan masyarakat.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat mempe~lihatkan perilaku hidup sehat di lingkungannya.

b. Perawat melakukan pembimbingan kepada masyarakat untuk hidup sehat


dengan berpartisipasi aktif dalam tindakan preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.

c. Perawat melaksanakan gerakan masyarakat sehat, seperti : perilaku hidup


sehat, hand higieine, dan lain-lain

d. Perawat mengajarkan masyarakat tentang bencana

e. Perawat mengajarkan masyarakat menciptakan lingkungan yang bersih,


arnan, dan nyaman.

f. Perawat melakukan penelitian dan menerapkan praktik berbasis bukti dalam


memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.

4. Perawat dan teman sejawat

 Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesama perawat


maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian
suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara keseluruhan.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat mendiskusikan hal-hal terkait profesi secara berkala dengan


sejawat.

b. Perawat dalam menyampaikan pendapat terhadap sejawat, menggunakan


rujukan yang diakui kebenarannya.
c. Perawat menghargai dan bersikap terbuka terhadap pendapat teman
sejawat.

d. Perawat menciptakan Iingkungan yang kondusif (keserasian suasana


dan memperlihatkan privacy).

e. Perawat menghargai sesama perawat seperti keluarga sendiri.


 Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.

a. Perawat mempraktekkan penyelesaikan yang terjadi antar sejawat sesuai


alur penyelesaian masalah.

b. Perawat melap~rkan sejawat yang melakakan tindakan yang tidak sesuai


dengan standar, etik, dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

c. Perawat menegur sejawat atas perilaku yang tidak kompeten, tidak etik
dan tidak legal.

d. Perawat membina sejawat agar memelihara tindakan yang kompeten, etis


dan legal

5. Perawat dan profesi

 Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan


pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan
pendidikan keperawatan

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat menyusun standar yang dibutuhkan profesi di institusi


pelayanan dan pendidikan.

b. Perawat wajib menfasilitasi kebutuhan belajar mahasiswa sebagai calon


anggota profesi.

c. Perawat melakukan sosialisasi i1mu penegetahuan dan teknologi terbaru


dalam Iingkup profesi di institusi pelayanan dan pendidikan.

d. Perawat wajib menjaga nama baik profesi dan symbol-simbol organisasi


profesi termasuk di media social dan lainnya.

 Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi


keperawatan

Perilaku yang dapat diukur:


a. Perawat melaksanakan kajian asuhan keperawatan yang diberikan
secara terus menerus dengan bimbingan perawat yang ditunjuk.

b. Perawat menyampaikan hasil kajian asuhan keperawatan dalam forum


temu ilmiah perawat pada institusi terkait.
 Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan
memelihara kondisi kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi.

Perilaku yang dapat diukur :

a. Perawat harus aktif memberikan usulan terhadap pihak terkait agar


tersedia sarana prasarana untuk kelancaran asuhan keperawatan.

b. Perawat wajib menyampaikan asuhan keperawatan yang telah


dilakukannya pada setiap serah terima.

c. Perawat penanggung jawab wajib memastikan terlaksananya asuhan


keperawatan yang diberikan oleh perawat pelaksana yang ada dibawah
tanggung jawabnya.

d. Perawat penanggung jawab wajib menyampaikan perkembangan asuhan


keperawatan kepada penanggung jawab perawatan yang lebih tinggi
secara berkala.

G. UNSUR-UNSUR KODE ETIK

Unsur-unsur kode etik ditunjang oleh 4 unsur utama yaitu:

 Respect to others yang bertujuan untuk menghargai subjek yang berelasi.

Subjek yang berelasi adalah perawat dengan pasien, atau antar pasien, atau
antar subjek lainnya.

Contohnya : perawat setiap memulai tugasnya hendaklah mengenalkan diri


kepada pasien. Apabila pasien sudah kenal dengan perawat, maka perawat
hendaklah menyampaikan bahwa ia yang akan merawat pasien pada jam
kerjanya itu. Demikian juga saat jam kerja berakhir, perawat berpamitan pada
pasien.
 Compassion secara sederhana dapat diartikan sebagai rasa iba. Rasa iba ini
juga dapat diartikan sebagai rasa sayang pada pasien. Rasa sayang dapat
dipelajari dengan cara melihat wajah pasien. Wajah akan memberikan
kenyataan yang sesungguhnya. Dengan demikian, kenalilah wajah
pasien, dari wajah ini akan menimbulkan belas kasih dari yang melihatnya.
 Advocacy berarti melindungi. Melindungi pasien supaya selamat
selama berada dalam asuhan keperawatan. Advocacy dapat dilakukan dengan
cara menjamin intervensi yang diberikan perawat agar selalu aman. Hal ini
dapat diperoleh bila perawat memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. Bila perawat tidak memiliki kompetensi, maka
ia tidak layak diberi penugasan untuk intervensi tersebut.

 Intimacy adalah kedekatan, perawat terhadap pasien sangat dekat sekali.


Dari mulai pasien kontak dengan perawat, pasien akan selalu berada dibawah
pengawasan perawat. Pengawasan ini baru berakhir bila pasien meninggal
dunia. Sedemikian dekatnya, sehingga dekat ini digambarkan sebagai
ibu dekat dengan anaknya.

Keempat unsur inilah diturunkan kode etik keperawatan. Selain 4 unsur utama
etik keperawatan yang tekah dijelaskan, ada unsur lain yang menjadi pertimbangan.
Unsur lain itu adalah beneficence, non-maleficience, justice yang disampaikan oleh
Hippocrates (400-300 SM). Kemudian Beauchamp & Childress (1969) menambahkan
dengan autonomy yang banyak terkait dengan Informed Concent:

 Beneficence merupakan suatu kegiatan yang membawa kebaikan untuk


pasien atau lebih dikenal dengan doing good.

 Non-maleficence adalah kegiatan yang tidak mencelakakan pasien dan


dikenal dengan do no harm.

 Justice atau lebih dikenal dengan equal.

 Autonomy atau patient Rights yang banyak digunakan dalam


proses informed dan consent.

H. PRINSIP-PRINSIP KODE ETIK


Prinsip utama etik profesi keperawatan, diperlukan suatu dokumentasi pada setiap
akhir pemberian asuhan keperawatan. Dokumentasi merupakan suatu jaminan untuk
pasien bahwa intervensi yang diberikan benar adanya. Selain dari benar, dokumentasi
ini hendaklah memenuhi prinsip kemanusiaan.
 Otonomi (Autonomy) Dalam bekerja perawat harus memilik prinsip
otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Perawat harus kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai dan tidak dipengaruhi atau intervensi profesi lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap klien, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan
diri.

 Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu


yang baik. Setiap kali perawat bertindak atau bekerja senantiasi didasari prinsip
berbuat baik kepada klien. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan
atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
khususnya pelayanan keperawatan terjadi konflik antara prinsip ini dengan
otonomi.

 Keadilan (Justice) Prinsip keadilan harus ditumbuh kembangan dan dibutuhkan


dalam diri perawat, perawat bersikap yang sama dan adil terhadap orang lain dan
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam memberikan asuhan keperawatan ketika perawat bekerja untuk yang
benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan keperawatan.

 Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip tidak merugikan harus di


pegang oleh setiap perawat, prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya, cedera
atau kerugian baik fisik maupun psikologis pada klien akibat praktik asuhan
keperawatan yang diberikan kepada individu maupun kelompok.

 Veracity (Kejujuran) mempunyai pengertian agar perawat menjelaskan dengan


lengkap dan akurat agar pasien memperoleh suatu pemahaman terhadap masalah
yang dideritanya yang terkait dengan asuhan keperawatan. Walau dipahami oleh
perawat tentang konsep veracity, akan tetapi bila keluarga tidak menginginkan
pasien mengetahuinya dan atau karena pasien tidak siap menerima ini
merupakan salah satu pertimbangan terhadap budaya yang dianut dimana
keluarga mempunyai hak atas pasien. Hak keluarga atau pasien disebut
dengan heteronomy.

 Privacy adalah selain diri pasien tidak ada yang boleh mengakses informasi
tentang diri pasien. Privacy ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan
oleh perawat pada pasien. Perlindungan berlaku saat pasien masih sadar sampai
meninggal atau tidak sadar.

 Confidentiality (Kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah


informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat
dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien
di luar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien
dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari.. Privacy dan confidentiality
mempunyai makna yang hampir sama, yaitu tidak memberikan kesempatan
orang lain tentang keadaan pasien.

 Fidelity (Menepati Janji) Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk
menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat
terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

 Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas merupakan standar yang


pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak
jelas atau tanpa terkecuali.

Inilah prinsip yang harus selalu diingat oleh perawat dalam mengemban
tugasnya. Gagal memenuhi prinsip-prinsip ini memberikan dampak akan
menurunnya tingkat kepercayaan pada profesi perawat. Sedangkan profesi perawat
ini merupakan profesi yang mulia yang berarti tingkat kepercayaan masyarakat
padanya sangat tinggi.
Agar prinsip-prinsip etik keperawatan dapat dilaksanakan, maka perlu suatu
karakter yang baik. Karakter yang baik itu menurut Florence Nightingale bila
perawat mendedikasikan seluruh hidupnya untuk pasien. Florence Nightingale
meletakkan dasar-dasar agar perawat menjunjung tinggi harkatnya dalam berelasi
dengan pasien.

Karakter perawat yang baik juga dapat dirujuk kepada teori Carol Gilligan yaitu
Truth. Truth merupakan suatu karakter yang terpuji, dimana perawat bertanggung
jawab penuh terhadap intervensi keperawatan yang diberikan. Perawat akan melihat
kepentingan pasien dan bagaimana kepentingan ini dapat dipenuhi. Bila prinsip-
prinsip etik ini dapat dipenuhi maka pasien merasa aman ditangan perawat dan
perawat menunjukkan profesi mulianya pada pasien dan masyarakat. Inilah nilai
tertinggi suatu profesi keperawatan.

Bila nilai-nilai tidak diterapkan akan terjadi suatu ketidakpatutan. Ketidakpatutan


ini karena berada diranah etik yang membahas tentang baik dan buruk bukan salah
atau benar, maka tidak dapat dikategorikan sebagai suatu kesalahan. Oleh karena itu
tidak dapat dijamah oleh ranah hokum, sehingga tidak bisa dibawa ke pengadilan.
Bila perawat tidak dapat menerapkan kaidah-kaidah ini, hanya bisa dikucilkan oleh
teman-ternan profesinya. Walau tidak dapat dijamah oleh hukum, ada suatu keadaan
yang memasuki ranah moral, yaitu ranah benar dan salah yang lebih disebut sebagai
ranah moral. Sebelum masuk ke ranah etik, ranah moral ini dilalui terlebih dahulu.

I. JENIS-JENIS PELANGGARAN ETIK KEPERAWATAN

Kode Etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan benar dan baik, serta yang tidak benar dan tidak baik bagi profesi.
Kode etik perawat adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai
pedoman perilaku dan menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan
keperawatan. Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam
melaksanakan tugas serta fungsi perawat adalah kode etik perawat nasional
Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh terhadap kode etik
sehingga kejadian akan pelanggaran kode etik dapat dihindarkan dan diminimalisasi.
Kode etik perawat (juga biasa disebut etik keperawatan) sebagai bagian dari
pengetahuan dasar etik berisi bagaimana perawat seharusnya berperilaku etik sebagai
sebuah profesi, bagaimana seharusnya membuat keputusan saat mengalami hambatan,
bagaimana mencegah terjadinya permasalahan etik, serta bagaimana berusaha
memenuhi kewajiban profesional sersuai tujuan, nilai dan standar keperawatan. Etik
keperawatan mengandung unsur-unsur pengorbanan, dedikasi, pengabdian, dan
hubungan antara perawat dengan klien, dokter, sejawat perawat, diri sendiri, keluarga
klien, dan pengunjung. Etik keperawatan merupakan hal yang sangat penting dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan. Selain bermanfaat bagi perawat, etik juga
bermanfaat bagi tim kesehatan lainnya dan bagi penerima pelayanan kesehatan. Etik
keperawatan ini juga bermanfaat bagi rumah sakit terutama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Perawat yang berada di samping pasien selama 24 jam memiliki peran penting
terhadap segala sesuatu yang terjadi pada pasien. Meskipun perawat sering berada di
samping pasien, interaksi antara perawat dengan pasien perlu diperbaiki kembali.
Terkadang walaupun perawat berada disamping pasien selama 24 jam, masih ada
beberapa perawat yang mengabaikan etik keperawatan terhadap pasien. Berangkat
dari hal semacam inilah menjadi penyebab lahirnya pelanggaran kode etik
keperawatan, yaitu perawat sebagai profesi tenaga pelayanan keperawatan kurang
memahami apa arti dari kode etik keperawatan, sehingga berdampak pada
keselamatan pasien. Oleh karena itu, sebagai perawat harus memahami pentingnya
kode etik keperawatan agar dapat memberikan pelayanan yang baik kepada klien.

Di dalam Buku Standar Kode Etik Keperawatan, disebutkan beberapa jenis


pelanggaran etik keperawatan, antara lain:

1. Pelanggaran Ringan

a) Melalaikan tugas

 Tidak masuk kerja tanpa izin


 Tidak melakukan tugas yang merupakan tanggung jawabnya (tidak
melengkapi status, tidak merapikan alat setelah dipakai, dll)
 Menggunakan handphone saat bekerja untuk kepentingan pribadi dalam
waktu yang lama

 Tidur saat bertugas shift malam

 Suka memposting foto dimedia social saat jam sibuk ( 08.00 – 12.00)

b) Berperilaku tidak menyenangkan pemderita atau keluarga

 Tidak sopan terhadap pasien

 Membentak atau berbicara kasar ke pasien/keluarga

 Mengabaikan keluhan pasien dan keluarga

c) Tidak bersikap sopan saat berada dalam ruang perawatan

 Tertawa keras dan terbahak-bahak diruang perawatan

 Bersikap cuek, acuh tak acuh saat ada tamu/pengunjung

 Makan-makan di nurse station


d) Tidak berpenampilan rapi

 Tidak memakai atribut, uniform dengan lengkap (papan nama + pin Rs)

 Memakai sepatu bertumit tinggi

 Memakai make up berlebihan

 Memakai perhiasan berlebihan yaitu cincin dan gelang

 Memakai baju ketat, sempit atau dekil


 Memakai sandal saat melayani pasien

e) Menjawab telpon tanpa menyebutkan identitas

f) Berbicara kasar dan mendiskredikkan teman sejawat dihadapan


umum/forum

2. Pelanggaran Sedang

 Meminta imbalan berupa uang atau barang kepada pasien atau keluarga
untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

 Memukul pasien dengan sengaja tanpa menimbulkan kecacatan fisik

 Bagi perawat yang sudah menikah yang menjalin cinta dengan pasien
dan keluarga, pribadi atau kelompok

 Menyalahgunakan uang perawatan atau pengobatan pasien untuk


kepentingan pribadi atau kelompok
 Merokok dilingkungan rumah sakit saat masih memakai uniform perawat

 Menceritakan aib teman se-profesi atau menjelekkan profesi perawat


dihadapan profesi lain

 Menjelekkan dan atau membuat cerita HOAX mengenai profesi


keperawatan pada profesi lain dalam forum, media cetak, maupun media
online

3. Pelanggaran Berat

 Melakukan tindakan keperawatan tanpa mengikuti prosedur sehingga


penderitaan pasien bertambah parah atau bahkan meninggal

 Salah memberikan obat sehingga berakibat fatal bagi pasien

 Membiarkan pasien dalam keadaan sakit parah atau sakratul maut tanpa
memberikan pertolongan

 Berjudi atau meminum minuman beralkohol sampai mabuk diruang


perawatan

 Menodai kehormatan pasien

 Memukul atau berbuat kekerasan pada pasien dengan sengaja sampai


terjadi cacat fisik

 Menyalahgunakan obat pasien untuk kepentingan pribadi atau kelompok

 Menjelekkan dan atau membuat cerita HOAX mengenai profesi


keperawatan pada profesi lain dalam forum, media cetak, maupun media
online yang mengakibatkan adanya tuntunan hukum.

J. SANKSI UNTUK PELANGGARAN ETIK KEPERAWATAN


1. Sanksi pelanggaran ringan

 Yang bersangkutan mengucapkan janji untuk tidak mengulangi perbuatannya


lagi.

 Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.

2. Sanksi pelanggaran sedang

 Harus mengembalikan barang atau uang yang diminta kepada pasien atau
keluarganya.
 Meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.

 Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai bahwa tidak akan
mengulanginya lagi.

3. Sanksi pelanggaran berat

 Harus meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.

 Membuat surat pernyataan diatas kertas segel bermaterai bahwa tidak akan
mengulangi perbuatannya lagi.

 Dilaporkan kepada pihak kepolisian.

 Diberhentikan dari kedinasan dengan tidak hormat.

K. PENANGANAN MASALAH ETIK KEPERAWATAN

Penanganan masalah etik keperawatan merupakan penanganan masalah yang


dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
pelanggaran masalah Kode Etik Keperawatan Indonesia. yang bertanggung jawab
dalam masalah etik adalah :

1) Direktur Rumah Sakit;

2) Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan;

3) Kepala Ruangan;

4) Ketua Komite Keperawatan melalui Sub Komite Etik Komite

Keperawatan. Untuk mekanisme penyelesaian masalah etik, meliputi :

1) membuat kronologis kejadian;


2) menilai bobot masalah (pelanggaran ringan, sedang, atau berat);

3) penyelesaian masalah secara berjenjang, yaitu

Kepala Ruangan, Kepala Bidang Pelayanan Keperawatan, Direktur Rumah Sakit


dengan melibatkan Sub Komite Etik Komite Keperawatan dan organisasi profesi
(PPNI dan IBI). Setiap terjadi pelanggaran etik keperawatan dilakukan
pencatatan dan pelaporan menggunakan formulir baku yang telah ditentukan, seperti
Formulir Peringantan Lisan, Formulir Laporan Kejadian Pelanggaran Kode Etik
Keperawatan, dan Formulir Pengarahan/Konseling. Kemudian setiap
pelanggaran
kode etik keperawatan terdapat nomor pelanggaran yang sesuai jenis pelanggaran
etik keperawatan.

L. TANGGUNG JAWAB PERAWAT

1. Terhadap Masyarakat, Keluarga, dan Penderita

a. Perawat dalam melaksanakan pengabdiarrnya senantiasa berpedoman kepada


tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan
akan perawatan untuk orang seorang, keluarga dan masyarakat.

b. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya dalam bidang keperawatan


senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup bergama dari orang seorang,
keluarga dan masyarakat.

c. Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi orang seorang, keluarga dan


masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus ikhlas sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur perawatan.

Perawat senantiasa menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan orang


seorang, keluarga dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan
usaha-usaha kesejahteraan umumnya sebagai bagian dari tugas dan kewajibannya
bagi kepentingan masyarakat.

2. Terhadap Tugas

a. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi


disertai kejujuran profesinal dalam menerapkan pengetahuan serta
keterampilan perawatan sesuai dengan kebutuhan orang seorang, keluarga dan
masyarakat.

b. Perawat wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya sehubungan


dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.

c. Perawat tidak akan menggunakan dan keterampilan perawatan untuk tujuan


yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
d. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha
dengan penuh kesadaran agar tidak berpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, keagamaan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran
politik serta kedudukan sosial.
e. Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan penderita
dalam melaksanakan tugas perawatan semi matang dalam pertimbangan
kemampuan jika menerima atau mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada
hubungannya dengan perawatan.

3. Terhadap Sesama Perawat dan Profesi Kesehatan Lainnya

a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antar sesama perawat dan


tenaga kesehatan lainnya baik dalam memelihara keserasian suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.

b. Perawat senantiasa meyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan


pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam
bidang perawatan

4. Terhadap Profesi Keperawatan

a. Perawat selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara sendiri-


sendiri dan atau secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan keperawatan.

b. Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi perawatan dengan


menunjukkan tingkah laku dan sifat-sifat pribadi yang tinggi.

c. Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan


pelayanan perawatan serta menerapkannya dalam kegiatan-kegiatan
pelayanan dan pendidikan perawatan.

d. Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu


organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdian.

5. Terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah Air

a. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijaksanaan


yang digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan.perawatan.
b. Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
dan perawatan kepada rnasyarakat.
Tanggung jawab hukum perawat dapat ditinjau dari pembidangan hukum itu
sendiri. Bila ditinjau berdasarkan hukum administrasi negara, maka tanggung jawab
hukum itu akan bersumber pada masalah kewenangan yang dimilikinya. Bila
tanggung jawab hukum itu berdasarkan hukum perdata, maka unsur terkait adalah ada
tidaknya suatu perbuatan melawan hukum atau wanprestasi dan bila bersumber pada
hukum pidana maka unsurnya adalah ada tidaknya suatu kesalahan terhadap
perbuatan yang harus/tidak seharusnya dilakukan berdasarkan hukum tertulis maupun
tidak tertulis.

Tanggung jawab perawat akan bergantung pada bentuk kewenangan yang


dimiliki. Pada pelanggaran kewenangan atribusi yang merupakan fungsi
independennya perawat, maka bila terjadi kesalahan dalam asuhan keperawatan
tersebut perawat yang bersangkutan akan memikul beban pertanggungjawabannya
sendiri. Contoh kasus, bila seorang perawat melakukan kesalahan ketika memandikan
pasien bayi yang menyebabkan terjadinya faktur. Sementara apabila fungsi
interdependen yang dilanggar maka perawat akan memikul beban tanggungjawab
tersebut bersama-sama dengan dokter ketua tim dan rumah sakit yang memberikan
tugas tersebut. Contoh kasus, apabila terjadi kesalahan perawat dalam menghitung
jumlah kapas bulat di ruang operasi sesudah operasi yang mengakibatkan
tertinggalnya kapas di dalam perut pasien tidak terdeteksi oleh dokter.

Tanggung jawab hukum di bidang perdata akan bersumber pada perbuatan


melawan hukum atau wanprestasi. Namun kedua batasan pelanggaran hukum tersebut
tetap tidak akan lepas dari pelaksanaan fungsi perawat. Tindakan perawat dapat
dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila terpenuhinya unsur-unsur yang
tertuang dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yakni adanya kerugian nyata yang diderita
sebagai akibat langsung dari perbuatan tersebut. Sementara tanggung jawab dalam
kategori wanprestasi apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi dalam Pasal 1234

KUH Perdata.

Tanggung jawab perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUH Perdata, maka
dapat dikatagorikan ke dalam empat prinsip sebagai berikut:

1. Tanggung jawab langsung berdasarkan Pasal 1365 BW dan Pasal 1366 BW


Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan
kesalahan dalam menjalanka fungsi independennya yang
mengakibatkan
kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggung jawabnya secara
langsung;

2. Tanggung jawab dengan asas respondeat superior atau let's the master answer

maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal

1367 BW

Dalam hal ini tanggung jawab akan muncul apabila kesaalahan terjadi dalam
menjalankan fungsi interdependen perawat. Sebagai bagian dari tim maupun
orang yang bekerja di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan
bersama-sama bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien;

3. Tanggung jawab\ dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW


Dalam hal ini konsep tanggung jawab terjadi seketika bagi seorang perawat
yang berada dalam kondidi tertentu harus melakukan pertolongan darurat
dimana tidak ada orang lain yang berkompeten untuk itu. Perlindungan hukum
dalam tindakan zaarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 20

Kepmenkes tentang Registrasi Perawat. Perawat justru akan dimintai


pertanggungjawaban hukum apabila tidak mengerjakan apa yang seharusnya
dikerjakan dalam Pasal 20 tersebut;

4. Tanggung jawab karena gugatan wanprestasi berdasarkan Pasal 1234 BW


Dalam wanprestasi seorang peraawat akan dimintai pertanggungjawaban
apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi, yaitu:

a. Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila


seorang perawat tidak mengerjakan semua tugas sesuai dengan fungsinya,
baik fungsi independen, interdependen maupun dependen.

b. Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban


sesuai fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian
pada pasien. Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong
23
urine pasien dengan kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari
sekali dengan ditunggu sampai penuh. Tindakan tersebut megakibatkan
pasien mengalami infeksi saluran urine dari kuman yang berasal dari urine
yang tidak dibuang.

c. Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu


tugas yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang

24
mengecilkan aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau
terganggu istirahatnya.

d. Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila
seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi
dari dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus
padahal dirinya belum terlatih.

Apabila perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka tanggung jawab itu
akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan.

Sementara dari aspek tanggung jawab secara hukum pidana seorang perawat baru
dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum; dalam hal ini apabila perawat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasal
15

Kepmenkes.

b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami
konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah
mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang
menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien.

c. Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan


(culpa). Kesalahan disini bergantung pada niat (sengaja) atau hanya karena lalai.
Apabila tindakan tersebut dilakukan karena niat dan ada unsur kesengajaan, maka
perawat yang bersangkutan dapat dijerat sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai
contoh seorang perawat yang dengan sadar dan sengaja memberikan suntikan
mematikan kepada pasien yang sudah terminal. (disebut dengan tindakan
euthanasia aktif)
d. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan
pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu
tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar seperti resiko yang melekat dalam
tindakan yang dilakukan. Misalnya resiko terjadinya odem (bengkak) sesudah
jarum infus dicabut.Atau adanya rasa tidak nyaman bagi pasien yang menjalani
kateter.
M. STANDAR PROFESI

1. Standar praktik

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui


kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkungan, wewenang dan
tanggung jawab (CHS 1983)

ICN mendefinisikan bahwa praktik keperawatan sebagai cara untuk


membantu individu atau kelompok mempertahankan atau mencapai
kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan yang mengkaji status
kesehatan klien, menetapkan diagnosis keperawatan untuk mencapai tujuan dan
mengevaluasi respons klien terhadap intervensi yang diberikan.

Standar praktik keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu


pekaryaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang dirumuskan
sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur
dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat. Adapun standar tersebut
meliputi :

 Standar 1 : Pengumpulan data tentang status kesehatan klien/pasien dilakukan


secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh
dikomunikasikan dan dicatat.

 Standar 2 : Diagnosis keperawata dirumuskan berdasarkan data status


kesehatan.

 Standar 3 : Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat


berdasarkan diagnosis keperawatan.

 Standar 4 : Rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendekatan


tindakan keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun
berdasarkan diagnosis keperawatan.
 Standar 5 : Tindakan keperawatan memberi kesempatan klien/pasien untuk
berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

 Standar 6 : Tindakan keperawatan membantu klien/pasien untuk


mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat
 Standar 7 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh
klien/pasien dan perawat

 Standar 8 : Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi arah


untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali urutan prioritas,
penetapan tujuan baru dan perbaikan rencana asuhan keperawatan

2. Standar Yayasan Keperawatan

 Standar 1 : Divisi keperawatan mempunyai falsafah dan struktur yang


menjamin pemberian asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan
merupakan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan praktik
keperawatan di seluruh institusi asuhan/yayasan keperawatan.

 Standar 2 : Divisi keperawatan dipimpin oleh seorang perawat eksekutif yang


memenuhi persyaratan dan anggota direksi.

 Standar 3 : Kebijaksanaan dan praktik divisi keperawatan menjamin yayasan


keperawatan merata dan berkesinambungan yang mengakui perbedaan
agama, sosbud dan ekonomi di antara klien/pasien di institusi yayasan
kesehatan.

 Standar 4 : Divisi keperawatan menjamin bahwa proses keperawatan


digunakan untuk merancang dan memberikan asuhan untuk memenuhi
kebutuhan individu klien/pasien dalam konteks keluarga

 Standar 5 : Divisi keperawatan menciptakan lingkungan yang menjamin


efektifitas praktik keperawatan.

 Standar 6 : Divisi keperawatan menjamin pengembangan berbagai program


pendidikan untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu
tinggi.

 Standar 7 : Divisi keperawatan memprakarsai, memanfaatkan dan berperan


serta dalam berbagai proyek penelitian untuk peningkatan asuhan
klien/pasien.
3. Standar Pendidikan Keperawatan

 Standar 1 : Lembaga pendidikan keperawatan berada dalam suatu institusi


pendidikan tinggi.
 Standar 2 : Lembaga pendidikan keperawatan mempunyai falsafah yang
mencerminkan misi dari institusi induk dan dinyatakan dalam kurikulum.

 Standar 3 : Lembaga pendidikan keperawatan konsisten dengan struktur


administratif dan institusi induk dan secara jelas menggambarkan jalur-jalur
hubungan keorganisasian, tanggung jawab dan komunikasi.

 Standar 4 : Sumber daya manusia, finansial dan material dari lembaga


pendidikan keperawatan memenuhi persyaratan dalam kualitas maupun
kuantitas untuk memperlancar proses pendidikan.

 Standar 5 : Kebijaksanaan lembaga pendidikan keperawatan yang mengatur


penerimaan, seleksi dan kemajuan mahasiswa mencerminkan falsafah dan
standar institusi, dengan tetap berpedoman pada aturan yang berlaku bagi
suatu lembaga pendidikan.

 Standar 6 : Penyelenggaraan pendidikan keperawatan menggunakan


kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan
dikembangkan sesuai dengan falsafah dan misi dari lembaga pendidikan yang
bersangkutan.

 Standar 7 : Tujuan dan desain kurikulum pendidikan keperawatan profesional


mencerminkan falsafah pendidikan keperawatan, mempersiapkan
perkembangan sikap, dan kompetensi khusus bagi para lulusannya.

 Standar 8 : Lembaga pendidikan keperawatan ikut serta dalam program


evaluasi internal dan eksternal yang sistematis

 Standar 9 : Lulusan program pendidikan keperawatan profesional


mengemban tanggung jawab profesional, sesuai dengan persiapan tingkat
pendidikan.

4. Standar Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan

 Standar 1 : Seluruh organisasi dan administrasi dari unit penyelenggara


pendidikan berkelanjutan konsisten dengan falsafah, maksud dan tujuan
lembaga penyelenggara dan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan,
praktik keperawatan, dan pendidikan berkelanjutan yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi keperawatan nasional.
 Standar 2 : Pemimpin, tenaga pengajar, narasumber dan staf penunjang yang
berkualitas diikutsertakan dalam pencapaian tujuan unit penyelenggara
pendidikan berkelanjutan.

 Standar 3 : Peserta didik berpartisipasi di dalam mengidentifikasi kebutuhan


belajar mereka dan dalam merencanakan kegiatan pendidikan berkelanjutan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

 Standar 4 : Desain pendidikan berkelanjutan untuk setiap program terdiri atas


pengalaman belajar yang terencana, terorganisasi dan dievaluasi berdasarkan
prinsip pendidikan orang dewasa.

 Standar 5 : Sumber daya material dan fasilitas memadai untuk mencapai


tujuan dan melaksanakan fungsi seluruh unit penyelenggara pendidikan
berkelanjutan.

 Standar 6: Penyelenggara pendidikan berkelanjutan menetapkan dan


memelihara sistem penyimpanan, pencatatan dan pelaporan.

 Standar 7 : Evaluasi merupakan proses kendali mutu yang integral, continue,


sistematis pada unit penyelenggara pendidikan berkelanjutan dan setiap
program. Evaluasi meliputi pengukuran dampak pada peserta didik dan bila
mungkin pada organisasi yayasan kesehatan.

N. TUJUAN STANDAR KEPERAWATAN

1. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan

2. Mengurangi biaya asuhan keperawatan

3. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi


pasien dari tindakan yang tidak terapeutik

O. SUMBER-SUMBER STANDAR

1. Organisasi Profesi PPNI


 1993 : Rancangan Standar Profesi Keperawatan (Lingkup Praktik
Keperawatan, Standar Yayasan, Standar Praktik, standar pendidikan, standar
pendidikan berkelanjutan)

 1999 : Standar Praktik Keperawatan Profesional (Perawat teregistrasi)

 2000 : Kode Etik Keperawatan


 2001 : Standar asuhan yang paralel dengan langkah-langkah
proses keperawatan dan standar kinerja profesional yang terkait dengan
sikap tindak peran profesional (sedang dalam proses)

2. DEPKES RI

 SK Menkes 436/Menkes/S/VI/1993 tanggal 3 Juni 1993

 SK Dirjen Yan.Med No. YM.00.03.2.6.7637 tentang Berlakunya


standar asuhan keperawatan di RS 18 Agustus 1993

 SK Dirjen Yan Med No.00.06.3.5.00788 tgl 16 feb’95 tentang


komisi

Gabungan Akreditasi RS (KARS)

 SK Dirjen Yan Med No. 02.03.3.5.2625 tgl 16 feb’88 tentang


komisi akreditasi RS dan sarana Kesehatan lainnya (KARS)

 SK Dirjen Yan Med No YM.00.03.2.6.734 tgl 17 Juli’95 tentang


berlakunya instrumen evaluasi penerapan SAK di RS

 Surat edaran dirjen Yan.Med Np. YM.02.04.3.5.2504 tgl 10 Juni’97


tentang pedoman Hak Kewajiabn Pasien, Dokter dan RS

 Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan RS (18 jenis indikator)


juli

1998, menjadi rujukan untuk standar pelayanan peristirahatan.

 SK Dirjen Yan Med No. YM.00.03.2.6.956, tgl 19 okt’98 tentang


berlakunya hak dan kewajiban perawat dan bidan di RS.

 Kep. Men No. 12397/Menkes/SK/2001 tentang Registrasi dan


Praktik

Perawat.
3. Rumah Sakit

Rumah sakit menyusun standar asuhan keperawatan sebagai pedoman


pemberian asuhan keperawatan untuk kasus terbanyak pada masing-masing
jenis pelayanan.

4. UU/KEPRES/PP

 UU No. 23/1992 tentang kesehatan

 Keppres No. 56/1995, 10 agustus 1995 tentang majelis disiplin


tenaga kesehatan

 PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan

 UU No. 81/1999 tentang Perlindungan Konsumen

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Legal dalam Praktik Keperawatan.

Praktik keperawatan yang aman masih memerlukan pemahaman tentang batasan legal
yang ada dalam praktik keperawatan. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman
akan tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kritis terhadap perawat. Perawat
tentu perlu memahami tentang hukum untuk melindungi hak dari kliennya dan bahkan
terhadap dirinya sendiri agar terhindar dari masalah. Perawat tidak perlu takut akan hukum,
tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat
harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang professional.

1. Malpraktek

definisi malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.

Malpraktik dibagi menjadi 3 kategori :

a. Criminal Malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala


perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :

1) Perbuatan tercelah
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah berupa kesengajaan, kecerobohan, atau
kealpaan. Misalnya euthanasia, membuka rahasia jabatan, membuat surat keterangan
palsu, dan melakukan aborsi tanpa indikasi medis.

b. Civil Malpractice

Tindakan tenaga kesehatan yang dapat di kategorikan civil malpraktik adalah :

1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.


2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak harus dilakukan. Hal ini bias
bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan
principle of viesip rius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat
bertanggunggugat atas kesalahan yang dilakukan karyawan sekama tenaga kesehatan
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya.
c. Administrative Malpractice

Tenaga perawatan dikatan telah melakukan administrasi malpraktek manakal tenaga


keperawatan tersebut telah melanggar hokum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di gidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk
menjalankan profesinya, batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila
peraturan tersebut dilanggar muka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hokum administrasi.

Pembuktian Malpraktik dan Tanggung Gugatnya.

Dengan pemahaman yang minimal relative, masyarakat awam sulit untuk


membedakan Antara resiko medis dengan malpraktik. Hal ini dapat di dasarkan dengan
kesembuhan penyakit yang tidak semata, berdasarkan dengan tindakan tenaga kesehatan.
Namun juga dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti kemungkinan adanya komplikasi,
daya tahan tubuh yang tidak sama, serta kepatuhan dalam penatalaksanaan regimen
teraupeutik.

Masyarakat lebih cenderung melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil
pengobatan dan perawatan tidak akan dapat di prediksi secara pasti. Dalam sebuah praktik,
tenaga kesehatan hanya memberikan sebuah jaminan proses yang bisa sebaik mungkin
(ispanningverbintenis), atau tidak menjanjikan hasil sama sekali (resultaatverbintesis).
Adanya kesalahpahaman seperti ini sering kali berujung pada sebuah gugatan malpraktik.
Jika menurut Paulus Yanuar, formula malpraktik (malpractice formula) dapat terjadi jika
adanya tiga unsur utama dari malpraktik, yaitu :

1. Terbukti telah terjadi pelanggaran standar pelayanan.

2. Terbukti pasien mengalami kerugian atau kerusakan setelah menjalani perawatan.

3. Terbukti adanya hubungan sebab-akibat Antara pelaksana praktik yang tidak sesuai
dengan standar kerugian yang dialami pasien.

Dalam beberapa literature yang disebutkan bahwa untuk membuktikan terjadinya


malpraktik harus memenuhi rumusan dari 4D, yaitu :

a. Duty (kewajiban).

b. Dereliction of Duty (menelantarkan kewajiban).


c. Damage (rusaknya kesehatan seseorang atau biaa disebut kecacatan).

d. Direct Causation Between Damae with Derelivtion of Duty (adanya hubungan


langsung Antara tindakan menelantarkan kewajiban dengan rusaknya kesehatan
atau yang biasa disebut kecacatan).

Belum ada jaminan bahwa pelayanan kesehatan yang tekah diberikan oleh tenaga kesehatan
dapat memberikan sebuah rasa kepuasan. Pada saat tertentu,pelayanan tersebut malah
menimbulkan kerugian yang besar pada pasien yang telah cacat maupun meninggal. Kerugian
tersebut merupakan resiko pihak pemberi pelayanan kesehatan. Jika hal ini terjadi, maka UU
akan memberikan peluang kepada pihak pasien untuk menuntut baik dalam hal perdata
maupun pidana. Hal diatas dapat dijamin dalam UU No.29 Tahun 2004 tentang praktik
Kedokteran, khususnya pada pasal66 ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang
mengetahui atau bahkan kepentingannya di rugikan atas tindakan dari dokter maupun dari
dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mangadukan secara tertulis kepada
ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Pengaduan yang sebagaimana dimaksud diatas tidak akan menghilangkan hak setiap
orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan
atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan (UUPK Pasal 66 ayat (3)).

A. Tindakan-tindakan Malpraktik

Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori malpraktik yaitu :

1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
3. Penyalahgunaan obat
4. Pemberian dosis obat yang salah
5. Alat-alat yang tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak steril
6. Kesalahan prosedur operasi
7. Percobaan cara pengobatan baru suatu penyakit pada pasien

B. Dampak Malpraktik

Adapun dampak-dampak malpraktik yaitu :

1. Merugikan pasien serta dapat menimbulkan cacat permanen


2. Bagi petugas hukum dapat dijerat hukum pidana
3. Dari segi sosial dapat dikucilkan dari masyarakat
4. Dari segi agama mendapat dosa
5. Dari segi etika keperawatan melanggar etika dan bukan merupakan tindakan
professional

C. Upaya-upaya Pencegahan Malpraktik

Berikut upaya-upaya pencegahan malpraktik diantaranya :

1. Senantiasa berpedoman pada standar pelayanan medic dan standar prosedur


professional
2. Bekerja secara professional berlandaskan etik dan moral yang tinggi
3. Meningkatkan rasa kebersamaan, keakraban dan kekeluargaan
4. Mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terutama tentang
kesehatan.

2. Kelalaian

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan
bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi
apabila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi
yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat bahwa pada
umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan perbuatan yang
dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat
profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang
lain. Kasus kelalaian dapat terjadi di berbagai tatanan dalam praktek keperawatan, Kasus-
kasus seperti ini berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan ilmu maupun
kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan, termasuk di dalamnya dalam ranah praktek
keperawatan kritis.

Menurut Vestel KW (1995) dalam Ake (2003), menyampaikan bahwa suatu perbuatan
atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak melakukan
tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus terdapat
hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
menurunkan “Proximate cause”
Kewajiban (Duty)
Menurut Morton& Fontaine (2009), kewajiban adalah hubungan legal antara dua pihak
atau lebih. Kewajiban ini dapat timbul dari berbagai macam situasi. Pada ranah keperawatan
sendiri, kewajiban timbul akibat adanya hubungan kontrak antara pasien dan fasilitas
perawatan kesehatan. Dimana pasien sepakat untuk membayar layanan perawatan kesehatan,
sedangkan perawat wajib memberikan perawatan pada pasien sebagaimana mestinya.
Seorang perawat perawatan kritis bertanggung jawab secara legal dalam merawat pasien
dalam kondisi apapun. Jika perawat tersebut gagal memberikan perawatan sebagaimana
mestinya sesuai dengan kondisi pasien, perawat tersebut dianggap melakukan pelanggaran
pada kewajibannya
Adapun yang termasuk dalam planning failure adalah kegagalan dalam menentukan
perencanaan keperawatan yang yang berkaitan juga kegagalan dalam menentukan diagnosa
yang tepat.
Menurut Urden (2010), jika seorang perawat gagal memperhatikan setiap bagian dari proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi
maka perawat tersebut dapat dianggap tidak kompeten dan melakukan suatu kelalaian.
Dibawah ini merupakan beberapa contoh kasus kelalaian yang dilakukan oleh seorang
perawat kritis :

Assessment Failure
Adapun yang termasuk dalam assessment failure adalah kegagalan dalam mengkaji maupun
menganalisis data ataupun informasi mengenai pasien seperti tanda-tanda vital, pemeriksaan
laboratorium, maupun keluhan utama pasien.
Contoh Kasus :
Seorang pasien yang dirawat di ICU dan baru saja dilakukan pemasangan chest tube pada
shift malam. Pada saat itu perawat lalai dalam melakukan monitoring pasien dari pukul 23.00
sampai pukul 03.00, ketika dilakukan pengecekan kembali pada pukul 03.00 didapatkan
keadaan pasien memburuk, pasien mengalami penurunan kesadaran, oksimetri buruk, dan
tanda-tanda vital dalam keadaan jelek. Kemudian klien mengalami henti nafas dan henti
jantung, dan kemudian segera dilakukan resusitasi pada pasien. Namun, ternyata pasien tetap
tidak terselamatkan

Planning Failure
Adapun yang termasuk dalam planning failure adalah kegagalan dalam menentukan
perencanaan keperawatan yang yang berkaitan juga kegagalan dalam menentukan diagnosa
yang tepat.

Implementation Failure
Termasuk di dalamnya adalah kegagalan untuk berkomunikasi dengan pihak lain yang terkait
terkait kondisi pasien, kegagalan dalam melakukan tindakan yang tepat terhadap pasien,
kegagalan dalam melakukan pendokumentaian terhadap hasil-hasil pengkajian, intervensi,
maupun respon pasien terhadap intervensi yang diberikan, serta kegagalan untuk menjaga
privasi pasien.
Contoh kasus :
Kegagalan dalam Melakukan Tindakan yang Tepat : Seorang wanita mengalami kejang di
rumahnya, kemudian oleh suaminya segera di bawa ke rumah sakit. Sesampainya di UGD
pasien diberikan penanganan pertama seperti memberikan obat anti kejang dan memastikan
jalan nafas bersih, kemudian sang perawat meninggalkan pasien tanpa memasang side rail.
Tiba-tiba pasien mengalami kejang berulang, suaminya berusaha untuk menolong dengan
memeganginya, namun pasien tetap terjatuh dari tempat tidur yang mengakibatkan fraktur
pada tulang bagian wajahnya.

Evaluation Failure
Adapun yang termasuk dalam evaluation failure mencakup kegagalan dalam melaksanakan
fungsi dan peran perawat sebagai advokat. Saat pasien masuk dan dirawat hingga pasien
pulang, perawat memiliki peran sebagai seorang advokat. Perawat bertanggung jawab untuk
mengevaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien.

Pelanggaran Kewajiban (Breach of Duty)


Pelanggaran kewajiban merupakan kegagalan untuk bertindak secara konsisten sesuai
standar perawatan (Urden, 2010). Menurut Morton & Fontaine (2009), kelalaian terbukti
benar atau salah dengan membandingkan perilaku perawat dengan standar perawatan. Pada
umumnya, kelalaian dapat berupa kelalaian biasa atau kelalaian berat. Kelalaian biasa
menunjukkan kecerobohan profesional, sedangkan kelalaian berat menunjukkan bahwa
perawat tersebut secara sengaja dan sadar mengabaikan resiko bahaya yang telah diketahui
pasien.

Penyebab (Cause)
Menurut Morton & Fontaine (2012), hukum malpraktik juga mencantumkan keharusan
adanya hubungan kausal antara perilaku perawat perawatan kritis dan
cedera yang terjadi pada pasien. Cedera yang diderita pasien tersebut semestinya
harus dapat dicegah.

Cedera (Damage)
Elemen keempat dalam kelalaian adalah cedera. Cedera adalah luka atau sesuatu
yang membahayakan yang didapatkan pasien kritis saat menjalani perawatan dan
biasannya cedera yang didapatkan ini, dihitung sebagai kerugian material. Pasien
harus membuktikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh perawat tidak sesuai dengan standar
perawatan sehingga menimbulkan luka atau bahaya pada pasien. Oleh karena itu, pasien
berhak menerima kompensasi yang sesuai.

3.Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat Dalam Keperawatan


Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan
ini menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati – hati, teliti
dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur Kepercayaan akan tumbuh, apabila perawat
memiliki kemampuan, terampil, dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya. Berikut
tanggung jawab perawat terhadap profesi adalah :
a. Perawat bertanggung jawab dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya
secara individu ataupun berkelompok melaui penambahan ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan pengalaman.
b. Perawat bertanggung jawab dalam menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan menunjukkan sikap dan pribadi yang terpuji.
c. Perawat bertanggung jawab dalam menentukan pelayanan keperawatan yang professional
dan menerapkannya dalam kegiatan pelayanan keperawatan.

Tanggung Gugat (Akuntability) Akuntability dapat diartikan sebagai bentuk


partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu
konsekuensi – konsekuensinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada
pihak yang menggugat ia mengatakan siap dan berani menghadapinya. Perawat harus mampu
dalam menjelaskan segala tindakannya.

2.2 Contoh Malpraktek Keperawatan dan Kajian Etika Hukum

Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan
dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam
Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I,
pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan
masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien
dengan tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan
pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.

Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang
dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung
jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah
tungkai.

Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam
hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan. Dari kasus
tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti patah
tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang
lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah
dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-
sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
2.3 Pentingnya Hukum dalam Praktek Keperawatan

Dasar hukum praktik keperawatan

UUD 1945 Pasal 28H Ayat 1

UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan


penyakit dan

pemulihan) Download Disini

UU No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Download Disini

PERMENKES No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit

PERMENKES No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral


Pelayanan

Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek


keperawatan bagi

perawat kesehatan di Rumah Sakit

KEPMENKES No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi


dengan SK

Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat Download


Disini

UU Tentang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Download Disini

UU No.38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Download Disini

Sumber : http://www.hukor.depkes.go.id/Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum dalam praktik keperawatan


Hukum adalah seluruh aturan dan undang-undang yang mengatur sekelompok masyarakat
dengan

demikian hukum dibuat oleh masyarakat dan untuk mengatur semua anggota masyarakat.

Tujuan hukum dalam keperawatan

Tujuan hukum yang mengendalikan cakupan praktek keperawatan, ketentuaan, perizinan bagi
perawat,

dan standar asuhan adalah melindungi kepentingan masyarakat .perawat yang mengetahui
dan

menjalankan undang-undang praktik perawat serta standar asuhan akan memberikan layanan

keperawatan yang aman dan kompeten.

Fungsi hukum dalam keperawatan

1. Hukum memberikan kerangka kerja untuk menetapkan jenis tindakan keperawatan yang
sah dalam

asuhan klien.

2. Hokum membedakan tanggung jawab perawat dari tenaga propesional kesehatan lain.

3. Hokum membantu memberikan batasan tindakan keperawatan yang mandiri.

Sumber hukum

Pedoman legal yang dianut perawat berasal dari hukum perundang-undangan, hukum
peraturan, dan

hukum umum.

1. Hukum Perundang-undangan

Hukum yang dikeluarkan oleh badan legislatif. Menggambarkan dan menjelaskan batasan
legal praktek

keperawatan. Undang-undang ini melindungi hak-hak penyandang cacat di tempat kerja,


institusi

pendidikan, dan dalam masyarakat.

2. Hukum peraturan atau hukum administratif

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh badan administratif. Salah satu contoh hukum
peraturan
adalah kewajiban untuk melaporkan tindakan keperawatan yang tidak kompeten atau tidak
etis.

3. Hukum umum

Berasal dari keputusan pengadilan yang dibuat di ruang pengadilan saat kasus hukum
individu

diputuskan. Contoh hukum umum adalah informed consent dan hak klien untuk menolak
pengobatan.

Undang-undang dan srategi diberlakukan untuk melindungi perawat terhadap litigasi


diantaranya:

1. Good Samaritan Act adalah undang-undang yang ditetapkan untuk melindungi penyediaan
layanan

kesehatan yang memberikan bantuan pada situasi kegawatan terhadap tuduhan malpraktek
kecuali

dapat dibuktikan terjadi penyimpangan berat dari standar asuhan normal atau kesalahan yang
disengaja

di pihak penyedia layanan kesehatan.

2. Asuransi tanggung wajib profesi seiring meningkatnya tuntutan malpraktik terhadap para
propesional

kesehatan, perawat dianjurkan mengurus asuransi tanggung wajib mereka. Kebayakan rumah
sakit

memiliki asuransi pertanggungan bagi semua pegawai, termasuk semua perawat.

3.Melaksanakan program dokter para perawat diharap mampu menganalisis prosedur dan
medikasi

yang diprogramkan dokter.

4. Memberikan asuhan keperawatan yang kompeten praktik yang kompeten adalah upaya
perlindungan

hukum utama bagi perawat

5.Membuat rekam medis rekam medis klien adalah dokumen hukum dan dapat digunakan
dipengadilan

sebagai barang bukti.

6.Laporan insiden adalah catatan instantsif mengenai kecelakaan atau kejadian luar
biasa.laporan
insiden digunakan untuk memberikan semua fakta yang dibutuhkan kepada personel instansi.

Dasar Perlindungan Hukum

1. Pasal 53 (1) UU 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya


sesuai

dengan profesinya.

2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar


profesi dan

menghormati hak pasien.

3) Tenaga kesehatan untuk kepentingan pembuktian dapat melakukan tindakan medis


terhadap

seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.

4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien diatur dalam peraturan
pemerintah.

2. Pasal 54

1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksankan
tugas

profesinya dapat dikenakan tindakan sangsi

2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan

oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan

3) Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan

ditetapkan dengan keputusan presiden.

3. Pasal 24 (1) PP 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yg melakukan tugasnya sesuai


dengan standar

profesi tenaga kesehatan.


4. Pasal 344 KUHP “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang

disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya


duabelas tahun.”

5. Pasal 299 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan

memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya


dapat

digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak empat

puluh lima ribu rupiah.

2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut

sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru-obat,
pidananya dapat

ditambah sepertiga.

3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya

untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut

BAB II

PEMBAHASAN

A. NURSING ROLE
1. Pengertian Nursing Role ( Peran Perawat)
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan social
baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil (Kusnanto, 2009). Perawat adalah tenaga
profesional yang mempunyai pendidikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kedudukannya
dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai wewenang dalam
penyelenggaraan pelayanan keperawatan (Kozier, Barbara 1995).
Nursing role (peran perawat) adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat
dalam praktek yang telah menyelesaikan pendidikan normalnya, diakui dan diberikan
kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan
secara professional sesuai dengan kode etik profesinya. Peran yang dimiliki oleh seorang
perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai
pengelola,dan peran sebagai peneliti (Asmadi,2008).
Menurut (Lokakarya Nasional,1996) peran perawat adalah sebagai pelaksana pelayanan
keperawatan, pengelola pelayanan keperawatan dan institusi pendidikan, sebagai pendidik
dalam keperawatan, peneliti dan pengembangan keperawatan atau peran perawat adalah cara
untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktek,dimana telah menyelesaikan pendidikan
formalnya diakui
Setiap peran memiliki 3 elemen, yaitu (Blais, 2006):
a. Peran ideal
Peran ideal mengacu pada hak dan tanggung jawab terkait peran yang secara sosial
dianjurkan atau disepakati.
b. Peran yang dipersepsikan
Peran yang mengacu pada bagaimana penerimaan peran (orang yang menerima
peran) percaya dirinya harus berperilaku dalam peran tersebut.
c. Peran yang ditampilkan

Peran yang mengacu pada apa yang sebenarnya dilakukan oleh penerima peran.
2. .Macam-Macam Peran Perawat
Dalam melaksanakan keperawatan, menurut Hidayat (2012) perawat mempunyai
peran dan fungsi sebagai perawat sebagai berikut:
1) Pemberian perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai
perawat, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi
tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap
memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa
asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian dan
perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan tertinggi (Berman, 2010). Perencanaan keperawatan yang
efektif pada pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan
pasien dan keluarga.
2) Sebagai advocate keluarga (Clien Advokat)
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai
advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam
menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili
kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya yang
diketahu oleh Hubungan Kualitas Pelayanan 29 dokter. Perawat juga membantu klien
mendapatkan hak-haknya dan membantu pasien menyampaikan keinginan (Berman,
2010).
3) Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan
sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan
tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit
atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien
(Wong, 2009).
4) Pendidik (Edukator)
Sebagai pendidik atau health aducator, perawat berperan mendidik individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat, serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan
yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan
kesehatan pada klien (individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat) maupun bentuk
desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga
kesehatan lainnya.
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada klien akan terlaksana dengan baik jika
sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perawat perlu melakukan pengkajian atau
penjajakan berupa pengumpulan dan analisa data sebelum melakukan kegiatan. Selain
itu perawat harus membuat perencanaan agar tujuan dapat tercapai. Perencanaan ini
meliputi tujuan, sasaran penyuluhan, jumlah peserta, metode, alat bantu yang
digunakan serta criteria evaluasi sebagai instrument penilaian tingkat keberhasilan
kegiatan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu berperan
sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada pasien atau
keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya dalam
keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami
gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari
peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan
keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan mereka
Hubungan Kualitas Pelayanan tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit,
dan memastikan keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang
(Kyle & Carman, 2015).
5) Counsellor (konsultan)
Perawat perawat sebagai konsultan adalah pemberi bimbingan/ konseling
klien. Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat
dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun
pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis.

Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada individu sehat dengan
kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat individu tersebut
untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan cara mendorong
klien untuk mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan yang tersedia dan
mengembangkan rasa pengendalian diri (Berman, 2010).
6) Kolaborasi (kolabolator)
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang
akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan
pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan tim
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan (Hidayat, 2012).
7) Pengambilan keputusan etik
Dalam mengambil keputusan, perawat mempunyai peran yang sangat penting
sebab perawat selalu berhubungan dengan pasien kurang lebih 24 jam selalu
disamping pasien, maka peran perawatan sebagai pengambil keputusan etik dapat
dilakukan oleh perawat, seperti akan melakukan tindakan pelayanan keperawatan
(Wong, 2009).
8) Peneliti
Peran perawat ini sangat penting yang harus dimiliki oleh semua perawat
pasien. Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian keperawatan pasien,
yang dapat dikembangkan untuk perkembangan teknologi keperawatan. Peran
perawat sebagai peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan pasien (Hidayat, 2012).
Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan
pendidikan keperawatan.
Penelitian bertujuan menghasilkan:
a) Jawaban terhadap pertanyaan
b) Solusi penyelesaian masalah baik melalui produk teknologi atau metode baru
maupun berupa produk jasa.
c) Penemuan dan penafsiran fakta baru
d) Penyajian teori berdasarkan kondisi atau fakta baru
e) Perumusan teori baru ( Leddy dan Pepper,1993 dikutip dari Hamid, A.Y., 1996)
Kemampuan perawat mengadakan penelitian sangat diperlukan tidak saja
untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang terkait dengan pelayanan dan
pendidikan keperawatan, tetapi juga dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi keperawatan.
Disamping itu temuan hasil penelitian digunakan untuk menyeleksi teknologi
dari Negara lain yang selanjutnya diaplikasikan dalam pelayanan keperawatan sesuai
dengan masalah kesehatan dan social budaya masyarakat Indonesia. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat pola dan distribusi penyakit serta kondisi keperawatan di
Indonesia berbeda dengan Negara lain.
Penelitian di bidang keperawatan berperan dalam mengurangi disparitas atau
kesenjanan penguasaan teknologi mutakhir di bidang kesehatan karena temuan hasil
peelitian lebih memungkinkan terjadinya tranformasi iptek. Selain itu sangat penting
dalam memperkokoh upaya memantapkan realisasi keperawatan sebagai profesi
karena pada hakikatnya penelitian memperkaya body of knowledge ilmu
keperawatan.
Penelitian di bidang keperawatan juga bermanfaat dalam menopang dan
menciptkan pengembangan ruang lingkup praktik keperawatan karena hanya dengan
hasil temuan penelitian efektivitas praktik keperawatan dapat di evaluasi sehingga
dapat diidentifikasikan cara pemecahan masalah yang tepat (Sudibio, Y,1996).
a) Untuk itu perlu menciptakan iklim yang menumbuh kembangkan kegiatan penelitian
di bidang keperawatan yaitu :
b) Kemampuan perawat menggunakan hasil penelitian dan memodifikasi asuhan
keperawatan sejalan dengan hasil temuan penelitain
c) Memperluas kesempatan kepada perawat untuk mengaktualisasikan diri pada cara
berfikir kritis pada semua tatanan pelayanan keperawatan
d) Apresiasi terhadap metodologi dan prosedur penelitian serta kebutuhan klien untuk
melandasi pelayanan/asuhan keperawatan dengan hasil penelitian
e) Meningkatkan pemanfaatan hasil penelitian dalam bentuk desiminasi ilmu secara luas
dan terencana
f) Perlunya posisi perawat pada lembaga penelitian maupun swasta
g) Perawat selalu didukung untuk melakukan penelitian dengan struktur pengembangan
karir yang jelas dan perlu dipikirkan adanya intensif khusus bagi perawat peneliti.
Adapun peran perawat lainnya, yaitu:
a. Peran sebagai pelaksana
Peran ini dikenal dengan istilah care giver, peran perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai
individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan
pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini
perawat bertindak sebagai comforter, protector dan advocat,communicator serta
rehabilitator.
Sebagai comforter, perawat berusaha member kenyamanan dan rasa aman
pada klien. Peran sebagai protector dan advocat lebih terfokus pada kemampuan
perawat melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksan dengan
seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Misalnya, kewajiban perawat
memenuhi hak layak untuk menerima informasi dan penjelasan tentang tujuan dan
manfaat serta efek samping suatu terapi pengobatan atau tindakan keperawatan.
Demikian pula terlaksananya hak klien untuk menolak suatu terapi medis atau
tindakan perawatan, setelah memahami dan memperoleh penjelasan,tentang tujuan
terapi tersebut dilakukan.
Peran sebagai communicator akan Nampak bila perawat bertindak sebagai
mediator antara klien dengan anggota tim kesehatan lainnya. Peran ini berkaitan erat
dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan
selama 24 jam. Sedangkan peran rehabilitator berhubungan erat dengan tujuan
pemberian asuhan keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh
agar sembuh dan dapat berfungsi normal. Sebagai contoh ketika merawat pasien mau
pasien di rumah sakit dengan kolostomi permanen. Selama merawat pasien di rumah
sakit perawat berkewajiban mengajarkan cara merawat kolostomi sehingga ketika
berada di rumah, pasien mampu merawat sendiri kolostominya agar tidak menganggu
aktivitas pasien sehari-hari.
b. Peran sebagai pengelola
Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola
pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggungjawabnya
sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan.
Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan atau
pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan system pelayanan
keperawatan.
Pada institusi pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola atau
menejer dibedakan atas tiga angkatan, yaitu tingkat atas (top manager), menengah
(middle manager), dan tingkat dasar/(super-ficial manager). Dalam struktur organisasi
rumah sakit di Indonesia misalnya, sebagai pengelola tingkat atas adalah kepala bidang
keperawatan dan tingkat menengah adalah kepala seksi keperawatan dan penyedia (super
visor). Sedangkan pengelola tingkat dasar adalah perawat yang menjawab kepala
ruangan.
Peran perawat dalam pengelolaan pendidikan meliputi tanggungjawab dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dalam hal ini menjaga kualitas pendidikan keperawatan
dengan menumbuh kembangkan iklim pendidikan akademik professional yaitu
penguasaan iptek keperawatan, penyelesaian masalah secara ilmiah, pembinaan sikap
professional serta belajar aktif dan mandiri.
Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi:
1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain, artinya
memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir dan bertindak.
2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
denganpasiennya.
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman pasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun
perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupunduka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi
simpatis yang memiliki makna.
6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya.
7. Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan
kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain
dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11.Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka ,
senang, frustasi dan rasa puas pasien.
Peran perawat menurut para sosiolog
1. Peran terapeutik
Kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit.
2. Expresssive/mother substitute role
Kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa
aman, diterima, dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan
Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan
(dokter, perawat, pasien, dan lain-lain)
Peran perawat menurut Schulman
Schulman berpendapat, hubungan perawat dan pasien sama dengan hubungan ibu dan
anak, antara lain:
1. Hubungan interpersonal disertai dengan kelembutan hati, dan rasa kasih sayang
2. Melindungi dari ancaman bahaya
3. Memberi rasa aman dan nyaman
4. Memberi dorongan untuk mandiri

3. Fungsi Perawat
A. Fungsi Independen
Tindakan keperawatan bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan
yang diambil.
B. Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan
C. Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan. Perawat berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien bersama tenaga
kesehatan lainnya. Perawat bertanggung jawab lain terhadap kegagalan pelayanan
kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya (Potter dan Perry, 2005).

B. Peran Perawat sebagai Advokator (Advokasi Perawat)


1. Pengertian Advokasi
Advokasi didefinisikan oleh Kamus Perguruan Tinggi Merriam-Webster (2009a) sebagai
tindakan atau proses untuk mendukung suatu tujuan atau proposal. Seorang advokat
didefinisikan sebagai orang yang memohon, membela, atau mendukung tujuan atau
kepentingan pihak lain. Banyak literatur tentang advokasi berasal dari kelompok nirlaba dan
minat khusus yang mempersiapkan para advokat potensial untuk mempengaruhi kebijakan
publik. Strategi yang dipromosikan oleh kelompok-kelompok ini juga berlaku untuk
perawat dan profesi keperawatan.
Pengertian Advokasi Menurut Beberapa orang:
a. Amidei (2010) menggambarkan advokasi sebagai "melihat kebutuhan dan menemukan
cara untuk mengatasinya" (hal. 4).
b. Sharma (1997) mendefinisikan advokasi sebagai "tindakan yang bertujuan untuk
mengubah kebijakan, posisi atau program dari semua jenis institusi" (hal. 4).
c. Family Care International (2008) mempromosikan advokasi sebagai "proses membangun
dukungan untuk suatu masalah atau sebab. dan mempengaruhi orang lain untuk
mengambil tindakan "(hal. 3).
d. Worldwide Palliative Care Alliance (2005) mengidentifikasi advokasi sebagai" sebuah
proses yang dapat mengarah pada perubahan melalui pengaruh "dan" cara mengarahkan
pembuat keputusan menuju solusi "( hal. 4).

2. Defenisi Peran Advokasi Perawat


Peran advokasi perawat yaitu tindakan perawat untuk memberikan informasi dan bertindak
atas nama pasien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi meliputi memberi informasi, menjadi
mediator dan melindungi pasien. Seringkali pasien mengalami ketakutan dan kecemasan
berlebihan terhadap penyakitnya. Perawat atau tim kesehatan lain seharusnya dapat
memberikan saran mengenai pengobatan dan proses kesembuhannya. Saran yang diberikan
dapat mengurangi kecemasan yang dialami pasien sehingga dapat menunjang keberhasilan
pengobatan selanjutnya (Soetjiningsih, 2008).
Perannya sebagai advokat, perawat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam
membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi
pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya serta mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien. Hal ini harus
dilakukan, karena pasien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan
banyak petugas kesehatan.

Murphy dan Hunter (dalam Basford &Slevin, 2006) mengatakan bahwa peran perawat
dalam mengeksplorasi konsep pembelaan terangkum dalam pernyataan, “Tujuan
perawat bukan untuk mendapatkan kepuasaan dari professional kesehatan lain tetapi
lebih untuk membantu pasien mendapatkan asuhan yang terbaik, bahkan jika itu berarti
pasien masuk ke rumah sakit dan mencari professional asuhan kesehatan lain”. Oleh
karena itu, fokus utama dari peran advokasi perawat bagi pasien adalah menghargai
keputusan pasien dan meningkatkan otonomi
pasien (Blais,2002).
Definisi-definisi ini semuanya menunjukkan bahwa peran seorang advokat adalah bekerja
atas nama diri sendiri dan / atau orang lain untuk meningkatkan kesadaran akan suatu
masalah dan untuk mempromosikan solusi terhadap masalah tersebut. Badan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Proses ini dapat mencakup 'rantai komando' dalam organisasi layanan
kesehatan, komisi, badan legislatif negara bagian, atau kelompok lain di tingkat kebijakan
sistem layanan kesehatan.
Sementara sebagian besar perawat siap mengemban mandat peran advokasi perawat
profesional seperti yang berlaku untuk pasien, harapan untuk advokasi atas nama rekan,
profesi, atau bahkan diri sendiri mungkin tidak begitu jelas atau secara konsisten dicatat.
Tanggung jawab profesional perawat untuk bekerja dengan rekan kerja untuk
mempromosikan lingkungan praktik yang aman dijelaskan dalam dokumen dasar American
Nurses Association (ANA), termasuk Lingkup Perawatan dan Standar Praktik (2010) dan
Kode Etik untuk Perawat dengan Pernyataan Interpretatif ( Kode Etik) (2001). Standar
Praktek ANA mengidentifikasi advokasi untuk lingkungan praktik yang aman dan efektif
sebagai tanggung jawab perawat profesional (ANA, 2010). Selain itu, Kode Etik
mengidentifikasi berbagai keterampilan dan kegiatan advokasi yang diharapkan ditunjukkan
oleh perawat. Kegiatan ini mempromosikan profesi dan membentuk dasar peran advokasi
untuk perawat profesional.

3. Peran perawat dalam advokasi pasien


Nelson (dalam Blais, 2002) menjelaskan tujuan utama dari advokat pasien adalah
melindungi hak-hak pasien. Peran advokat pasien memiliki tiga komponen utama, yaitu
sebagai pelindung, mediator, dan pelaku tindakan atas nama pasien. Dari ketiga
komponen utama peran perawat sebagai advokat, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Sebagai pelindung, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan utama yaitu
untuk membantu pasien dalam membuat keputusan. Peran perawat dalam hal ini
ditekankan untuk menyerahkan segala keputusan tentang perawatan yang akan
dijalankan oleh pasien kepada pasien itu sendiri, sesuai dengan nilai-nilai yang
dianut pasien. Tindakan perawat yang termasuk di dalamnya yaitu perawat
memberikan alternatif pilihan kepada pasien saat akan mengambil keputusan
tentang terapi yang akan diambil, menyediakan format persetujuan tindakan
penjelasan atas pemulangan dini pasien dari perawatan, serta memutuskan dokter
yang akan merawatnya.
b) Sebagai mediator, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan untuk menjembatani
komunikasi antara pasien dengan tim kesehatan lain di rumah sakit. Tindakan
perawat yang termasuk di dalamnya yaitu perawat menemani pasien saat kunjungan
dokter, menentukan menu diet bersama ahli gizi, dan juga memberikan
penjelasan kepada pasien mengenai pengobatan yang diterimanya.
c) Sebagai pelaksana tindakan, peran yang dilakukan perawat memiliki tujuan
utama untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan yang
dibutuhkan pasien. Tindakan perawat yang termasuk didalamnya yaitu dengan
memberikan lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien, melindungi pasien
dari tindakan yang dapat merugikan pasien, dan memenuhi semua kebutuhan
pasien selama dalam perawatan.
4. Pentingnya Peran Perawat Sebagai Advokator
Perannya sebagai advokat, perawat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab
dalam membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan informasi dari berbagai
pemberi pelayanan yang diperlukan untuk mengambil persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya serta mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien. Hal ini harus dilakukan, karena pasien yang sakit dan
dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan.
5. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Advokasi
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya terdiri dari 2 faktor yaitu:
a. Faktor penghambat:
a)Kepemimpinan dokter
b)Terbatasnya jumlah tenaga perawat
c) Lemahnya dukungan organisasi
d) Kurangnya perhatian terhadap advokasi
e) Kurangnya jumlah tenaga perawat
f) Kondisi emosional keluarga
g) Terbatasnya fasilitas kesehatan
h) Lemahnya kode etik

b. Faktor pendukung:
a) Kondisi pasien
b) Dukungan instansi rumah sakit
c) Pengetahuan tentang kondisi pasien
d) pendidikan keperawatan yang semakin tinggi
e) Kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit

5. Hal-hal yang bisa diadvokasi oleh perawat


a. Anticipatory guidance(panduan antisipatif)
a) Primary prevention (pencegahan primer)
b) Membantu klien kemungkinan mengalami kesulitan
c) Mengantisipasi keluarga dalam menangani masalah
d) Masalah keterbatasan dan penyakit kronik
b. Role Modeling
Perawat menjadi role mode dengan berperilaku yang benar: berbicara, senyum,
penanganan pasien secara profesional.
c. Educational information
a) Pembelajaran dan pemberian informasi
b) Membantu memilih dan menentukan pilihan terhadap informasi yang diberikan.
c) Membantu klien mengumpulkan informasi dan belajar terhadap perilaku promosi
kesehatan .
d. Ongoing support (berkelanjutan dukungan)
a) Memberikan bantuan pada klien dalam membuat keputusan yang beralasan.
b) Perawat sebagai patner dalam menyelesaikan masalah kebutuhan kesehatan.
e. Collaboration and Referral (kolaborasi dan referal)
a) Masalah kesehatan bersifat multidimensi melibatkan multidisiplin.
b) Perawat memberikan penjelasan terhadap masalah yang melibatkan tenaga
kesehatan lain.
c) Pendekatan interdisiplin pada semua anggota tim kesehatan.

Definisi peran advokasi perawat oleh peneliti dibagi menjadi dua sub tema yaitu tindakan
perawat dalam pemberian informasi kepada pasien dan tindakan perawat untuk bertindak atas
nama pasien.
Tindakan perawat dalam pemberian informasi kepada pasien dibagi dalam dua kategori
meliputi pemberian saran dan pemberitahuan tindakan medis.
Tindakan perawat untuk bertindak atas nama pasien dibagi dalam tiga kategori meliputi
pembelaan, pemberian dukungan dan perlindungan. Pelaksanaan tindakan peran advokasi
perawat oleh peneliti diklasifikasikan dalam tiga sub tema yaitu memberi informasi, menjadi
mediator dan melindungi pasien.
Sub tema pertama yaitu memberi informasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang
penyakit dan proses kesembuhan, memberikan informasi persiapan pulang, memberikan
informasi kepada keluarga, memberikan informed consent, dan memberikan informasi
tentang fasilitas jaminan kesehatan.
Sub tema kedua yaitu menjadi mediator, dilakukan dengan menjadi penghubung antara
pasien dengan tim kesehatan lain seperti ahli gizi maupun dokter. Melindungi pasien dapat
dilakukan dengan memberi kenyamanan, mendukung pasien untuk mendapatkan terapi obat
yang lebih murah dengan fungsi yang sama, membantu dalam membuat keputusan,
melindungi pasien dari tindakan yang membahayakan.

6. Hal-hal yang harus dimiliki peran perawat sebagai advokasi

a) Keterampilan Advokasi
Kemampuan untuk berhasil mendukung tujuan atau minat atas nama sendiri atau orang lain
memerlukan serangkaian keterampilan yang mencakup penyelesaian masalah, komunikasi,
pengaruh, dan kolaborasi. Advokasi difokuskan pada penanganan masalah atau masalah yang
membutuhkan solusi. Langkah-langkah dalam proses advokasi adalah pertama-tama
mengidentifikasi masalah yang akan diatasi dan mengembangkan tujuan serta strategi untuk
mengatasi masalah tersebut. Setelah strategi diidentifikasi, rencana aksi dikembangkan untuk
mengatur upaya advokasi dan menetapkan garis waktu untuk menyelesaikan setiap kegiatan
yang mendukung strategi. Sebagian besar inisiatif advokasi melibatkan para pembuat
keputusan yang mendekati dengan permintaan tindakan untuk mengatasi masalah yang
diidentifikasi. Namun, sebelum mendekati para pembuat keputusan, penting untuk
meluangkan waktu untuk mengembangkan permintaan yang meyakinkan dan untuk
mengidentifikasi waktu dan individu yang tepat kepada siapa membuat permintaan itu.
Kesabaran dan rasa waktu diperlukan untuk mencapai hasil yang sukses. Beberapa
kemenangan dicapai pada upaya pertama.

b) Komunikasi
Akan sangat membantu jika menempatkan ‘wajah manusiawi’ pada masalah dengan
menggunakan pictures gambar kata ’untuk membuat komunikasi lebih menarik. Advokasi
yang berhasil membutuhkan keterampilan komunikasi yang efektif. Komunikasi mengenai
masalah ini harus faktual dan konsisten. Meskipun penting untuk dipersiapkan untuk
membahas fakta dan data spesifik yang terkait dengan masalah ini, sama pentingnya untuk
membahas dampak situasi terhadap mereka yang terlibat.
c) Mempengaruhi
Pengaruh dibangun di atas kompetensi, kredibilitas, dan kepercayaan.
Untuk memfasilitasi perubahan atau memecahkan suatu masalah, advokat harus dapat
mempengaruhi orang lain untuk bertindak. Pengaruh adalah kemampuan untuk mengubah
atau mempengaruhi pikiran, keyakinan, atau tindakan individu atau kelompok; ini penting
untuk proses advokasi (Merriman-Webster, 2009b). Pengaruh dibangun di atas kompetensi,
kredibilitas, dan kepercayaan. Menjaga kepentingan terbaik dari mereka yang terlibat dalam
situasi tersebut membangun kepercayaan dan kredibilitas. Seorang advokat yang efektif
memengaruhi para pembuat keputusan dengan membangun sebuah kasus untuk perubahan
yang diinginkan, mendukung kasus tersebut dengan fakta dan data, dan menempatkan wajah
manusia pada masalah tersebut menggunakan gambar visual yang meyakinkan.
d) Kolaborasi
Kolaborasi bekerja dengan individu atau kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama. Ini
berbeda dari kerja sama yang melibatkan kelompok-kelompok yang bekerja bersama untuk
mencapai tujuan masing-masing.
Selain menunjukkan keterampilan yang dijelaskan di atas, advokat juga harus menjalin
hubungan positif dan kolaboratif dengan orang lain untuk mendapatkan dukungan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Kolaborasi bekerja dengan individu atau
kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama.
Selama proses advokasi, untuk bekerja dengan orang-orang (para pemangku kepentingan)
yang terpengaruh oleh masalah tersebut. Selain itu, advokat dapat berkolaborasi dengan
orang lain dalam organisasi yang tertarik untuk menyelesaikan masalah. Orang-orang ini
sering memiliki keahlian yang akan bermanfaat bagi upaya tersebut.
e) Peran Manajer / Administrator dalam Advokasi
Pemimpin mengadvokasi pasien, perawat, dan profesi dalam beberapa cara. Advokasi ini
dapat mencakup tindakan untuk memastikan alokasi sumber daya yang tepat dan untuk
mempromosikan lingkungan kerja yang positif.
f) Advokasi untuk Sumber Daya yang Tepat
Lingkungan kerja saat ini semakin menegangkan, dan persaingan untuk sumber daya semakin
tajam. Pemimpin keperawatan dapat mengadvokasi staf dengan secara aktif melibatkan staf
dalam keputusan yang secara langsung mempengaruhi lingkungan praktik. Advokasi
ditingkatkan ketika penjadwalan dan kepegawaian adalah proses kolaboratif yang melibatkan
komite kepegawaian dan pendekatan penjadwalan sendiri. Keterlibatan staf dapat membantu
memastikan jadwal yang seimbang dan pendekatan penempatan staf yang fleksibel yang
memenuhi kebutuhan pasien dan staf. Selain itu, perencanaan proaktif untuk merumuskan
solusi untuk kekurangan staf yang tidak terduga dapat memfasilitasi keselamatan pasien dan
staf dalam situasi yang tidak terduga
Keterlibatan staf dalam proses penganggaran mempromosikan pemahaman tentang tantangan
yang beroperasi di lingkungan perawatan kesehatan saat ini.
Pemimpin juga memenuhi peran advokasi dengan melindungi sumber daya keperawatan pada
saat pemeriksaan anggaran, desain ulang proses kerja, atau perubahan alur kerja. Keterlibatan
staf dalam proses penganggaran mempromosikan pemahaman tentang tantangan yang
beroperasi di lingkungan perawatan kesehatan saat ini. Staf dapat dimasukkan dalam
beberapa cara, misalnya dengan memberikan input dan memprioritaskan pembelian peralatan
dan pasokan. Pengetahuan staf yang meningkat tentang biaya yang terkait dengan prosedur
juga mempromosikan penggunaan yang efektif dan pengendalian biaya. Ketika staf terlibat
dalam inisiatif organisasi, mereka lebih cenderung melakukan advokasi, dan mendorong
adopsi. Kolaborasi antara manajer / administrator keperawatan dan perawat staf sangat
penting untuk menjaga sumber daya yang memadai.
g) Advokasi untuk Lingkungan Kerja yang Sehat
Ketika para pemimpin mendukung keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan resolusi konflik
yang terbuka, staf dapat melakukan advokasi secara lebih efektif untuk diri mereka sendiri
dan untuk kolega.
Manajer memainkan peran penting dalam mengembangkan kemampuan advokasi staf. Ketika
para pemimpin mendukung keterampilan komunikasi, kolaborasi, dan resolusi konflik yang
terbuka, staf dapat melakukan advokasi secara lebih efektif untuk diri mereka sendiri dan
untuk kolega. Sebaliknya konflik merusak kerja tim yang efektif dan membahayakan
keselamatan pasien. Banyak yang telah ditulis tentang konsekuensi negatif dari
ketidaksopanan perawat (Bartholomew, 2006; Longo, 2010). Mendorong pengembangan
keterampilan penyelesaian konflik dan mengatasi perilaku tidak profesional, termasuk
ketidakmampuan, mendorong lingkungan di mana advokasi dapat berkembang.

7. Point of Care Nurses sebagai Advokat untuk Perawat dan Keperawatan


Sangat penting bahwa perawat di tempat perawatan mengembangkan dan menggunakan
keterampilan advokasi untuk mengatasi masalah di tempat kerja, mempromosikan lingkungan
kerja yang positif, dan mengadvokasi profesi. Belum pernah suara perawat di samping tempat
tidur menjadi sangat penting bagi pasien, kolega, dan fasilitas kesehatan. Semakin banyak
fasilitas memiliki, atau sedang mengembangkan struktur tata kelola bersama untuk
memastikan bahwa perawat pada titik perawatan memiliki suara dalam keputusan yang
terkait dengan perawatan pasien dan lingkungan kerja. Dampak perawat terdaftar pada hasil
pasien semakin jelas; dan input keperawatan ke dalam pengambilan keputusan organisasi
terkait inisiatif keselamatan dan kualitas sangat berharga. Perawat semakin diposisikan untuk
mengadvokasi lebih efektif dari sebelumnya tidak hanya untuk pasien, tetapi juga untuk diri
mereka sendiri dan profesi keperawatan.

8. Contoh-contoh Advokasi di Tempat Perawatan


Di satu rumah sakit, sebuah komite dibentuk untuk menangani 'throughput' pasien dalam
pengaturan perawatan akut, sehingga dapat mempercepat transfer pasien dari gawat darurat
ke unit perawatan. Komite itu terdiri dari perawat dari unit gawat darurat, perawatan intensif,
dan unit bedah medis, di samping manajer dan staf penerimaan. Tim tersebut ditugasi
mengembangkan proses untuk membatasi penantian luas di unit gawat darurat. Salah satu
area penting dari diskusi di antara perawat adalah mengurangi gangguan yang disebabkan
oleh transfer pasien selama perubahan shift. Menyusul diskusi panjang dan panas tentang
masalah ini, kebuntuan diselesaikan ketika kelompok setuju untuk fokus pada apa cara
terbaik untuk membawa pasien ke tempat perawatan yang paling tepat. Setelah ini ditetapkan,
sisa rencana jatuh ke tempatnya, dan strategi untuk meminimalkan dampak pada daerah rawat
inap dikembangkan, sehingga meningkatkan kondisi kerja staf perawat serta mengatasi
kebutuhan pasien.
Peluang untuk advokasi terjadi di berbagai tingkatan: beberapa terjadi di lingkungan kerja
dan yang lain mungkin terjadi di toko grosir.
Di lembaga lain perawat khawatir tentang meningkatnya insiden cedera punggung di antara
staf perawat. Staf mendekati manajer risiko rumah sakit yang mengorganisir gugus tugas
untuk mengembangkan program untuk mengurangi cedera punggung. Perawat, asisten
perawat, terapis fisik, dan transporter semuanya terlibat dalam pengembangan program dan
pengujian produk. Mereka meninjau lift dan transfer perangkat yang tersedia untuk
memfasilitasi penanganan pasien yang aman dan memastikan keselamatan staf. Selain itu,
mereka membantu dengan pelatihan tentang penggunaan peralatan, yang dari waktu ke waktu
termasuk lift yang dipasang di langit-langit dan perangkat transfer. Anggota komite juga
berperan sebagai juara untuk menghilangkan pengangkatan pasien secara manual. Akibatnya,
insiden cedera staf menurun secara signifikan.
Singkatnya, setiap perawat dapat memainkan peran dalam advokasi untuk perawat dan
profesi. Melalui tindakan kolektif sehari-hari perawat bekerja bersama untuk mengadvokasi
perbaikan dalam lingkungan kerja dan untuk kemajuan profesi. Peluang untuk advokasi
terjadi di berbagai tingkatan: beberapa terjadi di lingkungan kerja dan yang lain mungkin
terjadi di toko grosir. Kuncinya adalah mempromosikan profesi dengan setiap peluang
advokasi yang muncul.

Anda mungkin juga menyukai