Revisi - Bab I - 30 Agustus 2017
Revisi - Bab I - 30 Agustus 2017
Revisi - Bab I - 30 Agustus 2017
BAB I
PENDAHULUAN
perempuan. Data terbaru kasus baru Morbus Hansen pada tahun 2016
dilaporkan 11.755 kasus (Kemenkes RI, 2015).
Dari 33 provinsi di Indonsia, sebanyak 14 provinsi (42,4%)
termasuk dalam beban Morbus Hansen yang tinggi. Sedangkan 19
provinsi lainnya (57,6%) termasuk dalam beban Morbus Hansen yang
rendah. Sumatera Selatan termasuk ke dalam provinsi dengan beban
Morbus Hansen rendah yang berjumlah 196 kasus. Walaupun begitu,
angka kejadian Morbus Hansen tersebut masih termasuk tinggi
(Kemenkes RI, 2015).
Berdasarkan laporan distribusi penemuan kasus Morbus Hansen
baru per kabupaten dan kota wilayah provinsi Sumatera Selatan, pada
tahun 2016 terdaftar 278 total kasus (3,41 per 100.000). Hasil statistik
menunjukkan adanya peningkatan penemuan kasus baru, dan belum ada
tanda-tanda ke arah penurunan kasus (Kemenkes RI, 2017).
Di kota Palembang jumlah kasus Morbus Hansen sebanyak 43 kasus
pada tahun 2011. Lalu mengalami sedikit penurunan jumlah sebesar 40
kasus Morbus Hansen untuk tahun 2011. Kasus Morbus Hansen terendah
pada tahun 2013 yaitu hanya 10 kasus. Pada tahun 2014 mengalami
peningkatan dengan jumlah 51 kasus, serta pada tahun 2015 terdapat
kasus kusta tertinggi sebanyak 57 kasus (Dinkes, 2015).
Tahun 1995, WHO menyebutkan pedoman diagnosis Morbus
Hansen dengan klasifikasi pausibasiler dan multibasiler. Adapun tanda-
tanda yang dinilai yaitu, lesi kulit dan kerusakan saraf.
Hingga saat ini M. leprae merupakan salah satu jenis mikobakteria
yang belum berhasil dibiakkan dengan media buatan. Pembiakan yang
bisa dilakukan pada saat ini adalah secara invivo. Inokulasi menunjukkan
waktu pembelahan kumaa lepra antara 12 – 14 hari. Sifat multiplikasi
ini lebih lambat daripada M. tuberculosis yang hanya memerlukan
waktu 20 jam (Arnold, 2000). Hal inilah yang menyebabkan masa
inkubasi dan perjalanan Morbus Hansen berlangsung lama dan
menyebabkan semua manifestasinya menjadi kronis. Kuman ini hidup
pada temperatur optimum sekitar 30 0 C, oleh karena itu kuman ini
mempunyai predileksi pada daerah-daerah dingin pada tubuh
orang (1,68%).
Berdasarkan hasil
penelitian terdapat
hubungan ciri tanda kusta
terhadap BTA Swab
Hidung pada siswa SD di
daerah endemis kusta di
Kabupaten Kayong Utara,
dengan p = 0,016
(p<0,05).
Penetian yang akan dilakuan berbeda dengan penetian yang telah ada, penetian di
atas mengenai sumber informasi tentang gambaran pemeriksaan miksroskopik
basil tahan asam pada pasien diagnosa klinik kusta di poli penyakit kulit dan
kelamin di Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, ciri tanda kusta terhadap
BTA swab hidung siswa SD di daerah endemis kusta kabupaten Kayong Utara,
basil tahan asam pada nyamuk. Penetian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran hasil pemeriksaan BTA pada penderita Morbus Hansen di Rumah Sakit
Kusta dr. Rivai Abdullah, Banyuasin, Sumatera Selatan. Dengan metode penetian
deskriptif.