Makalah Bandung Lautan Api

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

ARTILERI BUMIHANGUS

( SEBUAH KAJIAN HISTORIS MENGENAI PERISTIWA


BANDUNG LAUTAN API )

A. LATAR BELAKANG
1. SITUASI INDONESIA
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum
sepenuhnya merdeka. Setelah Jepang menyerah atas Sekutu, dengan adanya
peristiwa pengeboman Nagasaki dan Hiroshima dan dan ditanda tanganinya
perjanjian San Fansisco, tentara Sekutu datang ke Indonesia untuk melucuti
tentara Jepang. Hadirnya Sekutu ternyata diboncengi oleh Netherlands
Indische Civil Administration (NICA) yang masih ingin menguasai Indonesia.
Pemerintahan Indonesia memang telah terbentuk, beberapa alat
kelengkapan negara juga sudah tersedia, tetapi karena baru awal
kemerdekaan dan masih ada banyak hal yang perlu dibangun dan diperbaiki,
tentu saja kekurangan ini menjadikan kelemahan pertahanan Indonesia. Pada
saat itu kondisi perekonomian negara masih sangat memprihatinkandan jauh
dari kata stabil karena kekalahan Jepang juga mempengaruhi perekonomian
Indonesia. Hal ini terjadi karena peredaran mata uang Jepang di Indonesia
yang tak terkendalikan, sementara itu nilai tukarnya sangat rendah,
sedangkan pada waktu itu Indonesia masih menguunakan mata uang Jepang.
Pada tanggal 15 September 1945, Sekutu mendarat di Tanjung Priok
yang dipimpin oleh W.R. Paterrson dan para pasukanya. Untuk menjalankan
tugas di Indonesia, Sekutu membentuk AFNEI (Allied Forces Netherlands East
Indies) di 3 pasukan divisi, yaitu divisi Jakarta, Surabaya, dan Sumatera.
Tugas AFNEI antara lain :
 Menerima kekuasaan dari Jepang
 Membebaskan tawanan perang dan interniran Sekutu
 Melucuti dan mengumpulkan tentara Jepang kemudian dipulangkan ke
negaranya
 Menegakan serta mempertahankan keadaan damai kemudian diserahkan
kepada pemerintah sipil
 Mengumpulkan dan menuntut penjahat perang

1
Kota Surabaya menjadi pemicu awal perlawanan terhadap Sekutu dan
NICA pada 10 November 1945. Tentara dan rakyat Indonesia bertempur
habis-habisan mempertahankan kota hingga satu bulan lebih. Semarang pun
tak luput dari usaha pendudukan kembali Belanda. Pertempuran rakyat dan
TNI di Semarang terjadi di Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945. Dan
kemudian terjadi pertempuran Bandung yang disebut Bandung Lautan Api.
Kedatangan Sekutu di Indonesia awalnya diterima dengan baik oleh
pemerintah dan rakyat Indonesia, karena Indonesia pada waktu itu
menganggap Sekutu membantu memberikan kesempatan Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaan. Namun lama kelamaan kedatangan Sekutu
bersama NICA menimbulkan berbagai macam pertempuran di berbagai kota.
Para pejuang pun tak habis akal untuk mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Mereka melakukan dua cara, yaitu dengan perjuangan fisik atau
bersenjata (Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan Peristiwa
Bandung Lautan Api) dan perjuangan secara diplopmasi (Perjanjian Linggajati,
Perjanjian Renville, KMB, dan Perundingan Roem – Royen).

2. SITUASI BANDUNG
a. SEBELUM KEDATANGAN INGGRIS
Para pemuda trerpelajar Bandung yang berjiwa nasional tinggi tidak
kalah hebatnya menghadapi kedatangan Inggris dalam menjajah. Bahkan
sebelum kedatangan tentara Inggris di Bandung, beberapa tokoh pimpinan
di Bandung antara lain : Aruji Kartawinata, Suriadarma, Omon
Abdurahman, Hidayat dan lain-lainnya telah membentuk Badan Keamanan
Rakyat ( BKR ) yang terdiri dari para pemuda-pemuda bekas PETA (
Pembela Tanah air ), HEIHO ( tentara pembantu jaman penjajahan Jepang
) dan KNIL ( Koninklijk Nederland Indisch Leger ). Diluar Organisasi BKR, di
Bandung telah terbentuk laskar - laskar perjuangan yang ingin
mempertahankan NKRI yang baru diproklamasikan yaitu antara lain :
Barisan Banteng Republik Indonesia ( BBRI ), Hisbullah, Angkatan Pemuda
Indonesia, Laskar Pangeran Fak - fak.
Dengan banyaknya jumlah pasukan dan laskar-laskar perjuangan di
daerah Priangan maka pada tanggal 15 September 1945 di Bandung
dibentuk sebuah badan koordinasi yang dinamakan “Majelis Dewan
Perjuangan Priangan” disingkat MDPP dibawah komando Letkol Sutoko
dengan tujuan untuk mengkoordinasikan semua unsur kekuatan pasukan

2
dan laskar - laskar perjuangan yang ada, sehingga terjadi kesatuan
komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 14 Desember 1945 Majelis Dewan Perjuangan Priangan
diubah menjadi “Majelis Persatuan Perjuangan Priangan” yang disingkat
MPPP yang terdiri dari semua pasukan-pasukan, laskar-laskar, jawatan-
jawatan sipil dan perwakilan TKR.
Setelah terbentuknya Majelis Persatuan Perjuangan Priangan, maka
dimulailah gerakan untuk merebut tempat - tempat strategis di Kota
Bandung yang secara de-facto atau masih berada ditangan kekuasaan
tentara Jepang. Pada tanggal 27 September 1945 jam 11.00 pasukan
Angkatan Muda Pos Telegrap dan Telepon ( AMPTT ) dipimpin oleh Sutoko
dan Nawawi Alif melakukan perebutan Kantor Pusat Telepon Telegraf ( PTT
) yang berada di jalan Heetjanweg dengan bersenjatakan bambu runcing
dan berhasil menguasai kantor PTT.
Pada keesokan harinya tanggal 28 September 1945, Pemuda -
pemuda Jawatan Kereta Api ( JKA ) dibawah pimpinan Ir. Juanda berhasil
menguasai Kantor Jawatan Kereta Api, merebut dan menguasai Kantor
Pertambangan, Kota Praja, Karesidenan dan obyek - obyek militer di
Gudang Utara.
Upaya untuk merebut tempat - tempat strategis terus berlanjut. Pada
tanggal 9 Oktober 1945 para pemuda dibawah pimpinan Ki Cokro berhasil
mengambil alih pabrik senjata ACW ( Artilerie Constructien Winkel).
Bentrokan antara para pemuda dengan tentara Jepang ( yang secara de
facto masih memegang senjata meskipun sudah kalah dari Sekutu ) terus
terjadi, seperti yang terjadi di Markas Kempetai Jepang di Jalan Heetjanweg
dan dilanjutkan dengan serangan pada malam hari tanggal 11 Oktober
1945 dipimpin oleh Walikota Bandung Atmawinata yang berhasil
melumpuhkan kekuatan tentara Jepang di Tegalega. Selanjutnya pemuda
Ali Hanifiah berhasil merebut Gudang JKA ( Jawatan Kereta Api ) dan
kemudian juga pasukan Abdullah Sajad berusaha berhasil merampas
persenjataan Batalyon 10 Jepang di Jalan Menado Bandung.

b. INGGRIS MEMASUKI BANDUNG


Pada tanggal 12 Oktober 1945 Brigade Mc. Donald dari Divisi ke-23
Inggris tiba di Bandung bersama anak buahnya, mereka datang dari Jakarta
dengan naik kereta api atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

3
Tujuan Mc. Donald ke Bandung adalah dalam rangka mengemban misi
Sekutu untuk melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang
dan interniran Sekutu.
Misi ini awalnya berjalan dengan baik, namun setelah diketahui
bahwa pasukan Inggris membiarkan bekas tawanan Jepang yaitu orang -
orang Belanda dan Indo-Belanda mulai mempersenjatai diri dan mulai
bertindak arogan dan mulai membuat kekacauan - kekacauan ditambah lagi
dengan hadirnya orang - orang NICA Belanda yang semena-mena
memperlakukan rakyat Indonesia, maka para pemuda dan pasukan TKR
dari Batalyon Achmad Wiranatakusumah mulai mengadakan serangan
terhadap pusat markas tawanan Belanda di Hotmanweg ( sekarang ini Jalan
Supratman ).
Tanggal 14 Oktober tentara Inggris telah berhasil menyusun markas
komandonya di Hotel Savoy Hoffman dan Hotel Preanger serta mulai
mengadakan “Case fire Order” atau gencatan senjata melalui kontak
hubungan dengan pejabat - pejabat pemerintah RI di Bandung antara lain
dengan Walikota Bandung. Dari pertemuan tersebut disepakati
terbentuknya “Badan Penghubung” yang dalam hal ini fihak Inggris diwakili
oleh Kapten Gray dan Clark sedangkan Indonesia diwakili oleh Syamsurizal
dan Male Wiranatakusuma.
Dengan dibentuknya Badan Penghubung diperoleh kesepakatan
dengan pihak Sekutu bahwa dalam segala hal, pihak Sekutu harus meminta
pertimbangan dan persetujuan Pemerintah RI di Bandung, dan untuk
usulan yang ke-dua dimana Inggris meminta agar senjata yang dimiliki
penduduk diserahkan ke pahak Inggris disampaikan, namun tidak dapat
dipenuhi.
Akibatnya ketegangan antara kedua belah pihak tak terhindarkan lagi.
Dalam situasi dan kondisi ketidakpastian tersebut, pada tanggal 23
Nopember 1945, 19 orang serdadu Inggris yaitu orang - orang India dan
Pakistan, menyeberang ke pihak Indonesia lengkap dengan
persenjataannya dan dua buah truk. Orang - orang India dan Pakistan
tersebut sudah jemu dan lelah berperang dan bersimpati terhadap
perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pihak Inggris mengeluarkan ultimatum agar orang - orang India dan
Pakistan itu diserahkan kembali ke pihak Inggris. Ultimatum tersebut ditolak

4
oleh pihak Indonesia. Untuk menghadapi segala kemungkinan yang
mungkin terjadi, maka TKR (Tentara Keamanan Rakyat) beserta para
pemuda mulai mengadakan persiapan – persiapan. Hal tersebut dilakukan
untuk menjalankan serangan malam yang telah disusun sebelumnya
dengan menempatkan barikade - barikade di jalan - jalan dibeberapa
tempat di kota Bandung untuk menghambat gerak maju tentara Inggris di
Bandung.
Pada malam hari, tanggal 24 Nopember 1945 diadakan pemadaman
aliran listrik di seluruh kota Bandung untuk kemudian secara serentak TKR
dan para pemuda dibawah komando pertempuran Letkol Arudji Kartawinata
selaku Komandan TKR, mengadakan serangan - serangan terhadap
kedudukan tentara Inggris di Bandung Utara dan Hotel Preanger serta
Savoy Hoffman yang ada di sebelah Bandung Selatan.

c. BANJIR DI CIKAPUNDUNG
Banjir besar sungai Cikapundung yang penuh dengan keganasan
telah merendam daerah - daerah seperti Lengkong Besar, Sasak Gantung,
Banceuy dan daerah Balubur. Banjir besar itu telah menelan ratusan orang
korban dan menurut penyelidikan, banjir itu diakibatkan oleh sabotase yang
dilakukan oleh agen - agen NICA yang telah menjebol pintu air
Cikapundung di Bandung utara atas yaitu Dago.
Kondisi pada akhir November 1945 saat itu adalah saat - saat yang
kelabu bagi penduduk kota Bandung. Inggris mulai melakukan serangan -
serangan besar terhadap kedudukan TKR, laskar pejuang dan pemuda serta
penduduk kota Bandung. Disamping menghadapi serangan - serangan
musuh, penduduk kota Bandung juga harus menghadapi musibah banjir
besar sungai Cikapundung yang terjadi pada Minggu malam tanggal 25
Nopember 1945.

B. KRONOLOGI BANDUNG LAUTAN API


1. ULTIMATUM TENTARA SEKUTU
a. ULTIMATUM PERTAMA
Pada tanggal 27 Nopember 1945 saat Markas Besar Tentara Inggris
di Bandung mengeluarkan ultimatum pertama yang ditujukan kepada
penduduk Bandung termasuk para pasukan bersenjata yang masih berada
di Bandung. Isi ultimatum tersebut berbunyi :

5
“Orang - orang Indonesia yang bertempat tinggal di daerah utara Kota
Bandung dengan batas rel kereta api yang membujur dari barat ke timur,
mereka yang tinggal di sebelah utara rel kereta api harus meninggalkan
rumah dan halaman mereka dan pindah ke selatan rel kereta api”

Dikeluarkannya ultimatum pertama tersebut adalah untuk menjaga


keamanan di kota Bandung, Alasanya karena, jangan sampai orang -
orang tidak berdosa ikut terbunuh dan teraniaya. Batas waktu ultimatum
tersebut adalah tanggal 29 Nopember 1945 jam 12.00 WIB. Apabila
sampai batas waktu yang telah ditentukan ultimatum tersebut tidak
ditaati, maka Inggris atau Belanda akan menangkap setiap orang
Indonesia khususnya orang - orang Bandung yang ditemui dan menembak
mati setiap orang Indonesia yang bersenjata pula dan untuk menghalau
kejadian tersebut maka Inggris memborbardir daerah Cicadas.
Dengan dihalaunya daerah Cidadas oleh tentara Inggris ini akan
merugikan Bandung hal ini karena daerah Cicadas merupakan jalur
perlintasan para pejuang dari daerah Bandung Selatan ke daerah
Bandung Utara atau dari daerah Bandung Utara ke daerah Bandung
Selatan, sehingga Inggris pada tanggal 14 Desember 1945 membombardir
Cicadas untuk memutus jalur perlintasan jalan yang biasa digunakan oleh
para pejuang dan untuk mengamankan gudang senjata Bojong Koneng
yang ditunggui tentara Jepang. Inggris menempatkan pasukan Gurkha
sebagai pos terdepan di depan Rumah Sakit Santo Yusuf ( sekarang ).
Pada siang hari pihak sekutu yang mengendalikan keadaan, tetapi pada
malam hari, secara gerilya, pejuang Indonesialah yang menguasai
keadaan.

b. ULTIMATUM KEDUA
Pada bulan Maret 1946 pihak Sekutu menuntut diberinya
kebebasan untuk mengambil pasukan - pasukan Jepang yang
menempatkan orang di daerah Sukabumi. Sekalipun Pemerintah Pusat
Republik Indonesia menyetujui tuntutan Sekutu itu, namun pemuda -
pemuda rakyat dan TRI tidak dapat mengabulkannya. Sementara itu,
Panglima Komandan I TRI Jawa Barat, memerintahkan ditingkatkannya
gangguan - gangguan terhadap konvoi - konvoi Inggris antara Puncak -
Bandung yang termasuk daerah Divisi III. Kolonel Abdul Haris Nasution
selaku Komandan Divisi III TRI dipanggil ke Purwakarta dan mendapat
perintah untuk memperhebat penghadangan - penghadangan.

6
Selain itu, pimpinan Divisi III telah memperhitungkan kemungkinan
pihak musuh (pihak Sekutu) akan melakukan tindakan balas dendam
terhadap Sukabumi dan Bandung Selatan sebagai tempat basis Indonesia.
Berhubungan dengan itu, segala sesuatu telah dipersiapkan termasuk
persiapan untuk menembaki markas - markas musuh di Bandung Utara
antara lain Gedung Sate yang telah dijadikan Markas Divisi ke-23 Inggris,
Departement van Oorlog (Departemen Peperangan) dan lain - lainnya.
Pada bulan Maret 1946 diterima kabar bahwa akan datang konvoi
bala bantuan Inggris untuk kota Bandung maka segera pula pihak TRI
menyiarkan penghadangan yang menurut rencana akan dilakukan di
Fokkersweg. Setelah iring - iringan konvoi itu, seluruhnya memasuki Jalan
Fokker, maka serangan segera dilancarkan. Pihak Inggris merasa
kewalahan terhadap serangan tersebut. Baru menjelang siang hari bala
bantuan pihak Inggris datang sehingga pemuda - pemuda Bandung mulai
terdesak. Namun para pemuda Bandung tetap bisa melancarkan
serangannya.
Pada tanggal 20 Maret 1946, Kepala Staff Divisi III TRI yaitu Letnan
Kolonel Sundjono memerintahkan untuk merencanakan suatu serangan
terhadap kedudukan - kedudukan lawan di Bandung Utara. Kompi Mortir
dari “Beruang Merah” menyiarkan untuk mulai menembaki Bandung Utara.
Tentara Sekutu kemudian mengeluarkan ultimatum kedua. Berikut isi
ultimatum kedua :
“Menuntut agar semua masyarakat dan para pejuang TRI
mengosongkan bagian selatan kota bandung paling lambat malam hari
tanggal 24 Maret 1946”
Sekalipun kota Bandung oleh pihak Inggris dipaksa dibelah dua,
akan tetapi dalam kenyataannya para pemuda pejuang masih menguasai
keadaan kota seluruhnya.

2. PERINTAH PEMERINTAH INDONESIA


a. PERINTAH PERDANA MENTERI AMIR SYARIFUDIN
Indonesia pada waktu itu Indonesia telah membetuk suatu
pemerintahan dengan Menteri Keamanan Rakyat dipimpin oleh Amir
Sjarifuddin. Perdana mentri Amir Syarifuddin mengeluarkan perintah
untuk mempertahankan keselamatan rakyat Bandung, atas pemikiranya
sebagai pemerintah sipil yang mencari jalan keluar dengan perundingan

7
bukan dengan mengandalkan fisik dan dengan adanya ultimatum
pertama oleh tentara Sekutu Perdana mentri Amir Syarfuddin
mendatangi Bandung dan memerintahkan TRI untuk mengosongkan kota
dengan banyak pemikran dan perundingan yang telah direncanakan
secara matang-matang. Meski dengan berat hati perintah itu dipatuhi.
Namun sebelum meninggalkan Bandung, TRI melancarkan serangan ke
pos-pos tentara sekutu.
“Bahwa para pejuang atau pasukan Republik Indonesia harus
mundur dari kota Bandung sesuai dengan perjanjian antara pemerintah
Republik Indonesia dengan Sekutu.”

b. PERINTAH JENDERAL SUDIRMAN


Jendra Sudirman adalah orang yang berperan besar dalam militer
Indonesia pada waktu itu, beliau adalah panglima besar militer
Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Perintah Jendral Sudirman
adalah untuk tetap memperjuangkan Bandung dari Sekutu dengan cara
perlawanan, karena keloyalitasan pada negara yang dimilikinya, yang
diujudkan dengan mempertahankan wilayah Indonesia atas Seekutu.
Meskipun hal ini nantinya akan menimbulkan korban ebih banyak
lagi. Bandng memang belum sepenuhnya di kuasai oleh Sekutu justru
Sekutu lah yang mengakui Bandung itu kekuasaanya padahal sudah
jelas Bandung merupakan wilayah negara Indonesia yang sudah
menyatakan kemerdekaanya sebelumultimatum itu keluar, oleh karenya
rakyat Bandung terus-menerus mengulur waktu dan mencari cara untuk
menyelamatkan Bandung dari Sekutu hingga akhirnya Jendral Sudirman
menurunkan perintahnya
. “Bahwa para pejuang atau pasukan Republik Indonesia harus
mempertahankan Kota bandung sampai titik darah penghabisan.”

3. BANDUNG LAUTAN API


a. RAPAT KILAT di REGENTWEG
Dalam menyikapi dua perintah dari Pemerintah Pusat, sikap para
pejuang terbelah. Mereka memiliki pendapat yang bertentangan antara
satu dengan yang lain, bahkan hal ini sempat menjadi percekcokan
pendapat. Meski begitu, tujuan mereka sama yakni menolak keras upaya
tentara Sekutu menguasai Bandung. Karena menghadapi dua perintah
yang berbeda ini, akhirnya pada 24 Maret 1946 pukul 10.00 WIB, para

8
petinggi TRI mengadakan rapat untuk menyikapi perintah PM Sjahrir di
Markas Divisi III TKR. Rapat ini dihadiri oleh :
 Pemimpin pasukan Komandan Divisi III Kolonel Nasution
 Komandan Resimen 8 Letkol Omon Abdurrahman
 Komandan Batalyon I Mayor Abdurrahman
 Komandan Batalyon II Mayor Sumarsono
 Komandan Batalyon III Mayor Ahmad Wiranatakusumah
 Ketua MP3 ( Majelis Persatuan Perjuangan Priangan ) Letkol Soetoko
 Komandan Polisi Tentara Rukana
 Perwakilan tokoh masyarakat dan pejuang Bandung.
Rapat pun berlangsung sangat alot dan panas. Berbagai usulan
perlawanan disampaikan hampir seluru peserta rapat. Salah satu usul
adalah meledakkan terowongan Sungai Citarum di Rajamandala sehingga
airnya merendam Bandung. Usul tersebut disampaikan oleh Rukana.
Namun saking emosinya, Rukana menyebut usulnya agar Bandung
menjadi “lautan api”, padahal maksudnya adalah “lautan air”. Diduga, dari
rapat inilah muncul istilah Bandung Lautan api.
Usul lain juga muncul dari tokoh Angkatan Muda Pos Telegrap dan
Telepon ( AMPTT ), Soetoko, yang tidak setuju jika hanya TRI saja yang
meninggalkan Bandung. Menurutnya, rakyat harus bersama dengan TKR
mengosongkan kota Bandung.
Komandan Divisi III Kolonel Nasution sangat kesulitan untuk
menentukan sikap karena dihadapkan pada pertimbangan kekuatan yang
tidak seimbang saat itu yaitu Sekutu dengan kekuatan Divisi India 12.000
orang dengan persenjataan lengkap, dan ditunjang dengan kendaraan
tempur ( tank ) serta meriam - meriam yang berbanjar dan juga truk di Jl.
Sumatra dengan garis demarkasi yang sudah siap apabila TRI menyerang.
Sedangkan kekuatan TRI hanya 4 batalyon dengan 100 pucuk senjata
senapan. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam militer di
Bandung,Kolonel Abdul Haris Nasution akhirnya memutuskan untuk
mentaati keputusan pemerintah RI.
Keputusan ini berisi beberapa poin, di antaranya :
- TRI akan mundur sambil melakukan melakukan infiltrasi ( bumihangus ),
hingga Bandung diserahkan dalam keadaan tidak utuh.
- Lalu rakyat akan diajak mengungsi bersama TRI.

9
- Selama pengungsian, TRI dan pejuang akan melakukan perlawanan
dengan taktik gerilya ke Bandung Utara dan Selatan yang dikuasai
musuh.
Maka pada pukul 14.00 dikeluarkan perintah, yaitu semua pegawai
dan rakyat harus keluar kota sebelum pukul 24.00, Tentara melakukan
bumi hangus terhadap semua bangunan yang ada dan Pos Komando yang
pindahkan ke Kulalet (Dayeuh Kolot).

b. PERISTIWA PEMBUMIHANGUSAN
Saat malam tiba, TRI akan menyerang Bandung. TRI juga
mempersiapkan sejumlah titik pengungsian bagi Keresidenan Priangan,
Walikota Bandung, Bupati Bandung, Jawatan KA, Jawatan PTT, rumah
sakit, dan lain-lain. Rakyat sebagian ada yang menerima informasi tersebut,
sebagian lagi hanya mendengar desas-desus bahwa Bandung akan dibakar
dan penduduknya harus mengungsi dan segera menyebar, tetapi banyak
juga yang tidak mengetahui sama sekali. Namun situasi umum waktu itu
mencekam, kepanikan di mana-mana.
Bumi hangus adalah memusnahkan dengan pembakaran semua
barang, bangunan, gedung yang mungkin akan dipakai oleh musuh. Operasi
bumi hangus digunakan sebagai strategi yang tepat karena kekuatan TRI
dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan tentara Sekutu yang
berjumlah lebih besar. Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan juga rakyat
setempat, melalui pembakaran tempat tinggal pribadi mereka, maksudnya
untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda agar dapat
menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dan Bandung
diserahkan pada tentara Sekutu dalam keadaan tidak utuh. Istilah ketika itu
: “Lebih baik membakar rumah daripada membiarkannya jatuh ke tangan
sekutu.”
TRI dan masyarakat Bandung mengosongkan kota dan kemudian
mengungsi ke bagian selatan kota Bandung. Rombongan besar penduduk
Bandung mengalir panjang walaupun dengan perasaan berat hati namun
harus tetap mematuhi perintah pemerintah untuk meninggalkan kota
Bandung. Akan tetapi, sebelum meninggalkan kota Bandung, para pejuang
Republik melancarkan serangan ke arah kedudukan - kedudukan tentara
Sekutu.

10
Tentara Sekutu kembali berultimatum bahwa para milisi dan pejuang
kemerdekaan Republik Indonesia harus menyerahkan senjata yang mereka
rampas dari tentara Kekaisaran Jepang. Namun, ultimatum mengenai
penyerahan tersebut tidak diindahkan, diabaikan, bahkan dihiraukan oleh
pihak tentara Republik dan para pejuang. Meski panik, secara umum rakyat
mematuhi keputusan pemerintah. Banyak rakyat yang mengungsi, Meski
berat hati harus meninggalkan rumah yang sudah mereka ditinggali sejak
kecil. Tempat tujuan pengungsi menyebar, mulai dari Cililin, Ciparay dan
Majalaya, Tasikmalaya, Cianjur, Ciwidey, Garut, Sukabumi, bahkan adaya
yang mengikuti hingga Jogjakarta.
TRI menjadwalkan peledakan pertama dimulai pukul 24.00 WIB di
Gedung Regentsweg, selatan Alun-alun Bandung yaitu Gedung Indische
Restaurant ( sekarang Gedung BRI ), sebagai aba-aba untuk meledakan
semua gedung. Di tengah persiapan itu tiba-tiba terjadi ledakan. Seorang
pejuang, Endang Karmas, mengaku heran dengan adanya ledakan, padahal
baru pukul 20.00 WIB. Ledakkan pertama itu terlanjur dianggap aba-aba,
sehingga pejuang lain pun tergesa-gesa melakukan pembakaran dan
peledakkan gedung.
Karena persiapan yang minim, banyak gedung vital yang tidak bisa
diledakkan, kalaupun meledak, tidak sanggup merusak bangunan yang
terlalu kokoh. Beberapa kemungkinan menjadi pemicu melesetnya jadwal
ledakan dari jadwal semula, yakni faktor teknis atau keterampilan menguasi
bahan peledak yang minim, alat peledak yang kurang, atau ada sabotase
oleh musuh untuk menggagalkan sekenario Bandung Lautan Api. Terlebih
saat persiapan pengungsian pasukan Gurkha dan NICA terus melakukan
provokasi hingga penembakan terhadap para pejuang. Hal itulah yang
membuat rencana pembakaran dan penghancuran objek vital tidak berjalan
seperti rencana. Kebakaran hebat justru timbul dari rumah-rumah warga
yang sengaja dibakar, baik oleh pejuang maupun oleh pemilik rumah yang
sukarela membakar rumahnya sebelum berangkat ngungsi. Rumah-rumah
warga yang dibakar membentang dari Jalan Buah Batu, Cicadas, Cimindi,
Cibadak, Pagarsih, Cigereleng, Jalan Sudirman, Jalan Kopo. Kobaran api
terbesar ada di daerah Cicadas dan Tegalega, di sekitar Ciroyom, Jalan
Pangeran Sumedang ( Oto Iskandar Dinata ), Cikudapateuh, dan lain-lain.

11
Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran
sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot,
sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik
Sekutu. TRI bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu
diutuslah Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil
meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu
meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut gugur sebagai
pahlawan bangsa.
Sambil mundur ke daerah Bandung Selatan, masyarakat membakar
bangunan - bangunan penting di sekitar jalan kereta api dari Ujung Berung
sampai dengan Cimahi. Bersamaan dengan itu pula TRI melakukan
serangan ke wilayah utara kota Bandung yang dikuasai oleh Sekutu. Jadi
pengunduran diri dari Bandung diiringi oleh kobaran api sepanjang 12 km
dari Bandung Timur ke Bandung Barat. Para pejuang pihak Republik
Indonesia tidak rela bila kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan
NICA. Hari itu juga, rombongan penduduk kota Bandung mengalir panjang
meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota pun
berlangsung.
Pada mulanya staf pemerintahan kota Bandung akan tetap tinggal di
dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka maka pada pukul 21.00 juga
ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Kurang lebih
pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan juga TRI.
Tetapi, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun
menjadi lautan api. Dalam waktu kira - kira tujuh jam, sekitar 200 ribu
penduduk Bandung membakar rumah mereka dan meninggalkan kota
menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Di mana - mana asap
hitam mengepul membubung tinggi di udara dan juga semua listrik saat itu
mati. Tentara sekutu mulai menyerang dan karena hal tersebut para
pejuang Republik memberikan perlawanan hebat, maka pertempuran sengit
pun terjadi.
Sebagian besar rakyat mengungsi atau mundur ke daerah selatan dan
timur Bandung karena bagian utata Bandung sudah di duduki Tentara
Inggris atau Belanda. Yang mundur ke daerah selatan umumnya melalui
Buah batu. Dayeuhkolot dan Soreang yang ke timur menggunakan jalan
Padasuka dan Sukamiskin harus ke daerah Ujung berung. Demikian pula

12
yang ke arah barat maupun ke utara, masing – masing mengambil jalan
menuju Cililin dan Lembang. Setiap rakyat, termasuk para pejuangnya,
tentunya meninggalkan kota Bandung yang sangat di cintainya itu dengan
perasaan haru. Siapa pula orang yang takkan terharu untuk mengorbankan
sebuah kita dengan segala isinya yang selama itu merupakan kita
kebangsaan, tempat ia dilahirkan dan dibesarkan.
Setelah pukul 00.00 WIB malam, kota Bandung bagian selatan praktis
sudah kosong dari manusia, akan tetapi masih terus berkobar – kobar
membakar apa saja yang ada di sekitarnya. Kala itu, Kolonel Nasution tetap
berada di kota ingin menyaksikan tindakan – tindakan yang akan dilakukan
oleh pihak Inggris. Keadaan sunyi, hanya sekali – kali terdengar suara
tembakan atau ledakan, jauh di sebelah utara. Agaknya pihak musuh tidak
berani menampakkan dirinya dan jera untuk melakukan suatu tindakan
ketika itu, takut atau dilanda dan terbakar oleh api semangat juang rakyat
yang tengah berkobar – kobar.
Karena, keadaan tampak tenang – tenang saja, maka barulah Kolonel
Nasution keluar kota dan menuju kearah selatan kota Bandung, ke Pos
Komando Divisi III sementara di jalan Lintang antara Kulalet – Cangkring,
sedangkan Resimen Pelopor menduduki tempat di sebelah baratnya dan
Resimen serta MP3 di sebelah timurnya. Pihak Inggris ternyata baru pada
subuh hari menyerbu ke Bandung bagian selatan yang telah kosong.
Setelah berada kembali di Bandung, maka Kolonel Nasution memanggil
semua Komandan Resimen. Sambil berdiri, Komandan Devisi III,
mengeluarkan perintah lisan agar kita meninggalkan kota Bandung. Waktu
itu jam menunjukkan kira – kira pukul 12.00 WIB dan perintah itu di
keluarkan di Rumah Kolonel Nasution yaitu di pojok jalan simpang.
Setelah berada kembali di Bandung, maka Kolonel Nasution
memanggil semua Komandan Resimen. Sambil berdiri, Komandan Devisi III,
mengeluarkan perintah lisan agar kita meninggalkan kota Bandung. Waktu
itu jam menunjukkan kira – kira pukul 12.00 WIB dan perintah itu di
keluarkan di Rumah Kolonel Nasution yaitu di pojok jalan simpang.
Setelah Brigade V KNIL ini ditugaskan di Bandung, maka untuk
pertama kalinya kita langsung berhadapan dengan Belanda maupun sepak
terjangnya ternyata lebih ganas daripada tentara Inggris. Ini memang dapat
dimaklumi karena mereka itu memperjuangkan apa yang telah dirampas

13
oleh Jepang dalam Perang Dunia ke II mereka dengan gigihnya, tanpa
memperdulikan norma – norma perikemanusiaan, mengerahkan kekuatan
militernya yang didukung oleh Tentara inggris, untuk memulihkan
kekuasaannya. Patroli – patrolinya sementara itu sangat aktif dan intensif
bahkan pertempuran – pertempurannya pun lebih fanatik lagi. Mereka tidak
merasa puas dengan hanya menduduki bangunan – bangunan penting dan
jalan – jalan utama saja. Mereka melakukan penjagaan yang lebih ketat dan
pembersihan – pembersihan dilakukan dengan giat sekali. Mereka tidak
segan – segan untuk memberondong tempat – tempat yang dicurigai,
bahkan artikelnya menembaki daerah – daerah kita sejauh jarak yang dapat
dicapai oleh meriam – meriamnya.
Disamping kejadian itu terdapat dua pahlawan muda Bandung yang
berusaha meledakkan gudang amunisi milik Sekutu dengan dinamit tangan,
kedua pemuda tersebut adalah Muhammad toha dan Ramdan yang
merupakan anggota milisi BRI ( Barisan Rakyat Indonesia ) rencana
muhammad Toha dan Ramdan memang bertolak belakang dengan cara
pemuda Bandung yang mempertahankan Bandung dengan tidak
mengorbankan dirinya sendiri, namun semua perjuangan ini mereka lakukan
untuk mempertahankan Bandung dari Sekutu.
Para pemuda pejuang kita juga berhasil membakar dan mendinamit
sekitar Dayeuhkolot, Situsaeur, Kosambi, Pagarsih, Cimindi. Stasiun listrik
Kiaracondon berhasil kita rusakan. Setiap malam pendudukan NICA di
Bandung diramaikan oleh dentuman dentuman dan kebakaran kebakaran
sehingga mereka setiap dalam ketakutan.
Serdadu - serdadu Jepang oleh NICA tampak dimanfaatkan tenaganya
karena mereka mengalami kekurangan tenaga dalam melaksanakan
pekerjaan - pekerjaannya. Sementara itu di Ciparaih MP3 telah membentuk
Resimen Tentara Perjuangan ( RTP ) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Sutoko. RTP ( Resimen Tentara perjuangan ) ini kemudian bergabung
dengan Divisi Siliwangi setelah terbentuk dengan resmi pada tanggal 20 Mei
1946 di Tasikmalaya. Maka dari Bandung Selatan, tentara perjuangan yang
waktu itu bermarkas komando di Bale Endah terus menerus memberikan
komando agar pasukan pasukan kelaskaran tanpa henti hentinya
melancarkan serangan serangan terhadap kubu kubu pertahanan di
Bandung dan sekitarnya.

14
Guna menunjang perjuangan itu maka dimana mana terdapat pos
darurat sipil atau jawatan jawatan untuk melakukan tugas tugasnya. Pos
pos PMI dimana mana menolong korban - korban pertempuran. Sebagai
pergerak semangat juang maka lahirlah lagu halo - halo bandung yang
terkenal itu yang diciptakan Ismail Marzuki. Lagu perjuangan itu melukiskan
tekad rakyat yang tak mungkin di padamkan untuk merebut kembali kota
Bandung. Tak lama kemudian Panglima Komandemen I TRI ( Tentara
Republik Indonesia ) Jawa Barat, Mayor Jendral Didi Kartasasmita telah
mengutus kepala stafnya Kolonel Hidajat untuk menjumpai Komandan
Devisi III Kolonel Nasution, guna menyampaikan pesan agar Kolonel
Nasution dapat memberi pertanggung jawabannya mengenai sebab sebab
Kota Bandung tidak dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Pihak
Jogja, yakni Markas Tertinggi TRI ( Tentara Republik Indonesia ), meminta
pertanggungan jawab tersebut.
Mengenai ini dijawab oleh Kolonel Nasutin bahwa Panglima Komandan
Komandemen I Jawa Barat lebih tahu apa yang telah beliau katankan
padanya, dan lebih – lebih lagi MTTRI ( Markas Tertinggi Tentara Republik
Indonesia ). Jogja mengetahui bahwa untuk menangkis lawan yaitu Divisi
ke-23 Inggris yang berkekuatan kira – kira 12.000 orang itu dalam ruangan
yang demikian sempitnya, tidaklah mungkin dilakukan oleh kira – kira 4
batalion TRI ( Tentara Republik Indonesia ) yang hanya memiliki senjata
hanya memiliki senjata sebanyak kurang lebih 100 pucuk. Hal itu dapat
berarti pengorbanan yang sia – sia saja, sedangkan perjuangan belum lagi
selesai, bahkan semakin hemat lagi di masa mendatang. Sekalipun andai
kata kita harus bertempur namun akhirnya toh tidak dapat dihindari
pendudukan musuh atas kota Bandung. Kalau pihak musuh akan berhasil
menduduki kota bandung, maka mereka akan menjumpai puing – puing.
Akan tetapi dengan ditinggalkannya kota Bandung dalam keadaan
hancur, batalion – batalion TRI ( Tentara Republik Indonesia ) dan Laskar –
laskar masih tetap utuh bahkan semangat – juang mereka semakin
meninggkat lagi dan setiap malam kita tidak pernah absan untuk melakukan
grilya dalam kota.
Istilah Bandung Lautan Api menjadi sebuah istilah yang terkenal
setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Istilah Bandung Lautan Api
muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang

15
wartawan muda pada saat itu, yang bernama Atje Bastaman, menyaksikan
pemandangan pembakaran kota Bandung dari bukit Gunung Leutik di
sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat kota
Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Kemudian
setibanya di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan semangat yang berkobar
segera menulis berita dan memberi judul karangan tersebut yaitu
"Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun sayang, karena kurangnya ruang
untuk tulisan judul karangannya, maka judul berita tersebut akhirnya
diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".

C. LAGU HALO – HALO BANDUNG


Halo - Halo Bandung adalah salah satu lagu perjuangan Indonesia yang
menggambarkan tentang semangat perjuangan rakyat kota Bandung dalam
masa pasca-kemerdekaan pada tahun 1946, khususnya dalam peristiwa Bandung
Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Banyak hal yang masih
berselimut kabut tentang siapa pencipta lagu Halo - Halo Bandung tersebut.
Sejauh ini, khalayak umum mengenal bahwa lagu Halo - Halo Bandung tersebut
merupakan ciptaan Ismail Marzuki. Akan tetapi, banyak orang yang
meragukannya. Pasalnya, komponis tersebut berkecenderungan menciptakan
lagu - lagu yang berirama lambat nan romantis. Sementara lagu Halo - Halo
Bandung termasuk genre lagu mars yang berirama cepat dan heroik.
Polemik ihwal siapa pencipta Halo-Halo Bandung itu sebenarnya sudah
lama terjadi. Di dalam buku “Saya Pilih Mengungsi : Pengorbanan Rakyat
Bandung untuk Kedaulatan”, disebutkan bahwa polemik itu mulai terjadi pada
1995. Proses penciptaan Halo - Halo Bandung dilatarbelakangi oleh perjuangan
pemuda Bandung, tanpa melihat asal - usul suku bangsa. Hal tersebut tercermin
dengan penggunaan kata Halo yang merupakan sapaan khas pemuda dari
Medan, Sumatera Utara, yang ditimbulkan dari pengaruh film - film koboi dari
Amerika yang sering diputar ketika itu. Komponis senior Indonesia, AT Mahmud,
membenarkan adanya polemik tersebut, dengan menyebutkan bahwa lagu
tersebut tidak diketahui siapa penciptanya.
"Informasi yang saya dengar, lagu tersebut, seharusnya, NN (No Name; Pencipta
tak diketahui)". Saya sendiri tak tahu bagaimana kemudian lagu itu jadi ciptaan
Ismail Marzuki,”
Lagu tersebut bukan ciptaan perseorangan melainkan merupakan ciptaan
bersama para pejuang di Ciparay, Bandung Selatan, tanpa melihat asal - usul

16
suku bangsa. Ditambah dengan adanya penggunaan kata “Beta”, bahasa daerah
Ambon, Maluku, yang berarti saya. Kata “Halo” merupakan sapaan khas pemuda
Medan karena terinspirasi dari film cowboy yang marak saat itu. Para pemuda
Medan sering menggunakannya untuk menyapa kota Bandung tercinta yang
nampak di kejauhan. Sapaan ini terus diucapkan berulang kali sehingga
terciptalah kalimat “Halo-halo Bandung” yang akhirnya memiliki irama seperti
saat ini.
Kalimat ini tidak langsung terangkai menjadi sebuah lagu karena pada
malam hari para pejuang sibuk bergerilya ke dalam kota. Siang hari baru mereka
memiliki waktu santai sambil menunggu malam tiba. Saat itulah irama Halo-halo
Bandung yang sudah tercipta dibahas lagi. Para pejuang mencari inspirasi lirik
berikutnya dan kebetulan ketika itu Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan
Priangan sehingga tercipta lirik “Ibu Kota Periangan”. Lirik berikutnya merupakan
ungkapan sebuah kenangan karena kota Bandungyang sudah lama ditinggalkan
menjadi kenangan bagi para pejuang, maka terbentuk syair “kota kenang-
kenangan”.
Dikisahkan bahwa penciptaan lagu Halo-halo Bandung berproses dalam
candaan para pejuang yang memiliki aneka ragam budaya. Kata “Halo”
merupakan sapaan khas pemuda Medan karena terinspirasi dari film cowboy
yang marak saat itu. Para pemuda Medan sering menggunakannya untuk
menyapa kota Bandung tercinta yang nampak di kejauhan. Sapaan ini terus
diucapkan berulang kali sehingga terciptalah kalimat “Halo-halo Bandung” yang
akhirnya memiliki irama seperti saat ini. Kalimat ini tidak langsung terangkai
menjadi sebuah lagu karena pada malam hari para pejuang sibuk bergerilya ke
dalam kota. Siang hari baru mereka memiliki waktu santai sambil menunggu
malam tiba. Saat itulah irama Halo-halo Bandung yang sudah tercipta dibahas
lagi. Para pejuang mencari inspirasi lirik berikutnya dan kebetulan ketika itu
Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan Priangan sehingga tercipta lirik “Ibu Kota
Periangan”. Lirik berikutnya merupakan ungkapan sebuah kenangan karena kota
Bandungyang sudah lama ditinggalkan menjadi kenangan bagi para pejuang,
maka terbentuk syair “kota kenang-kenangan”. Lirik-lirik tersebut mengalir dalam
obrolan para pejuang. Pertemuan dengan para pemuda Ambon yang tergabung
dalam Pemuda Indonesia Maluku ( PIM ) memberikan inspirasi baru karena
pemuda Ambon yang lama tidak bertemu dengan pejuang lain celetuk berkata

17
“cukimai! sudah lama beta tidak bertemu dengan kau”. Sapaan ini akhirnya
dijadikan syair berikutnya “sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau”.
Kota Bandung yang telah dijadikan Lautan Api dan gerilya yang sering
dilakukan pejuang di malam hari dengan tujuan menyingkirkan NICA dari kota
tersebut membuat para pejuang yang multi etnis itu menutup lagu ini dengan
lirik “sekarang telah menjadi Lautan Api, mari bung rebut kembali”. Maka jadilah
lagu Halo-halo Bandung.
Lirik-lirik tersebut mengalir dalam obrolan para pejuang. Pertemuan
dengan para pemuda Ambon yang tergabung dalam Pemuda Indonesia Maluku
(PIM) memberikan inspirasi baru karena pemuda Ambon yang lama tidak
bertemu dengan pejuang lain celetuk berkata “cukimai! sudah lama beta tidak
bertemu dengan kau!”. Sapaan ini akhirnya dijadikan syair berikutnya “sudah
lama beta, tidak berjumpa dengan kau”. Kota Bandung yang telah dijadikan
Lautan Api dan gerilya yang sering dilakukan pejuang di malam hari dengan
tujuan menyingkirkan NICA dari kota tersebut membuat para pejuang yang multi
etnis itu menutup lagu ini dengan lirik “sekarang telah menjadi Lautan Api, mari
bung rebut kembali”. Maka jadilah lagu Halo-halo Bandung.
Berikut kutipan dari buku Saya Pilih Mengungsi tentang cerita Pestaraja
Marpaung (Bang Maung) mengenai penciptaan lagu Halo - Halo Bandung :
"Sebagai pejuang, Bang Maung pun turut menyusup ke Kota Bandung, setiap
malam, setelah peristiwa Bandung Lautan Api. Siang hari tidak ada kerja. Jadi di
Ciparay ini, anak - anak Bandung dari Pasukan Istimewa tiduran. Eh, lagu yang
kemarin itu mana? Halo! Halo Bandung! de-de-de- (berirama menurun). Setelah
lama, orang Ambon juga ikut. Pemuda Indonesia Maluku itu, di antaranya Leo
Lopulisa, Oom Teno, Pelupessy. Sesudah Halo - Halo Bandung, datang orang
Ambonnya. Sudah lama beta! tidak bertemu dengan kau! Karena itu, ada beta
di situ. Bagaimana kata itu bisa masuk kalau tidak ada dia di situ. Si Pelupessy-
lah itu, si Oom Tenolah itu, saya enggak tahu. Tapi, sambil nyanyi bikin syair.
Itulah para pejuang yang menciptakannya. Tidak ada itu yang menciptakan. Kita
sama - sama saja main - main begini. Jadi, kalau dikatakan siapa pencipta Halo -
Halo Bandung? Para pejuang Bandung Selatan,” ucapnya.

Terciptanya lagu Halo-halo Bandung yang merupakan salah satu cara


untuk memotivasi semangat para pejuang di Bandung. Semangat yang tak
pernah pudar, meski tersingkir dari kotanya sendiri, kotanya sendiri dibakar
hanya demi kedaulatan nasional Indonesia. Tersingkir dari masa kelam
penjajahan ketika negrinya sudah menyatakan kemerdekaan adalah tujuan yang
mereka inginkan sehingga apapun mereka lakukan untuk mewujudkanya.
Semangat demi sebuah kedaulatan hingga rela kotanya menjadi Lautan Api.
Berikut ini adalah lirik lagu Halo - Halo Bandung :

18
“Halo - halo Bandung
Ibu kota periangan
Halo - halo Bandung
Kota kenang - kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang sudah menjadi lautan api
Mari Bung rebut kembali”

D. TOKOH - TOKOH BANDUNG LAUTAN API


1. ARUJI KARTAWINATA
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Aruji Kartawinata lahir di Garut, Jawa Barat, 5 Mei 1905. Ia
bersekolah di sekolah Belanda bernama Hollandsch - Inlandsche School
atau HIS yang setingkat dengan Sekolah Dasar sekarang. HIS adalah
sekolah Belanda yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Setelah ia lulus dari HIS, ia melanjutkan sekolahnya di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs atau biasa disingkat MULO yang adalah
sekolah menengah pertama pada zaman Hindia Belanda di Bandung.
Setelah lulus dari MULO Aruji Kartawinata berprofesi sebagai
seorang guru, dan pernah menjadi kepala sekolah di SD Sarekat Islam di
daerah Garut. Sejak muda, Aruji Kartawinata memang sudah sangat aktif
di dalam berbagai macam gerakan kebangsaan. Salah satunya, aktif
dalam kader Sarekat Islam (SI).
Ia pernah menerbitkan surat kabar Balatentara Islam yang
menceritakan kegiatan serta gerakan Sarekat Islam ketika ia sedang di
Garut. Pada zaman pendudukan tentara Jepang, ia mengikuti pelatihan
PETA ( Pembela Tanah Air ) dan diangkat menjadi Daidancho atau
Komandan Batalyon PETA di Cimahi. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia
diangkat menjadi komandan BKR ( Badan Keamanan Rakyat ) Jawa
Barat, yang kemudian menjadi TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) Divisi III
Jawa Barat dan merupakan cikal bakal Divisi Siliwangi. Divisi ini terkenal
memiliki prestasi yang gemilang mempertahankan kemerdekaan. Bahkan
hingga kini juga masih menjadi unit elit TNI AD.
Ketika Kabinet Syahrir II, ia diangkat jadi Menteri Muda Pertahanan
Indonesia dengan masa kerja 12 Maret 1946 sampai dengan 2 Oktober
1946. Tahun 1947, ia diangkat menjadi Menteri Muda Pertahanan

19
Indonesia dalam kabinet Amir Syarifuddin II dengan masa kerja 11
November 1947 sampai dengan 29 Januari 1948.
Ketika tahun 1948, TNI harus hijrah ke Yogyakarta akibat
adanya perjanjian Renville, ia ditunjuk menjadi Ketua Panitia Hijrah TNI
yang mempunyai tugas memindahkan tentara - tentara Republik
Indonesia yang ada di pelosok - pelosok daerah kekuasaan Belanda ke
daerah Republik.
Setelah kabinet bubar, Arudji kembali menjadi pegawai tinggi
Kementerian Pertahanan. Sejak berdirinya RIS ( Republik Indonesia
Serikat ) dia duduk dalam parlemen sebagai anggota.
Ia pernah pula menjadi anggota DPR-RIS ( Republik Indonesia
Serikat ). Setelah Pemilu 1955, ia terpilih menjadi anggota DPR-RI.
Karirnya dalam bidang politik terus menanjak menjadi Wakil Ketua DPR-
GR ( Gotong Royong ) dalam Kabinet Kerja III dengan masa kerja mulai
dari tanggal 6 Maret 1962 sampai dengan tanggal 3 September 1963 , lalu
menjadi Ketua DPR-GR ( Gotong Royong ) dalam Kabinet Kerja IV dengan
masa kerja mulai dari tanggal 13 November 1963 sampai dengan tanggal
27 Agustus 1964. Ia pun juga terpilih menjadi ketua DPR-GR ke-3 dalam
Kabinet Dwikora I yang berasal dari partai PSII dengan masa kerja mulai
dari tanggal 13 Januari 1963 sampai dengan tanggal 22 Februari 1966
menggantikan Zainul Arifin dan kemudian pada akhirnya digantikan oleh
Mursalin Daeng Mamangung.
Sebagai Ketua DPR, pada 13 Januari 1966, Aruji Kartawinata
menyerahkan tuntutan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia )
kepada Presiden Sukarno. Di kemudian hari, Aruji Kartawinata
diberhentikan sebagai seorang Ketua DPR bertepatan dengan
dilakukannya reshuffle kabinet oleh Presiden Sukarno.
Akibat adanya reshuffle tersebut, Aruji Kartawinata pun diangkat
menjadi anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) pada tahun 1966
sampai tahun 1968. Dan terus melakukan semua amanah yang Negara
Indonesia berikan. Beliau tercatat sebagai seorang Pengurus Ladjnah
Tanfizyah PSII Jawa Barat, selain itu juga sebagai Ketua Majelis
Departemen Pergerakan Pemuda. Terakhir sebelum wafat beliau menjadi
Ketua Dewan Partai PSII sekaligus merangkap menjadi Wakil Ketua
Muslimin Indonesia. Pada tanggal 13 Juli 1970 pada usia 65 tahun, Aruji

20
Kartawinata meninggal dunia karena menderita penyakit radang otak dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jakarta, Indonesia.

b. PERANAN DALAM PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API


Pada malam 24 November 1945, TKR dibawah pimpinan Aruji
Kartawinata dan badan - badan perjuangan melancarkan serangan ke
markas Sekutu di bagian utara, termasuk Hotel Preanger sebagai bentuk
protes dan ketidaksetujuan terhadap ancaman dalam bentuk ultimatum
yang diluncurkan oleh tentara Sekutu. Sejak saat itu, sering terjadi
bentrokan senjata antara TKR dibawah pimpinan Aruji Kartawinata dengan
tentara Sekutu. Keadaan ini berlanjut sampai memasuki tahun 1946.
Pada tanggal 24 Maret 1946, Aruji Kartawinata bersama dengan
Abdul Haris Nasution dan Suryadarma sebagai Panglima TRI sepakat
untuk mematuhi perintah dari Pemerintah Pusat dan bermusyawarah
untuk mengambil keputusan membumihanguskan Bandung karena
mereka tidak mau menyerahkan kota Bandung bagian selatan secara utuh
kepada tentara sekutu.
Menjadi pimpinan TKR pada waku itu menjadikan pendapatnya juga
penting dalam beberapat strategi dalam menghalau keluar para tentara
Sekutu, setelah mendapat kesepakatan untuk membumihanguskan kota
Bandung, semua orang Indonesia yang berkecimpung di Bandung pada
saat itu mulai bergerilya membakar apapun yang ada di Bandung untuk
menghalau keluar pasukan sekutu yang ingin menguasai Bandung, begitu
pula dengan Aruji Kartawinata yang juga andil dalam peristiwa ini.

2. MOHAMMAD TOHA
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Mohammad Toha lahir di kota Bandung, 1927 dan wafat di kota
Bandung, pada tanggal 24 Maret 1946. Toha meninggal dalam kebakaran
dalam misi penghancuran gudang amunisi milik Tentara Sekutu bersama
rekannya, Ramdan, setelah meledakkan dinamit dalam gudang amunisi
tersebut. Beliau meninggal di Bandung, pada 24 Maret 1946. Beliau
merupakan seorang komandan Barisan Rakyat Indonesia (BRI), sebuah
kelompok milisi pejuang yang aktif dalam masa Perang Kemerdekaan
Indonesia.

21
Mohammad Toha dilahirkan di Jalan Banceuy, Desa Suniaraja, Kota
Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama Suganda dan ibunya yang
berasal dari Kedunghalang, Bogor Utara, Bogor, bernama Nariah. Toha
menjadi anak yatim ketika pada tahun 1929 ayahnya meninggal dunia.
Ibu Nariah kemudian menikah kembali dengan Sugandi, adik ayah
Toha. Namun tidak lama kemudian, keduanya bercerai dan Muhammad
Toha diambil oleh kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Bapak Jahiri
dan Ibu Oneng. Toha mulai masuk Volk School (Sekolah Rakyat) pada
usia 7 tahun hingga kelas 4. Namun sekolahnya terhenti ketika Perang
Dunia II pecah.
Saat masa pendudukan Jepang, Toha mulai mengenal dunia militer
dengan memasuki Seinendan. Sehari-harinya, Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya, Toha belajar menjadi montir mobil dan juga
bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia juga mampu
bercakap dalam bahasa Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, Toha terpanggil untuk bergabung
dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin
oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan
dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak
menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini ia
duduk sebagai Komandan Seksi I bagian penggempur. Menurut
keterangan Ben Alamsyah, paman Toha, dan Rachmat Sulaeman,
tetangga Toha dan juga Komandannya di BBRI,
Sosok Toha adalah seorang pemuda yang cerdas, patuh kepada
orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai oleh teman –
temannya, dia juga aktif dalam beberapa perkumpulan – perkumpulan
pemuda untuk mewujudkan Inodesia bebas dari masa kelamnya. Pada
tahun 1945 Toha digambarkan sebagai pemuda pemberani dengan tinggi
1,65 m, bermuka lonjong dengan pancaran mata yang tajam.

b. PERANAN DALAM PERISTIWA BANDUNG LAUTAN API


Pada waktu terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, pasukannya ikut
meninggalkan kota Bandung menuju ke arah selatan dan bermakas di
Kulalet, seberang Sungai Citarum di Dayeuhkolot. Ikut bertempur
melawan serdadu Belanda (NICA) dan Sekutu berulangkali, baik ketika

22
pasukannya masih berkedudukan di kota Bandung maupun kerikan
berkedudukan di Kulalet.
Pasukannya berada di bawah komando Markas Perjuangan
Pertahanan Priangan (MP3). Dua hari setelah tentara Sekutu
meninggalkan kota Bandung (19 Mei 1946), serdadu Belanda melancarkan
serangan ke daerah Bandung Tenggara (Sapan) dan sore harinya
memborbardir Kulalet, tempat markas pasukan Moh. Toha .
Pada saat itu, Dayeuhkolot dijadikan basis serdadu Belanda untuk
menyerang dan menembaki daerah perjuangan RI yang berada di
seberangnya. Disana ada sebuah gedung bertingkat dua menjadi tempat
penyimpanan (gudang) senjata, mesiu, bahan peledak, dan perlengkapan
militer lainnya sejak masa pendudukan militer Jepang. Sebelumnya
gedung bertingkat dua itu berfungsi sebagai tempat (gudang)
penyimpanan alat - alat listrik bagi wilayah Priangan sehingga populer
disebut gedung listrik.
Peristiwa dan kondisi tersebut membangkitkan amarah Moh. Toha
serta keinginan untuk menghancurkan gudang senjata musuh. Ternyata
atasannya tidak menyetujui keinginan itu, walaupun diajukan sampai dua
kali. Setelah menjalani cuti beberapa hari untuk menemui ibunya yang
mengungsi ke Garut, Moh. Toha makin bulat tekadnya ingin
menghancurkan gedung senjata tersebut.
Pada tanggal 23 Maret 1946 ia bersama anggota pasukannya
mendapat perintah untuk berangkat ke medan perang dengan tugas
sebagai penyelidik. Keberangkatannya terjadi pada malam hari (23 Maret
1946) disertai pasukan Hizbullah dan pasukan Pangeran Papak. Pemimpin
pasukan Hizbullah bernama Muhammad Ramdan. Belum jauh perjalanan
mereka, sekonyong - konyong musuh menyerang dengan dinamit berupa
granat tangan. Dalam suasana kalut, anak buahnya ada yang terluka,
Moh. Toha meloncat dan kemudian maju seorang diri, sedangkan para
prajurit lainnya mengundurkan diri.
Bersama dalam misi berbahaya ini Toha dan Ramdhan juga rekan
seregu lainnya telah berbagi tugas, Toha menyusup mencari jalan untuk
menghancurkan gudang, Ramdhan dan rekan lainnya mengalihkan
perhatian penjaga demi mengamankan jalan bagi Toha sahabatnya. Satu
tujuan mereka pasti, gudang mesiu dan persenjataan Belanda itu hancur

23
rata dengan tanah. Gudang mesiu di selatan kota Bandung ini berada di
daerah yang terbuka. Gudang besar dan tampak angker. Sulit dicapai
karena dijaga ketat dan yang mendekati dapat terlihat dengan mudah
oleh penjaganya. Isinya lebih dari seribu ton berbagai jenis persenjataan,
granat, bom dan mesiu di dalamnya.
Menghancurkannya adalah misi yang sangat sulit. Namun sangat
diperlukan, mengingat persenjataan didalamnya adalah alat - alat perang
yang mendukung penyerangan tentara Sekutu terhadap rakyat dan semua
yang mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Lewat gorong -
gorong Toha menyusup, rekan ada yang sudah tertembak, lalu teman
yang lain sigap mengalihkan perhatian tentara penjaga dengan menembak
di tempat lain, agar perhatian teralihkan dari Toha. Moh.Toha berenang
dari sungai Citarum, masuk lewat gorong - gorong. Akhirnya Toha berhasil
masuk ke dalam gudang mesiu, mengunci diri didalam, beserta beratus
bom berjajar, granat dan senjata. Namun hatinya tak gentar, tekadnya
sudah bulat. Muh. Ramdan di luar sudah tewas tertembak sebagai
pembuka jalan bagi Moh. Toha.
Kemudian diketahui bahwa Moh. Toha dan Muh. Ramdan tidak
kembali lagi ke induk pasukannya, meskipun anak buahnya telah mencari
- cari. Menurut sejarawan Nina H. Lubis, bahwa Komandan Rivai
mendengar laporan bahwa Moh. Toha tetap bertahan disekitar gedung
mesiu, meski dalam keadaan terluka. Kemudian Komandan Rivai
memerintahkan agar Komandan Seksi S. Abbas mengadakan serangan
pengacauan ke kubu Belanda dari jurusan lain, untuk mengalihkan
perhatian musuh dan melapangkan jalan bagi Moh. Toha untuk
menghancurkan gudang mesiu.
Tapi esok harinya, pada tanggal 24 Maret 1946 sekitar pukul 12.30,
tiba - tiba terdengar ledakan dahsyat yang mengejutkan penduduk sekitar
kota Bandung, suaranya terdengar radius 70 km. Ternyata suara ledakan
itu berasal dari gedung listrik yang berfungsi sebagai gudang senjata dan
mesiu.
Gedung itu hancur sampai kurang lebih 75% dan isinya meledak
serta terbakar. Rumah - rumah disekelilingnya juga turut hancur dan
korban manusia berjatuhan. Hasil penyelidikan MP3 mengungkapkan
bahwa ledakan dahsyat di gedung mesiu itu merupakan upaya jibaku

24
Moh. Toha dan Muh. Ramdan dengan tujuan menghancurkan dan
berbagai senjata api. Laporan yang dibuat oleh Markas Daerah Barisan
Benteng priangan itu meyakini bahwa Moh. Toha dan Muh. Ramdan turut
tewas dalam peristiwa tersebut.
Walupun Mohammad Toha berperan dalam peristiwa Bandung
Lautan Api, namun Mohammad Toha belum bisa ditetapkan sebagai
pahlawan nasional. Hal ini terjadi karena sejarah mengenai Muhammad
Toha masih kontradiksi. Sejarawan Jawa Barat yaitu Prof. Dr. Hj. Nina
Herlina Lubis, M.S sudah mengajukan Mohammad Toha menjadi Pahlawan
Nasional sebanyak lima kali dan keputusannya sama yaitu ditolak. Apalagi
dalam surut penolakannya tersebut tertulis untuk tidak mengajukan lagi
Mohammad Toha sebagai Pahlawan Nasional, dengan alasan bersifat
sumir dan data perjuangannya yang kurang jelas.
Meskipun Mohammad Toha tidak bisa menjadi Pahlawan Nasional
karena alasan perjuangan beliau yang kurang jelas, namun bagi
masyarakat Jawa Barat beliau adalah pahlawan karena sepak terjang
beliau dalam aksi heroiknya pada peristiwa Bandung Lautan Api. Beliau
rela mati hangus terbakar demi memperjuangkan bangsa Indonesia.
Dan dengan adanya peristiwa Bandung Lautan Api nama Muhammad
Toha atau Mohammad Toha muncul dan dikenal sebagai tokoh pahlawan
dalam peristiwa Bandung Lautan Api ini. Ia dan temannya yang bernama
Mohammad Ramdan dengan gagah berani mengorbankan diri mereka
sendiri untuk menghancurkan gudang amunisi milik tentara Sekutu
dengan cara meledakkan gudang tersebut bersama dirinya sendiri. Pada
saat itu, usia Muhammad Toha masih 19 tahun rela mempertaruhkan
nyawanya untuk Negaranya yang di bangga – banggakan dan berharap
suatu saat nanti bisa merdeka seutuhnya dan terus maju hingga akhir
penghidupan dunia. Untuk menghargai dan selalu menghormati beliau
pemerintah Bandung memberi nama sebuah jalan di Bandung dengan
nama Jalan Muhammad Toha dan sebuah monumen. Saat ini monumen
yang digunakan untuk memperingati jasa Mohammad Toha dapat ditemui
di daerah Dayeuhkolot, kota Bandung, tepat di depan kolam yang
merupakan bekas terjadinya ledakan. Selain itu, keberanian beliau patut
dicontoh oleh generasi penurus bangsa saat ini untuk mempertahankan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai