Makalah Bahasa Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia, karena


dengan bahasa kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan, selain itu kita
dapat menyampaikan ide dan gagasan kita melalui Bahasa. Oleh karena itu,
menguasai bahasa adalah kewajiban setiap individu untuk berkomunikasi satu sama
lain karena apabila seseorang tidak menguasai bahasa maka dapat dipastikan orang
tersebut tidak dapat menjalin komunikasi dengan baik kepada orang lain. Bahasa
muncul dan berkembang karena interaksi antar individu dalam suatu masyarakat.
Secara singkat sifat bahasa manusia yaitu untuk berkomunikasi dan mengenali satu
sama lain.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Hal ini


jelas sekali dinyatakan dalam ikrar sumpah alenia ketiga, “Kami, Putra dan Putri
Indonesia menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia”. Dalam ikrar tersebut
jelas sekali menyatakan bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan bahasa
Indonesia yang tidak dapat ditentang oleh siapapun karena itu adalah identitas
seseorang sebagai warga negara Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia sudah
menjadi kewajiban untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan
sehari – hari.
Di era modern ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengalami
kemajuan yang sangat pesat, dan didukung dengan adanya alat komunikasi yang
canggih, bahasa tidak mengalami suatu kemajuan namun mengalami kemunduran.
Berbagai alasan sosial, budaya, dan politis menyebabkan banyak orang
meninggalkan bahasanya. Dalam perkembangan masyarakat modern saat ini,
masyarakat Indonesia cenderung lebih senang dan merasa bangga untuk
menggunakan bahasa asing. Hal tersebut memberikan dampak terhadap
pertumbuhan bahasa Indonesia yang menjadi jati diri bangsa. Bahasa Inggris yang

1
menjadi bahasa internasional terkadang memberikan dampak buruk pada
perkembangan bahasa \Indonesia dan menggeser pada tingkat pemakaiannya.
Lahirnya nasionalisnya bangsa Indonesia dalam berbahasa Indonesia
didorong oleh banyak faktor. Salah satu faktornya yaitu peranan Bahasa Melayu,
disamping mayoritas beragama Islam, bangsa Indonesia memiliki bahasa pergaulan
umum bahasa Melayu. Dalam sejarahnya, bahasa Melayu merupakan bahasa
persatuan bangsa Indonesia, namun seiring berjalannya waktu bahasa persatuan
bangsa Indonesia beralih ke bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan bagaimana
penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari – hari menjadi tolat ukur rasa
nasionalisme seorang warga negara Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil dalam
makalah ini adalah :

1. Bagaimana hubungan antara penggunaan bahasa dengan nasionalisme?


2. Bagaimana pengaruh penggunaan bahasa daerah terhadap nasionalisme
bangsa Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan bahasa asing terhadap nasionalisme
bangsa Indonesia?
4. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia menjadi tolak ukur penilaian
nasionalisme bangsa Indonesia?
5. Bagaimana cara bangsa Indonesia meningkatkan rasa nasionalisme melalui
penggunaan bahasa?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui hubungan antara penggunaan bahasa dengan nasionalisme.


2. Mengetahui pengaruh penggunaan bahasa daerah terhadap nasionalisme
bangsa Indonesia.

2
3. Mengetahui pengaruh penggunaan bahasa asing terhadap nasionalisme
bangsa Indonesia.
4. Mengetahui penggunaan bahasa Indonesia menjadi tolak ukur penilaian
nasionalisme bangsa Indonesia.
5. Mengetahui cara bangsa Indonesia meningkatkan rasa nasionalisme
melalui penggunaan bahasa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hubungan Antara Penggunaan Bahasa dan Nasionalisme

Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi


dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Bahasa
berfungsi sebagai sarana berfikir, ekspresi, dan untuk komunikasi. Bahasa sebagai
sarana berfikir dimaksudkan bahwa dimana bahasa dapat menuntun masyarakat
untuk bertindak tertib dan santun karena bahasa menuntun pemakainya. Bahasa
sebagai sarana ekspresi, bahasa membawa penggunya kepada suasana kreatif,
karena bahasa sebagai sarana pengungkap pikiran tentang ilmu, teknologi dan seni
yang dapat membentuk kecerdasan seseorang. Bahasa sebagai sarana komunikasi
berarti bahwa bahasa menciptakan suasana keakraban dan kebersamaan yang pada
akhirnya memupuk rasa kekeluargaan dalam masyarakat. Maka, bahasa
membentuk pola berfikir, perilaku, kreativitas, dan menumbuhkan rasa
kebersamaan dan kesetiakawanan.
Jika nasionalisme didefinisikan sebagai paham yang berkaitan dengan
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah bangsa (dalam bahasa
Inggris “nation”) dengan mewujudan satu kesatuan konsep identitas bersama,
dimanakah letak hubungan antara nasionalisme dan bahasa? Benarkah sikap
nasionalisme ditandai dengan kecintaan pada bahasa bangsanya? Benarkah dari
ungkapan “bahasa menunjukkan bangsa” kita dapat menemukan signifikansi yang
relevan antara nasionalisme dan bahasa?
Apabila sebuah bahasa menandai suatu bangsa dan adanya bahasa karena
bangsa itu memakainya, antara bangsa dan bahasa itu terdapat hubungan saling
menentukan. Maka hal tersebut hanya bersesuaian dengan beberapa negara yang
ada di dunia. Namun, fakta sosiolinguistik menunjukkan bahwa tidak setiap bangsa
memiliki satu bahasa kesatuan yang menunjukkan bahasa itu. Ada beberapa negara
yang menggunakan beberapa bahasa. Sementara itu ada beberapa bangsa yang
mempunyai satu bahasa sebagai bahasa nasionalnya, tetapi bahasa itu bukan berasal
dari bahasa yang ada dalam masnyarakat bangsa itu. Ada juga bangsa yang

4
memakai satu bahasa sebagai alat komunikasi resmi, tetapi bahasa resmi itu
digunakan oleh beberapa bangsa lainnya. Disisi lain ada beberapa bangsa yang
mampu mengangkat salah satu bahasa daerahnya menjadi bahasa nasional. Namun,
ada pula beberapa bangsa yang akhirnya menggunakan beberapa bahasa meskipun
bahasa itu berasal dari bahasa daerah yang ada dalam bangsa itu sendiri.
Beberapa fakta tentang pilihan bahasa dalam suatu bangsa menggambarkan
bahwa pilihan politis tentang bahasa dimotivasi beragam kepentingan dan dibuat
dalam berbagai format. Meskipun demikian, ada pandangan umum yang
mendasarinya, yaitu bahwa keputusan pilihan politis tentang bahasa itu digunakan
untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, suatu “kebijakan bahasa” secara eksplisit
dibuat berdasarkan latar belakang keanekaan bahasa yang hidup dalam suatu
pemerintahan dan bertujuan mengatur beragam fungsi pemakaian bahasa itu.
Masalah fungsi pemakaian bahasa itu sudah pasti melibatkan masyarakat. Hal itu
berarti bukan hanya permasalahan sosiolinguistik saja, melainkan juga politik.
Seringkali karena sedemikian kompleksnya masalah pilihan bahasa itu, pemerintah
harus ikut campur menanganinya. Faktor itu membuat bahasa menjadi objek yang
tidak terhindarkan dari aneka pilihan politis dan juga historisnya (Coulmas
2006:184; Moeliono, 1985:1; Alwasilah 1993:91).
Bahasa bukanlah hanya sekadar aset semata, tetapi sebagai pondasi suatu
bangsa. Bahasa dipercaya sebagai salah satu pengikat yang dapat membangun
kebersamaan dan nasionalisme suatu kelompok komunitas, selain elemen ras, dan
agama. Tidak seperti yang terjadi di beberapa negara maju, Bapak pendiri bangsa
Indonesia tidak membangun bangsanya di atas elemen ras, mengingat
keanekaragam suku. Beberapa negara maju membangun nasionalismenya dengan
pendekatan ras, seperti politik apartheid yang menggambarkan dominasi ras kulit
putih atas kulit hitam. Ada juga yang menggeser suku aborigin atau Indian (Arifah,
2014).

5
2.2 Pengaruh Penggunaan Bahasa Daerah terhadap Nasionalisme Bangsa
Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa


persatuan bangsa Indonesia, yang mana penggunaannya diresmikan setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu.
Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial)
dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya.
Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-
perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, di bidang
bisnis dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia (Wawan,2012:1).
Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam
sebuah negara kebangsaan, apakah itu pada suatu daerah kecil, negara bagian
federal atau provinsi, atau daerah yang lebih luas (Wikipedia.com). Indonesia
merupakan negara kesatuan yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan bahasa.
Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa daerah merupakan
khasanah kekayaan yang sangat penting untuk di jaga dan dilestarikan agar
terhindar dari jamahan asing yang mampu menghapus jejak budaya kita (Ahira,
2011). Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara (Wawan,2012:1).
Hubungan bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia sangatlah erat
dikarenakan Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan
bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.” dan juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II
tahun 1954 di Medan, bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional
merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada
bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi

6
perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan
bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya (Wawan,2012:2).
Dalam Seminar Pengembangan Bahasa Daerah (1976), yang merumuskan
tujuaan pembinaan dan pengembangan bahasa daerah sebagai berikut :
(a) Di bidang struktur bahasa, tujuannya ialah terbinanyabahasa daerah yang
strukturnya terpelihara dan sesuai dengan keperluan masa sekarang.
(b) Dibidang pemakai, tujuan pembinaan adalah agar kedwibahasaan itu tetap
(stabil), yaitu pemakai itu menguasai kedua bahasa itu seimbang, dan tidak
menjadi ekabasahawan semata-mata. Jumlah pemakai itu hendaknya tetap
berkembang dan tidak sebaliknya menyusut.
(c) Di bidang pemakaian, pembinaan bertujuan agar bahasa daerah dipergunakan
secara penuh sesuai dengan fungsinya, dalam keseimbangan dengan bahasa
Indonesia seperti ditetapkan dalam Politik Bahasa Nasional. Jadi antara bahasa
Indonesia dan bahasa Daerah telah terjadi kontak sosial dan budaya yang aktif.
Jiwa bahasa Indonesia dan jiwa bahasa Daerah telah bertemu. Kedua bahasa
saling bersangkutan dan memperhatikan. Akhirnya kedua bahasa saling
mempengaruhi (Rusyana, 2013).

Berikut beberapa dampak penggunaan bahasa daerah terhadap bahasa


Indonesia. Adapun dampak positif dari bahasa daerah adalah Bahasa Indonesia
memiliki banyak kosakata, sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia, sebagai
identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah dan menimbulkan keakraban
dalam berkomunikasi. Sedangkan dampak negatif dari bahasa daerah adalah bahasa
daerah yang satu sulit dipahami oleh daerah lain, warga negara asing yang ingin
belajar bahasa Indonesia menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata dan
masyarakat menjadi kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang
baku karena sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah dan dapat menimbulkan
kesalahpahaman (Rusyana, 2013).

7
2.3 Pengaruh Penggunaan Bahasa Asing terhadap Nasionalisme Bangsa
Indonesia

Zaman sekarang yang hanya bisa menggunakan satu bahasa saja sangatlah
sulit untuk bisa masuk dalam kompetisi global. Apalagi posisi negara kita yaitu
sebagai negara berkembang yang masih memerlukan bantuan dan kontribusi dari
negara lain khususnya negara maju. Perkembangan bahasa banyak dipengaruhi oleh
perkembangan zaman dan dari berbagai banyak pihak dan negara. pihak – pihak
tersebut ingin mengembangkan dan mendeterminasikan bahasanya sebagai suatu
bahasa yang dapat dikenal oleh semua pihak diseluruh belahan dunia
(Harimansyah, 2012).
Sehubungan dengan fakta sosiolinguistik tersebut, apakah nasionalisme
orang Amerika Serikat, Kanada, Belgia, atau Swiss patut dipertanyakan karena
menggunakan bahasa yang “bukan asli” miliknya? Dalam masalah itu, jika
nasionalisme dalam arti sempit dimaknai sebagai kebanggaan terhadap negara, kita
tidak berhak menilai siapa pun atas hal itu. Dalam penggunaan ragam lisan dalam
bahasa Indonesia, apakah karena seorang warga negara Indonesia berbahasa
Indonesia, tetapi berlogat Amerika dan kebetulan “bule” karena berayah orang
Amerika, berarti dia tidak cinta Indonesia? Rasa bangga dan cinta ada di dalam hati.
Bahasa atau logat seseorang dalam berbicara tidak menunjukkan kadar
nasionalisme. Demikian juga bukan suatu jaminan pasti jika ada orang yang tinggal
di wilayah negara Indonesia, berdarah asli Indonesia, dan menggunakan bahasa
Indonesia dengan logat Indonesia asli seratus persen merasa bangga terhadap
Indonesia. Dari aspek bahasa sebagai identitas suatu bangsa, bangsa Indonesia
mungkin lebih mujur daripada Kanada, Belgia, atau India (Harimasyah, 2012).
Bangsa Indonesia sudah mengenal bahasa asing terjadi sejak abad ke-7
ketika para saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Timur, bahkan sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat Kerajaan
Sriwijaya muncul dan kukuh, Cina membuka hubungan diplomatik dengannya
untuk mengamankan usaha perdagangan dan pelayarannya. Pada tahun 922 musafir
Cina melawat ke Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak abad ke-11 ratusan ribu

8
perantau meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak bagian Nusantara
(Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia). Yang disebut dengan bahasa Tionghoa
adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa). Empat di antara bahasa-bahasa itu
yang di kenal di Indonesia yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan Mandarin. Kontak
yang begitu lama dengan penutur bahasa Tionghoa ini mengakibatkan perolehan
kata serapan yang banyak pula dari bahasa Tionghoa, namun penggunaannya tidak
digunakan sebagai perantara keagamaan, keilmuan, dan kesusastraan di Indonesia
sehingga ia tidak terpelihara keasliannya dan sangat mungkin banyak ia berbaur
dengan bahasa di Indonesia. Contohnya anglo, bakso, cat, giwang, kue/ kuih,
sampan, dan tahu.

Hubungan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Negara lain :


1. Hubungan dengan penutur Arab dan Persia.
Bahasa Arab dibawa ke Indonesia mulai abad ketujuh oleh saudagar
dari Persia, India, dan Arab yang juga menjadi penyebar agama Islam.
Kosakata bahasa Arab yang merupakan bahasa pengungkapan agama Islam
mula berpengaruh ke dalam bahasa Melayu terutama sejak abad ke-12 saat
banyak raja memeluk agama Islam. Kata-kata serapan dari bahasa Arab
misalnya abad, bandar, daftar, edar, fasik, gairah, hadiah, hakim, ibarat,
jilid, kudus, mimbar, sehat, taat, dan wajah. Karena banyak di antara
pedagang itu adalah penutur bahasa Parsi, tidak sedikit kosakata Parsi
masuk ke dalam bahasa Melayu, seperti acar, baju, domba, kenduri, piala,
saudagar, dan topan.

2. Hubungan dengan penutur Portugis


Bahasa Portugis dikenali masyarakat penutur bahasa Melayu sejak
bangsa Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 setelah setahun
sebelumnya ia menduduki Goa. Portugis dikecundangi atas saingan dengan
Belanda yang datang kemudian dan menyingkir ke daerah timur Nusantara.
Meski demikian, pada abad ke-17 bahasa Portugis sudah menjadi bahasa
perhubungan antaretnis di samping bahasa Melayu. Kata-kata serapan yang

9
berasal dari bahasa Portugis seperti algojo, bangku, dadu, gardu, meja, picu,
renda, dan tenda.

3. Hubungan dengan penutur Belanda.


Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika ia
mengusir Portugis dari Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju ke
pulau Jawa dan daerah lain di sebelah barat. Sejak itulah, secara bertahap
Belanda menguasai banyak daerah di Indonesia. Bahasa Belanda tidak
sepenuhnya dapat menggeser kedudukan bahasa Portugis karena pada
dasarnya bahasa Belanda lebih sukar untuk dipelajari, lagipula orang-orang
Belanda sendiri tidak suka membuka diri bagi orang-orang yang ingin
mempelajari kebudayaan Belanda termasuklah bahasanya. Hanya saja
pendudukannya semakin luas meliputi hampir di seluruh negeri dalam
kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan Belanda di Indonesia).
Belanda juga merupakan sumber utama untuk menimba ilmu bagi kaum
pergerakan. Maka itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada saat negara
Indonesia didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda. Kata-kata
serapan dari bahasa Belanda seperti abonemen, bangkrut, dongkrak, ember,
formulir, dan tekor.

4. Hubungan dengan penutur Inggris


Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia meski tidak
lama. Raffles menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811 dan
beliau bertugas di sana selama lima tahun. Sebelum dipindahkan ke
Singapura, dia juga bertugas di Bengkulu pada tahun 1818. Sesungguhnya
pada tahun 1696 pun Inggris pernah mengirim utusan Ralph Orp ke Padang
(Sumatra Barat), namun dia mendarat di Bengkulu dan menetap di sana. Di
Bengkulu juga dibangun Benteng Marlborough pada tahun 1714-1719. Itu
bererti sedikit banyak hubungan dengan bangsa Inggris telah terjadi lama di
daerah yang dekat dengan pusat pemakaian bahasa Melayu.

5. Hubungan dengan penutur Jepang

10
Pendudukan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun
tidak meninggalkan warisan yang dapat bertahan melewati beberapa
angkatan. Kata-kata serapan dari bahasa Jepang yang digunakan umumnya
bukanlah hasil hubungan bahasa pada masa pendudukan, melainkan imbas
kekuatan ekonomi dan teknologinya.

Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi


sumber penyerapan kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi, dan Portugis.
Kedudukan mereka telah tergeser oleh bahasa Inggris yang penggunaannya lebih
mendunia. Walaupun begitu, bukan bererti hanya bahasa Inggris yang menjadi
rujukan penyerapan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Bahasa
Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak
menyerap kata-kata dari bahasa lainnya. Asal Bahasa Jumlah Kata: arab 1.495 kata,
belanda 3.280 kata, tionghoa 290 kata, hindi 7 kata, inggris 1.610 kata, parsi 63
kata, portugis 131 kata, sanskerta-Jawa Kuno 677 kata, dan tamil 83 kata (Danie,
2013).
Pengaruh bahasa asing sangat berdampak dalam perkembangan bahasa
Indonesia. Berikut beberapa contoh negatif adanya bahasa asing dalam
perkembangan bahasa Indonesia: anak-anak mulai mengentengkan atau
menggampangkan untuk belajar bahasa Indonesia, rakyat Indonesia semakin lama
kelamaan akan lupa kalau bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, anak-
anak mulai menganggap rendah bacaan Indonesia, lama-kelamaan rakyat Indonesia
akan sulit mengutarakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan mampu
melunturkan semangat nasionalisme dan sikap bangga pada bahasa dan budaya
sendiri (Danie, 2013).
Sedangkan dampak positif bahasa asing bagi perkembangan anak antara
lain: mampu meningkatkan pemerolehan bahasa anak, semakin banyak orang yang
mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka akan semakin cepat pula proses
transfer ilmu pengetahuan, menguntungkan dalam berbagai kegiatan (pergaulan
internasional, bisnis, sekolah), dan anak dapat memperoleh dua atau lebih bahasa
dengan baik apabila terdapat pola sosial yang konsisten dalam komunikasi, seperti

11
dengan siapa berbahasa apa, di mana berbahasa apa, atau kapan berbahasa apa
(Danie, 2013).

2.4 Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Tolak Ukur Penilaian


Nasionalisme Bangsa Indonesia

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat


kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan
bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil
mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini
mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul
secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi
saja (Kirman:2009).
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemoeda”, 28
Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Pada
saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu-Riau sebagai
bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa Indonesialah yang berpotensi
dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku vangsa atau
etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan hanya isapan jempol. Bahasa
Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan persatuan bangsa yang berbagai
etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di tengah-tengah ratusan bahasa daerah
tidak menimbulkan sentimen negatif bagi etnis yang menggunakannya. Sebaliknya,
justru kehadiran bahasa Indonesia dianggap sebagai pelindung sentimen
kedaerahan dan sebagai penengah ego kesukuan (Kirman:2009).
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai suku yang
mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa Indonesia
justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa meinggalkan
identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar
belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu, dengan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional diletakkan jauh di atas
kepentingan daerah dan golongan (Kirman:2009)

12
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk
menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar
belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan
memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat
adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn
fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi
karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat
perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan
bertambah banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari
daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri
(Kirman:2009).
Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui
bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya
yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia
dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan
menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa
Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi
di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia,
Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus
memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya.
Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat
pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih
dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya
istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut
sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia (Kirman:2009).
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai

13
alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang
berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa
perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni
drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian
pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat
diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa
Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa Indonesia (Kirman:2009).
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula
kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat
yang dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional
(antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan
diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun
dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus
menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa
negara, bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa
Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan
ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan
pangkat, maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini
harus diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan
bahasa Indonesia (Kirman:2009).
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia
bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan antardaerah dan
antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal pemerintahan dan
kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya, surat-menyurat antarinstansi

14
pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan, lokakarya masalah
pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke instansi
pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan
menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan
menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut
terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan – atasan, mahasiswa
– dosen, kepala dinas – bupati atau walikota, kepala desa – camat, dan sebagainya
(Kirman:2009).
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945,
bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan bahasa
ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam hubungannya
sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang
memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri,
yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia
dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional.
Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai
bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi
(iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan
buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga
pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung
sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti
perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah
perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia
sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai
kalangan dan tingkat pendidikan (Kirman:2009).

15
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-
lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak)
sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh
Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa
daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai
bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun
ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya
ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa – skripsi,
tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan
bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat
penyampaian iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum
mampu mewadahi konsep-konsep iptek (Kirman:2009).

2.5 Cara Meningkatkan Nasionalisme melalui Penggunaan Bahasa

Masyarakat aneka bahasa atau masyarakat multilingual adalah masyarakat


yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat aneka bahasa ini terjadi karena
beberapa etnik ikut membentuk masyarakat, sehingga dari segi etnik bisa dikatakan
sebagai masyarakat majemuk (plural society) (Indah, 2014). Kebanyakan bangsa di
dunia memiliki lebih dari satu bahasa yang digunakan sebagai bahasa ibu dalam
wilayah yang dihuni bahasa itu. Termasuk di dalam negara-negara tersebut adalah
Indonesia. Indonesia sendiri memiliki lebih dari 500 bahasa yang digunakan
sebagai bahasa ibu di setiap dearah yang memiliki penggunanya masing-masing.
Keanekabahasaan dalam suatu negara selalu menimbulkan masalah atau
paling tidak mengandung potensi akan timbulnya masalah. Meskipun Indonesia
hanya memiliki satu bahasa sebagai bahasa Nasional, namun bahasa daerah di
Indonesia sangat beragam. Masing-masing bahasa daerah tersebut menjadi bahasa
ibu bagi masing-masing penduduk di daerah tertentu. Dengan kata lain, masing-
masing bahasa memiliki masing-masing pengguna bahasa yang berbeda satu sama
lain. Sebuah negara kadang-kadang hanya mengenal satu dua bahasa, tetapi banyak
negara yang secara linguistik terpilah pilah, sehingga tidak mustahil setiap anak

16
menjadi dwibahasawan (blingual) atau anekabahasawan (multilingual) (Indah,
2014).
Masalah yang timbul adalah setiap anak-anak diwajibkan menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di bidang pendidikan, sedangkan di lain
pihak mereka kembali menggunakan bahasa daerah mereka ketika tidak berada di
bangku sekolah. Inilah yang terjadi pada beberapa dekade yang lalu, dimana Bahasa
Indonesia belum berkembang dengan baik sebagai bahasa Nasional. Sebaliknya,
apa yang terjadi saat ini adalah Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar yang
digunakan baik di bidang formal maupun informal, dalam artian, bahasa ini juga
digunakan dalam kehidupan sehari-hari (Indah, 2014).

Berdasarkan pentingnya bagi nasionalisme, maka perkembangan rasa


nasion terasa lebih sulit bagi negara aneka-bahasa dari pada negara eka-bahasa.
Negara aneka-bahasa ini dapat mendekati masalah ini dengan dua cara:
1) Mereka dapat berusaha mengembangkan bahasa nasional.
2) Mereka dapat mencoba mengembangkan nasionalisme tidak berdasarkan
bahasa.
Sebagian besar negara mengambil cara pertama termasuk Indonesia. Untuk
itulah, Pemerintah Indonesia mulai menggalakkan pentingnya berbahasa Indonesia
bagi setiap warganya di seluruh penjuru negeri. Namun, masalah yang muncul
adalah bagaimana warga yang bukan penutur asli bahasa X harus menyesuaikan
dengan menggunakan bahasa tersebut dengan baik. Selain itu, bagaimana cara
mereka menggunakan bahasa nasional yang baik namun tetap mempertahankan
eksistensi bahasa ibu mereka. Hal ini bukanlah persoalan yang mudah. Hal ini
menyangkut pada pergeseran bahasa, pemertahanan bahasa, dan sikap berbahasa.
Pergeseran bahasa menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang
penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat dari suatu
masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kalau seorang atau sekelompok orang
penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur
dengan mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa ini (Indah, 2014).
Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi

17
harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang
imigran/ transmigran untuk mendatanginya. Telah menunjukkan terjadinya
pergeseran bahasa para imigran di Amerika. Keturunan ketiga atau keempat dari
para imigran itu sudah tidak mengenal lagi bahasa ibunya.

Pemertahanan bahasa nasional baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing
tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya peran dan kontribusi pengguna
bahasa daerah itu sendiri. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini antara lain :
1) Kesetiaan bahasa yakni sikap yang mendorong masyarakat suatu bahasa
memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh
bahasa lain.
2) Kebanggaan bahasa yakni sikap yang mendorong orang mengembangkan
bahasanya dan menggunakan sebagai lambang identitas dan kesatuan
masyarakat
3) Kesadaran adanya norma bahasa yang mendorong orang menggunakan
bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang sangat
besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan bahasa.

Sebaliknya, apabila ketiga sikap ini mulai melemah dan tidak ada dalam
seorang pengguna bahasa, maka pengguna bahasa ini dapat dikatakan seorang
pengguna bahasa yang buruk. Sikap pengguna bahasa yang buruk ini dapat
digambarkan dengan rasa ke-takbangga-an terhadap bahasa yang dipakainya. Rasa
ketakbanggaan ini dipengaruhi oleh faktor gengsi, budaya, ras, etnis atau politik.
Sikap ini akan tampak dalam keseluruhan tindak tuturnya, seperti mereka tidak
merasa perlu untuk menggunakan bahasa secara cermat dan tertib dan tidak
menggunakan kaidah yang berlaku (Indah, 2014).
Keberlangsungan suatu bahasa akan nihil hasilnya jika tidak ada peran serta
dan penggunaan bahasa yang baik oleh pengguna bahasa itu sendiri. Akan tetapi
pengguna bahasa memiliki caranya masing-masing untuk memilih bahasa apa yang
akan digunakan dan mana yang tidak. Sehingga, dari sejarahlah nanti kita akan
melihat apakah suatu bahasa akan tetap bertahan atau tidak. Begitu juga yang terjadi
dengan berbagai bahasa daerah sebagai bahasa etnik yang dimiliki oleh Indonesia.

18
Di tangan kita lah bahasa ini akan terus hidup dan berkembang. Namun di tangan
kita pula lah bahasa ini akan mati dan hanya akan ada dalam cerita dan sejarah.
Untuk itulah sebagai generasi yag bijak akan lebih baik jika kita terus mewariskan
warisan bahasa budaya ini hingga dapat dinikmati juga oleh anak cucu dan generasi
mendatang (Indah, 2014).

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hal-hal yang dapat disimpulkan dalam makalah adalah sebagai berikut.

1. Bahasa bukanlah hanya sekadar aset semata, tetapi sebagai pondasi


suatu bangsa. Bahasa dipercaya sebagai salah satu pengikat yang dapat
membangun kebersamaan dan nasionalisme suatu kelompok komunitas,
selain elemen ras, dan agama. Tidak seperti yang terjadi di beberapa
negara maju, Bapak pendiri bangsa Indonesia tidak membangun
bangsanya di atas elemen ras, mengingat keanekaragam suku.
Nasionalisme didefinisikan sebagai paham yang berkaitan dengan
enciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah bangsa dengan
mewujudkan satu kesatuan konsep identitas bersama, sikap nasionalisme
ditandai dengan kecintaan pada bahasa bangsanya karena dari ungkapan
“bahasa menunjukkan bangsa” kita dapat menemukan signifikansi yang
relevan antara nasionalisme dan bahasa.
2. Penggunaan bahasa daerah memiliki dampak positif maupun negatif
terhadap bahasa Indonesia yang merupakan simbol dari nasionalisme itu
sendiri. Adapun dampak positif dari bahasa daerah adalah Bahasa
Indonesia memiliki banyak kosakata, sebagai kekayaan budaya bangsa
Indonesia, sebagai identitas dan ciri khas dari suatu suku dan daerah dan
menimbulkan keakraban dalam berkomunikasi.Sedangkan dampak negatif
dari bahasa daerah adalah bahasa daerah yang satu sulit dipahami oleh
daerah lain, warga negara asing yang ingin belajar bahasa Indonesia
menjadi kesulitan karena terlalu banyak kosakata dan masyarakat menjadi
kurang paham dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baku karena
sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah dan dapat menimbulkan
kesalahpahaman. Sehingga penggunaan bahasa daerah tidak menurunkan
semangat nasionalisme warga negara, tapi malah memberikan warna
tersendiri bagi keberagaman cara pandang terhadap nasionalisme.

20
3. Dengan masyarakat lebih mementingkan bahasa asing, maka bahasa
Indonesia sebagai salah satu faktor pendukung rasa nasionalisme warga
negara akan lebih dikesampingkan. Bahasa asing memiliki dampak positif
dan negative terhadap bahasa Indonesia. Dampak positifnya, bangsa
Indonesia dapat mengikuti perkembangan internasional dengan lancar.
Dan dampak negatifnya, bahasa Indonesia sedikit demi sedikit akan
tergeser dengan bahasa inggris. Cara supaya sikap nasionalisme berbahasa
Indonesia tidak berkurang yaitu dengan tambahan pelajaran untuk bahasa
Indonesia dan bahasa daerah, lebih cinta terhadap bahasa Indonesia, dll.
4. Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat
kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa
negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa
Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa
ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun
dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu
peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja. Oleh karena itu,
kebanggaan terhadap penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan formal
menunjukkan tingginya rasa nasionalisme seorang warga negara.
5. Pemertahanan nasionalisme melalui bahasa nasional baik dari
bahasa daerah maupun bahasa asing tidak dapat berjalan dengan baik tanpa
adanya peran dan kontribusi pengguna bahasa daerah itu sendiri. Sikap
positif terhadap bahasa Indonesia ini antara lain :
1) Kesetiaan bahasa yakni sikap yang mendorong masyarakat suatu
bahasa memepertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah
adanya pengaruh bahasa lain.
2) Kebanggaan bahasa yakni sikap yang mendorong orang
mengembangkan bahasanya dan menggunakan sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat
3) Kesadaran adanya norma bahasa yang mendorong orang menggunakan
bahasanya dengan cermat dan santun; dan merupakan faktor yang

21
sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan yaitu kegiatan
menggunakan bahasa.

3.2 Saran
Untuk meningkatkan rasa nasionalisme terhadap penggunaan Bahasa
Indonesia maka penulis menyarankan untuk :

1. Pemberian pelajaran mengenai Bahasa Indonesia sejak usia dini.


2. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sejak usia dini
sehingga jiwa dan karakter dalam berbahasa Indonesia sudah tertanam.
3. Memberlakukan penggunaan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi di
area umum sehingga dapat berimbaskan kepada masyarakat awam lain.

22
DAFTAR PUSTAKA

Arifah. 2014. ”Bahasa dan Nasionalisme”. Dalam


http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/node/-2956.html. Dikunjungi pada 30
September 2017.

Danie, Julianus. 2013. “Kajian Geografi Dialek Minahasa Timur Laut”. Dalam
http://sukabahasa.blogspot.com/kajian_geografi_dialek_minahasa_timur_laut.
html. Dikunjungi pada hari senin, 30 September 2017.

Harimansyah, Ganjar. 2012. “Bahasa dan Nasionalisme”. Dalam


http://badanbahasa-.kemendikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/42.html.
Dikunjungi pada 30 September 2017.

Indah. 2014. “Penggunaan Bahasa dalam Kehidupan Sehari-hari”. Dalam


http://carapedia.com/penggunaan_bahasa_dalam_kehidupan_sehari-hari.html.
Dikunjungi pada hari senin 30 September 2017

Kirman, Joko. 2009. “Fungsi Bahasa Indonesia”. Bandung: Dalam


http://jokokirman.blogspot.com/2009/fungsi_bahasa_indonesia.html.
Dikunjungi pada hari Senin, 30 September 2017.

Rusyana, Yus. 2013. “Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan”. Dalam
http://yusrusyana.com/bahasa_dan_sastra_dalam_gamitan_pendidikan.html.
Dikunjungi pada hari Senin, 30 September 2017.

Simanjuntak, Rina Maralus. 2011. “Peran Bahasa dalam Meningkatkan


Nasionalisme”. Dalam
http://rinasimanjuntaksastra.blogspot.com/2011/05/peran-bahasa-dalam-
meningkatkan.html. Dikunjungi pada 1 Oktober 2017.

23

Anda mungkin juga menyukai