Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
STROKE HEMORAGIK
K. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
___________. Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 6
Februari 2012 di http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/
___________. Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 6 Februari
2012http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/
Laporan Pendahuluan Stroke
Hemoragic
BAB 1
PENDAHULUAN
Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otakyang timbul mendadak yang disebabkan karna terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Arif Muttaqin, 2008).
1.1.1 Hipertensi
1.1.4 Obesitas.
1.1.7 Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi).
1.1.8 Merokok.
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar 51% di
seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian
stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam
tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat
metabolisme glukosa secara
anaerobik yang merusak jaringan otak. (Diakses pada tanggal 16 Mei
2016,http://eprints.ums.ac.id/32390/2/)
Di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan, menurut survei tahun 2014 stroke merupakan pembunuh nomor 1 di RS pemerintah di
seluruh penjuru Indonesia. Survei Departemen kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366
rumah tangga di 33 provinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama
pada usia >45 tahun. (Diakses pada tanggal 16 Mei 20016,http:// www. academia. edu/ 8777353/
Web_ causation_stroke)
Data penderita stroke yang didapatkan berdasarkan kelompok umur dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2015, angka kejadian stroke hemoragik di Kalimantan Selatan yaitu untuk
perempuan tertinggi umur 45 sampai dengan 54 tahun berjumlah 172 orang, untuk laki-laki umur 55
sampai dengan 64 tahun berjumlah 132 orang. Data dari Rumah Sakit Islam Banjarmasin dengan
penderita stroke dari bulan januari-maret 2016 dengan jumlah keseluruhan yaitu 42 orang.
Berdasarkan data di atas banyaknya jumlah penderita stroke dan besarnya dampak yang
ditimbulkan, penulis tertarik mengangkat topik terkait dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.
S dengan Kasus Stroke Hemoragik” untuk membandingkan antara konsep dengan kenyataan dan
mencoba untuk mengambil garis besar konsep dari stroke dan menyediakan perawatan
komprehensif terhadap klien dengan stroke hemoragik.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Motorik : implus yang diterima diteruskan oleh sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot.
Sensorik : setiap implus sensorik dihantarkan melalui akson sel saraf yang selanjutnya akan
mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain dibagian medula
spinalis.
Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasi retikularis bersama bagian lain dari korteks
serebri menjadi pusat kesadaran utama.
Fungsi luhur : pusta berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain. Pada bagian anterior sulkus sentralis
merupaka bagian motorik penggerak otot (Fransisca B. Batticaca, 2008).
Lobus frontalis, merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri. Lobus Parietal, disebut juga
lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah
bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Lobus
temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Memori
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini. Lobus oksipitalis terletak pada lobus
posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Sereblum (Otak kecil) merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan. Pada daerah
serebelum terdapat sirkulasi Willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran
arteri terbentuk diatara rangkaian arteri cartoid interna dan verbal, lingkaran inilah yang disebut
sirkulasi Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna.
Medula spinalis merupakan pusat refleks, menerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya
saraf sensorik. menerus implus motorik dari otak ke saraf sensorik. Pusat pola gerakan sederhana
yang telah lama di pelajari. Saraf somatik merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke
pusat dan saraf motorik dari pusat ke perifer.
Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal. Saraf otak ada 12 pasang :
Saraf olfaktorious : untuk penciuman
Saraf trigeminus : merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 4 cabang yaitu bagian optical,
maksilaris dan mandibularis
Saraf vagus : merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung lambung, usus halus dan
sebagian usus besar
Saraf Spinal, dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra: Saraf servikal 8
pasang, saraf torakal 12 pasang, saraf lumbal 5 pasang, saraf sacrum/sacral 5 pasang, saraf koksigeal
1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medulla spinalis melalui
akar belakang dan serat motorik keluar dari medulla spinalis melalui akar depan kemudian bersatu
membentuk saraf spinal. Saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan
terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah
tungkai bawah.
Saraf Otonom, sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta
alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis. Peningkatan aktifitas
simpatis meperlihatkan: Kesiagaan meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat,
tonus otot meningkat, gerakan saluran cerna menurun, metabolisme tubuh meningkat. Semua ini
menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila
menghadapi masalah, bekerja, olahrga, cemas dan lain-lain. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
penggunaan energi/katabolisme. Penigkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan: Kesiagaan
menurun, denyut jantung melambat, pernafasan tenang, tonus otot menurun, gerakan saluran cerna
meningkat, metabolisme tubuh menurun.
Hal ini terjadi penyimpanan energi dan terihat apabila individu sedang istirahat.Pusat saraf simpatis
berada di medula spinalis begian torakal dan lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada di bagian
medula oblongata dan medula spinalis bagian sacral. Pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang
lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai pusat emosi.
Fisiologi sistem peredaran darah otak, suplay darah ke otak bersifat konstan untuk kebutuhan
normal otak seperti nutrisi dan metabolisme. Hampir 1/3 kardiak output dan 20% oksigen
dipergunakan oleh otak. Otak memerlukan suplay darah kira-kira 750 ml/menit. Kekurangan suplay
darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang menetap. Otak secara umum
diperdarahi oleh dua pasang arteri utama yaitu Arteri vertebra dan arteri karotis interna. Kedua
arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang disebut Circle Willis. Arteri vertebra
memenuhi kebutuhan darah otak bagian posterior, diensefalon,batang otak, secebelum dan
oksipital. Arteri karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital,
basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon (Tarwoto, 2013).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Arif Muttaqin,
2008).
Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan darah dan otak non traumatik (Tarwoto, 2013).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. (Fransisca B. Batticaca, 2008).
According to World Health Organitation (WHO), stroke is a meniefestation clinies of limb paralysis
that caused of impairred serebral functions local or global during arround 24 hours or more in the
someone, with unknown other cause, except of impairred vascular there and can causes someone
death (Arif, muttaqin. 2008: 128).
Stroke occurs when there is ischemia to a part of the brain or hemorrhage into the brain that result in
brain cell death. Functions, such as movement, sensation, or emotions, that were controlled by the
affected brain area are lost or impaired.(Shannon ruff Dirksen. 2007).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke adalah suatu gangguan peredaran
darah di otak di sebabkan karena pecahnya pembuluh darah yang terjadi kapan saja dimana saja,
dan otak mengalami hipoksia, berakhir dengan kelumpuhan.
1) Perdarahan intra serebri (PIS) itu merupakan pecahnya pembuluh darah (mikroanuerisma) tertama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan subarachnoid (PSA) perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulsi Willisi dan cabang-cabangnya yang
diluar parenkim otak.
b. Stoke Non Hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli trombosis serebri baisanya terjadi saat
lama beristirahat, baru bangun tidur, atau dipagi hari.
a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja.
Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke Involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. (Arif Muttaqin, 2008)
2.1.3.2 Emboli
Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada
umumya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
2.1.3.3 Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subraschnoid atau di
dalam jaringan otak sendiri.
Faktor risiko dari klien dengan stroke hemoragik antara lain: hipertensi, riwayat stroke dalam
keluarga, riwayat serangan iskemia sepintas (transient ischaemic attack, TIA) (lihat memahamiTIA),
penyakit jantung termasuk aritmia, penyakit arteri koronaria, infark miokard akut, kardiomiopati
diatasi dan penyakit vaskuler, diabetes, hyperlipidemia familial, kebiasaan merokok, kebiasaan
minum minuman keras, obesiatas, penggunaan kontrasepsi oral (pil KB), (Jennifer P. Kowalak. 2013).
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung
pada faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Aterosklerosis seringkali merupakan factor penting untuk otak trombus dapat
bersalah dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan iskemia jaringan otak
pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema atau kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kdang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahaan massif. Okulasi pada pembuluh
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri.
Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture arteroskelerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks
serebri atau lewat foramen megnum. (Arif Muttaqin, 2008).
Menurut DR. M.N Bustan (2007) patofisiologi stroke iskemik yaitu: Iskemik otak adalah suatu
keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan darah ke otak yang iskemik menjadi nekrosis akibat
berkurangnya suplai darah sampai ada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang dierlukan untuk
kehidupan sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktural yang menetap.
Terdapat 2 penyebab utama infark otak, yaitu trombus dan emboli. Kebanyakan kasus infark otak
terjadi setelah adanya trombosis pada pembuluh darah yang aterosklerotik. Dengan demikian
trombosis menyerang individu-individu yang memiliki satu atau lebih faktor risiko yang memacu
terbentuknya aterosklerosis. Seperti diketahui bahwa aliran darah yang melalui suatu arteria
mengikuti hukum dari Hagen Poisseuile, dimana dinyatakan bahwa kecepatan aliran darah (Q)
berbanding lurus dengan naik-turunnya tekanan perfusi (P), jari-jari penampang arteri pangkat 4 (r)
dan berbanding terbalik dengan viskositas darah (N), dan panjang arteri (L). Kelainan dari faktor-
faktor tersebut akan mengakibatkan terjadinya iskemia dan berakhir dengan kematian jaringan otak.
(Sumber: Arif Muttaqin 2008)
Gambaran klinis stroke cukup beragam bergantung pada arteri yang terkena serta daerah otak yang
diperdarahi, intensitas kerusakan dan luas sirkulasi kolateral yang terbentuk. Stroke pada satu
hemisfer otak akan menimbulkan tanda dan gejala pada sisi tubuh yang berlawanan. Stroke yang
menyarang nervus kranialis akan mempengaruhi struktur pada sisi yang sama dengan sisi infark.
(Jennifer P. Kowalak, 2013).
b. Kesulitan bicara
d. Sakit kepala
g. Kecemasan (ansietas)
2.1.5.2 Di samping itu, keluhan dan gejala stroke bisa diklasifikasikan berdasarkan pembuluh arteri yang
terkena. Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri medulla meliputi:
a. Afasia
b. Disfasia
d. Hemiparesis pada sisi lesi (lebih berat dari wajah dan lengan dibandingkan pada tungkai).
a. Kelemahan
b. Paralisis
c. Patirasi
d. Perubahan sensorik
g. Bruits
h. Sakit kepala
i. Afasia
j. Ptosis
e. Disfagia
f. Bicara pelo
g. Rasa pening
h. Nistagmus
i. Amnesia
j. Ataksia
2.1.5.5 Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri posterior meliputi:
b. Kerusakan sensorik
c. Disleksia
e. Koma
f. Kebutaan kortikal
Menurut Arif Muttaqin (2008) pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu
mengakkan diagnosis klien stroke meliputi:
2.1.6.1 Angiografi serebri: membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik, seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma dan
malformasi vaskuler.
2.1.6.2 Lumbal fungsi: tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menujukkan
adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal sewaktu hari pertama.
2.1.6.3 CT Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya yang pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.1.6.4 USG Doppler: untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
2.1.6.6 Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
2.1.6.7 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
Menurut Arif Muttaqin (2008), setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi dapat dikelompokkan:
2.1.7.1 Dalam hal imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitits.
2.1.7.2 Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.
2.1.7.4 Hidrosepalus
Menurut Arif Muttaqin (2008), penatalaksaan medis pada klien dengan stroke adalah untuk
mengobati keadaan akut perlu diperhatikan.
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital, pertama memperhatikan saluran nafas yang paten, yaitu
sering melakukan pengisapan lender, oksigenasi. Kedua mengontrol tekanan darah berdasarakan
kondisi klien.
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit yang memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan trombus dan embolisasi.
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali aliran karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
dileher
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pebedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
klien TIA
Menurut George Dewanto, (2009) prognosis pada klien stroke adalah bergantung pada jenis stroke
dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi,
ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke
hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama resiko meninggal 50%, sedangkan pada
stroke iskemik hanya 10%.
2.2.1 Pengkajian
Menurut Arif Muttaqin, (2008) Asuhan keperawatan pada pasien stroke dilakukan melalui
pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.
Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.
Riwayat Penyakit saat Ini: Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung saat mendadak pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
Riwayat Penyakit Dahulu: adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, trauma kepala, konstrasepsi oral yang lama, penggunaan obat
antikagulan, aspirin dan kegemukan. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3(Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Keadaan Umum: Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
B-1 (BREATHING): Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan obat bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Aukultasi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
B-2 (BLOOD): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi
pada klien stroke. Tekanan darah biasanya meningkat terdapat adanya hipertensi massif.
B-3 (BRAIN): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dan kewaspadaan dan kesdaran. Pada tingkat
lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evalusai untuk pemantauan pemberian asuhan.
Fungsi Serebri: Status mental observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekpresi wajah klien, dan aktifitas motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam tingkatan dan memori jangka pendek maupun
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otakm yaitu kesukaran untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahsa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia ekpresif dimana klien
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Lobus Frontal: krusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini mungkin didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi.
Hamisfer: stroke hamisfer kanan menyabebakan hemiparase sebelah kiri tubuh, pemilaian buruk,
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Stroke pada hemifer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik priemer di antara mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan ke bagian tubuh.
Saraf III, IV, dan VI : Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan kinjugat unilateral di sisi yang sakit.
Saraf V : Pada bebrapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot eksternus.
Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian
sisi yang sehat.
Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Sistem Motorik: stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparasis atau kelemahan salah satu tubuh adalah tanda lain, fasikulasi didapatkan
pada otot-otot ekstremitas, tonus otot didapakan meningkat.
Kekuatan otot, pada penilaian dengan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0,
keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan keran hemiparase dan hemiplegia.
Pemeriksaan Refleks: Pemeriksaan fisik dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosterum derajat refleks pada respons normal. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut
refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
Gerakan Involunter: Tidak ditemukannya tremor, TIC (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada
keadaan tertentu, klien biasanya menglami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
B4 (BLADDER): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena
kionfusi dan ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius ekternal berkurang.
B5 (BOWEL): Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defikasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
B6 (BONE): Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neurin motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (kelemahan pada salah satu
sisi) karena lesi pada otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan kekurangan
cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesukaran untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralesis/hemiplegia,
mudah lelah dan menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
2.2.2.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebri.
2.2.2.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intraserebri, vasospasme, dan
edema otak.
2.2.2.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
2.2.2.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau hemiplagia, kelemahan
neuromaskular pada ekstrimitas.
2.2.2.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
2.2.2.6 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
2.2.2.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat.
2.2.2.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan secara umum.
2.2.2.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahana primer, malnutrisi, tindakan invasif.
2.2.2.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
2.2.2.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.
2.2.3.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, edema serebri.
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atau penyebab khusus penurunan
perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/ kemunduran tanda atau gejala
neurologis.
Rasional: variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.
c. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
Rasional: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang
dilakukan.
Rasional: aktivitas atau stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin di-perlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus
hemoragik atau perdarahan lainnya.
2.2.3.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intra serebri, vasospasme, dan
edema otak.
Rasional: perubahan pada tekanan intrakranial menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak .
c. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.
Rasional: mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava.
Rasional: batuk dan mengejan dapat meningkatkan intrakranial dan potensi terjadi pendarahan
ulang.
2.2.3.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus.
Rasional: mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko
atelektasis.
Rasional: membantu pengenceran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi sekret.
Rasional: megatur ventilasi dan melepaaskan sekret karena relaksasi otot ataubronkospasme.
2.2.3.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese, kelemahan neuromaskular pada
ekstremitas.
Rasional: gerakan aktif memberikan tonus massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.
d. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet.
Rasional: deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hikangnya sensasi risiko tinggi kerusakan
integritas kulit.
Rasional: peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterafi.
2.2.3.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.
a. Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala) dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional: klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, penting bagi klien untuk melakukan sesuatu hal
sebanyak mungkin bagi diri sendiri dan untuk mempertahankan harga diri serta meningkatkan
pemulihan.
c. Bawa klien ke kamar mandi dengan teratur atau interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
Rasional: klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, dan tidak dapat mengatakan
kebutuhannya, tetapi biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses
penyembuhan.
d. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional: mengkaji perkembangan program latihan (mandiri) dan membantu dalam pencegahan
konstipasi dan sembelit.
2.2.3.6 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.
a. Tetapkan metode visual untuk mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.
b. Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak mengantuk,
dll. Pastikan alat suksion selalu siap tersedia saat klien makan.
c. Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher agak fleksi
ke depan dan dagu menunduk.
Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu perpindahan makanan ke
bawah dan menurunkan risiko aspirasi.
d. Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan
air. Pilih atau bantu klien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan
mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya.
Rasional: makanan lunak atau cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta menurunkan risiko tesedak.
Rasional: dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang
dan meningkatkan nafsu makan.
2.2.3.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat.
2.2.3.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan ecara umum.
b. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
2.2.3.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer, malnutrisi, tindakan
invasif.
d. Anjurkan klien untuk membuang sputum dengan tepat seperti dengan tisu.
2.2.3.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a. Kaji atau observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
e. Jaga kebersihan kulit dan seminamal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
2.2.3.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.
a. Kaji perubahan daari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
d. Catat ketika klien mengatakan terpengaruh sepertik sekarat atau mengingkari dan menyatakan
inilah kematian.
f. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri.
b. Kaji tanda verbal dan non verval kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan
perilaku merusak.
2.2.4 Evaluasi
2.2.4.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebri. Evaluasi:
2) N : 60-100 kali/menit.
4) T : 36,5-37,5 0C.
2.2.4.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intraserebri, vasospasme, dan
edema otak. Evaluasi:
2.2.4.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.Evaluasi:
2.2.4.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau hemiplagia, kelemahan
neuromaskular pada ekstremitas. Evaluasi:
5555 5555
2.2.4.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot. Evaluasi:
b. BB ideal.
2.2.4.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat. Evaluasi:
2.2.4.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan secara umum.Evaluasi:
2.2.4.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahana primer, malnutrisi, tindakan
invasif. Evaluasi:
a. Tidak terjadi infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak, sakit, dan
gangguan fungsi.
2.2.4.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. Evaluasi:
2.2.4.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan
nonverbal. Evaluasi:
a. Harga diri meningkat: Klien dapat menerima penyakit yang dideritanya sekarang dengan ikhlas.
2.2.4.12 Kecemasan berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan. Evaluasi:
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medika.
Fransisca, B.B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
George, D. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Shannon, R.D. 2007. Medical Surgical Nursing. Edisi 8. United States of America.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Edisi II Jakarta: Sagung seto.
(Diakses pada tanggal 16 Mei 20016,http:// www. academia. edu/ 8777353/ Web_
causation_stroke)