Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN


PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. PENGERTIAN STROKE HEMORAGIK


 Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
 Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara
lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
 Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
 Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke
yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan
berakhir dengan kelumpuhan.

B. ETIOLOGI STROKE HEMORAGIK


Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah
arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan
perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol

C. PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK


Ada dua bentuk CVA bleeding
STROKE HEMORAGIK

1. Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme
ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Pathway Stroke Hemoragik
STROKE HEMORAGIK
D. MANIFESTASI KLINIS STROKE HEMORAGIK
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c. Nyeri talamik spontan
d. Hemibalisme
e. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
STROKE HEMORAGIK

E. KOMPLIKASI STROKE HEMORAGIK


Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

F. PENATALAKSANAAN MEDIS STROKE HEMORAGIK


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar
daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase
akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG STROKE HEMORAGIK
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
- Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
Data Obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
- Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
- Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

STROKE HEMORAGIK

J. RENCANA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
jaringan serebral b.d keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reak
aliran darah ke otak jam, diharapkan suplai aliran pupil
terhambat. darah keotak lancar dengan 2. Monitor tingkat kesadaran klien
kriteria hasil: 3. Monitir tanda-tanda vital
- Nyeri kepala / vertigo 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mua
berkurang sampai de-ngan 5. Monitor respon klien terhadap pen
hilang 6. Hindari aktivitas jika TIK meningka
- Berfungsinya saraf dengan 7. Observasi kondisi fisik klien
baik
- Tanda-tanda vital stabil Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efek
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksig
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tenta
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventila
7. Monitor respon klien terhadap pem
8. Anjurkan klien untuk tetap memaka
selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu
verbal b.d penurunan keperawatan selama 3 x 24 memahamkan informasi dari / ke k
sirkulasi ke otak jam, diharapkan klien 2. Dengarkan setiap ucapan klien den
mampu untuk perhatian
berkomunikasi lagi dengan 3. Gunakan kata-kata sederhana dan
kriteria hasil: komunikasi dengan klien
- dapat menjawab 4. Dorong klien untuk mengulang kata
pertanyaan yang diajukan 5. Berikan arahan / perintah yang sed
perawat interaksi dengan klien
- dapat mengerti dan 6. Programkan speech-language tera
memahami pesan-pesan 7. Lakukan speech-language teraphy
melalui gambar dengan klien
- dapat mengekspresikan
perasaannya secara verbal
maupun nonverbal
3 Defisit perawatan diri; Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk peraw
mandi,berpakaian, keperawatan selama 3x 24 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-
makan, jam, diharapkan kebutuhan makan, mandi, berpakaian dan toil
mandiri klien terpenuhi, 3 Berikan bantuan pada klien hingga
dengan kriteria hasil: sepenuhnya bisa mandiri
- Klien dapat makan dengan4 Berikan dukungan pada klien untuk
bantuan orang lain / mandiri aktivitas normal sesuai kemampua
- Klien dapat mandi de-ngan5 Libatkan keluarga dalam pemenuha
bantuan orang lain perawatan diri klien
- Klien dapat memakai
pakaian dengan bantuan
orang lain / mandiri
- Klien dapat toileting dengan
bantuan alat
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 sisi ekstrimitas yang sehat
neurovas-kuler jam, diharapkan klien dapat2 Ajarkan rentang gerak pasif pada s
melakukan pergerakan fisik yang parese / plegi dalam tolerans
dengan kriteria hasil : 3 Topang ekstrimitas dengan bantal u
- Tidak terjadi kontraktur otot atau mangurangi bengkak
dan footdrop 4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan ta
- Pasien berpartisipasi dalam kemampuan klien
program latihan 5 Motivasi klien untuk melakukan lati
- Pasien mencapai seperti yang disarankan
keseimbangan saat duduk 6 Libatkan keluarga untuk membantu
- Pasien mampu sendi
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1 Beri penjelasan pada klien tentang:
integritas kulit b.d perawatan selama 3 x 24 luka tekan, tanda dan gejala luka te
immobilisasi fisik jam, diharapkan pasien pencegahan agar tidak terjadi luka
mampu mengetahui dan 2 Berikan masase sederhana
mengontrol resiko dengan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
kriteria hasil : - Gunakan lotion, minyak atau beda
- Klien mampu menge-nali - Lakukan masase secara teratur
tanda dan gejala adanya - Anjurkan klien untuk rileks selama
resiko luka tekan - Jangan masase pada area kemer
- Klien mampu berpartisi-pasi menghindari kerusakan kapiler
dalam pencegahan resiko - Evaluasi respon klien terhadap ma
luka tekan (masase 3 Lakukan alih baring
sederhana, alih ba-ring, - Ubah posisi klien setiap 30 menit-
manajemen nutrisi, - Pertahankan tempat tidur sedatar
manajemen tekanan). mengurangi kekuatan geseran
- Batasi posisi semi fowler hanya 30
- Observasi area yang tertekan (teli
sakrum, skrotum, siku, ischium, sk
4 Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan k
untuk memelihara ke-seimbangan
5 Berikan manajemen tekanan
- Monitor kulit adanya kemerahan d
- Beri pelembab pada kulit yang ker
pecah
- Jaga sprei dalam keadaan bersih
- Monitor aktivitas dan mobilitas klie
- Beri bedak atau kamper spritus pa
tertekan
-
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan tindakan Aspiration Control Management :
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 - Monitor tingkat kesadaran, reflek b
penurunan tingkat jam, diharapkan tidak terjadi dankemampuan menelan
kesadaran aspirasi pada pasien - Pelihara jalan nafas
dengan kriteria hasil : - Lakukan saction bila diperlukan
- Dapat bernafas dengan - Haluskan makanan yang akan dib
mudah,frekuensi pernafasan - Haluskan obat sebelum pemberia
normal
- Mampu
menelan,mengunyah tanpa
terjadi aspirasi

7 Resiko Injuri Setelah dilakukan tindakan Risk Control Injury


berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 - menyediakan lingkungan yang am
penurunan tingkat jam, diharapkan tidak terjadi- memberikan informasi mengenai c
kesadaran trauma pada pasien dengan cedera
kriteria hasil: - memberikan penerangan yang cu
- bebas dari cedera - menganjurkan keluarga untuk sela
- mampu menjelaskan factor pasien
resiko dari lingkungan dan
cara untuk mencegah
cedera
- menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
8 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Respiratori Status Management
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 - Pertahankan jalan nafas yang pat
penurunan kesadaran jam, diharapkan pola nafas - Observasi tanda-tanda hipoventila
pasien efektif dengan - Berikan terapi O2
kriteria hasil : - Dengarkan adanya kelainan suar
- Menujukkan jalan nafas - Monitor vital sign
paten ( tidak merasa
tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara
nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal

Discharge planning bagi pasien stroke


1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah (misal
kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan pasien
untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan
tindakan yang dibutuhkan.

K. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
___________. Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 6
Februari 2012 di http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/
___________. Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 6 Februari
2012http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/
Laporan Pendahuluan Stroke
Hemoragic
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan penyakit neurologis yang sering
dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi
otakyang timbul mendadak yang disebabkan karna terjadinya gangguan peredaran darah otak dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Arif Muttaqin, 2008).

Faktor-faktor resiko stroke menurut (Arif muttaqin) adalah:

1.1.1 Hipertensi

1.1.2 Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung

1.1.3 Kolesterol tinggi.

1.1.4 Obesitas.

1.1.5 Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.

1.1.6 Diabetes-terkait dengan aterogenesis terakselerasi.

1.1.7 Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi).

1.1.8 Merokok.

1.1.9 Penyalahgunaan obat (khususnya kokain).

1.1.10 Konsumsi alkohol.

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar 51% di
seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian
stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam
tubuh secara patologis berperan dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat
metabolisme glukosa secara
anaerobik yang merusak jaringan otak. (Diakses pada tanggal 16 Mei
2016,http://eprints.ums.ac.id/32390/2/)

Di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan, menurut survei tahun 2014 stroke merupakan pembunuh nomor 1 di RS pemerintah di
seluruh penjuru Indonesia. Survei Departemen kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366
rumah tangga di 33 provinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama
pada usia >45 tahun. (Diakses pada tanggal 16 Mei 20016,http:// www. academia. edu/ 8777353/
Web_ causation_stroke)

Data penderita stroke yang didapatkan berdasarkan kelompok umur dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan tahun 2015, angka kejadian stroke hemoragik di Kalimantan Selatan yaitu untuk
perempuan tertinggi umur 45 sampai dengan 54 tahun berjumlah 172 orang, untuk laki-laki umur 55
sampai dengan 64 tahun berjumlah 132 orang. Data dari Rumah Sakit Islam Banjarmasin dengan
penderita stroke dari bulan januari-maret 2016 dengan jumlah keseluruhan yaitu 42 orang.

Berdasarkan data di atas banyaknya jumlah penderita stroke dan besarnya dampak yang
ditimbulkan, penulis tertarik mengangkat topik terkait dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.
S dengan Kasus Stroke Hemoragik” untuk membandingkan antara konsep dengan kenyataan dan
mencoba untuk mengambil garis besar konsep dari stroke dan menyediakan perawatan
komprehensif terhadap klien dengan stroke hemoragik.

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medis

2.1.1 Anatomi Fisiologi Otak dan Sistem Persyarafan


Gambar 2.1 Anatomi Otak
Otak dibagi menjadi dua yaitu otak besar (Serebrum) dan otak kecil (Serebelum). Otak besar terdiri
dari Lobus Frontalis, Lobus Parientalis, Lobus Oksipitalis dan Lobus Temporalis. Permukaan otak
bergelombang dan berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.

Sereberum (otak besar) merupakan pusat dari:

Motorik : implus yang diterima diteruskan oleh sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot.

Sensorik : setiap implus sensorik dihantarkan melalui akson sel saraf yang selanjutnya akan
mencapai otak antara lain ke korteks serebri.

Refleks : berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain dibagian medula
spinalis.

Kesadaran : bagian batang otak yang disebut formasi retikularis bersama bagian lain dari korteks
serebri menjadi pusat kesadaran utama.

Fungsi luhur : pusta berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain. Pada bagian anterior sulkus sentralis
merupaka bagian motorik penggerak otot (Fransisca B. Batticaca, 2008).

Lobus frontalis, merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri. Lobus Parietal, disebut juga
lobus sensorik. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah
bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Lobus
temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Memori
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini. Lobus oksipitalis terletak pada lobus
posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.

Sereblum (Otak kecil) merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan. Pada daerah
serebelum terdapat sirkulasi Willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran
arteri terbentuk diatara rangkaian arteri cartoid interna dan verbal, lingkaran inilah yang disebut
sirkulasi Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri karotis interna.

Medula spinalis merupakan pusat refleks, menerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya
saraf sensorik. menerus implus motorik dari otak ke saraf sensorik. Pusat pola gerakan sederhana
yang telah lama di pelajari. Saraf somatik merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke
pusat dan saraf motorik dari pusat ke perifer.

Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal. Saraf otak ada 12 pasang :
Saraf olfaktorious : untuk penciuman

Saraf optikus : saraf penglihatan

Saraf okulomotorius : saraf motorik penggerak otot bola mata

Saraf trokselaris : motorik penggerak bola mata

Saraf trigeminus : merupakan saraf sensorik dan motorik dengan 4 cabang yaitu bagian optical,
maksilaris dan mandibularis

Saraf abdusens : motorik penggerak bola mata

Saraf fasialis : sensorik daerah wajah

Saraf auditorius : sensorik pendengaran dan keseimbangan

Saraf glosofaringeus : sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring

Saraf vagus : merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung lambung, usus halus dan
sebagian usus besar

Saraf asesorius : motorik penggerak otot sekitar leher

Saraf hipoglosus : motorik otot lidah.

Saraf Spinal, dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra: Saraf servikal 8
pasang, saraf torakal 12 pasang, saraf lumbal 5 pasang, saraf sacrum/sacral 5 pasang, saraf koksigeal
1 pasang

Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medulla spinalis melalui
akar belakang dan serat motorik keluar dari medulla spinalis melalui akar depan kemudian bersatu
membentuk saraf spinal. Saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan
terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah
tungkai bawah.

Saraf Otonom, sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta
alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis. Peningkatan aktifitas
simpatis meperlihatkan: Kesiagaan meningkat, denyut jantung meningkat, pernafasan meningkat,
tonus otot meningkat, gerakan saluran cerna menurun, metabolisme tubuh meningkat. Semua ini
menyiapkan individu untuk bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila
menghadapi masalah, bekerja, olahrga, cemas dan lain-lain. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
penggunaan energi/katabolisme. Penigkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan: Kesiagaan
menurun, denyut jantung melambat, pernafasan tenang, tonus otot menurun, gerakan saluran cerna
meningkat, metabolisme tubuh menurun.

Hal ini terjadi penyimpanan energi dan terihat apabila individu sedang istirahat.Pusat saraf simpatis
berada di medula spinalis begian torakal dan lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada di bagian
medula oblongata dan medula spinalis bagian sacral. Pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang
lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai pusat emosi.

Fisiologi sistem peredaran darah otak, suplay darah ke otak bersifat konstan untuk kebutuhan
normal otak seperti nutrisi dan metabolisme. Hampir 1/3 kardiak output dan 20% oksigen
dipergunakan oleh otak. Otak memerlukan suplay darah kira-kira 750 ml/menit. Kekurangan suplay
darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang menetap. Otak secara umum
diperdarahi oleh dua pasang arteri utama yaitu Arteri vertebra dan arteri karotis interna. Kedua
arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang disebut Circle Willis. Arteri vertebra
memenuhi kebutuhan darah otak bagian posterior, diensefalon,batang otak, secebelum dan
oksipital. Arteri karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital,
basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon (Tarwoto, 2013).

2.1.2 Pengertian Stroke

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Arif Muttaqin,
2008).

Stroke adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak,
nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan darah dan otak non traumatik (Tarwoto, 2013).

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. (Fransisca B. Batticaca, 2008).

According to World Health Organitation (WHO), stroke is a meniefestation clinies of limb paralysis
that caused of impairred serebral functions local or global during arround 24 hours or more in the
someone, with unknown other cause, except of impairred vascular there and can causes someone
death (Arif, muttaqin. 2008: 128).
Stroke occurs when there is ischemia to a part of the brain or hemorrhage into the brain that result in
brain cell death. Functions, such as movement, sensation, or emotions, that were controlled by the
affected brain area are lost or impaired.(Shannon ruff Dirksen. 2007).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke adalah suatu gangguan peredaran
darah di otak di sebabkan karena pecahnya pembuluh darah yang terjadi kapan saja dimana saja,
dan otak mengalami hipoksia, berakhir dengan kelumpuhan.

2.1.2.1 Klasifikasi stroke menurut patologi:

a. Stroke hemoragik merupakan perdarahan serebri dan mungkin merupakan perdarahan


subarachnoid. Disebabkan pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Perdarahan
otak terbagi dua:

1) Perdarahan intra serebri (PIS) itu merupakan pecahnya pembuluh darah (mikroanuerisma) tertama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.

2) Perdarahan subarachnoid (PSA) perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulsi Willisi dan cabang-cabangnya yang
diluar parenkim otak.

b. Stoke Non Hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli trombosis serebri baisanya terjadi saat
lama beristirahat, baru bangun tidur, atau dipagi hari.

2.1.2.2 Klasifikasi stroke menurut perjalanan penyakit:

a. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja.
Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke Involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. (Arif Muttaqin, 2008)

2.1.3 Etiologi Stroke

Etiologi stroke menurut Arif Muttaqin (2008) adalah:

2.1.3.1 Trombosis Serebri


Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami okulasi sehingga menyebabkan iskemia
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.

2.1.3.2 Emboli

Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada
umumya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.

2.1.3.3 Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subraschnoid atau di
dalam jaringan otak sendiri.

2.1.3.4 Hipoksia Lokal

Beberapa penyebab yabg berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

2.1.3.5 Hipoksia umum

2.1.3.6 Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah

b. Henti jantung parah

c. Curah jantung turun akibat anemia.

Faktor risiko dari klien dengan stroke hemoragik antara lain: hipertensi, riwayat stroke dalam
keluarga, riwayat serangan iskemia sepintas (transient ischaemic attack, TIA) (lihat memahamiTIA),
penyakit jantung termasuk aritmia, penyakit arteri koronaria, infark miokard akut, kardiomiopati
diatasi dan penyakit vaskuler, diabetes, hyperlipidemia familial, kebiasaan merokok, kebiasaan
minum minuman keras, obesiatas, penggunaan kontrasepsi oral (pil KB), (Jennifer P. Kowalak. 2013).

2.1.4 Patofisiologi Stroke

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung
pada faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Aterosklerosis seringkali merupakan factor penting untuk otak trombus dapat
bersalah dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus dapat mengakibatkan iskemia jaringan otak
pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema atau kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kdang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Karena trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahaan massif. Okulasi pada pembuluh
darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri.

Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture arteroskelerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks
serebri atau lewat foramen megnum. (Arif Muttaqin, 2008).

Menurut DR. M.N Bustan (2007) patofisiologi stroke iskemik yaitu: Iskemik otak adalah suatu
keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan darah ke otak yang iskemik menjadi nekrosis akibat
berkurangnya suplai darah sampai ada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang dierlukan untuk
kehidupan sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktural yang menetap.

Terdapat 2 penyebab utama infark otak, yaitu trombus dan emboli. Kebanyakan kasus infark otak
terjadi setelah adanya trombosis pada pembuluh darah yang aterosklerotik. Dengan demikian
trombosis menyerang individu-individu yang memiliki satu atau lebih faktor risiko yang memacu
terbentuknya aterosklerosis. Seperti diketahui bahwa aliran darah yang melalui suatu arteria
mengikuti hukum dari Hagen Poisseuile, dimana dinyatakan bahwa kecepatan aliran darah (Q)
berbanding lurus dengan naik-turunnya tekanan perfusi (P), jari-jari penampang arteri pangkat 4 (r)
dan berbanding terbalik dengan viskositas darah (N), dan panjang arteri (L). Kelainan dari faktor-
faktor tersebut akan mengakibatkan terjadinya iskemia dan berakhir dengan kematian jaringan otak.
(Sumber: Arif Muttaqin 2008)

2.1.5 Manifestasi Klinis Stroke

Gambaran klinis stroke cukup beragam bergantung pada arteri yang terkena serta daerah otak yang
diperdarahi, intensitas kerusakan dan luas sirkulasi kolateral yang terbentuk. Stroke pada satu
hemisfer otak akan menimbulkan tanda dan gejala pada sisi tubuh yang berlawanan. Stroke yang
menyarang nervus kranialis akan mempengaruhi struktur pada sisi yang sama dengan sisi infark.
(Jennifer P. Kowalak, 2013).

2.1.5.1 Keluhan dan gejala umum stroke meliputi:

a. Kelemahan ekstremitas yang unilateral

b. Kesulitan bicara

c. Patirasi pada salah satu sisi tubuh

d. Sakit kepala

e. Gangguan penglihatan (diplopia, hemianopsia, ptosis)

f. Rasa pening atau dizziness

g. Kecemasan (ansietas)

h. Perubahan tingkat kesadaran

2.1.5.2 Di samping itu, keluhan dan gejala stroke bisa diklasifikasikan berdasarkan pembuluh arteri yang
terkena. Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri medulla meliputi:

a. Afasia

b. Disfasia

c. Defisit pada lapangan penglihatan

d. Hemiparesis pada sisi lesi (lebih berat dari wajah dan lengan dibandingkan pada tungkai).

2.1.5.3 Gejala yang menyertai lesi pada arteri karotis meliputi:

a. Kelemahan

b. Paralisis

c. Patirasi

d. Perubahan sensorik

e. Gangguan penglihatan pada sisi lesi

f. Perubahan tingkat kesadaran

g. Bruits

h. Sakit kepala

i. Afasia
j. Ptosis

2.1.5.4 Gejala yang menyertai lesi pada arteri vertebrobasilaris meliputi:

a. Kelemahan pada sisi yang terkena

b. Patirasa di sekitar mulut dan bibir

c. Defisit pada lapangan penglihatan

d. Diplopia koordinasi yang buruk

e. Disfagia

f. Bicara pelo

g. Rasa pening

h. Nistagmus

i. Amnesia

j. Ataksia

2.1.5.5 Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri posterior meliputi:

a. Defisit lapangan penglihatan (hemianopsia homonim)

b. Kerusakan sensorik

c. Disleksia

d. Perseverasi (jawaban yang itu-itu saja ketika ditanya)

e. Koma

f. Kebutaan kortikal

g. Keadaan tanpa paralsis (biasanya)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arif Muttaqin (2008) pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu
mengakkan diagnosis klien stroke meliputi:

2.1.6.1 Angiografi serebri: membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik, seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma dan
malformasi vaskuler.
2.1.6.2 Lumbal fungsi: tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menujukkan
adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intracranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal sewaktu hari pertama.

2.1.6.3 CT Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya yang pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

2.1.6.4 USG Doppler: untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).

2.1.6.5 Pemeriksaan darah rutin.

2.1.6.6 Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

2.1.6.7 Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.1.7 Komplikasi Stroke

Menurut Arif Muttaqin (2008), setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi dapat dikelompokkan:

2.1.7.1 Dalam hal imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitits.

2.1.7.2 Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.

2.1.7.3 Dalam hal kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala

2.1.7.4 Hidrosepalus

2.1.8 Penatalaksanaan Medis Stroke

Menurut Arif Muttaqin (2008), penatalaksaan medis pada klien dengan stroke adalah untuk
mengobati keadaan akut perlu diperhatikan.

2.1.8.1 Faktor-faktor kritis sebagai berikut:

a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital, pertama memperhatikan saluran nafas yang paten, yaitu
sering melakukan pengisapan lender, oksigenasi. Kedua mengontrol tekanan darah berdasarakan
kondisi klien.

b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.


c. Menempatkan klien pada posisi yang tepat. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan
latihan gerakan pasif.

2.1.8.2 Pengobatan Konsevatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah dari serebri secara percobaan.

b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.

c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit yang memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan trombus dan embolisasi.

2.1.8.3 Pengobatan pembedahan

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali aliran karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
dileher

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pebedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
klien TIA

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

2.1.9 Prognosis Stroke

Menurut George Dewanto, (2009) prognosis pada klien stroke adalah bergantung pada jenis stroke
dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi,
ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke
hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama resiko meninggal 50%, sedangkan pada
stroke iskemik hanya 10%.

2.2 Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Menurut Arif Muttaqin, (2008) Asuhan keperawatan pada pasien stroke dilakukan melalui
pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosis medis.

Riwayat Penyakit saat Ini: Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung saat mendadak pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan di dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.

Riwayat Penyakit Dahulu: adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, trauma kepala, konstrasepsi oral yang lama, penggunaan obat
antikagulan, aspirin dan kegemukan. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.

Pemeriksaan Fisik: Setelah melakukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3(Brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Keadaan Umum: Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami
gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.

B-1 (BREATHING): Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan obat bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Aukultasi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.

B-2 (BLOOD): Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi
pada klien stroke. Tekanan darah biasanya meningkat terdapat adanya hipertensi massif.

B-3 (BRAIN): Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Tingkat Kesadaran: Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persyarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dan kewaspadaan dan kesdaran. Pada tingkat
lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evalusai untuk pemantauan pemberian asuhan.

Fungsi Serebri: Status mental observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekpresi wajah klien, dan aktifitas motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.

Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam tingkatan dan memori jangka pendek maupun
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otakm yaitu kesukaran untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahsa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia ekpresif dimana klien
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.

Lobus Frontal: krusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini mungkin didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas,
memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi.

Hamisfer: stroke hamisfer kanan menyabebakan hemiparase sebelah kiri tubuh, pemilaian buruk,
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang
berlawanan tersebut. Stroke pada hemifer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.

Pemeriksaan Saraf Kranial

Saraf I : Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik priemer di antara mata dan korteks
visual. Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan ke bagian tubuh.

Saraf III, IV, dan VI : Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan kinjugat unilateral di sisi yang sakit.

Saraf V : Pada bebrapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot eksternus.

Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian
sisi yang sehat.

Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf XI dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.

Saraf XI : Tidak ada atrofi otot trapezius.

Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Sistem Motorik: stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak.

Inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparasis atau kelemahan salah satu tubuh adalah tanda lain, fasikulasi didapatkan
pada otot-otot ekstremitas, tonus otot didapakan meningkat.

Kekuatan otot, pada penilaian dengan nilai kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0,
keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan keran hemiparase dan hemiplegia.

Pemeriksaan Refleks: Pemeriksaan fisik dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosterum derajat refleks pada respons normal. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut
refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis.

Gerakan Involunter: Tidak ditemukannya tremor, TIC (kontraksi saraf berulang), dan distonia. Pada
keadaan tertentu, klien biasanya menglami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.

Sistem Sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah ketidakmampuan untuk


menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena ganguan jarak sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

B4 (BLADDER): Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena
kionfusi dan ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius ekternal berkurang.

B5 (BOWEL): Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defikasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

B6 (BONE): Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neurin motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (kelemahan pada salah satu
sisi) karena lesi pada otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan kekurangan
cairan maka turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesukaran untuk beraktifitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralesis/hemiplegia,
mudah lelah dan menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Menurut Arif Muttaqin (2008) diagnosis keperawatan stroke yaitu:

2.2.2.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebri.

2.2.2.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intraserebri, vasospasme, dan
edema otak.

2.2.2.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.

2.2.2.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau hemiplagia, kelemahan
neuromaskular pada ekstrimitas.

2.2.2.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.

2.2.2.6 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.

2.2.2.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat.

2.2.2.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan secara umum.

2.2.2.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahana primer, malnutrisi, tindakan invasif.

2.2.2.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

2.2.2.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.

2.2.2.12 Kecemasan berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan.

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

2.2.3.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, edema serebri.

a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan atau penyebab khusus penurunan
perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/ kemunduran tanda atau gejala
neurologis.

b. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.

c. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.

Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan
apakah batang otak masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.

d. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang


pandangatau kedalaman persepsi.

Rasional: gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi intervensi yang
dilakukan.

e. Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang, batasi


pengunjungatau aktivitas klien sesuai indikasi.

Rasional: aktivitas atau stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin di-perlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus
hemoragik atau perdarahan lainnya.

f. Kepala agak ditinggikan (30°).

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan


sirkulasi atau perfusi serebral.

2.2.3.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intra serebri, vasospasme, dan
edema otak.

a. Kaji tanda-tanda status neurologis dengan GCS.

Rasional: dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

b. Baringkan klien dengan posisi terlentang tanpa bantal.

Rasional: perubahan pada tekanan intrakranial menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak .
c. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.

Rasional: mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava.

d. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.

Rasional: batuk dan mengejan dapat meningkatkan intrakranial dan potensi terjadi pendarahan
ulang.

e. Berikan terapi sesuai indikasi dokter, seperti steroid, aminofel.

Rasional: menurunkan pemeabilitas kafiler, menurunkan edema serebri.

2.2.3.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.

a. kaji keadaan jalan nafas.

Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus.

b. Ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam).

Rasional: mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko
atelektasis.

c. Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.

Rasional: membantu pengenceran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi sekret.

d. Lakukan fisioterapi sesuai indikasi .

Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan mengeluarkan sekret.

e. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator sesuai indikasi.

Rasional: megatur ventilasi dan melepaaskan sekret karena relaksasi otot ataubronkospasme.

2.2.3.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese, kelemahan neuromaskular pada
ekstremitas.

a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.


b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional: gerakan aktif memberikan tonus massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.

c. Lakukan gerakan pasif pada ekstemitas yang sakit.

Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.

d. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet.

Rasional: deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hikangnya sensasi risiko tinggi kerusakan
integritas kulit.

e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk dan latihan fisik klien.

Rasional: peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterafi.

2.2.3.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot.

a. Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala) dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.

Rasional: membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara


maksimal.

b. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai
kebutuhan.

Rasional: klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, penting bagi klien untuk melakukan sesuatu hal
sebanyak mungkin bagi diri sendiri dan untuk mempertahankan harga diri serta meningkatkan
pemulihan.

c. Bawa klien ke kamar mandi dengan teratur atau interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.

Rasional: klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, dan tidak dapat mengatakan
kebutuhannya, tetapi biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses
penyembuhan.

d. Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.

Rasional: mengkaji perkembangan program latihan (mandiri) dan membantu dalam pencegahan
konstipasi dan sembelit.
2.2.3.6 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan.

a. Tetapkan metode visual untuk mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.

Rasional: risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.

b. Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak mengantuk,
dll. Pastikan alat suksion selalu siap tersedia saat klien makan.

Rasional: keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.

c. Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher agak fleksi
ke depan dan dagu menunduk.

Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu perpindahan makanan ke
bawah dan menurunkan risiko aspirasi.

d. Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan
air. Pilih atau bantu klien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan
mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya.

Rasional: makanan lunak atau cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut,
menurunkan risiko terjadinya aspirasi.

e. Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.

Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta menurunkan risiko tesedak.

f. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan atau kegiatan.

Rasional: dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang
dan meningkatkan nafsu makan.

2.2.3.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat.

a. Kaji bising usus.

Rasional: bising usus menandakan sifat aktifitas peristaltik.

b. Anjurkan klien untuk makan makanan yang mengadung serat.

Rasional: diet seimbang tinggi serat merangsang konsistensi feses .

c. Lakukan mobilisasi sesuai keadaan klien.


Rasional: aktifitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot.

d. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.

Rasional: klien dan kelurga akan mengerti tentang penyebab konstipasi.

e. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses.

Rasional: pelunak feses membantu eliminasi .

2.2.3.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan ecara umum.

a. Kaji tipe disfungsi.

b. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi.

c. Perintahkan klien untuk menyebut nama atau benda yang diperintahkan.

d. Perdengarkan bunyi yang sederhana seperti ”sh......cat”.

e. Kolborasi dengan konsultasikan ke ahli terapi bicara.

2.2.3.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahanan primer, malnutrisi, tindakan
invasif.

a. Kaji warna, bau, dan karakteristik sputum.

b. Catat faktor-faktor risiko untuk infeksi.

c. Auskultasi suara napas.

d. Anjurkan klien untuk membuang sputum dengan tepat seperti dengan tisu.

e. Kolaborasi pemeriksaan sputum kultur sesuai indikasi .

2.2.3.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.

a. Kaji atau observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan
dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.

b. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin.


c. Lakukan masase pada daerah yang menojol yang baru mengalami tekanan pada waktu mengubah
posisi.

d. Ubah posisi tiap 2 jam.

e. Jaga kebersihan kulit dan seminamal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.

2.2.3.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.

a. Kaji perubahan daari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.

b. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.

c. Anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaan termasuk hostility dan kemarahan.

d. Catat ketika klien mengatakan terpengaruh sepertik sekarat atau mengingkari dan menyatakan
inilah kematian.

e. Bantu dan anjurkan perawat yang baik dan memperbaiki kebiasaan.

f. Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri.

2.2.3.12 Kecemasan berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan.

a. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.

b. Kaji tanda verbal dan non verval kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan
perilaku merusak.

c. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.

d. Tingkatkan kontrol sensasi klien.

e. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasan.

f. Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

2.2.4 Evaluasi
2.2.4.1 Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebri. Evaluasi:

a. Tanda-tanda vital normal.

1) TD: 120/80 mmHg

2) N : 60-100 kali/menit.

3) RR: 16-24 kali/menit.

4) T : 36,5-37,5 0C.

2.2.4.2 Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intraserebri, vasospasme, dan
edema otak. Evaluasi:

a. GCS kompos mentis.

1) E = 4 : Membuka mata spontan.

2) V = 5 : Orientasi verbal baik.

3) M = 6 : Motorik mengikuti perintah.

2.2.4.3 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.Evaluasi:

a. Tidak ada akumulasi sekret.

2.2.4.4 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese atau hemiplagia, kelemahan
neuromaskular pada ekstremitas. Evaluasi:

a. Aktivitas klien mandiri.

b. Tidak memperlihatkan adanya kontraktor.

c. Skala kekuatan otot 5555 5555

5555 5555

5= Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh.

2.2.4.5 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol atau koordinasi otot. Evaluasi:

a. Kebersihan diri baik.

b. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.


2.2.4.6 Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot dalam mengunyah dan menelan. Evaluasi:

a. Asupan nutrisi adekuat.

b. BB ideal.

2.2.4.7 Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak
adekuat. Evaluasi:

a. Frekuensi BAB normal.

b. Tidak ada gangguan eliminasi.

2.2.4.8 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan secara umum.Evaluasi:

a. Komunikasi verbal baik: Suara terdengar jelas.

2.2.4.9 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem pertahana primer, malnutrisi, tindakan
invasif. Evaluasi:

a. Tidak terjadi infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak, sakit, dan
gangguan fungsi.

2.2.4.10 Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. Evaluasi:

a. Tidak ada kerusakan integritas kulit.

1) Tidak ada lesi.

2) Kulit tampak lembab.

2.2.4.11 Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif,
perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan
nonverbal. Evaluasi:

a. Harga diri meningkat: Klien dapat menerima penyakit yang dideritanya sekarang dengan ikhlas.

2.2.4.12 Kecemasan berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan. Evaluasi:

a. Tidak terjadi kecemasan: Tidak tampak gelisah.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba
Medika.

Bustan, (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Fransisca, B.B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.

George, D. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Kowalak, J.P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: ECG

Robert, P. (2012). Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: ECG

Shannon, R.D. 2007. Medical Surgical Nursing. Edisi 8. United States of America.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Edisi II Jakarta: Sagung seto.

(Data pada dinas kesehatan provinsi tahun 2015)

(Diakses pada tanggal 16 Mei 2016,http://eprints.ums.ac.id/32390/2/)

(Diakses pada tanggal 16 Mei 20016,http:// www. academia. edu/ 8777353/ Web_
causation_stroke)

Anda mungkin juga menyukai