Kandang Inovasi Jadi Jawaban Peternak Ayam Skala Rumahan
Kandang Inovasi Jadi Jawaban Peternak Ayam Skala Rumahan
Kandang Inovasi Jadi Jawaban Peternak Ayam Skala Rumahan
KETUA Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dari Program Studi PUTM
(Pendidikan Vocational Teknik Mesin) STKIP Sebelas April Sumedang. Novan Bayu
Nugraha, sedang menjelaskan kelebihan Kandang Close House (KCH) dengan
inovasi pada ekspos hasil produk pengabdian kepada masyaraka di ruang kuliah
STKIP Sebelas April Sumedang, Kamis, 12 September 2019.*/ADANG JUKARDI/PR
UNIT Pelaksana Teknis (UPT) Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (PPM) STKIP Sebelas April Sumedang, menciptakan
kandang ayam broiler konvensional menggunakan Kandang Close
House (KCH) berukuran minimalis. KCH tersebut menggunakan
inovasi dengan penerapan teknologi sehingga disebut kandang
inovasi.
Hal itu berdasarkan data BPS tahun 2016. Tingginya populasi itu,
menunjukan usaha peternakan ayam ras pedagang menjadi
sumber utama pendapatan penduduk Kabupaten Sumedang.
Meski diakui dari segi bobot dan tingkat kematian tidak terlalu
berbeda dengan menggunakan KOH, kandang inovasi ini bisa
mengatasi masalah perubahan lingkungan dan kelangkaan
sekam. Ukurannya pun bisa minimalism sehingga bisa digunakan
di lahan sempit dengan investasi lebih rendah.
Sementara itu, Kepala UPT PPM STKIP Sebelas April Arif Rahman
Sudrajat mengatakan, pembuatan kandang ayam itu dilaksanakan
oleh Tim Pelaksana Hibah Pengabdian kepada Masyarakat (PKM).
Pembuatan kandang tersebut sebagai bentuk
pertanggungjawaban tim pelaksana dalam pelaksanaan hibah
PPM dari Kemenristekdikti tahun 2019.
“Bagi para peternak ayam binaan kita, kandang ayam ini bernilai
ekonomis. Karena ukurannya minimalis, sehingga bisa disimpan di
lahan sempit atau perkarangan rumah. Lahan yang tidak berguna,
bisa produktif. Bahkan bisa menjadi lapangan kerja baru bagi
masyarakat,” kata Arif.
Untuk saat ini, kata dia, UPT PPM akan segera mematenkan KCH
inovasi hasil karya Tim PKM. Terlebih kandang inovasi ini baru ada
di Indonesia.
ist
DPRD Provinsi Jawa Barat mendorong Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Barat untuk mengelola kebutuhan peternakan di
Jawa Barat. Potensi peternakan di Jawa Barat sangat besar,
sehingga membutuhkan perhatian dari Pemerintah Provinsi
(Pemprov) Jawa Barat.
Dari dialog tersebut, peternal ayam petelur di Kabupaten Ciamis mengeluhkan produktivitas
ayam petelur yang baru mencapai 50 persen hingga 60 persen. Untuk memenuhi kebutuhan
telur masyarakat, terpaksa mendatangkan telur dari luar provinsi.
Peternak mengungkapkan, kondisi tersebut sebagai dampak dari keterbatasan pakan untuk
ayam petelur. Selama ini ada ketergantungan peternak terhadap jagung impor yang
ketersediaannya masih minim.
“Kita dari komisi II akan segera menindaklanjuti masalah ini dengan mengumpulkan tiga
elemen, yaitu Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, dan Himpunan Peternak Unggas supaya
semua keluar unek-uneknya, nanti hasilnya kita bisa rekomendasikan kepada pemprov,” ujar
Didi.
Terkait dengan ketersediaan jagung impor sebagai pakai ayam petelur, Didi mengungkapkan,
Jawa Barat khususnya Kabupaten Ciamis, terkenal sebagai salah satu sentra penghasil
jagung. Karenanya kondisi ini sangat ironi, sehingga harus dicarikan jalan keluar supaya
masalah ini teratasi.
“Kedepannya jangan sampai sektor ini lumpuh karena melonjaknya harga jagung yang
permanen. Bisa diperkirakan para peternak skala kecil lebih memilih untuk mengosongkan
kandangnya dan mencari alternatif usaha lain,” katanya.
Padahal, lanjutnya, populasi peternak kecil yang mencapai 70 persen itu, justru memiliki
kontribusi besar pada produksi telur. Dari peran mereka pula Ciamis berperan sebagai
pemasok 30 persen kebutuhan telur nasional.
Menurut Didi, apabula masalah tersebut tidak segera teratasi, maka diprediksi akan
menyebabkan peningkatan angka pengangguran.
“Bila tidak ada instansi atau pihak terkait yang memberikan solusi ataupun kebijakan dengan
segera, maaka klimaksnya komoditi telur menjadi langka karena penurunan populasi yang
signifikan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Ciamis (P2APC), Ade Kusnadi
menyebutkan, kenaikan harga telur dipicu melonjaknya harga pakan yang dipengaruhi nilai
tukar rupiah. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi bibit ayam atau DOC.
"Faktor yang memengaruhi tingginya harga telur cukup banyak. Jadi penawaran dengan
permintaan tidak seimbang. Akibat ebijakan pengurangan 9,5 persen DOC beberapa waktu
lalu. Populasi ayam petelur berkurang,” tuturnya.