Referat Hiponatremia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

ILMU PENYAKIT DALAM

HIPONATREMIA

Pembimbing:

dr. Eny Bidaya, Sp.PD

Penyusun:

I Made Adiarta Nugraha Putra 201704200261

I Putu Oka Pramudya 201704200262

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

2018

1
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
HIPONATREMIA

Referat dengan judul “HIPONATREMIA” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah
satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di
bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSAL DR RAMELAN Surabaya.

Surabaya, 30 ONovember 2018


Pembimbing

dr. Eny Bidaya, Sp.PD

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................................... 2
A. DEFINISI ...................................................................................................................................... 2
B. ETIOLOGI .................................................................................................................................... 2
C. FAKTOR RISIKO ........................................................................................................................ 3
D. PATOFISIOLOGI ........................................................................................................................ 3
E. MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................................... 4
F. DIAGNOSIS ................................................................................................................................. 6
G. TATALAKSANA .......................................................................................................................... 8
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiponatremia seringkali ditemukan pada usia lanjut. Pada usia lanjut sehat,
terdapat penurunan sekitar 1 mEq/L per dekade dari nilai rata-rata 141 ± 4 mEq/L pada
usia dewasa muda. Pada usia lanjut, hiponatremia dilusional merupakan mekanisme
mendasari yang cukup sering terjadi namun yang paling sering adalah karena
Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH). Hiponatremia
seringkali merupakan penanda penyakit berat yang mendasari dengan prognosis buruk
dan mortalitas tinggi. Resiko utama timbulnya pemburukan hiponatremia adalah
pemberian cairan hipotonik. Rendahnya asupan natrium disertai pengaruh proses
menua dengan gangguan ginjal dalam menahan natrium memudahkan terjadinya
kehilangan natrium dan hiponatremia. Banyak pasien yang mendapat dukungan nutrisi
melalui NGT mengalami hiponatremia intermiten atau persisten karena rendahnya
kandungan natrium dalam diet tersebut.

Hiponatremia, didefinisikan sebagai kadar natrium plasma <135 mmol/L,


merupakan gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit yang paling sering
ditemukan dalam praktik klinis. Hiponatremia terjadi pada 15-20% perawatan
kegawatdaruratan di rumah sakit dan mengenai hampir 20% pasien yang berada dalam
kondisi kritis. Manifestasi klinis hiponatremia dapat ditemukan dalam spektrum yang
luas, mulai dari tidak bergejala sampai pada kondisi yang berat atau mengancam
nyawa serta dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas dan lama perawatan
di rumah sakit pada pasien dengan kondisi-kondisi tersebut. Namun, tatalaksana pasien
tetap problematik. Prevalensi hiponatremia yang memiliki variasi begitu luas pada
berbagai kondisi serta fakta bahwa pengelolaan hiponatremia dilakukan oleh klinisi
dengan latar belakang yang beragam mengakibatkan pendekatan diagnostik dan
tatalaksananya berbeda-beda di berbagai institusi dan spesialisasi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Hiponatremia adalah sebuah gangguan elektrolit (gangguan pada garam


dalam darah) dimana konsentrasi natrium dalam plasma lebih rendah dari
normal, khususnya di bawah 135 meq/L. Sebagian besar kasus hiponatremia
terjadi pada orang dewasa dari jumlah berlebih atau efek dari hormone penahan
air yang dikenal dengan nama hormon antidiuretik. 4

B. ETIOLOGI
Tingkat sodium yang rendah dalam darah mengakibatkan kelebihan air
atau cairan dalam tubuh, mengencerkan jumlah yang normal dari sodium
sehingga konsentrasinya nampak rendah. Tipe hiponatremia ini dapat menjadi
hasil dari kondisi-kondisi kronis seperti gagal ginjal (ketika kelebihan cairan tidak
dapat diekskresikan secara efisien) dan gagal jantung, dimana kelebihan cairan
terakumulasi dalam tubuh. SIADH (sindrom of inappropriate anti-diuretik hormon)
adalah penyakit dimana tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon anti-diuretik,
berakibat pada penahanan air dalam tubuh. Mengkonsumsi air yang berlebihan,
contohnya selama latihan yang berat, tanpa penggantian sodium yang cukup,
dapat juga berakibat pada hiponatremia.
Hiponatremia juga terjadi ketika sodium hilang dari tubuh atau ketika
sodium dan cairan hilang dari tubuh, contohnya selama berkeringat yang
berkepanjangan dan muntah atau diare yang parah. Kondisi-kondisi medis
adakalanya dihubungkan dengan hiponatremia adalah kekurangan adrenal,
hypothyroidism dan sirosis hati Sejumlah obat-obatan juga dapat menurunkan
tingkat sodium dalam darah contohnya adalah obat-obatan diuretik, vasopresin,
dan sulfonylurea.1

2
C. FAKTOR RISIKO
Pada kondisi normal, kadar natrium yang seharusnya adalah 135 hingga
145 mEq/liter (miliequivalen per liter). Jika angkanya kurang dari 135 mEq/liter,
maka dianggap mengidap hiponatremia. Terdapat sejumlah faktor yang bisa
memicu hiponatremia. Beberapa di antaranya adalah:
 Pengaruh usia. Lansia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami
hiponatremia. Selain lansia, bayi juga berisiko lebih tinggi mengalami
hiponatremia. Kedua kelompok usia ini kurang bisa menyadari rasa haus dan
kurang bisa mengendalikan asupan cairan tubuh mereka.
 Diare atau muntah yang parah dan kronis. Kondisi ini bisa memicu
berkurangnya kadar natrium serta elektrolit lain dari tubuh.
 Terlalu banyak minum atau kurang minum. Konsumsi terlalu banyak air
umumnya akan memicu hiponatremia. Natrium dikeluarkan tubuh dalam
bentuk keringat. Produksi keringat yang berlebihan pada orang-orang yang
melakukan lari maraton, akan menyebabkan kandungan natrium dalam darah
akan berkurang. Sedangkan kekurangan minum akan memicu kehilangan
cairan serta elektrolit-elektrolit lainnya.
 Obat-obatan tertentu, seperti pil diuretik, antidepresan, serta obat pereda
sakit.
 Obat-obatan terlarang, khususnya ekstasi.
 Kondisi kesehatan tertentu, contohnya gagal jantung, penyakit ginjal, sirosis
hati, syndrome of inappropriate anti-diuretic hormone atau SIADH (kondisi
yang muncul ketika produksi hormon anti-diuterik sangat tinggi), serta
rendahnya kadar hormon tiroid akibat gangguan pada kelenjar adrenal. 1

D. PATOFISIOLOGI
Etiologi hiponatremia dapat dikategorikan dalam tiga cara patofisiologi
utama berdasarkan osmolalitas plasma.

3
1. Hipertonik hiponatremia, disebabkan oleh penyerapan air yang ditarik oleh
osmol seperti glukosa (hiperglikemia atau diabetes) atau manitol (infus
hipertonik).

2. Hiponatremia isotonik, lebih sering disebut pseudohiponatremia disebabkan


oleh kesalahan laboraturium karena hipertrigliseridemia atau hiperparaproteinemia.

3. Hiponatremia hipotonik sejauh ini merupakan jenis yang paling umum.


Hiponatremia hipotonik dikategorikan dalam 3 cara berdasarkan status volume
pasien darah.

 Hipervolemik hiponatremia dimana ada penurunan volume sirkulasi efektif


walaupun volume total tubuh meningkat. Volume menurun beredar efektif
menstimulasi pelepasan ADH yang menyebabkan retensi air.
Hipervolemik hiponatremia yang paling umum akibat dari gagal jantung
kongensif, gagal hati atau penyakit ginjal.
 Euvolemik hiponatremia dimana peningkatan ADH sekunder baik fisiolagis
namun rilis ADH yang berlebihan (eperti mual atau sakit parah) atau
disebabkan oleh sekresi yang tidak pantas dan non- fisiologis ADH, yaitu
sindrom hipersekresi hormon antidiuretik tidak pantas ( SIADH ).
 Hipernatremia hipovolemik dimana sekresi ADH dirangsang oleh deplesi
volume. Klasifikasi volemik gagal memasukkan hiponatremia palsu dan
artifikulasi yang dibahas dalam klasifikasi osmolar.1

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non


spesifik. Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia ini akut
(memburuk dalam ≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam). Tingkat
toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang menjadi
kronis.

Tujuan menggunakan ambang 48 jam untuk membedakan hiponatremia


“akut” dan “kronik”, adalah dimana edema otak tampaknya lebih sering terjadi

4
dalam waktu kurang dari 48 jam. Penelitian eksperimental juga menunjukkan
bahwa otak memerlukan waktu sekitar 48 jam untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang hipotonik. Sebelum adaptasi terjadi, terdapat risiko edema otak,
akibat osmolalitas cairan ekstraselular yang lebih rendah yang memicu terjadinya
perpindahan air kedalam sel. Tetapi, setelah adaptasi selesai, sel-sel otak dapat
kembali mengalami kerusakan jika kadar natrium plasma meningkat terlalu
cepat. Kerusakan pada selaput mielin yang menyelimuti neuron dapat
menimbulkan kondisi yang disebut sebagai sindrom demielinisasi osmotik.
Dengan demikian penting untuk membedakan antara hiponatremia akut dan
kronik untuk dapat menilai apakah seseorang memiliki risiko edema otak yang
lebih tinggi dibandingkan demielinisasi osmotik. Dalam praktik klinis, perbedaan
antara hiponatremia akut dan kronik sering tidak jelas, terutama pada pasien
yang datang ke unit gawat darurat. Jika penggolongan akut ataupun kronik sulit
dilakukan atau jika ada keraguan, sebaiknya dianggap kronik, kecuali ada alasan
untuk menganggapnya sebagai kondisi akut

Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa


dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf,
abdominal symptoms and signs, pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit
Addison), riwayat obat, dan lainnya. Status cairan pasien sangat penting untuk
diagnosis dan pengelolaan selanjutnya.3

TINGKATAN PLASMA SODIUM GEJALA KLINIS


RINGAN 130 – 135 mmol/l - Terkadang tidak muncul
gejala
- Anoreksia
- sakit kepala,
- mual
- muntah
- lesu

5
SEDANG 120 – 129 mmol/l - kram otot
- kelamahan otot
- ataksia
- perubahan kepribadian
BERAT ≤ 120 mmol/l - rasa mengantuk ,
- fungsi reflex berkurang
- kejang
- koma
- kematian

F. DIAGNOSIS

Diagnosis hiponatremia (seperti halnya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


lainnya) membutuhkan analisis berdasarkan pada hasil anamnesis, tanda dan gejala
klinik, serta pemeriksaan laboratorium. Tiga pemeriksaan laboratorium sederhana yang
membantu menegakkan diagnosis penyebab hiponatremia adalah: osmolalitas serum,
osmolalitas urine, dan Na+ urine. Kadar osmolaloitas serum akan normal atau
meningkat jika penyebab hiponatremia adalah gagal ginjal atau hiperglikemia diabetik.
Kadar osmolalitas urine akan rendah (<100 mOsm/kg atau berat jenis <1,004) bila
disebabkan oleh polidpsi primer dengan ekskresi air yang normal; dan akan tinggi (>100
mOsm/kg atau berat jenis >1,004) untuk penyebab lain hiponatremia yang mengganggu
eksresi air. Akhirnya Na+ urine rendah (<10 mEq/L) bial hiponatremia disebabkan oleh
edema atau volume yang berkurang akibat penyebab diluar ginjal; Na+ urine tinggi (>20
mEq/L) bila terjadi kelainan ginjal boros-garam atau SIADH.4

6
7
G. TATALAKSANA
Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi ≤ 48 jam '), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk

8
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman (≥ 120 mmol / l). Natrium tidak
harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama.4

Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi demielinasi


fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak serius dan
ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai tiga hari
setelah natrium telah diperbaiki.

Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma)

pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline. Tidak ada konsensus universal


untuk penggunaan atau dengan rezim yang harus diberikan: bisa dimulai pada 1-
2 ml / kg / jam dengan pengukuran rutin natrium serum, urin dan status
kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi tidak lebih dari 8 mmol dalam
24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang
berlebihan.

Bila keaadaan hiponatremia sampai menimbulkan gejala, tujuan


pengobatan yang utama adalah menjaga agar kadar Na plasma tidak
kurang dari 120 meq/L. Seperti yang diketahui hiponatremia dapat
disebabkan kehilangan Na atau K dank arena retriksi air, sehingga
pengobatan ditujukan pada sasaran- sasaran ini. Kehilangan Na dapat dihitung
berdasarkan rumus:

Kehilangan Na total = 0,6 x BB x ( 140 – kadar Na plasma )

Bila disertai kehilangan cairan, maka rumusnya:

Kehilangan Na total =

0,6 x BB x (140- kadar Na plasma ) + 140 x BB x ( 1- Na plasma/ 140)

Kelebihan cairan = 0,6 x BB x ( 1- Na plasma/ 140 )

9
Pada keadaan hiponatremia yang disertai hipokalemia (diare, muntah, diureti),
dengan melakukan koreksi K saja, hiponatremia dapat kembali normal. Jadi
pada dasarnya bila hiponatremia menimbulkan gejala, pengobatan dalam larutan
dalam larutan NaCl 3 % baru perlu diberikan dengan segera (kadar Na dalam
larutan ini adalah 513 meq/L). Bila tidak menimbulkan gejala, pengobatan
ditujukan pada penyebabnya yaitu larutan NaCl isotonis pada kehilangan natrium
dan retriksi cairan pada kasus dengan kelebihan cairan. Sebagai dasar
pengobatan dapat diberikan gambaran seperti di bawah ini :

NaCl diberikan pada:

- Deplesi cairan

- Insufisiensi adrenal

- Hiponatremia karena diuretic

Retriksi cairan keadaan edema

- SIADH

- Polidipsia yang psikogen

- Gagal ginjal

10
11
12
13
BAB III

KESIMPULAN

Proses menua normal disertai dengan perubahan berikut yang berpengaruh pada
regulasi cairan dan natrium:

1. Gangguan persepsi rasa haus


2. Penurunan laju filtrasi glomerulus
3. Gangguan kapasitas ginjal untuk memekatkan urin
4. Gangguan kapasitas ginjal untuk menahan natrium

Sebagai konsekuensi perubahan-perubahan ini, kapasitas seorang berusia lanjut


menghadapi berbagai penyakit, obat-obatan, dan stres fisiologis menjadi berkurang
sehingga meningkatkan risiko timbulnya perubahan keseimbangan cairan dan natrium
yang bermakna secara klinis. Diperlukan kewaspadaan yang tinggi mengenai
terdapatnya keterbatasan kemampuan homeostasis ini guna mengantisipasi akibat
penyakit dan obat-obatan terhadap status volume dan elektrolit pasien usia lanjut
sehingga intervensi terapi dan tatalaksana menjadi lebih rasional.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia A., dkk. Patofisiologi Konsep klinis proses-proses penyakit.


Memphes, 2005
2. Mcphee Stphen J.dkk. Current Medical Diagnosis dan Treatment. 2011.
3. Hyponatremia : Fluid and electrolite 2010
4. Panduan Praktik Klinis Diagnosis dan Tatalaksana Hiponatremia, 2014

15

Anda mungkin juga menyukai