JJKJ
JJKJ
JJKJ
Negara
Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara - Pancasila adalah ideologi
dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima
dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Lima sendi
utama (Sila) penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum
pada paragraf ke 4 Preambule (Pembukaan) UUD1 945.
Pancasila sebagai Sejarah - Sejarah pembentukan pancasila erat kaitannya dengan Perjuangan
bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda dan jepang.
Penjajahan Belanda usai pada 8 Maret 1942, Sejak itu Indonesia diduduki oleh Jepang. Namun
Jepang tidak lama melakukan pendudukan di Indonesia. Karena Sejak tahun 1944, tentara
Jepang mulai kesulitan dalam menghadapi tentara Sekutu.
Untuk mendapat simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan
tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat indonesia. Janji ini
diucapkan pada tanggal 7 September 1944 oleh Perdana Menteri Kaiso.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji
kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang
dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang
di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat tersebut juga dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya diberikan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama
BPUPKIpada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang
dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk bangsa Indonesia setelah merdeka
nanti. Pada sidang pertama Ir. Soekarno dan Muhammad Yamin mengusulkan calon dasar
negara untuk Indonesia merdeka.
Selain itu Muhammad Yamin juga memberikan usul secara tertulis yang juga terdiri dari lima hal,
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kelima hal tersebut oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Kemudian Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal tersebut menurutnya juga bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu Gotong
Royong.
Selesai sidang 1 BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul yang masuk dan
memeriksanya serta melaporkan dalam sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi
kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.
Adapun anggota panitia kecil ini terdiri dari 8 orang, yaitu:
Mr. Muh. Yamin
Ir. Soekarno
K.H. Wachid Hasjim
Ki Bagus Hadikusumo
M. Sutardjo Kartohadikusumo
R. Otto Iskandar Dinata
Mr. A.A. Maramis
Drs. Muh. Hatta
Kemudian Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan
para anggota BPUPKI yang berada (berasal) di Jakarta. Hasil yang dapat dicapai antara lain
adalah dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul / Perumus Dasar Negara, yang
terdiri atas sembilan orang, yaitu:
Mr. Muh. Yamin
Ir. Soekarno
Mr. A.A. Maramis
Drs. Muh. Hatta
K.H. Wachid Hasyim
Mr. Ahmad Subardjo
Abikusno Tjokrosujoso
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang ini pada tanggal tersebut juga melanjutkan sidang dan
berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan“Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-14 juli 1945, Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas
tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan
Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran.
Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia
kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Pembelaan Tanah Air
(diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
(diketuai oleh Ir. Soekarno) dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad
Hatta).
Kemudian Pada tanggal 9 Agustus dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
yang menggantikan BPUPKI. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat
kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi
kemerdekaan PPKI menggelar sidang, dengan acara utama memilih Presiden dan Wakil
Presiden dan mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya).
Untuk pengesahan Pembukaan (Preambul), terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul (pembukaan), Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada
tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari
Indonesia bagian Timur yang menemuinya.
Inti dari pertemuan tersebut adalah, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada
alinea keempat preambul, di belakang kata "ketuhanan" yang berbunyi "dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia
bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari Indonesia yang baru saja diproklamasikan, hal
tersebut karena mayoritas penduduk di indonesia bagian timur beragama non-muslim.
Usul kemudian disampaikan oleh Muh. Hatta pada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para
anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada KH. Wakhid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo dan
Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta kemudian berusaha meyakinkan tokoh Islam, demi persatuan
dan kesatuan bangsa indonesia.
Setelah dilakukan Musyarah dan Mufakat serta Oleh karena pendekatan yang intens dan demi
persatuan dan kesatuan, akhirnya dihapuslah kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan "Yang Maha Esa".
Sekian Artikel tentang Sejarah Pembentukan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara,
semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi sobat MARKIJAR.Com dan dapat memberikan
pengetahuan mengenai wawasan Kebangsaan Indonesia.
Perisai
Perisai merupakan tameng yang telah lama dikenal dalam budaya dan peradaban Nusantara
sebagai senjata yang melambangkan perlindungan, pertahanan dan perjuangan diri untuk mencapai tujuan.
Di tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang menggambarkan garis khatulistiwa hal
tersebut mencerminkan lokasi / Letak Indonesia, yaitu indonesia sebagai negara tropis yang dilintasi garis
khatulistiwa.
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila.
Warna dasar pada ruang perisai merupakan warna bendera Indonesia (merah-putih). dan pada
bagian tengahnya memiliki warna dasar hitam.
Makna Sila 1, Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan
sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di
Indonesia, Islam, Buddha, Hindu, Kristen, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
Makna Sila 2, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan Rantai yang disusun
atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu sama lain yang saling
membantu, gelang yang persegi menggambarkan pria sedangkan gelang yang lingkaran
menggambarkan wanita.
Makna Sila 3, Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin (Ficus
benjamina) di bagian kiri atas perisai berlatar putih, Pohon beringin merupakan sebuah
pohon Indonesia yang berakar tunjang - sebuah akar tunggal panjang yang menunjang
pohon yang besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini
mencerminkan kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon Beringin juga mempunyai
banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. ini mencerminkan Indonesia
sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai latar belakang budaya yang berbeda-
beda (bermacam-macam).
Makna Sila 4, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan / Perwakilan. yang disimbolkan dengan kepala banteng pada bagian
kanan atas perisai berlatar merah. Lembu liar atau Banteng merupakan binatang sosial,
sama halnya dengan manusia cetusan Bung Karno dimana pengambilan keputusan
yang dilakukan secara musyawarah, kekeluargaan dan gotong royong merupakan nilai-
nilai yang menjadi ciri bangsa Indonesia.
Makna Sila 5, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan padi dan
kapas di bagian kanan bawah perisai yang berlatar putih. kapas dan padi (mencerminkan
pangan dan sandang) merupakan kebutuhan pokok semua masyarakat Indonesia tanpa melihat
status maupun kedudukannya. ini mencerminkan persamaan sosial dimana tidak adanya
kesenjangan sosial anatara satu dan yang lainnya, tapi hal ini (persamaan sosial) bukan berarti
bahwa Indonesia memakai ideologi komunisme.
Warna yang digunakan dalam lambang Garuda Pancasila tidak boleh diletakkan asal asalan karena
warna warna itu telah ditentukan untuk diletakkan pada bagian-bagian yang ada pada lambang Garuda
Pancasila.
Warna hitam menjadi warna kepala banteng yang terdapat di lambang Garuda Pancasila. Warna
hitam digunakan juga untuk warna perisai tengah latar belakang bintang, juga untuk mewarnai garis datar
tengah perisai. dan Warna hitam juga dipakai sebagai warna tulisan untuk semboyan "Bhinneka Tunggal
Ika".
Warna merah digunakan untuk warna perisai kiri atas dan kanan bawah yang terdapat pada
lambang Garuda Pancasila.
Warna hijau digunakan sebagai warna pohon beringin.
Warna putih dipakai untuk warna perisai kiri bawah dan kanan atas. warna putih juga diberi
pada Pita yang dicengkeram oleh Burung Garuda Pancasila.
Sedangkan Warna kuning diletakkan sebagai warna Garuda Pancasila, untuk warna bintang,
rantai, kapas, dan padi.
Ada beberapa warna yang terdapat pada Lambang Garuda Pancasila. Warna-warna yang
dipakai menjadi warna pada lambang Garuda Pancasila ini memiliki makna dan arti sebagai
berikuut.
Panduan Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila dibentuk melalui Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978. Ketetapan tersebut berisi tentang Eka Prasetya Pancakarsa yang menjabarkan
kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila. Saat ini produk hukum ini tidak berlaku lagi karena Tap MPR no.
II/MPR/1978 telah dicabut melalui Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam
kelompok Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut
Ketetapan MPR no. I/MPR/2003
Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa (Ada 7 Butir Pengalaman)
Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan YME, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya sendiri-sendiri menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Bangsa Indonesia menyatakan ketakwaannya dan kepercayaannya terhadap Tuhan YME.
Mengembangkan sikap hormat dan menghormati serta bekerjasama antar pemeluk agama dengan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan YME.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME kepada orang lain.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME merupakan masalah yang menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan YME.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan YME.
Mengembangkan sikap yang saling menghormati dan menghargai kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (Ada 10 Butir Pengalaman)
Mengakui persamaan hak, persamaan derajat dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda
bedakan keturunan, suku, agama, jenis kelamin, kepercayaan, warna kulit, kedudukan sosial dan
sebagainya.
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan YME.
Mengembangkan sikap tepa selira dan saling tenggang rasa.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia (Ada 7 Butir Pengalaman)
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta keselamatan dan kepentingan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan (Ada 10 Butir Pengalaman)
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
hak, kedudukan dan kewajiban yang sama.
Mengunakan Musyawarah guna mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Mengutamakan musyawarah saat mengambil atau menentukan keputusan untuk kepentingan
bersama.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab, selalu melaksanakan dan menerima hasil
keputusan musyawarah.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan YME, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Sila kelima. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Ada 11 Butir Pengalaman)
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang memperlihatkan sikap dan suasana kekeluargaan
dan ke gotongroyo ngan.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang berkeadilan sosial
dan merata.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
Menghormati hak orang lain.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
Suka bekerja keras.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
Dalam perjalanannya ke 36 butir Pengalaman pancasila dikembangkan menjadi 45 butir oleh
BP7. Namu Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir tersebut benar-
benar diamalkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
7. Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia
Dalan Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang menjadikan pancasila
sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa. dimana tujuan akhirnya yaitu untuk
mencapai masyarakat adil, makmur yang merata baik materiil maupun spiritual yang
berdasarkan Pancasila.
UUD 1945 diresmikan menjadi undang-undang dasar negara oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada 18-Agustus-1945. Namun Sejak 27 Desember 1949, di Indonesia
berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950.
Kemudian pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan
dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada periode 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali amendemen (perubahan), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. berikut
Sejarah Lahirnya UUD 1945 Negara Republik Indonesia secara lengkap berdasarkan pembagian
/ periodesasi waktu terjadinya:
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9
orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945.
Setelah dihapusnya kata "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" kemudian naskah Piagam Jakarta dijadikan naskah Pembukaan UUD 1945 yang
kemudian diresmikan pada 18-Agustus-1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Pengesahan UUD 1945 ditetapkan oleh KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat)
pada sidangnya tanggal 29 Agustus 1945.
Kemudian Naskah rancangan UUD 1945 dibuat pada saat Sidang Ke-2 BPUPKI tanggal 10-17
Juli 1945. dan Tanggal 18-Agustus-1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia.
Kemudian Dalam kehidupan negara demokratis terbentuk banyak partai politik di Indonesia.
Sehingga dikeluarkan maklumat Pemerintah. kemudian kabinet berubah menjadi kabinet
parlementer. Perubahan kabinet ini dimaksud agar bangsa Indonesia mendapat dukungan dari
negara barat yang menganut paham demokrassi dan kabinet parlementer (Sultan Syahrir
menjadi Perdana Mentri I di Indonesia).
Tujuan amandemen UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
kedaulatan rakyat, tatanan negara, pembagian kekuasaan, HAM, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, dll yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan aspirasi bangsa.
Amandemen UUD 1945 mempunyai kesepakatan yaitu tidak merubah Pembukaan UUD 1945,
dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga memperjelas
sistem pemerintahan presidensial.
Dalam periode 1999-2002, terjadi 4 kali amendemen UUD 1945 yang ditetapkan dalam Sidang
Umum dan Sidang Tahunan MPR yaitu:
Pada Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999, Amandemen Pertama.
Pada Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2000, Amandemen Kedua.
Pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001, Amandemen Ketiga.
Pada Sidang Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002, Amandemen Keempat.
Amandemen Kedua
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 18-Agustus-2000, yaitu:
Amandemen Ketiga
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 9-November-2001, yaitu:
Amandemen Keempat
Perubahan ini meliputi 19 pasal yang terdiri dari 31 butir ketentuan serta 1 butir yang
dihapuskan. yang Ditetapkan pada tanggal 10-Agustus-2002. Pada Amandemen keempat ini
ditetapkan bahwa:
UUD 1945 sebagaimana telah diubah merupakan UUD 1945 yang ditetapkan pada 18-Agustus-
1945 dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Perubahan tersebut diputuskan pada rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18-Agustus-2000
pada Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. pengubahan
substansi pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang "Kekuasaan Pemerintahan
Negara". dan Bab IV tentang "Dewan Pertimbangan Agung" dihapus.
Setelah dilakukan 4 kali amandemen, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan
Peralihan, serta 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam menjalani kehidupan sosial tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-gesekan yang akan
dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan agama atau ras. Dalam
rangka menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat maka diperlukan sikap saling
menghargai dan menghormati, sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan
pertikaian.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah disebutkan bahwa "Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya" Sehigga kita sebagai warga Negara sudah
sewajarnya saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara kita demi menjaga
keutuhan Negara dan menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar umat beragama.
Toleransi juga dapat dikatakan istilah pada konteks agama dan sosial budaya yang berarti sikap
dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-golongan yang berbeda
atau tidak dapat diterima oleh mayoritas pada suatu masyarakat. Misalnya toleransi beragama
dimana penganut Agama mayoritas dalam sebuah masyarakat mengizinkan keberadaan agama
minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap manusia sebagai umat
yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk menghormati dan menghargai manusia yang
beragama lain.
Istilah toleransi juga dapat digunakan dengan menggunakan definisi "golongan / Kelompok" yang
lebih luas, misalnya orientasi seksual, partai politik, dan lain-lain. Sampai sekarang masih
banyak kontroversi serta kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi baik dari kaum konservatif atau
liberal.
Pada sila pertama dalam Pancasila, disebutkan bahwa bertaqwa kepada tuhan menurut agama
dan kepercayaan masing-masing merupakan hal yang mutlak. Karena Semua agama
menghargai manusia oleh karena itu semua umat beragama juga harus saling menghargai.
Sehingga terbina kerukunan hidup anatar umat beragama.
Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain.
Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan
masyarakat.
Sifat dari setiap agama, yang mengandung misi dakwah dan tugas dakwah.
Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati bahkan
memandang randah agama lain.
Kecurigaan terhadap pihak lain, baik antar umat beragama, intern umat beragama, atau antara
umat beragama dengan pemerintah.
Pluralitas agama hanya dapat dicapai seandainya masing-masing kelompok bersikap lapang
dada satu sama lain. Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan memiliki makna bagi
kemajuan dan kehidupan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
"Dua bangunan tersebut berdampingan serta memiliki alamat yang sama, yaitu di Jalan Gatot
Subroto Nomor 222, Solo,"
Namun Perbedaan keyakinan tidak menyurutkan semangat pemeluk Kristen dan Islam setempat
untuk saling menjaga kerukunan, menghormati dan mengembangkan sikap toleransi. Bangunan
Masjid Al Hikmah didirikan pada tahun 1947 sedangkan GKJ Joyodingratan didirikan 10 tahun
sebelumnya atau sekitar 1937. namun Toleransi antarumat beragama telah tercipta sejak lama
disini.
Misalnya saat pelaksanaan Idul Fitri yang jatuh pada Minggu. Pengelola gereja langsung
menelepon pengurus masjid untuk menanyakan soal kepastian perayaan Idul Fitri. Kemudian
pengurus gereja merubah jadwal ibadah paginya pada Minggu menjadi siang hari, agar tidak
mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan shalat Idul Fitri.
Contoh lainnya adalah pengurus masjid selalu membolehkan halaman Masjid untuk parkir
kendaraan bagi umat kristiani GKJ Joyoningratan saat ibadah Paskah maupun Natal.
hal tersebut merupakan contoh kecil toleransi antarumat beragama yang hingga saat ini terus
dipelihara. Baik pihak gereja maupun Pihak masjid, saling menghargai dan memberikan
kesempatan untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk dan lancar bagi masih-masing
pemeluknya. seandainya terdapat oknum tertentu yang akan mengusik kerukunan antar umat
beragama di tempat tersebut, baik pihak masjid maupaun gereja akan bergabung untuk
mencegahnya.
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, istilah "Persatuan Indonesia" merupakan faktor
kunci yaitu sebagai sumber motivasi, semangat dan penggerak perjuangan Indonesia. Hal
tersebut juga tercantum pada Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: "Dan perjuangan
pergerakan Indonesia tlah sampelah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
menghantarkan rakyat Indonesia kdepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sudah tampak saat proklamasi kemerdekaan bangsa
Indonesia yang juga merupakan awal dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
dalam Pasal 1 ayat 1 UUD. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa,
"Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik". selanjutnya
ditegaskan dalam Sila ketiga Pancasila tentang tekad bangsa Indonesia mewujudkan persatuan
tersebut.
Menjalin rasa kekeluargaan, persahabatan dan sikap saling tolong menolong antar sesama dan
bersikap nasionalisme.
Menjalin rasa kemanusiaan memiliki sikap saling toleransi serta keharmonisan untuk hidup secara
berdampingan.
Rasa persatuan dan kesatuan menjalin rasa kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain..
Kita harus mencintai bangsa Indonesia, namun hal tersebut bukan berarti kita harus mengagung-
agungkan bangsa kita sendiri. Kita tidak bisa memaksakan kehendak kita kepada negara lain
karena pandangan seperti itu akan mencelakakan sebuah bangsa. karena sikap tersebut
bertentangan dengan sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab".
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri
dari berbagai agama, suku, adat istiadat dan bahasa yang majemuk. Hal itu mewajibkan kita
untuk saling menghargai dan bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME. kita memiliki kebebasan dan tanggung jawab tertentu
terhadap diri kita sendiri, terhadap sesama manusia, dan tanggung jawab dalam hubungannya
dengan Tuhan YME.
Dengan semangat persatuan Indonesia, kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta
melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang lebih sejahtera, adil dan makmur. Karena
Persatuan merupakan modal dasar pembangunan nasional.
Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang panjang berada dalam masa penjajahan (pemerintahan
kolonial). Kondisi tersebut telah melahirkan rasa memiliki perasaan senasib untuk bebas dari
cekraman penjajah. Perasaan Senasib sepenanggungan ketika sama-sama merasakan
penjajahan menjadikan mereka bersatu untuk berjuang melawan penjajah tanpa memandang
latar belakang agama, suku, asal-usul etnis, bahasa maupun golongan.
Sumpah Pemuda
Kebulatan tekad untuk menciptakan Persatuan Indonesia kemudian tercermin di ikrar Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang diprakarsai oleh pemuda perintis
kemerdekaan yang berbunyi:
Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air Indonesia.
Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.
Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.
Sampai sekarang Sumpah Pemuda sering disebut sebagai pangkal tumpuan cita-cita menuju Indonesia
merdeka. walaupun pada kenyataanya persatuan berkali-kali mengalami gangguan dan kerenggangan.
Kebangkitan Nasional
Kebangkitan Bangsa Indonesia untuk mencapai Indonesia merdeka yang sangat momunental
ditandai dengan lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908, Budi Utomo merupakan sebuah
organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo beserta para mahasiswa STOVIA. Organisasi
ini bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo
menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Bangsa Indonesia walaupun pada
saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Setelah
Organisasi Budi Utomo lahir kemudian bermunculan organiasasi lain yang bertujuan mencapai
Kemerdekaan Indonesia. Organisasi tersebut adalah, Serikat Islam Tahun 1911, Muhammadiyah
Tahun 1912, Indiche Partij Tahun 1911, Perhimpunan Indonesia Tahun 1924, Partai Nasional
Indonesia Tahun 1929, Partindo Tahun 1933 dan sebagainya. Integrasi pergerakan dalam
mencapai cita-cita itu pertama kali tampak dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik /
organisasi masyarakat yang ada yaitu permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik
Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1927.
Proklamasi Kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang terjadi pada 17 Agustus 1945 merupakan titik
kulminasi dari perjuangan bangsa Indonesia, ini berarti bahwa sejarah perjuangan bangsa
Indonesia telah mencapai puncaknya pada saat diproklamasikan. Puncak bukanlah akhir, oleh
karena itu perjuangan belum selesai karena itu kita sebagai generasi muda harus tetap berjuang
untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan di segala bidang kehidupan. Proklamasi
memiliki makna bahwa bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan diri dari segala bentuk
penjajahan dan sejak saat itu bangsa Indonesia bebas menentukan nasibnya sendiri tanpa
campur dari negara lain.
Arti Penting Persatuan dan Kesatuan Bangsa adalah sebagai alat untuk mencapai cita-cita
proklamasi kemerdekaan yakni masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Karena Persatuan
sangatlah penting untuk mencapai kesejahteraan bagi sebuah negara.
Pengertian dan Makna Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan (moto) yang dimiliki bangsa Indonesia. Frasa ini
berasal dari bahasa Jawa Kuno dan seringkali diartikan dengan kalimat "Berbeda-beda tetapi
tetap satu".
Jika Diterjemahkan per kata, kata bhinneka memiliki arti "beraneka ragam" atau "berbeda-beda".
Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" yang merupakan pembentuk kata "aneka"
dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti "itu". Jadi Secara harfiah
Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu",
Dimana kata Bhinneka Tunggal Ikan "Beraneka Satu Itu" bermakna meskipun berbeda-beda
tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ikan sering digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, suku, ras, bahasa daerah,
kepercayaan maupun agama.
Kalimat Bhinneka Tunggal Ikan sendiri merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuno yaitu
kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular sekitar abad ke-14 semasa kerajaan Majapahit.
Kakawin ini merupakan kakawin yang mengajarkan toleransi umat beragama yaitu mengajarkan
toleransi antara umat Buddha dengan umat Hindu Siwa.
Karena Bagi setiap masyarakat Indonesia, semboyan Bhineka Tunggal Ika dapat dijadikan
sebagai dasar guna melaksanakan perwujudan terhadap kerukuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Selayaknya, kita mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari, contohnya dengan
cara menjalani kehidupan dengan saling menghargai dan menghormati setiap individu / warga
negara, terlepas dari setiap perbedaan yang ada, tidak saling membedakan bahkan mencaci
karena hal ini bisa menimbulkan konflik dan menjadi sumber atau awal pemecah kesatuan
bangsa.
Dengan Bhineka Tunggal Ika Rakyat Indonesia dilarang saling mendiskriminasi dengan
memandang perbedaan suku, bentuk wajah, warna kulit, agama, dan lain sebagainya. Karena
Semua rakyat indonesia perlu memiliki kesadaran bahwa Bangsa Indonesia terdiri dari banyak
keragaman. Oleh karenanya semua rakyat indonesia harus menanamkan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika dalam hati, serta menyingkirkan dan membuang sikap egois yang selalu
mengutamakan diri sendiri atau menomorsatukan asal daerahnya dan menganggap daerah lain
tidak lebih penting daripada daerahnya.
Pengertian Patriotisme
Patriotisme berasal dari kata "Patriot" dan "isme" dalam bahasa Indonesia yang berarti jiwa
kepahlawanan atau sifat kepahlawanan. serta kata "Patriotism" dalam bahasa Inggris yang
berarti sikap pantang menyerah, gagah berani, dan rela berkorban demi bangsanya. Patriotisme
merupakan sikap yang bersumber dari perasaan cinta tanah air, sehingga menimbulkan rasa
rela berkorban untuk bangsanya.
Blind Patriotism (Patriotisme Buta) keterikatan kepada bangsa atau negara tanpa
memperdulikan toleran terhadap kritik, seperti dalam ungkapan: "benar atau salah, apapun yang
dilakukan bangsa harus didukung sepenuhnya". sehingga hal tersebut bisa membawa
peperangan dan kehancuran dunia.
Masa Perang (Darurat) Sikap patriotism pada masa perang (darurat) dapat diwujudkan dengan
cara: ikut berperang secara fisik melawan penjajah, petugas logistik, menjadi petugas dapur
umum, menolong tentara (TNI) yang terluka, dsb.
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme bersumber dari kata "nasional" dan "isme" yaitu paham kebangsaan yang memiliki
arti: semangat dan kesadaran cinta tanah air, memelihara kehormatan bangsa, mempunyai
kebanggaan sebagai penduduk bangsa, mempunyai rasa solidaritas kepada musibah dan
kekurang terhadap saudara sebangsa dan senegaranya.
Sedangkan Menurut Ensiklopedi Bahasa Indonesia: Nasionalisme merupakan sikap sosial dan
politik dari sekelompok bangsa yang memiliki kesamaan bahasa, wilayah, kebudayaan serta
kesamaan tujuan dan cita-cita dengan meletakkan kesetiaan yang tinggi terhadap kelompok
negaranya.
Paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah
airn nya dengan memandang bangsanya itu merupakan bagian dari bangsa lain di dunia.
Nasionalisme arti luas mengandung prinsip-prinsip: kebersamaan, persatuan, kesatuan, dan
demokrasi.
Nasionalisme agama adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik
dari persamaan agama. Misalnya, di India Nasionalisme bersumber seperti yang diamalkan oleh
pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. sedang di Irlandia semangat nasionalisme
bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik.
Nasionalisme etnis merupakan sejenis nasionalisme dmana negara mendapat kebenaran politik
dari etnis atau budaya asal sebuah masyarakat.
Agar dapat menerapkan nilai patriotisme dan nasionalisme, seseorang harus mengutamakan
kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Melihat begitu pentingnya patriotisme dan
nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak mengherankan jika kedua hal
tersebut perlu ditanamkan pada seluruh komponen bangsa.
Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menanamkan jiwa patriotisme dan
nasionalisme kepada semua elemen Bangsa (Indonesia):
Cara Pewarisan
Cara pewarisan dilakukan dengan mengadakan serangkaian kegiatan yang dapat menumbuh
kembangkan jiwa patriotisme dan nasionalisme pada generasi muda. Kegiatan tersebut seperti
mengenal perjuangan tokoh-tokoh pahlawan, mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti
museum, dan tapak tilas perjuangan bangsa.
Sikap nasionalisme dan patriotisme hanya didapat pada orang yang meletakkan nasionalisme
dan patriotisme sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Sikap tersebut perlu ditanamkan sejak
dini. dan dapat diwujudkan di berbagai lingkungan, baik di sekolahan, lingkungan keluarga,
masyarakat maupun berbangsa dan bernegara.
Wujud sikap Patriotisme dan Nasionalisme di lingkungan keluarga:
menghormati guru;
mengikuti upacara bendera dengan baik;
menjaga keamanan lingkungan kelas.
melaksanakan tata tertib sekolah;
Wujud sikap Patriotisme dan Nasionalisme di lingkungan masyarakat, berbangsa, dan bernegara:
Cara Keteladanan
Dalam hal ini generasi sebelumnya memberikan keteladanan (contoh) sikap hidup yang
mencerminkan patriotisme dan nasionalisme. Keteladanan dapat diberikan di berbagai aspek
lingkungan, seperti masyarakat, sekolah dan keluarga.
Keteladanan di lingkungan keluarga biasanya diberikan oleh ibu, ayah, atau anak yang lebih tua.
Contoh keteladanan di lingkungan keluarga:
seorang kakak yang memberi teladan / contoh yang baik dalam hal kegiatan keagamaan.
Keteladanan di lingkungan sekolah biasanya diberikan oleh Senior kelas (Kakak Kelas), guru
maupun kepala sekolah. Contoh keteladanan di lingkungan.
Konsensus merupakan persetujuan atau perjanjian yang bersifat umum tentang aturan, nilai-
nilai, dan norma-norma dalam menentukan sejumlah upaya dan tujuan untuk mencapai peranan
yang harus dilakukan serta imbalan tertentu dalam suatu sistem sosial.
Model integrasi atau Model konsensus yang menekankan akan unsur norma dan legitimasi
memiliki landasan tentang masyarakat, yaitu sebagai berikut:
Setiap unsur masyarakat memiliki fungsinya masing-masing dalam kehidupan masyarakat tersebut
sebagai suatu sistem keseluruhan
Keberlangsungan masyarakat itu berasaskan pada kerja sama dan mufakat akan nilai-nilai
Setiap masyarakat memiliki suatu struktur yang abadi dan mapan
Unsur dalam masyarakat itu seimbang dan terintegrasi
Apabila pernyataan tersebut dikaji mendalam, peristiwa Sumpah Pemuda dapat dikatakan
merupakan konsensus nasional yang mendapat perwujudannya di dalam sistem budaya
Indonesia yang didasarkan pada 5 asas penting, yaitu:
Asas merdeka
Kemerdekaan merupakan hak segala bangsa, karena itu kehidupan pribadi, masyarakat, dan
berbangsa yang bebas itu tetap harus mempunyai tanggung jawab dan kewajiban
bermasyarakat, bernegara dan berbangsa yang menghormati, menghargai dan menjunjung
tinggi kemerdekaan tersebut.
Asas adil dan makmur
Setiap warga dalam kehidupan harus memiliki kehidupan yang layak dan adil sehingga
pendidikan, pekerjaan, kesehatan, pakaian, pangan, perumahan serta kepercayaan terhadap
Tuhan menjadi hak yang dipertanggungjawabkan dalam bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara.
Unsur-unsur Sistem Sosial Budaya
Menurut Alvin L. Bertrand terdapat Sepuluh unsur sistem sosial, yaitu:
Perasaan (sentiment)
Norma Tujuan
Tujuan
Keyakinan (pengetahuan)
Status dan peranan
Tingkatan atau pangkat (rank) Status dan peranan
Sanksi
Tekanan ketegangaan (stress strain)
Kekuasaan atau pengaruh (power) Sanksi
Sarana atau fasilitas
Sedangkan Menurut Bronislaw Malinowski terdapat empat unsur sistem sosial, yaitu:
Organisasi ekonomi
Sistem norma sosial, yang memberikan kemungkinan kepada masyarakat untuk bekerjasama serta
menyesuaikan diri
Organisasi politik
Alat atau Lembaga Pendidikan (Keluarga)
Proses pembelajaran dilakukan sejak kecil dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan
seterusnya. Dimulai dari meniru apapun yang ada di lingkungan keluarga kemudian tindakan
(tingkah) tersebut akan menimbulkan dorongan untuk di implementasikan kedalam kepribadian
sehingga menjadi norma dan pola yang mengatur tindakan yang dibudayakan.
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan NKRI
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan NKRI - Sebagai seorang warga negara yang cintai terhadap
tanah air, semestinya kita wajib mengetahui mengenai NKRI walaupun hanya secara sederhana
(ringkas) saja. Artikel dibawah ini akan menambah pengetahuan serta wawasan sobat mengenai
Pengertian, Fungsi, dan Tujuan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). di dunia ini ada
banyak bentuk kenegaraan antara lain: negara dominion, negara serikat, negara uni, negara
protektorat, serta trust dan mandat. Sedangkan bentuk negara yang dipakai oleh Indonesia ialah
negara kesatuan dengan bentuk republik. bentuk tersebut tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1
Ayat 1.
Pengertian NKRI
Berdasarkan latar belakang terbentuknya Indonesia, bisa disimpulkan bahwa NKRI
merupakan suatu bentuk negara yang terdiri atas wilayah yang luas dan tersebar dengan
bermacam adat, suku, keyakinan serta budaya yang memiliki tujuan dasar menjadi bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Sedang Istilah Negara Kesatuan Republik Indonesia menutut UUD 1945 Pasal 1 (1) berbunyi
sebagai berikut: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Ketentuan
ini dijelaskan dalam pasal 18 UUD 1945 ayat (1) yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kota
dan kabupaten, yang tiap-tiap kota, kabupaten dan provinsi itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang.
Fungsi negara
Menegakkan keadilan melaui lembaga-lembaga peradilan yang sesuai dengan undang-undang.
Mengusahakan kemakmuran, kesejahteraan, serta keadilan bagi rakyatnya.
Melaksanakan penertiban untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah hal-hal buruk dalam
masyarakat. Dalam kasus ini negara berperan sebagai stabilisator, yakni pihak yang menstabilkan keadaan
di masyarakat.
Mempertahankan tegaknya kedaulatan negara serta mengantisipasi kemungkinan adanya serangan
yang dapat mengancam kelangsungan hidup negara.
Tujuan negara:
Untuk mencapai kesejahteraan umum
Untuk melaksanakan ketertiban umum
Untuk memperluas kekuasaan.
Tujuan Negara Yaitu mewujudkan kesusilaan manusia sebagai makhluk sosial dan individu.
Tujuan negara ialah menciptakan persamaan dan kebebasan bagi warga negaranya.
Tujuan Negara Yaitu memungkinkan rakyatnya berkembang dan mengembangkan daya ciptanya
sebebas mungkin.
Negara Bertujuan untuk memperluas kekuasaan sehingga rakyat wajib mau berkorban untuk
kejayaan negara.
Tujuan Negara Menurut Harold J. Laski
Negara memiliki tujuan untuk menciptakan keadaan yang baik agar rakyatnya bisa mencapai
keinginan secara maksimal.
Tujuan Negara ialah menyelenggarakan ketertiban hukum yang berlaku di negara tersebut.
Tujuan Negara yaitu mencapai hidup yang tenteram dan aman dengan taat kepada Tuhan YME.
Tujuan Negara ialah mencapai kehidupan dan penghidupan yang aman dan tentram dengan taat
dan dibawah pimpinan Tuhan YME.
Tujuan NKRI
Tujuan nasional Negara Indonesia sesuai dengan yang tertulis di pembukaan UUD 1945, yaitu:
Fungsi NKRI
Berdasarkan tujuan nasional Negara Indonesia, maka fungsi NKRI dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Keberagaman yang ada pada masyarakat, bisa saja menjadi tantangan hal itu disebabkan
karena orang yang mempunyai perbedaan pendapat bisa lepas kendali. Munculnya perasaan
kedaerahan serta kesukuan yang berlebihan dan dibarengi tindakan yang dapat merusak
persatuan, hal tersebut dapat mengancam keutuhan NKRI. Karean itu adanya usaha untuk
dapat mewujudkan kerukunan bisa dilakukan dengan menggunakan dialog dan kerjasama
dengan prinsip kesetaraan, kebersamaan, toleransidan juga saling menghormati satu sama lain.
Keberagaman Ras dapat diartikan sebagai sekelompok besar manusia yang memiliki ciri-ciri fisik
yang sama. Manusia yang satu mempunyai perbedaan ras dengan manusia yang lainnya sebab
adanya perbedaan ciri-ciri fisik seperti bentuk rambut, warna kulit, bentuk badan, ukuran badan,
bentuk mata, warna mata, dan ciri fisik lainnya. Masyarakat indonesia memiliki keberagaman ras
disebabkan oleh kehadiran bangsa asing ke wilayah Indonesia. Beberapa ras yang ada di
Indonesia seperti ras malayan-mongoloid yang tersebar di wilayah sumatra, kalimantan,
sulawesi, jawa, bali,. Yang kedua adalah ras malanesoid yang tersebar di daerah Papua, NTT
dan maluku. Ketiga ras Kaukosoid yaitu orang India, timur Tengah, Australia, Eropa dan
Amerika. Terakhir yaitu ras Asiatic mongoloid seperti orang Tionghoa, korea dan jepang. Ras ini
tinggal dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, namun terkadang mendiami wilayah tertentu.
Nah, dengan mengetahui pulau-pulau atau daerah-daerah di Indonesia kita dapat mengetahui
perbedaan secara kewilayahan dan perbedaan sosial budaya masyarakat Indonesia.
dengan dua alasan tersebut, maka penting sekali memahami keberagaman yang ada di
masyarakat Indonesia yang ditujukan untuk mengusahakan dan mempertahankan persatuan
dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa memiliki kesadaran akan
keberagaman yang ada, bangsa Indonesia bisa saja terjerumus ke arah perpecahan.
Budaya merupakan nilai-nilai yang dimiliki suatu masyarakat dan dilembagakan dalam suatu
bentuk artefak budaya yang dapat dinikmati oleh masyarakat dan generasi penerusnya. Dengan
artefak budaya kita akan mengenal nilai-nilai masyarakat di masa lalu. Hal ini sangat penting
untuk dijadikan sumber pengetahuan. Bagi budayawan mauoun sejarawan, artefak budaya
sangatlah penting dan harus dilestarikan. Karena suatu artefak budaya dari masa lalu bisa
menjadi sumber informasi berharga.
Dengan kemajemukan budaya yang ada bisa menjadi identitas diri suatu bangsa. Kita tahu
bahwa bangsa australia adalah bangsa aborogin, hal itu merupakan salah satu identitas negara
australian di mata dunia. Kita tahu bahwa alat musik gitar akustik adalah ciri musik latin dari
Amerika selatan. Itu pun bisa menjadi ciri khas suatu bangsa. Oleh sebab itu, manfaat
keberagaman budaya Indonesia ini membuat indonesia memiliki banyak sekali artefak budaya
yang bisa mengenalkan negara kita kepada dunia internasional. Dengan keanekaragam budaya
pula tentunya melahirkan berbagai macam ide yang berguna bagi pembangunan bangsa dan
negara.
Masih banyak lagi manfaat yang dapat kita rasakan dari keberagaman budaya di Negara
Kesatuan Republik Indonesia ini. Dengan adanya multikulturalisme (ragam budaya), diharapkan
mempertebal sikap toleransi dan rasa tolong menolong serta nasionalisme kita.
Ketika kita memandang bahwa keanekaragaman budaya merupakan suatu kekayaan, maka
dengan sendirinya kita akan berusaha menjaga kekayaan kita tersebut. Sehingga sikap memiliki
dan menghargai kekayaan bangsa dapat muncul di dalam diri kita.
Dengan memiliki berbagai bahasa daerah, tidak menyebabkan bangsa Indonesia terpecah belah
tetapi justru menambah kekayaan perbendaharaan bahasa. Karena keunikan ini merupakan
kekayaan yang mana tidak ada negara lain yang memiliki keanekaragaman budaya layaknya
Indonesia. Bhineka Tunggal Ika merupakan simbol pemersatu bangsa dan sangat menarik di
mata bagsa bangsa dunia.
Presiden
Tugas Presiden :
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Memegang kekuasaan yang tertinggi atas
angkatan udara, laut dan darat.
menjalankan pemerintahannya sesuai dengan UUD dan UU.
memastikan apakah jajaran pemerintahannya temasuk kepolisian dan kejaksaan telah patuh
kepada UUD dan UU itu.
Mengajukan Rancangan Undang- kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan
pembahasan dan pemberian persetujuan terhadap RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi
UU.
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang
memaksa)
Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Mahkamah Agung)
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
Menyatakan perang serta membuat perjanjian dan perdamaian dengan negara lain sesuai dengan
persetujuan DPR
Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
DPR
Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
Meresmikan anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang dipilih oleh DPR dan
memperhatikan pertimbangan DPD.
Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, Mahkamah Agung dan DPR
Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan sudah disetujui
DPR
Mengangkat duta dan konsul untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
Menerima duta dari negara lain dengan pertimbangan DPR.
Memberikan Amnesti dan Abolisi Rehabilitasi dengan pertimbangan dari DPR.
Memberikan Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA (Mahkamah Agung).
Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim konstintusi.
Menetapkan calon Hakim Agung yang diusulkan oleh KY / Komisi Yudisial dengan persetujuan
DPR.
Memegang kekuasaan tertinggi atas AU / Angkatan Udara, AD / Angkatan Darat dan AL /
Angkatan Laut.
Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang-Undang
Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempengaruhi beban keuangan
negara dan atau mengharuskan adanya perubahan / pembentukan Undang-Undang harus dengan
persetujuan DPR.
Menyatakan perang dengan negara lain, damai dengan negara lain dan perjanjian dengan negara
lain dengan persetujuan DPR.
Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan dan sebagainya yang diatur oleh UU.
Tanggungjawab Presiden :
Membangun sebuah suksesi dengan terus menjaga kontinuitas kekuasaan partai berkuasa, dengan
memperhatikan konstitusi maupun landasan ideology pancasila, kedaulatan rakyat dan pemanusiawiannya
di nomor satukan.
Didorong untuk memperkuat konstitusi yang menjadi kontrak sosial seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.presiden dan kabinetnya bekerja keras untuk memberi kepastian kepada masyarakat, bahwa
pemerintahannya tunduk dibawah konstitusi UUD 1945 ( Hasil Amandemen ).
Berfungsi untuk mengubah atau mengganti Presiden yang tidak adil dalam menjalankan tugasnya.
Berfungsi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baik, jujur, dan adil.
melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati
peraturan perundang-undangan
memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah
Pengganti Undang-Undang
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan
pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama
Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.
Mengundang DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh
DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I
Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD yang
berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikut sertakan dalam pembahasannya
dalam awal pembicaraan tingkat I
Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undà ng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
dalam awal pembicaraan tingkat I
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara
yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
Melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala
peraturan perundang-undangan
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah
Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik
Indonesia
Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya
Mentaati kode etik dan Peraturan Tata tertib DPR
Legislasi
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan untuk membentuk
undang-undang.
Pengawasan
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang serta APBN.
Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan
persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
Dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh
Presiden atau DPR.
memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan
agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan diatas
Mengamalkan Pancasila
Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dam menaati
segala peraturan perundang-undangan
Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya
Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah
Menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPD
Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya
Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:
Baca Juga : Heboh, Gambar Hujan Yang Ditangkap Oleh Kamera dari atas Pesawat
Memeriksa tanggungjawab tentang keuangan Negara. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada
DPR
Memeriksa tanggung jawab keuangan Negara apakah telah digunakan sesuai yang telah disetujui
DPR.
Memeriksa tanggungjawab pemerintah tentang keuangan Negara
Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa semua pelaksanaan APBN
Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada DPR
Memeriksa semua pelaksanaan APBN
Pelaksanaan pemerintah dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan UU
Wewenang Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK ) :
Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang dan atau unit
organisasi yang mengelola keuangan negara.
Meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan pemerintah atau badan swasta
sepanjang tidak bertentangan terhadap undang – undang.
Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik pemeriksaan
Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian Negara
Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan
waktu dan metode pemeriksaan serta menyajikan laporan pemeriksaan.
Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai digaan pelanggaran
oleh Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD 1945.
memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Ungang Dasar,
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, MA ialah pengadilan kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi & peninjauan kembali guna menjaga agar
semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah Indonesia diterapkan secara tepat, adil dan benar.
Berkaitan dengan fungsi peradilan adalah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji dan menilai
secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan perlu
ditinjau dari isinya (materinya) dan bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
Fungsi Mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal
79 Undang-undang No.14 Tahun 1985)
Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
Fungsi Pengawasan
Fungsi Administratif
Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata
Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara
organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang
bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan
dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat dan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga
Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1),
Mahkamah Agung diberi kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala
Negara.
Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok untuk memeriksa, menerima dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung juga diserahi tugas serta kewenangan lain
berdasarkan Undang-undang.
Parlementer
Presidensial
Semipresidensial
Komunis
Liberal
Demokrasi liberal
Sistem pemerintahan merupakan cara pemerintah dalam mengatur segala yang berhubungan
dengan pemerintahan. Secara luas sistem pemerintahan bisa diartikan sebagai sistem yang
menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, ekonomi, pertahanan, keamanan sehingga
menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa
ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
Secara sempit, Sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari masyarakat.
Sehingga Sistem Pemerintahan bisa diartikan sebagai sebuah tatanan utuh yang terdiri dari
bermacam macam komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan serta
memengaruhi dalam mencapaian fungsi dan tujuan pemerintahan. Sistem ini bermanfaat untuk
menjaga kestabilan pemerintahan, pertahanan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Sistem Konstitusional.
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
Kekuasaan tertinggi negara ada di tangan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat).
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden merupakan penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat)
Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat).
Dari tujuh kunci pokok sistem pemerintahan diatas, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan Presidensial. Sistem pemerintahan Presidensial ini
dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru.
Ciri dari sistem pemerintahan Presidensial kala itu ialah adanya kekuasaan yang sangat besar
pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD
1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan persetujuan maupun pertimbangan DPR sebagai wakil
rakyat. Karena tidak adanya pengawasan dan persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar dan cenderung mudah disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan
yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan
seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang solid
dan kompak serta Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Namun,
dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia pada masa itu ternyata kekuasaan
yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada
keuntungan yang didapatkan.
Memasuki masa Reformasi, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan
yang lebih baik (demokratis). Untuk itu, harus disusun pemerintahan yang berdasarkan pada
konstitusi (Pemerintah konstitusional). Pemerintah konstitusional memiliki ciri bahwa konstitusi
negara itu berisi :
Jaminan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu ialah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan
negara, HAM, kedaulatan rakyat, pembagian kekuasaan, eksistensi negara hukum dan negara
demokrasi, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan
bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan
UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945, dapat dijelaskan sebagai
berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dijalankan sepenuhnya berdasarkan UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 lembaga negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,
yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Mahkamah Agung (MA), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pada masa sekarang ini, bisa disebut sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa
transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen ke 4 tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD
1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan
yang baru. Sistem pemerintahan yang baru ini diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah
dilakukannya Pemilu pada tahun 2004.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil elemen-elemen dari sistem pemerintahan parlementer
dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan yang ada pada sistem
presidensial. Beberapa variasi sistem pemerintahan presidensial di Indonesia ialah sebagai berikut
:
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Parlemen mendapat kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak
anggaran (budget)
Presiden sewaktu-waktu bisa diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap
memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun tidak secara langsung.
Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu persetujuan dan pertimbangan DPR.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi, "Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik".
Dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, sedangkan bentuk
pemerintahannya ialah Republik. Selain bentuk pemerintahan republik dan bentuk negara
kesatuan, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan
sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang
Dasar". Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut Sistem Pemerintahan
Presidensial.
Secara teori, berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Namun dalam praktiknya banyak elemen elemen dari sistem pemerintahan parlementer yang
masuk ke dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Sehingga secara singkat bisa dikatakan
bahwa sistem pemerintahan yang berjalan di Indonesia ialah sistem pemerintahan yang
merupakan gabungan atau perpaduan antara sistem pemerintahan presidensial (mayoritas)
dengan sistem pemerintahan parlementer (minoritas). Apalagi bila dirunut dari
sejarahnya, Indonesia mengalami beberapa kali perubahan Periodisasi Sistem Pemerintahan,
diantaranya :
Terdapat perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal tersebut diperuntukan
dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru ini antara lain adanya
pemilihan secara langsung, mekanisme check and balance, sistem bikameral dan pemberian
kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan serta fungsi
anggaran.
Lembaga Pemerintahan Kementrian dan Non Kementrian
Lembaga Pemerintahan Kementrian dan Non Kementrian - Terdapat dua macam Lembaga
pemerintahan negara di bawah pimpinan Presiden, yaitu lembaga Kementerian yang dipimpin
oleh seorang Menteri dan Non Kementerian yang dipimpin oleh ketua atau kepala.
Lembaga Pemerintahan Kementrian
Kementrian merupakan lembaga Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan. Kementerian berkedudukan di Jakarta (ibukota negara) dan bertanggung jawab
langsung kepada presiden serta berada dibawah presiden.
Landasan hukum Kementerian di indonesia adalah Bab V Pasal 17 UUD 1945 yang menyebutkan
bahwa:
Selain itu Lembaga Pemerintahan kementerian juga diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2008 tentang Kementerian Negara.
Kementerian koordinator yang memiliki tugas sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-
kementerian yang berada dalam kewenangannya, adalah sebagai berikut :
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra)
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian)
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam)
Kementerian yang memiliki tugas menangani urusan pemerintahan dengan nomenklatur
kementeriannya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), adalah
sebagai berikut :
Kementerian yang mempunyai tanggung jawab urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), adalah sebagai berikut :
Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum pada Kabinet Kerja (2014)
digabung menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perindustrian saat ini, sempat digabungkan menjadi
"Departemen Perindustrian dan Perdagangan" pada pertengahan perjalanan Kabinet Pembangunan VI,
yang kemudian dipisahkan kembali pada Kabinet Indonesia Bersatu hingga sekarang.
Baca Juga : Heboh, Gambar Hujan Yang Ditangkap Oleh Kamera dari atas Pesawat
Susunan Organisasi dan Tata Lembaga Pemerintahan Non Kementerian terdiri sebagai berikut :
Kepala
Sekretariat Utama
Deputi
Inspektorat Utama.
Dalam struktur kepemerintahan Indonesia kita mengenal yang namanya Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif. Kesemuanya merupakan unsur-unsur struktural terpenting dalam pemerintahan
Indonesia. Mungkin masih ada masyarakat yang sebenarnya belum sepenuhnya
memahami Pengertian dan Fungsi Eksekutif, Pengertian dan Fungsi Yudikatif serta Pengertian dan
Fungsi Legislatif.
Bagi Kalian yang belum begitu paham, melalui artikel ini kita akan mencoba menjelaskan kepada
Andafungsi lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Berikut penjelasan ringkas yang akan kita
paparkan melalui kolom artikel ini terkait pengertian serta peran Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif.
Pengertian Eksekutif
Eksekutif merupakan salah satu cabang pemerintahan yang memiliki kekuasaan dan
bertanggungjawab untuk menerapkan hukum. Figur paling senior dalam sebuah cabang
eksekutif disebut kepala pemerintahan. Eksekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam
sistem presidensiil (Seperti di Indonesia), atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer.
Di Indonesia Yang masuk dalam lingkaran eksekutif adalah presiden, wakil presiden serta
jajaran kabinet dalam pemerintahan. Jajaran kabinet dalam sebuah pemerintahan dalam hal ini
pemerintahan Republik Indonesia adalah para menteri yang telah ditunjuk dan dilantik secara
resmi oleh presiden.
Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang atau disebut
dengan rule application function.
Pengertian Legislatif
Legislatif merupakan badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif
dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, DPR (indonesia), kongres, dan asembli
nasional. Dalam sistem Parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menujuk eksekutif. Dalam
Sistem Presidensial, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari eksekutif.
Di Indonesia Legislatif adalah sebuah lembaga kenegaraan di Indonesia yang dalam hal ini
memiliki tugas untuk membuat atau menciptakan produk undang-udang. Lembaga yang disebut
sebagai lembaga legislator adalah DPR.
Kekuasaan Legeslatif
Kekuasaan legelatif adalah kekuasaan membuat undang-undang atau disebut denga rule
making function.
Pengertian Yudikatif
Jika legislator adalah DPR, dan eksekutif adalah presiden, wakil presiden dan para menteri
anggota kabinet, maka yudikatif adalah lembaga yang memiliki tugas untuk mengawal serta
memantau jalannya perundang-udangan atau penegakan hukum di Indonesia, seperti
Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif merupakan kekuasaan untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang
atau disebut denga rule adjudication function.
Namun karena luasnya daerah-daerah di negara kita yang terbagi-bagi atas beberapa provinsi,
kabupaten serta kota maka daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah dengan
maksud guna mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga
digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam pasal
18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka dari itu
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya , kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini
menimbulkan suatu hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Pemerintahan Daerah, Pengertian Pemerintah Daerah Bedasarkan UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah
dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI
(Negara Kesatuan Republik Indonesia), seperti yang dimaksud pada UUD 1945. Penyelenggara
Pemerintahan Daerah: Walikota, Bupati, Gubernur dan perangkat daerah lainnya (kepala badan,
kepala dinas, dan unit-unit kerja lannya yang dikendalikan oleh Sekretariat Daerah).
Hubungan struktural adalah hubungan yang didasarkan pada tingkat dan jenjang dalam
pemerintahan. Pemerintah pusat merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat
nasional. pemerintah daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di daerah masing
masing bersama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, dalam sistem dan prinsip
NKRI. Secara struktural presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat nasional. kepala daerah merupakan
penyelenggara urusan pemerintahan di daerah masing masing sesuai dengan prinsip otonomi
seluas luasnya.
Secara struktural hubungan pemerintah pusat dan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut daerah diberi kesempatan untuk
membentuk lembaga-lembaga yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Untuk lebih
jelasnya, hubungan struktural tersebut dapat kalian lihat pada bagan berikut.
Dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat dua cara yang dapat
menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemeritah daerah yaitu sentralisasi dan
desentralisasi.
Sentralisasi merupakan pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi
dari masyarakatnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Desentralisasi
sebenarnya merupakan istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai
pengaturan kewenangan. Di Indonesia sistem sentralisasi pernah diterapkan pada zaman kemerdekaan
sampai orde baru.
Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari
masyarakatnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya
desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya
merupakan istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan.
Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan
politik diserahkan kepada pemerintah pusat.
Fungsi yang menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara beragam untuk
seluruh daerah dikelola oleh pemerintah pusat.
Fungsi pelayanan yang bersifat lokal, melibatkan masyarakat luas dan tidak memerlukan tingkat
pelayanan yang standar, dikelola oleh pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan serta
kemampuan daerah masing-masing.
Hubungan Fungsional
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau kota
adalah urusan dalam skala provinsi. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sesuai dengan kekhasan, kondisi, serta potensi unggulan pada daerah tersebut.
Menurut UU no. 23 tahun 2014 Urusan pemerintahan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
Ketiga urusan diatas dibagi menjadi urusan yang menjadi domain Pemerintah pusat dan daerah.
Asas yang digunakan dalam pembagian urusan pemerintahan terdiri atas asas dekonsentrasi,
desentraslisasi, serta asas tugas pembantuan, berikut penjelasannya :
Urusan pemerintahan konkuren. ialah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kota/kabupaten, urusan yang diserahkan kepada daerah
menjadi patokan pelaksana otonomi daerah. Pembagian tersebut mencangkup berbagai bidang,
mulai dari perdagangan, pertanian, perikanan, pertambangan dan lain sebagainya. Tapi prinsip
utama dalam pembagian urusan pemerintahan konkuren adalah harus didasarkan pada
efisiensi, akuntabilitas, eksternalitas serta harus berkepentingan nasional.
Pembagian urusan konkuren kemudian diperjelas dalam tatananan territorial atau wilayah,
seperti contohnya dalam lokasi, pusat berwenang pada lokasi lintasi Negara ataupun lintas
daerah provinsi, sedang provinsi berada pada lintas kabupaten/kota, sedang untuk tingkat
kabupaten/kota berada pada area dalam kabupaten atau kota.
Dalam UU no. 23 tahun 2014 pada lampiran matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren,
jika kita masuk kedalam bidang dan sub bidang, maka pusat, daerah provinsi dan
kabupaten/kota memiliki porsi kewenangannya sendiri-sendiri. Misal dalam bidang pendidikan,
lalu jika dipilih sub bidang, manajemen pendidikan contohnya, kewenangan pusat saat
penetapan standar pendidikan, untuk provinsi berkewenanggan mengelola pedidikan menengah
dan untuk kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar.
Jika kita lihat dalam bidang lain, misal perumahan, kesehatan dan lain sebagainya, memiliki pola
yang sama, ada porsi pusat dan daerah. Meski ada beberapa bagian, misal dalam pengawasan
kehutanan, pusat berwenang penuh dalam urusan itu, tidak melibatkan daerah.
Urusan pemerintahan absolut merupakan urusan pemerintahan yang menjadi sepenuhnya
menjadi kewenangan pusat. Definisi Pusat jika kita masuk bidang eksekutif adalah Pemerintah
Pusat, definisinya sendiri adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri.
Cakupan urusan pemerintahan absolut terdiri dari masalah bidang politik luar negeri,
pertanahan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal serta agama.
Meski sepenuhnya berada ditangan pusat, urusan pemerintahan absolut bisa dilimpahkan
kepada instansi vertical yang ada di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi . Instansi vertical
sendiri merupakan perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang
mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah
tertentu dalam rangka Dekonsentrasi, contoh instansi vertical di daerah ialah satuan kerja
perangkat daerah atau SKPD, seperti dinas dan badan daerah.
Kebijakan dapat juga berarti sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. oleh beberapa ahli maupun
organisasi kebijakan diartikan sebagai berikut ini:
Friedrik (1963) Berpendapat Bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan
seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang
dihadapi serta kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai
tujuan.
Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman (untuk) bertindak, suatu
arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
Anderson (1979) Berpendapat Bahwa kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu
masalah (a purposive corse of problem or matter of concern).
Lasswell (1970) Berpendapat Bahwa kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian tujuan,
nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals values and practices).
Heclo (1977) Berpendapat Bahwa kebijakan merupakan cara bertindak yang sengaja dilaksanakan
untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Amara Raksasa Taya (1976) Berpendapat Bahwa kebijakan ialah suatu taktik atau strategi yang
diarahkan untuk mencapai tujuan.
Budiardjo (1988) Berpendapat Bahwa kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai
tujuan tersebut.
Anderson Berpendapat Bahwa Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang
dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah.
Carter V. Good (1959) Berpendapat Bahwa kebijakan merupakan sebuah pertimbangan yang
didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk
mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam pengambilan
keputusan demi tercapainya tujuan.
Indrafachrudi (1984) Berpendapat Bahwa kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang menjadi
dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.
Carl Friedrich Berpendapat Bahwa Kebijakan ialah sebuah tindakan yang mengarah pada tujuan
dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Eulau (1977) Berpendapat Bahwa kebijakan merupakan keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan
yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan kebijakan.
Menurut KBBI: Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar
rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tetang perintah, organisasi, dan
lainnya).
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-
keputusan penting pada organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas
program maupun pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan bisa juga
diartikan sebagai mekanisme politis, finansial, manajemen, atau administratif untuk mencapai
suatu tujuan eksplisit.
Kebijakan dapat berbentuk keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh
pengambil keputusan puncak dan bukan kegiatan-kegiatan berulang yang rutin dan terprogram
atau terkait dengan aturan-aturan keputusan.
Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam
rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya.
Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut
Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan
sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai
pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan
maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum
Jadi kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam
rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya.
Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut
Werf (1997) yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan
sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan pemerintah mempunyai
pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan
maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum
Baca Juga : Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
Dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah
(melalui kebijakan pemerintah). Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan
pemerintah dan hari ke hari yang membawa dampak pada warganegaranya. Dalam literatur
administrasi. (Subarsono, 2005:87)
Untuk lebih memahami tentang kebijakan pemerintah, Berikut Definisi Pemerintah Menurut Para
Ahli:
motif transaksi
motif berjaga-jaga
motif spekulasi
Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga umum barang dan jasa secara terus menerus
akibat dari tidak ada keseimbangan arus barang dan arus uang.
Suatu negara yang mengalami inflasi memiliki ciri - ciri sebagai berikut :
Pencegahan inflasi telah lama menjadi salah satu tujuan utama dari kebijaksanaan ekonomi
makro pemerintahan dan bank sentral dinegara manapun. Hal ini disebabkan inflasi dianggap
sebagai suatu yang tidak diinginkan dan inflasi memberi pengaruh yang tidak baik terhadap
distribusi pendapatan (masyarakat berpendapat rendah akan menderita), kegiatan pinjam
meminjam (pemberi pinjaman beruntung, peminjam merugi), spekulasi dan persaingan dalam
perdagangan internasional.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah ( Bank Sentral ) untuk
menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar. Sejak tahun 1945, kebijakan moneter
hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk mencapai stabilitaas ekonomi jangka
pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam pengendalian ekonomi jangka panjang.
Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan kebijakan utama yang dipergunakan untuk
pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan uang
ketat dan kebijakan uang longgar.
1. Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah
jumlah uang yang beredar dengan cara :
Memberikan kredit longgar.
Menurunkan tungkat suku bunga
Menurunkan cadangan Kas
Membeli surat-surat berharga
2. Tight Money Policy, yaitu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar dengan cara :
Membatasi pemberian kredit
Menjual surat berharga
Menaikan suku bunga
Menaikan cadangan kas
Jadi cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi inflasi adalah melalui kebijakan uang
kertas, kebijakan fiscal, kebijakan produksi, kebijakan perdagangan internasional dan kebijakan
harga.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal pada prinsipnya merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan
pengeluaran negara. Sumber-sumber penerimaan negara antara lain dari pajak, penerimaan
bukan pajak serta bantuan/pinjaman dan luar negeri.
Baca Juga : Ini Kumpulan Fakta Fakta Unik yang Wajin kamu ketahui
Selain itu, pengeluaran dibagi menjadi dua kelompok besar yakni pengeluaran yang bersifat rutin
seperti membayar gaji pegawai, belanja barang serta pengeluaran yang bersifat pembangunan.
Dengan demikian, kebijakan fiskal merupakan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan
terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum
dalam APBN.
UUD 1945
Ketetapan MPR
Undang-undang
Peraturan pemerintah pengganti undang undang (Perpu) dibuat oleh presiden dalan hal
kepentingan memaksa setelah mendapat persetujuan DPR.
Kebijaksanaan Umum
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh presiden yang bersifat nasional dan menyeluruh berupa
penggarisan ketentuan ketentuan yang bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan sebagai pelaksanaan UUD 1945, ketetapan MPR
maupun undang undang guna mencapai tujuan nasional.
Strategi kebijakan
Merupakan salah satu kebijakan pelaksanaan yang secara hirarki dibuat setingkat menteri,
gubernur, walikota/bupati berupa surat keputusan yang mengatur tata laksana kerja dan segala
sesuatu yang berhubungan dengan sumber daya manusia. Pengertian strategi merupakan
serangkaian sasaran organisasi yang kemudian mempengaruhi penentuan tindakan
komprehensif untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan atau alat dengan mana tujuan akan
dicapai.
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah - Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi
daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya. Otonomi daerah merupakan bagian dari
desentralisasi. Dengan adanya otonomi daerah, daerah mempunyai hak serta kewajiban untuk
mengatur daerahnya sendiri tetapi masih tetap dikontrol oleh pemerintah pusat serta sesuai
dengan undang-undang.
Pengertian Otonomi Daerah
Secara etimologi (harfiah), otonomi daerah berasal dari 2 kata yaitu "otonom" dan "daerah". Kata
otonom dalam bahasa Yunani berasal dari kata "autos" yang berarti sendiri dan "namos" yang
berarti aturan. Sehingga otonom dapat diartikan sebagai mengatur sendiri atau memerintah
sendiri. Sedangkan daerah yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah. Jadi, otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri
kepentingan suatu masyarakat atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus
daerahnya sendiri.
Secara umum, pengertian otonomi daerah yang biasa digunakan yaitu pengertian otonomi
daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut
berbunyi otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom guna
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Kamus Hukum dan Glosarium, otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur
serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi dari masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Encyclopedia of Social Scince, otonomi daerah merupakan hak sebuah organisasi sosial
untuk mencukupi diri sendiri dan kebebasan aktualnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
bahwa kemampuannya dalam mengatur serta melaksanakan kewenangan yang menjadi hak
daerah masing-masing. Berkembang atau tidaknya suatu daerah tergantung dari kemampuan
dan kemauan untuk dapat melaksanakannya. Pemerintah daerah bisa bebas berekspresi dan
berkreasi dalam rangka membangun daerahnya sendiri, tentu saja harus sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Secara konseptual, tujuan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yaitu
tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi.
1. Tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu upaya untuk mewujudkan
demokratisasi politik melalui partai politik dan DPRD.
2. Tujuan administratif dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu adanya pembagian
urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah, termasuk pembaharuan manajemen birokrasi
pemerintahan di daerah, serta sumber keuangan.
3. Tujuan ekonomi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu terwujudnya peningkatan
indeks pembangunan manusia sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Adapun tujuan otonomi daerah menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yaitu:
Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
1. Asas kepastian hukum yaitu asas yang mementingkan landasan peraturan perundang-
undangan dan keadilan dalam penyelenggaraan suatu negara.
2. Asas tertip penyelenggara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian
serta keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mengutamakan kesejahteraan umum dengan
cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas proporsinalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
6. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keadilan yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan penyelenggara negara harus bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat atau
masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi suatu negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8. Asas efisiensi dan efektifitas yaitu asas yang menjamin terselenggaranya kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung
jawab.
Masa awal
Setelah Sutawijaya merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya ia kemudian naik tahta
dengan gelar Panembahan Senopati. Pada masa itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah,
mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram berada di daerah
Mentaok, wilayah nya terletak kira-kira di selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang (timur Kota
Yogyakarta). Lokasi keraton pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke
Kotagede. Sesudah ia meninggal kekuasaan diteruskan oleh putranya, yaitu Mas Jolang yang
setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.
Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena kecelakaan
saat sedang berburu di hutan Krapyak. Setelah itu tahta pindah ke putra keempat Mas Jolang
yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro memiliki penyakit syaraf sehingga
tahta nya beralih dengan cepat ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang pada
masa pemerintahan Mas Rangsang, Kerajaan Mataram mengalami masa kejayaan.
Terpecahnya Mataram
Pada tahun 1647 Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered, tidak jauh dari Karta.
Pada saat itu, ia tidak lagi memakai gelar sultan, melainkan 'sunan' (berasal dari kata
'Susuhunan' atau 'Yang Dipertuan'). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak
yang tidak puas dan pemberontakan. Pernah terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh
Trunajaya dan memaksa Amangkurat untuk berkomplot dengan VOC. Pada tahun 1677
Amangkurat I meninggal di Tegalarum ketika mengungsi sehingga ia dijuluki Sunan Tegalarum.
Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat tunduk pada VOC sehingga kalangan
istana banyak yang tidak suka dan pemberontakan terus terjadi. Pada tahun 1680 kraton
dipindahkan lagi ke Kartasura. karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Kekacauan politik ini baru terselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah
Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta (Pada 13
Februari 1755). Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti. Berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat
Jawa beranggapan bahwa Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta merupakan 'ahli
waris' dari Mataram.
Peristiwa Penting
Tahun 1558: Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas
jasanya yang telah mengalahkan Arya Penangsang.
Tahun 1577: Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
Tahun 1584: Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki
Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru (raja) di Mataram, yang sebelumnya sebagai putra angkat Sultan
Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar". Ia mendapat gelar "Senapati in Ngalaga" (karena masih
dianggap sebagai Senapati Utama Pajang).
Tahun 1587: Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang
badai letusan Gunung Merapi. namun Sutawijaya dan pasukannya selamat.
Tahun 1588: Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar 'Senapati
Ingalaga Sayidin Panatagama' yang artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
Tahun 1601: Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar
Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat
saat berburu di hutan Krapyak.
Tahun 1613: Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro.
Karena Pangeran Aryo sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang.
Tahun 1645: Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susuhunan Amangkurat I.
Tahun 1645 - 1677: Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang
dimanfaatkan oleh VOC.
Tahun 1677: Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I meninggal.
Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi
tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
Tahun 1680: Susuhunan Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan (ibu kota) ke
Kartasura.
Tahun 1681: Pangeran Puger diturunkan dari tahta Plered.
Tahun 1703: Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan
Amangkurat III.
Tahun 1704: Atas pertolongan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono
I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III kemudian membentuk pemerintahan
pengasingan.
Tahun 1708: Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada
1734.
Tahun 1719: Susuhunan Paku Buwono I meninggal kemudian digantikan putra mahkota dengan
gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta Jawa Kedua (1719-
1723).
Tahun 1726: Susuhunan Amangkurat IV meninggal kemudian digantikan Putra Mahkota yang
bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
Tahun 1742: Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam
pengasingan.
Tahun 1743: Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak
dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian yang sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram
kepada VOC selama Mataran belum melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan
Paku Buwono II sebagai imbalan atas pertolongan yang diberikan VOC.
Tahun 1745: Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian
Bengawan Beton.
Tahun 1746: Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang dinamai
Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana.
Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik
Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
Tahun 1749: 11 Desember Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram
kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di
Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya.
pada 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
Tahun 1752: Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di daerah Pesisiran (daerah
pantura) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-Raden Mas Said.
Tahun 1754: Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Pada tanggal 23
September, Nota Kesepahaman Hartingh-Mangkubumi. 4 November, Paku Buwana III meratifikasi nota
kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
Tahun 1755: 13 Februari menjadi Puncak perpecahan, hal ini ditandai dengan Perjanjian Giyanti
yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Yogyakarta. Pangeran
Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar 'Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan
Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah' atau
dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Tahun 1757: Perpecahan kembali melanda Kerajaan Mataram. sehingga muncul Perjanjian
Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan Mataram yang sudah terpecah,
ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga antara Sultan Hamengku Buwono I, Sunan
Paku Buwono III, Raden Mas Said dan VOC. Raden Mas Said kemudian diangkat sebagai penguasa atas
sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta.
Tahun 1788: wafat nya Susuhunan Paku Buwono III.
Tahun 1792: wafat nya Sultan Hamengku Buwono I wafat.
Tahun 1795: wafat nya KGPAA Mangku Nagara I wafat.
Tahun 1799: dibubarkan nya VOC oleh benlanda
Tahun 1813: Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa
atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
Tahun 1830: Akhir perang Diponegoro. Semua daerah kekuasaan Surakarta
dan Yogyakarta dirampas Belanda. Pada 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap
antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh
Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara resmi
dikuasai Belanda.
Peninggalan kerajaan mataram Islam:
Pasar Kotagede
Tata kota kerajaan Jawa biasanya menempatkan kraton, alun-alun dan pasar dalam poros
selatan - utara. Kitab Nagarakertagama yang ditulis pada masa Kerajaan Majapahit (abad ke-14)
menyebutkan bahwa pola ini sudah digunakan pada masa itu. Pasar tradisional yang sudah ada
sejak jaman Panembahan Senopati masih aktif hingga kini. Setiap pagi legi dalam kalender
Jawa, penjual, pembeli, dan barang dagangan tumpah ruah di pasar ini.
Penamaan
Pada umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa
Timur saja, padahal berdasarkan prasasti-prasasti yang telah ditemukan, nama Medang sudah
dikenal sejak periode sebelumnya, yaitu periode Jawa Tengah. Sementara itu, nama yang lazim
dipakai untuk menyebut Kerajaan Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram,
yaitu merujuk kepada salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya
dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa
Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram
Hindu.
Pusat Kerajaan
Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk
pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram).
Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk
ladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara
keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.
Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan, bahkan
sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi istana
Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antaralain:
Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan raja Kerajaan Galuh
yang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh
oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M. Sena akhirnya melarikan diri ke
Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja
pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa
mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna,
berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa
(mertuanya yangg merupakan sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja
Sunda yang memerintah atas nama istrinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan
Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732
M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan
kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi
Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan
Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.
Dari prasasti Canggal, bisa diperoleh informasi jika Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan
berkembang sekitar abad ke-7 M dengan raja yang pertama adalah Sanjaya yang memiliki gelar
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Raja Sanjaya. Dinasti
ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Berdasarkan pendapat van Naerssen, pada zaman
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Raja Sanjaya pada tahun 770an), kekuasaan atas
Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.
Sejak saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di tanah Jawa, bahkan berhasil pula menguasai
Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang keturunan
Sanjaya bernama Rakai Pikatan menikahi Pramodawardhani yang merupakan putri mahkota
Wangsa Sailendra. Berkat pernikahan itu ia bisa menjadi raja di Medang, dan memindahkan
istana kerajaan Medang ke Mamrati. Hal tersebut dianggap sebagai awal Bangkitan kembali
Wangsa Sanjaya.
Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap sebagai
anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet Muljana berpendapat
bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Medang, dan bukan daftar
silsilah keturunan Sanjaya.
Contoh yang diajukan Slamet Muljana adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra
Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai
“permata wangsa Sailendra” (Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak
teori van Naerssen tentang kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.
Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai dari Rakai
Panangkaran sampai dengan Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra. Sedangkan
kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta menggantikan Rakai
Garung.
Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada zaman Majapahit, yang bermakna
“penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya dengan “Penguasa di Panangkaran”.
Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu Dyah Pancapana.
Slamet M kemudian mengidentifikasi nama Rakai Panunggalan sampai dengan Rakai Garung
dengan nama raja-raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui, misalnya Dharanindra atau
Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan bagian dari daftar para raja versi
Prasasti Mantyasih.
Sementara itu pada dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun
istana baru di Tamwlang tahun 929an. Dalam prasastinya, Mpu Sindok menyebutkan bahwa
kerajaannya merupakan kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan
meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali. Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi
Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya Sanjaya yang bergelar Sang Ratu. Jabatan
tertinggi sesudah raja ialah Rakryan Mahamantri i Hino atau kadang ditulis Rakryan Mapatih
Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik takhta
selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih Hino pada masa pemerintahan Dyah
Wawa.
Jabatan Rakryan Mapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan Mapatih pada zaman
Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana menteri namun tidak berhak untuk
naik takhta. Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara berturut-turut adalah Mahamantri i Halu
dan Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya
sekadar gelar kehormatan saja. Pada zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi
dengan jabatan Mahamantri Wka dan Mahamantri Bawang.
Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakryan Kanuruhan sebagai pelaksana perintah
raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara dengan Rakryan
Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman Majapahit memang
masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada zaman sekarang.
Perkembangan Pemerintahan
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja bernama
Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna
telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari
Sanna.
Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama
Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu). Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal
dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam
hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa.
Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717 - 780 M. Ia melanjutkan
kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas
bawahan Sanna yang melepaskan diri. Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan
bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas
Gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya
dalam menaklukkan raja-raja lain.
Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengetahuan luas. Para
pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan Raja
Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian
penting adalah pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang
paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di
atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu
mengakui kemaharajaan Sanna.
Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran.
Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha. Dalam Prasasti Kalasan yang
berangka tahun 778, Raja Panangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan
membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama
Buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan
bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana
Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke
arah timur.
Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan.
Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra. Agama
Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-
bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri.
Setelah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul persoalan dalam keluarga Syailendra, karena
adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan
keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).Hal ini menimbulkan perpecahan di dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat
istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah Jawa bagian utara. Kemudian keluarga
yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan.
Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunanbangunan candi di Jawa
bagian utara. Misalnya, candi-candi kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks
Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai namanama tokoh wayang seperti Candi
Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen, Mendut,
Pawon dan Borobudur. Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada
tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.
Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu akhirnya bersatu
kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu
dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M.
Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.
Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa
menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan. Kemudian terjadi perang perebutan
kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa membuat
benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan. Benteng ini sekarang kira
kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke
Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat
tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala.
Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja yang
terbesar. Ia memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura
Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidangbidang politik,
pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun
Candi Prambanan sebagai candi yang anggun dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.
Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan dendam terhadap
Rakai Pikatan yang telah menyingkirkannya. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang
menjadi permusuhan secara turun-temurun pada generasi berikutnya. Selain itu, Medang dan
Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara. Rasa
permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana
berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang
menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur)
yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
Peristiwa Mahapralaya
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita
dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas
sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh
pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016. Raja terakhir Medang adalah
Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa
kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta
tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.
Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan
putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan
sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas. Tiga tahun
kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil
membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama
Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan
kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Peninggalan sejarah
Selain mempunyai peninggalan sejarah berupa prasasti yang tersebar di Jawa Tengah maupun
Jawa Timur, Kerajaan Medang (Mataran Kuno) juga membangun banyak candi, baik itu yang
bercorak Hindu atau Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun
1990 di Wonoboyo, Klaten, menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan
Medang.
Candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi
Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi
Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan Candi Borobudur.
Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam
huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta.
Prasasti Klurak ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf
Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja Indra yang
bergelar Sri Sanggramadananjaya
Prasasti Canggal, prasasti ini di temukan di halaman Candi Guning Wukir di wilayah desa
Canggal mempunyai angka tahun 732 Masehi. ditulis dengan huruf pallawa dan berbahasa Sansekerta.
Prasati ini berisi tentang cerita pendirian Lingga (atau lambang Syiwa) di wilayah desa Kunjarakunja oleh
Raja Sanjaya selain itu prasasti ini juga menceritakan bahwa terdapat seorang raja yang memimpin pulau
jawa sebelum dirinya yang bernama Sanna yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.
Prasasti Mantyasih ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa tengah, berangka tahun 907 M yang
menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang
mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai
Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung.
Untuk itu prasasti Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung.
Sejarah Kerajaan Majapahit
Sejarah Kerajaan Majapahit - Majapahit merupakan sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa
Timur, berdiri antara tahun 1293 hingga 1500 Masehi. Kerajaan Majapahit mencapai puncak
kejayaannya pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk, yang berkuasa pada tahun 1350-1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut
Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya,
Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Berdirinya Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut
dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke
Madura. Atas bantuan Arya Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan
diberi sebidang tanah di Tarik (Mojokerto).
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha,
yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada
Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai
Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.
Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu
menyerang Jayakatwang. Namun, setelah Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik
menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. pasukan mongol secara kalang-kabut
kalah dan mundur karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan
terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus
menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit merupakan hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa
Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,
termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya
Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut
disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang
melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai
posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti),
Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun
1309.
Putra dan penerus Wijaya merupakan Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara,
seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada
tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni
seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan
menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk
menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai
Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang
menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih
besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Kejayaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah
Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki
hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan
mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi
dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk
berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya.
Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan
raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri
untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai
peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara
keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski
dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan
akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan
secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam
melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat
menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali
dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah tersebut disinggung dalam Pararaton tetapi tidak
disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta
sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat
mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, yang mencakup Semenanjung
Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda
mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit
hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan
otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun penguasa Majapahit
memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan
tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan
mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan
penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
Jatuhnya Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk merupakan putri mahkota
Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam
Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-
1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali
antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah
menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di
pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita,
yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia merupakan putri kedua Wikramawardhana
dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan
pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja
akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia
kemudian meninggal pada 1466 dan diganti oleh Singhawikramawardhana. kemudian tahun
1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan ia
mengangkat dirinya sendiri sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir
abad ke-14, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan,
sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam muncul, yaitu Kesultanan Malaka.
Di bagian kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat
Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan
daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri
dari kekuasaan Majapahit.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400
saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu
pemerintahan) hingga tahun 1518. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau
candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun
berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478
Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11
Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang saat itu merupakan adipati Demak
sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan
Ngudung, tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen
adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden
Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah
mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu
perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah
keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara
melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak
termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta
bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang
mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta,
dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar
untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung
Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah
pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan
Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena
ia merupakan putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa
telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Demak memastikan
posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah
Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa
hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di
Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat
Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini
masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
Perkembangan politik
Pemerintahan Kertarajasa
Mengawini empat putri Kertanegara dengan tujuan mencegah terjadinya perebutan kekuasaan
antaranggota keluarga raja. Putri sulung Kertanegara, Dyah Sri Tribhuaneswari, dijadikan permaisuri dan
putra dari pernikahan tersebut Jayanegara, dijadikan putra mahkota. Putri bungsu Kertanegara, Dyah Dewi
Gayatri dijadikan Rajapatni. Dari putri ini, Kertarajasa memiliki dua putri, Tribhuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani diangkat menjadi Bhre Kahuripan dan Rajadewi Maharajasa diangkat menjadi Bhre
Daha. Adapun kedua putri Kertanegara lainnya yang dinikahi Kertarajasa adalah Dyah Dewi
Narendraduhita dan Dyah Dewi Prajnaparamita. Dari kedua putri ini, Kertarajasa tidak mempunyai putra.
Memberikan kedudukan dan hadiah yang pantas kepada para pendukungnya, misalnya, Lurah
Kudadu memperoleh tanah di Surabaya dan Arya Wiraraja diberi kekuasaan atas daerah Lumajang sampai
Blambangan. Kepemimpinan Kertarajasa yang cukup bijaksana menyebabkan kerajaan menjadi aman dan
tenteram. Ia wafat pada tahun 1309 dan dimakamkan di Sumping (Blitar) sebagai Syiwa dan di Antahpura
(dalam kota Majapahit) sebagai Buddha. Arca perwujudannya adalah Harikaya, yaitu Wisnu dan Syiwa
digambarkan dalam satu arca. Penggantinya adalah Jayanegara.
Pemerintahan Jayanegara
Masa pemerintahan Jayanegara dipenuhi pemberontakan akibat kepemim- pinannya kurang
berwibawa dan kurang bijaksana. Pemberontakan-pemberontakan itu sebagai berikut.
Pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1231. Pemberontakan ini dapat dipadamkan pada tahun
1309.
Pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311.
Pemberontakan Juru Demung (1313) disusul Pemberontakan Gajah Biru.
Pemberontakan Nambi pada tahun 1319. Nambi adalah Rakryan Patih Majapahit sendiri.
Pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Pemberontakan ini adalah yang paling besar dan
berbahaya. Kuti berhasil menduduki ibu kota kerajaan sehingga Jayanegara terpaksa melarikan diri ke
daerah Bedander. Jayanegara kemudian dilindungi oleh pasukan Bhayangkari pimpinan Gajah Mada.
Berkat kepemimpinan Gajah Mada, Pemberontakan Kuti dapat dipadamkan.
Pemerintahan Tribhuwanatunggadewi
Oleh karena Jayanegara tidak berputra, sementara Gayatri sebagai Rajapatni telah menjadi
biksuni, takhta Kerajaan Majapahit kemudian diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhana (1328 – 1350) yang menjalankan pemerintahan dibantu oleh suaminya
(Kertawardhana). Masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi diwarnai permasalahan dalam
negeri, yakni meletusnya Pemberontakan Sadeng. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh
Gajah Mada yang pada saat itu baru saja diangkat menjadi Patih Daha.
Tribhuwanatunggadewi terpaksa turun takhta pada tahun 1350 sebab Rajapatni Dyah Dewi
Gayatri wafat. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk yang lahir pada
tahun 1334. Hayam Wuruk naik takhta pada usia 16 tahun dengan gelar Rajasanegara. Dalam
menjalankan pemerintahan, ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa pada zaman Hayam Wuruk, Kerajaan
Majapahit mengalami masa kejayaan dan memiliki wilayah yang sangat luas. Luas kekuasaan
Majapahit pada saat itu hampir sama dengan luas negara Republik Indonesia sekarang. Namun,
sepeninggal Gajah Mada yang wafat pada tahun 1364, Hayam Wuruk tidak berhasil
mendapatkan penggantinya yang setara. Kerajaan Majapahit pun mulai mengalami kemunduran.
Kondisi Majapahit berada di ambang kehancuran ketika Hayam Wuruk juga wafat pada tahun
1389. Sepeninggalnya, Majapahit sering dilanda perang saudara dan satu per satu daerah
kekuasaan Majapahit pun melepaskan diri. Seiring dengan itu, muncul kerajaan-kerajaan Islam
di pesisir. Pada tahun 1526, Kerajaan Majapahit runtuh setelah diserbu oleh pasukan Islam dari
Demak di bawah pimpinan Raden Patah.
Kebudayaan
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam
kalender tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan
dari semua wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak.
Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu
kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai
oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati otonomi luas. Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar
dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama
Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja
dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak
menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi
istana muslim saat itu.
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam
lingkungan dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan
dalam lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap
itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang
memandangnya".
"..Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar
biasa mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis
emas dan perak, bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa
kali berperang melawan raja ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil
mengalahkannya."
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari
catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan
Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera,
Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia
Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia,
terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga
mencapai Sumatera, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan
darat lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang
ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini
terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia
menyebutkan istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan
perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu
gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak
lain merupakan Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa
pemerintahan Jayanegara.
Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad
ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan
moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping
uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno
seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal
dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya
ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang
Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran
ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak
78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).
Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier,
mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging.
Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun
proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin
meningkat pada era Majapahit. Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas
ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas
impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata
uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan
Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun
1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan
permata.
Raja dibantu oleh dewan pertimbangan kerajaan atau Bhatara Saptaprabu. Tugas lembaga ini
adalah memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada raja. Anggota dewan
ini merupakan para sanak saudara raja. Untuk masalah-masalah keagamaan, raja dibantu oleh
dewan yang disebut Dharmadyaksa. Dharmadyaksa ri Kasainan bertugas menangani urusan
agama Syiwa dan Dharmadyaksa ri Kasogatan bertugas menangani urusan agama Buddha.
Para pejabat keagamaan ini dibantu oleh tujuh Dharma Upapati, yaitu Sang Panget i Tirwan, i
Kandamulri, i Mangkuri, i Paratan, i Jambi, i Kandangan Rase, dan i Kandangan Atuha. Selain
sebagai pejabat keagamaan, mereka juga merupakan kelompok cendekiawan.
Sapta Prabu, merupakan sebuah dewan kerajaan. Anggota dewan ini adalah keluarga raja yang
bertugas mengurusi soal keluarga raja, penggantian mahkota, dan urusan-urusan negara yang berhubungan
dengan kebijaksanaan negara.
Dewan Menteri Besar, menerima perintah raja. Anggotanya berjumlah lima orang dan dipimpin
oleh Mahapatih Gajah Mada. Dewan ini bertugas mengepalai urusan tata negara merangkap urusan
angkatan perang dan kebijaksanaan.
Dewan Menteri Kecil, melanjutkan perintah raja. Beranggotakan tiga orang dan bertugas sebagai
pelaksana kebijaksanaan raja.
Raja Majapahit juga dibantu oleh tiga mahamenteri, yakni i Hino, i Halu, dan i Sirikan. Biasanya
yang diangkat untuk menduduki jabatan ini adalah putra raja. Mahamenteri i Hino memiliki
kedudukan paling tinggi karena di samping memiliki hubungan erat dengan raja, ia juga dapat
mengeluarkan prasasti-prasasti. Para mahamenteri ini dibantu oleh para Rakryan Mantri atau
sekelompok pejabat tinggi kerajaan yang merupakan badan pelaksana pemerintahan. Badan ini
terdiri atas lima orang, yaitu Patih Amangkubumi, Rakyan Tumenggung, Rakryan Demung,
Rakryan Rangga, dan Rakryan Kanuruhan. Kelima pejabat ini disebut Sang Panca ri Wilwatikta
atau Mantri Amancanegara.
Aparat birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para
putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan
kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat
pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang
disebut Bhattara Saptaprabhu.
Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas
beberapa kawasan tertentu di bagian timur maupun bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah
oleh uparaja yang biasah disebut Paduka Bhattara yang memiliki gelar Bhre atau "Bhatara i".
Gelar ini merupakan gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk
kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak,
dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka
pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada,
beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama
selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini
adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan
pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya
yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya
memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah
dengan keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan
pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan
mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar. Wilayah
Mancanegara termasuk di dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga
Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara, ialah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam
koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas
dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya
atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan
Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan
kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung
Malaya.
Ketiga kategori itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi
Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar
negeri:
Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu
menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan
sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa
asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si
Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa,
Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam
kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa
ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau
inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik
bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk
dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya
memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup
luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap
menjalankan sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan
pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-
kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga Majapahit
yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.
Raja-raja Majapahit
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh
Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar
penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan
Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
Raden Wijaya (Gelar: Kertarajasa Jayawardhana) 1293 - 1309
Kalagamet (Sri Jayanagara) 1309 - 1328
Sri Gitarja (Tribhuwana Wijayatunggadewi) 1328 - 1350
Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) 1350 - 1389
Wikramawardhana 1389 - 1429
Suhita (Dyah Ayu Kencana Wungu) 1429 - 1447
Kertawijaya (Brawijaya I) 1447 - 1451
Rajasawardhana (Brawijaya II) 1451 - 1453
Purwawisesa atau Girishawardhana (Brawijaya III) 1456 - 1466
Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa (Brawijaya IV) 1466 - 1468
Bhre Kertabumi (Brawijaya V) 1468 - 1478
Girindrawardhana (Brawijaya VI) 1478 - 1498 Patih Udara 1498 - 1518
Catatan sejarah
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal selama 6
bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7,
yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang.
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya
yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang
mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès
mempublikasikan penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan
beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang sebuah
perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di Desa
Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sayang,
kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat
jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu yang
terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini dibuat
dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal
dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah
artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan
alat kayu.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar Nusantara selain
Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh
kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara
sebelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih
atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali, kerajaan Sriwijaya
disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya
Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan.
Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei
yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat
Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi
Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman
Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang
menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal,
parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan
manusia.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan
sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi
sekarang), Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan
prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina,
singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata
bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab
Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah
negara ini telah maju dalam bidang agama Buddha. Pelayarannya maju karena kapal-kapal India
singgah di sana dan ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya
dipengaruhi Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga
menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat Melayu pada
tahun 682 – 685.
Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan
Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan
bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu
adalah Sriwijaya.
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa
Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg.
Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina
daripada India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena
banyak menghasilkan emas.
Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya
pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat oleh
Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan
Kataka.
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah
membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai
para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Hal ini
merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu, Balaputradewa, mendirikan vihara
di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai
raja terakhir dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk
mengakui hak-haknya atas dinasti Syailendra.
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti berhuruf
Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno:
Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang.
Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka. Prasasti ini menjadi
bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat
dari bunyi: "Menghukum bumi Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."
Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa
secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya
yang besar. Prasasti ini juga memuat penaklukan Jambi.
Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa negara Sriwijaya
berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja: Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja
(putra mahkota kedua), dan Rajakumara (tidak berhak menjadi raja).
Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra. Prasasti ini
memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra (Melayu) oleh Sriwijaya
Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi penaklukan
Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama,
pendiri Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di
Minangatwan. Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi. Ketiga, Sriwijaya semula
tidak berada di sekitar Pelembang, melainkan di Minangatwan, yaitu daerah pertemuan
antara Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Setelah berhasil menaklukkan
Palembang, barulah pusat kerajaan dipindah dari Minangatwan ke Palembang.
Agama
Sebagai pusat pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan
sarjana dari negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang
melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas Nalanda,
India, pada tahun 671 dan 695, I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi
sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. Selain berita
diatas, terdapat berita yang dibawakan oleh I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1000
orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di
Sriwijaya.
Terdapat lebih dari 1000 pandita Buddhis di Sriwijaya yang belajar serta mempraktikkan Dharma
dengan baik. Mereka menganalisa dan mempelajari semua topik ajaran sebagaimana yang ada di
India; vinaya dan ritual-ritual mereka tidaklah berbeda sama sekali [dengan yang ada di India].
Apabila seseorang pandita Tiongkok akan pergi ke Universitas Nalanda di India untuk mendengar
dan mempelajari naskah-naskah Dharma auutentik, ia sebaiknya tinggal di Sriwijaya dalam kurun
waktu 1 atau 2 tahun untuk mempraktikkan vinaya dan bahasa sansekerta dengan tepat.
Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah digunakan di
pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana dan Mahayana juga
turut berkembang di Sriwijaya. Menjelang akhir abad ke-10, Atiśa, seorang sarjana
Buddha asal Benggala yang berperan dalam mengembangkan Buddha Vajrayana di
Tibet menyebutkan ditulis pada masa pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa
penguasa Sriwijaya nagara di Malayagiri di Suvarnadvipa.
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi budaya India. Peranannya dalam agama Budha
dibuktikannya dengan membangun tempat pemujaan agama Budha di Ligor, Thailand.
Raja-raja Sriwijaya menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan
dari kurun abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung turut serta
mengembangkan bahasa Melayu beserta kebudayaannya di Nusantara.
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat
perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama
muslim dari Timur Tengah, sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan bagian
dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di
Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya.
"... banyak raja dan pemimpin yang berada di pulau-pulau pada Lautan Selatan percaya
dan mengagumi Buddha, dihati mereka telah tertanam perbuatan baik. Di dalam benteng
kota Sriwijaya dipenuhi lebih dari 1000 biksu Budha, yang belajar dengan tekun dan
mengamalkannya dengan baik.... Jika seorang biarawan Cina ingin pergi ke India untuk
belajar Sabda, lebih baik ia tinggal dulu di sini selama satu atau dua tahun untuk
mendalami ilmunya sebelum dilanjutkan di India".
Gambaran Sriwijaya menurut I Tsing.
Budaya
Berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan
kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana digambarkan
bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti
Talang Tuo menggambarkan ritual Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah
yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Prasasti
Telaga Batu menggambarkan kerumitan dan tingkatan jabatan pejabat kerajaan,
sementara Prasasti Kota Kapur menyebutkan keperkasaan balatentara Sriwijaya atas
Jawa. Semua prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, leluhur bahasa Melayu
dan bahasa Indonesia modern. Sejak abad ke-7, bahasa Melayu kuno telah digunakan di
Nusantara. Ditandai dengan ditemukannya berbagai prasasti Sriwijaya dan beberapa
prasasti berbahasa Melayu Kuno di tempat lain, seperti yang ditemukan di pulau Jawa.
Hubungan dagang yang dilakukan berbagai suku bangsa Nusantara menjadi wahana
penyebaran bahasa Melayu, karena bahasa ini menjadi alat komunikasi bagi kaum
pedagang. Sejak saat itu, bahasa Melayu menjadi lingua franca dan digunakan secara
meluas oleh banyak penutur di Kepulauan Nusantara.
Meskipun disebut memiliki kekuatan ekonomi dan keperkasaan militer, Sriwijaya hanya
meninggalkan sedikit tinggalan purbakala di jantung negerinya di Sumatera. Sangat
berbeda dengan episode Sriwijaya di Jawa Tengah saat kepemimpinan wangsa
Syailendra yang banyak membangun monumen besar; seperti Candi Kalasan, Candi
Sewu, dan Borobudur. Candi-candi Budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera
antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal. Akan tetapi tidak
seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi di Sumatera
terbuat dari bata merah.
Beberapa arca bersifat Budhisme, seperti berbagai arca Budha yang ditemukan di Bukit
Seguntang, Palembang, dan arca-arca Bodhisatwa Awalokiteswara dari Jambi, Bidor,
Perak dan Chaiya, dan arca Maitreya dari Komering, Sumatera Selatan. Semua arca-
arca ini menampilkan keanggunan dan langgam yang sama yang disebut "Seni
Sriwijaya" atau "Langgam/Gaya Sriwijaya" yang memperlihatkan kemiripan — mungkin
diilhami — oleh langgam Amarawati India dan langgam Syailendra Jawa (sekitar abad
ke-8 sampai ke-9).
Perdagangan
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan
Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab
mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu,
cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya
raja-raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli
kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai
entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu,
persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan
Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi
urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan
selalu mengawasi dan sering kali memerangi pelabuhan pesaing di negara jirannya.
Keperluan untuk menjaga monopoli perdagangan inilah yang mendorong Sriwijaya
menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan
sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya. Bandar Malayu di Jambi,
Kota Kapur di pulau Bangka, Tarumanagara dan pelabuhan Sunda di Jawa Barat,
Kalingga di Jawa Tengah, dan bandar Kedah dan Chaiya di semenanjung Melaya adalah
beberapa bandar pelabuhan yang ditaklukan dan diserap kedalam lingkup pengaruh
Sriwijaya. Disebutkan dalam catatan sejarah Champa adanya serangkaian serbuan
angkatan laut yang berasal dari Jawa terhadap beberapa pelabuhan di Champa dan
Kamboja. Mungkin angkatan laut penyerbu yang dimaksud adalah armada Sriwijaya,
karena saat itu wangsa Sailendra di Jawa adalah bagian dari mandala Sriwijaya. Hal ini
merupakan upaya Sriwijaya untuk menjamin monopoli perdagangan laut di Asia
Tenggara dengan menggempur bandar pelabuhan pesaingnya. Sriwijaya juga pernah
berjaya dalam hal perdagangan sedari tahun 670 hingga 1025 M.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal
Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan
Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan
dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu
bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia
berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar bercadik
yang diabadikan dalam relief Borobudur bisa jadi merupakan jenis kapal yang digunakan
armada Sailendra dan Sriwijaya dalam melakukan pelayaran antar pulaunya.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin
perdagangan dengan kawasan Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman
yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun
718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam),
dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-
pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa
ts'engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti
Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan
kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya
mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada masa inilah diperkirakan rakyat
Sriwijaya mulai mengenal buah semangka (Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum. & Nakai),
yang masuk melalui perdagangan mereka.
" Dari Raja sekalian para raja yang juga adalah keturunan ribuan raja, yang isterinya pun adalah
cucu dari ribuan raja, yang kebun binatangnya dipenuhi ribuan gajah, yang wilayah
kekuasaannya terdiri dari dua sungai yang mengairi tanaman lidah buaya, rempah wangi, pala,
dan jeruk nipis, yang aroma harumnya menyebar hingga 12 mil. Kepada Raja Arab yang tidak
menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah. Aku telah mengirimkan kepadamu bingkisan yang tak
seberapa sebagai tanda persahabatan. Kuharap engkau sudi mengutus seseorang untuk
menjelaskan ajaran Islam dan segala hukum-hukumnya kepadaku."
Peristiwa ini membuktikan bahwa Sriwijaya telah menjalin hubungan diplomatik dengan dunia
Islam atau dunia Arab. Meskipun demikian surat ini bukanlah berarti bahwa raja Sriwijaya telah
memeluk agama Islam, melainkan hanya menunjukkan hasrat sang raja untuk mengenal dan
mempelajari berbagai hukum, budaya, dan adat-istiadat dari berbagai rekan perniagaan dan
peradaban yang dikenal Sriwijaya saat itu; yakni Tiongkok, India, dan Timur Tengah.
Pada masa awal, Kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan
mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan, sebagai ibu kota kerajaan
tersebut. Pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya
Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya,
Thatong (Kanchanadit), dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, pada prasasti Nalanda
berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan sebuah biara kepada
Universitas Nalanda. Relasi dengan Dinasti Chola di selatan India juga cukup baik. Dari prasasti
Leiden disebutkan raja Sriwijaya di Kataha Sri Mara-Vijayottunggawarman telah membangun
sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah
Rajendra Chola I naik tahta yang melakukan penyerangan pada abad ke-11. Kemudian
hubungan ini kembali membaik pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di
Kadaram mengirimkan utusan yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai
pada kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun pada masa ini Sriwijaya
dianggap telah menjadi bagian dari dinasti Chola. Kronik Tiongkok menyebutkan bahwa
Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts'i, membantu perbaikan candi dekat
Kanton pada tahun 1079. Pada masa dinasti Song candi ini disebut dengan nama Tien Ching
Kuan, dan pada masa dinasti Yuan disebut dengan nama Yuan Miau Kwan
Masa kejayaan
Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim. Mengandalkan hegemoni pada kekuatan
armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan
membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam mengawasi,
melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai, serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan
kekuasaanya. Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah
melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera,
Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat
Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah
dan perdagangan lokal yang mengenakan bea dan cukai atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya
mengumpulkan kekayaannya dari jasa pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani
pasar Tiongkok, dan India.
Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada
tahun 955 M, Al Masudi, seorang musafir (pengelana) sekaligus sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan
besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Disebutkan kapal yang tercepat
dalam waktu dua tahun pun tidak cukup untuk mengelilingi seluruh pulau wilayahnya. Hasil bumi
Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan
beberapa hasil bumi lainya.
Catatan lain menuliskan bahwa Sriwijaya maju dalam bidang agraris. Ini disimpulkan dari
seorang ahli dari Bangsa Persia yang bernama Abu Zaid Hasan yang mendapat keterangan dari
Sujaimana, seorang pedagang Arab. Abu Zaid menulis bahwasanya Kerajaan Zabaj (Sriwijaya -
sebutan Sriwijaya oleh bangsa Arab pada masa itu-) memiliki tanah yang subur dan kekuasaaan
yang luas hingga ke seberang lautan. Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia
Tenggara sepanjang abad ke-10, akan tetapi pada akhir abad ini Kerajaan Medang di Jawa
Timur tumbuh menjadi kekuatan bahari baru dan mulai menantang dominasi Sriwijaya. Berita
Tiongkok dari Dinasti Song menyebut Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dengan nama San-fo-tsi,
sedangkan Kerajaan Medang di Jawa dengan nama Cho-po. Dikisahkan bahwa, San-fo-tsi dan
Cho-po terlibat persaingan untuk menguasai Asia Tenggara. Kedua negeri itu saling mengirim
duta besar ke Tiongkok. Utusan San-fo-tsi yang berangkat tahun 988 tertahan di pelabuhan
Kanton ketika hendak pulang, karena negerinya diserang oleh balatentara Jawa. Serangan dari
Jawa ini diduga berlangsung sekitar tahun 990-an, yaitu antara tahun 988 dan 992 pada masa
pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa.
Pada musim semi tahun 992 duta Sriwijaya tersebut mencoba pulang namun kembali tertahan di
Champa karena negerinya belum aman. Ia meminta kaisar Song agar Tiongkok memberi
perlindungan kepada San-fo-tsi. Utusan Jawa juga tiba di Tiongkok tahun 992. Ia dikirim oleh
rajanya yang naik takhta tahun 991. Raja baru Jawa tersebut adalah Dharmawangsa Teguh.
Kerajaan Medang berhasil merebut Palembang pada tahun 992 untuk sementara waktu, namun
kemudian pasukan Medang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sriwijaya. Prasasti Hujung
Langit tahun 997 kembali menyebutkan adanya serangan Jawa terhadap Sumatera. Rangkaian
serangan dari Jawa ini pada akhirnya gagal karena Jawa tidak berhasil membangun pijakan di
Sumatera. Menguasai ibu kota di Palembang tidak cukup karena pada hakikatnya kekuasaan
dan kekuatan mandala Sriwijaya tersebar di beberapa bandar pelabuhan di kawasan Selat
Malaka. Maharaja Sriwijaya, Sri Cudamani Warmadewa, berhasil lolos keluar dari ibu kota dan
berkeliling menghimpun kekuatan dan bala bantuan dari sekutu dan raja-raja bawahannya untuk
memukul mundur tentara Jawa.
Serangan dari Medang ini membuka mata Sriwijaya betapa berbahayanya ancaman Jawa, maka
Maharaja Sriwijaya pun menyusun siasat balasan dan berusaha menghancurkan Kerajaan
Medang. Sriwijaya disebut berperan dalam menghancurkan Kerajaan Medang di Jawa. Dalam
prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya, yaitu peristiwa hancurnya istana
Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari Lwaram yang merupakan raja bawahan
Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang
terakhir Dharmawangsa Teguh.
Masa Kemunduran
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, yang merupakan raja dari dinasti Chola di India
selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti
Tanjore bertarikh 1030, Kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah yang sebelumnya
menjadi koloni Sriwijaya, dan berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu
Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya, seluruh kekuasaan
Sriwijaya berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola tetap
memberikan peluang kepada raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa dengan syarat tetap
tunduk kepadanya.
Pengaruh invasi Rajendra Chola I, terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya
melemah. Beberapa daerah taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya dan
Pagaruyung sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan
Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat. Pada
tahun 1079 dan 1088, catatan Cina menunjukkan bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar pada
Cina. Khususnya pada tahun 1079, masing-masing duta besar tersebut mengunjungi Cina. Ini
menunjukkan bahwa ibu kota Sriwijaya selalu bergeser dari satu kota maupun kota lainnya
selama periode tersebut. Ekspedisi Chola mengubah jalur perdagangan dan melemahkan
Palembang, yang memungkinkan Jambi untuk mengambil kepemimpinan Sriwijaya pada abad
ke-11.
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-
Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat
dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya
memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha. Namun,
istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah
identik dengan Dharmasraya. Dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut, ternyata adalah
wilayah jajahan Kerajaan Dharmasraya. Walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi
sebagai kerajaan yang berada di kawasan Laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton
telah disebutkan Malayu.
Secara garis besar Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor
berikut:
Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak
sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari
laut dan perahu sulit merapat.
Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi
kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat
Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan
internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang.
Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah
kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur
sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat.
Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa
terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani
kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017
kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan
dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap
Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu.
Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan
Nusantara (1377).
Struktur pemerintahan
Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial. Pembentukan satu
negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa
prasasti yang mengandung informasi penting tentang kadātuan, vanua, samaryyāda, mandala
dan bhūmi.
Kadātuan dapat bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat disimpan
mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh
vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari Sriwijaya yang di dalamnya terdapat
vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya. Kadātuan dan vanua ini merupakan satu
kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang
berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang
dapat bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu kawasan otonom
dari bhūmi yang berada dalam pengaruh kekuasaan kadātuan Sriwijaya.
Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan dalam lingkaran raja
terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra mahkota kedua) dan
rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan
dalam struktur pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu,
selain diceritakan kutukan raja Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan
pula bermacam-macam jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan
dan pekerjaan yang diceritakan tersebut adalah raja putra (putra raja yang keempat), bhupati
(bupati), senopati (komandan pasukan), dan dandanayaka (hakim). Kemudian terdapat juga
Tuha an watak wuruh (pengawas kelompok pekerja), Adyaksi nijawarna/wasikarana (pandai
besi/ pembuat senjata pisau), kayastha (juru tulis), sthapaka (pemahat), puwaham (nakhoda
kapal), waniyaga (peniaga), pratisra (pemimpin kelompok kerja), marsi haji (tukang cuci), dan
hulun haji (budak raja).
Menurut kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu luas dibagi menjadi dua. Seperti yang
diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua orang anak yang diberi gelar putra mahkota,
yakni yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra mahkota kedua). Maka dari itu, Ahmad
Jelani Halimi (profesor di Universiti Sains Malaysia) mengatakan bahwa untuk mencegah
perpecahan di antara anak-anaknya itulah, maka kemungkinan Kerajaan Sriwijaya dibagi
menjadi dua.
Raja yang memerintah
Dari abad ke-7 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya pernah di pimpin oleh raja-raja di
bawah ini, yaitu:
Pada abad ke-14 meskipun pengaruhnya telah memudar, wibawa dan gengsi Sriwijaya masih
digunakan sebagai sumber legitimasi politik. Sang Nila Utama yang mengaku sebagai keturunan
bangsawan Sriwijaya dari Bintan, bersama para pengikut dan tentaranya yang terdiri dari Orang
Laut, telah mendirikan Kerajaan Singapura di Tumasik. Menurut Sejarah Melayu dan catatan
sejarah China yang ditulis Wang Ta Yuan, disebutkan bahwa Kerajaan Siam sempat menyerang
kerajaan Singapura pada kurun tahun 1330 hingga 1340. Serangan Siam ini berhasil dipukul
mundur.
Warisan terpenting Sriwijaya mungkin adalah bahasanya. yang Selama berabad-abad, kekuatan
ekononomi dan keperkasaan militernya telah berperan besar atas tersebarluasnya penggunaan
Bahasa Melayu Kuno di Nusantara, setidaknya di kawasan pesisir. Bahasa ini menjadi bahasa
kerja atau bahasa yang berfungsi sebagai penghubung yang digunakan di berbagai bandar dan
pasar di kawasan Nusantara. Tersebar luasnya Bahasa Melayu Kuno ini mungkin yang telah
membuka dan memuluskan jalan bagi Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Malaysia, dan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu Indonesia modern. Adapun Bahasa Melayu Kuno
masih tetap digunakan sampai pada abad ke-14 M.
Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber
kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia. Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi
sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang.
Keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian tradisional
Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang
menciptakan kembali tarian Sevichai yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya
Sriwijaya. Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama nama
dalam berbagai hal misal nama jalan di berbagai kota, maupun nama universitas, nama
perusahaan, dan nama di kemiliteran.
Untuk menjelaskan mengenai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia, berikut akan kami
paparkan dalam pembagian waktunya:
Portugis dan Spanyol menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat persaingan itu. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1534 keduanya menyepakati diadakanlah Perjanjian
Saragosa. Isi perjanjian itu antara lain:
Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.
Masa Pemerintahan penjajah Jepang
Setelah 3,5 abad Belanda menjajah Indonesia, kemudian Jepang menggantikan Penjajahan
Belanda di Indonesia. kala itu melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret 1942 Belanda
menyerah tanpa syarat kepada jepang. Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan
berakhir pada 17 agustus 1945. Saat melakuakn penjajahan di NKRI Jepang membentuk
beberapa organisasi. Organisasi yang dibentuk Jepang antara lain ialah Putera, Heiho (pasukan
Indonesia buatan Jepang), PETA (Pembela Tanah Air), Jawa Hokokai (pengganti Putera).
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Pembentukan BPUPKI
1 Maret 1945 Jepang meyakinkan Indonesia tentang kemerdekaan dengan membentuk
Dokuritsu Junbi Tyosakai atau BPUPKI (Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan
Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta
(sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml
anggota BPUPKI saat itu adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Baca Juga :5 Macam Peninggalan Bersejarah di Indonesia yang Wajib Kita Ketahui
Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka
mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil
Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap
rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkanorang-
orang Belanda yang melarikan diri ke Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia.
Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh
Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan
pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang
diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies
(AFNEI) ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru
diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating
melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki keinginan untuk
menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap Indonesia yang semula
menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi
permusuhan.
Pertempuran dasyat ini memakan waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum seluruh kota jatuh
di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah ini benar benar membuat inggris merasa berperang
dipasifik, medan perang Surabaya mendapat julukan “neraka” bagi mereka karena kerugian yg
disebabkan tidaklah sedikit, sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya
serta puluhan alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.
Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa Indonesia ,
semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah penghabisan demi
tegaknya kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan dengan penuh kegigihan.
Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat
membara yang membuat Inggris serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya
kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap
tahunnya sebagai hari Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di
Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh
mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.
Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada
di penjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan NICA. Mereka mempersenjatai para
bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi insiden di
Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang
pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan
memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi
antara lain:
1. Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melindungi dan
mengurus evakuasi APWI (Allied Prisoners War And Interneers atau tawanan perang dan
interniran sekutu). Jumlah pasukan sekutu dibatasi sesuai dengan keperluan itu.
2. Jalan raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu.
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di bawahnya.
Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya.
Tugas pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan
membentuk Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai
dilakukan pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki
gedung-gedung pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat
yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk
TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah
putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut
sehingga mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang
NICA. Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa
kepahlawanan ini kemudian dikenal sebagai pertempuran “Medan Area”.
Bandung Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat
politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret 1946 setelah ada
ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di kota-kota lainnya, di Bandung
juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang. Di pihak lain, tentara Serikat menghendaki agar
persenjataan yang telah dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka. Para pejuang
akhirnya meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota Bandung.
Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil tindakan
tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer
Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam
menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan
itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi
terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan
pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.
Gerakan G 30 S PKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat malam hari.
Insiden G 30 S PKI sendiri masih menjadi perdebatan kalangan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya. Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat
itu dan otoritas militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang
bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Sedangkan Menurut versi Orde Baru gerakan ini dilakukan oleh sekelompok pasukan yang
diketahui sebagai pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden yang melakukan aksi
pembunuhan dan penculikan kepada Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).
Penjajahan di Indonesia sangatlah lama terjadi sebelum bangsa Indonesia dapat sepenuhnya
merdeka, bahkan sebelumnya indonesia di jajah oleh beberapa negara, salahsatunya dijajah
oleh bangsa Portugis, bukan hanya Portugis yang menjajah namun juga bangsa eropa lain
seperti Spanyol, mari kita menengok ke belakang bagaimana kejadian penjajahan di indonesia
sehingga salah satu negara asia tenggara ini mampu mencapai kemerdekaan. Untuk
menjelaskan mengenai Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia dalam mengatasi penjajahan,
berikut akan kami paparkan dalam pembagian waktunya:
Alfonso de Albuquerque arsitek utama ekspansi portugis ke Asia, bangsa ini meruakan bangsa
Eropa pertama yang tiba di Nusantara, dan mencoba mendominasi sumber-sumber rempah-
rempah berharga dan berusaha menyebarkan Katolik Roma.
Pada awalnya bangsa Portugis mendirikan koalisi dan perjanjian damai pada tahun 1512 dengan
Kerajaan Sunda di Parahyangan, namun perjanjian koalisi tersebut gagal akibat sikap
permusuhan yang ditunjukkan oleh sejumlah pemerintahan Islam di Jawa, seperti Demak dan
Banten.
Bangsa Portugis mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Maluku, yang terdiri atas berbagai
kumpulan negara yang awalnya berperang satu sama lain. Melalui penaklukan militer dan
persekutuan dengan penguasa setempat, Portugis mendirikan pos, benteng, dan misi
perdagangan di Indonesia Timur, termasuk Pulau Ternate, Ambon, dan Solor, berikut Periode
Kejayaan dan pendudukan Portugis di Nusantara:
Pada 1511-1526, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Bangsa Portugis, yang secara
rutin menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Maluku, Jawa, Sumatera dan Banda.
Pada 1511 Portugis meaklukkan Kerajaan Malaka.
Pada 1512 Portugis menjalin Hubungan dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian
dagang. Perjanjian dagang ini kemudian diimplementasikan pada tanggal 21 Agustus 1522 dalam bentuk
dokumen kontrak. Pada hari yang sama dibangun juga sebuah prasasti yang disebut Prasasti Perjanjian
Portugal-Sunda. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan membangun benteng dan gudang di
Sunda Kelapa.
Pada 1512 juga Afonso de Albuquerque mengirim Franscisco Serrao serta Antonio Albreu untuk
memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Pada waktu itu 2 armada
Portugis, masing-masing di bawah pimpinan Franscisco Serrao serta Antonio Albreu, mendarat di
Kepulauan Penyu dan Kepulauan Banda. Setelah mereka menjalin persahabatan dengan penduduk dan
raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan Ternate di pulau Ternate, Portugis mendapat izin untuk
mendirikan benteng di Pikaoli. Namun hubungan dagang rempah-rempah ini tidak berjalan lama, sebab
Portugis menerapkan sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Pertemanan
Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570. Peperangan dengan Sultan Babullah berlangsung selama 5
tahun (1570-1575), membuat Portugis harus menyingkir dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Kemudian Perlawanan rakyat Maluku akan Portugis digunakan Belanda untuk menjejakkan kakinya di
Maluku.
Pada 1605, Belanda berhasil membuat Portugis menyerahkan pertahanannya di Tidore kepada
Cornelisz Sebastiansz dan di Ambon kepada Steven van der Hagen. Demikian pula benteng Inggris di
Kambelo, Pulau Seram, dihancurkan oleh Belanda. Sejak itu Belanda dapat menguasai sebagian besar
wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan berdirinya VOC pada 1602,
kemudian sejak itu Belanda menjadi penguasa tunggal di Maluku.
Sejatinya Bangsa Indonesia meluncurkan berbagai perlawanan kepada Portugis. Salah satu
perlawan yang terkenal ialah perlawan Fatahillah yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa
(Jakarta). kala itu Fatahillah dapat menyapu bangsa Portugis dan merebut kembali Sunda
Kelapa. Kemudian oleh Fatahillah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, berikut
beberapa perlawanan rakyat nusantara terhadap Portugis:
Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa, Kerajaan Aceh pernah menyerang bangsa Portugis
di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Pada 1511, dipimpin oleh Albuquerque armada Portugis menyerang Kerajaan Malaka. Saat itu
perlawanan rakyat terhadap kolonial Portugis di Malaka mengalami kegagalan sebab kekuatan
dan persenjataan Portugis lebih kuat dari Rakyat Malaka. Pada 1527, pasukan Demak di bawah
pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Sunda Kelapa, Banten dan Cirebon. kala itu Portugis
dapat ditumpas oleh Fatahillah dan kemudian Fatahillah merubah nama Sunda Kelapa jadi
Jayakarta yang memiliki makna kemenangan besar.
Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari
tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat
mengusir Portugis.
Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.
Pada 1905 muncul gerakan nasionalis yang pertama, yaitu Serikat Dagang Islam yang kemudian
diikuti oleh munculnya gerakan Budi Utomo. Belanda merespon gerakan tersebut dengan
memenjarakan banyak dari mereka dengan alasan kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia
yang pertama, Soekarno pernah dipenjarakan.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga dan pada
bulan Juli Belanda mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Britania dan Amerika Serikat. Negosiasi
dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat tempur
jepang gagal di Juni 1941, kemudian pada bulan Desember 1941 Jepang memulai penaklukan
Asia Tenggara.
Penjajahan Belanda terhadap Indonesia berakhir secara keseluruhan saat Pemerintah Jepang
melakukan penyerangan. Tanggal 27 Februari 1942 tentara Jepang berhasil mengalahkan
armada gabungan dari Negara Inggris, Amerika, Australia dan Belanda. Kemudian, di bawah
pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, tentara Jepang mulai menginjakkan kaki ke Pulau
Jawa. Di sana Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengancam akan menyerang Belanda apabila
tidak segera menyerah. Pada akhirnya setelah mengalami kekalahan terus menerus dari
Jepang, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer selaku Jenderal Hindia Belanda menyerah dan
ditangkap oleh jepang. Hal ini menjadi tanda berakhirnya sejarah penjajahan Belanda di
Indonesia sekaligus pertanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia.
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Pada Juli 1942, Soekarno mendapat tawaran dari Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang. Soekarno, para Kyai dan Mohammad Hatta memperoleh penghormatan dari Kaisar
Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat lah
beragam, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang
tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
penahanan sembarang, terlibat perbudakan seks, hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya.
Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran kekejaman dalam
penguasaan Jepang.
Baca Juga : Uniknya Bandara Gibraltar, miliki Jalan Raya Ditengah Landasan Pacu
Pada Maret 1945 Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan
Pasukan Jepang Jawa melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta
(sekarang Gedung Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman
Wedyodiningrat dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml
anggota BPUPKI kala itu ialah 63 orang yang mewakili hampir semua wilayah di Indonesia.
Berita kekalahan Jepang kepada Sekutu segera sampai pada kaum pergerakan kemerdekaan
Indonesia dan menjadi salah satu pemicu mereka untuk segera mem proklamasikan
kemerdekaan indonesia, untuk lebih jelas nya mengenai Peristiwa - Peristiwa Penting Menjelang
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Berikut akan kita kupas tuntas mengenai peristiwa sekitar
proklamasi kemerdekaan indonesia, Peristiwa peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan,
Peristiwa peristiwa Saat Proklamasi Kemerdekaan, peristiwa sebelum proklamasi, peristiwa
sekitar proklamasi kemerdekaan.
Pada Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang) ke-85 pada 7 September 1944 di
Tokyo, Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia)
diperkenankan untuk merdeka kelak di kemudian hari. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh
semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang oleh pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya
Kepulauan Saipan ke tangan Amerika Serikat.
Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
Pada 7 Agustus 1945, Panglima Tentara Umum Selatan Jenderal Terauchi meresmikan
pembentukan Dokuritsu Junbi Linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Pada saat ini pula, Dokuritsu Junbi Cosakai dinyatakan bubar. dan Bung Karno terpilih sebagai
ketua serta Bung Hatta sebagai wakil ketua.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, tepatnya jam 08.15 pagi kota Hiroshim telah di jatuhi Bom atom
oleh tentara sekutu. Lebih dari 70.000 orang penduduk kota Hiroshima telah menjadi korban
bom atom tersebut. kemudian Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom yang kedua kembali
dijatuhkan oleh Amerika Serikat di kota Nagasaki. Dan akibat ledakan tersebut lebih dairi 75.000
orang penduduk Jepang di Nagasaki menjadi korban.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat (Vietnam)
memberikan informasi kepada tokoh pergerakan yang diundang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan
kemerdekaan kepada Bangsa Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan pada
tanggal 24 Agustus 1945, Pelaksanaannya akan dilakukan oleh PPKI.
Dua hari berselang, saat Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat kembali ke tanah air dari Dalat (Vietnam), Sutan Syahrir mendesak agar Bung
Karno dapat secepatnya memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan
di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, sebab Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang pro dan kontra terhadap Jepang.
Soekarno belum merasa yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan seandainya
dilakukan proklamasi kemerdekaan saat itu, hal tersebut dapat menyebabkan pertumpahan
darah yang luas, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno
kemudian memberitahu Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan
karena itu merupakan hak PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sementara itu
Syahrir menganggap PPKI ialah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI
hanya merupakan "hadiah" dari Jepang
Setelah peristiwa jatuhnya Bom Atom di kota Nagasaki dan Hiroshima pada tanggal 6 dan 9
Agustus 1945 yang mengakibatkan hancurnya militer jepang, Pada 14 Agustus 1945 Jepang
menyerah secara resmi kepada Sekutu diatas kapal USS Missouri. Saat itu tentara jepang masih
menguasai Indonesia sebab Jepang berjanji akan mengembalikan Indonesia ke tangan Sekutu.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya jepang
kepada sekutu melalui radio BBC. Setelah mendengar berita Jepang bertekuk lutut kepada
sekutu, golongan muda mendesak golongan tua untuk secepatnya memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun tokoh golongan tua seperti Soekarno dan Hatta tidak ingin
terburu-buru mereka tetap menginginkan proklamasi dilaksanakan sesuai mekanisme PPKI.
Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih hal tersebut membuat mereka
khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Tetapi, golongan muda, seperti Sukarni dan Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan secepat cepatnya. Para pemuda mendesak agar Soekarno dan Hatta
memproklamasikan kemerdekaan secepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan
kekosongan kekuasaan (vakum). Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. namun
Golongan muda tidak menyetujui rapat tersebut, mengingat PPKI merupakan sebuah badan
yang dibentuk oleh Jepang. Dan mereka lebih menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa
indonesia sendiri, bukan pemberian dari Jepang. Perbedaan pendapat antara golongan muda
dan golongan tua inilah yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
a. Golongan Muda
Menanggapi sikap konservatif golongan tua, golongan muda yang diwakili oleh para anggota
PETA dan mahasiswa merasa kecewa. Mereka tidak setuju terhadap sikap golongan tua dan
menganggap bahwa PPKI merupakan bentukan Jepang. Sehingga mereka menolak seandainya
proklamasi dilaksanakan melalui mekanisme PPKI. Sebaliknya, mereka menghendaki
terlaksananya proklamasi kemerdekaan dengan kekuatan sendiri, tanpa pengaruh dari Jepang.
Sutan Syahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sikap golongan muda secara resmi diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di
Pegangsaan Timur Jakarta pada 15 Agustus 1945. Hadir dalam rapat ini Djohar Nur, Chairul
Saleh, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat yang diketuai
Chairul Saleh ini menyepakati bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah
rakyat Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat kemudian disampaikan oleh Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di
Pegangsaan Timur No.56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan segera
dikumandangkan pada 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal tersebut, golongan
pemuda menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah. Namun, Soekarno tetap bersikap
keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus dilaksanakan melalui PPKI. Oleh sebab itu,
PPKI harus segera menyelenggarakan rapat. Pro kontra yang mencapai titik puncak inilah yang
telah mengantarkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
b. Golongan Tua
Mereka yang dicap sebagai golongan tua adalah para anggota PPKI yang diwakili oleh Soekarno
dan Hatta. Mereka adalah kelompok konservatif yang menghendaki pelaksanaan proklamasi
harus melalui PPKI sesuai dengan prosedur maklumat Jepang pada 24 Agustus 1945. Alasan
mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militernya di Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara Belanda ke
Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu pelaksanaan proklamasi
itu sendiri.
Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri dari
Wikana, Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Wikana
pun penyampaikan tuntutan agar Bung Karno segera mengumumkan Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pad esok hari, yakni pada tanggal 16 Agustus 1945. Bung Karno pun menolak
tuntutan itu, dan lebih menginginkan betemu dan bermusyawarah terlebih dahulu dengan
anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) lainnya. karena bung karno
menginginkan kemerdekaan Indonesia harus di capai tanap pertumpahan darah.
Mendengar penolakan Bung Karno itu, maka Wikana pun mengancam bahwa pada esok hari
akan terjadi pertumpahan darah yang dahsyat dan pembunuhan secara besar-besaran. Hal
tersebut pun membuat suasana menjadi tegang antara Bung Karno dan Pemuda, yang di
saksikan langsung oleh Bung Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Dr. Buntara, dan Mr. Iwa
Kusumasumantri.
Di tengah suasana pro dan kontra, golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan
Hatta ke Rengasdengklok . Pilihan ini diambil berdasarkan kesepakatan rapat terakhir golongan
pemuda pada 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, Cikini, Jakarta. Maksudan dan tujuan para
pemuda membawa kedua pemimpin tersebut adalah agar Bung Karno dan Bung Hatta segera
mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan secepatnya serta
menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari pengaruh Jepang.
Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad Subardjo dan
golongan muda yang diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan ditemui kata sepakat agar
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan diumumkan pada 17 Agustus 1945.
Golongan muda kemudian mengutus Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Subardjo ke
Rengasdengklok dalam rangka menjemput kembali Bung Karno dan Bung Hatta.
Hal tersebut berjalan mulus lantaran Ahmad Subardjo memberi jaminan pada golongan muda
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya
pukul 12.00. Dengan jaminan itu, Cudanco Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok)
mau melepaskan Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta dalam rangka mempersiapkan
kelengkapan untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Dan sekitar pukul 23.00 rombongan tiba di rumah kediaman Bung Karno di jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta, untuk menurunkan Ibu Fasmawati (istri Bung Karno), yang kala itu ikut di
bawa ke Rengasdengklok. Dan pada malam itu juga, sekitar pukul 02.00 pagi, Bung Karno
memimpin rapat PPKI di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta.
Rapat itu terutama membahas tentang Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Di kediaman Maeda itulah rumusan teks proklamasi disusun. Hadir dalam pertemuan itu Sukarni,
Mbah Diro, dan B.M.Diah dari golongan muda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi.
Semula golongan muda menyodorkan teks proklamasi yang keras nadanya dan karena itu rapat
tidak menyetujui.
Setelah teks proklamasi selesai disusun, muncul permasalahan tentang siapa yang harus
menandatangani teks tersebut. Kemudian Bung Hatta berpendapat agar teks proklamasi itu
ditandatangani oleh semua yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun, dari golongan
muda Sukarni mengajukan usul bahwa teks proklamasi tidak perlu ditandatangani oleh semua
yang hadir, akan tetapi cukup oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia
dan Soekarno yang nantinya membacakan teks proklamasi tersebut.
Usul tersebut didasari bahwa Soekarno dan Hatta merupakan dwitunggal yang pengaruhnya
cukup besar di mata rakyat Indonesia. Usul Sukarni kemudian diterima dan Soekarno meminta
kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi tersebut, disertai dengan perubahan-
perubahan yang sebelumnya telah disepakati bersama. Perumusan teks proklamasi sampai
dengan penandatanganannya sendiri baru ter selesaikan pada 04.00 WIB (pagi hari), pada
tanggal 17 Agustus 1945
Dalam naskah yang diketik oleh Sayuti Melik Terdapat tiga perubahan pada naskah tersebut dari
yang semula berupa tulisan tangan Soekarno, Perubahan-perubahan itu adalah sebagai berikut.
Proklamasi
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam
tempo jang sesingkat-singkatnja.
Soekarno - Hatta
Banyak tokoh pergerakan nasional beserta rakyat berkumpul di tempat itu. Mereka ingin
menyaksikan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sesuai kesepakatan yang
diambil di rumah Laksamana Maeda, para tokoh Indonesia menjelang pukul 10.30 waktu Jawa
(zaman Jepang) atau 10.00 WIB telah hadir di rumah Ir. Soekarno. Mereka hadir untuk menjadi
saksi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Acara yang disusun dalam upacara di kediaman 1r. Soekarno (jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta) tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
2. Pengibaran bendera Merah Putih.
3. Sambutan Wali Kota Suwiryo dan dr. Muwardi.
Suasana menjadi sangat hening ketika Bung Karno dan Bung Hatta dipersilakan maju beberapa
langkah dari tempatnya semula. Dengan suaranya yang mantap, Bung Karno dan
didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah
sebelumnya mengucapkan pidato singkat.
Baca Juga : Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum dan Sesudah Merdeka)
Kemudian Sang Merah Putih mulai dinaikkan dan hadirin yang datang bersama-sama
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dinaikkan perlahan-lahan menyesuaikan syair lagu
Indonesia Raya.
Seusai pengibaran bendera Merah Putih acara dilanjutkan sambutan dari Wali Kota Suwiryo dan
dr. Muwardi. Pelaksanaan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dihadiri oleh tokoh tokoh
Indonesia lainnya, seperti Sukarni, Mr. Latuharhary, Ibu Fatmawati, Ny. S.K. Trimurti, Mr. A.G.
Pringgodigdo, Mr. Sujono dan dr. Samsi,.
14 Pertempuran Dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia
Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bukan berarti kondisi
bangsa Indonesia dalam keadaan damai dan tanpa gangguan. Justru mulai muncul perlawanan-
perlawanan terhadap pihak lain yang mencoba mengambil alih kekuasaan dan kemerdekaan
bangsa indonesia pada saat itu.
Untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah didapat rakyat indonesia harus menghadapi
pertempuran dengan pihak asing, berbagai peristiwa pertempuran antara rakyat indonesia
melawan pasukan Belanda dan Sekutu pun terjadi di berbagai daerah, antara lain Serangan
Umum 1 Maret 1949, Agresi Militer Belanda I dan II, Pertempuran lima hari di Palembang,
Pertempuran Margarana, Bandung lautan api, Peristiwa Merah Putih di Minahasa (Manado),
Pertempuran di Jakarta, Pertempuran di Ambarawa, Pertempuran Medan Area, Pertempuran di
Surabaya, Pertempuran lima hari di Semarang, Insiden bendera di Surabaya dan Pertempuran
Rakyat Makassar.
Berikut Pemaparan lebih lengkap mengenai 14 pertempuran yang harus dihadapi rakyat
indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia:
Baca Juga : Gratis, Materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS Lengkap
Insiden ini bermula Pada Tanggal 18 September 1945 ketika Sekutu dan Belanda dari AFNEI
(Allied Forces Netherlands East Indies) bersama-sama dengan rombongan Intercross (Palang
Merah Internasional) mendarat di Surabaya. Rombongan Sekutu tersebut oleh administrasi
Jepang di Surabaya ditempatkan di Hotel Yamato sedangkan rombongan Intercross ditempatkan
di Gedung Setan.
Kemudian Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman pada malam
hari tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-
Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Para pemuda Surabaya keesokan harinya melihatnya dan
menjadi marah karena mereka menilai Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, dan
melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Dengan gagah berani, arek-arek Surabaya menyerbu Hotel Yamato untuk menurunkan bebdera
Belanda. setelah sampai di bawah, bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) dirobek yang warna
birunya kemudian dikibarkan kembali sebagai bendera Indonesia (Merah-Putih). Peristiwa
tersebut terjadi pada tanggal 19 September 1945, untuk mengenang peristiwa itu, kini di depan
Hotel Yamato di bangun monumen perjuangan. Dalam peristiwa tersebut Mr. W.V.Ch.
Ploegman tewas tercekik oleh Sidik kemudian Sudirman dan Hariyono berhasil masuk lobi hotel
yang kemudian naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.
Akibat banyaknya pembantaian yang dilakukan Westerling, terjadi perlawanan rakyat Makassar
kepada Belanda. Perlawanan di pimpin oleh Wolter Monginsidi. Akan tetapi, Wolter Monginsidi
berhasil ditangkap Belanda dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Pertempuran lima hari di Semarang
Hingga bulan Oktober 1945, pasukan Jepang masih tetap berada di Kota Semarang. Mereka
juga masih melancarkan serangan terhadap beberapa kubu TKR (Tentara Keamanan Rakyat)
yang bertujuan untuk membebaskan orang-orang Jepang yang masih dalam penahanan.
Sementara itu, tersiar kabar bahwa Jepang meracuni sumber air minum di wilayah Candi
Semarang. Oleh sebab itu, Dr. Karyadi memeriksa sumber air yang diracuni oleh Jepang
tersebut. Pada saat itu, ia menjabat kepala Laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat (Pusara) di
Semarang. Namun naas, ia kemudian dibunuh tentara Jepang. Terbunuhnya dr. Kariadi ini
menyulut kemarahan pemuda. Akibatnya, terjadi pertempuran di Simpang Lima, Tugu Muda dan
sekitarnya.
Kurang lebih 2000 pasukan Jepang yang dikomandoi oleh Mayor Kido berhadapan dengan TKR
dan para pemuda. Pertempuran ini berlangsung selama 5 hari, 15 - 19 Oktober 1945. dan
dihentikan setelah adanya gencatan senjata. namun Peristiwa ini memakan banyak korban dari
kedua belah pihak. Dr. Karyadi yang menjadi salah satu korban namanya kemudian diabadikan
menjadi nama salah satu Rumah sakit di kota Semarang. Untuk memperingati peristiwa tersebut
maka pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi nama Tugu Muda.
Pertempuran di Surabaya
Pada Tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigadir Jendral Mallaby Brigade 49 Inggris
mendarat di Surabaya, Kedatangan Mallaby disambut oleh R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa
Timur). kala itu mereka bertugas untuk melucuti serdadu Jepang serta membebaskan para
interniran
Sebenarnya saat mendarat di Surabaya inggris terlebih dahulu telah membuat kesepakatan
dengan R.M.T.A. Suryo (Gubernur Jawa Timur) sehingga para tentara inggris di ijinkan
memasuki Surabaya, berikut isi kesepakatannya:
Inggris berjanji bahwa tidak terdapat angkatan perang Belanda di antara tentara Inggris.
Disetujui kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin ketenteraman dan keamanan.
Akan segera dibentuk Biro Kontak (Contact Bureau) agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-
baiknya.
dan Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Namun ternyata pada pelaksanaannya, Inggris tidak menepati janjinya dan Inggris justru berniat
menguasai Surabaya.
Pada tanggal 27 Oktober 1945 pasukan Inggris membuat kegaduhan di surabaya mereka
menyebarkan pamflet yang berisi perintah, agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur menyerahkan
senjata hasil rampasan dari Jepang. Dengan kejadian tersebut maka pihak Indonesia
menginstruksikan kepada semua rakyat surabaya untuk siap siaga penuh menghadapi segala
kemungkinan yang dapat terjadi. Akhirnya kontak senjata pecah antara pemuda Surabaya dan
tentara Inggris. Semua pemuda di seluruh kota menyerang Inggris dengan segala kemampuan.
Pada Tanggal 28-31 Oktober 1945 terjadi pertempuran yang hebat di Surabaya. Ketika terdesak,
tentara Sekutu mengusulkan perdamaian.
Tentara Sekutu menghubungi Presiden Soekarno untuk menyelamatkan pasukan Inggris agar
tidak mengalami kekalahan total, Kemudian Presiden Soekarno serta Jenderal Mallaby
melakukan perundingan. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan, yaitu keberadaan RI
diakui oleh Inggris dan penghentian kontak senjata.
Namun Gencatan senjata tidak dihormati Sekutu. Dalam sebuah insiden yang belum pernah
terungkap secara jelas, Brigjen Mallaby ditemukan meninggal. Kemudian Letnan Jendral
Christison Panglima Sekutu di Indonesia, meminta kepada pemerintah Indonesia menyerahkan
orang-orang yang dicurigai membunuh Jendral Mallaby. Permintaan tersebut diikuti ultimatum
dari Mayor Jendral Mansergh. Isi ultimatum tersebut adalah: "Sekutu memerintahkan rakyat
Surabaya menyerahkan senjatanya. Penyerahan paling lambat tanggal 9 November 1945 pukul
18.00 WIB. Apabila ultimatum tersebut tidak dilaksanakan, Kota Surabaya akan diserang dari
darat, laut, dan udara".
Ultimatum tersebut ditolak oleh para pemimpin dan rakyat Surabaya, kemudian Pada Tanggal 10
November 1945 pukul 06.00, tentara Sekutu menggempur Surabaya dari darat, laut maupun
udara. Di bawah pimpinan Gubernur Suryo dan Sutomo (Bung Tomo) rakyat Surabaya tidak mau
menyerahkan sejengkal tanah pun kepada tentara Sekutu. Dalam pertempuran yang tidak
seimbang, Bung Tomo terus mengangkat semangat rakyat agar terus maju, pantang mundur.
Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo membakar semangat rakyat. Dalam pertempuran yang
berlangsung sampai awal Desember itu gugur ribuan pejuang Indonesia. kemudiam Pemerintah
menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Pada tanggal 13 Oktober 1945, terjadi peristiwa di hotel yang ada di Jalan Bali. Medan. Seorang
oknum penghuni hotel menginjak-injak lencana merah putih. Akibatnya, hotel itu disderang oleh
para pemuda kita sehingga timbul banyak korban. Peristiwa ini menjadi awal terjadinya
Pertempuran Medan Area. Untuk menghadapi segala kemungkinan, TKR dan brbagai badan
perjuangan telah membentuk kesatuan perjuangan Kesatuan perjuangan itu adalah Barisan
Pemuda Indonesia di bawah pimpinan Achmad Taheer. Ternayata bentrokkan terus meluas dan
terjadi di berbagai daerah. Perkembangan ini oleh Sekutu dipandang sudah sangat
membahayakan .Oleh karena itu, pada tanggal 18 Oktober 1945. Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar rakyat menyerahkan semua senjata kepada Sekutu. Sudah tentu rakyat begitu
saja memenuhi tuntutan Sekutu.
Baca Juga : Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lengkap Sebelum dan Sesudah Merdeka)
Pada tanggal 10 Desember 1945 tentara Sekutu melancarkan serangan militer besar-besaran,
yang dilengkapi dengan pesawat tempur canggih. Seluruh daerah Medan dijadikan sasaran
serangan, rakyat pun melukukan perlawanan sekuat tenaga. Sekutu berusaha mendesak para
pejuang kita, bahkan, Sekutu sejak tanggal 1 Desember 1945 memasang batas-batas
penudukannya. Batas itu berupa papan yang diberi tulisan Fixed Boundaries Medan Area ( batas
resmi wilayah Medan ) disudut-sudut kota. Sekutu dan tentara NICA mengusir dan menindas
orang-orang Republik yang masih berada di Kota Medan. Bahkan, di bulan April 1946, Sekutu
dan NICA berhasil mendesak beberapa pimpinan Republik keluar kota . Gubernur, wali kota ,
dan Markas TRI pindah ke Pematangsiantar. Namun para penjuang kita pantang mundur.
Perlawaman dengan berbagai bentuk terus dilakukan.
Pertempuran di Ambarawa
Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu
menuju Magelang, karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan
Belanda secara sepihak maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda.
Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Gerakan tentara Sekutu yang mundur
ke ambarawa berhasil ditahan di desa Jambu berkat bantuan dari batalyon Polisi Istimewa di
bawah pimpinan Onie Sastroatmodjo, resimen kedua yang dipimpin M. Sarbini, dan batalyon dari
Yogyakarta.
Pada pertempuran di desa Jambu tanggal 26 November 1945, Letkol Isdiman (Komandan
Resimen Banyumas) tewas sebagai pejuang bangsa. Lalu Kolonel Soedirman (Panglima Divisi
di Purwokerto) langsung naik mengambil alih pimpinan dan pada tanggal 15 Desember 1945
tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu sampai Semarang. Karena jasanya maka
pada tanggal 18 Desember 1945 Kolonel Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan
berpangkat Jendral. Sampai sekarang setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari
Infantri.
Pertempuran di Jakarta
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibukota Jakarta (saat itu masih disebut
Batavia) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan
dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. Mohammad Roem mendapat
serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. Amir
Sjarifuddin juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda (NICA)
Keadaan di Jakarta pun menjadi sulit dikendalikan dan kacau. Tentara Belanda semakin
merajalela. Ditambah lagi pendaratan pasukan marinir Belanda di Tanjung Priok pada 30
Desember 1945 menambah keadaan semakin mencekam.
Karena itu pada tanggal 1 Januari 1946 Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia
kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi
menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya
meninggalkan Jakarta dan pindah ke Yogyakarta, kemudian pada pukul 07.00 Preseiden dan
Rombongannya tiba di Stasiun Yogyakarta kemudian ibukota Republik Indonesia pun turut
pindah ke Yogyakarta (Lihat: 30 Tahun Indonesia Merdeka. 1945-1949: hlm. 79).
Aksi dilakukan dengan menurunkan bendera-bendera Jepang dan mengibarkan bendera Merah
Putih di kantor-kantor. Hal itu telah membanggakan dan memberi semangat serta kegembiraan
rakyat Minahasa. Akan tetapi, pada awal September 1945, tentara Sekutu yang diwakili tentara
Australia mendarat di Minahasa. Kedatangan mereka diikuti oleh tentara NICA. NICA dengan
segera melancarkan aksinya untuk menegakkan kembali kekuatannya. Sekutu dan NICA
kemudian mengeluarkan perintah larangan pengibaran bendera Merah Putih.
Rakyat tidak menghiraukan larangan tersebut. Dengan semboyan "hidup atau mati", rakyat
Minahasa tetap akan mempertahankan berkibarnya Sang Saka Merah Putih di Tanah Minahasa.
Akhirnya, bentrokkan dan pertempuran antara rakyat Minahasa melawan tentara Sekutu dan
NICA tidak dapat dihindarkan.
Kemudian Rakyat Sulawesi Utara membentuk Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) untuk
melakukan perlawanan terhadap NICA. dan Pada tanggal 14 Februari 1946, para pejuang PPI
menyerbu markas NICA di Teling. Pejuang PPI berhasil membebaskan pimpinan PPI yang
sebelumnya di tahan belanda dan menyandra komandan NICA dengan pasukannya. Kemudian
para pejuang merobek bendera Belanda (merah-putih-biru) dan merubahnya menjadi bendera
Indonesia (merah-putih).
Bendera tersebut kemudian dikibarkan di markas Belanda di Teling. Oleh sebab itu peristiwa itu
dikenal dengan nama peristiwa merah putih di Minahasa (Manado). sejak saat itu Para pejuang
berhasil mengusir NICA dari tanah Sulawesi Utara.
Bandung lautan api
Pada bulan Oktober 1945, tentara Sekutu memasuki Kota Bandung. Ketika itu para pejuang
Bandung sedang melakukan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata dan peralatan dari
tentara Jepang. Tanggal 21 November 1945, tentara Sekutu membacakan ultimatum pertama,
agar kota Bandung bagian utara selambat-lambatnya pada tanggal 29 November 1945
dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan demi keamanan. Namun para pejuang
Republik Indonesia tidak memperdulikan ultimatum tersebut. Akibatnya sering terjadi insiden
antara tentara Sekutu dengan pejuang Indonesia.
Tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum kedua. Mereka menuntut agar
semua masyarakat dan para pejuang TRI (Tentara Republik Indonesia) mengosongkan kota
Bandung bagian selatan. sejak 24 Januari 1946, TKR telah berubah namanya menjadi TRI.
Demi keselamatan rakyat dan pertimbangan politik, pemerintah Republik Indonesia Pusat
memerintahkan TRI dan para pejuang lainnya mundur dan mengosongkan Bandung Selatan.
Tokoh-tokoh pejuang, seperti Aruji Kartawinata, Suryadarma, dan Kolonel Abdul Harris Nasution
yang menjadi Panglima TRI waktu itu segera bermusyawarah. Mereka sepakat untuk mematuhi
perintah dari Pemerintah Pusat. Namun, mereka tidak mau menyerahkan kota Bandung bagian
selatan itu secara utuh kepada musuh. Rakyat diungsikan ke luar kota Bandung.
Sebelum meninggalkan kota Bandung Para pejuang melancarkan serangan umum ke arah
markas besar Sekutu dan berhasil membumi-hanguskan kota Bandung. Dalam waktu tujuh jam
kota Bandung menjadi kota yang berkobar, setiap warga membakar rumah mereka, tidak kurang
dari 200.000 rumah warga bandung dibakar dan mengungsikan diri ke bandung bagian selatan,
yang berupa daratan tinggi dan pegunungan. Pembakaran tersebut bertujuan untuk
menghentikan dan mencegah tentara sekutu dan tentara NICA yang ingin memanfaatkan kota
Bandung sebagai markas militer. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946 dan terkenal
dengan sebutan Bandung Lautan Api.
Pertempuran Margarana
Seperti daerah lainnya, rakyat Bali juga berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan
kemerdekaan dan merebut kekuasaan dari Jepang. Untuk itu, letkol I Gusti Ngurah Rai sebagai
salah seorang pimpinan di Bali pergi ke Yogyakarta untuk melakukan konsultasi ke Markas
Besar TRI.
Saat Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta untuk berkonsultasi
dengan markas tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara
menghadapi Belanda, Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan kira-kira 2000
tentara di Bali. Karena akibat perundingan Linggarjati, daerah kekuasaan de facto Republik
Indonesia yang diakui hanya terdiri dari Sumatera, Madura dan Jawa. ini berarti Bali tidak diakui
sebagai bagian dari wilayah Indonesia.
Ternyata sejak Maret 1946, Belanda sudah menduduki beberapa tempat di Bali. Kemudian I
Gusti Ngurah Rai kembali ke Bali untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Ngurah Rai
mendapat bantuan dari TRI - Laut dengan pimpinan Kapten Markadi. Dalam perjalanan
menyeberangi Selat Bali telah terjadi pertempuran laut antara pasukan Ngurah Rai dengan
patroli Belanda. Pertempuran juga terjadi di Cekik dekat Gilimanuk, Bali.
Setelah berhasil melaksanakan Operasi Lintas Laut. I Gusti Ngurah Rai di Markas TRI Sunda
Kecil segera memperkuat pasukannya . I Gusti Ngurah Rai segera membentuk Dewan
Perjuangan Rakyat Indonesia Sunda Kecil. Beberapa tokohn ya di samping I Gusti Nguarh Rai
adalah I Gusti Putu Wisnu dan Subroto Aryo Mataram.
Pada saat itu, Indonesia telah menyepakati Perundingan Linggarjati, oleh karena itu Belanda
terus berusaha menduduki daerah Bali. Kebetulan juga dalam naskah kesepakatan Perundingan
Linggarjati disebutkan bahwa Belanda hanya mengakui secara de facto, wilayah RI yang terdiri
atas Jawa, Sumatra dan Madura, Ngurah Rai terus berjuang untuk mengusir Belanda dari tanah
Bali. Pada tanggal 18 November 1946, tentara Ngurah Rai (dikenal Pasukan Cing Wanara) mulai
menyerang Tabanan dan berhasil. Belanda segera mengerahkan kekuatannya dari Bali dan
Lombok.
Melihat dua kekuatan yang tidak seimbang pasukan Ngurah Rai kemudian melakukan Perang
Puputan (Pertempuran habis-habisan). Pertempuran dimulai pada tanggal 20 November 1946 di
Margarana sebelah utara Tabanan. Dalam pertempuran tersebut Ngurah Rai gugur sebagai
pejuang bangsa pada tanggal 29 November 1946,
Baca Juga : Merinding, Kok ada ya Tukang Mie Ayam Seperti ini ?
Tindakan Sekutu yang sangat menyinggung perasaan rakyat dengan melakukan penggeledehan
rumah penduduk yang bertujuan untuk mencari senjata hasil rampasan dari pihak Jepang. Justru
mengakibatkan terjadi insiden bersenjata pada 1 Januari 1946. Saat itu tentara Sekutu dengan
menggunakan pesawat dan kapal laut membombardir kota Palembang. namun Para pejuang
terus mengadakan perlawanan dan hasil dari pertempuran ini Seperlima bagian kota Palembang
hancur. kemudian Pada tanggal 6 Januari 1947 dicapai persetujuan gencatan senjata antara
Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia di Palembang.
Pada tanggal 15 Juli 1947, Belanda kembali mengirim nota. Belanda tetap menuntut
gendarmerie bersama dan Dalam waktu 32 jam Republik Indonesia harus memberi jawaban atas
nota tersebut. kemudian Pada tanggal 17 Juli 1947, Pemerintah Republik Indonesia memberi
jawaban yang disampaikan Amir Syarifuddin lewat RRI Yogyakarta. Jawaban itu ditolak Belanda.
dan Pada tanggal 20 Juli 1947, van Mook mengumumkan bahwa pihak Belanda tidak mau
berunding lagi dengan Indonesia.
Kemudian Tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia. Tindakan ini
melanggar Perjanjian Linggajati. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Jawa Barat. Akibatnya wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin kecil. Serangan
militer Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
Peristiwa tersebut menimbulkan protes dari negara-negara tetangga dan dunia internasional.
Wakil-wakil dari India dan Australia mengusulkan kepada PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa)
agar mengadakan sidang untuk membicarakan masalah penyerangan Belanda ke wilayah
Republik Indonesia.
Dalam waktu cepat pula Yogyakarta dapat dikuasai Belanda. Para pimpinan RI ditangkap
Belanda. Para pemimpin RI yang ditangkap Belanda antara lain Presiden Sukarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta, Suryadarma dan Sutan Syahrir. Namun sebelum tertangkap
Sukarno sudah mengirim mandat lewat radio kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syaffiruddin
Prawiranegara yang berada di Sumatera. Tujuannya adalah untuk membentuk Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ibu kota di Bukit Tinggi.
Serbuan Belanda atau Agresi Militer II memperoleh reaksi masyarakat internasional. Pada
tanggal 7 Februari 1949, suara simpati kepada Indonesia atas terjadinya serbuan Belanda
datang dari Amerika Serikat. Rasa simpati Amerika Serikat terhadap Indonesia diwujudkan
dengan pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
1. Mendesak Belanda untuk membuka kembali perundingan yang jujur dengan Indonesia
atas dasar persetujuan Renville.
2. Amerika Serikat menghentikan semua bantuan kepada Belanda sampai negeri ini
menghentikan permusuhannya dengan Indonesia.
3. Mendesak pihak Belanda supaya menarik pasukannya ke belakang garis status quo
Renville. Membebaskan pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditawan sejak 18 Desember 1948.
Rasa simpati dunia internasional tidak hanya datang dari Amerika Serikat, tetapi juga dari Rusia
dan Cina. bahkan pada bulan Desember 1949 Negara-negara di Asia seperti India, Afganistan,
Myanmar dan lain-lain yang segera mengadakan Konferensi di New Delhi. Mereka mendesak
agar Pemerintah RI segera dikembalikan ke Yogyakarta, dan pasukan Belanda segera ditarik
mundur dari Indonesia. Karena tekanan politik dan militer itulah akhirnya Belanda mau menerima
perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan agresinya.
Situasi ibukota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah propaganda
Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada. Sri Sultan Hamengku Buwono
IX, yang saat itu telah melepas jabatannya sebagai Raja Keraton Yogyakarta mengirimkan surat
kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan. Jenderal
Sudirman menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB X untuk berkoordinasi dengan Letkol
Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehkreise III.
Baca Juga : 12 Cara Tercepat dan Ampuh Memutihkan Gigi Kuning Secara Alami
Sri Sultan HB IX mengadakan pertemuan empat mata dengan Letkol Soeharto di Ndalem
Prabuningratan. Pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk melancarkan Serangan Umum
pada tanggal 1 Maret 1949 serta menyusun strategi serangan umum. Selain itu, beberapa
kesatuan diperintahkan untuk menyusup ke dalam kota Yogyakarta, di antaranya adalah
kesatuan khusus di bawah pimpinan Kapten Widodo.
Untuk mempermudah koordinasi penyerangan, wilayah penyerangan dibagi atas 5 sektor, yaitu:
Kurang lebih 2.500 orang pasukan gerilya TNI di bawah pimpinan Letkol Soeharto melancarkan
serangan besar-besaran di jantung Kota Yogyakarta. Pasukan TNI mengepung Kota Yogyakarta
dari berbagai arah. dari arah utara pasukan gerilya yang dipimpin oleh Mayor Kusno, kemudian
Mayor Sardjono memimpin pasukannya melancarkan serangan dari arah selatan dan Di arah
barat, pasukan gerilya menggempur kota Yogyakarta dibawah pimpinan Letkol Soeharto..
Banyak pertempuran hebat terjadi di ruas-ruas jalan kota Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret
1949 terbukti ampuh untuk kembali merebut Yogyakarta dan mengalahkan Belanda. Belanda
merasa kaget dan sedikit persiapan dalam menangani serangan tersebut sehingga perlawanan
yang dilakukan tidak mampu mengimbangan serangan TNI. Dalam waktu singkat, Belanda
berhasil didepak mundur. Pos-pos militer ditinggalkan dan Beberapa buah kendaraan lapis baja
dapat direbut oleh pasukan TNI.
Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam, sesuai dengan rencana
semula, sekitar pukul 12.00. TNI mulai mundur keluar kota untuk mengosongkan kota dan
kembali menuju pangkalan gerilya seperti yang telah direncanakan sebelumnya sebelum
pasukan bantuan Belanda tiba di yogyakarta.
Berita kemenangan ini segera disebarkan secara estafet lewat radio dimulai dari Playen,
Gunungkidul, kemudian diteruskan ke pemancar di Bukit Tinggi, lalu diteruskan oleh pemancar
militer di Myanmar kemudian ke New Delhi (India) lalu sampai pada PBB yang sedang bersidang
di Washington D.C, Amerika Serikat.
Serangan Umum 1 Maret dapat meningkatkan posisi tawar Republik Indonesia serta
mempermalukan Belanda yang telah mengklaim bahwa Republik Indonesia sudah lemah,
Kemenangan ini juga berhasil meningkatkan moril dan semangat juang pasukan gerilya TNI di
wilayah lainnya. Tak lama setelah Serangan Umum 1 Maret terjadi Serangan Umum Surakarta
yang menjadi salah satu keberhasilan penting pejuang Republik Indonesia yang paling gemilang
karena membuktikan kepada Belanda bahwa gerilya bukan saja mampu melakukan sabotase
atau penyergapan secara diam diam, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke
tengah kota Solo yang dipertahankan dengan pasukan kavelerie, pasukan infantri serta
komando yang tangguh. Serangan umum Solo inilah yang mengusir Hindia Belanda untuk
selamanya..
Menurut Keraf (dalam Misriyah, 2011: 1), tata bahasa merupakan suatu himpunan dari patokan-
patokan dalam stuktur bahasa. Stuktur bahasa itu meliputi tata bunyi, tata bentuk, tata kata, tata
kalimat dan tata makna. Dengan kata lain, menurut Keraf (dalam Misriyah, 2011: 1) tata bahasa
meliputi bidang-bidang fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Pada bahasa yang sudah tidak dipakai lagi (sudah mati) dalam komunikasi sehari-hari, tata
bahasa Normatif dari bahasa-bahasa tersebut selalu bersifat preskiptif yaitu menentukan atau
mengatur kaidah-kaidah itu harus diikuti secermat-cermatnya, dan tidak boleh dirubah lagi.
Misalnya tata bahasa dari bahasa-bahasa Latin, Yunani, Sansekerta yang bersifat preskiptif.
1. Tata bahasa Deskriptif (sinkronis) adalah tata bahasa yang disusun berdasarkan
pencatatan (deskripsi) yang nyata atas struktur suatu bahasa. Tata bahasa ini biasanya meliputi
suatu lingkungan masa yang tertentu (sinkronis).
2. Tata bahasa Historis-komparatif (diakronis) adalah tata bahasa yang membicarakan
perkembangan struktur bahasa dari satu jaman ke jaman lain (historis atau diakronis), serta
mengadakan perbandingan antara struktur-struktur bahasa dari bermacam-macam jaman itu atau
memperbandingkannya denngan bahasa-bahasa lainnya (komparatif).
A. Fonologi
Isilah Fonologi berasal dari kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos berarti ilmu,
fonologi disebut juga sebagai tata bunyi. Fonologi merupakan bagian dari tata bahasa atau
bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Fonologi merupakan ilmu
tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa serta distribusinya. Fonologi meliputi dua bagian
yaitu:
1. Fonetik
Fonetik yaitu bagian ilmu linguistik yang mempelajari bunyi yang diproduksi oleh manusia.
Fonetik merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana sekumpulan bunyi fonem sebuah bahasa
direalisasikan. Selain itu fonetik juga berguna untuk mempelajari cara kerja organ tubuh
manusia, terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahasa, terdiri dari huruf vokal,
konsonan, diftong (vokal yang ditulis rangkap), dan kluster (konsonan yang ditulis rangkap.
Fonetik memiliki tiga cabang utama yaitu:
Fonetik auditori yang mempelajari persepsi bunyi dan utamanya bagaimana otak mengolah data
yang masuk sebagai suara.
Fonetik akustik yang mempelajari gelombang suara dan bagaimana mereka didengarkan oleh
telinga kita.
Fonetik artikulatoris yang mempelajari gerakan dan posisi bibir, lidah serta organ-organ manusia
lainnya yang memproduksi suara atau bunyi bahasa.
Ilmu fonetika pertama kali telah ditemukan dan dipelajari sekitar abad ke5 SM di India kuno oleh
Panini. Semua aksara yang berdasarkan aksara India sampai sekarang masih menggunakan
klasifikasi Panini. Internasional Phonetic Asociation (IPA) telah mengamati > 100 bunyi manusia
yang berbeda serta menstranskripsikannya melalui Internasional Phonetic Alphabet mereka.
2. Fonemik
Fonemik yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai
pembeda arti. Fona merupakan satuan bunyi ujaran yang bersifat netral dan masih belum
terbukti (tidak membedakan arti). Sedangkan fonem merupakan satuan bunyi ujaran terkecil
yang membedakan arti. Alofon adalah variasi fonem disebabkan pengaruh lingkungan yang
dimasuki. Lambang fonem dinamakan hirif. Fonem berbeda dengan huruf. Ada tiga unsur fonem
yang penting yaitu udara, titik artikulasi (bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh articulator),
dan artikulator (bagian alat ucap yang bergerak).
B. Morfologi
Morfologi berarti pengetahuan tentang bentuk. Morfologi adalah bidang linguistik atau tata bahasa yang
mengkaji tentang pembentukan kata atau morfem-morfem dalam suatu bahasa. Morfologi disebut juga
sebagai tata bentuk. Morfem merupakan satuan ujaran yang memiliki makna gramatikal atau leksikal
yang turut serta pada pembentukan kata atau yang menjadi bagian dari kata. Berdasarkan potensinya
morfem dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
Morfem terikat yaitu morfem yang tidak mampu berdiri sendiri, sehingga harus selalu berikatan
dengan morfem bebas melalui proses morfologis, atau proses pembentukan kata. Contoh morfe terikat
yaitu me-, pe-, -an, ke--an, di-, swa-, trans-, -logi, -isme
Morfem bebas yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata serta secara gramatikal
menduduki satu fungsi pada kalimat. Morfem bebas disebut juga sebagai kata dasar. Contoh morfem bebas
(kata dasar) yaitu seperti buku, kantor, pantau, uji, ajar, kali, arsip, dan liput adalah morfem bebas atau
kata dasar.
Morfem yang bergabung dengan morfem lain sering mengalami perubahan. Misalnya, morfem terikat me-
bisa berubah menjadi mem-, men-, meny-, menge-, dan menge- sesuai dengan lingkungan yang dimasuki.
Alomorf yaitu variasi morfem yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasuki.
C. Sintaksis
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu syn berarti bersama dan taxis berarti pengaturan.Sintaks
yaitu ilmu mengenai prinsip serta peraturan untuk membuat sebuah kalimat. Selain itu sintaks juga
berguna untuk merujuk langsung pada sebuah peraturan atau prinsip yang mencakup struktur kalimat pada
bahasa apapun. Pakar sintaksis pun berusaha mendapatkan aturan umum yang diterapkan pada setiap
bahasa. Kata sintaksis juga sering digunakan untuk merujuk pada aturan yang mengatur sistem matematika
seperti logika, bahasa pemrograman komputer dan bahasa formal buatan.
Baca Juga : Gratis, Materi Lengkap Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) CPNS
D. Sematik
Semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu semantikos yang berarti memberikan tanda. Semantik
yaitu cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis
representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna : sintaksis,
pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragamatika, penggunaan praktis
simbol oleh agen atau komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu.
Tata Bahasa Tradisional dan Tata Bahasa
Structural
Tata bahasa tradisional adalah tata bahasa yang hanya mencontoh warisan tata bahasa barat serta
mewarisi semua kaidah gramatikal dari tata bahasa Latin-Yunani. Pada umumnya tata bahasa yang ada
di Indonesia masih bersifat tradisional. Oleh karena itu perlu diperbaiki, disesuaikan dengan jalan dan
struktur bahasa Indonesia yang sebenarnya.
Baca juga : 11 Fakta Unik Tentang OrangUtan Yang Bikin Kamu Kaget
Tata bahasa struktural adalah tata bahasa hasil dari menyelidiki bahasa-bahasa secara tersendiri,
terlepas dari segala macam prasangka yang ada. Struktur berarti hubungan yang relatif tetap antara bagian-
bagian yang membentuk suatu hal.