Makalah Sanitary Landfill Kelompok 6 Fix Banget
Makalah Sanitary Landfill Kelompok 6 Fix Banget
Makalah Sanitary Landfill Kelompok 6 Fix Banget
”SANITARY LANDFILL”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Aina Mardiyah (R0218005)
Alliya Azmi Naranti Putri (R0218007)
Anila Khedini A. (R0218011)
Diasmara Anandhyta (R0218037)
Fika Nurhasanah (R0218047)
Ilham Dhenhas Saputra (R0218057)
Putri Atiiqoh Ainiyyah (R0218091)
Reza Oktalaila Nur Azzizah (R0218097)
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Kelompok 6
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
B. Saran...........................................................................................................................12
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2016 jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 65.200.000 ton per
tahun dengan penduduk sebanyak 261.115.456 orang. Proyeksi penduduk Indonesia
menunjukkan angka penduduk akan terus bertambah sehingga akan berdampak
meningkatnya jumlah timbulan sampah. Permasalahan pengelolaan sampah terus
menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Riset terbaru Suistanable Waste Indonesia
(SWI) mengungkapkan sebanyak 24 persen sampai yang tidak terkelola. Hal ini berarti
terdapat sekitar 65 juta ton sampah yang dihasilkan di Indonesia setiap harinya.
Sebanyak 7 persen sampah yang didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah
organik yaitu sebanyak 60 persen dan sampah plastik sebanyak 14 persen.
Masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Volume sampah
yang akan terus meningkat dan keterbatasan lahan untuk area pembuangan akhir menjadi
masalah. Apabila sampah-sampah yang tertimbun dibiarkan, maka akan menjadi masalah
baru seperti polusi udara, tanah, air yang dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia.
Penanganan sampah merupakan upaya dalam mengurangi, menyimpan sementara dan
mengolah sampah. Penanganan sampah yang tidak menganggu kesehatan makhluk hidup
dan mencemari lingkungan harus dipikirkan oleh pemerintah dan semua elemen
masyarakat. Bukan hanya pemerintah saja yang menangani masalah sampah, namun
seluruh masyarakat juga harus berpartisipasi membantu pemerintah dalam penanganan
dan pengelolaan sampah.
Upaya pertama dalam pengolahan sampah ialah pemilahan sampah dari sumber
penghasil sampah, baik berasal dari rumah tangga, industri, pasar, fasilitas umum, dan
lain-lain. Kemudian memilah dan memisahkan sampah organik (kulit buah, sayuran,
daun, dan lain-lain) dan sampah anorganik (plastik, kaca, kaleng, dan lain-lain). Sampah
yang masih dapat digunakan dan didaur ulang kembali dapat dijual untuk dilakukan
proses daur ulang sebelum dibawa ke tempat pembuangan sementara. Setelah berada di
tempat pembuangan sementara, sampah dikumpulkan dan dipilah lagi. Kemudian dibawa
ke tempat pembuangan akhir.
Konsep sanitary landfill ini merupakan metode tempat pembuangan akhir yang
dinilai paling maju karena telah digunakan di negara-negara maju yaitu dengan
1
menimbun sampah pada tanah yang berlekuk kemudian ditutup dengan tanah. Konsep ini
merupakan salah satu sitem pemusnahan sampah yang baik karena menimbun sampah
dengan tanah dan tidak dibiarkan pada ruang terbuka, sehingga tidak menganggu
lingkungan sekitar. Sampah dimasukkan ke lubang yag telah digali dengan
memperhitungkan tinggi dan lebar sel sampah. Terdapat pipa-pipa pengalir air lindi (air
yang berasal dari timbunan sampah) pada dasar tempat pembuangan yang kemudian akan
diolah menjadi energi. Selain itu, terdapat pipa-pipa di antara sel-sel sampah untuk
menangkap gas metan yang dikeluarkan dari sampah tersebut yang kemudian akan diolah
menjadi energi.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem pengelolaan sampah menggunakan
metode Sanitary Landfill?
C. Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan sistem pengelolaan sampah menggunakan
metode Sanitary Landfill.
2
4. Mengetahui sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melaksanakaan sistem
pengelolaan sampah menggunakan metode Sanitary Landfill.
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia, atau sulit
untuk dibakar.
4
− Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena rongga dalam timbunan berkurang
/ dihilangkan, dan timbunan lebih padat
− Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah penutup
− Pembusukan lebih cepat sehingga stabilitas lebih cepat
− Kenyataan di lapangan, cara tersebut dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan
kondisi
5
− Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas bakar). Dihasilkan pula uap-uap
asam-asam organik, dan H2S yang menyebabkan jenis landfill ini berbau bila
tidak ditutup tanah.
− Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah tidak cepat tercapai, dan dihasilkan
leachate dengan konsentrasi tinggi
Landfill semi-aerobik :
− Dikenal pula sebagai metode Fukuoka, karena universitas inilah yang
memperkenalkan pada awal tahun 1980-an
− Dihindari tergenangnya leachate dalam timbunan, melalui sistem pengumpul
leachate dengan pipa yang berdiameter besar, sehingga 2/3 luas panampang pipa
terisi udara
− Sistem drainase leachate ini berhubungan dengan sistem penangkap gas vertikal
− Tanah penutup tidak perlu terlalu kedap
Landfill aerobik:
− Mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat oksigen. Dengan
demikian proses pembusukan lebih cepat, seperti halnya pengomposan biasa.
− Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik dibanding landfill anaerob. Juga bau
akan banyak berkurang. Disamping itu, tidak dibutuhkan penutup tanah harian.
− Dapat dilakukan dengan pendekatan: lapisan sampah dibiarkan beberapa hari
berkontak dengan oksigen, sebelum diatasnya dilapis sampah lain. Bila perlu
dilakukan pembalikan pada lapisan sampah tersebut. Dibutuhkan area yang luas.
7
digunakan semaksimal mungkin guna proses penyaringan. Guna memudahkan evaluasi
pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik, digunakan beberapa tolok ukur
untuk merangkum semua penilaian dari parameter yang digunakan. Biasanya hal ini
dilakukan dengan cara pembobotan. Ada beberapa metode penilaian calon lokasi yang
diterapkan di Indonesia, yang paling sederhana adalah SNI T-11-1991-03, khususnya
untuk site di kota kecil. Metode lain antaranya adalah Metode Le Grand.
Secara umum pemilihan site landfilling dalam SNI T-11-1991-03 dibagi
berdasarkan 3 (tiga) tahapan, yaitu [58, 65]:
a. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi
daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona
kelayakan.
b. Tahap penyisihan yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik di antara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada
tahap regional. Pada tahap ini disusun beberapa parameter penentu disertai bobot
dan nilainya.
c. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi tepilih sesuai dengan
kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.
Persyaratan umum lokasi pembuangan akhir berdasarkan cara tersebut adalah
sebagai berikut:
8
− Langkah 4: menetukan potensi pencemaran dan kemampuan sorpsi.
− Langkah 5: catatan tentang keakuratan data.
− Langkah 6: catatan tentang kondisi sekitar.
− Langkah 7: penentuan deskripsi hidrogeologi calon lokasi berdasarkan langkah 1
sampai 6
− Langkah 8: penentuan kaitan jenis limbah dengan media tanah di bawah site.
− Langkah 9: penentuan Protection of Aquifer Rating (PAR) berdasarkan langkah 7
dan langkah 8
− Langkah 10: iterasi ulang bila terjadi perbaikan site dengan masukan teknologi
merupakan bangunan atau sarana lain di TPA khususnya agar pengurugan dan
kegiatan lainnya dapat berlangsung, seperti jalan, jembatan timbang, bangunan kantor,
hanggar, bangunan pengolah leachate, bangunan pencucian kendaraan, daerah buffer
(pohon-pohon) lingkungan, dan sebagainya. Lahan utilitas direncanakan luasnya
mencapai sekitar 30% dari lahan yang tersedia. Lahan utilitas ini akan
mengakomodasi berbagai sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan dalam
pengelolaan site.
Sarana dan prasarana di sebuah kegiatan TPA akan terdiri dari:
a. Sarana untuk perlindungan terhadap lingkungan:
Sistem liner dasar dan dinding yang kedap
Drainase sekeling TPA dan dalam area pengurugan sampah
Sarana penangkap, pengumpul dan pengolah lindi
Sumur pemantau
Ventilasi gasbio
Sarana analisa air
Jalur hijau penyangga
Pengendali vector
b. Peralatan untuk pengoperasian:
Alat berat: trackloader dan bulldozer
Stok tanah penutup
9
Alat transportasi local
Cadangan bahan bakar
Cadangan insektisida
Pelataran pengurugan
c. Sarana penunjang:
Pagar dan papan nama site
Jembatan timbang
Pos penjaga, kantor, garasi, rumah penjaga, gudang, workshop, bengkel, tempat
cuci mobil
Jalan akses dan operasi
Fasilitas pengolahan selain pengurugan : daur ulang, pengomposan, insinerasi, dan
lain-lain
Prasarana penunjang (hidrant kebakaran, reservoir penampungan air, sumur
pemantauan, dan lain-lain).
Lahan penunjang kegiatan lain, seperti transit sampah, dsb
10
F. Pemantauan dan Pemanfaatan Lahan
Selama pengoperasian, perlu dilakukan pemantauan terus menerus, khususnya
terhadap kualitas sampah yang masuk, kuantitasi kualitas lindi yang dihasilkan, kualitas
lindi hasil pengolahan, kuantitas dan kualitas gasbio dan penyebarannya, kualitas
lingkungan lainnya sekitar lokasi TPA, khususnya masalah bau, air tanah dan sumur-
sumur penduduk, air sungai, kemungkinan terjadinya longsor, dsb. Pemantauan juga perlu
dilaksanakan setela pasca operasi, paling tidak selama 10 tahun terhadap leachate, gasbio
dan settelement.
Lahan TPA setelah pengoperasian akan berupa suatu areal kosong yang cukup luas.
Keberadaan area ini dapat difungsikan menjadi berbagai macam kegunaan, diantaranya
area rekreasi, taman, lahan penghijauan, lahan pertanian atau perkebunan, fasilitas
komersial. Operasi penambangan kembali sampah yang sudah tua dalam urugan (landfill
mining) untuk diolah dijadikan kompos, dan tanah penutup juga sudah banyak diterapkan
sehingga lahannya dapat dijadikan lahan TPA lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
gasmasuk ke rumah. konsentrasi ledakan dalam penelitian gas lain yang diproduksi
secara anaerob adalah hidrogen sulfidayang berbau busuk dan mudah meledak.
B. Saran
Metode pengelolaan sampah dengan cara sanitary landfill sangat dianjurkan
untuk mengurangi sampah yang ada di lingkungan, namun hal tersebut harus dilakukan
sesuai prosedure dan harus dilakukan pengawasan yang lebih ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Kalimah, Siti Mila. 2018. Pengolahan Sampah dengan Sistem Control Landfill. Balai
Lingkungan Hidup Daerah Hota Serang. https://bhld.serangkota.go.id. (Diakses
tanggal 29 September 2019)
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. 2018. Riset: 24 Persen
Sampah di Indonesia Masih Tak Terkelola. http://litbang.kemendagri.go.id. (Diakses
tanggal 29 September 2019)
Damanhuri, Enri. 2008. Pengurugan (Landfilling) Sampah, Diklat Kuliah Pengelolaan Sampah.
http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id. (Diakses tanggal 29 September 2019)
12
13