WARIGA

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

WARIGA

(I Ketut Bangbang Gde Rawi)


Wariga adalah asal kata dari wara dan ika.
– Wara = hari
– Ika = itu (ika = iga)
Jadi WARIGA adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-
hari yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan hala
hayuning dewasa”.
(I Ketut Guweng)
Wariga bersala dari kata :
– Wara = Mulia/sempurna
– I = menuju/ mengarah
– Ga = Jalan / pergi

Jadi WARIGA adalah Jalan untuk menuju yang sempurna. (perhitungan hari sebagai petunjuk
untuk menuju arah yang lebih baik).

Kata “DEWASA” terdiri dari kata;


“de” yang berarti dewa guru,
“wa” yang berarti apadang/lapang dan
“sa” yang berarti ayu/baik.

Dewasa adalah satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua
jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan.

 Wariga dan Dewasa, merupakan Ilmu astronomi ala Bali

o Masalah wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada perlu
diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah “wewaran, wuku, tanggal, sasih dan
dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relative mempunyai pengaruh .
didalilkan sebagai berikut:
- Wewaran dikalahkan oleh wuku
- Wuku dikalahkan oleh tanggal panglong
- Tanggal panglong dikalahkan oleh sasih
- Sasih dikalahkan oleh dauh
- Dauh dikalahkan oleh de Ning WETUniya Sanghyang Triodasa Sakti (keheningan hati).

Untuk dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan
hubungannya dengan alam ghaib.

Yang dimaksud dengan WEWARAN


Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll.
Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Semua unsur itu menetapkan sifat-
sifat padewasaan (baik-buruknya dewasa). Siklus ini dikenal misalnya dalam sistim kalender
hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut;
1. EKA WARA
 luang (tunggal)
2. DWI WARA
 menga (terbuka), pepet (tertutup).
3. TRI WARA
 pasah(memisahkan), beteng(mempertemukan), kajeng(kekuatan).
4. CATUR WARA
 sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
5. PANCA WARA
 umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
6. SAD WARA
 tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu
(membiak).
7. SAPTA WARA
 redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrhaspati (kamis), sukra
(jumat), saniscara (sabtu).
8. ASTA WARA
 sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta),
kala (nilai), uma (pemelihara).
9. SANGA WARA
 dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan
(gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi
(jadi).
10. DASA WARA
 pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri
(kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi
luhur), raksasa (keras)

Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih
jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik
buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya
harus dihafalkan.

Wuku jumlahnya 30, satu wuku memiliki umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite).
setiap wuku mempunyai urip/ neptu, tempat dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur
itu menetapkan sifat-sifat padewasaan.
– 1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang,
dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir,
medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut dan
watugunung.

 Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong.
Masing masing siklusnya adalah 15 hari.
• Perhitungan PENANGGAL dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati)
• Perhitungan PANGLONG dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh).
– H-1 Tilem => Purwaning Tilem
– H-1 Purnama => Purwaning Purnama

Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal panglong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
– Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal)
– Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada
penanggal ping empat karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda)
– Padewasaan berdasarkan panglong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas
karena akan berakibat tak putus-putusnya menderita)
– Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu
Sukra penanggal ping roras, baik untuk semua upacara)

Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional,
sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan
Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan
menurut sasih dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun,
pawiwahan, yadnya, dll. adapun pembagian sasih tersebut adalah;

1. Kasa = Rekata = Juni– Juli.


2. Karo = Singa = Juli –Agustus.
3. Ketiga = Kania = Agustus – September.
4. Kapat = Tula = September – Oktober.
5. Kelima = Mercika = Oktober – November.
6. Kenem = Danuh = November – Desember.
7. Kepitu = Mekara = Desember – Januari.
8. Kewulu = Kumba = Januari – Februari.
9. Kesanga = MIna = Februari – Maret.
10. Kedasa = Mesa = Maret – April.
11. Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
12. Sadha = Mintuna = Mei – Juni.

 Yang dimaksud dengan WETU adalah kodrat atau kehendak Hyang Widhi sebagai Yang Maha
Kuasa mengatur dan menetapkan segalanya. dan semua itu bisa berjalan dengan yadnya yang
berdasarkan MANAH (pikiran) hening suci nirmala.

Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala ayuning dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan
yang sangat mendesak, tetapi menggunakan upacara dan upakara tertentu.

Misalnya jika tidak dapat dihindarkan melaksanakan upacara penguburan mayat secara massal
sebagai korban peperangan, huru-hara, dll., maka padewasaan dapat dikecualikan dengan
upacara maguru piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di Pura Dalem, Ngererebuin, dll.

Yang dimaksud dengan kalimat “alah dening” adalah “kalah dengan” atau ditafsirkan lebih
lengkap sebagai “pertimbangkan juga…”
 Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu:
1. padewasaan sadina artinya sehari-hari, dan
2. padewasaan masa artinya berkala.

Padewasaan sadina ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon (wuku).

adalah padewasaan menurut Pawukon, pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan
urip Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra Pon, Saniscara Wage, dan
Redite Kliwon.

Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi, Sungsang, Medangsia, Pujut,
Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.

adalah pertemuan urip Saptawara dan urip Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada
Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara Umanis pada
Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku:
Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.

Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusanUrip Wewaran :

Urip Panca wara;


– Umanis (5),
– Pahing (9),
– Pon (7),
– Wage (4),
– Kliwon (8).
Urip Sapta wara;
– Dina Redite/Minggu (5),
– Soma/Senin (4),
– Anggara/Selasa (3),
– Budha/Rabu (7),
– Wraspati/Kamis (8),
– Sukra/Jumat (6),
– Saniscara/Sabtu (9).

Urip Wuku;
Sita (7), landep (1), ukir (4), kilantir (6), taulu (5), gumbreg (8), wariga (9), warigadean (3),
julungwangi (7), sungsang (1), dunggulan (4), kuningan (6), langkir (5), medangsia (8), pujut (9),
Pahang (3), krulut (7), merakih (1), tambir (4), medangkungan (6), matal (5), uye (8), menial (9),
prangbakat (3), bala (7), ugu (1), wayang (4), klawu (6), dukut (5) dan watugunung (8).

RUMUS PERHITUNGAN WARIGA


Ingkel (pantangan) mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari) dan
bilangan wuku dibagi 6, sisa;
• Wong / yang berhubungan dengan Manusia.
• Sato / yang berhubungan dengan Hewan.
• Mina / yang berhubungan dengan Ikan.
• Manuk / yang berhubungan dengan Burung/Unggas.
• Taru / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berkayu.
• Buku / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berbuku.

 Cara mencari EKA WARA


 Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari,
 Jika ganjil = Luang,
 Jika genap = kosong.

 Cara mencari DWI WARA

 Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari,
 Jumlah Genap =Menga
 Jumlah Ganjil = Pepet (Bambang Gde Rawi)

Contoh : -Saniscara (9) + Kliwon (8) = 17 (Pepet)

 Cara Mencari PANCAWARA


®®®®®
2
PAING 4
WAGE 1
UMANIS 3
PON 5
KLIWON
Ket :
a). Perhitungan wuku dimulai dari angka 2,4,1,3 5, dan kembali keangka 2 dst
b). perhitungan pancawara mengikuti urutan angka, 1=umanis, 2=paing, 3pon, 4=wage,
5=kliwon
c). ® adalah singkatan dari Redite, yang selalu menjadi dasar perhitungan dimana wuku itu jatuh
disanalah Reditenya dan untuk menghitung hari berikutnya dihitung berdasarkan urutan angka.
Contoh :
-wuku medangsia (R3)
Redite Medangsia = pon
Soma Medangsia = wage
Anggara Medangsia = kliwon
Buda Medangsia = umanis
Wraspati Medangsia = paing
Sukra Medangsia = pon
Saniscara Medangsia = wage

No Tri Wara Sad Wara


1 Pasah Tungleh
2 Beteng Aryang
3 kajeng Urukung
4 Pasah Paniron
5 Beteng Was
6 kajeng Maulu
 Cara mencari TRI WARA & SAD WARA
®


3

®


4
Ket :
a) Perhitungan wuku dimulai dari wuku sinta pada angka 1, landep 2, dst kembali ke angka 1
b) Perhitungan wewaran mengikuti urutan angka
c) ® = Redite, menjadi dasar perhitungan

Contoh :
-Tentukan tri wara dan sad wara dari wuku Dunggulan (R5):
-Redite Dunggulan = Beteng, Was
-Soma Dunggulan = Kajeng, Maulu
-Anggara Dunggulan = Pasah, Tungleh
-Buda Dunggulan = Beteng, Aryang
-Wraspati Dunggulan = Kajeng, Urukung
-Sukra Dunggulan = Pasah, Paniron
-Saniscara Dunggulan = Beteng, Was

No Catur Wara Asta Wara


1 Sri Sri
2 Laba Indra
3 Jaya Guru
4 Menala Yama
5 Sri Rudra
6 Laba Brahma
7 Jaya Kala
8 Menala Uma
 Cara mencari CATUR WARA & ASTA WARA

®


3
®

4
®
7 (D) ®
6 (D) ®
5 (D)

Ket :
a) Perjitungan wuku dimulai dari sinta 1, landep 8, ukir 7, kulantir 6, taulu 5, gumbreg 4, wariga
3, warigadean 2, julungwangi 1, dst
b) Perhitungan wewaran mengikuti angka
c) ® = Redite menjadi dasar perhitungan
d) (D) = Dunggulan , merupakan wuku perkecualian yang diikuti oleh Jaya Tiga & Kala Tiga
Yaitu :
Redite Dunggulan = Jaya Tiga & Kala Tiga
Soma Dunggulan = Jaya Tiga & Kala Tiga
Anggara Dunggulan = Jaya Tiga & Kala Tiga

 Cara mencari SANGA WARA


No Sanga Wara
1 Dangu
2 Jangur
3 Gigis
4 Nohan
5 Ogan
6 Erangan
7 Urungan
8 Tulus
9 dadi

®


4
®


6
®


8

Ket :
a) Perhitungan euku dimulai dari wuku sinta 7, landep 5, ukir 3, kulantir 1, taulu 8, gu,breg 6,
wariga 4, warigadean 2, julungwangi 9, sungsang kembali keangka 7, dst
b) ® = Redite yg menjadi dasar perhitungan
c) Perhitungan wewaran mengikuti urutan angka
d) Wuku sinta adalah perkecualian yang diikuti oleh Dangu 4
-Redite Sinta = Dangu
-Soma Sinta = Dangu
-Anggara Sinta = Dangu
-Buda Sinta = Dangu
-Wraspati Sinta = Jangur
-Sukra Sinta = Gigis
-Saniscara Sinta = Nohan

 Cara mencari DASA WARA

 Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari,

Urip Panca Wara Urip Sapta Wara

Umanis 5 Redite 5
Paing 9 Soma 4
Pon 7 Anggara 3
Wage 4 Budha 7
kliwon 8 Wraspati 8
Sukra 6
saniscara 9
Ket :

Urip Dasa Wara


10 Pandita
11 Pati
12 Suka
13 Duka
14 Sri
15 Manu
16 Manusa
7 / 17 Raja
8 / 18 Dewa
9 Raksasa

Contoh :
-Wraspati Julungwangi
1). Luang
2). Menga (8+9= 17)
3). pasah
4). Sri
5). Paing
6). Tungleh
8). Rudra
9). Nohan
10). Raja

-Saniscara Dukut
1). Luang
2). Pepet (9+9= 18)
3). Beteng
4). Sri
5). Wage
6). Was
8). Sri
9). Jangur
10). Duka

TIKA
( Kebiasaan Umat dengan Uraian Lontar Sundarigama)
Wuku/Hari
Redite Coma Anggara Buda Wrespati Sukra Saniscara
Sinta + * * β
Landep 0 T
Ukir * W
Kulantir @ 0
Tolu
Gumbreg β 0
Wariga T
Warigadean * W 0
Julungwangi @
Sungsang * *0
Dunggulan * * * β
Kuningan * * * T0
Langkir W
Medangsia @
Pujut 0
Pahang β
Krulut 0 T+
Merakih W *
Tambir @ 0
Medangkungan
Matal β 0
Uye T
Menail W 0
Prangbakat @
Bala 0
Ugu β
Wayang * T 0
Kulawu W
Dukut @
Watugunung 0 *

Keterangan:
β = Buda Kliwon
T = Tumpek
@ = Rahina Anggarkasih
W = Buda Wage
0 = Kajeng Kliwon
+ = Hari suci tambahan menurut kebiasaan masyarakat Hindu
* = hari suci yang disarankan oleh Sundarigama

SRI SEDANA (PERIODE KELAHIRAN)


UMUR URIP PANCAWARA + URIP SAPTA WARA
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
0-6 4 4 2 1 2 0 0 1 2 0 1 2
7-12 1 1 2 0 4 5 1 0 0 3 1 5
13-18 4 0 1 4 1 1 0 1 1 1 0 1
19-24 1 1 0 1 1 0 5 4 1 2 5 0
25-30 0 0 4 1 8 4 0 4 5 0 0 5
31-36 2 3 1 3 1 0 1 0 2 1 1 1
37-42 0 0 4 0 0 1 1 1 0 3 1 4
43-48 7 0 0 1 0 5 4 1 1 5 0
49-54 7 4 2 1 2 1 2 2 2 1
55-60 4 0 4 0 4 5 1 0 4
61-66 2 4 1 4 5 2 1 4
67-72 0 2 1 1 0 2 0
73-78 5 1 0 1 5 0
79-84 0 4 1 5 2
85-90 4 0 1 1
91-96 2 0 4
97-102 4 0
103-108 0
Urip Panca Wara Urip Sapta Wara

Umanis 5 Redite 5
Paing 9 Soma 4
Pon 7 Anggara 3
Wage 4 Budha 7
kliwon 8 Wraspati 8
Sukra 6
saniscara 9
Keterangan :
0. = Kesakitan (penderitaan)
1. = Penghasilan sedikit
2. = madya (sedang)
3. = Baik
4. = Baik sekali
5. = Hidup senang
6. = Hidup Mewah
7. = apa yang diinginkan tercapai (hidup sukses)

https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/2014/11/05/materi-wariga-padewasan/
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, yang memiliki berjuta pulau dari Sabang sampai
Merauke, pulau Nias sampai pulau Rote. Suku yang ada di Indonesia juga sangat banyak hingga tidak
dapat dihafal satu persatu. Begitu pula dengan keyakinan masing-masing warga negara yang disebut
agama, di Indonesia sampai sekarang ini ada enam agama yang diakui, salah satunya agama tertua di
dunia Hindu. Hindu telah ada di Indonesia sejak abad ke-4 yang dibuktikan dengan penemuan sejumlah
prasasti berbentuk Yupa di Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Dari Kutai agama Hindu terus berkembang
ke Jawa, Sumatera, Bali termasuk Lombok.

Namun Hindu tidak menjadi agama satu-satunya yang dikenal masyarakat Indonesia, dan hal
tersebut menyebabkan jumlah umat Hindu tidak seperti semula, bahkan di berbagai daerah di Indonesia
umat Hindu malah menjadi umat minoritas. Namun menyandang gelar sebagai agama dengan penganut
minoritas tidak menyurutkan keyakinan umat Hindu dimanapun berada. Semua upacara keagamaan
tetap dilaksanakan sebagai mana mestinya sehingga kejayaan Hindu tetap terasa. Upacara keagamaan
tersebut misalnya Galungan, Kuningan, Saraswati, Nyepi, Siwaratri, Pagerwesi dan lain sebagainya.

Berbicara mengenai upacara keagamaan merupakan sesuatu yang sangat menarik, karena
banyak makna dan filsafat yang dapat digali dari tiap pelaksanaan upacara. Tujuan dilakukan upacara
juga jelas, tidak ada istilah pelaksanaan Upacara yang asal-asalan. Waktu pelaksanaan upacara sangat
diperhatikan, yang mana semuanya menggunakan konsep ajaran Wariga sebagai dasar. Tidak terkecuali
upacara Pagerwesi, perhitungan yang tepat kapan dilaksanakan harus menjadi perhatian umat Hindu
khususnya. Perhitungan yang dimaksud bukanlah sesuatu yang mudah, sehingga pemahaman yang
mantap tentang ajaran Wariga sangat diperlukan.

Bagi sebagian orang mungkin istilah “Wariga” merupakan sesuatu yang asing, tetapi
sesungguhnya tanpa disadari konsepnya terkadang sudah dterapkan. Wariga pada dasarnya bersumber
dari ajaran jyotisa tergolong kelompok Wedangga yang merupakan pelengkap Weda, dan sebagai batang
tubuh dari Weda, yang isinya membahas tentang peredaran tata surya, bulan, bintang, dan benda-benda
langit lainnya, yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan ini dalam melaksanakan upacara/yadnya.

Bertolak dari hal tersebutlah penulis sebagai generasi muda Hindu yang mau tidak mau akan
terjun ke dalam masyarakat harus lebih memahami tentang ajaran Wariga yang mana dalam hal ini akan
penulis lebih fokus pada sejauh mana peranan ajaran konsep Wariga dalam pelaksanaan
Upacara/Piodalan Pagerwesi. Dan atas dasar pemikiran tersebut penulis akan mencoba menguraikan
semuanya melalui makalah yang berjudul “ Implementasi Ajaran Wariga dalam Upacara pagerwesi”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis uraikan dapat dirumuskan rumusan masalah yang akan
menjadi landasan dalam pembahasan, antara lain:

1. Apa pengertian Wariga?


2. Bagaimana pemahaman tentang upacara Pagerwesi?
3. Bagaimana Implementasi ajaran Wariga dalam upacara Pagerwesi?

1.3 Tujuan Penulisan

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang sudah diuraikan tersirat tujuan yang ingin dicapai
dari penulisan makalah ini, antara lain:

1. Agar pembaca dan penulis memahami apa pengertian Wariga.


2. Agar pembaca dan penulis memahami bagaimana sesungguhnya upacara pagerwesi berlangsung.

3. Agar pembaca dan penulis mengetahui bagaimana Implementasi ajaran Wariga dalam upacara
Pagerwesi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wariga


Wariga merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan tentang sifat-sifat atau watak dari
wewaran, tanggal/panglong, wuku, ingkel, sasih dan lainnya yang bersumber dari ajaran agama Hindu,
yaitu Jyotisa Wedangga (Ardhana, 2005:1). Dalam lontar yang disebut “Keputusan Sunari” mengatakan
bahwa kata Wariga berasal dari dua kata, yaitu “wara” yang berarti puncak/istimewa dan “ga” yang
berarti terang. Sebagai penjelasan dikemukakan “….iki uttamaning pati lawan urip, manemu marga
wakasing apadadang, ike tegesing wariga”. dari penjelasan ini jelas bahwa yang dimaksud dengan wariga
adalah jalan untuk mendapatkan keterangan dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan
memperhatikan hidup matinya hari. (https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/wariga-dan-dewasa-
merupakan-ilmu-astronomi-ala-bali/481661075189877, 20 Desember 2013)

Berbicara tentang Wariga dalam konsep Hindu sangat erat kaitannya dengan Padewasan.
Padewasan ini berasal dari akar kata “Dewasa” atau “Diwasa” (Sanskreta) yang berarti saat, waktu, jam,
tanggal/panglong, hari. Sehingga padewasan berarti ilmu yang menguraikan tentang cara memilih atau
mentetapkan baik-buruknya hari (ala-ayuning dewasa) berdasarkan sifat-sifat atau watak sesuatu hari
seperti yang termuat di dalam Wariga. Dalam kehidupan sehari-hari, padewasan itu penting untuk
memilih dan menetapkan kapan/hari yang baik (dewasa ayu) untuk melaksanakan suatu kegiatan seperti
yadnya, pertanian, pembangunan dan usaha-usaha atau pekerjaan-pekerjaan penting lainnya supaya
berlagsung dengan selamat/rahayu dan berhasil dengan baik (sidha karya). Demikian pula padewasan
sangat penting untuk mengetahui saat/hari yang tidak baik (dewasa ala) agar dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan seperti yadnya dan lain-lainnya tersebut tidak mendapat halangan atau masalah atau
gagal (tan sidha karya) (Ardhana, 2005:1).

Pada bagian dari Wariga terdapat juga tenung-tenung (ramalan). Ramalan tersebut ditentukan
berdasarkan wawaran, wuku dan sasih. Ramalan-ramalan berisi tentang jodoh, rejeki dan yang lainnya.
Tenung-tenung ini dibedakan menjadi empat jenis (Aryana:2009:10) yaitu tenung pengalihan
(menggabungkan urip wawaran), tenung jejinahan (menggunakan uang), tenung palelintangan
(menggunakan lintang tertentu, misalnya lintang tangis) dan tenung campuran (menggunakan campuran
dari teknik-teknik yang ada). (http://warigabali.metrobali.com/?p=6, 15 Desember 2013)

Tradisi menghitung hari baik (wariga) telah ada semenjak orang Bali belum beragama Hindu,
sedangkan agama Hindu yang datang kemudian hanya mempermuliakannya dengan ajaran-ajaran agama
yang lebih mantap. Pernyataan bahwa ilmu wariga telah berkembang di Bali sebelum Hindu masuk
mengindikasikan adanya masyarakat pra-Hindu di Bali yang memiliki kebudayaan tertentu. Untuk
menganalisis bentuk kebudayaan masyarakat pada masa itu maka dapat digunakan logika terbalik, yaitu
dengan melihat bentuk wariga yang diwarisi sekarang sebagai hasil interaksi budaya Bali dan Jyotisa
Hindu maka akan diketahui budaya masyarakat pada waktu itu.
(http://adhityadoc.blogspot.com/2012/06/pembahasan-lontar-wariga-makna-dan.html, 17 Desember
2013)

2.2 Dasar Perhitungan Wariga

Wariga yang keberadaannya begitu diyakini oleh umat Hindu terkhusus yang ada di Bali tidak ada
begitu saja. Semua ini merupakan warisan adi luhung dari nenek moyang yang terus dilestarikan karena
memberikan sesuatu yang positif di setiap generasi. Ajaran Wariga ini bisa diterapkan untuk menentukan
kapan berlangsung upacara keagamaan, kapan hari baik membuat rumah, memulai usaha, menanam
padi dan lain sebagainya, sehingga orang akan menjadi lebih mudah dalam memilih hari.

Namun tentunya dari semua itu ada dasar-dasar yang digunakan dalam perhitungan baik-
buruknya hari (ajaran wariga). Dengan dasar-dasar tersebut maka akan terlihat lebih jelas da n nyata
dengan apa dan bagaiman perhitungan wariga itu dilakukan. Dengan dasar yang ada pula akan membuat
setiap orang lebih mudah dalam mempelajari penentuan baik-buruknya hari sesuai kepentingan. Dengan
dasar yang ada pula akan semakin membuat ajaran wariga lebih universal dan sama dimana serta
kapanpun digunakan. Adapun dasar-dasar yang dimaksud adalah wewaran, wuku, tanggal, sasih dan
dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relatif mempunyai pengaruh yang didalilkan
sebagai berikut: Wewaran dikalahkan oleh wuku, wuku dikalahkan oleh tanggal panglong, tanggal
panglong dikalahkan oleh sasih, sasih dikalahkan oleh dauh, dauh dikalahkan oleh de ning wetuniya
Sanghyang Triodasa Sakti (keheningan hati) (http://cakepane.blogspot.com/2010/04/wariga-dan-
dewasa-merupakan-ilmu.html, 17 Desember 2013)

2.2.1 Wewaran

Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa
dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya. Siklus ini dikenal misalnya dalam
sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut:

1) Eka wara; luang (tunggal)


2) Dwi wara; menga (terbuka), pepet (tertutup).
3) Tri wara; pasah, beteng, kajeng.
4) Catur wara; sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
5) Panca wara; umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
6) Sad wara; tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu
(membiak).
7) Sapta wara; redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrihaspati (kamis), sukra
(jumat), saniscara (sabtu). Jejepan; mina (ikan), Taru (kayu), sato (binatang), patra ( tumbuhan menjalar),
wong (manusia), paksi (burung).
8) Asta wara; sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta),
kala (nilai), uma (pemelihara).
9) Sanga wara; dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan
(gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
10) Dasa wara; pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri
(kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), raja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur),
raksasa (keras).

Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih
jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya
suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
(https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu-astronomi-ala-
bali/481661075189877, 20 Desember 2013)

2.2.2 Wuku

Disamping perhitungan hari berdawarkan wara sistim kalender yang dipergunakan dalam wariga
dikenal pula perhitungan atas dasar wuku (buku) dimana satu wuku memilihi umur tujuh hari, dimulai
hari minggu (raditya/redite). setiap juga mempunyai urip/ neptu, tempat dan dewa yang dominan, juga
ke semuanya unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan.

1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari. Adapun nama-
nama Wuku adalah Sinta, Landep, Ukir, Kulantir, Taulu, Gumbreg, Wariga, Warigadean, Julungwangi,
Sungsang, Dunggulan, Kuningan, Langkir, Medangsia, Pujut, Pahang, Krulut, Merakih, Tambir,
Medangkungan, Matal, Uye, Menial, Prangbakat, Bala, Ugu, Wayang, Klawu, Dukut dan Watugunung.
(http://cakepane.blogspot.com/2010/04/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu.html, 17 Desember 2013)

2.2.3 Tanggal Panglong


Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong. Masing
masing siklusnya adalah 15 hari. Perhitungan penanggal dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan
Mati) dan panglong dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh). Padewasaan yang
berhubungan dengan tanggal pangelong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1) Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal)
2) Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada penanggal ping
empat karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda).
3) Padewasaan berdasarkan pangelong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas karena
akan berakibat tak putus-putusnya menderita).
4) Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra
penanggal ping roras, baik untuk semua upacara). (http://cakepane.blogspot.com/2010/04/wariga-dan-
dewasa-merupakan-ilmu.html, 17 Desember 2013)

2.2.4 Sasih

Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional,
sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan Rasi”
sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan menurut sasih
dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun, pawiwahan, yadnya, dan
lainnya. adapun pembagian sasih tersebut adalah:

• Kedasa = Mesa = Maret – April.

• Jiyestha = Wresaba = April – Mei.

• Sadha = Mintuna = Mei – Juni.

• Kasa = Rekata = Juni– Juli.

• Karo = Singa = Juli –Agustus.

• Ketiga = Kania = Agustus – September.

• Kapat = Tula = September – Oktober.

• Kelima = Mercika = Oktober – November.

• Kenem = Danuh = November – Desember.

• Kepitu = Mekara = Desember – Januari.


• Kewulu = Kumba = Januari – Februari.

• Kesanga = Mina = Februari – Maret.

(http://cakepane.blogspot.com/2010/04/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu.html, 17 Desember
2013).

2.2.5 Dauh

Dauh pembagian waktu dalam satu hari. Sehingga dedauh ini berlaku 1 hari atau satu hari dan
satu malam. Berdasarkan dedauhan maka pergantian hari secara hindu adalah mulai terbitnya matahari
(5.30 WIT). Inti dauh ayu adalah saringan dari pertemuan panca dawuh dengan astadawuh
(http://cakepane.blogspot.com/2010/04/wariga-dan-dewasa-merupakan-ilmu.html, 17 Desember
2013).

2.3 Pengertian Upacara Pagerwesi

Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala
sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak.
Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam
bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang
Pramesti Guru.

Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk
melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi
gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun,
sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur. Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha
(Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan,
Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta
maupun umat walaka. Dalam lontar Sundarigama disebutkan:

"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata
Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh."

Artinya:
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh
Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh
di seluruh dunia. (http://www.parisada.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=802&Itemid=100, 17 Desember 2013)

2.3.1 Makna Filosof

Sebagaimana telah disebutkan dalam lontar Sundarigama, Pagerwesi yang jatuh pada Budha
Kliwon Shinta merupakan hari Payogan Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga. Hal
ini mengundang makna bahwa Hyang Premesti Guru adalah Tuhan dalam manifestasinya sebagai guru
sejati. Mengadakan yoga berarti Tuhan menciptakan diri-Nya sebagai guru. Barang siapa menyucikan
dirinya akan dapat mencapai kekuatan yoga dari Hyang Pramesti Guru. Kekuatan itulah yang akan dipakai
memagari diri. Pagar yang paling kuat untuk melindungi diri kita adalah ilmu yang berasal dari guru sejati
pula. Guru yang sejati adalah Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu inti dari perayaan Pagerwesi itu adalah
memuja Tuhan sebagai guru yang sejati. Memuja berarti menyerahkan diri, menghormati, memohon,
memuji dan memusatkan diri. Ini berarti kita harus menyerahkan kebodohan kita pada Tuhan agar beliau
sebagai guru sejati dapat megisi kita dengan kesucian dan pengetahuan sejati.

Pada hari raya Pagerwesi adalah hari yang paling baik mendekatkan Atman kepada Brahman
sebagai guru sejati . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi
hidup kita di dunia ini. Di samping itu Sang Hyang Pramesti Guru beryoga bersama Dewata Nawa Sanga
adalah untuk "ngawerdhiaken sarwa tumitah muang sarwa tumuwuh."

Ngawerdhiaken artinya mengembangkan. Tumitah artinya yang ditakdirkan atau yang terlahirkan.
Tumuwuh artinya tumbuh-tumbuhan.

Mengembangkan hidup dan tumbuh-tumbuhan perlulah kita berguru agar ada keseimbangan.

Dalam Bhagavadgita disebutkan ada tiga sumber kemakmuran yaitu:

1. Krsi yang artinya pertanian (sarwa tumuwuh).


2. Goraksya, artinya peternakan atau memelihara sapi sebagai induk semua hewan.
3. Wanijyam, artinya perdagangan. Berdagang adalah suatu pengabdian kepada produsen dan konsumen.
Keuntungan yang benar, berdasarkan dharma apabila produsen dan konsumen diuntungkan. Kalau ada
pihak yang dirugikan, itu berarti ada kecurangan. Keuntungan yang didapat dari kecurangan jelas tidak
dikehendaki Dalam Manawa Dharmasastra V, 109 disebutkan:
Di India, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima. Upacara Guru Purnima pada
intinya adalah hari raya untuk memuja Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi
kitab suci Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Putra Bhagawan
Parasara itu pula yang mendapatkan wahyu tentang Catur Purusartha yaitu empat tujuan hidup yang
kemudian diuraikan dalam kitab Brahma Purana.

Berkat jasa-jasa Resi Vyasa itulah umat Hindu setiap tahun merayakan Guru Purnima dengan
mengadakan persembahyangan atau istilah di India melakukan puja untuk keagungan Resi Vyasa dengan
mementaskan berbagai episode tentang Resi Vyasa. Resi Vyasa diyakini sebagai adi guru loka yaitu
gurunya alam semesta.

Sampai saat ini Mahabharata dan Ramayana yang disebut itihasa adalah merupakan pagar besi
dari manusia untuk melindungi dirinya dari serangan hawa nafsu jahat. Jika kita boleh mengambil
kesimpulan, kiranya Hari Raya Pagerwesi di Indonesia dengan Hari Raya Guru Purnima dan Walmiki
Jayanti memiliki semangat yang searah untuk memuja Tuhan dan resi sebagai guru yang menuntun
manusia menuju hidup yang kuat dan suci. Nilai hakiki dari perayaan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti
dengan Pegerwesi dapat dipadukan. Namun bagaimana cara perayaannya, tentu lebih tepat disesuaikan
dengan budaya atau tradisi masing-masing tempat. Yang penting adalah adanya pemadatan nilai atau
penambahan makna dari memuja Sanghyang Pramesti Guru ditambah dengan memperdalam
pemahaman akan jasa-jasa para resi, seperti Resi Vyasa, Resi Walmiki dan resi-resi yang sangat berjasa
bagi umat Hindu di Indonesia (http://www.parisada.org/index.php?
option=com_content&task=view&id=802&Itemid=100, 17 Desember 2013).

2.4 Implementasi ajaran Wariga dalam Upacara Pagerwesi

Pagerwesi dilaksanakan oleh umat Hindu dimanapun berada dengan pedoman yang pasti.
Pelaksanaannya selalu serempak di setiap daerah, tidak ada istilah perang pendapat tentang kapan mau
dilaksanakan. Kasarnya panduan baku sudah ada, termasuk para pengarang kalender semua tahu kapan
Pagerwesi dirayakan, sehingga tidak akan terjadi perbedaan informasi antar sumber satu dan sumber
yang lainnya.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Kalender Bali karangan alm. I Ketut Bangbang Gde
Rawi ketika Pagerwesi ada beberapa hal yang patut diperhatikan, yakni:
1. Wuku: Sinta
2. Eka Wara: Luang
3. Dwi Wara: Pepet
4. Tri Wara: Pasah
5. Catur Wara: Menala
6. Panca Wara: Kliwon
7. Sad Wara: Paniron
8. Sapta Wara: Buddha
9. Asta Wara: Yama
10. Sanga Wara: Dangu
11. Dasa Wara: Manuh
12. Urip = 7 + 8, 7 = urip Sapta Wara, 8 = urip Panca Wara.

Pagerwesi ini adalah salah satu rerahinan (upacara) yang pelaksanaannya berdasarkan pawukon,
bukan sasih. Setiap kali bertemu dengan hari yang masing-masing memiliki dari Eka-Dasa Wara, wuku
dan urip seperti yang tertulis di atas maka sudah dapat dipastikan itu adalah Pagerwesi. Dengan dasar
yang pasti ini tidak akan menimbulkan perbedaan pendapat bak dari kaum Brahmana, Ksatria, Waisya
maupun sudra itu sendiri. Semua Warna dapat secara langsung mengetahui pelaksanaannya secara
langsung.

Dari semua itu, dapat dipahami bahwa ajaran wariga begitu kompleks, berguna dimana dan
kapan saja. Tidak memandang asal dan garis keturunan, asalkan percaya dan yakin akan kebenanran
ajaran wariga ini maka manfaatnya akan sangat dirasakan oleh umat dimanapun berada. Dalam dasar
perhitungan yang disebutkan sebelumnya memang ada istilah tanggal/panglong, dauh, dan sasih, namun
dalam perhitungan kapan pelaksanaan Pagerwesi hal tersebut tidak digunakan.

Pagerwesi adalah salah satu contoh implementasi sederhana dari ajaran wariga, berbeda halnya
ketika mengimplementasikan ajaran Wariga untuk hal yang sifatnya lebih rumit, seperti penentuan hari
baik menikah, hari baik membangun rumah, hari baik memulai usaha, hari baik menanam padi dan
sebagainya akan ditemukan penggunaan semua dasar perhitungan, dan tentunya dengan perumusan-
perumusan yang akan sedikit memerlukan daya nalar.

Sesungguhnya untuk menentukan kapan rerahinan Pagerwesi dirayakan umat Hindu umumnya
mengunakan implementasi ajaran Wariga yang lebih mudah, seakan-akan hanya sedikit dasar
perhitungan yang digunkan, yakni Buddha Kliwon Wuku Sinta, atau lebih sederhananya Buddha wuku
Sinta (dalam bahasa Indonesia Hari Rabu ketika wuku Sinta) itulah yang disebut Pagerwesi. Sehingga
kalau diperhitungankan Pagerwesi akan dirayakan setiap (7 X 30 = 210) hari sekali. (7= jumlah hari/Sapta
Wara, 30= jumlah semua wuku).
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan makalah yang sudah penulis selesaikan dapat dikemukakan beberapa simpulan, yaitu
sebagai berikut:

1. Dalam lontar yang disebut “Keputusan Sunari” mengatakan bahwa kata Wariga berasal dari dua kata,
yaitu “wara” yang berarti puncak/istimewa dan “ga” yang berarti terang. Sehingga Wariga adalah jalan
untuk mendapatkan keterangan dalam usaha untuk mencapai tujuan dengan memperhatikan hidup
matinya hari. Wariga sangat berkaitan dengan Padewasaan, yang mana Padewasaan ini berasal dari akar
kata “Dewasa” atau “Diwasa” (Sanskreta) yang berarti saat, waktu, jam, tanggal/panglong, hari. Sehingga
padewasan berarti ilmu yang menguraikan tentang cara memilih atau mentetapkan baik-buruknya hari
(ala-ayuning dewasa) berdasarkan sifat-sifat atau watak sesuatu hari seperti yang termuat di dalam
Wariga.
2. Kata "pagerwesi" artinya pagar dari besi. Ini melambangkan suatu perlindungan yang kuat. Segala
sesuatu yang dipagari berarti sesuatu yang bernilai tinggi agar jangan mendapat gangguan atau dirusak.
Hari Raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam
bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang
Pramesti Guru. Hari Raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya
ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan
gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun umat walaka.
3. Pagerwesi ini adalah salah satu rerahinan (upacara) yang pelaksanaannya berdasarkan pawukon, bukan
sasih. Setiap kali bertemu dengan hari yang masing-masing memiliki dari Eka-Dasa Wara, wuku dan urip
seperti yang tertulis di atas maka sudah dapat dipastikan itu adalah Pagerwesi. Dengan dasar yang pasti
ini tidak akan menimbulkan perbedaan pendapat bak dari kaum Brahmana, Ksatria, Waisya maupun
sudra itu sendiri. Semua Warna dapat secara langsung mengetahui pelaksanaannya secara langsung.

http://wayanrudiarta.blogspot.com/2014/10/wariga-implementasi-ajaran-wariga-dalam.html
Dengan adanya kalender saka bali, baik kalender bali digital maupun yang digunakan sehari -
hari, orang bali tidak akan susah untuk menentukan hari baik berdasarkan warigadan ala
ayuning dewasa ayu.
Tetapi apabila ingin mempelajari secara manual, tentu ada rumus baku untuk wariga tersebut.
dibawah ini akan diberikan sekilas perhitungannya, dan bila ingin mendalaminya tentu
memerlukan materi yang lebih mendalam.
Ini hanya kulit luarnya saja, tapi sudah bisa digunakan untuk kegiatan sehari – hari. adapun
cara mempelajarinya adalah sebagai berikut;

PEDEWASAN, yang mula – mulanya dapat dibagi dua bagian antara lain;

Pedewasan Sehari – hari yang hanya berdasarkan perhitungan;


 Pawukon (Ingkel, Rangda Tiga, Tanpa Guru, Was Penganten dll)
 Tri wara (Pasah untuk memisahkan, Beteng untuk mempertemukan, Kajeng untuk
wasiat)
 Sapta wara (Soma/senin, Budha/rabu dan Sukra/jumat, yang lainya termasuk kurang
baik)
 Sanga wara ( yang terbaik adalah Tulus dan Dadi)
 Dauh Inti, berlaku pada waktu/jam tertentu saja, dari jam sekian sampai dengan sekian
saja.
Pedewasan Inti berdasarkan Perhitungan yang terperinci, antara lain; Ayu nulus, Dauh ayu, Ayu
badra, Mertha yoga, Mertha masa, Mertha dewa, Mertha danta, Sedana yoga, Subacara, Dewa
ngelayang, dengan tidak melupakan hal – hal yang tersebut diatas serta dihubungkan dengan
baiknya sasih dan Penanggal.

Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusan berikutnya;

Urip Wewaran
 Urip Panca wara; Umanis (5), Pahing (9), Pon (7), Wage (4), Kliwon (8).
 Urip Sapta wara; Dina Redite/Minggu (5), Soma/Senin (4), Anggara/Selasa (3),
Budha/Rabu (7), Wraspati/Kamis (8), Sukra/Jumat (6), Saniscara/Sabtu (9).
 Urip Wuku; Sita (7), landep (1), ukir (4), kilantir (6), taulu (5), gumbreg (8), wariga (9),
warigadean (3), julungwangi (7), sungsang (1), dunggulan (4), kuningan (6), langkir (5),
medangsia (8), pujut (9), Pahang (3), krulut (7), merakih (1), tambir (4), medangkungan (6),
matal (5), uye (8), menial (9), prangbakat (3), bala (7), ugu (1), wayang (4), klawu (6), dukut (5)
dan watugunung (8).
Bilangan
 Bilangan Sapta wara; Redite (0), Soma (1), Anggara (2), Budha (3), Wraspati (4), Sukra
(5), Saniscara (6).
 Bilangan Wuku; Sita (1), landep (2), ukir (3), kilantir (4), taulu (5), gumbreg (6), wariga
(7), warigadean (8), julungwangi (9), sungsang (10), dunggulan (11), kuningan (12), langkir (13),
medangsia (14), pujut (15), Pahang (16), krulut (17), merakih (18), tambir (19), medangkungan
(20), matal (21), uye (22), menial (23), prangbakat (24), bala (25), ugu (26), wayang (27), klawu
(28), dukut (29) dan watugunung (30).

RUMUS PERHITUNGAN WARIGA


Ingkel (pantangan) mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari) dan
bilangan wuku dibagi 6, sisa;
 Wong / yang berhubungan dengan Manusia.
 Sato / yang berhubungan dengan Hewan.
 Mina / yang berhubungan dengan Ikan.
 Manuk / yang berhubungan dengan Burung/Unggas.
 Taru / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berkayu.
 Buku / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berbuku.
Perhitungan Wewaran
 Eka Wara ; Urip Pancawara + Urip Saptawara = Ganjil = Luang (tunggal/padat) -> urip 1
 Dwi Wara ; Urip Pancawara + Urip Saptawara = Ganjil = menga (terbuka) -> urip 5 ;
Genap = pepet (tertutup) -> urip 4
 Tri Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 3 = sisa
=> Pasah (ditujukan kepada Dewa) -> urip 9
=> Beteng (ditujukan kepada Dewa) -> urip 4
=> Kajeng (ditujukan kepada Bhuta) -> urip 7
 Catur Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 4 = sisa
=> Sri (makmur) -> urip 6
=> Laba (pemberian/imbalan) -> urip 5
=> Jaya (unggul) -> urip 1
=> Menala (sekitar daerah) -> urip 8

Dari Redite Sinta sampai dengan Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan + 1, sebelum dibagi.
ini disebabkan adanya Jaya Tiga pada Wuku Dunggulan berturut – turut dari redite, selanjutnya
rumus berlaku seperti biasa.
 Panca Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 5 = sisa
=> Umanis (penggerak) -> urip 5
=> Paing (pencipta) -> urip 9
=> Pon (penguasa) -> urip 7
=> Wage (pemelihara) -> urip 4
=> Kliwon (pemusnah/pelebur) -> urip 8
 Sad Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 6 = sisa
=> Tungleh (tak kekal) -> urip 7
=> Ariang (kurus) -> urip 6
=> Urukung (punah) -> urip 5
=> Paniron (gemuk) -> urip 8
=> Was (kuat) -> urip 9
=> Maulu (membiak) -> urip 3
 Jejepan ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 6 = sisa
=> Mina (ikan)
=> Taru (kayu)
=> Sato (hewan)
=> Patra (tumbuhan merambat/menjalar)
=> Wong (manusia)
=> Paksi (burung/unggas)
 Astha Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 8 = sisa
=> Sri (makmur) -> urip 6
=> Indra (indah) -> urip 5
=> Guru (tuntunan) -> urip 8
=> Yama (adil) -> urip 9
=> Ludra (peleburan) -> urip 3
=> Brahma (pencipta) -> urip 7
=> Kala (nilai) -> urip 1
=> Uma (pemelihara) -> urip 4
Dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi.
selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa.
 Sanga Wara ; (Bilangan WUKU x 7 + bilangan Saptawara yang dicari) : 9 = sisa
=> Dangu (antara terang dan gelap) -> urip 5
=> Jangur (antara jadi dan batal) -> urip 8
=> Gigis (sederhana) -> urip 9
=> Nohan (gembira) -> urip 3
=> Ogan (bingung) -> urip 7
=> Erangan (dendam) -> urip 1
=> Urungan (batal) -> urip 4
=> Tulus (langsung) -> urip 6
=> Dadi (jadi) -> urip 8

Dari Redite Sinta sampai Redite Dunggulan + 2, Soma Dunggulan +1, sebelum dibagi.
selanjutnya rumus berlaku sebagai biasa.
 Dasa Wara ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari + 1) : 10 = sisa
=> Pandita (bijaksana) -> urip 5
=> Pati (dinamis) -> urip 7
=> Suka (periang) -> urip 10
=> Duka (jiwa seni / mudah tersinggung) -> urip 4
=> Sri (kewanitaan) -> urip 6
=> Manuh (taat / menurut) -> urip 2
=> Manusa (sosial) -> urip 3
=> Eraja (kepemimpinan) -> urip 8
=> Dewa (berbudi luhur) -> urip 9
=> Raksasa (asura keras) -> urip 1

Dasawara berarti watak agung (karakter)


Watek Madia ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari) : 5 = sisa
=> Gajah (besar) – hewan
=> Watu (kebal) – keras
=> Bhuta (tak nampak) – jerat
=> Suku (berkaki) – meja
=> Wong (orang) – pembantu
 Watek Alit ; (urip Pancawara + Urip Saptawara yang dicari) : 4 = sisa
=> Uler (beranak banyak)
=> Gajah (besar)
=> Lembu (kuat)
=> Lintah (kurus)
Tanpa Guru ; dalam satu WUKU tidak terdapat GURU (Astha Wara), yang artinya tidak baik
untuk memulai suatu usaha terutama mulai belajar.

Was Penganten ; dalam satu WUKU terdapat dua WAS (Sad Wara), baik untuk membuat benda
tajam (seperti keris, tombak dll), tembok, pagar dan membuat pertemuan.

Semut Sadulur ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 13 dan berturut – turut tiga kali,
pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat / ngaben). tetapi sangat baik untuk
membentuk organisasi.

Kala Gotongan ; Urip Pancawara + Urip Sapthawara = 14 dan berturut – turut tiga kali,
pantangan untuk atiwa – tiwa (menguburkan mayat / ngaben). tetapi sangat baik untuk memulai
suatu usaha.
Mitra satruning Dina (segala usaha/acara penting)
 (Urip Saptawara + Pancawara Kelahiran) + (Urip Saptawara + Pancawara memulai
Usaha/acara) = sisa
=> Guru (tertuntun)
=> Ratu (dikuasai)
=> Lara (terhalang)
=> Pati (batal)
Demikian RUMUS untuk mencari hari baik berdasarkan WARIGA dan DEWASA AYU (ref)

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest


Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Hanya sebatas kutipan dari berbagai sumber referensi sebagai keterkaitan yang relevan.
Tempat dimana kita semua dapat datang

Anda mungkin juga menyukai