Laporan Kasus Sindrom Neuroleptik Maligna SL

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA

Oleh

Sarliance Lette, S.Ked

Pembimbing

dr. Johana Herlin Sp.S

dr.Yuliana Imelda Ora Aja M.Biomed,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM PROF.W.Z.JOHNNES

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Pengasih dan Penyayang atas

rahmat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan presentasi

kasus yang berjudul “Sindrom Neuroleptik Maligna” ini.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan

klinik bagian Neurologi Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Nusa

Cendana di RSUD Prof.W.Z.Johannes Kupang.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di

SMF Neurologi, khususnya dr. Johana Herlin Sp.S dan dr.Yuliana Imelda Ora Aja

M.Biomed.Sp.S atas bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian

Neurologi ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan maksimal

kemampuan saya.

Saya menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka

saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan

kasus ini sehingga boleh menjadi referensi yang dibutuhkan untuk memperdalam

pengetahuan mengenai sindrom neuroleptik maligna.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan laporan kasus ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang

menempuh pendidikan.

2
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... 2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………... 3
BAB II STATUS PASIEN
A. Identitas ……………………………………………………………… 6
B. Anamnesis ………………………………………………………….… 6
C. Pemeriksaan Fisik ………………………………………….…………. 8
D. Pemeriksaan Penunjang …………………………………………..….. 19
E. Resume ………………………………………….…………………... 22
F. Diagnosa dan Diagnosa Banding ………………………………….... 23
G. Terapi ……………………………………………………….……….. 24
H. Prognosis …………………………………………………………….. 24

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA
A. Definisi……………………………………………………………. ...25
B. Etiologi ………………………………………………………………25
C. Patofosiologi ………………………………………………………. 28
D. Diagnosis……………………….………………………………….. 30
E. Penatalaksanaan …………………………………………………… 32

BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan

(sense of reality). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan pada

perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dll yang berat sehingga perilaku penderita

tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat

dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai

orang gila. Efek samping obat anti-psikosis jika diberikan dalam jangka panjang.

efek samping dapat berupa :

1. Sedasi dan Inhibisi Psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerjapsikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)

2. Gangguan Otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik :mulut

kering,kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur,

tekanan intreokuler yangtinggi, gangguan irama jantung)

3. Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson :

tremor,bradikinesia, rigiditas)

4. Gangguan Endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia) metabolik

(jaundice), hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian

panjang

5. Syndrome neuroleptik maligna

4
Sindrom neuroleptik maligna (SNM) merupakan suatu sindrom yang

jarang terjadi namun termasuk sindrom kegawat-daruratan neurologi yang

berpotensi mengancam nyawa dan berkaitan dengan penggunaan obat-obatan

neuroleptik (antipsikotik). Munculnya sindrom ini dihubungkan dengan

penggunaan segala obat neuroleptik, baik tipikal maupun atipikal. Umumnya

sindrom ini memberikan gejala demam, kekakuan otot, perubahan status mental,

dan gangguan otonom. Sindrom ini mempunyai onset dalam waktu beberapa jam

setelah pemakaian obat neuroleptik, namun sebagian besar timbul dalam kurun

waktu 4-14 hari setelah terapi dimulai. (1,2,3)

5
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. KT

Umur : 37 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Agama : Khatolik

Alamat : Matani

Pekerjaan : Perawat

Perawatan : Ruang Komodo

Tanggal MRS : 13/03/2019

Tanggal Pemeriksaan : 15/03/2019

No. RM : 319256

DPJP : dr. Johana Herlin, Sp.S

B. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan heteroanamnesis

terhadap pasien pada tanggal 15-03-2019 di ruang rawat inap Komodo RSUD

Prof.W.Z.Johannes Kupang

Keluhan Utama : Lemah pada sisi tubuh sebelah kiri

6
Keluhan Tambahan : Tremor, demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien diantar keluarga ke IGD RSU Prof. W.Z. Johannes dengan keluhan

lemah pada sisi tubuh sebelah kiri yang terjadi ± 1 hari sebelum masuk Rumah

sakit. Lemah pada sisi tubuh sebelah kiri terjadi secara tiba-tiba saat pasien sedang

istirahat, namun pasien tidak sampai terjatuh. Pasien mengatakan dirinya tetap

sadar saat kelemahan itu timbul. Kelemahan dirasakan pada tangan dan kaki pada

sisi tubuh sebelah kiri. Kemudian merasakan gemetar pada kedua tangan dan kaki

namun yang lebih berat adalah sebelah kiri. Pasien mengakui tidak ada sakit

kepala namun terjadi demam saat kejadian sampai masuk rumah sakit. Pasien

tidak mual maupun muntah. Makan dan minum pasien masih bisa dilakukan.

Buang air besar dan air kecil tetap lancar hingga saat ini. Keluhan terakhir saat ini

dalam perawatan hari ke-2 masih mengeluhkan kelemahan pada sisi tubuh sebelah

kiri, namun pasien bisa berjalan dengan dituntun meskipun tampak masih adanya

langkah kaki sebelah kiri yang lebih lamban dan lemah dari pada kaki sebelah

kiri. Pasien berbicara jelas dari sampai saat ini.

Riwayat penyakit sebelumnya :

Tahun 2006 pasien sempat mengalami gejala diam dan tidak mau bicara lalu

dibawa ke dokter jiwa dan tidak dilakukan rawat jalan maupun inap. Kemudian

bulan oktober 2018 pasien diperiksakan lagi ke dokter jiwa di RS dedari dan

mendapat perawatan rawat jalan sampai bulan maret di bawa ke RS Yohannes

karena tidak bisa berdiri, gemetar dan sakit pada tangan dan kaki kanan disertai

demam. Pasien dirawat inap beberapa hari kemudian dipulangkan.

7
Riwayat Penyakit Keluarga

: DM (+), Hipertensi (+)

Riwayat kebiasaan :

Alkohol (-), merokok (+) 12 batang perhari

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Berat badan : ± 89Kg

Tinggi : 171 cm

Tekanan Darah

Kanan :120/70 mmhg

Kiri :120/90

Nadi

Kanan : 77 kali/menit, kuat angkat, regular

Kiri : 71 kali/menit, kuat angkat, regular

Suhu : 37,8oC

Pernapasan : 20 kali/menit

8
Status Generalis

a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,

turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan

teraba hangat.

b. Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,

RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm

 Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi

septum (-), sekret (-/-)

 Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-

/-)

 Mulut : Kering (-), sianosis (-)

 Tenggorokan : Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-);

uvula di tengah

c. Pemeriksaan Leher

a) Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa

b) Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar

tiroid, tidak terdapat deviasi trakea

d. Pemeriksaan Toraks

Jantung

a) Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae

sinistra

9
b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae

sinistra

c) Perkusi :

Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi

redup

Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi

redup

Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra

dengan bunyi redup

Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi

redup

d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,

retraksi otot-otot pernapasan (-)

b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri

c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

e. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)

b) Auskultasi : Bising usus (+) normal

c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen

d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

10
k. Pemeriksaan Ekstremitas

 Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)

 Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

dextra

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V5 M6

Gerakan abnormal : Tremor

a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak

terdapat tahanan sblm mencapai 135º)

5. Laseque : -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai

70o/tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis

1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman

2. N-II (Optikus)

a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan

11
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)

a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+),

medial (+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral

(+/+), bawah medial (+/+)

b. Ptosis :- /-

c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm

e. Refleks Pupil

 langsung :+/+

 tidak langsung :+/+

4. N-V (Trigeminus)

a. Sensorik

 N-V1 (ophtalmicus) : +

 N-V2 (maksilaris) : +

 N-V3 (mandibularis) : +

b. Motorik : +

Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut

c. Refleks kornea : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)

a. Sensorik (indra pengecap) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Motorik

12
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris kanan dan kiri

 Menutup mata : +/+

 Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)

 Menyeringai` : kanan (baik), kiri (sulcus nasolabialis

sinistra lebih dangkal)

 Gerakan involunter : -

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan

 Nistagmus : Tidak ditemukan

 Tes Romberg : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Pendengaran

 Tes Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

 Tes Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)

a. Refleks menelan : +

b. Refleks batuk : +

c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Refleks muntah : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

e. Posisi uvula : Normal; Deviasi ( - )

f. Posisi arkus faring : Simetris

8. N-XI (Akesorius)

a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + /+

13
b. Kekuatan M. Trapezius : + /+

9. N-XII (Hipoglosus)

a. Tremor lidah :-

b. Atrofi lidah :-

c. Ujung lidah saat istirahat : Normal

d. Ujung lidah saat dijulurkan: Normal

e. Fasikulasi :-

c. Pemeriksaan Motorik

Kekuatan Otot Tenaga

Extremitas Atas :

• M.Deltoid : 4/5

• M.Biceps: 4/5

• M.Triceps : 4/5

• Fleksi pergelangan tangan : 4/5

• Membuka jari-jari tangan : 4/5

• Menutup jari-jari tangan : 4/5

Tonus Otot

• Tonus : spastik/spastik

• Trofik : normal/normal

Sensibilitas

14
• Raba : normal/ normal

• Nyeri : normal/ normal

• Suhu : tde

Badan

• Nyeri tekan/ketok lokal : Negatif

• Refleks dinding perut : Negatiif

Sensibilitas :

• Raba : normal/ normal

• Nyeri : norma/ normal

• Suhu : normal/normal

Vegetatif

• BAK : normal

• BAB : normal

Ekstremitas Bawah

Reflek fisiologis :

• KPR : +2/+2

• APR : +2/+2

• Reflek patologis

a. Gordon : -/-

b. Gonda : -/-

c. Oppenheim : -/-

d. Babinski : -/-

15
e. Chaddock : -/-

f. Schaeffer : -/-

g. Bing : -/-

h. Rosolimo : -/-

i. Mendele becterew : -/-

• Sensibilitas

• Raba : normal/ normal

• Nyeri : normal/ normal

• Suhu : normal/normal

• Sikap/posisi : normal/ normal

• Vibrasi : tde

• Gerakan involunter : negatif

d. Sistem Ekstrapiramidal

1. Tremor : +

2. Chorea : -

3. Balismus : -

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

e. Sistem Koordinasi

1. Romberg Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

2. Tandem Walking : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

16
3. Finger to Finger Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Nose Test : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

17
f. Fungsi Kortikal

1. Atensi : Dalam Batas Normal

2. Konsentrasi : Dalam Batas Normal

3. Disorientasi : Dalam Batas Normal

4. Kecerdasan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa : Disartria (-)

6. Memori : Tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia : Pasien dapat mengenal objek dengan

baik

18
Fungsi luhur

• Afasia motorik : (-)

• Afasia sensorik : (-)

• Afasia amnestik (anomik) : (-)

• Afasia konduksi : (-)

• Afasia global : (-)

• Agrafia : (-)

• Alexia : (-)

• Apraxia : (-)

• Agnosia : (-)

• Akalkulia : (-)

g. Susunan Saraf Otonom

Inkontinensia :-

Hipersekresi keringat :-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 14 Maret 2019

Darah lengkap

• Hb : 10,2 g/dL

• RBC : 4.76.10^3/ul

• Lekosit : 19,21. 10^3/ul

• Hct :33,6% (L)

• PLT : 342.10^3/ul

19
• Kreatinin darah : 1.26 mg/dL

• GDS : 72 mg/dL

• BUN : 20.0 mg/dL

Elektrolit

Natrium Darah : 133 mmol/L

Kalium Darah :3.9 mmol/L

CT-Scan kepala

Interpretasi;

1.Tak tampak lesi hypo/hyperdense di brain parenkim

2.Tak tampak midline shift

20
3.Sulcy dan gyri tampak baik

4.Sistem ventrikel dan sisterna tampak baik

5.Tak tampak klasifikasi abnormal

6.Pons dan cerebellum tampak baik

7.Orbita dan mastoid kanan kiri tampak biak

8.Sinus paranasalis kanan kiri tampak baik

9.Calvaria baik

21
E. RESUME

ANAMNESIS :

• Laki-laki 37 tahun dengan keluhan lemah sisi tubuh sebelah kanan yang

terjadi >24 jam. Tidak ada riwayat penurunan kesadaran, muntah (-),

nyeri kepala (-), demam (+), Hipertensi (-), Riwayat Merokok (+),

STATUS INTERNUS

• TD ka : 120/70 mmHg TD ki : 120/90 mmHg

• Nadi : 71x /menit kiri & 77x/menit kanan

STATUS NEUROLOGIS

• GCS : E4V5M6

• Meningeal sign : -

• Nn. Craniales: dbn

• Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dalam batas normal

• GDS : 72 mg/dL

CT Scan :

1.Tak tampak lesi hypo/hyperdense di brain parenkim

2.Tak tampak midline shift

3.Sulcy dan gyri tampak baik

4.Sistem ventrikel dan sisterna tampak baik

5.Tak tampak klasifikasi abnormal

6.Pons dan cerebellum tampak baik

7.Orbita dan mastoid kanan kiri tampak biak

8.Sinus paranasalis kanan kiri tampak baik

22
9.Calvaria baik

F. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis : SNH DD sindrom neuroleptik maligna

ASSESMENT

• Diagnosa Klinis : Hemiparese dextra

• Diagnosa Topis :-

• Diagnosa Etiologi : Sindrom Neuroleptik Maligna

TERAPI

Planning terapi:

Terapi 5 B:

1.Breath

- Bebaskan atau stabilkan jalan napas

- Head up 30 derajat

-Pasang O2 2 lpm

2. Brain

-Piracetam 3x3 gram /iv

3. Blood

-Infus Nacl 0.9% 20 Tpm

-Aspilet 80 mg -0-0 PO

-Simvastatin 20 mg 0-0-1PO

4. Bowel

-Neurodex 1x1 tablet

23
5. Bladder

-Pasang kateter jika sulit berkemih

G. PROGNOSIS

Ad vitam : Ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

24
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA

A. Definisi

Reaksi idiosinkrasi yang jarang, tetapi mengancam jiwa yang disebabkan

obat-obatan neuroleptik yang dicirikan oleh demam, kekakuan otot, perubahan

status mental, dan disfungsi otonom. SNM sering terjadi segera setelah inisiasi

pengobatan neuroleptik, atau setelah peningkatan dosis. SNM hanya terjadi

setelah terpapar obat neuroleptik. Rata-rata onset sekitar 4-14 hari setelah

dimulainya terapi, 90% kasus terjadi dalam 10 hari. Namun, SNM dapat

terjadi bertahun-tahun dalam terapi. Setelah sindrom dimulai, biasanya

berkembang selama 24-72 jam.(1,2,3)

B. Etiologi

Penggunaan obat neuroleptik tipikal maupun non tipikal juga obat-obat

non neuruleptik yang mempunyai aktivitas antidopaminergik seperti

metoklopramid, promethazine, tetrabenazine, droperidol, diatrizoate amoxapine,

clomipramine, desipramine, litium, amantadine, carbamazepine, dan L-dopa.


(1,2,3,4)

25
Tabel 1. Pembagian obat-obatan yang dapat menyebabkan sindroma
neuroleptik maligna

Neuroleptik Tipikal Neuroleptik Non-neuroleptik dengan


Aktivitas
Atipikal antidopaminergik

Potensi rendah: Aripiprazole Metoklopramide


Klorpromazin Asenapine Tetrabenazine
Proklorperazin Clozapine Reserpine
Thioridazin Iloperidone Droperidol
Lurasidone Prometazine
Olanzapine Amoxapine
Potensi tinggi: Quetiapin Diatrizoate
Haloperidol Paliperidon
Flufenazin Risperidon Dopaminergik
Pimozide Ziprasidone (withdrawal)
Thiotixene Levodopa
Dopamin agonis
Amantadine
Tolcapone

Lainnya
Litium
Phenelzine
Dosulepin
Desipramine
Trimipramin

Tabel 2. Faktor- faktor risiko yang dapat memicu timbulnya SNM

Hubungan dengan Hubungan dengan Hubungan dengan


obat somatik kondisi kejiwaan
Dosis obat neuroleptik Dehidrasi Agitasi psikomotor
yang tinggi Demam Riwayat gangguan
Genetik Afektif
Peningkatan dosis obat Riwayat SNM
neuroleptik secara cepat Trauma
dalam waktu singkat Infeksi
Malnutrisi
Penggantian mendadak Alkoholisme
obat neuroleptik Tirotoksikosis

26
Kelainan otak organic
Pemberian obat Hiponatremia
neuroleptik secara Usia muda
parenteral Laki-laki
Defisiensi besi
Kombinasi 2 atau lebih
obat neuroleptik

Penggunaan obat
neuroleptik bersama
obat lain seperti litium

Riwayat SNM
sebelumnya

Efek samping obat neuroleptik sangat penting untuk diketahui

mengingat penggunaan obat ini seringkali diberikan dalam jangka panjang.

Efek-efek samping tersebut mencakup efek ekstrapiramidal (distonia,

parkinsonisme, akathisia dan tardivedyskinesia), efek antikolinergik (mata

kabur, mulut kering, bingung, konstipasi, retensi urin), hipotensi

ortostatik, kepala terasa melayang, disfungsi seksual, amenorea,

sedasi, kejang, gangguan hematologik (agranulo-sitosis), dan SNM.( 6,7,8)

27
C. Patogenesis

28
Pusat kontrol sistem termoregulasi tubuh terletak di hipotalamus anterior

yang bertanggung jawab akan pemeliharaan homeostasis termal tubuh. Sinyal

sensorik dari termoreseptor dikirim ke hipotalamus anterior yang akan

dibandingkan dengan “set point”. Mekanisme efektor dari termoregulasi (secara

fisik dan perilaku) selanjutnya diaktifkan dan suhu tubuh dikompensasi

sejalan dengan “set point”dengan cara produksi dan pelepasan panas.

Mekanisme terjadinya hiperpireksia pada SNM disebabkan karena adanya

elevasi pada “set point”, yang dipicu oleh zat yang dikenal sebagai pirogen,

baik pirogen eksogen maupun endogen. Saat ini disepakati bahwa faktor-faktor

yang mengaktivasi sintesis pirogen endogen tubuh disebabkan oleh pirogen

eksogen. Hasil beberapa penelitian yang menelaah mekanisme demam

menunjukkan bahwa zat pirogen eksogen dapat berupa bakteri, virus, protozoa,

jamur, alkaloid atau lektin. Berdasarkan hal ini, obat neuroleptik dipikirkan

sebagai salah satu pirogen Eksogen yang mengaktivasi sintesis dan pelepasan

pirogen endogen yang selanjutnyaakan meningkatkan “set point” sehingga

terjadi hiperpireksia pada SNM. Pirogen eksogen mengaktivasi sel sistem

imun untuk memroduksi pirogen endogen seperti interleukin 1, 6, 8, 11,12,

dan 18, interferon --, tumor necrosis factor -, dan sitokin lain seperti

MIP-1 dan AFGF. Protein-protein tersebut diproduksi oleh monosit,

granulosit, makrofag,dan limfosit T. Selain menyebabkan hiperpireksia,

pirogen juga dapat menyebabkan ketidak-stabilan fungsi otonom (perubahan

tekanan darah dan takikardia), anoreksia, somnolen, merangsang produksi

protein fase akut, pengaktifan aksis neurohormonal,serta efek sedasi. Hingga

29
saat ini tidak ada satupun teori yang dapat menjelaskan mengapa hanya pada

sebagian kecil penderita yang mengonsumsi obat neuroleptik terjadi

SNM. Selin itu juga belum dipahami mengapa penderita SNM biasanya

dapat melanjutkan pengobatan neuroleptik dengan obat yang serupa dan

bahkan dengan obat yang sama.

D. Diagnosis

1.Gambaran Klinis

a) Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan cermat dengan menanyakan riwayat

penggunaan obat-obatan neuroleptik, jalur pemberian dan lama

pemberian obat.

b) Pemeriksaan Fisik

Empat gejala klasik SNM meliputi: gejala motorik (rigiditas otot,

bradikinesia, distonia, mutisme, korea, tremor), hipertermia, perubahan

status mental (bingung, delirium, stupor, koma), dan instabilitas

otonom (iregularitas pernapasan, aritmia jantung, tekanan darah yang

tidak stabil, diaforesis).

c) Pemeriksaan laboratorium

yang khas ialah adanya peningkatan enzim kreatinin kinase (CK) di

atas 1000 IU/L (lebih dari 90% kasus), dan dapat mencapai hingga

100000 IU/L, lekositosis berkisar 10000-40000 /mm peningkatan

ringan enzim laktat dehidrogenase (LDH), abnormalitas fungsi

hati (peningkatan SGOT/SGPT).

30
2. Kriteria diagnosis

Berdasarkan Levenson (1985) yaitu:

a. Gejala mayor : demam, rigiditas, dan peningkatan enzim CK

b. Gejala minor: abnormalitas tekanan darah, takikardia,

takipnu, perubahan kesadaran, diaforesis, dan leukositosis.

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR (2000), yaitu:

a. Terjadinya rigiditas otot dan peningkatan suhu tubuh yang

berkaitan dengan penggunaan obat neuroleptik

b. Dua atau lebih gejala berikut: Diaforesis, tekanan darah yang

meningkat atau tidak stabil, takikardia, inkontinensia, disfagia,

mutisme, tremor, perubahan status mental, dari bingung

hingga koma, leukositosis, dan bukti laboratorik berupa lesi

otot (peningkatan enzim CK)

c. Gejala pada kriteria A dan B bukan disebabkan karena

zat lain, kondisi medik,atau neurologik lain

d. Gejala pada kriteria A dan B bukan disebabkan karena

gangguan mental. (7,8,9,10)

31
E. Penatalaksanaan(11,12,13)

32
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Resume

Subjektif : Pasien diantar keluarga ke IGD RSU Prof. W.Z. Johannes

dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kiri yang terjadi ± 1 hari sebelum

masuk Rumah sakit. Lemah pada sisi tubuh sebelah kanan terjadi secara tiba-tiba

saat pasien sedang istirahat, namun pasien tidak sampai terjatuh. Pasien

mengatakan dirinya tetap sadar saat kelemahan itu timbul. Kelemahan dirasakan

pada tangan dan kaki pada sisi tubuh sebelah kiri. Kemudian merasakan gemetar

pada kedua tangan dan kaki namun yang lebih berat adalah sebelah kiri. Pasien

mengakui tidak ada sakit kepala namun terjadi demam saat kejadian sampai

masuk rumah sakit.

Objektif : Dari hasil pemeriksaan didapatkan Tekanan Darah kanan

120/70 mmHg dan tekanan darah kiri 120/90 mmHg, nadi kanan 77 kali per menit

reguler kuat angkat dan nadi kiri 71 kali per menit reguler kuat angkat, suhu 37,8

°C, pernapasan 20 kali per menit. Dari pemeriksaan neurologis didapatkan: Pada

pemeriksaan motorik, terdapat penurunan motorik pada

ekstremitas dextra superior (motorik 444) dan inferior (motorik 555)

4.2 Diagnosis

1. Diagnosis Klinis : Hemiparese dextra + Febris

Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada satusisi.

Pada hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan

33
daripada hemiplegi. Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa

adanya kelainan atau lesi pada korteks motorik atau pada sepanjang traktus

piramidalis. Febris terjadi akibat efek samping obat neuroleptik yang dikonsumsi

pasien.

2.Diagnosis Topis: -

3.Diagnosis etiologi : Sindrom Neuroleptik Maligna

Pada hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium menunjukan

pasien mengalami sindrom neuroleptik maligna dikarenakan mengonsumsi obat

neuroleptik. Hasil ct-scan kepala pasien menunjukan tidak ada kelainan di otak.

34
BAB V

KESIMPULAN

Sindroma neuroleptik maligna (SNM) adalah suatu sindroma

kegawatdaruratan neurologi yang berpotensi mengancam nyawa yang berkaitan

dengan penggunaan obat-obatan neuroleptik. Sindroma ini dapat berakibat fatal

dan angka mortalitas berkisar 5-20% bila tidak ditangani dengan baik. Kematian

biasanya disebabkan oleh komplikasi aritmia, DIC, gagal jantung, gagal napas,

dan gagal ginjal. Deteksi awal dari gejala klinis SNM dan penanganan sesegera

mungkin dapat meningkatkan luaran. Sindroma ini biasanya tidak fatal dan

sebagian besar penderita akan pulih total dalam jangka waktu 2-14 hari.

Walaupun belum ada panduan baku, tatalaksana sindroma ini berkaitan

dengan penghentian obat-obatan neuroleptik yang diduga memicu timbulnya

sindroma ini, terapi suportif, koreksi factor metabolik bila ditemukan kelainan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhanda G. Neuroleptic malignant syndrome. Chapter 118. Available


from:www.apiindia.org/medicine_update_2013/chap118.pdf
2. Berman B.D. Neuroleptic malignant syndrome: A review for
neurohospitalists Neurohospitalist. 2011;1(1):41-7
3. Nisijima K, Shioda K. Temporal changes in serum creatine kinase
concentration and degree of muscle rigidity in 24 patients with
neuroleptic malignant syndrome. Neuropsychiatr DisTreat. 2013;9: 853-9.
4. Tsai MC, Huang TL.Severe neuroleptic malignant syndrome: Successful
treatment with high-dose lorazepam and diazepam: A case report. Chang
Guang Med J. 2010;33(5):9.
5. Szota A, Oglodek E, Araszkiewicz A. Fever development in
neuroleptic malignant syndrome during treatment with olanzapine and
Clozapine. Pharmacol Rep. 2013;65: 279-87
6. Langan J, Martin D, Shajahan P, Smith DJ.Antipsychotic dose escalation
as a trigger for neuroleptic malignant syndrome (NMS): literature
review and case series report. BMC Psychiatry. 2012;12:1-8.
7. Anglin RE, Rosebush PI, Mazurek MF Neuroleptic malignant syndrome:
a neuroimmunologic hypothesis. CMAJ. 2010;182(18):834-88.
8. Ouyang Z, Chu L A case of recurrent neuroleptic malignant syndrome.
Shanghai Arch Psychiatry. 2013;25(4):256-89.
9. Nisijima K, Shioda K. A rare case of neuroleptic malignant syndrome
without elevated serumcreatine kinase. NeuropsychiatrDisTreat.
2014;10:403-7.
10. Nisijima K. Elevated creatine kinase does not necessarily correspond
temporally with onset of muscle rigidity in neuroleptic malignant
syndrome: a report of two cases.NeuropsychiatrDisTreat. 2012;8:615-8.11.
11. Paul M, Michael SG, John S, Lenox RJ. An Atypical presentation of
neuroleptic malignant syndrome: Diagnostic dilemma in a critical care
setting. Respir Care. 2012;57(2:315-712.
12. Cheah MF, Liew KB A case report on haloperidol-induced neuroleptic
malignant syndrome (NMS). JPCS. 2013;7:22-513.
13. Strawn JR, Keck PE, Caroff SN Neuroleptic Malignant
Syndrome. Am J Psychiatry. 2007;164:870-5.

36

Anda mungkin juga menyukai