Kebutuhan Khusus Terhadap Masalah Ekonomi (Kemiskinan & Anak Banyak)
Kebutuhan Khusus Terhadap Masalah Ekonomi (Kemiskinan & Anak Banyak)
Kebutuhan Khusus Terhadap Masalah Ekonomi (Kemiskinan & Anak Banyak)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kemiskinan merupakan masalah utama dan paling mendasar yang setiap
harinya menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Apalagi di Indonesia masih memiliki
masalah yang cukup pelik dalam pemberantasan kemiskinan, tentu saja bukan hanya
Indonesia saja yang memiliki masalah semacam ini, banyak negara yang juga berkutat
dengan masalah kemiskinan, bahkan lebih parah dari Indonesia. Bagi Indonesia yang
merupakan salah satu negara berkembang yang ada di ASEAN masalah kemiskinan
bukan merupakan hal yang baru. Hampir semua periode pemerintahan yang ada di
Indonesia menempatkan masalah kemiskinan menjadi isu pembangunan. Efektivitas
dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam
memilih strategi atau instrumen pembangunan. Masalah kemiskinan ini sangatlah
kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan
dunia, khususnya Indonesia yang merupakan Negara berkembang. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan,
kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan
kekerasan dan kejahatan.Setiap negara memiliki anggota masyarakat yang berada di
bawah garis kemiskinan, tentunya di setiap negara permasalahan kemiskinan ini telah
menjadi masalah yang global. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif
masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini
keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini,
negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
1
Kebutuhan khusus pada masalah ekonomi yang meliputi kemiskinan salah satunya
adalah karena adanya pertemuan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas
seperti produksi, distribusi, dan konsumsi. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
masalah yang timbul pun terus bergeser, hingga munculah sebuah sebutan masalah
ekonomi modern. Di mana, masalah ini dianut oleh para ahli yang mengikuti aliran modern.
Banyak anak banyak rezeki adalah pepatah yang sangat terkenal pada zaman orang tua
dan nenek kakek kita dulu, bahkan sampai sekarang. Itulah kenapa generasi nenek kakek
kita memiliki banyak anak hingga mencapai belasan anak dalam satu keluarga, dan inilah
salah satu alasan mengapa sejak dulu pemerintah melalui BKKBN, gencar
mengkampanyekan sogan “ Dua Anak Cukup “ dan semacamnya untuk mengimbangi
motivasi yang muncul akibat ada pepatah banyak anak banyak rezeki.
Kebutuhan khusus pada masalah ekonomi yang meliputi anak banyak erat kaitannya
dengan beberapa hal seperti penghasilan, pendidikan, kesehatan dan masih banyak hal
lainnya, dalam hal penghasilan apabila tidak mencukupi maka masalah pendidikan dan
kesehatan tidak akan terpenuhi dan akan terabaikan. Bahkan untuk kasih sayang pun
tidak akan didapatkan oleh anak – anak karena kesibukan orang tua dan keluarga dalam
mencari nafkah.
Data yang ada di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2018,
angka ibu melahirkan masih 2,38. Artinya, rata-rata setiap ibu di Indonesia melahirkan tiga
anak. Faktanya 1 orang ibu ada yang memiliki 10 orang anak. Selama ini dalam
masyarakat terpatri kepercayaan, banyak anak banyak rezeki. Benar atau tidak
tergantung kepercayaan masing-masing individu. Anak sendiri merupakan sebuah bentuk
rezeki, Dalam agama Islam sendiri ada hal lain tentang memiliki anak dalam hadits,
"Apabila manusia itu telah mati maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara
yaitu Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih. Alasan inilah yang dipakai
sebagian orang, dengan memiliki banyak anak, berharap peluang anak yang sholeh-
sholehah semakin banyak.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui tentang pengaruh kemiskinan di Indonesia
2. Mengetahui tentang pengeruh budaya banyak anak di Indonesia
2
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengaruh kemiskinan dan budaya banyak anak terhadap masalah
ekonomi di Indonesia
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan dapat menjadi tambahan referensi infomasi dan wawasan tambahan terhadap
masalah ekonomi di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemiskinan
1. Definisi
Secara umum, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau
sekelompok orang tak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Syawie, 2011).
Prinsip kemiskinan yang melihat kepada ukuran melalui pendapatan dan kekayaan
adalah salah satu daripada petunjuk kemiskinan, dan ukuran ini harus diperbaiki
kerana dimensi kemiskinan turut merangkumkan sebab akibat yang jauh lebih besar
impaknya. Pengukuran berdasarkan keupayaan dan keperluan yang mencukupi
mengundang agar usaha membasmi kemiskinan dilihat dalam konteks perbandingan
atau kemiskinan relatif. Pengukuran mengikut kemiskinan relatif bermakna ukuran
keupayaan dan keperluan mencukupi mendorong usaha memperbaiki keadaan hidup
golongan manusia yang relatifnya miskin walaupun dalam masyarakat yang berada
(Khalid, 2016).
Menurut pendapat para ahli dan tokoh mengenai definisi kemiskinan, diantaranya
adalah:
a. Hall dan Miidgley
Menurut Hall dan Midgley pengertian kemiskinan adalah kondisi deprivasi materi
dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang
4
layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan
dengan individu yang lainnya dalam masyarakat.
b. Faturachman dan Marcelinus Molo
Menurut Faturachman dan Marcelinus Molo, pengertian kemiskinan adalah
ketidakmampuan seseorang atau beberapa orang (rumah tangga) untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Reitsma dan Kleinpenning
Menurut Reitsma dan Kleinpenning pengertian kemiskinan adalah
ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat
material maupun non-material.
d. Suparlan
Menurut Suparlan arti kemiskinan adalah standar tingkat hidup yang rendah
karena kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang bila
dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
e. Friedman
Menurut Friedman pengertian kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan
untuk memformulasikan kekuasaan sosial berupa asset, sumber keuangan,
organisasi sosial politik, jaringan sosial, barang atau jasa, pengetahuan dan
keterampilan, serta informasi.
f. Levitan
Menurut Levitan, pengertian kemiskinan adalah kekurangan barang dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak.
g. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Menurut BAPPENAS, arti kemiskinan adalah situasi serba kekurangan karena
keadaan yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang
dimilikinya.
2. Klasifikasi Kemiskinan
Secara umum, ada beberapa jenis kemiskinan yang ada di masyarakat. Berikut ini
adalah jenis-jenis dan contoh kemiskinan tersebut:
a. Kemiskinan Subjektif
Jenis kemiskian ini terjadi karena seseorang memiliki dasar pemikiran sendiri
dengan beranggapan bahwa kebutuhannya belum terpenuhi secara cukup,
walaupun orang tersebut tidak terlalu miskin. Contohnya: pengemis musiman
yang muncul di kota-kota besar.
5
b. Kemiskinan Absolut
Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan dimana seseorang/ keluarga
memiliki penghasilan di bawah standar kelayakan atau di bawah garis
kemiskinan. Pendapatannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Contoh kemiskinan absolut:
keluarga yang kurang mampu.
c. Kemiskinan Relatif
Jenis kemiskinan ini adalah bentuk kemiskinan yang terjadi karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menyentuh semua lapisan masyarakat.
Kebijakan tersebut menimbulkan ketimpangan penghasilan dan standar
kesejahteraan. Contohnya: banyaknya pengangguran karena lapangan
pekerjaan sedikit.
d. Kemiskinan Alamiah
Ini merupakan kemiskinan yang terjadi karena alam sekitarnya langka akan
sumber daya alam. Hal ini menyebabkan masyarakat setempat memiliki
produktivitas yang rendah. Contohnya: masyarakat di benua Afrika yang
tanahnya kering dan tandus.
e. Kemiskinan Kultural
Ini adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat kebiasaan atau sikap
masyarakat dengan budaya santai dan tidak mau memperbaiki taraf hidupnya
seperti masyarakat modern. Contohnya: suku Badui yang teguh
mempertahankan adat istiadat dan menolak kemajuan jaman.
f. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan ini terjadi karena struktur sosial tidak mampu menghubungkan
masyarakat dengan sumber daya yang ada. Contohnya: masyarakat Papua
yang tidak mendapatkan manfaat dari Freeport.
3. Penyebab Kemiskinan
Setelah memahami pengertian kemiskinan dan jenis-jenisnya, maka kita juga perlu
mengetahui apa penyebanya. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab
kemiskinan yang paling umum :
a. Laju Pertumbuhan Penduduk
Angka kelahiran yang tinggi akan mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk
suatu negara menjadi besar. Bila laju pertumbuhan ini tidak sebanding dengan
pertumbuhan ekonomi, maka hal ini akan mengakibatkan angka kemiskinan
akan semakin meningkat di suatu negara.
6
7
b. Angka Penangguran Tinggi
Lapangan kerja yang terbatas menyebabkan angka pengangguran di suatu
negara menjadi tinggi. Semakin banyak pengangguran maka angka kemiskinan
juga akan meningkat. Peningkatan angka pengangguran juga dapat
menimbulkan masalah lain yang meresahkan masyarakat. Misalnya munculnya
pelaku tindak kejahatan, pengemis, dan lain-lain.
c. Tingkat Pendidikan yang Rendah
Masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah cenderung tidak memiliki
keterampilan, wawasan, dan pengetahuan yang memadai. Sehingga mereka
tidak bisa bersaing dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi di dunia kerja
maupun dunia usaha. Hal ini kemudian membuat angka pengangguran dan
kemiskinan menjadi bertambah.
d. Bencana Alam
Bencana alam merupakan faktor penyebab kemiskinan yang tidak dapat dicegah
karena berasal dari alam. Bencana alam seperti tsunami, banjir, tanah longsor,
dan lain-lain, akan menimbulkan kerusakan pada infrastruktur maupun
psikologis. Peristiwa bencana alam yang besar dapat mengakibatkan
masyarakat mengalami kemiskinan karena kehilangan harta.
Kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan usia
non produktif mengandung arti bahwa potensi beban ketergantungan penduduk
akan berkurang apabila kelebihan dari potensi bonus demografi dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik.
Proyeksi puncak era bonus demografi Indonesia menurut proyeksi BPS akan
dicapai antara rentang tahun 2025-2030, atau ketika jumlah penduduk usia
produktif Indonesia ada pada angka minimal 70% dari total jumlah penduduk.
Terbukanya lapangan kerja baru merupakan salah satu langkah penting yang
harus dilakukan oleh pemerintah dalam menyambut bonus demografi Indonesia.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam keputusan kebijakan pemerintah
Indonesia terkait penyediakan lapangan pekerjaan baru bagi warga negaranya.
Pemerintah bisa mendorong peningkatan investasi di dalam negeri dengan
mengundang investor asing dari negara maju atau dengan mendorong dan
memfasilitasi masyarakat untuk menjadi enterpreneur (pengusaha) baru.
Bagaimana peran atau dampak terjadinya Bonus Demografi dan bagaimana dapat
hal ini selanjutnya akan memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat?. Untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan diatas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan untuk memaksimalkan manfaat bonus
demografi di Indonesia sebagai berikut:
12
kerja. Hal ini akan meningkatkan produksi dan mendorong pertumbuhan
ekonomi
c) Mengelola pertumbuhan populasi.
Bonus demografi yang ada perlu dijaga dengan baik, sehingga pertumbuhan
populasi perlu dikontrol untuk menjaga agar rasio ketergantungan (dependency
ratio) tetap berada di titik yang optimal. Rasio ketergantungan yang terlalu tinggi
dapat membebani pertumbuhan ekonomi, sehingga perlu dijaga dengan baik.
Hal ini bisa dilakukan salah satunya melalui program Keluarga Berencana (KB).
d) Meningkatkan tingkat kesehatan penduduk.
Penduduk di usia produktif yang tidak sehat tidak akan mendukung produksi dan
akan menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Maka melimpahnya
penduduk usia produktif perlu didukung dengan tingkat kesehatan yang tinggi.
Dalam hal ini, pemerintah dapat mendukung dengan meningkatkan kualitas
asuransi kesehatan dan mengeluarkan kebijakan yang dapat mendukung
kesehatan masyarakat (Setiawan, 2018).
B. Anak Banyak
Paradigma baru tentang pembangunan sudah bergeser pada pentingnya pembangunan
berdimensi pada manusia (people centered development). Banyak ahli yang mengatakan
bahwa penduduk bukan hanya sebagai obyek dari pembangunan tapi sekaligus sebagai
subjek dari pembangunan. Karena disyaratkan bahwa penduduk harus ikut sebagai
subjek maka dibutuhkan peningkatan kualitas sumberdaya manusia agar benar benar
pembangunan yang diinginkan bisa tercapai. Keterlibatan penduduk dalam
pembangunan perekonomian menjadi penting dalam rangka untuk meningkatkan
pendapatan. Kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting
lainnya dalam pembangunan, karena selain sebagai tolak ukur keberhasilan
pembangunan ekonomi namun berikutnya juga dapat digunakan sebagai ukuran dalam
mencapai kesejahteraan.
13
menghasilkan pendapatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Berdasarkan pengertian yang ada keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhikebutuhan hidup spiritual dan
materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,memiliki hubungan yang
sama, selaras, seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Dalam membina dan mengembangkan keluarga diperlukan upaya yang menyangkut
aspek keagamaan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sosial budaya, kemandirian
keluarga, ketahanan keluarga, maupun pelayanan keluarga. Keluarga Sejahtera adalah
keluarga yang dibentuk secara holistik dan terpadu atas semua indikator -indikator yang
membentuknya.
Di zaman dulu kita sering mendengar beberapa filosofi tentang harapan orangtua tentang
anaknya. Ada yang ingin punya anak lelaki seluruhnya, agar suatu saat dapat
meneruskan usaha bapaknya dan menjadi kebanggaan orang tua.Salah satu contoh
lainnya adalah filosofi “banyak anak, banyak rezeki”. Orang tua dahulu beranggapan
memiliki banyak anak akan mendatangkan banyak rezeki karena di saat anak-anaknya
besar nanti, mereka akan sukses dan memiliki penghasilan sendiri serta mendatangkan
banyak uang bagi orangtua nya.
Di saat kondisi ekonomi memburuk, jumlah anak yang tetap pun akan membuat beban
ekonomi menjadi berat juga,. Dan di saat kondisi ekonomi meningkat, bertambahnya
jumlah anak yang tetap atau lebih sedikit bisa dirasakan menjadi faktor positif dalam
kesejahteraan keluarga. Secara akal sehat, bila punya banyak anak pun mungkin tidak
akan menjadi beban bila peningkatan kondisi ekonominya lebih pesat. Intinya jumlah anak
tidak otomatis berpengaruh pada menurunnya tingkat kesejahteraan bahkan bisa menjadi
faktor pendorong majunya tingkat kesejahteraan keluarga bila dididik menjadi manusia
yang berkualitas.
Data yang ada di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2018,
angka ibu melahirkan ada di angka 2,38. Artinya, rata-rata setiap ibu di Indonesia
melahirkan dua - tiga anak sedangkan BKKBN menargetkan angka kelahiran wanita
subur mencapai 2,1 pada 2025. Selama ini dalam masyarakat terpatri kepercayaan
bahwa banyak anak banyak rezeki. Benar atau tidak tergantung kepercayaan masing-
masing individu. Anak sendiri merupakan sebuah bentuk rezeki, Dalam agama Islam
sendiri ada hal lain tentang memiliki anak dalam hadits, "Apabila manusia itu telah mati
maka terputuslah dari semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu Shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan anak shalih. Alasan inilah yang dipakai sebagian orang, dengan
memiliki banyak anak, berharap peluang anak yang sholeh-sholehah semakin banyak.
Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.
Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi.Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota keluarga
berarti semakin sedikit pula kebutuhan yang harus dipenuhi keluarga. Sehingga dalam
keluarga yang jumlah anggotanya banyak, akan diikuti oleh banyaknya kebutuhan yang
harus dipenuhi. Semakin besar ukuran rumahtangga berarti semakin banyak anggota
rumahtangga yang pada akhirnya akan semakin berat beban rumahtangga untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Demikian pula jumlah anak yang tertanggung
dalam keluarga dan anggota-anggota keluarga yang cacat maupun lanjut usia akan
berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu keluarga. Mereka tidak bisa
Menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga
15
dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan,
dan biaya hidup lainnya.
Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah
anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan
kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja.Kelompok yang
dimaksud makan dari satu dapur adalah bila pengurus kebutuhan sehari-hari dikelola
bersamasama menjadi satu. Jadi, yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah
mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam
umur non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua).
Jumlah anak bukanlah faktor besar dari permasalahan ekonomi suatu keluarga. Banyak
faktor yang lebih mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga seperti sifat konsumtif,
tingkat pendidikan, dan yang terpenting bagaimana orang tua membangun akhlaq pada
anak agar menjadi orang yang bermanfaat dan berkualitas di masa depan.
Menurut BKKBN (2015), keluarga dikatakan sebagai keluarga kecil,jika maksimal memiliki
dua anak. Pengkategorian jumlah anak yang diinginkan menjadi:
1. sedikit, apabila keluarga menginginkan anak sebanyak banyaknya memiliki satu anak
2. sedang, apabila keluarga menginginkan anak sebanyak dua anak,
3. banyak, apabila keluarga menginginkan anak sedikitnya memiliki lebih dari dua anak.
Berdasarkan himpunan data oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada
tahun 2018, Provinsi Kalimantan Selatan menjadi provinsi dengan jumlah perkawinan
anak tertinggi di Indonesia yaitu 39,53 persen (dari jumlah seluruh perkawinan),
16
sementara Daerah Istimewa Yogyakarta terendah dengan 11,07 persen. Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya angka perkawinan anak, di
antaranya jumlah tersebut lebih tinggi di area rural urban atau pedesaan atau daerah
selain perkotaan karena faktor ekonomi. Berdasarkan data, persentase perempuan
yang menikah di usia 18 tahun pada 2015 sebesar 17 persen di perkotaan dan 27
persen di pedesaan (BPS, 2018).
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau kelompok tidak dapat memenuhi hak-
hak dasarnya dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Sedangkan dalam Ideologi Konservatif yang berpegangan pada kapitalisme
dan liberalism abad ke-19. Kaum konservatif memandang bahwa masalah kemiskinan
adalah kesalahan pada orang miskin itu sendiri. Dalam Islam kemiskinan adalah orang
yang ditenangkan oleh kefakiran dan ia adalah orang yang sama sekali tidak memiliki apa-
apa, atau orang yang memiliki sesuatu yang tidak mencukupi kebutuhannya. Seorang
dapat dikatan miskin, dikarenakan kondisi dan situasinya benar-benar telah membuat
geraknya menjadi sedikit lalu mencegahnya untuk bergerak, atau bisa juga berarti orang
yang berdiam diri di rumah saja dan enggan pergi meminta-minta kepada manusia. anyak
orang yang mungkin tidak tergolong (miskin dari segi pendapatan) dapat dikategorikan
sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya
indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan
beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari
kemiskinan di Indonesia.
Besarnya jumlah pengangguran tentu menjadi salah satu faktor "pincang" nya ekonomi
suatu negara. Terlebih bagi kondisi ekonomi suatu keluarga itu sendiri. Memiliki sedikit
anakpun bila tidak dibentuk kualitasnya maka akan menjadi beban ekonomi keluarga
juga anggapan diatas (banyak anak, banyak masalah) terlalu sederhana untuk
disimpulkan, sementara hubungan antara jumlah anak dan tingkat ekonomi tidaklah
sederhana. Di saat kondisi ekonomi kepala keluarga stabil, sementara jumlah anak
bertambah, maka akan menjadi faktor yang besar bagi tingkat ekonomi keluarga.
B. Saran
Demikian pokok bahasan masalh yang dapat kami paparkan, besar harapan kami agar
makalah ini dapat bermanfaat. Karena keterbatasan kami menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membengun sangat diharpkan
agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa mendatang
18
DAFTAR PUSTAKA
Khalid, K. A. (2016). Dilema Kemiskinan: Falsafah, Budaya dan Strategi. Akademia 86(2)
Konadi, Win & Iba, Zainuddin. 2011. Bonus Demografi Modal Membangun Bangsa yang Sehat
dan Bermartabat. Majalah Ilmiah Unimus. VARIASI, ISSN: 2085- Volume 2 Nomor 6,
Februari 2011
Maisaroh, S., & Sukhemi. 2011. Pemerdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Budaya
Kewirausahaan Untuk Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan. JEJAK, Volume 4,
Nomor 1.
19
Murdiansyah, I. (2014). Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis. Jurnal WIGA
Vol. 4 No. 1
Setiawan, Satria Aji. 2018. Mengoptimalkan Bonus Demografi Untuk Mengurangi Tingkat
Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Analis Kebijakan Vol. 2 No. 2 Tahun 2018
Wijaya, H. (2015). Kemiskinan dan Kelaparan: Berbagai Pandangan dengan Perspektif yang
Berbeda
20