HMM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 175

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMAKAIAN MAJAS PERBANDINGAN


DALAM TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK
KARYA AHMAD TOHARI:
KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Margareta Anggraini Taruk

NIM: 131224042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PEMAKAIAN MAJAS PERBANDINGAN


DALAM TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK
KARYA AHMAD TOHARI:
KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Margareta Anggraini Taruk

NIM: 131224042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MOTO

“Serahkanlah kekawatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu”

(1 Petrus 5: 7)

Jadilah diri sendiri jika ingin meraih kesuksesan, sebab semua kesuksesanmu

berasal dari diri sendiri. Orang lain hanya motivatormu.

(Margareta Anggraini Taruk)

“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan

apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai,”

(Pramoedya Ananta Toer)

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

2. Orang tua tercinta, Bapak Yohanes William Kon dan Ibu Yustina Setya yang

selalu mendoakan dan memberikan semangat serta kasih sayang pada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketiga adik saya Yohanes Edward Kristiadi Taruk, Maria Stefani Geraldine

Taruk, dan Teresa Aviliani Taruk yang selalu memberikan semangat pada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat peneliti menuntut ilmu.

5. Keluarga, sahabat dan teman-teman tercinta.

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Taruk, Margareta Anggraini. 2017, “Pemakaian Majas Perbandingan dalam
Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian:
Semantik.” Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.

Penelitian ini menganalisis majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng


Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan dengan sumber data trilogi Ronggeng Dukuh Paruk yang terbagi
menjadi tiga bagian yaitu: Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan
Jantera Bianglala. Penelitian ini memilki tiga tujuan. Pertama, mengidentifikasi
dan menganalisis jenis majas perbandingan yang terdapat dalam trilogi Ronggeng
Dukuh Paruk. Kedua, menganalisis ciri penanda setiap gaya bahasa yang
digunakan. Ketiga, menganalisis makna dari setiap penggunaan gaya bahasa.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini,
yaitu teknik membaca, mencatat dan menginventarisasi. Instrumen dalam
penelitian ini yaitu peneliti sendiri yang merupakan alat pengumpul data utama.
Analisis data dilakukan dengan tahapan: (1) mengidentifikasi dan
menginventarisasi data hasil temuan, (2) mengklasifikasi hasil temuan
berdasarkan jenis gaya bahasa dan ciri penanda, (3) menginterpretasi makna hasil
analisis data, (4) mendeskripsikan hasil analisis data tersebut.
Hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan penelitian
menunjukan tiga hal penting yakni pertama, jenis majas perbandingan terbagi
menjadi sepuluh jenis gaya bahasa yaitu: gaya bahasa simile atau perumpamaan,
gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa depersonifikasi,
gaya bahasa alegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme atau tautologi,
gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis, dan gaya bahasa
koreksio atau epanortosis. Kedua, terdapat ciri-ciri penanda yang digunakan
dalam setiap gaya bahasa pada majas perbandingan yang bertujuan sebagai
penegas dan pembanding antara gagasan yang satu dan yang lain. Ketiga, makna
yang ingin disampaikan melalui setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan
sangat beragam, disesuikan konteks kalimat. Tujuan pemaparan makna agar
pembaca sastra memahami setiap bentuk gaya bahasa kias yang digunakan.

Kata Kunci: Jenis majas perbandingan, Ciri penanda, Makna gaya bahasa

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
Taruk, Margareta Anggraini.2017. “The Used of Simile ini Ronggeng Dukuh
Paruk by Ahmad Tohari The Study of Semantic. Thesis. Yogyakarta,
Indonesia Literatur and Language Faculty. Department of Indonesian
Literature and Language, Faculty of Education and Teaching, Sanata
Dharma University.

This study research analyzed simile in Ronggeng Dukuh Paruk Trilogy by


Ahmad Tohari. This study research was a literature research by Ronggeng Dukuh
Paruk Triogy that consist of three parts, there are: Catatan Buat Emak, Lintang
Kemukus Dini Hari, and Jantera Bianglala. This research has three purpose. First,
identifying and analysing kinds of simile that are contained in Ronggeng Dukuh
Paruk Trilogy. Second, analysing the symptom characteristic of each figure of
speech in language used. Third, analysing the meaning of each figure of speech.
The technique.
In the data gathering the writer used three technique, namely reading,
writing, and inventoring. Instrument in this study was research it self as a tool to
collect the data. There were four steps to analysze the data: (1) identifying and
inventoring of the findings. (2) clarifying the findings based on the figure of
speech and symptom characteristics. (3) interpreting the meaning of data
analysing result. (4) descripting the data analysing result.
Data analysing result and discussion done by the writer show three
important parts. First, kinds of similes divided into ten figure of speech there are.
Second , there are symptom characteristics that are used ini similes of figure of
speech which si aimed as affirmation and comparison between one idea to
another idea. Third, the meaning to be conveyed through the figure of speech ini
simile are very diverse, based on the context of the sentence. The purpose of
wxposure the meaning is to build the literary readers understanding each of figure
of speech that is used.

Keyword: Kinds of simile, The symptom charactersitics of figure of speech, The


meaning of figure of speech.

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristurs dan Bunda
Maria atas berkat rahmat dan pertolongan yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta bimbingan
dan juga dorongan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Rishe Purnama Dewi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan, pendampingan,
dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,
pendampingan, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. P. Hariyanto. M.Pd selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat,
serta motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku triangulator yang telah bersedia
mentriangulasi data peneliti dengan sabar, dan teliti serta telah memberikan
dukungan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memotivasi peneliti

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dalam mendalami ilmu bahasa dan sastra Indonesia sebagai bekal dalam
dunia pendidikan.
7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan informasi
yang berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini.
8. Orang tua tercinta, Bapak Yohanes William Kon dan Ibu Yustina Setya yang
selalu mendoakan dan memberikan semangat serta kasih sayang pada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Ketiga adik saya Yohanes Edward Kristiadi Taruk, Maria Stefani Geraldine
Taruk, dan Teresa Aviliani Taruk yang selalu memberikan semangat pada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak Yono dan Ibu Yani, serta keluarga di Warak yang telah memberikan
dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat seperjuangan dari semester satu sampai akhir, Alexandra Taum,
Clara Wahyu Kurnia Putri, Tursina Ayun Sundari, dan Yohana Augustas
Wokabelolo yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Kepada pacar Komang Mahardika yang selalu membantu dan mendukung
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada keluarga kecil kakak Amelia Senudin, Gregorius Clementino Baha,
Karbeny Mario Nantu, Bernardino Subintarto, Ar Argon, Wan Daga, Pepin
Djabut yang selalu menemani peneliti sejak awal kuliah dan memberikan
semangat.
14. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B yang
selalu memberikan dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
15. Ibu Sutyo dan teman-teman kos Anugerah yang selalu memberikan
dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam memberikan
dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat secara khusus di bidang akademis dan
dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Yogyakarta, 14 Agustus 2017

Margareta Anggraini Taruk

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Agustus 2017

Penulis,

Margareta Anggraini Taruk

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
nama : Margareta Anggraini Taruk
NIM : 131224042
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PEMAKAIAN MAJAS PERBANDINGAN DALAM TRILOGI
RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI
KAJIAN SEMANTIK.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 4 September 2017


Penulis,

Margareta Anggraini Taruk

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMN PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................iii
MOTO.....................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................xi
DAFTAR ISI........................................................................................................xxi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................5
3. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5
4. Manfaat Penelitian.................................................................................. 6
5. Batasan Istilah.........................................................................................7
6. Sistematika Penyajian.............................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 10
2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan..................................................10
2.2 Landasan Teori......................................................................................12
2.2.1 Semantik..................................................................................... .12
2.2.2 Defenisi Majas............................................................................. 14
2.2.3 Jenis Majas................................................................................. 17
2.2.4 Gaya Bahasa Perbandingan..........................................................23
2.2.5 Penggunaan Majas dalam Sastra..................................................26
2.2.6 Karakteristik Gaya Bahasa Ahmad Tohari.................................. 28
2.2.6 Kerangka Berpikir....................................................................... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................34
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................34

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3.2 Sumber Data dan Data......................................................................... .34


3.3 Metode dan Teknik Penelitian............................................................. .35
3.4 Instrumen Penelitian............................................................................ .36
3.5 Analisis Data.........................................................................................38
3.6 Tariangulasi Data..................................................................................39
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN.................................. ........41
4.1 Deskripsi Data......................................................................................41
4.2 Hasil Analisi Data................................................................................42
4.2.1 Jenis Majas Perbandingan...........................................................42
4.2.2 Ciri Penanda dalam Majas Perbandingan.................................. 57
4.2.3 Makna dalam Gaya Bahasa........................................................68
4.3 Pembahasan................................................................................. ...... .80
BAB V PENUTUP................................................................................................87
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 87
5.2 Saran.....................................................................................................88
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................90
LAMPIRAN..........................................................................................................91
BIODATA PENULIS.........................................................................................159

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pengkodean Jenis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan.................38

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran :Tabulasi Majas Perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk


dan Analisis................................................................ ............................................91

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang pastinya berinteraksi dengan orang

lain dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Salah satu bentuk interaksi adalah

dengan berkomunikasi. Setiap orang punya cara sendiri untuk berkomunikasi dan

mengungkapkan buah pikirannya. Salah satunya melalui sastra. Melalui sastra,

seseorang mampu berimajinasi dengan buah pikirannya sehingga menghasilkan

suatu karya yang baik dan menarik bagi orang lain.

Wellek dan Warren, (2014: 3), mengatakan bahwa sastra adalah suatu

kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Karya seni dalam sastra yang maksud berupa

puisi, prosa dan drama. Melalui sastra seseorang ingin menyampaikan sesuatu,

mendialogkan sesuatu, dan sesuatu tersebut dapat dikomunikasikan lewat sarana

bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamannya yakni fungsi

komunikatif Nurgiyantoro 1993: 1 (melalui Nurgiyantoro 2010: 272). Setiap

karya sastra yang dihasilkan tentu punya cara pengucapan atau pengungkapan

bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengugkapkan sesuatu

yang dikemukakan, hal ini disebut sebagai gaya bahasa Abrams, (melalui

Nurgiyantoro, 2010: 276).

Menurut Tarigan (1985: 5), gaya bahasa adalah bahasa merupakan bentuk

retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk

meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Oleh karena itu, gaya

bahasa yang dipergunakan pengarang, meski bersifat unik dan dekat dengan

watak dan jiwa pengarang serta memilki nuansa tertentu sehingga timbul makna-

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

makna baru. Namun, di tengah uniknya gaya bahasa yang diciptakan pembaca

mungkin kurang mengerti sehingga berakibat ketidakpahaman terhadap

penggunaan bahasa tersebut. Ketidakpahaman tersebut antara lain;.

Pertama, perbedaan majas dan gaya bahasa. Sebagian orang belum

mampu membedakan gaya bahasa dan majas. Dale, et. al (melalui Tarigan, 2013:

4) mengatakan bahwa gaya bahasa merupakan bahasa indah yang digunakan

untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan

suatu benda atau hal lain tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.

Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta

menimbulkan konotasi tertentu, sedangkan majas adalah bentuk retorik, yaitu

penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan ataupun

mempengaruhi para penyimak dan pembaca. Dapat disimpulkan bahwa gaya

bahasa adalah bagian penting yang terdapat di dalam majas karena majas terbagi

ke dalam empat jenis dan keempat majas tersebut terdiri dari berbagai macam

gaya bahasa.

Kedua, aneka gaya bahasa. Menurut Tarigan (2013: 6), ragam bahasa

terdiri dari empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa

pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.Selain keempat

gaya bahasa tersebut, masih terdapat macam-macam jenis bahasa yang ditijau dari

sudut pandangan. Pandangan-pandangan tersebut dibedakan dari segi non bahasa

dan segi bahasa Keraf (1987: 115).

Dilihat dari unsur bahasa yang digunakan maka gaya bahasa dapat

dibedakan bedasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan yaitu: gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung

dalam wacana, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa

berdasarkan langsung tidaknya makna. Melalui unsur tersebut pemakai bahasa

dan pembaca sastra dapat menggunakan gaya bahasa pada tempatnya atau secara

tepat Keraf (1987 : 116-117).

Leech & Short (melalui Keraf 1987: 116) mengemukakan bahwa gaya

bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang

tertentu, untuk tujuan tertentu. Bila dilihat dari fungsi bahasa, penggunakaan gaya

bahasa termasuk dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan pesan lebih berbobot.

Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima menjadi

sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunanya tidak

tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka. Gaya bahasa sangat erat

kaitannya dengan makna, hal ini dilihat dari penggunaan gaya bahasa

berdasarkan unsur bahasa. Berbicara mengenai makna, makna dapat disebut juga

arti. Makna adalah objek dari semantik Hornby (melalui Pateda 1985: 45).

Berdasarkan masalah yang dialami pembaca sastra di mana kurangnya

pemahaman terhadap gaya bahasa dalam karya sastra terutama, perlunya

memberikan pemahaman terkait gaya bahasa dan bagian-bagiannya. Dalam hal ini

memberikan pemahaman mengenai pemakaian majas salah satunya majas

perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

melalui kajian semantik. Kajian semantik yang dimaksud ialah dilihat dari segi

pemaknaan dari majas perbandingan yang terdapat dalam trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Salah satu alasan mengapa memilih majas perbandingan ialah majas ini

dianggap sebagai majas yang menarik untuk diteliti oleh peneliti karena melihat

majas perbandingan inilah yang paling banyak digunakan oleh sastrawan dalam

karyanya. Dengan menggunakan majas perbandingan ini maka peneliti dan

pembaca sastra tentunya akan menemukan kosakata baru yang nantinya akan

menjadi acuan sebagai salah satu gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra.

Karya sastra yang digunakan sebagai sumber penelitian ini adalah sebuah

novel trilogi Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Peneliti

memilih novel ini karena novel ini menceritakan bagaimana kehidupan orang-

orang pedesaan pada zaman dahulu yang masih jauh dari kehidupan modernisasi.

Selain itu pula novel ini memasukan unsur sosial, politik dan budaya yang

dikemas dengan menggunakan gaya bahasa yang sangat beragam. Gaya bahasa

yang digunakan tidak hanya gaya bahasa kiasan, namun juga menggunaakan

bahasa daerah yang digunakan oleh Ahmad Tohari. Novel ini sudah terbit dalam

edisi bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Belanda dan segera menyusul bahasa

Inggris Tohari (2011: 2).

Berdasarkan pemakaian gaya bahasa yang digunakan oleh Ahmad Tohari

dalam karyanya yakni trilogi Ronggeng Dukuh Paruk peneliti akan mengkaji

secara semantik. Bahasa kias yang dicurigai sebagai majas perbandingan akan

dideskripsikan secara semantik (makna) sehingga pembaca sastra akan

memperoleh pemahaman dari setiap penggunaan majas dalam trilogi Ronggeng

Dukuh Paruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Harapannya dengan memberikan pemahaman mengenai pemakaian majas,

terutama majas perbandingan dapat menambah wawasan terkait majas

perbandingan bagi pembaca terutama para pendidik dan peminat sastra untuk

terus mengembangkan dan menggunakan gaya bahasa serta majas perbandingan

dalam karya-karya sastra yang dihasilkan.

2. Rumusan Masalah

Masalah yang muncul berkaitan dengan uraian latar belakang masalah di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah pemakaian majas perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari?

Berdasarkan rumusan masalah tersebut disusun submasalah sebagai berikut:

1. Jenis majas perbandingan apa saja yang terdapat dalam trilogi Ronggeng

Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?

2. Ciri apa sajakah yang terdapat pada setiap majas perbandingan dalam

trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?

3. Makna apa sajakah yang terdapat pada setiap majas perbandingan dalam

trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

Mendeskripsikan pemakaian majas perbandingan dalam Trilogi Ronggeng

Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari Kajian Semantik.

Tujuan yang hendak dicapai dalam submasalah ini adalah:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Mengidentifikasikan dan mendeskripsikan jenis majas perbandingan

yang terdapat dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari.

2. Mendeskripsikan ciri majas perbandingan yang terdapat dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

3. Mendeskripsikan makna yang terdapat pada setiap majas

perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari.

4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak dicapai penulis yaitu:

4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kaitannya

dengan kajian ilmu kebahasaan yaitu semantik, khususnya penelitian mengenai

pemakaian majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari. Selain itu juga bermanfaat bagi penelitian lainnya yang berkaitan

dengan penggunaan gaya bahasa terhadap objek tertentu.

4.2 Manfaat Praktis

4.2.1 Bagi pembaca

Penelitian ini diharapkan agar pembaca mampu memahami setiap majas

yang digunakan khususnya majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari, serta diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi

pembaca untuk untuk mengaplikasikan penggunaan majas dalam kehidupan

sehari-hari terutama dalam setiap karya sastra yang dihasilkan. Selain itu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adanya teori mengenai semantik dapat memberikan informasi mengenai

kebahasaan dan semua informasi yang harus mereka serap yang berlangsung

melalui bahasa agar dapat memahami alam sekelilingnya.

4.2.2 Bagi guru dan calon guru

Melalui penelitian ini guru yang mengajar bahasa Indonesia terutama

sastra diharapkan memiliki bekal yang cukup mengenai jenis majas dan gaya

bahasa yang ada di dalamnnya.

5. Batasan Istilah

Peneliti membatasi beberapa istilah yang digunaka dalam penelitian ini.

Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

5.1 Gaya Bahasa Perumpamaan

Perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile

berasal dari bahasa Latin yang bermakna “seperti”. Perumpamaan adalah

perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita

anggap sama Tarigan (2013 : 9).

5.2 Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat,

tersusun rapi Tarigan (2013: 15).

5.3 Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada

benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak Tarigan (2013: 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.4 Gaya Bahasa Depersonifikasi

Majas ini adalah gaya bahasa yang meletakan sifat benda pada manusia atau

insan. ( Tarigan, 2013 : 7).

5.5 Gaya Bahasa Allegori

Allegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan

metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek

atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya mengandung

sifat-sifat moral atau spritual manusia (Tarigan, 2013 : 24).

5.6 Gaya Bahasa Antitesis

Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua

antonim. (Tarigan, 2013 : 7).

5.7 Gaya Bahasa Pleonasme

Pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila kata yang

berlebihan itu dihilangkan artinya tetap utuh. (Tarigan, 2013 : 7).

5.8 Gaya Bahasa Perifrasis

Perifarsis cukup mirip dengan pleonasme, dan kata yang berlebihan itu dapat

diganti dengan satu kata saja. (Tarigan, 2013 : 8 )

5.9 Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis

Antisipasi atau Prolepsis adalah gaya bahasa berwujud mempergunakan lebih

dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan atau peristiwa sebenarnya terjadi.

(Tarigan, 2013 : 8).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5.10 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau Epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu

tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. (Tarigan, 2013 : 8).

5.11 Semantik

Semantik adalah adalah ilmu tentang makna atau tentang arti (Chaer, 2013: 2)

6 Sistematika Penyajian

Dalam penulisan skripsi terdapat lima yang dipaparkan sebagai berikut.

Bab 1 memaparkan latar belakang penelitian , rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian. Bab II memaparkan

kajian teori terdahulu yang relevan, kajian teori yang menjelaskan mengenai

semantik, majas, jenis-jenis majas, gaya bahasa, gaya bahasa perbandingan,

penggunaan gaya bahasa dalam sastra, karateristik gaya bahasa Ahmad Tohari,

dan kerangka berpikir. Bab III memaparkan jenis penelitian, sumber dan data

penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis

data, dan triangulasi data. Bab IV memaparkan deskripsi data, hasil analisis data

dan pembahasan. Bab V memaparkan kesimpulan, dan saran.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan

Penelitian terhadap gaya bahasa terutama majas cukup banyak dipilih

sebagai salah satu kajian yang hendak diteliti. Hal ini dapat dilihat dari tiga

penelitian yang relevan antara lain: Pertama, Majas Novel Trilogi Ronggeng

Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari: Kajian Stilistika dan Implementasinya

Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA diteliti Endah Sri Nuryati (2013).

Kedua, Matafora dan Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari

dan Kelayakannya Sebgaia Bahan Ajar Sastra Indonesia di Sekolah Menengah

Atas (SMA) diteliti Laudia Riska Umami (2016). Penelitian pertama Endah Sri

Nuryati (2013) yang berjudul Majas Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya

Ahmad Tohari: Kajian Stilistika dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar

Bahasa Indonesia di SMA memilki tiga tujuan. Pertama, memaparkan

pemanfaatan majas dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dengan kajian

stilistika. Kedua, menjelaskan pemakaian majas paling dominan dan yang paling

sedikit serta alasan Tohari. Ketiga, mendeskripsikan implementasi majas dalam

novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Tohari sebagai bahan ajar dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Jenis penelitian adalah deskriptif

kualitatif dengan teknik analisis data menerapkan metode padan intralingual

dengan teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP). Penelusuran

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

makna majas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk digunakan metode pembacaan

semiotik. Hasil analis dan pembahasan ditemukan sembilan majas.

Relevansi penelitian pertama dengan penelitian Pemakaian Majas

Perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

Kajian Semantik sama-sama menggunakan objek pemakaian majas dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Selain itu menggunakan jenis

penelitian yang sama yakni deskriptif kualitatif. Perbedaannya adalah penelitian

yang dilakukan Sri Endah Nurhayait mengkaji tentang stilistika dan

implementasinya pada bahan ajar di SMA, Sedangkan penelitian ini kajiannya

lebih berfokus pada semantik atau ilmu makna.

Penelitian kedua, Laudia Riska Umami (2016) berjudul Metafora dan

Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari dan Kelayakan Sebagai

Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA bertujuan untuk mendeskripsikan metonimia

dalam novel Gelombang karya Dewi Lestari, dan medeskripsikan kelayakan

sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Jenis penelitian yang digunakan yaitu

deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gaya bahasa

kiasan yang ditampilkan dalam novel Gelombang didominasikan oleh gaya

bahasa metafora (luas) yang meliputi metafora (sempit), dan simile. Relevansi

penelitian kedua ini dengan penelitian Pemakaian Majas Perbandingan dalam

Trologi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Semantik yaitu

sama-sama menggunakan objek kajian berupa majas perbandingan. Namun, majas

perbandingan yang digunakan lebih spesifik yaitu metafora. Selain itu juga kedua

peneliti ini menggunakan jenis penelitian yang sama yaitu deskriptif kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Perbendaanya adalah penelitian ini menggunakan seumber penelitian yakni Novel

Gelombang karya Dewi Lestari. Sedangkan, penelitian ini menggunakan Trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari sebagai sumber penelitian.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Semantik

Menurut Chaer (1989: 2), kata semantik dalam bahasa Indonesia

(Inggris: semantic) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti

“tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai”

atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai

padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang dikemukakan oleh

Ferdinand de Saussure (1966), yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang

mengartikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen ini

adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau yang

dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut

referen atau hal yang dirujuk.

Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk

bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik

dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguitik

yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa . Oleh karena Itu, kata semantik

dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari

tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

Istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain

seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik dan semik untuk merujuk pada

bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.

Namun, istilah semantik lebih umum digunkan dalam studi linguistik karena

istilah-istilah yang itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni

mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-tanda lalu

lintas, kode morse, tanda-tanda dalam ilmu matematika.

Charles Morris dan Kemudian Rudolf Canarp (melalui Tarigan, 1985: 2-3)

mengatakan bahwa Semantik dalam pengertian secara luas dapat dibagi atas tiga

pokok bahasan, yaitu: Sintaksis, Semantik, Pragmatik. Pembagian tersebut sesuai

dengan formulasi Morris terdahulu (1938) maka terdapatlah pembedaan sebagai

berikut: Sintaksis menelaah “ hubungan-hubungan formal antara tanda-tanda satu

sama lain”. Semantik menelaah “ hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-

objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut. Pragmatik

menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan para penafsir atau

interpretator Morris (melalui Tarigan, 1985: 2-3)

R.C Stalnaker (melalui Tarigan, 1985: 4), membuat perumusan yang lebih

sederhana dan lebih mudah dipahami sebagai berikut: Sintaksis menelaah

kalimat-kalimat; semantik menelaah proposisi-proposisi, sedangkan pragmatik

menelaah mengenai perbuatan-perbuatan linguistik berserta konteks-konteks

tempatnya tampil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

Berdasarkan pandangan dari para ahli mengenai pengertian semantik,

peneliti dapat menyimpulkan bahwa objek dari semantik ialah makna. Maka,

semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna.

2.2.2 Defenisi Majas

Para pembicara dan para penulis yang efektif, benar-benar memanfaatkan

bahasa kias atau majas untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Sarana

retorik klasik telah dimanfaatkan oleh novelis Romawi Cicero dan Suetonicus

yang memakai figura dalam pengertian „bayangan, gambaran, sindiran kiasan‟.

Majas, kiasan atau figura of speech adalah bahasa kias , bahasa indah

yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan

memperkenalkan serat memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan

benda lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan majas tertentu dapat

merubah serta menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu Warriner (melalui

Tarigan, 2013).

Majas merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam

berbicara dan menulis untuk menyakinkan ataupun memepengaruhi para

penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal daribahasa Yunani rhetor yang

berarti orator atau ahli pidato. Pada masa Yunani kuno, retorik memang

merupakan bagianpenting dari pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam majas

sangat penting serta harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan

Romawi yang telah memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

Menurut Laksana (2010: 4), Majas ialah bahasa yang maknanya

melampaui batas yang lazim. Ketidaklaziman makna itu disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama, pemakaian kata yang khas. Dengan menggunakan kata

yang khas pemakai bahasa dapat lebih menghidupkan karangannya. Kedua,

pemakai bahasa yang menyimpang dari kelaziman. Maksudnya dengan

menggunakan kata tertentu yang maknanya menyimpang, seseorang dapat

membuat tuturannya lebih intens mempengaruhi imajinasi pendengar atau

pembaca. Ketiga, rumusannya yang jelas. Kejelasan rumusan itu lebih

dimungkinkan oleh adanya gambaran bahwa satu hal sama atau seperti, atau

sebanding, entah sebagian atau keseluruhannya dengan hal yang lain.

Majas dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik.

Majas dan semantik mempunyai hubungan serta, maka semakin beragam pula

majas yang tepat dimanfaatkannya, semakin mudah pula dia memahami serta

menghayati majas yang dipakai oleh orang lain. Peningakatan pemakaian majas,

jelas memperkaya kosakata pemakainya. Seseorang dikatakan mempunyai

kosakata yang kaya kalau dia memamahi makna kosakata tersebut. Oleh karena

itu, pengajaran majas merupakan suatu teknik penting dalam pengajaran

kosakata, seterusnya pengajaran kosakata turut pula menunjangkan pengajaran

semantik, pengajaran makna kata.

Majas dibedakan dari style atau gaya untuk mengkonkretkan dan

menghidupkan karangan pengarang dapat menggunakan majas. Arti majas

diperoleh jika denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan mencakupi juga denotasi

lain bersamaan dengan tautan pikiran lain. Majas mampu mengahimbau indera
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

pembaca karena sering lebih konkret daripada ungkapan yang harafiah. Lagi pula,

majas sering lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata biasa

Meoliono (melalui Djajasudarma, 2013: 22). Majas adalah gaya bahasa dalam

bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan

untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang Tim Dunia Cerdas (2013:

253).

Menurut Ratna Nyoman Kutha (2009: 164), majas (figure of speech)

adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam

rangka memperoleh aspek keindahan. Majas dapat dibedakan menjadi empat yaitu

: a) majas perbandingan, b) majas penegasan, c) majas sindiran dan, d) majas

pertentangan. Jenis majas ini diberdakan lagi menjadi subjenis lain sesuai dengan

cirinya masing-masing. Secara tradisional bentuk-bentuk inilah yang disebut

sebagai gaya bahasa. Dengan kata lain majas disamakan dengan gaya bahasa.

Namun majas memilki keterbatasan meskipun majas dapat diuraikan secara rinci

yang disertakan dengan contohnya masing-masing. Hal ini dikarenakan majas

sudah berpola, sehingga pola seolah-olah membatasi kreativitas.

Menurut Laksmi Wijaya (2012: 132), majas adalah gaya bahas dalam

bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan yang dipakai dalam suatu karangan

yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pemikiran dari pengarang. Gaya

bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan

jalan memperkenalkan serta membandingan suatu benda atau hal tertentu dengan

benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale [et al]

(melalui Tarigan, 2013: 4).

Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam

berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan

pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rethor yang berarti orator atau

ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting

dari suatu pendidikan dan oleh karena itu, berbagai macam gaya bahasa sangat

penting dan harus dikuasi benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi

yang telah memberi nama terhadap berbagai seni persuasi ini.

Secara singkat dapat dikatakan bahawa “gaya bahasa adalah cara

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa

dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus

mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik Keraf

(melalui Tarigan, 2013: 5). Dapat disimpulkan bahwa majas adalah gaya bahasa

yang berfungsi untuk menarik perhatian dan mempengaruhi pembaca melalui

karya-karya sastra.

Menurut KBBI (2008: 429), majas adalah kiasan, cara menggambarkan

sesuatu dengan memperbandingkan atau menyamakan dengan sesuatu yang lain.

Berdasarkan pandangan beberapa para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa majas atau adalah ungkapan dalam bentuk bahasa kias yang mempunyai

makna dan maksud dan berfungsi menarik perhatian serta menumbuhkan nilai

imajinasi bagi penikmat sastra.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

2.2.3 Jenis – jenis Majas

Menurut Tarigan (melalui Laksana, 2010: 19), majas disebut juga gaya

bahasa dalam hal ini kategorisasi majas menjadi empat macam dibagi menjadi

empat bagian yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan

majas perulangan. Masing-masing majas dibagi menjadi submajas atau gaya

bahasa. Berikut empat jenis majas menurut Tarigan yakni:

2.2.3.1 Majas Perbandingan

Menurut Tarigan (2013: 7), gaya bahas perbandingan terbagi menjadi

perumpamaan, matafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis,

pleonasme/tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, koreksio atau

epanortosis.

2.2.3.2 Majas pertentangan

Terdapar paling sedikit dua puluh jenis gaya bahasa yang termasuk dalam

kelompok majas pertentangan antara lain: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron,

paronomasia, paralipsis, zeugma, silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks,

anabasis, antiklimaks, dekrementum, katabasis, bator, apostrof, anastrof, inversi,

apofasis, hiperbaton, hipalase, sinisme, sarkasme (Tarigan, 2013 : 54).

2.2.3.3 Majas pertautan

Pada kelompok gaya bahasa pertautan termasuk tiga belas jenis gaya

bahasa antara lain: metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet,

entonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, polisindeton

(Tarigan, 2013 : 120).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

2.2.3.4 Majas perulangan

Ke dalam kelompok gaya bahasa perulangan termasuk dua belas jenis

gaya bahasa antara lain: asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes,

anafora, simploke, mesodilosis, epanalepsis, anadiplosis (Tarigan, 2013 : 174).

Menurut Keraf (1984: 115) gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-

macam sudut pandangan. Pandangan tersebut tentang gaya bahasa sejauh ini dapat

dibedakan pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua, dari segi bahasanya.

1). Segi Nonbahasa

1.1) Berdasarkan Pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan nama

pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan

pengarang atau penulsi dalam karangannya

1.2) Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang disdasarkan pada masa dikenal

karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam kurun waktu

tertentu.

1.3) Berdasarkan Medium: yang dimaksud dengan medium adalah bahasa

dalam, arti alat lomunikasi

1.4) Berdasarkan Subyek: subyek yang menjadi poko pembicaraan dalam

sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah

karangan.

1.5) Berdasarkan Tempat: gaya ini mendapat namanya dari lokasi

geografis, karena ciri-ciri kedaerahannya mempengaruhi ungkapan

atau ekspresi bahasanya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

1.6) Berdasarkan Hadirin: seperti halnya dengan subyek, maka hadirin

atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan.

1.7) Berdasarkan Tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya

dari maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang.

2.) Segi Bahasa

Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang dugunakan, maka

gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang

dioergunakan, yaitu:

2.1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang

paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat. Dalam bahasa

standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan:gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak

resmi, dan gaya bahasa percakapan.

2.2) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan

dari rangkaian-rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Gaya

bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi

atas: gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan berlenga, serta gaya menengah..

2.3) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk mencipatakan

gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kelimat

bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat itu.

Ada yang bersifat periodik, kendur dan kalimat berimbang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat yang dikemukakan dapat

diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut:

2.3.1 Klimaks, gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang

mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat

kepentingan dari gagasan sebelumnya. Misalnya:

a) Kesengsaraan membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan

pengalaman harapan.

2.3.2 Antiklimaks, sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasannya

diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.

Misalnya:

a) Ketua pengadilan negeri tiu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan

tidak terkenal namanya (mengandung ironi).

b) Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara,

ibu kota-ibu kita propinsi, kabupaten, kecamatan dan semua desa di

seluruh Indonesia.

2.3.3 Pararelisme, adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai

kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki fungsi yang

sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Misalnya:

a) Baik golongan yang tinggi maupun yang rendah, harus diadili kalau

bersalah. (Tidak baik: Baik golongan yang tinggi maupung mereka

yang rendah kedudukannya, harus diadili kalau bersalah).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

2.3.4 Antitesis, adalah sebuh gaya bahasa yang mengadung gagasan yang

bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang

berlawanan. Misalnya:

a) Mereka sudah kehilangan banyak harta dari bendanya, tetapi mereka

juga telah banyak memperoleh keuntungan daripadanya.

2.3.5 Repetisi, adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang

dianggap penting. Misalnya:

a) Atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanahm pergi

bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah,

menyusupi alam.

2.4) Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahas berdasarkan mana diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu

apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau

sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini terbagi kedalam dua kelompok yaitu

gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

2.4.1 Gaya Bahasa Retoris

a. Alitrasi, adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan

yang sama. Misalnya:

Takut titik lalu tumpah

b. Asonansi, adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perunglangn bunyi

vokal yang sama. Misalnya:

Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

c. Anastrof, adalah semacam gaya retori yang diperoleh dengan oembalikan

susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya:

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya.

d. Apofasis atau Preterisio, adalah sebuah gaya di mana penulis menegaskan

sesuatu. Misalnya:

Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah

menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

2.2.4 Gaya Bahasa Perbandingan

Menurut Tarigan (2013: 7), gaya bahasa perbandingan dapat

dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain; Perumpamaan, metafora,

personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme/ tautologi, perifrasis,

prolepsis, atau antisipasi, koreksio, atau epanortosis.

2.2.4.1 Gaya Bahasa Perumpamaan

Perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa Inggris. Kata

simile berasal dari bahasa Latin yang bermakna “seperti”. Perumpamaan adalah

perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita

anggap sama Tarigan (2013: 9). Dalam gaya bahasa jenis ini biasanya

menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, bak, serupa,ibarat, bak,

sebagai, umpama, laksana, penaka.

Perbandingan atau perumpamaan atau simile, ialah bahasa kiasan yang

menyatakan satu hal dengan hal lain dengn mempergunakan kata-kata


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana,

sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang (Pradopo, 2012 : 62).

Contoh: Seperti air dengan minyak.

Ibarat mengejar bayangan.

Bak cacing kepanasan. (Tarigan 2013: 7).

2.2.4.2 Gaya Bahasa Metafora

Metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata seperti atau

sebagai di antara dua hal yang berbeda. Moelino (melalui Tarigan, 2013: 15).

Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingn, hanya tidak mempergunakan

kata-kata pembanding seperti : bagai, laksana, seperti, dan sebagianya. Metafora

itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Becker (melalui

Pradopo, 2012: 66).

Contoh: Nani jinak-jinak merpati

Mina buah hati Edi

Kata adalah pedang tajam (Tarigan, 2013: 15).

2.2.4.3 Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada

benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013: 17).

Contoh: Pepohonan menyapa Ratih

Tugas menantikan kita.

2.2.4.4 Gaya Bahasa Depersonifikasi

Depersonofikasi atau pembendaan adalah kebalikan dari gaya bahasa

personifikasi atau penginsanan. Depersonifikasi lebih pada membedakan manusia


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

atau insan. Gaya bahasa ini secara eksplisit memanfaatkan kata kalau, jika,

misalkan, umpama, bila, dan sejenisnya (Tarigan,2013: 21).

Contoh: Seandainya aku bisa terbang.

Jikalau mereka membatalkan kepergian mereka.

2.2.4.5 Gaya Bahasa Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang;

merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah

objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya

mengandung sifat-sifat moral atau spritual manusia (Tarigan, 2013: 24).

Contoh: Kancil dan kura-kura

Si kancil yang licik

2.2.4.6 Gaya Bahasa Antitesis

Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri

semantik yang bertentangan. Ducrot & Todorov (melalui Tarigan 2013: 26).

Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.

Kecantikannya justru akan mencelakakannya.

2.2.4.7 Gaya Bahasa Pleonasme dan Tautologi

Pleonasme dan Tautologi ialah acuan yang menggunakan kata-kata lebih

banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu gagasan atau pikiran

Tarigan (2013: 29).

Contoh: Saya melihat kecelakaan itu dengan mata kepala saya sendiri.

Kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

2.2.4.8 Gaya Bahasa Perifrasis

Perifrais adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua

–duanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang dibutuhkan namun,

yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang

berlebihan itu pada prinsipnya diganti dengan sebuah kata saja. cf. Keraf (melalui

Tarigan 2013: 31).

Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai

selama-lamanya (meninggal).

2.2.4.9 Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis

Antisipasi atau Prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud

memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan atau

peristiwa sebenarnya terjadi Tarigan (2013: 8 ).

Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari

bapak Bupati.

2.2.4.10 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan

sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi (Tarigan 2013: 8 ).

Contoh: Dia benar-benar mencintai Neng Terry, maaf maksudnya Neng

Terry.

2.2.5 Penggunaan Majas dalam Sastra

Salah satu fungsi karya sastra yaitu sebagai sistem komunikasi. Karya

sastra mengkomunikasikan sesuatu. Medium utama karya sastra jelas bahasa, baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

lisan maupun tulis. Tanpa bahasa tidak ada karya sastra. Lotman, (melalui Yule,

2013 : 66), mengatakan bahwa bahasa dan satra sebagai model pertama dan

kedua, maka gaya bahasa, khususnya dalam rangka menampilkan kualitas estetis

jelas terkandung dalam sistem model yang kedua. Model pertama, fungsi utama

bahasa adalah menyajikan informasi sebagaimana yang dimaksudkan oleh

penulis, pembawa pesan pada umumnya. Dalam karya sastra, bahasa merupakan

representasi, perwakilan ide-ide penulis dan struktur sosial yang

melatarbelakanginya. Pada dasarnya karya sastra terdiri atas sistem gaya bahasa,

melalui intensi pengarang dapat dilukiskan secara maksimal.

Tujuan utama penggunaan majas dalam hal ini gaya bahasa adalah

menghadirkan aspek keindahan. Menurut Wellek dan Warren (melalui Ratna

Kutha, 2009: 67) kualitas estetis menjadi pokok permasalahan pada tataran bahasa

kedua sebab dalam sastralah, melalui metode dan teknik diungkapkan secara rinci

ciri-ciri bahasa yang disebut indah, sebagai stilistika.

Berbicara mengenai struktur dalam karya sastra baik itu prosa maupun

puisi tentunya berbeda. Dalam puisi, unsur yang paling banyak dianalisis yakni

penggunaan majas, serta makna yang dapat ditafsirkan dalam puisi tersebut.

Sedangkan dalam prosa terutama novel struktur yang dikaji adalah alur atau jalan

cerita dari novel tersebut. Ratna Kutha (2013: 61) menyatakan bahwa

keberhasilan suatu novel tergantung bagaimana cerita dijalin menjadi plot.

Menurut Ratna Kutha (2013: 61), penggunaan gaya bahasa lebih pada cara

penulisan secara keseluruhan. Hal ini karenakan dalam sistematika penulisan

novel panjang. Dalam artian bahwa kapasistas penggunaan majas lebih terbatas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

dibanding puisi. Oleh karena itu, pembaca akan lebih banyak menafsirkan makna

dari setiap larik dari puisi dibanding menafsirkan penggunaan gaya bahasa dalam

novel . Dalam novel, pembaca akan lebih banyak memahami alur dari cerita dalan

novel tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan

gaya bahasa dalam karya sastra berbeda-beda sesuai dengan genre karya sastra.

2.2.6 Karakteristik Gaya Bahasa Ahmad Tohari

Menurut Waluyo, 2009: 2 (melalui Wicaksono, 2014: 75), novel

merupakan bagian dari genre prosa fiksi. Berkaitan dengan pengertian novel

sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi. Novel termasuk diksi (fiction) karena

novel merupakan hasil khayalan atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebutan

“novel” dalam bahasa Inggris, berasal dari Itali novella (yang dalam bahasa

Jerman novelle). Secara harafiah novella berarti „sebuah barang baru yang kecil‟

dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟, novel adalah

cerita pendek yang diperpanjang dan yang setengah panjang disebut roman,

seperti yang dijelaskan Abrams, 1999: 110 (melalui Wicaksono, 2014: 75).

Dengan demikian pembaca, dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik.

pengkategorian ini berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami,

tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin

meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan

pembaca luwes dan dapat dicerna dengan mudah karena setiap novel diciptakan

dengan suatu cara tertentudan mempunyai tujuan tertentu pula (Wicaksono, 2014:

77)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Dapat disimpulkan bahwa novel merupakan suatu karya sastra yang

berbentuk prosa yang ukurannya lebih panjang dengan kata-kata yang lebih

banyak dibandingkan cerpen yang berisikan cerita mengenai kehidupan manusia

dengan segala peristiwa serta konflik yang terjadi. Melalui kisah para tokoh dapat

terciptalah alur yang disusun secara baik oleh penulis ditambah dengan latar

sehingga lebih terlihat panjang dibanding prosa lainnya. Selain itu juga, melalui

gaya bahasa berupa bahasa kias, penulis memberikan nilai estetik dalam karyanya

sebagai salah satu senjata untuk menarik pembaca sastra serta menambah

wawasan kosakata bagi penikmat sastra. Salah satu contoh novel yang diteliti

dalam penelitian ini yakni Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

Rongggeng Dukuh Paruk merupakan salah satu novel Indonesia mutakhir

yang memiliki keunikan dan kekhasan baik dari segi ekspresi maupun kekayaan

makna. Novel yang telah muncul sejak tahun 1980-an ini mendorong banyak

pencinta dan pengamat sastra untuk membaca novel tersebut. Novel ini pernah

difilmkan dan diberi judul “Sang Penari”. Keunikan dari novel ini adalah nilai-

nilai yang mengungkapkan fenomena alam pedesaan dan tradisi kebudayaan yang

masih tertanam. Selain itu juga menyuguhkan keadaan sosial politik yang terjadi

di Indonesia sekitar tahun 1960-an.

Tradisi kebudayaan yang ditampilkan dalam novel ini adalah keberadaan

masyarakat desa yang hidup di tengah kemiskinan, dan modernisasi. Tradisi yang

diwarisi oleh leluhur juga menjadi suatu kepercayaan masyarakat desa. Tradisi

inilah yang harus diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucu agar tidak

punah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Ronggeng Dukuh Paruk memilki daya tarik tersendiri karena kekhasan

yang orisinal sehingga menarik perhatian para pengamat sastra, terbukti dengan

diterjemahkannya ke dalam beberapa bahasa asing di antaranya Jerman, Belanda,

Inggris, Cina, dan Jepang serta diterjemahkan juga ke dalam bahasa Jawa Tohari,

(2009: 1). Novel ini menjadi begitu manarik karena penggunaan bahasa yang

bervariasi, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa penggunaan gaya bahasa.

Baik itu penggunaan majas, maupun bahasa daerah yang identik dengan alam

pedesaan dan ketradisionalan.

Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel yang berkualitas karena ekpresi

bahasa yang bervariatif dan penggunaan majas, maupun ungkapan-ungkapan yang

berbau sensual. Sesuai dengan latar cerita novel ini yang karab dengan alam dunia

pedesaan, Ronggeng Dukuh Paruk mengungkapkan permasalahan yang

multidimensional baik aspek kultur, moral, sosia, religi, pilitik dan issue gender

maupun kemanusiaan (Nurhayati, 2013: 13).

Kekhasan dalam novel ini terlihat dari penggunaan bahasa yang bervariasi.

Kata, frasa dan kalimat yang digunakan juga bersifat konotasi. Selain itu juga

diksi yang digunakan yaitu menggunakan bahasa Jawa, kata serapan dari bahasa

asing, kata-kata berhubungan dengan alam, ditambah juga kata yang berbau

sensual. Semuanya digunakan oleh Ahmad Tohari seturut dengan wawasan yang

didapatkan. Penggunaan majas dalam novel ini juga mendominasi, salah satunya

majas yang juga sering ditemukan adalah personifikasi. Imron Ali, (2009: 2)

bahwa tujuan majas dalam hal ini untuk memberi daya hidup, memperindah, dan

mengefektifkan pengungkapan gagasan.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

2.2.7 Kerangka Berpikir

Pada bagian ini akan dipaparkan oleh peneliti kerangka berpikir yang

digunakan dalam pemakaian gaya bahasa perbandingan dalam trilogi Ronggeng

Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari kajian semantiik. Gaya bahasa merupakan

gaya bahasa adalah gaya dan cara seseorang untuk mengungkapkan pikiran

dengan menggunakan bahasa-bahasa yang bersifat puitik. Dalam hal ini

penggunaan gaya bahasa juga dapat menambah kosakata bagi para siswi terutama

dalam sebuah karya sastra baik itu puisi maupun prosa. Pada kenyataannya masih

kurangnnya pemahaman terhadap penggunaan gaya bahasa yang digunakan dalam

karya sastra.

Salah satu faktor yang membuat kurangnya pemahaman terhadap gaya

bahasa yakni pembaca tidak mampu membedakan gaya bahasa dan majas. Selain

itu juga, penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra menyebabkan tafsiran

ganda. Di mana setiap pembaca memilki tafsiran makna yang berbeda-beda

terhadap sebuah karya sastra.

Penggunaan gaya bahasa terutama gaya bahasa perbandingan dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari ini bertujuan untuk

mendeskripsikan jenis gaya bahasa, ciri penanda dan makna dari setiap gaya

bahasa dalam majas perbandingan. Dengan data beruapa frasa dan kalimat yang

dicurigai sebagai gaya bahasa perbandingan dengan sumber data yaitu trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Kendala peneliti cukup sulit

menentukan gaya bahasa perbandingan dari sekian ribu kata yang terdapat dari

trolgi tersebut, namun dengan berbekalkan teori-teori dan wawasan peneliti,


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

maka peneliti menemukan beberapa frasa, dan kalimat yang dicurigai sebagai

gaya bahasa perbandingan.

Data yang ditemukan dalam trologi Ronggeng Dukuh Paruk ini, akan

dideskripsikan makna dan maksudnya. Setiap data akan ditafsirkan maknanya dan

maksudnya ke dalam bahasa yang mudah dipahami. Karena bahasa yang

digunakan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ini menggunakan gaya bahasa

yang berbentuk bahasa kias. Artinya setiap data akan ditafsirkan dengan bahasa

yang sederhana oleh peneliti dengan berbekalkan beberapa teori dan contoh.

Harapannya dengan medeskripsikan gaya bahasa dalam trilogi ini dapat

memberikan pemahaman bagi pembaca sastra mengenai makna dan maksud dan

penggunaan gaya bahasa yang diguanakan oleh Ahmad Tohari. Selain itu juga

dapat memperkaya kosakata pada setiap karya sastra baik itu puisi, prosa maupun

drama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia sastra dan peminat sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Teori Semantik

Majas Perbandingan

Gaya Bahasa

Simile
Depersonifi Antitesis Perifrasis Antisipasi
kasi

Metafora
Personifikasi Alegori Pleonasme Koreksio
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

BAB III

METODOLODI PENELITIAN

Bab ini membahas (1) Jenis penelitian, (2) sumber data dan data penelitian,

(3) metode dan teknik penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) analisis data, dan

(6) triangulasi data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Artinya, data

maupun fakta yang telah dihimpun oleh peneliti kualitatif berbentuk kata atau

gambar. Dalam hal ini mendeskripsikan berarti menggambarkan apa, mengapa,

dan bagaimana suatu kejadian Ghony, (2012: 44). Penelitian deskriptif ini

mengacu pada dokumen sebagai bahan penelitian yang digunakan sebagai bahan

informasi penunjang dan sebagai bagian berasal dari kajian kasus yang merupakan

sumber data pokok. Data yang ditemukan dalam penelitian dideskripsikan secara

sistematis. Data yang ditemukan berupa frasa dan kalimat pada sebuah novel

trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang mengangkat mengenai

fenomena sosial dan dikemas dengan gaya bahasa yang menarik.

3.2 Sumber Data dan Data

Sumber data yang terdapat dalam penelitian ini yaitu sebuah trilogi novel

yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Trilogi ini terbagi menjadi tiga bagian

yaitu: catatan Buat Emak, Lintang Kemungkus Dini Hari, dan Jantera

Bianglala.. Oleh karena itu, objek dari penelitian ini mengenai studi kepustakaan

yang datanya diambil dari naskah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad

Tohari.

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa frasa, dan kalimat yang

dicurigai mengandung majas perbandingan. Frasa, dan kalimat dapat diwujudkan

dalam bentuk deskripsian oleh penulis dan dialog yang dilakonkan oleh para

tokoh dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Data dihimpun

dengan membaca secara seksama disertai dengan catatan-catatan yang mencakup

deskripsian mengenai dugaan majas perbandingan.

3.3 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian kualitati menggunakan metode kualitatif. Metode ini digunakan

berdasarkan beberapa pertimbangan: pertama, menyesuaikan metode kulitatif

lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan latar penelitian dan mampu melakukan penajaman

pola-pola nilai yang dihadapi peneliti. Peneliti akan memulia kerjanya dengan

lebih menekankan pada confirmability, yaitu kesesuaian antara berbagai sumber

informasi/ data ( Ghony dan Almansur, 2014 : 33-34).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan sumber data primer yaitu trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari. Dalam teknik penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan

yaitu:

3.3.1 Membaca

Peneliti akan membaca sumber terkait yaitu trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Catatan Buat Emak, Lintang

Kemungkus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Menurut Hodgson dalam Tarigan

(2008 : 7), menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan

oleh penulis melalui kata-kata/media bahasa tulis. Dalam kaitannya dengan

membaca, salah satu jenis dari membaca akan digunakan oleh peneliti sebagai

salah satu teknik untuk mempereoleh informasi, yaitu membaca teliti. Karena

melalui membaca teliti peneliti dapat secara seksama dan membaca ulang paragraf

dan kalimat-kalimat dengan begitu, peneliti dapat menemukan data yang

dimaksud, terutama kata, rasa ataupun kalimat yang dicurigai merupakan majas

perbandingan (Tarigan, 2008 : 40).

3.3.2 Mencatat

Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu dengan mencatat hasil temuan

yang dibaca dari sumber buku. Frasa dan kalimat yang dicurigai sebagai majas

perbandigan akan dicatat dalam sebuah buku dengan membuat perbedaan masing-

masing majas perbandingan. Dengan cara seperti ini peneliti akan dengan mudah

mengumpulkan data.

3.3.3 Menginventarisasi

Langkah berikut adalah menginventarisasi atau mendaftarkan hasil

temuan-temuan berupa frasa dan kalimat yang dicurigai sebagai majas

perbandingan ke dalam penelitian ini.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri (human instrument)

yang merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena apabila

memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, sangat tidak mungkin

untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan yang ada (Ghony dan

Almansur,2014 : 33).

Human instrument atau manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian

ini adalah peneliti yang sudah berbekalkan teori semantik pada umumnya dan

teori majas perbandingan pada khususnya. Selain itu, peneliti juga berbekal

mengenai teori sastra khususnya pemakaian bahasa dalam novel.

3.5 Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

teknik analisis bahasa yang diungkapkan oleh Sudaryanto (1993: 55), yaitu teknik

perluasan. Adapun kegunaan teknik perluasan adalah untuk menetukan segi-segi

kemaknaan satuan lingual tertentu. Penggunaan teknik perluasan juga digunakan

untuk mengetahuai kadar kesinoniman bila menyangkut dua satuan atau dua unsur

satuan yang berlainan tetapi diduga bersinonima satu sama lain. teknik perluasan

yang diutarakan Sudaryanto kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan

objek penelitian.pengembangan dan penyesuaian dilakukan karena objek

penelitian terdapat dalam data penelitian yang berupa majas perbandingan dalam

novel Ronggeng Dukuh Paruk.

Analisis data akan dilakukan pada saat pertama kali peneliti

mengumpulkan data. Setelah mengumpulkan data, peneliti akan melakukan

analisis data dengan langkah sebagai berikut:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

3.5.1 Mengidentifikasikan dan Menginvetarisasi

Tahap ini peneliti akan mengidentifikasikan dan menginventarisasi data

setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk karya Ahmad Tohari.

3.5.2 Mengklasifikasi Hasil Interverensi Data

Dalam tahap ini peneliti akan mengklasifikasi hasil temuan yang telah

dicatat berdasarkan jenis gaya bahasa dan ciri pendanda tertentu dalam majas

tertentu.

3.5.3 Menginterpretasi Makna

Langkah selanjutnya yaitu peneliti menginterpretasikan atau menafsirkan

makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang ditulis oleh Ahmad Tohari

dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Interpretasi data merupakan upaya untuk

memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil

penelitian yang dilakukan. Pemabahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara

meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi

yang akurat (Moleong, 2006: 151).

3.5.4 Mendeskripsikan

Pada tahap ini yaitu mendeskripsikan atau menjelaskan tentang gaya

bahasa dalam majas perbandingan dalam suatu bentuk laporan penelitian. Pada

bagian ini, peneliti akan mencantumkan hasil data yang berupa frasa, dan kalimat

yang dicurigai sebagai majas perbandingan dan kemudian mencantumkan makna

dari pemakaian majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Klasifikasi Kode

Jenis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan

1. Gaya Bahasa Simile atau Perumpamaan S

2. Gaya Bahasa Metafora M

3. Gaya Bahasa Personifikasi P

4. Gaya Bahasa Deperesonifikasi De

5. Gaya Bahasa Alegori Al

6. Gaya Bahasa Antitesis An

7. Gaya Bahasa Pleonasme Pl

8. Gaya Bahasa Perifrasis Pe

9. Gaya Bahasa Antisipasi Anti

10. Gaya Bahasa Koreksio K

3.6 Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain. di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu . teknik triangulasi yang paling banyak digunakan

ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978) melalui Moelong

(2006: 330), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan

yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik,dan teori.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunanakn dua jenis triangulasi yaitu,

dengan menggunakan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu onformasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam penelitian kialitatif Patton (melalui Moelong, 2006: 330). Hal itu dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

ditempuh dengan jalan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data

hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum

dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan apa yang

dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan

sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berada, orang

pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan sisi suatu dokumen

yang berkaitan.

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (melalui Moelong,

2006: 331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperikasa derajat

kepercayaanya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patto (melalui

Moelong, 2006: 331), berpendapat lain yaitu bahawa hal itu dapat dilaksanakn

dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).

Jadi, triangulasi berati cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-

perbendaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu

mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai

pendangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapa me-rechek

temuannya dengan jalan membandingannya dengan beebagai sumber, metode atau

teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan jalan:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan,

2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data,

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat

dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, terdapat tiga bagian penting yang meliputi deskripsi data,

analisis data dan pembahasan.

4.1 Deskripsi Data

Majas atau bahasa figuratif adalah ungkapan dalam bentuk bahasa kias

yang mempunyai banyak makna dan maksud yang disampaikan sehingga sebuah

karya sastra menjadi lebih hidup dan menarik. Majas dipandang lebih efektif

untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena: (1) mampu menghasilkan

kesenangan imajinatif; (2) sebagai cara untuk menghasilkan imaji tambahan

dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi atau karya

sastra lainnya lebih nikamt dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah

intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4)

bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak

disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan

bahasa yang singkat Perrine (melalui Waluyo, 1991: 83).

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa frasa atau kalimat yang

dianggap sebagai majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya

Ahmad Tohari. Tarigan (melalui Wicaksono, 2014: 30), membagi majas menjadi

empat kelompok, yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan,

gaya bahasa perulangan. Dalam penelitian ini peneliti membahas majas

perbandingan sebagai objek kajian maka dari itu peneliti menggunakan memilih

pendapat Tarigan sebagai teori yang digunakan dalam penelitian ini. Majas

42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

perbandingan adalah jenis majas bahasa Indonesia yang memperbandingkan

sesuatu dengan yang lain.

Berdasarkan teori terdapat sepuluh jenis majas perbandingan yang

digunakan oleh peneliti untuk membantu menemukan dan mendeskripsikan majas

perbandingan dalam trilogi tersebut. Jenis majas perbandingan dibagi menjadi

sepuluh gaya bahasa yakni gaya bahasa simile atau perumpamaan, gaya bahasa

metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa depersonikasi, gaya bahasa

allegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme atau tautalogi, gaya

bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis, dan gaya bahasa koreksio

atau epanortosis.

Mengingat data yang ditemukan cukup banyak, maka dalam sajian ini

masing-masing gaya bahasa dari majas perbandingan akan ditampilkan beberapa

contoh tergantung pemakaian gaya bahasa dalam ketiga novel yakni Catatan

Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Namun, ada

beberapa d ata yang akan ditampilkan satu contoh saja dikarenakan minimnya

penggunaan gaya bahasa tersebut. Uraian yang lebih lengkap akan ditampilkan

pada bagian lampiran di akhir skripsi ini.

4.2 Hasil Analisi Data

4.2.1 Jenis Majas Perbandingan

Majas perbandingan menurut Tarigan terbagi menjadi gaya bahasa

perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa

depersonifikasi, gaya bahasa alegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa

pleonasme atau tautologi, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi, dan gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

bahasa koreksio. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari

menggunakan majas perbandingan sebagai salah satu gaya pengarang untuk

mengembangkan ceritanya. Dalam uraian ini, peneliti akan menjabarkan analisis

data dari majas perbandingan yang telah ditemukan.

4.2.1.1 Gaya Bahasa Simile atau Perumpamaan

Gaya bahasa perumpamaan adalah Gaya bahasa perumpamaan adalah

perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita

anggap sama. Gaya bahasa yang terkandung dalam data akan dipaparkan sebagi

berikut:

(a). “Suaranya melengking seperti kelana panjang”. (hal. 9) (S. 1)


(b) “Pohon-pohon yang bergoyang itu tampak olehnya sebagai kelompok
manusia dalam tarian aneh”. (hal. 159-160) (S. 2)
(c) “ Srintil berlari seperti pipit dikejar alap-alap”. (hal. 278) (S. 3)
(d). “Mereka mendengus dan menggeram seperti macan berhasil
menerkam menjangan” (hal. 141) (S.12)

Gaya bahasa pada contoh kalimat (a) dengan kode (S. 1 atau Simile 1)

mengandung makna membandingkan dua hal. Contoh tersebut menjelaskan

bahwa suara sepasang burung bangau yang pada saat itu sedang terbang dan

berputar-putar di atas langit sambil berteriak sekeras-kerasnya dan terasa sangat

lama seperti seseorang yang melakukan perjalanan panjang. Kata kelana sendiri

memilki arti mengadakan perjalanan ke mana-mana tanpa tujuan tertentu. Dalam

cerita tersebut pengarang ingin menunjukan sekaligus mau membandingkan

bahwa suara sepasang burung bangau ketika sedang berteriak sangat panjang dan

lama. Ibarat orang yang melakukan perjalanan yang panjang dan lama.

Analisis pada kalimat (b) (S/ Simile 2) mengandung jenis gaya bahasa

simile atau perumpamaan.Hal ini sejalan dengan pengertian gaya bahasa simile
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

atau perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingakan duah hal yang

berbeda namun dianggap sama oleh pengarang. Kalimat ini menggambarkan

adanya perbandingan dua hal yakni “pepohonan” dan “manusia”. Dari kedua

unsur tersebut jelas sangat berbeda. Namun, dianggap sama oleh pengarang

dilihat dari segi “pergerakannya”. Dalam cerita dijelaskan bahwa Sakarya salah

satu tokoh ( Kakek Srintil) yang dengan padangan mata kabur melihat pepohonan

yang bergoyang tampak seperti sekelompok manusia yang menari, namun

dengan tarian yang aneh dan dengan wajah yang mengerikan. Wajah-wajah

mengerikan itu ternyata dikenali Sakarya. Mereka adalah orang-orang Dukuh

Paruk yang telah meninggal dunia karena keracunan tempe bongkrek tujuh belas

tahun lalu.

Analisis pada kalimat (c) dengan kode (S/Simile 3) mengadnung jenis

gaya bahasa simile atau perumpamaan. Kalimat tersebut menjelaskan

perbandingan Srintil dengan seekor burung pipit. Kali ini, pengarang

menggunakan kata pembanding sepertiI sebagai penanda gaya bahasa

perumpamaan. Sangat jelas bahwa kalimat (c) ada dua hal yang dibandingkan

yakni “ burung pipit” sebagai hewan, sedangkan “ Srintil” tokoh dalam cerita.

Diceritakan bahwa Srintil yang lari ketakutan karena melihat seuah truk jip. Srintil

lari terbiri-birit di tengah pematang sawah. Meski jatuh namun tetap berusaha

bangun dan kembali berlari. Alap-alap diartikan sejenis burung elang besar

pemakan burung pipit. Digambarkan seekor burung pipit yang ketakutan melihat

burung besar dan terbang dengan secepat mungkin. Pengarang hendak


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

menggambarkan betapa cepatnya Srintil berlari karena ketakutan melihat jip yang

identik dengan tentara pada masa itu.

Pada kalimat (d) dengan kode (S/Simile 12) digolongkan ke dalam gaya

bahasa simile atau perumpamaan. Kalimat tersebut terlihat jelas membandingkan

dua hal yakni manusia dan hewan. Manusia yang diibaratkan seperti hewan

(macan) yang mendengus dan menggeram ketika melihat dan mendapatkan

mangsangya. Perbandingan keduanya secara implisit berbeda, namun secara

sengaja dianggap sama oleh pengarang.

Analisis gaya bahasa perumpamaan pada keempat contoh kalimat di atas

secara jelas membandingkan dua hal yang berbeda namun dianggap sama oleh

penulis. Hal ini sejala dengan pengertian gaya bahasa perumpamaan adalah gaya

bahasa yang pada hakikinya berlainan dan yang sengaja dianggap sama.

4.2.1.2 Gaya Bahasa Metafora

Gaya bahasa metafora adalah membuat perbandingan antara dua hal atau

benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak

dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak,

sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada majas perumpamaan.

Gaya bahasa metafora dapat dikatakan gaya bahasa yang menggunakan katak-kata

bukan arti sebenarnya melainkan sebagai lukisa yang berdasarkan persamaan atau

perbandingan. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ditemukan majas metafora

antara lain sebagai berikut:

a. “Ketiak daun kelapa” (hal. 14) (M.1)


b. “Sorot matanya menyala” (hal. 122) (M.2)
c. “Rasus sama-sama berdarah Dukuh Paruk” (hal. 274) (M. 3)
d. “Membuat luka di hati Srintil” (hal 142) (M. 13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Pada contoh kalimat (a) dengan kode (M/Metafora 1) mengandung gaya

bahasa metafora. dapat dibuktikan dengan pengarang membandingkan dua hal

yang berbeda yakni “ketiak” yang identik dengan bagian tubuh manusia dan “

daun” yang merupakan bagian dari tumbuhan. Pengarang telah sengaja

menciptakan frasa tersebut sehingga terkesan lebih hidup. Dalam frasa tersebut

pengarang tidak menggunakan kata pembanding, karena memang gaya bahasa ini

tidak menggunakan kata pembanding.

Analisis pada kalimat (b) dengan kode (M/Metafora 2) tergolong ke dalam

jenis gaya bahasa metafora. Pengarang membandingkan dua hal yakni mata Srintil

sebagai salah satu bagian fisik manusia dan “ menyala” ibaratnya api.

Data kalimat (c) yang mengandung gaya bahasa metafora terletak pada

frasa “ Berdarah Dukuh Paruk”. Frasa tersebut disebut sebagai gaya bahasa

metafora karena bukan merupakan makna sebenarnya. “Berdarah Dukuh Paruk”

merupakan sebuah lukisan atau gambaran kata-kata yang disamakan dengan

“Orang yang berasal dari Dukuh Paruk”. Oleh karena itu frasa “Berdarah Dukuh

Paruk” dapat diartikan orang-orang yang dilahirkan, dibesarkan, hidup dan berasal

dari Dukuh Paruk.

Contoh kalimat (d) di atas mengandung gaya bahasa metafora karena pada

kalimat tersebut pengarang menggunakan kata-kata yang bukan arti sebenarnya,

melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan perbandingan atau persamaan.

4.2.1.3 Gaya Bahasa Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan

benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memilki


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

sifat kemanusiaan. Dengan kata lain, personifkasi menerapkan sifat-sifat atau

tingkah laku manusia terhadap benda mati. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

banyak sekali ditemukan frasa atau kalimat yang menggunakan majas

personifikasi. Selain itu juga ditemukan penggunaan gaya bahaa yang paling

sering digunakan oleh pengarang yaitu gaya bahasa metafora. Dapat dilihat

frekuensi yang paling banyak muncul adalah gaya bahasa personifikasi dan gaya

bahasa metafora. Dari sekian banyak gaya bahasa personifikasi yang digunakan

pengarang, maka peneliti hanya memaparkan tiga contoh gaya bahasa

personifikas dari tiga buku dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk sebagai berikut:

a. “Ketika angin tenggara menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar
di musim kemarau”. (hal. 13) (P. 1)
b. “Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan harmoni
alam” (hal. 111) (P. 2)
c. “Namun api dan kesumat telah menunjukan keangkuhannya di Dukuh
Paruk” (hal. 260)
d. “Cahaya membuat bayangan temaran di atas tanah kapur”. (hal. 14)
(P. 4)

Kalimat (a) pada data diatas mengandung gaya bahasa perseonifikasi. Hal

ini terlihat jelas penginsanan pada benda mati atau hal yang tidak daapt

dilakukan manusia sehingga terlihat seakan hidup. Dapat dibuktikan dengan frasa

“ Ketika angin tenggara menyapu”. Perihal “menyapu” merupakan sebuah

perkerjaan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia. Arti “Menyapu” yakni

membersihkan kotoran atau sampah.

Kalimat (b) dengan kode (P/personifikasi 2) di atas, mengandung gaya

bahasa personifikasi. Dapat dibuktikan melalui melalui kata yang digunakan yakni

“Dipagelarkan” dan “Harmoni”. Pagelaran merupakan pertunjukan (drama, atau

drama) sedangkan harmoni pernyataan rasa, aksi, gagasan dan minat. “Pagelaran”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

dan “Harmoni” merupakan bagian dari suatu pekerjaan yang dilakukan oleh

manusia. Jika dilihat dalam kalimat tersebut, pengarang membandingkan bahwa

benada mati seakan-akan melakukan suatu pekerjaan bak manusia. Daun-daun

diibaratkan sedang melakukan pertunjukan pada alam. Hal ini sejalan dengan

pengertian majas personifikasi adalah jenis gaya bahasa yang melekatkan sifat

kemanusiaan pada barang atau hal yang tidak bernyawa.

Kalimat pada data (c) di atas, ddigolongkan ke dala jenis gaya bahasa

personfikasi, karena kata “Keangkuhan” lebih tertuju pada sifat seseorang, namun

digunakan pada benda mati atau ide abtrak yakni pada “api” dan “kesumat”.

Keangkuhan merupakan sifat suka memandang rendah kepada orang lain; tinggi

hati; sombong; dan congkak. Pada kalimat tersebut pengarang membandingkan

benda mati seakan hidup. Api dan kesumat seakan-akan memilki sifat sombong

dan congkak pada orang-orang Dukuh Paruk. Makna dari kalimat tersebut yakni

api yang membakar Dukuh Paruk. Pohon dan rumah hangus terbakar api.

Pada kalimat (d) dengan kode (P/Personifikasi 4) digolongkan ke dalam

gaya bahasa personifikasi. Terlihat bahwa pengarang menggambarkan bahwa

benda mati seolah-olah hidup. Dapat dibuktikan melalui pemilihan kata

“membuat” pada kalimat tersebut. Cahaya seoalah-olah hidup dan melakukan

sebuah pekerjaan, yakni membuat bayangan atau gambaran di atas tanah kapur.

Dalam trilogi dijelaskan sinar bulan pada malam hari mengakibatkan munculnya

bayangan-banyangan manusia, pohon, dan rumah yang ada di Dukuh Paruk.

Analisis ciri pada gaya bahasa personifikasi adalah dilihat dari

penggunaan pilihan kata yang mengenakan sifat manusia pada benda mati. Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

karena itu, ciri khas dari majas personifikasi adalah membandingkan benda mati

atau tidak bergerak seperti tampaknya bernyawa dan dapat berperilaku layaknya

manusia. Biasanya gaya bahasa ini memberikan gambaran pada situasi-situasi

yang dilukiskan sehingga terlihat lebih nyata dan konkret. Penggunaan majas

personifikasi biasanya paling sering digunakan oleh sastrawan dalam setiap karya

sastra baik itu cerpen, puisi, bahkan lagu.

4.2.1.4 Gaya Bahasa Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembendaan adalah membedakan

manusia atau insan. Dapat dikatakan bahwa depersonifikasi adalah gaya bahasa

yang menggambarkan manusia menjadi atau memilki sifat-sifat benda mati atau

benda lainnya yang bukan manusia.

a. “Andaikata ada orang yang percaya akan kegetiran yang melanda


hatiku”. (hal. 62) (De. 1)
b. “ Andaikata burung-burung mempunyai tingkat kesadaran seperti
manusia, mereka akan melihat Marsusi yang gelisah” (hal. 293) (De.
2)

Kalimat (a) dengan kode (De/ Depersonifikasi 1) di atas merupakan salah

satu contoh kalimat dengan gaya bahasa depersonifikasi. Pengarang menggunakan

kalimat pengandaian yang ditandai dengan pemilihan kata “ Andaikata”. Kalimat

tersebut menyajikan pengandaian tehadap seseorang yang ingin bahwa orang lain

ikut merasakan apa yang dirasakan.

Pada kalimat (b) dengan kode (De/Depersonifikasi 2) tergolong ke dalam

gaya bahasa depersonifikasi. Terlihat jelas pembendaan insan antara manusia dan

hewan. Burung disamakan dengan manusia yang mempunyai tingakat kesadaran

atau naluri, dan manusia yang sama halnya punya naluri yang tidak dimiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

makhluk hidup lainnya. Dalam kalimat tersebut, jelas terlihat bahwa pengarang

secara eksplisit menggunakan kata pengandaian yakni “ Andaikata” sama seperti

pada kalimat (a). Dalam trilogi diceritakan bahwa Marsusi sedang gelisah karena

tidak keinginan untuk bertemu Srintil tidak terpenuhi.

4.2.1.5 Gaya Bahasa Alegori

Gaya bahasa alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-

lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau

wadah obyek-obyek atau gagasan yang diperlambangkan. Unsur-unsur dari gaya

bahasa alegori misalnya fabel atau parabel yang di dalamnya memuat tentang

binatang-binatang berbicara atau bertingkah laku seperti manusia. Dalam trilogi

tidak banyak ditemukan penggunaan majas alegori. Oleh karena itu, peneliti

hanya menyajikan dua contoh gaya bahasa alegori sebagai berikut:

(a) “Legenda khas Dukuh Paruk misalnya kisah tentang nenek tentang
fenomenda pekuburan Dukuh Paruk di malam hari ketika terjadi
bencana itu”. (hal. 32) (Al. 1)
(b) “Cerita di mana Gatot Kaca mebunuh prajurit” (hal. 389) (Al. 2)

Contoh kalimat (a) dengan kode (Al/ Alegori 1) mengandung gaya bahasa

alegori karena menggabarkan cerita mengenai nenek moyang orang Dukuh

Paruk pada zaman dahulu. Memang dalam kalimat tersebut tidak ada

perbandingan antara hal yang satu dengan yang lain secara implisit. Namun

pengarang memaparkan cerita yang terjadi pada zaman dahulu di Dukuh Paruk.

Tidak ada makna tertentu yang terdapat dalam kalimat tersebut hanya

memaparkan mengenai fenomena yang terjadi pada zaman dahulu tentang

pekuburan Dukuh Paruk.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Pada kalimat (b) dengan kode (Al/Alegori ) merupakan kalimat yang

mengandung gaya bahasa alegori. Data tersebut menunjukan cerita tentang Gatot

Kaca yang mengalahkan penjahat. Dalam kalimat tersebut terlihat perbandingan

secara implisit yang dinyatakan oleh pengarang. Di mana pengarang

membandingkan antara seorang Gatot Kaca dan Rasus sebagai seorang tentara.

Dalam hal ini, pengarang sengaja menyinggung cerita mengenai Gatot Kaca

karena mengandung nilai moral dan spiritual yang hendak dibagikan kepada

pembaca. Maksud dan tujuan memang terselubung dan tidak dintakan secara jelas

oleh pengarang. Tapi jika pembaca jeli, maka pembaca akan paham maksud atau

tujuannya.

4.2.1.6 Gaya Bahasa Antitesis

Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandingan antara dua antonim atau kata-kata yang mengandung ciri-ciri

semantik yang bertentangan. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk hanya satu

contoh majas antitesis yang digunakan oleh pengarang yakni:

a. “Perang antara suara hati dan suara nuraninya semakin seru”.

(hal. 25) (An. 1)

Pada kalimat (a) dengan kode (An/Antitesis 1) digolongkan ke dalam

gaya bahasa antitesis. Kalimat tersebut menggunakan perbandingan dengan

menggunakan kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik. Meski tidak

bertentangan namun memiliki makna. Arti “perang” yaitu permusuhan antara dua

negara (bangsa, agama, suku, dan sebagiannya). Sedangkan suara hati dan suara

nurani memilki arti perasaan, atau hal yang berkaitan sama perasaan seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Misalnya hal ketakutan atau kekhawatiran. Makna perang antara suara hati dan

suara nuraninya semakin seru yaitu perlawanan antara sifat manusiawi atau

duniawi dan hal yang berkaitan dengan moral atau religius.

4.2.1.7 Gaya Bahasa Pleonsme atau Tautologi

Gaya bahasa pleonasme atau tautologi adalah pemakaian kata yang

meubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu seperti (menurut sepanjang

adat; saling tolong-menolong). Penggunaan gaya bahasa ini juga sangat minim

dalam trilogi, oleh karena itu, peneliti hanya menyajikan dua dari data yang

diperoleh sebagai berikut:

a. “Kubayangkan seorang perempuan kulemparkan dengan tanganku


sendiri ke atas kobaran api itu”. (hal. 87) (Pl.. 1)
b. “Tahi kambing itu meski busuk dan menjijikan , namun mampu
menyuburkan daun-daun tembakau di tanah gersang” (hal. 185)
(PL.2)

Contoh kalimat (a) dengan kode (Pl/Pleonasme 1) merupakan gaya

bahasa pleonasme atau tautologi karena adanya pemakaian kata-kata yang

berlebihan. Hal ini dapat dibuktikan melalui pilihan kata “kulemparkan” dan

“tanganku”. Arti kata “melempar” yakni membuang jauh-jauh sesuatu

menggunakan tangan. Sedangkan “tangan” ialah bagian fisik manusi. Dapat

dikatakan bahwa jika melemparkan sesuatu secara otomatis menggunakan tangan

sebagai media. Oleh karena itu, penggunaan kata tangan dapat dihapus atau tidak

perlu digunakan. Karena tidak mengubah arti atau makna dari kalimat tersebut.

Kalimat (b) dengan kode (PL/Pleonasme 2) merupakan gaya bahasa

pleonasme sama seperti kalimat (a). Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan

kata-kata yang berlebihan yakni “ Busuk” dan “Menjijikan”. Arti busuk yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

rusak dan berbau tidak sedap. Dalam hal ini keadaan di mana menjijikan.

penggunaan busuk dan menjijika bisa saja dihilangkan salah satunya. Karena

tidak mengubah arti keseluruhan kalimat. Penggunaan gaya bahasa pleonasme

dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi

sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya.

4.2.1.8 Gaya Bahasa Perifrasis

Gaya bahasa perifrasis adalah gaya bahasa yang agak mirip dengan

pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang

dibutuhkan. Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang penting antara

keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada

prinsipn ya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Dalam trologi Ronggeng

Dukuh Paruk, tidak banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa perifrasis oleh

pengarang. Oleh karena itu, peneliti akan menyajikan dua contoh kalimat yakni

sebagai berikut:

a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)

Kalimat (a) dengan kode (Pe/Perifrasis 1) mengandung gaya bahasa

perifrasis karena menggunakan kata-kata yang berlebihan. Penggunaan kata

tersebut dapat dibuktikan dengan pilihan kata “ Tambun” dan “Padat”. Tambun

memiliki arti yakni berisi, gemuk dan gembul karena kurang bergerak.

Sedangkan padat memilki arti sesuatu yang terisi penuh, jika dihubungkan dengan

manusia sama artinya dengan berisi, atau sesak. Pada contoh kalimat (a) dapat

disimpulkan menjadi lebih sederhana yakni dengan menggunakan kata “Berisi”.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Analisis ciri dari kalimat tersebut yakni pada penggunaan pilihan kata yang

berlebihan dan dapat disimpulkan.

Kalimat (b) mengandung gaya bahasa perifrasis. Tidak jauh berbeda

dengan kalimat (a), dalam kalimat (b) terdapat penggunaan kata yang berlebihan

sehingga dapat disimpulkan. Pilihan kata ini meskipun berlebihan namun jika

dihilangkan tetap tidak menghilangkan atau mengubah arti keseluruhan kalimat.

Kata “Membeku” yakni padat, keras (tentang benda cair), atau sesuatu hal yang

tidak bereaksi. Sedangkan “Membisu” adalah tidak mau berkata-kata atau diam

saja. Penggunaan kalimat tersebut dapat disimpulkan dengan menggunakan satu

pilihan kata, yakni “Terdiam”. Analisis ciri dalam kalimat tersebut yakni pada

penggunaan pilihan kata yang berlebihan dan dapat disimpulkan ke dalam kata

yang lebih sederhana.

4.2.1.9 Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis

Gaya bahasa antisipasi adalah hal berbicara atau menulis di mana

mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun

peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dapat juga dikatakan bahwa antisipasi adalah

“mendahului” atau “penetapan” yang mendahului tentang sesuatu yang masih

akan dkerjakan atau akan terjadi. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, cukup

banyak digunakan gaya bahasa jenis ini. Sebagai contoh akan disajikan tiga

kalimat sebagai berikut:

a. “Kartareja segera tahu tamunya datang dari jauh karena mendengar


napas Dower yang terengah-tengah”. (hal. 58) (Anti. 1)
b. Yu, aku sangat ngantuk aku mau tidur di sini barang sebentar” (hal.
126) (Anti. 2)
c. “Sampai di pantai Bajus memilih tempat yang agak terpecil buat
memarkir jipnya. Itu bukan tempat yang terbaik. Namun itulah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

pilihannya karena Bajus ingin memperoleh suasana yang lebih pribadi,


tidak terlalu banyak dilihat oleh pengunjung” (hal. 363) (Anti.3)

Kalimat (a) merupakan kalimat yang tergolong ke dalam jenis gaya bahasa

antisipasi karena terdapat penggunaan beberapa kata sebelum sesuatu terjadi.

Dalam trilogi diceritakan di mana Kartareja yang mampu mengetahui Dower yang

akan datang ke rumahnya. Hal tersebut diketahui dari bunyi napas Dower yang

terengah-engah. Analisis ciri dalam kalimat tersebut yakni adanya penggunaan

kata-kata yang mendahului kalimat berikutnya. Makna dari kalimat (a) yakni

Kartareja mengetahui ada tamu yang akan datang ke rumahnya lewat suara helaan

napas Dower.

Analisis penggunaan jenis gaya bahasa antisipasi pada kalimat (b) dengan

kode (Ant/Antisipasi 3), terdapat pendahulaun yang dilakukan sebeluma sesuatu

akan terjadi. Srintil meminta izin untuk tidur di warung salah seorang warga di

pasar Dawuan karena ia merasa kantuk dan kelelahan karena telah berjalan

seharian. Dalam kalimat terdapat gagasan yang terlebih dahulu digunakan dan

menyusul kalimat yang menandai peristiwa yang akan terjadi. Dapat dibuktikan

melalui “ Yu, aku ngantuk”.

Penggunaan jenis gaya bahasa antisipasi pada kalimat (c), tidak jauh

berbeda dari penggunaan gaya bahasa antisipasi pada contoh kalimat (a) dan (b).

Terdapat penggunaan kalimat yang mendahului dan makna sebenarnya akan

diketahui belakangan. kalimat pendahulu berupa “Sampai di pantai Bajus

memilih tempat yang agak terpecil buat memarkir jipnya” dan diikuti dengan

kalimat yang menandai sesuatu yang akan terjadi yakni “karena Bajus ingin

memperoleh suasana yang lebih pribadi, tidak terlalu banyak dilihat oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

pengunjung”. Maksud dari kalimat tersebut yakni Bajus telah mengetahui

keadaan sekitar yang ramai dengan pengunjung, oleh kerena itu ia memilih

tempat yang sepi sehingga bisa memanfaatkan waktu berdua dengan Srintil.

4.2.1.10 Gaya Bahasa Korepsio atau Epanortosis

Ketika berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan

sesuatu tetapi kemudia kita memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Gaya

bahasa seperti ini biasa disebut koreksio atau epanortosis. Dengan kata lain, gaya

bahasa ini yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudia

memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah. Berikut akan disajikan

beberapa contoh kalimat:

a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)

Kalimat (a) dengan kode (K/Koreksio 1) merupakan jenis gaya bahasa

koreksio atau epanortosis. Penggunaan koreksio terdapat pada pilihan kata

“tidak”. Pada kalimat sebelumnya tokoh Rasus yang sedang teringat emaknya

dan ingin mencari sosok ibunya yang telah meninggal dalam diri neneknya yang

telah renta. Awalnya Rasus ragu, namun ia memperbaikinya kembali dengan

mengunkapkan “tidak, aku sudah mendapatkan pelajaran”. Pelajaran yang

dimaksud ialah, Rasus telah menemukan sosok ibu yang dicarinya dalam diri

neneknya yang telah renta dan telah merawat Rasus.

Kalimat (b) adalah kalimatyang tergolong ke dalam jenis gaya bahasa

koreksio atau epanorotosis. Hal ini dapa dilihat bahwa kalimat tersebut telah

dikoreksi oleh Rasus. Diawal kalimat Rasus memanggil Sersan Pujo dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

sebutan “Mas”, kemudian diperbaikinya kembali dengan mengganti kata “Mas”

menjadi “Sersan”. Hal ini dikarenakan pangkat Pujo sebagai seorang Sersan.

Penggunaan gaya bahasa koreksio, meskipun diperbaiki salah satu kata atau

kalimat, tetap tidak mengubah makna atau arti kalimat itu secara keseluruhan.

Sifat gaya bahasa ini hanya memperbaiki dan mengubahnya menjadi sesuatu yang

lebih baik dan tepat.

4.2.2 Ciri Penanda dalam Majas Perbandingan

Ciri penanda yang dimaksud dalam sub bab ini adalah ciri khas yang

dipakai dalam setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan. Ciri tersebut berupa

kata-kata penegas atau penghubung yang telah menjadi acuan untuk

membandingkan atau membendakan penggunaan kata atau kalimat yang satu

dengan yang lain. Penggunaan ciri penanda pada majas perbandingan tidak semua

digunakan, namun kebanyakan diantaranya menggunakan ciri penanda dengan

alasan sebagai salah satu cara untuk membedakan kata atau kalimat di dalamnya.

4.2.2.1 Ciri Penanda Gaya Bahasa Simile atau Perumpamaan

Ditegaskan kembali gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan dua

hal yang pada hakekatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Gaya bahasa

perumpamaan mempunyai ciri penanda untuk membandingkan dual hal/ benda

dengan menggunakan kata penghubung yakni laksana, ibarat, serupa, bagai,

umpama, seperti, layaknya, bak, dan sebagiannya yang dijadikan sebagai

penghubung kata yang diperbandingkan. Contoh kalimat yang memuat ciri

penanda pada gaya bahasa perumpamaan yakni:

a. “Suaranya melengking seperti kelana panjang”. (hal. 9) (S. 1)


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

b. “Pohon-pohon yang bergoyang itu tampak olehnya sebagai kelompok


manusia dalam tarian aneh”. (hal. 159-160) (S. 2)
c. “ Srintil berlari seperti pipit dikejar alap-alap”. (hal. 278) (S. 3)

Pada contoh kalimat (a), yang mengandung gaya bahasa perumanaan

mengandung ciri penanda dengan menggunakan kata penghubung yakni seperti.

Kata seperti digunakan sebagai pembanding antara suara dan kelana panjang.

penggunaan kata seperti dalam kalimat tersebut sebagai penegas untuk

membandingkan dua hal.

Analisia ciri penanda pada kalimat (b) yakni menggunaka kata sebagai

sebagai kata pembanding. Penggunaan ciri penanda kata sebagai, sama halnya

pada contoh pertama yakni sebagai kata pembanding karena dalam contoh

tersebut pengarang menbandingkan pepohonan dengan manusia. pepohonan yang

bergerak tampak seperti manusia yang sedang menari namun terlihat aneh dan

menakutkan. Manusia dan pepohonan jelaslah dua hal yang berbeda, namun

dianggap sama oleh pengarang, namun di sini pengarang tetap membuat pembaca

memahami apa yang dimaksud oleh pengarang.

Penggunaan ciri penanda pada kalimat (c), kurang lebih sama seperti

kalimat (a), yang sama-sama menggunakan ciri atau kata pembanding seperti.

Pengarang lagi-lagi membandingkan dua hal yang berbeda yakni manusia dengan

tokoh Srintil, dan hewan dalam bentuk burung pipit. Pengarang sengaja

menyamakan kedua makhluk hidup tersebut.

4.2.2.2 Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya: buaya darat, buah hati,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

cindera mata, dan sebagiannya. metafora sebagai perbandingan langsung tidak

mempergunakan kata: seperti, bak , bagai, bagaikan, dan sebagainnya. Metafora

tidak selalu menduduki fungsi predikat, tetapi juga menduduki fungsi lain seperti

subjek, objek, dan sebagainnya. Dengan demikian, metafora dapat berdiri sendiri

sebagai kata, lain halnya dengan simile.

Ciri penanda yang terdapat dalam gaya bahasa metafora yakni memiliki

kata pembanding seperti gaya bahasa simile. Selain itu, gaya bahasa metafora

mampu beridiri sendiri dan makna dalam gaya bahasa metafora dibatasi oleh

sebuah konteks.

a. “Ketiak daun kelapa” (hal. 14) (M.1)


b. “Sorot matanya menyala” (hal. 122) (M.2)
c. “Rasus sama-sama berdarah Dukuh Paruk” (hal. 274) (M. 3)

Analisi ciri dari gaya bahasa metafora dari ketiga kalimat tersebut adalah

menggunakan kata-kata kiasan dan terdapat pilihan kata yang sesuatu dengan

yang lain. Dalam menyamakan atau membandingkan sesuatu, gaya bahas

metafora menggunakan perbandingan langsung tanpa diikuti kata pembandinga

seperti pada majas perumpamaan misalnya: seperti, bagaikan, sebagai, bak,

ibarat, dan kata pembanding lainya. Oleh karena itu, gaya bahasa ini masuk

kategori majas perbandingan.

4.2.2.3 Gaya Bahasa Personifokasi

Peronifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada

barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985: 17) dengan kata

lain gaya bahasa perosnifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan benda-

benda yang tidak bernyawa seolah-oleah memilki sifat seperti manusia.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

Ciri penanda pada gaya bahasa personifikasi terletak pada penginsanan

pada benda mati untuk bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Pokok yang

dibandingkan itu seolah berwujud manusia baik dalam tindak-tanduk, perasaan

atau perwatakan manusia lainnya. Berikut akan disajikan beberapa contoh kalimat

yang berwujud gaya bahasa personifikasi:

a. “Ketika angin tenggara menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar
di musim kemarau”. (hal. 13) (P. 1)
b. “Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan harmoni
alam” (hal. 111) (P. 2)
c. “Namun api dan kesumat telah menunjukan keangkuhannya di Dukuh
Paruk” (hal. 260)
d. “Cahaya membuat bayangan temaran di atas tanah kapur”. (hal. 14)
(P. 4)

Analisi ciri penanda secara umum dari keepat contoh kalimat di atas

menggambarkan sesuatu hal pokok berupa benda-benda mati menjadi hidup. Pada

kalimat (a) dengan kode (P/Personifikasi 1) terlihat kalimat tersebut

menggunakan gaya bahasa personifikasi, hal ini dapat dibuktikan pada

penggunaan kata-kata angin tenggara menyapu. Pada frasa tersebut terlihat

pengarang menggunakan ciri penanda yakni menggambarkan angin tengggara

yang tidak bernyawa seakan melakukan perbuatan yakni menyapu. Pokok yang

dibandingkan tersebut seeolah sedang melakukan perbuatan yang biasany

dilakukan manusia.

Pada contoh kalimat (b) dengan kode (P/Personifikasi 2) sama seperti pada

contoh kalimat (a), pengarang menggunakan gaya bahasa personifikasi dengan

memanfaatkan ciri penanda yakni sifat-sifat insani yang dilekatkan pada benda-

benda mati. Dapat dibuktikan melalui kata dipagelarkan. Dalam hal ini, subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

dari pokok yang dibandingkan adalah kerimbunan daun-daun yang seakan

melakukan pagelaran harmoni alam.

Penggunaan gaya bahasa personifikasi pada kalimat (c) juga memberikan ciri

yakni pengisanan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.

Ditandai dengan penggunaan kata keangkuhan pada kalimat tersebut.

Keangkuhan merupakan suatu sifat insani yang dimiliki oleh manusia, namun

dalam konteks kalimat ini pengarang menyandingkan sifata keangkuhan pada api

dan kesumat yang merupakan suatu hal yang tidak beryawa dan tidak memilki

perasaaan seperti manusia.

Penggunaan gaya bahasa personifikasi pada kalimat (d) memanfaatkan ciri

pengisanan yang sama seperti kalimat sebelumnya. Pengarang mengenakan sifat

manusia pada benda mati. Dapat dibuktikan pada pemilihan kata membuat.

Dalam kalimat tersebut, pengarang menggabarkan bahwa Cahaya bulan pada

malam hari, seolah membuat bayangan di atas tanah. Pada kenyataannya

bayangan hanyalah sebuat wujud yang kurang jelas dan hitam dan melekat pada

manusia, benda dan apa saja yang berbentuk.

4.2.2.4 Gaya Bahasa Depersonifikasi

Depersonifikasi atau pembendaan adalah gaya bahasa yang membendakan

manusia atau insan (Tarigan,1985: 21). Manusia dianggap sebagai benda mati.

Namun, biasanya dalam gaya bahasa personifikasi ini terdapar memanfaatkan

unsur pengadaiaan secara eksplisit. Oleh karena itu, yang menjadi ciri khas atau

ciri penanda dalam gaya bahasa personifikasi adalalh penggunaan kata-kata

pengandaian misalnya andai, andaikata, kalau, jika, jikalau, bila, bila mana,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

misalkan, umpama dan sebagiannya. penggunaan kata-kata pengandaian tersebut

sebagai penegas dan penjelas gagasan atau garapan. Berikut beberapa contoh gaya

bahasa depersonifikasi:

a. “Andaikata ada orang yang percaya akan kegetiran yang melanda


hatiku”. (hal. 62) (De. 1)
b. “ Andaikata burung-burung mempunyai tingkat kesadaran seperti
manusia, mereka akan melihat Marsusi yang gelisah” (hal. 293) (De.
2)

Kalimat (a) dengan kode (De/Depersonifikasi 1) di atas merupakan kalimat

yang mengandung gaya bahasa personifikasi dan menggunakan ciri penanda

berupa kata pengandaian andaikata. Dalam kalimat tersebut penggunaan kata

andaikata secara eksplisit mewakili kalimat tersebut sebagai penjelas harapan.

Kalimat (b),dengan kode (De/Depersonifikasi 2) adalah gaya bahasa

personifikasi yang sama dengan contoh kalimat (a) yakni sama-sama

menggunakan kata pengandaian andaikata. Penggunaan gaya bahasa pada kalimat

ini lebih pada pengharapan. Oleh karena itu pengarang menggunakan kata

pengandaian sebagai penjelas harapan.

4.2.2.5 Gaya Bahasa Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang merupakan

metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek atau

gagasan yang diperlambangkan (Tarigan, 1985: 24). Alegori biasanya

mengandung sofat-sifat moral atau spriritual manusia. biasanya cerita alegori

merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang

terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Dapat dikatakana bahwa ciri khas atau penanda dari gaya bahasa alegori

adalah pemanfaatan cerita-cerita yang mengandung unsur moral kepada

pembacanya. Berikut beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa alegori:

a. “Legenda khas Du kuh Paruk misalnya kisah tentang nenek tentang


fenomena pekuburan Dukuh Paruk di malam hari ketika terjadi
bencana itu”. (hal. 32) (Al. 1)
b. “Cerita di mana Gatot Kaca membunuh prajurit” (hal. 389) (Al. 2)

Pada kalimat (a) dengan kode (Al/Alegori 1) pengarang memasukan unsur

cerita dengan memanfaatkan kata legenda sebagai salah bagian dari cerita.

Memang tidak ada unsur yang tersembunyi di dalamnya. Pengarang hanya

memanfaatkan kata legenda sebagai pembanding dalam kalimatnya.

Pada kalimat (b), dengan kode (Al/Alegori 2) merupakan gaya bahasa

alegori karena mengandung unsur cerita dengan membandingkan suatu hal

dengan cerita Gatot Kaca yang merupakan tokoh pewayangan yang terkenal di

masyarakat Indonesia karena memilki kekuatan yang luar biasa. Karena ciri khas

dari gaya bahasa alegori adalah cerita, maka pengarang sengaja memasukan

cerita Gatot Kaca karena cerita tersebut lekat dengan nilai-nilai moral dan spritual

yang mampu memberikan efek positif bagi pembacanya.

4.2.2.6 Gaya Bahasa Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan

yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang

berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang (Keraf, 1984: 126). Ciri dari

gaya bahasa antitesis yakni perbandingan antara dua antonim. Berikut contoh

kalimat yang menggunakan gaya bahasa antitesis:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

a. “Perang antara suara hati dan suara nuraninya semakin seru.” (hal.

25) (An. 1)

Kalimat (a) yang mengandung gaya bahasa antitesis di atas, pengarang

membandingkan suatu hal yang bertentangan namun digunakan dalam kalimat

tersebut. Dapat dibuktikan melalui pemilihan kata perang. Menurut Tarigan,

(1985: 27) antitesis adalah perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang

mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan). Oleh karena itu, analisis ciri

dalam kalimat tersebut pengarang menggunakan kata perang yang sesugguhnyaa

berkaitan dengan permusuhan antara dua negara (bangsa, agama atau ras), namun

penggunaan kata perang dalam konteks kalimat ini adalah mengenai perlawanan

antara sifat manusia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan nilai moral.

4.2.2.7 Gaya Bahasa Pleonasme atau Tautologi

Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak

daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan (Keraf,

1984: 133). Ciri dalama gaya bahasa pleonasme adalah pemakaian kata-kata

secara berlebihan namun bila kata atau kalimat yang berlebihan itu dihilangkan

tidak mengubah arti kalimat secara keseluruhan. Semua acuan itu tetap utuh

dengan makna yang sama. Beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa

pleonasme sebagai berikut:

a. “Kubayangkan seorang perempuan kulemparkan dengan tanganku


sendiri ke atas kobaran api itu”. (hal. 87) (Pl.. 1)
b. “Tahi kambing itu meski busuk dan menjijikan , namun mampu
menyuburkan daun-daun tembakau di tanah gersang” (hal. 185) (Pl.2)

Analisis pada kalimat (a) dengan kode (Pl/Pleonasme 1) mengandung

gaya bahasa pleonasme dengan ciri penanda yakni pada pemilihan kata yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

berlebihan. Pilihan kata tersebut dapat dibuktikan dengan kata kulemparkan dan

tanganku. Kedua pilihan kata tersebut bisa dihilangkan salah satunyas sehingga

tidak terlihat berlebiha. Meskpun dihilangkan namun makna dari kalimat secara

keseluruhan tidak berubah. Hal ini sejalan dengan pendapat Keraf (1984: 133)

yang mengatakan bahwa acuan tersebut tetap utuh dengan makna yang sama,

walauun dihilangkan kata-kata yang berlebihan.

Pada kalimat (b) dengan kode (Pl/Pleonasme 2) kurang lebih memilki ciri

yang sama seperti kalimat (a). Pengarang tetap menggunakan beberapa pilihan

kata yang berlebihan dan dapat dihilangkan namun tidak mengubah keutuhan arti

dan makna kalimat. Kata bau dan menjijikan secara etimologis menurut KBBI

memang berbeda. Namun, tetap akan saling mewakili satu sama lain jika salah

satu dari keduanya dihilangkan.

4.2.2.8 Gaya Bahasa Perifrasis

Perifrasis adalah adalah gaya bahasa yang sebenarnya mirip dengan

pleonasme yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan.

Perbendaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya

dapat diganti dengan satu kata saja. Oleh karena itu, ciri khas atau penanda dari

gaya bahasa perifrasis yakni kata yang berlebihan dapat diganti atau disimpulkan

menjadi lebih sederhana. Bisa dikatakan bahwa penghematan kata dalam hal ini

sangat dibutuhkan sehingga lebih padat namun tetap utuh dan dimengerti. Berikut

beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa perifrasis yang ditandai dengan ciri

penandanya:

a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Pada contoh kalimat (a) dengan kode (Pe/Perifrasis 1) mengandung gaya

bahasa perifrasis. Dalam contoh kalimat (a), pengarang menggunakan ciri

penanda yang dapat dibuktikan dengan pemakaian kata-kata yang berlebihan

yakni tambun dan padat. Kedua kata tersebut kurang lebih merujuk pada keadaan

fisik manusia yaitu gemuk atau berisi. Oleh karena itu, penggunaan kata tambun

dan padat dapat diganti atau disimpulkan menjadi lebih sederhana dengan

menggunakan kata berisi.

Pada contoh kaliamt (b), tidak jauh berbeda dengan contoh kalimat (a),

dalam hal ini pengarang juga menggunakan pilihan kata yang berlebihan sehingga

bisa diganti dengan kata yang lebih sederhana. kata-kata yang digunakan yakni

membeku dan membisu. Kedua kata tersebut jika dipahami sesuai konteks

kalimatnya , lebih merujuka pada keadaan di mana seseorang sedang terdiam atau

tidak berbicara. Oleh karena itu, untuk kata membeku dan membisu dapat diganti

dengan sebuah kata saja yang lebih singkat yakni terdiam. Hal ini sejalan dengan

pendapat Keraf (melalui Tarigan, 1985: 31).

4.2.2.9 Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis

Antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan

lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang

sebenarnya terjadi. Ciri penanda dalam gaya bahasa ini yakni penggunaan kata-

kata yang mendahulukan persitiwa yang akan terjadi. Beberapa contoh kalimat

dengan gaya bahasa antisipasi atau prolepsis sebagai berikut:

a. “Kartareja segera tahu tamunya datang dari jauh karena mendengar


napas Dower yang terengah-tengah”. (hal. 58) (Anti. 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

b. “Sampai di pantai Bajus memilih tempat yang agak terpecil buat


memarkir jipnya. Itu bukan tempat yang terbaik. Namun itulah
pilihannya karena Bajus ingin memperoleh suasana yang lebih
pribadi, tidak terlalu banyak dilihat oleh pengunjung” (hal. 363)
(Anti.3)

Kalimat (a) dengan kode (Anti/Antisipasi 1) di atas merupakan gaya

bahasa antisipasi yang memeilki ciri penanda yakni penggunaan kata-kata yang

mendahulukan peristiwa yang akan terjadi. Dapat dibuktikan melalui penggunaan

kata-kata mendengar napas Dower yang terengah-engah. Dalam trilogi ini,

diceritakan bahwa Kartareja tahu, bahwa akan ada tamu yang datang sebab dari

kejauhan ia sudah mendengar napas Dower terengah-engah karena berlari. Hal ini

sejalan dengan pendapat Tarigan (1985: 33) yang mengatakan dalam berbicara

atau menulisa ada kalanya kita mempergunakan terlebih dahulu satu atau

beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi.

Pada kalimat (b) kurang lebih sama seperti contoh (a) di mana terdapat

ciri yakni penggunaan kata-kata yang mendahuluai peristiwa yang terjadi

sebelumnya. Kalimat yang mendahului kalimat sebelumnya dapat dibuktkan

melalui kalimat yang tergadung dalam contoh kalimat (b) yakni “Sampai di pantai

Bajus memilih tempat yang agak terpecil buat memarkir jipnya. Maksud kalimat

tersebut yakni tokoh Bajus lebih memilih tempat yang terpencil dan sepi untuk

memarkir mobilnya karena itu tahu situasi di tempat lain dan di sekellilingnya

sedang ramai pengunjung. Oleh kerena itu, dapat dikatakn bahwa kalimat tersebut

mengandung gaya bahasa antisipasi dengan ciri khasnya menggunakan beberapa

gagasan sebelum sesuatu terjadi.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

4.2.2.10 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula

menegaskan sesuatu namun kemudian memperbaikinya (Keraf, 1984: 135). Yang

menjadi ciri khas pada gaya bahasa ini adalah penggunaan kata yang menegaskan

namun juga diperbaiki atau dikoreksi kembali. Beberapa contoh gaya bahasa

koreksio yakni:

a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)

Kalima (a) merupakan contoh kalimat yang mengandung gaya bahasa

koresio dan memilki ciri khas di mana terdapat penggunaan kata-kata yang

awalnya memberikan penegasan namun, dikoreksi kembali. Dapat dilihat pada

contoh kalimat (a), pada mulanya menunjukan penegasan pada kalimat pertama,

kemudia diperbaiki kembali dengan menggunakan kata tidak dan diikuti dengan

kalimat berikutnya.

Pada contoh kalimat (b), pengarang memanfaatkan ciri penanda dari gaya

bahasa koreksio yakni memperbaiki kata-kata yang pada mulanya berfungsi untuk

mempertegas. Dapat dibuktikan dengan contoh Ya, mas. Eh, Sersan. Kata tersebut

yang pada awalnya menggunakan kata mas, namun dikoreksi dan diganti

menggunakan kata Sersan.

4.2.3 Makna dalam Gaya Bahasa

Makna yang dimaksud pada majas perbandingan yakni arti dari kalimat-

kalimat yang terkandung dalam setiap gaya bahasa yang terdapat dalam majas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

perbandingan. Setiap kalimat pada setiap jenis gaya bahasa yang digunakan

disandingkan dengan gaya dan ciri khas setiap gaya bahasa oleh pengarang.

4.2.3.1 Gaya Bahasa Simile atau Perumpamaan.

Simile atau perumpamaa adalah perbandingan yang bersifat eksplisit.

Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia

langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. untuk itu, gaya bahasa

simile memeprlukan kata-kata pembanding yang secara eksplisit menunjukan

kesamaan itu, yakni kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan , bak, laksana,

dan sebagiannya. Berikut contoh makna dari majas perbandingan dengan gaya

bahasa simile yakni:

a. “Seorang gadis kencur seperti Srintil telah mampu menirukan dengan


baiknya gaya seorang ronggeng” (hal. 13) (S. 4)
b. “Srintil yang bergerak lucu hanya tampak sebagai hantu yang
menakutkan” (hal.29) (S. 6)
c. “Srintil masih segar seperti kecambah” ( hal. 121) (S.10)

Makna pada kalimat (a) diartikan bahwa tokoh Srintil yang masih kecil

atau masih berinjak remaja dianggap dan disamakan seperti kencur. Kencur bagi

masyarakat Indonesia adalah rempah-rempah yang sangat berkhasiat dan

digunakan sebagai bumbu masakan. Dalam cerita, tokoh Srintil yang masih

berumur 11 tahun memiliki indang roh ronggeng dan mampu menirukan gaya

seorang ronggeng dewasa.

Kalimat (b) yang mengandung gaya bahasa perumpamaan memilki makna

“tokoh bayi Srintil, yang begerak lucu namun terlihat seperti hantu yang

mengerikan”. Pengarang memanfaatkan gaya bahasa simile untuk

membandingkan dua hal yang berbeda namun sengaja dianggap sama. Dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

dilihat bahwa pada kalimat (b) ada dua hal yang dibandingkan yakni tokoh Srintil

dan hantu. Dengan memanfaatkn ciri penanda seperti, pengarang membandingkan

kedua perbedaan tersebut seakan sama. Sejalan dengan pendapat Tarigan (1985:

9) yang mengatakan bahwa gaya bahasa simile yaitu perbandingan dua hal yang

pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.

Makna yang terkandung pada kalimat (c) adalah tokoh Srintil yang sedang

dalam masa pertumbuhan dan perkembangan menuju tahap remaja dari masa

anak-anak. Masa remaja yang masih sangat aktif dan banyak mengalami

perubahan-perubahan fisik dalam hidupnya. Pengarang kembali memanfaatkan

gaya bahasa simile untuk membandingkan tokoh Srintil dengan sebuah kecambah

atau tanaman yang baru tumbuh subur. Kedua hal ini, pada hakekatnya berbeda

tetapi dianggap sama dengan memanfaatkan kata pembanding yakni seperti.

4.2.3.2 Gaya Bahasa Metafora

Metaofora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk

menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara

eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpaman,

laksana, penaka, dan sebaginnya (Tarigan, 1985: 15). Berikut beberapa contoh

gaya bahasa metafora dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk antara lain:

a. “Derit daun pintu bambu” (hal. 28) (M. 4)


b. “Bau kematian telah tercium oleh burung gagak” (hal. 29) (M.5)
c. “Bahasa Ibu” (hal. 95) (M. 12)

Kalimat (a) dengan gaya bahasa matafora di atas memiliki arti atau makna yakni

suara pintu bambu. Daun pintu yang dimaksud adalah bagian depan pintu yang

yang terbuat dari bambu. Jenis pintu rumah di Dukuh Paruk pada tahun 1960-an
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

masih sangat sederhana. kalimat (a), memanfaatkan gaya bahasa metafora yang

membandingkan dua hal namun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan

menggunakan kata pembanding seperti pada gaya bahasa simile.

Makna pada kalimat (b) dengan gaya bahasa metafora yang ditandai oleh

pemilihan kata bau kematian merupakan suatu pertanda buruk tentang kematian

yang akan menimpa warga Dukuh Paruk. Hal ini ditandai dengan terdengarnya

suara burung gagak yang dipercayai oleh masyarakat Dukuh Paruk pada zaman

dahulu sampai dan masyarakan Indonesia pada umunya bahwa, suara burung

gagak yang terdengar pada malam hari membawa kabar buruk tentang kematian.

Tidak dijelaskan dalam cerita tentang burung gagak, namun inilah mitos yang

tersebar di masyarakat sampai sekarang. Pengarang memanfaatkan kata bau

kematian yang bukan arti sebenarnya, melainkan sebagai lukisan berdasarkan

perbandingan antara dua hal.

Pemakaian kata bahasa ibu pada kalimat (c), memilki makna bahasa yang

dimiliki dan dipelajari sejak pertama oleh manusia. Sejak lahir, manusia sudah

dibakali dengan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa ibu disebut

juga bahasa pertam. Jika seseorang dilahirkan dan diajari bahasa daerah

membandingkan dua gagasan .

4.2.3.3 Gaya Bahasa Personifikasi

Keraf (melalui Wicaksono, 2014: 33), mengatakan bahwa gaya bahasa

personifikasi semacam gaya bahasa kiasan yang menggabrakan benda-benda mati

atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memilki sifat kemanusiaan.

Berikut beberapa contoh gaya bahasa personifikasi beserta maknanya:


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

a. “Perintah alam selesai mereka laksanakan” (hal. 44) (P/Personifikasi 8)


b. “Alam sendiri yang turun tangan mengguruiku dan Srintil (hal. 76)
(P/Personifikasi 9)
c. “Di belakangku Dukuh Paruk diam membisu” (hal. 107) (P/Personifikasi
10)

Makna dari kalimat (a) yakni sesuatu yang telah Tuhan atur dan telah

dikerjakan oleh warga Dukuh Paruk. Meskipun belum mengenal Tuhan, dan lebih

percaya pada arwah Ki Secamenggala moyang mereka, namun kehendak yang

harus mereka laksanakan, tetap dilaksanakan warga Duk uh Paruk. Pada kalimat

tersebut, pengarang memanfaatkan gaya bahasa personifikasi, di mana dalam

gaya bahasa personifikasi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak

bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985: 17).

Makna yang terkandung pada kalimat (b) dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

yakni suatu keadaan atau pengalaman hidup yang membuat Rasus dan Srintil

belajar dari pengalaman hidup yang telah mereka jalani. Gaya bahasa

pesonifikasi dalam kalimat (b) yang menjadi pokok ialah alam senidir yang turun

tangan menggurui. Alam dibuat seakan-akan hidup dan bisa memberikan

pelajaran kepada tokoh Rasus dan Srintil.

Pada kalimat (c), makna yang terkandung yakni suasana Dukuh Paruk yang

sepi. Hilang dari hiruk-pikuk masyarakat dengan aktivitas sehari-hari. Dalam

novel diceritakan bahwa Dukuh Paruk sepi karena semua penduduk telah

ditangkap dan disekap oleh tentara pada tahun 1960-an, untuk menjadikan mereka

sebagai budak atau pekerja. Sekali lagi pengarang memanfaatkan gaya bahasa

personifikasi untuk menghidupkan atau melekatkan sifat-sifat kemanusiaan pada

desa Dukuh Paruk. Sejalan dengan pendapat Keraf (melalui Wicaksono, 2014:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

33) mengatakan personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang yang tidak bernyawa seolah-olah

memilki sifat kemanusiaan.

4.2.3.4 Gaya Bahasa Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan

manusia atau insan. Dapat disimpulkan bahwa depersonifikasi kebalikan dari

personifikasi. Biasanya pada gaya bahasa ini memanfaatkan ciri khas berupa

kata-kata pengandaian seperti: andai, andaikata, kalau, jika, jikalau, bila,

bilamana, sekiranya, misalkan, umpama, dan lain sebagiannya. Beberapa contoh

gaya bahasa deperosnifikasi dengan maknanya antara lain:

a. “Andaikata ada orang yang percaya akan kegetiran yang melanda


hatiku”. (hal. 62) (De. 1)
b. “ Andaikata burung-burung mempunyai tingkat kesadaran seperti
manusia, mereka akan melihat Marsusi yang gelisah” (hal. 293) (De. 2)

Makna dalam kalimat (a) yakni perasaan takut dan sedih yang dirasakan

Rasus akibat kehilangan sosok emak yang ada dalam diri Srintil. Artinya Rasus

tidak ingin kehilangan Srintil seperti ia kehilangan emaknya untuk kedua kalinya.

Oleh kerena itu, Rasus membayangkan bahwa jika ada orang yang punya perasaan

yang sama seperti Rasus, maka ia akan mengalami ketakitan dan kehilangan.

Pengarang memanfaatkan kata pengandaian secara eksplisit yakni andaikata

untuk membedakan manusia dengan alam.

Dalam kalimat (b), jelas terlihat bahwa pengarang secara eksplisit

menggunakan kata pengandaian yakni “ Andaikata” sama seperti pada kalimat (a).

Tidak ada makna tertentu pada kalimat (b) yang jelas bahwa kalimat ini

melukiskan bahwa jika burung mempunyai pikiran dan naluri seperti manusia,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

maka mereka pun merasakan apa yang yang mereka lihat pada waktu itu. Dalam

trilogi diceritakan bahwa Marsusi sedang gelisah karena keinginan untuk bertemu

Srintil tidak

4.2.3.5 Gaya Bahasa Alegori

Gaya bahasa alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-

lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau

wadah obyek-obyek atau gagasan yang diperlambangkan. Unsur-unsur dari gaya

bahasa alegori misalnya fabel atau parabel yang di dalamnya memuat tentang

binatang-binatang berbicara atau bertingkah laku seperti manusia.

Ciri penting dalam gaya bahasa alegori yakni mengandung sifat-sifat

moral atau spiritual manusia. Baisanya merupakan cerita-cerita yang panjang dan

rumit dengan maksud dana tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang

jeli justru jelas dan nyata. Dalam trilogi tidak banyak ditemukan penggunaan

majas alegori. Oleh karena itu, peneliti hanya menyajikan dua contoh gaya bahasa

alegori sebagai berikut:

a. “Dongen tentang seorang pahlawan yang pulang dari peperangan dan


kembali disambut oleh seorang putri jelita” ( hal. 103) (Al/Alegori 2)
b. “Cerita di mana Gatot Kaca mebunuh prajurit” (hal. 389) (Al. 2)
Makna pada kalimat (a), lebih keadaan di mana ketika Rasus kembali ke

Dukuh Paruk dari medan perang disambut oleh Srintil yang disebut sebagai

seorang Ronggeng yang cantik jelita. Pengarang ingin memberikan maksud dan

tujuan yang terselubung di balik dongeng yang disampaikan. Sejalan dengan

pendapat Tarigan (1985:24) yang menyatakan bahwa alegori adalah cerita-cerita

yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi

pembac yang jeli justru dan nyata.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Analisis gaya bahasa alegori pada kalimat (b) menunjukan cerita tentang

Gatot Kaca yang mengalahkan penjahat. Tidak ada makna khusu dalam kalimat,

namum pengarang hanya ingin menyapaikan maksud yang dibandingkan dengan

cerita Gatot Kaca yang terkenal dengan kekuatan untuk melawan kejahatan.

Pengarang membandingkan antara tokoh wayang Gatot Kaca dan Rasus sebagai

seorang tentara. Dalam hal ini, pengarang sengaja menyinggung cerita mengenai

Gatot Kaca karena mengandung nilai moral dan spiritual yang hendak dibagikan

kepada pembaca. Oleh karena itu, dala gaya bahasa ini yang disajikan kepada

pembaca lebih pada maksud yang memuat tentang nilai-nilai moral.

4.2.3.6 Gaya Bahasa Antitesis

Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandingan antara dua antonim atau kata-kata yang mengandung ciri-ciri

semantik yang bertentangan. Ciri khusus dalam gaya bahasa ini adalah

menggunakan antonim atau lawan kata dalam penggunaan kalimat. Dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk hanya satu contoh majas antitesis yang digunakan oleh

pengarang yakni:

a. “Perang antara suara hati dan suara nuraninya semakin seru”.


(hal. 25) (An. 1)

Makna kalimat (a) yang mengandung gaya bahasa antitesisi yaitu

perlawanan antara sifat manusiawi atau duniawi dan hal yang berkaitan dengan

moral atau religius. Penggunaan antonim dalam kalimat (a) terelatk pada pilihan

kata perang. Dikatakan berlwanan karena pada hakekatnya “perang” yaitu

permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dan sebagiannya).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Sedangkan sedangkan suara hati dan suara nurani memilki arti perasaan, atau hal

yang berkaitan sama perasaan seseorang.

4.2.3.7 Gaya Bahasa Pleonasme atau Tautologi

Pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak

daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun

secara praktis kedua istilah disamakan saja, namun ada yng ingin membedakan

keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu

dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau

yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebiha kata yang lain

(Keraf, 1984:133). Beberapa contoh gaya bahas pleonasme beserta maknanya

antara lain:

a. “Kubayangkan seorang perempuan kulemparkan dengan tanganku


sendiri ke atas kobaran api itu”. (hal. 87) (Pl.. 1)
b. “Tahi kambing itu meski busuk dan menjijikan , namun mampu
menyuburkan daun-daun tembakau di tanah gersang” (hal. 185)
(PL.2)

Makna yang terkandung pada kalimat (a), membayangkan orang

disayang namun berubah menjadi benci, dan kemudian orang yang dibenci

dilempar ke dalam kobaran api dan lenyap seketika itu juga. Tidak ada makna

yang lebih dalam dari kalimat tersebut. Kalimat (a) mengandung gaya bahasa

pleonasme karena terdapat kata-kata yang berlebihan yakni pada pilihan kata

kulemparkan dengan tanganku jika diliat, kata tangan sudah mewakili lempar.

Karena melempar adalah pekerjaan membuang sesuatu dengan perantara tangan.

Oleh karen itu dikatakn bahwa kalimat tersebut berlebihan dan bisa dihilangkan

salah satu katanya namun tetap memiliki arti yang utuh.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

Analisi gaya bahasa pleonasme pada kalimat (b) kurang lebih sama

seperti kalimat (a). Makna dari kalimat (b) adalah kotoran kambing bisa dijadikan

pupuk untuk menyuburkan tanaman. Penggunaan kata-kata pada kalimat (b)

dianggap berlebihan yang dapat dibuktikan dengan adanya pilihan kata “ Busuk”

dan “Menjijikan”. Arti busuk yakni rusak dan berbau tidak sedap. Dalam hal ini

keadaan di mana menjijikan. Penggunaan busuk dan menjijikan bisa saja

dihilangkan salah satunya. Karena tidak mengubah arti keseluruhan kalimat.

Penggunaan gaya bahasa pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata

yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti

maupun hanya sebagai gaya. Sejalan dengan pendapat Keraf, (1984: 133) yang

mengatakan bahwa semua acuan tetap utuh dengan makna yang sama walaupun

dihilangkan kata-kata yang berlebihan itu.

4.2.3.8 Gaya Bahasa Perifrasis

Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, yaitu,

mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan perbedaannya terletak

dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya adapat diganti dengan

satu kata saja. Berikut contoh kalimat dengan gaya perifrasis beserta maknanya

yakni:

a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)

Makna dari kalimat (a) adalah pipi dari tokoh bayi Gonder yang berisi dan

padat. Kalimat (a) adalah kalimat gaya bahasa perifrasis dengan menggunakan

kata-kata yng lebih banyak dari yang diperlukan. Dapat dibuktikan dengan

dibuktikan dengan pilihan kata “ Tambun” dan “Padat”. Tambun memiliki arti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

yakni berisi, gemuk dan gembul karena kurang bergerak. Sedangkan padat

memilki arti sesuatu yang terisi penuh, jika dihubungkan dengan manusia sama

rtinya dengan berisi, atau sesak. Oleh karena itu, kedua kata-kata yang berlebihan

tersebut dapat disimpulkan dengan satu kata yakni berisi.

Makna dari kalimat (b) yakni tokoh Srintil yang terdiam dan kaku.

Penggunaan kata-kata yang berlebihan juga terdapat pada contoh kalimat ini. kata-

kata yang berlebihan yakni membeku dan membisu. Kedua kata tersebut dapat

disimpulkan dengan kata yang lebih sederhana lagi yakni terdiam.

4.2.3.9 Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis

Dalam berbicara atau menulsi, ada kalanya kita mempergunakan terlebih

dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang

sebenarnya terjadi. Beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa antisipasi

beserta maknanya antara lain:

a. “Kartareja segera tahu tamunya datang dari jauh karena mendengar


napas Dower yang terengah-tengah”. (hal. 58) (Anti. 1)
b. Yu, aku sangat ngantuk aku mau tidur di sini barang sebentar” (hal.
126) (Anti. 2)
c. “Sampai di pantai Bajus memilih tempat yang agak terpecil buat
memarkir jipnya. Itu bukan tempat yang terbaik. Namun itulah
pilihannya karena Bajus ingin memperoleh suasana yang lebih
pribadi, tidak terlalu banyak dilihat oleh pengunjung” (hal. 363)
(Anti.3)

Makna dari kalimat (a) yakni Kartareja mengetahui ada tamu yang akan

datang ke rumahnya lewat suara helaan napas Dower. Dalam trilogi diceritakan di

mana Kartareja yang mampu mengetahui Dower yang akan datang ke rumahnya.

Hal tersebut diketahui dari bunyi napas Dower yang terengah-engah


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

Makna yang ditangkap dalam kalimat (b) yakni, Srintil memberi tahu

kepada penjaga warung di pasar Dawun bahwa ia ngantuk dan ingin tidur. Setelah

mendapat izin dari penjaga warung ia kemudian tidur di dipan yang berada depan

warung. Dalam kalimat (b) terdapat gagasan yang terlebih dahulu digunakan dan

menyusul kalimat yang menandai peristiwa yang akan terjadi.

Makna dan maksud dari kalimat (c) yakni ,Bajus telah mengetahui

keadaan sekitar yang ramai dengan pengunjung, oleh kerena itu ia memilih

tempat yang sepi sehingga bisa memanfaatkan waktu berdua dengan Srintil.

Terdapat penggunaan kalimat yang mendahuli kalimat yang akan terjadi, terdapat

peristiwa yang telah dilakukan Bajus terlebih dahulu sebelumnya melakukan

pekerjaan yang sebenarnya akan terjadi.

4.2.3.10 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis

Koreksio adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan

sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya (Keraf, 1984: 135). Beberapa contoh

kalimat dengan gaya bahasa koreksio beserta maknanya antara lain:

a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)
c. “Oh,Pak. Eh, Mas. Jadi Mas sudah tahu siapa aku?” (hal. 327)
(K/Koreksio 5)

Makna yang terkandung pada kalimat (a), yakni Rasus yang awalnya

masih ragu pada sosok emaknya yang dicari pada diri neneknya, namun pada

akhirnya ia menemukan sosok seorang emak pada diri neneknya. Pada kalimat

(a), terjadi perbaikan oleh tokoh Rasus, awalnya dia kurang yakin, namun ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

memperbaikinya kembali dan menegaskan bahwa ia telah menemukan sosok

emaknya pada diri neneknya.

Makna dari kalimat (b) yakni, sapaan Rasus yang memanggil Sersan atau

atasannya dengan sebutan mas namun diperbaiki kembali karena ia sadar bahwa

yang sedang berhadapannya dengannya adalah seorang Sersan yang memilki

pangkat lebih tinggi dibanding Rasus yang pada awalnya hanyalah seorang

kacung.

4.3 Pembahasan

Menurut Laksana (2010: 4), Majas ialah bahasa yang maknanya

melampaui batas yang lazim. Ketidaklaziman makna itu disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama, pemakaian kata yang khas. Dengan menggunakan kata

yang khas pemakai bahasa dapat lebih menghidupkan karangannya. Kedua,

pemakai bahasa yang menyimpang dari kelaziman. Maksudnya dengan

menggunakan kata tertentu yang maknanya menyimpang, seseorang dapat

membuat tuturannya lebih intens mempengaruhi imajinasi pendengar atau

pembaca. Ketiga, rumusannya yang jelas. Kejelasan rumusan itu lebih

dimungkinkan oleh adanya gambaran bahwa satu hal sama atau seperti, atau

sebanding, entah sebagian atau keseluruhannya dengan hal yang lain.

Pemajasan merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan,

maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah kata-kata yang mendukungnya,

melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Penggunaan

bentuk-bentuk kiasan dalam kesastraan, dengan demikian merupakan salah satu

bentuk penyimpangan kebebasan, yaitu penyimpangan makna. Pemakaian bentuk


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

kiasan tersebut di samping untuk membangkitkan suasana dan kesan tertentu,

tanggapan indra tertentu, juga dimaksud untuk memperindah penuturan itu

sendiri. Pemilihan dan penggunaan bentuk kiasan bisa saja berhubungan dengan

selera , kebiasaan, kebutuhan, dan kretifitas pengarang. Bentuk pemajasan yang

banyak digunakan oleh pengarang adalah bentuk pemajasan, yang banyak

dipergunakan adalah bentuk perbandingan atau persamaan, yaitu membandingkan

sesuatu dengan yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara kedua, misalnya yang

berupa ciri fisik, sifat, suasana, tingkah laku dan sebagiannya (Wicaksono, 2014:

30).

Tarigan (melalui Wicaksono, 2014: 30) membagi gaya bahasa menjadi

empat kelompok, yaitu: (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, (3)

majas pertautan, dan (4) majas perulangan. Keempat majas tersebut dibagi lagi ke

dalam beberapa jenis gaya bahasa beserta konsepnya. Terdapat tiga hal yang

menjadi pembahasan penting dalam penelitian ini antara lain:

Pertama, jenis majas perbandingan Menurut Tarigan (2013: 7), dapat

dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain: gaya bahasa simile atau

perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa

depersonifikasi, gaya bahasa alegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa

pleonasme, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis atau gaya

bahasa koreksio atau epanortosis.

Gaya bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua

hal atau gagasan yang berbeda namun seolah-olah sama. Pengertian ini sejalan

dengan pendapat Tarigan (1985: 9-10) yang menyatakan bahwa perumpamaan


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja

kita anggap sama. Itulah sebabnya sering pula gaya bahasa perumpamaan

disamakan dengan dengan persamaan. Gaya bahasa berikutnya yakni metafora.

Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hak atau gagasan yang

tidak dinyatakan secara eksplisit dengan menggunakan ciri-ciri penanda. Sejalan

dengan pendapat Tarigan, (1985: 15), bahwa metafora membuat perbandingan

antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup

walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti,

ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.

Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa adalah gaya bahasa yang

menginsankan benda atau hal-hal yang tidak berwujud dan mati. Selaras dengan

pendapat Tarigan (1985:17) yang mengatakan bahwa perosnifikasi sejenis maja

yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa atau ide

abstrak. Selanjutnya adalah gaya bahasa deperosnifikas. Gaya bahasa ini

kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Deperosnifikasi justru

membedakan manusia atau insan dengan memanfaatkan kata-kata pengandaian.

Gaya bahasa lainnya yakni gaya bahasa alegori. Menurut Tarigan (1985: 24)

alegori merupakan cerita-cerita dalam bentuk lambang-lambang metafora yang

diperluas dengan berkesinambungan, tempat, atau wadah obyek atau gagasan

yang diperlambangkan. Selanjutnya gaya bahasa antitesis yang merupakan

sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua

antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

Gaya bahasa lain yakni pleonasme atau tautologi, adalah gaya bahasa yang

di dalamnya terdapat penggunaan kata yang berlebihan. Meskipun kata tersebut

dihapus, makna secara keseluruhan tetap utuh. Sejalan dengan pendapat Tarigan

(1985: 29) yakni pemakaian kata-kata yang mubazir (berlebihan), yang

sebenarnya tidak perlu. Gaya bahasa selanjutnya adalag gaya bahasa perifrasis.

Perifrasis, adalah gaya bahasa yang mirip seperti gaya bahasa pleonasme. Dalam

gaya bahasa perifrasis, setiap kata-kata yang berlebihan dapat dihilangkan dan

kemudian diganti dengan kata yang lebih sederhana. Tarigan (1985: 31)

mengatakan bahwa pada gaya bahasa perifraisi, kata-kata yang berlebihan itu,

pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Gaya bahasa lainnya yakni

gaya bahasa antisipasi adalah gaya bahasa mempergunakan kata-kata beberapa

sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi. Gaya bahasa yang terakhir adalah

gaya bahasa koreksio atau epanortosis. Gaya bahasa koreksio adalah gaya bahasa

yang ingin memperbaiki atau mengoreksi kesalahn ketika seseorang berbicara.

Sejalan dengan pendapat Tarigan, (1985: 34), koreksio adalah gaya bahasa yang

berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan

memperbaiki mana-mana yang salah.

Kedua, setiap gaya bahas pada majas perbandingan memiliki ciri khas atau

ciri penanda yang digunakan untuk membedakan kedua hal atau gagasan yang

berbeda. Alasan mengapa setiap gaya bahasa memili ciri penanda dilihat dari

fungsinya yakni, fungsi yang pertama, sebagai pembeda dalam kalimat yang

digunakan. Kedua, memilki fungsi sebagai penegas dari setiap gaya bahasa yang

digunakan pengarang dalam karyanya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Pada gaya bahasa simile atau perumpaan yang pada hakekatnya adalah

membandingkan dua yang berbeda namun sengaja dianggap sama. Hal ini sejalan

dengan pendapat Tarigan, (1985: 9) yang menyatakan bahwa perumpamaan

adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan sengaja kita

anggap sama. Ciri penanda yang digunakan dalam gaya bahas ini adalah seperti,

sebagai, bagai, bak, laksana, serupa, ibarat, umpama, dan sebagiannya.

Pada gaya bahasa metafora, menurut Tarigan (1985: 15), yang menyatakan

bahwa perbandingan dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental

yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengann penggunaan ciri-

ciri penanda seperti, ibara, bak, umpama dan sebagiannya padda gaya bahasa

perumpamaan. Gaya bahasa personifikasi, tidak ada cara penanda khusus yang

digunakan. Pada gaya bahasa ini hanya melekatkan ciri manusia pada benda-

benda mati. Sejalan dengan pendapat Tarigan (1985: 17) yang mengatakan bahwa

personifikasi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan

ide yang abstrak.

Pada gaya bahasa depersonifikasi memiliki ciri penanda yakni kata-kata

pengandaian yakni: jika, andaikata, jikalau, misalkan dan sebagiannya. Ciri-ciri

penanda pada gaya bahasa depesonifikasi dimanfaatkan oleh pengarang secara

eksplisit sejalan dengan pendapat pendapat Tarigan (1985: 21) yang menyatakan

bahwa biasanya gaya bahasa deperosnifikasi ini terdapat dalam kalimat

pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya. Pada

gaya bahasa alegori ciri penanda yang ditonjolkan yakni pada cerita yang

dihubungkan dengan kalimat dalam cerita sedangkan Pada gaya bahasa anitesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

ciri penanda yang digunakan yakni berupa lawan kata atau pertentangan. Sejalan

dengan pendapat Tarigan dalam buku yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa,

antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandinagn antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri

semantik yang bertentangan).

Ciri penanda pada gaya bahasa pleonasme dan perifrasis yakni sama-sama

memilki kata atau gagasan yang berlebihan. Meski berlebihan, namun jika

dihilangkan salah satu arti dan disimpulkan menjadi lebih sederhana, tetap tidak

mengubah makna secara keseluruhan, jadi makna kalimat dalamnya masih teta

utuh. Sedangkan pada gaya bahasa antisipasi ciri penanda yang digunakan lebih

pada penggunaan kata, kalimat atau gagasan yang terlelbih dahulu digunakan dari

kalimat yang sebenarnya akan terjadi. Selanjutnya adalah ciri penanda dalam gaya

bahasa koreksio atau epanortosis yakni memperbaiki atau mengkoreksi sesuatu

yang salah dengan tujuan mempertegas.

Ketiga, hal penting yang berkaitan dengan makna kata dalam bahasa kias.

Semantik adalah telaah makna. Menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda

yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan

pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itum semantik

mancakup makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya. Makna

dalam bahasa kias. Setiap makna yang disampaikan tentunya memilki maksud

yang ingin disampaikan seseorang. Dalam karya sastra, makna dihubungan

dengan bahasa kias atau majas. Makna yang disampaikan memiliki manfaat yakni

memberikan pengertian yang lebih sederhana dengan menggunakan bahasa


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

sederhana kepada pembaca sehingga menarik perhatian pembaca. Oleh karena itu,

pengarang karya sastra memanfaatkna bentuk bahasa kias atau majas

membangkitakn suasana dan kesan serta memperindah penuturan itu sendiri.

Sejalan dengan pendapat Wicaksono, (2014: 30) yang mengatakan bahwa

pengungkapan gagasan dalam dunia satra sesuai dengn sifat alami sastra yang

ingin menyampaikan sesuatu secara tal langsung banyak mendayagunakan

pemakaian aneka bentuk bahasa kias itu. Pemakaian bentuk tersebut di samping

untuk membangkitkan suasana dan kesan tertentu, tanggapan indra tertentu, juga

dimaksudkan untuk memperindah penuturan itu sendiri.

Berdasarkan pengumpulan data dan hasil analsis data yang diperoleh oleh

peneliti jumlah penggunaan majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk, yakni jumlah masing-masing gaya bahasa dari trilogi Ronggeng Dukuh

Paruk yakni; gaya bahasa simile sebanyak 23 buah, gaya bahasa metafora

sebanyak 34 buah, gaya bahasa personifikasi sebanyak 34 buah, sedangkan gaya

bahasa depersonifikasi terdapat 2 buah, gaya bahasa alegori sebanyak 3 buah,

gaya bahasa antitesis hanya 1 buah, gaya bahasa pleonasme terdapat 2 buah, gaya

bahasa perifrasis dua buah, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis sebanyak 11

buah, dan gaya bahasa koreksio atau epanortosis sebanyak 5 buah.

Hasil penelitian gaya bahasa ini memperlihatkan bahwa dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk lebih dominan menggunakan gaya bahasa personifikasi,

metafora dan simile. Kemudian diikuti dengan penggunaan jenis gaya bahasa

lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada pnelitian yang berjudul “Pemakaian Majas Perbandingan Dalam

Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Semantik” ini

peneliti memaparkan tiga hal penting , yakni pertama, penggunaan jenis gaya

bahasa dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Kedua, penggunaan dan analisis

ciri penanda dalam setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan. Ketiga, analisis

makna yang terkandung dari setiap gaya bahasa yang terdapat dalam trilogi

Ronggeng Dukuh Paruk.

Pertama, Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk majas perbandingan yang

ditemukan meliputi, sepuluh jenis, yakni gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa

metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa depersonifikasi, gaya bahasa

alegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme, gaya bahasa perifrasis,

gaya bahasa antisipasi dan gaya bahasa koreksio.

Kedua, ciri penanda yang terdapat dari setiap gaya bahasa yakni melihat

ciri khas berupa kata-kata penegas, dan kata-kata pembeda yang membedakan

antara gagasan yang satu dengan gagasan yang lain. Selain itu juga terdapat ciri

pengandaian yang dimanfaatkan secara eksplisit guna membandingakn dua hal.

Ketiga, makna yang ingin disampaikan melalui gaya bahasa dalam majas

perbandingan sangat beragam. Disesuaikan konteks kalimatnya. Tujuan

pemaparan makna agar pembaca sastra memahami setiap bentuk gaya bahasa kias

yang digunakan. Penggunaan setiap gaya bahasa dalam sebuah karya sastra agar

89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

ceritanya lebih hidup dan berwarna sehingga pembaca lebih tertarik membaca

ceritanya. Selain itu juga bagi pembaca yang jeli, pasti menangkap maksud dan

tujuan yang terkandung di dalamnya.

5.2 Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, peneliti mengharapkan agar penelitian tentang majas dikembangkan

lebih luas oleh peneliti selanjutnya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokus

pada satu majas saja yakni majas perbandingan dan makna yang disampaikan.

Apabila ada peneliti lain yang ingin meneliti mengenai majas sekiranya tidak

hanya berfokus pada satu majas saja. Peneliti lain juga hendaknya meneliti

tentang stilistika dengan objek karya sastra lainnya dalam ruang lingkup

pragmatik dan mengenai penelitian bahasa lainnya.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

DAFTAR RUJUKAN

Al-Ma‟ruf, Ali Imron. 2009. “Kajian Stilistika Novel Trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk Karya Ahmad Tohari. Perspektif Kritik Seni Holistik”. Disertasi.
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka


Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 2013. Semantik 2. Bandung: Refika Aditama.

Ghony, M. Djunaidi & Fauzan Almanshur. 2014. Metode Penelitian Kualitatif.


Yogyakarta: AR-ARUZZ Media.

Keraf, Goris. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Laksana, I Ketut Darma. 2010. Majas dalam Bahasa Pers. Denpasar-Bali: Bali
Media Adhikarsa.

Leech Geoffrey. 2003. Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moelong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Nadar, F. X. 2013. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Nurhayati, Endah Sri. 2013. “Majas Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya
Ahmad Tohari: Kajian Stilistika dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar
Bahasa Indonesia.” Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Pateda, Mansoer. 1985. Semantik Leksikal. Gorontalo: Nusa Indah.


Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riadi, Muchlisin. 2016. Pengertian, Fungsi dan Jenis-jenis Majas. Diambil pada
tanggal 7 Mei 2017 dari
http://www.kajianpustaka.com/2016/11/pengertian-fungsi-dan-jenis-jenis-
majas.html
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Sudaryanto. 1993. Metodo dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung : Angkasa.

. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tohari, Ahmad. 2011. Ronggeng Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
Tim Dunia Cerdas. 2013. Peribahasa Majas Pantun. Jakarta Timur: Dunia
Cerdas.

Umami, Laudia Riska. 2016. “Metafora dan Metonimia dalam Novel Gelombang
Karya Dewi Lestari dan Kelayakan sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di
Sekolah Menengah Atas (SMA)". Skripsi. Universitas Lampung.

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yule, George. 2015. Kajian Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wellek dan Warren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Wicaksono Andri. 2014. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

Tabulasi Majas Perbadingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk

Karya Ahmad Tohari Kajian Semantik

Petunjuk: Beri tanda centang (Ѵ) pada kolom triangulator (setuju atau tidak setuju) dan berikan komentar pada kolom keterangan

triangulator.

No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan ulator Triangulator
Dukuh Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
Paruk maan ikasi soni me
fikas
i
1. Buku Pertama 1. Sepasang burung Ѵ Sepasang burung Ѵ
“Catatan Buat bangau malayang bangau yang
Emak” meniti angin (hal. sedang terbang
9). melawan arus ang
In

(Disebut gaya
bahasa
personifikasi
karena dianggap
melibatkan benda
mati pada benda
hidup atau sifat
insani)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i

2. Suaranya Ѵ Suara yang Ѵ


melengking berbunyi keras
seperti kelana dan nyaring
panjang (hal. 9)
(Termasuk dalam
gaya bahasa simile
karena
membandingankan
dua hal yang
berbeda dengan
menggunakan ciri
kata seperti).

3. Sajian alam bagi Ѵ Hasil ciptaan Ѵ


berbagai jenis Tuhan, misalnya
belalalng dan manusia, binatang
jangkrik (hal. 9) dan tumbuhan

(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati seakan-
akan menjadi
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
4. Demikian Ѵ Keadaan alam Ѵ
kearifan alam yang tertata rapi
mengatur agar
pohon randu baru (Termasuk dalam
tidak tumbuh gaya bahasa
berdekatan personifikasi
dengan biangnya. karena menlibatkan
(hal.10) benda mati menjadi
hidup)

5. Biji dadap yang Ѵ Biji dadap tua Ѵ


telah tua yang telah
menggunakan berguguran dari
kulit polongnya rantingnya.
untuk terbang
sebagai baling- (Termasuk dalam
baling. (hal.10) jenis gaya bahasa
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan kata
penanda sebagai)
6. Bila angin Ѵ Ѵ
berhembus, Berguguran
tampak seperti
ratusan kupu- (Termasuk dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

kupu terbang jenis gaya bahasa


menuruti arah simile karena
angin (hal. 10) membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan kata
penanda seperti).
7. Begitu perintah Ѵ Keadaan alam Ѵ
alam. (hal. 10) yang telah terjadi.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati menjadi
hidup)

8. Di Dukuh Paruk, Ѵ Menitipkan anak Ѵ


kubur Ki cucunya.
Secamenggala
menitipkan (Termasuk dalam
darah jenis gaya bahasa
dagingnya. (hal. metafora karena
10) membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)
9. 9. Kuburan Ki Ѵ Kuburan yang Ѵ Termasuk ke dalam
Secamenggala yang terletak di tengah- majas personifikasi
terletak di tengah bukit. karena bukit
punggung bukit (Termasuk dalam diibaratkan seperti
kecil (hal. 10) jenis gaya bahasa
manusia yang
metafora karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

membandingan dua memilki punggung


hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)

Data Jenis Majas Perbandingan Triang Keterangan


Makna Semantik ulator Triangulator
dan Penjelasan
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i

10. 10. Ditolaknya Menginjakan kaki Ѵ


bumi oleh Rasus Ѵ di tanah dengan
dengan entakan kaki sekuat tenaga
sekuat mungkin. sambil menarik
(hal. 11) batang pohom
singkong.

(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

11. 11. Dukuh Paruk Ѵ Orang-orang di Ѵ


tidak akan pedesaan Dukuh
bersusah hati (hal. Paruk tidak akan
12) bersedih.

(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang


dan Penjelasan ulator

Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
12. Ketika angin Ѵ Angin yang Ѵ
tenggara menyapu menggugurkan
harum bunga kopi bunga daun kopi.
yang selalu mekar di
musim kemarau (hal. (Termasuk dalam
13) gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati menjadi
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

13. Seorang gadis Ѵ Gadis yang masih Ѵ


kencur seperti kanak-kanak tapi
Srintil telah sudah mampu
mampu menirukan menirukan gaya
dengan baiknya seorang ronggeng
gaya seorang dewasa.
ronggeng (hal. 13)
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan kata
penanda seperti).
14. Alunan Ѵ Musik yang terus Ѵ
tembangnya terus dimainkan.
mengalir seperti
pancuran dimusim (Termasuk dalam
hujan (hal. 13) jenis gaya bahasa
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan kata
penanda seperti).
15. Ketiak daun Ѵ Kuncup pohon Ѵ
kelapa (hal. 14) kelapa.

(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

dinyatakan secara
terang-terangan)

16. Cahaya Ѵ Bayangan Ѵ


membuat bayangan matahari di tanah
temaram di atas pedukuhan paruk.
tanah kapur (hal. 14)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati menjadi
hidup)
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang
dan Penjelasan ulator

Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
12. 16. Hujan yang Ѵ Suasana dukuh Ѵ Dapat diganti dengan
kemudian turun paruk yang sunyi gaya bahasa
membuat dukuh dan sepi. perifrasis krena
paruk semakin penggunaan kata
kecil dan beku (hal. (Termasuk dalam
kecil dan beku bisa
22) gaya bahasa
personifikasi
diganti dengan kata
karena melibatkan sunyi
benda mati menjadi
hidup)
13. 17. Dukuh Paruk Ѵ Keadaan desa Ѵ Termasuk ke dalam
mulai hidup (hal. yang ramai gaya bahasa
24) dengan personifikasi. Kerena
penduduknya merupakan nama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

tempat.
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)

14. 18. Napas Ѵ Napas dengan Ѵ Termasuk ke dalam


memburu (hal. 25) cepat atau gaya bahasa
terengah-engah personifikasi.
(termasuk dalam
majas metafora
karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
implisit dan tidak
menggunakan kata
penanda misalnya
seperti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang


dan Penjelasan ulator

Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Perif Antisi Kore S TS


perumpa fora sonif Per gori tesis Pleo rasis pasi ksio
maan ikasi soni nas
fikas me
i

15. 19. Perang antara Ѵ Dalam keadaan Ѵ


suara hati dan bingung dan
suara nuraninya ketakutan
semakin seru (hal.
25) (termasuk dalam
gaya
bahasaantitesis
karena
membandingan dua
hal yang
mengandung ciri
semantik yang
bertentangan).

16. 20. Derit daun pintu Ѵ Suara pintu Ѵ


bambu (hal. 28) (termasuk gaya
bahasa metafora
karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak secara
implisit
menjelaskan dan
tidak menggunakan
ciri penanda).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
17. 21. Srintil yang Ѵ Anak kecil yang Ѵ
bergerak lucu hanya terlihat seperti
tampak sebagai hantu yang
hantu yang menakutkan.
menakutkan
(hal.29) ((Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan kata
penanda sebagai).
18. 22. Bau kematian Ѵ Suasana kematian Ѵ
telah tercium oleh yang telah
burung gagak (hal. ditandai dengan
29) datangnya burung
gagak.

(Termasuk gaya
bahasa metafora
karena
mengandung dua
hal yang
dibandingan tdk
secara jelas namun
menggunakan
makna kiasan atau
viriasi bahasa lain).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

19. 23. Di kaki bukit Ѵ Di di bawah bukit Ѵ


kecil di pekuburan di Dukuh Paruk
Dukuh Paruk (hal.
30)

(Termasuk majas
metafora, tidak
menggunakan ciri
penanda)

20. 24. Ibarat meniti Ѵ Berjalan di jalan Ѵ


sebuh titian yang panjang dan
panjang dan berbahaya.
berbahaya (hal. 32)

(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang
berbeda namun
disamakan dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu kata
ibarat).

21. 25. Legenda khas Ѵ Cerita dari nenek Ѵ


Dukuh Paruk tentang suasana
misalnya kisah Dukuh Paruk
Nenek tentang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

fenomena di menyeramkan
pekuburan Dukuh
Paruk malam hari
ketika terjadi
bencana itu. (hal.
32)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
allegori karena
mengangkat
mengenai cerita
atau lambang yang
menceritakan
tentang kehidupan
moral manusia).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
22. 26. Perintah alam Ѵ Keadaan alam Ѵ
selesai mereka yang seharusnya
laksanakan (hal. 44) dijalani manusia.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda atau hal yang
mati seakan-akan
menjadi hidup).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

23. 27. Pohon beringin Ѵ Pohon beringin Ѵ


besar yang menjadi yang dianggap
mahkota pekuburan pohon paling
Dukuh Paruk besar dari pohon
merupakan istana lainnya dan
para burung (hal. menjadi rumah
44) atau sarang para
burung

(Termasuk gaya
bahasa matafora
karena
mebandingkan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
konkret dan tidak
menggunakan ciri
penanda).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keteranagan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
24. 28. Bukan main Ѵ Perasaan senang Ѵ
25. besar rasa hatiku
(hal. 49) (Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
membandingkan
dua hal yang sama).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

26. 29. Dirinya adalah Ѵ Kemiripan antara Ѵ


sebuah cermin di Srintil dan ibu
mana aku boleh Rasus
mencari bayangan
emak (hal. 50) (Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personofikasi
karena
membandingkan
dua hal)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
27. 30. Kartareja Ѵ Mengetahui ada Ѵ
segera tahu tamu yang akan
tamunya datang datang karena
dari jauh karena mendengar suara
mendengar napas napas.
Dower yang
terengah-engah (Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

(hal. 58) dalam gaya bahasa


antisipasi karena
menggunakan
28. 31. Andaikata ada Ѵ Perasaan takut Ѵ
orang yang percaya yang dirasakan
akan kegetiran Rasus
yang melanda
hatiku (hal. 62) (Termasuk ke
dalam majas
depersonifikasi
karena terdapat
kalimat
pengandaian)
29. 32. Dukuh Paruk Ѵ Penduduk Ѵ Termasuk gaya
Seperti berangkat pedukuhan yang bahas simile atau
tidur (hal. 69) terlihat mulai sepi perumpamaan
pada malam hari.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena menganggap
benda mati seolah-
olah hidup)
30. 33. Alam sendiri Ѵ Alam telah
yang turun tangan mengatur
mengguruiku dan semuanya
Srintil (hal. 76)
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena menganggap
benda mati seolah-
olah hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
31. 34. Dukuh Paruk Ѵ Sawah yang Ѵ
yang dikelilingi dikelilingi oleh
amparan sawah gunung dan bukit
berbatas kaki langit
(hal. 79) (Termasuk majas
metafora karena
membandingan hal
yang sama namun
tidak diimplisitkan)
32. 35. Kubayangkan Ѵ Dibuang ke dalam Ѵ
seorang perempuan kobaran api
kulemparkan
dengan tanganku (Termasuk kategori
sendiri ke atas gaya bahasa
kobaran api itu. (hal. pleonasme karena
87) menggunakan kata
yang dilebih-
lebihkan, pada kata
tangan sudah
diwakili dengan
kata kulemparkan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
33. 36. Hatiku Ѵ Perasaan senang Ѵ
melambung sampai dan bahagia
ke langit. (hal. 94)
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
metafora karena
pemakian kata-kata
yang bukan arti
sebenarnya)
34. 37. Bahasa ibu (hal. Ѵ Bahasa daerah Ѵ
95) atau bahasa
pertama seseorang

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
metafora karena
pemakian kata-kata
yang bukan arti
sebenarnya)
35. 38. Dongen tentang Ѵ Rasus yang Ѵ
seorang pahlawan kembali ke Dukuh
yang pulang dari Paruk disambut
peperangan dan oleh Srintil yang
kembali disambut disebut sebagai
oleh seorang putri seorang ronggeng
jelita ( hal. 103) yang cantik.

(Termasukgaya
bahasa allegori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

karena menyajikan
unsur cerita atau
dongeng)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan


dan Penjelasan ulator Triangulator
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
36. 39. Ah nenekku. Ѵ Rasus yang masih Ѵ
Mengapa bukan mencari sosok
sejak dulu aku seorang emak
mencari gambar pada diri nenek
wajah emak pada dan Srintil.
kerentaanmu? Oh,
tidak, tidak. Aku (Termasuk gaya
sudah, mendapat bahasa koreksio
pelajaran (hal. 106) karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)

37. 40. Di belakangku Ѵ Dukuh Paruk Ѵ


Dukuh Paruk diam yang terlihat sepi
membisu (hal.
38. 107) (Termasuk ke
dalam majas
personifikasi
karena
menggambarkan
benda yang mati
seolah-olah hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

Keterengan :

1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap

sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.

2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.

Contohnya: Mina buah hati.

3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:

pepohonan menyapa Ratih.

4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit

dengan memanfaatkan kalau, jika. Contoh: Seandainya aku bisa terbang

5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.

Contoh: Kancil dan kura-kura

6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik

yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.

7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu

gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang

dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti

dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).

9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan

atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari

bapak Bupati.

10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia

benar-benar mencintai Neng Terry, maaf maksudnya Neng Terry.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangul Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan ator Triangulator
Dukuh Paruk

1. Buku Kedua Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS


e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
“Lintang peru - so soni ori na ra pa
Kemukus Dini mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
Hari” asi
1. Dalam kerimbunan Ѵ Bunyi atau suara Ѵ
daun-daunnya sedang rimbunan pohon
dipagelarkan harmoni
alam (hal. 111) (Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

2. Dukuh Paruk masih Ѵ Orang-orang Ѵ


diam. (hal. 111) Dukuh Paruk
yang masih
tertidur pulas.

(Termasuk ke
dalam majas
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangulat Keterangan


dan Penjelasan or Triangulator
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
3. Seberkas sinar matahri Ѵ Sinar matahari Ѵ
menembus dinding pagi hari yang
bambu, lurus seperti masuk lewat
kristal maya jatuh di celahcelah rumah
pipi Srintil. (hal. 112) bambu mengenai
pipi Srintil.

(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang
berbeda dengan
menggunakan ciri
penanda seperti)
4. Rambutnya yang Ѵ Rambut yang Ѵ
hitam meski kusut hitam pekat
memantulkan kilau
yang lembut. (hal. 112) (Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
5. Srintil masih segar Ѵ Anak yang baru Ѵ
seperti kecambah ( hal. akan tumbuh
121) menjadi seorang
gadis.

(Termasuk gaya
bahasa simile karena
membandingkan dua
hal yang berbeda
namun disamakan
dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu kata
seperti).

6. Sorot matanya menyala Ѵ Menunjukan Ѵ


(hal. 122) ekpresi marah.

(Termasuk ke dalam
gaya bahasa metafora
karena pemakian
kata-kata yang bukan
arti sebenarnya)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
7. “ Yu, aku sangat Ѵ Meminta izin Ѵ
ngantuk aku mau tidur untuk tidur di
di sini barang warung di Pasar
sebentar. (hal. 126) Dawuan.

(Termasuk gaya
bahasa antisipasi
karena menyatakan
perasaan sebelum
melakukan sesuatu)
8. Alam menagih janji Ѵ Janji manusia Ѵ
kepada mereka (hal. kepada alam
127) untuk merawat
dan menjaga
bumi.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
9. Arif seperti sepasang Ѵ Sepasang suami Ѵ
perkutu itu adalah istri yang
Wirsiter bersama Ciplak bijaksana
istrinya. (hal. 128)
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingan dua
hal yang berbeda
seolah sama
dengan
menggunakan ciri
penanda seperti).
10. Senjakala saat Ѵ Peralihan dari Ѵ
keseimbangan siang ke malam.
ekosistem alam
bergoyang karena siang (Termasuk ke
sedang beralih ke malam dalam gaya bahasa
(hal. 133) personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
11. Pesona bayi adalah Ѵ Bayi dianggap Ѵ Termasuk ke dalan
pesona bunga-bunga, seperti bunga gaya bahasa
pesona mayang pinang yang baru mekar depersinifikasi karena
yang terurai dari dipakai hari dan makhluk hidup
kelopaknya dipagi masih sangat digambarkan seperti
hari. (hal. 136) segar dan wangi. benda mati.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

12. Pada masa Ѵ Ki Secamenggala Ѵ


hidupnya, pada memberikan
beberapa generasi lalu, amanat agar terus
Ki Secamanggala melestarikan
moyang semua orang tradisi ronggeng
Dukuh Paruk bukan pada generasi
hanya penggemar Dukuh Paruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

ronggeng, tokoh (Termasuk gaya


bromocoroh itu bahasa antisipasi
memberi wasiat turun- karena
temurun aga ronggeng menunjukan
dan calung menjadi penetapan sesuatu
bagian lestari adalah yang telah terjadi
pedukuhan kecil itu. atau yang akan
(hal. 140) terjadi)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
13. Mereka mendengus Ѵ Lelaki yang Ѵ
dan menggeram bernapsu dan
seperti macan berhasil menggeram
menerkam menjangan. ketika
(hal. 141) mendapatkan
seorang wanita.

(termasuk majas
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

14. Membuat luka Ѵ Rasus yang telah Ѵ


dihati Srintil. (hal 142) mengecewakan
Srintil.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
15. Semangat baru yang Ѵ Semangat baru Ѵ
mulai melembaga mulai mebentuk
dalam jiwa Srintil. (hal. dalam jiwa Srintil
153)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

16. Mau menggemit Ѵ Pipi bayi Gonder Ѵ


pipinya yang tambun yang gemuk
dan padat. (hal. 154)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
perifrasis kerena
menggunakan kata
yang lebih banyak,
misalnya pada kata
tambun).
17. Dukuh Paruk yang Ѵ Suasana Dukuh Ѵ
tengah tidur lelap. (hal. Paruk yang sepi
156) karena penduduk
sedang tidur.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
18. Sepanjang Ѵ Pertanda buruk Ѵ
menyangkut bintang akan menimpa
asing yang mendekat, Dukuh Paruk.
apalagi sampai masuk
ke rumah, siapa pun di (Termasuk gaya
Dukuh Paruk akan bahasa antisipasi
membacanya sebagi karena
pertanda buruk menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan
dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
19. Pohon-pohon yang Ѵ Ѵ Ketakutan Ѵ
bergoyang itu tampak Sakarya sehingga
olehnya sebagai melihat pohon
kelompok manusia seperti manusia
dalam tarian aneh. yang sedang
(hal. 159-160) menari aneh.

(Termasuk ke
dalam dua gaya
bahasa yaitu simile
dan personifikasi.
Gaya bahasa simile
ditandai dengan
kata sebagai
sedangkan
personifikasi
ditandai dengan
kalimat yang
“pohon-pohon
yang seakan-akan
disamakan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

hal-hal insani atau


manusiawi).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
20. “Ya. Hatiku tak Ѵ Menari tidak Ѵ
bisa kubawa menari. hanya
(hal. 165) menggerakan
tubuh namun
menggunakan
parasaan.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

21. Pada malam Ѵ Para pejabat dan Ѵ


perayaan itu akan priyayi
berkumpul semua berkumpul
priyayi di Dawuan. (hal. merayakan hari
167) kemerdekaan.

(Termasuk gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).

22. Semua orang akan Ѵ Semua orang Ѵ


kerok batok pergi akan garuk
semua ke alun-alun kepala dan
Kecamatan Dawuan. terkesima.
(hal. 167)
(Termasuk gaya
bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).

23. Tetapi mengapa si Ѵ Melakukan Ѵ


tani yang dungu itu pembunuhan atai
memilki keberanian berperang.
menumpahkan darah
meski secara tidak (Termasuk dalam
langsung melalui jalan gaya bahasa
yang tidak bisa metafora karena
diterangkan dengan akal menggunakan kata
petani sesamanya?. (hal. yang bukan arti
175) atau makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

sebenarnya).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
24. Gelombang ribuan Ѵ Ribuan bayangan Ѵ
kepala memberi penonton yang
gambaran seperti menonton acara
pemandangan di Agusutusan di
ladang tembakau yang kecamatan
ditiup angin. (hal. 180 Dawuan.

(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

25. Dia merasakan Ѵ Hari-hari Ѵ


datangnya hari-hari menakutkan bagi
beringas. (hal. 184) penduduk Dukuh
Paruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

(Termasuk
dalamgaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).

26. Tahi kambing itu Ѵ Kotoran kambing Ѵ


meski busuk dan meski menjijikan
menjijikan, namun namun
mampu menyuburkan menyuburkan
daun-daun tembakau di tanmanan.
tanah gersang. (hal. 185)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
pleonasme karena
menggunakan kata
yang berlebihan
atau tidak perlu
digunakan).
27. Wajah ibu Camat Ѵ Wajah ibu Camat Ѵ
merah padam. (hal. yang menunjukan
186) kemarahan.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

sebenarnya).

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
28. Tetapi Srintil Ѵ Hanya berdiam Ѵ
tenang seperti awan diri dan tenang.
putih bergerak di akhir
musim kemarau. (hal. (Termasuk gaya
190) bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
29. Matanya mengkilat Ѵ Mata yang Ѵ
seperti kepik emas memperlihatkan
hinggap di atas daun. kegembiraan yang
(hal. 190) amat sangat
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan


dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
30. Di hadapan mereka Ѵ Bayangan Ѵ
Dukuh paruk pedukuhan
kelihatan seperti Dukuh Paruk
seekor kerbau besar yang terlihat dari
sedang lelap. (hal. 197) jauh.

(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

31. Seorang gowok akan Ѵ Seorang Ѵ


memberikan pelajaran perempuan ang
kepada anak laki-laki itu disewa oleh
banyak hal keluarga untuk
perikehidupan berumah membantu anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

tangga. (hal 201) lelakinya perihal


hidup berumah
tangga.

(Termasuk gaya
bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).

32. Matahari membuat Ѵ Banyangan ketika Ѵ


bayang-bayang seseorang
sepanjang setengah berjalan di siang
badan. (hal. 204) hari, maka akan
melihat bayangan
tubuh sendiri.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

33. Wajah mereka Ѵ Pertunjukan Ѵ


menampilkan kesan ronggeng di desa
kegembiraan, nanti Alawangkal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

malam akan ada membuat


pertunjukan luar biasa gembira.
di rumah Sentika. (hal. (Termasuk gaya
207) bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan
dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
34. Ketika sinar Ѵ Ѵ Sinar matahri Ѵ
matahari mulai yang menyinari
menyentuh punggung- perbukitan di
punggung bukit di Alaswangkal.
Alaswangkal. (hal. 217)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora dan
personifikasi.
Metafora
menggambarkan
hal yang tidak
dinyatakan
sebenarnya
sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

personifikasi
karena
menggabarkan hal
yang seolah-olah
mati menjadi
hidup).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan
dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
35. Kehendak Sang Ѵ Kehendak Tuhan Ѵ
Mahasutradara. (hal. sebagai pencipta.
223)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).

36. Dukuh Paruk tetap Ѵ Orang-orang Ѵ


cabul, sakit dan bodoh pedukuhan Paruk
(hal. 342) yang terbiasan
dengan hal-hal
cabul, dan
ketidaktahuan.

(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

dalam gaya bahasa


personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

37. Dukuh Paruk Ѵ Orang-orang Ѵ


terluka parah tepat pada Dukuh Paruk
sisinya yang paling merasakan sedih
peka. (hal. 235) yang mendalam
karena melihat
makam moyang
mereka dirusak
orang.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

38. Sakarya Ѵ Sakarya terlihat Ѵ


menjatuhkan punduk. letih dan
(hal. 236) mendesah.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

yang bukan arti


atau makna
sebenarnya).

39. Lintang kemungkus Ѵ Lintang Kemukus Ѵ


menggaris langit atau bintang
dengan ujungnya yang berekor dengan
runcing kemilau. (hal. garis panjang
239) diujung ekornya.

(Termasuk ke
dalam gaya
bahasap
ersonifikasi karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

40. Orang tua mereka Ѵ Terlihat murung Ѵ


berwajah burung. dan muram.
(hal. 241)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

41. Dukuh Paruk Ѵ Orang-orang Ѵ


makin kuyu dan lusuh. Dukuh Paruh
(hal. 241) terlihat muram
dan tidak terawat.

(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

Keterengan :

1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap

sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.

2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.

Contohnya: Mina buah hati.

3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:

pepohonan menyapa Ratih.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit

dengan memanfaatkan kalau, jika. Contoh: Seandainya aku bisa terbang

5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.

Contoh: Kancil dan kura-kura

6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik

yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.

7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu

gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.

8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang

dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti

dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).

9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan

atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari

bapak Bupati.

10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia

benar-benar mencintai Neng Terry, maaf maksudnya Neng Terry.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan tor Triangulator
Dukuh Paruk
1. Buku Ketiga Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
“Jantera pamaa fora so soni ori na ra pa
Bianglala” n nif
ik
fikas
i
sm
e
sis si

asi

1. Rasus Ѵ Rasus menarik Ѵ


mengosongkan napas.
parunya. (hal. 250)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).

2. “ Ya, mas. Eh, Ѵ Panggilan Rasus Ѵ


Sersan. “ (hal. kepad Sersan
251) Pujo (Pemimpin
Militer)

(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan


dan Penjelasan tor Triangulator
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
3. Pepohonan yang Ѵ Pepohon yang Ѵ
hangus terjilat hancur karena
api. (hal 259) dibakar.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).

4. 4. Namun api dan Ѵ Api menjadi Ѵ


kesumat telah sesuatu yang
menunjukan mampu
keangkuhannya di menghabisi
Dukuh Paruk. (hal. semua yang ada
260) di Dukuh Paruk
sehingga
dianggap suatu
hal yang angkuh.

(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

5. 5. “ Itu iya. Maksudku, Ѵ Rasus diminta Ѵ


ada sesuatu yang untuk tidak
sangat layak, sangat menjadi tentara
pantas.” (hal. 261) lagi, namun
Rasus menolak.

(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)

6. Hati Rasus Ѵ Rasus sedang Ѵ


bergoyang. (hal mengalami
261) kedilemaan
antara
meneruskan
karirnya atau
menikah dengan
Sritil dan
menetap di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Dukuh Paruk

(Termasuk ke
dalam majas
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

7. Seorang tua yang Ѵ Sakum telah Ѵ


telah arif dengan banyak
segala warna mengalami
pagelaran hidup kerasnya
menangis kehidupan
dihadapan sang menangis di
tamtama hadapan Rasus
seorang tentara.

(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan


dan Penjelasan tor Triangulator
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
8. Apabila semua Ѵ Srintil sebagai Ѵ Termasuk ke dalam
orang Dukuh suatu penolong gaya bahasa metafora
Paruk berharga yang
menjadikan khas.
Srintil sebagai
cindera hidup (Termasuk gaya
mereka. (hal. bahasa simile
266) karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
sebagai)

9. Teras hati manusia. Ѵ Perasaan hati Ѵ


(hal. 270) manusia yang
paling utama.

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

arti atau makna


sebenarnya).

10. “Ya, Pak. Ah Ѵ Penolakan Rasus Ѵ


tidak, Pak,”

(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)

11. Setiap langkah Ѵ Ѵ Langkah kaki Ѵ


memijit yang membuat
jantungnya keras Rasus ketakutan
(hal. 273)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).

12. Rasus sama-sama Ѵ Rasus berasal Ѵ


berdarah Dukuh dari Dukuh
Paruk (hal.274) Paruk sam
seperti Srintil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).

13. Dukuh Paruh Ѵ Tiba musim Ѵ


merambat kemarau
seperti akar berkepanjangan
ilalang namun
menyusuri celah kehidupan di
cadas. (hal. 275) Dukuh Paruk
tetap berjalan
seperti biasa,
meski tanpa
ronggeng dan
calung.

(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu
sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

14. Ada seorang Ѵ Seorang anak Ѵ


anak perempuan yang tidak bebas
yang tidak bisa bermain karena
bebas mengikuti harus menjaga
teman-temannya adinya. (ada
berkeliaran di pekerjaan yang
pekarangan- mendahuluinya)
pekarangan
kosong karena
harus menjaga (Termasuk majas
kedua adiknya antisipasi karena
yang masih kecil. menunjukan
(hal. 276) penetapan
sesuatu yang
telah terjadi atau
yang akan
terjadi).

15. Srintil Ѵ Srintil lemas dan Ѵ


tertelungkup terjatuh.
mencium tanah.
(hal. 275) (Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

16. Cicak dan tokek Ѵ Peristiwa yang Ѵ


ikut mencibir dan terjadi di Dukuh
menertawakannya. Paruk seakan-
(hal.276) akan
mengikutsertaka
n makhluk
hidup
disekitarnya.

(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

17. Menyerah kepada Ѵ Menyerah pada Ѵ


kunci waktu keadaan
adalah kelemahan
dan keputusasaan (Termasuk dalam
yang harus dibuah gaya bahasa
jauh. (hal. 277) metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).

18. Srintil berlari Ѵ Berlari sangat


seperti pipit cepat dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

dikejar alap-alap bersemangat.


(hal. 278) \ Disamakan
dengan burung
pipit yang dikejar
burung elang.

(Termasuk majas
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

19. Ketika matahri Ѵ Ѵ Matahari Ѵ


tergelincir. (hal. terbenam.
284)

(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

20. Kelopak baru Ѵ Kelopak bunga Ѵ


merekah indah yang baru
menumpahkan Ѵ mekar.
mayang seperti
pamor putih (Termasuk gaya
terurai. (hal 286) Ѵ bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan


dan Penjelasan tor Triangulator

Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS


perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
21. Andaikata Ѵ Pengandaian Ѵ
burung-burung ketika burung
mempunyai punya perasaan
tingkat kesadaran dan kesadaran
seperti manusia, sama halnya
mereka akan dengan manusia.
melihat Marsusi
yang gelisah. (hal
293) (Termasuk dalam
gaya bahasa
depersonifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

karena
menggunakan
kata atau kalimat
pengandaian)

22. Srintil berdiri Ѵ Terlihat seperti Ѵ


seperti tonggak orang-orangan
di tengah sawah di tengah
hamparan sawah sawah luas.
kuning yang
mengombak. (Termasuk majas
(hal. 293) simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

23. Kebisuan alam Ѵ Alam terlihat Ѵ


cepat membawa sepi membuat
Srintil kembali Srintil
mengenal suara di memikirkan
luar dan di dalam segala yang
dirinya. (hal. 299) dialaminya.

(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

benda mati yang


hidup)

24. Garis Ѵ Hubungan Ѵ


penghubung manusia, alam
antara manusia dan Tuhan.
dan selera
penguasa alam. (Termasuk ke
(hal 300) dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula


dan Penjelasan tor
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
25. Ada seberkas Ѵ Sinar matahari Ѵ
sinar matahari yang masuk ke
menerebos rimbunan hutan
kerimbuanan jati dan
hutan jati dan mengenai tubuh
jatuh ke tubuh Srintil
Srintil. (hal. 302)

(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

26. Dari jauh udara Ѵ Terlihat seperti Ѵ


di permukaan ombak kecil
tanah kelihatan (fatamorgana)
bebinar seperti
riak-riak panas (Termasuk gaya
pada telaga yang bahasa simile
mendidih. (hal. karena
309) membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan


dan Penjelasan tor Triangulator
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
27. Dukuh Paruk Ѵ Orang-orang Ѵ
pastilah Dukuh Paruk
sumringah di yang sedang
malam hari. (hal. bahagia
313)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

28. Maka, dia Ѵ Merasa sedih Ѵ


merasakan kecil
hati. (hal. 314) (Termasuk gaya
bahasa metafora
krena menujukan
bukan makna
yang sebenarnya)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula


dan Penjelasan tor
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
29. Srintil membeku Ѵ Srintil terdiam Ѵ
dan membisu
(Termasuk gaya
bahasa perifrasis
karena
mengandung
kata-kata yang
berlebihan. Pada
kata membeku
sudah mewakili
kata membisu
yang artinya
terdiam)

30. “Oh,Pak. Eh, Ѵ Maksud Sintil Ѵ


Mas. Jadi Mas memanggi Bajus
sudah tahu siapa dengan sebutan
aku?” (hal. 327) Mas.

(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena
menegaskan
sesuatu yang
salah dan
kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

memperbaiki
kembali).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula
dan Penjelasan tor
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
31. Gema suara Ѵ Suara burung Ѵ
burung celeuk celepuk
membuat Srintil membuat Srintil
merasa kecil dan semakin takut
semakin kecil.
(hal. 333)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)

32. Hanya ada Ѵ Laki-laki yang Ѵ


pundak-pundak terlihat pasrah
kaum kaum dan menyerah.
lelaki yang jatuh.
(hal. 348)
(Termasuk gaya
bahasa metafora
krena menujukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

bukan makna
yang sebenarnya)
33. Bajus menghadap Ѵ Menarik Ѵ
pelayan yang jelas perhatian
dipandang
sebagai burung
pemikat. (hal. (Termasuk gaya
351) bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)

34. Sampai di pantai Ѵ Ada hal yang Ѵ


Bajus memilih telah
tempat yang direncanakan
agak terpencil sebagai
buat memarkir antisipasi agar
jipnya. Itu bukan tidak terganggu
tempat. Itu bukan pada saat
tempat yang bertemu di
terbaik. Namun pantai.
itulah pilhannya (Termasuk gaya
karena Bajus bahasa antisipasi
ingin karena melakukan
memperoleh penetapan yang
suasana yang mendahului
lebih pribadi, tentang sesuatu
tidak terlalu yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

154

banyak dilihat terjadi).


oleh pengujung
lain. (hal. 363)
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan
dan Penjelasan tor Triangulator
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
35. Maka mahkota Ѵ Srintil menjadi Ѵ
Dukuh Paruk itu bagian yang
hanya bisa paling mencolok
menarik satu dari orang-orang
nalar. (hal. 369) Dukuh Paruk.

(Termasuk gaya
bahasa metafora
krena menujukan
bukan makna
yang sebenarnya)

36. Dipandangnya Ѵ Ѵ Srintil yang Ѵ


laki-laki yang mulai menyukai
mulai mengakar Baju, lelaki
di hatinya denga bujangan yang
perasaan lembut berasalah dari
menyapu hati. Jakarta.
(hal 374)
(Termasuk gaya
bahasa metafora
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

155

dan personifikasi.
Disebut majas
metafora karena
mengakar di hati
melambangkan
hal yang tidak
dinyatakan secara
implisit dan
bukan makna
sebenarnya,
sedangkan
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
seakan-akan
hidup)

37. Cerita di mana Ѵ Cerita Ѵ


Gatotkaca Gatotkaca yang
membunuh membunuh
Prajurit. (hal. musuhnya
389)

(Termasuk gaya
bahasa allegori
karena
mengandung
cerita perihal
moral dan spritual
manusia).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

156

38. Bulan tua sudah Ѵ Bulan purnama Ѵ


berada di tengah berinar di
belahan langit tengah-tengah
barat. (hal. 398) langit malam.

(Termasuk gaya
bahasa metafora
karena
membandingkan
hal yang sama
namun tidak
menggunakan ciri
penanda dan
bukan arti
sebenarnya).
39. Ada angin Ѵ Rasus menjadi Ѵ
beliung besar pusing, diam dan
berpusar-pusar menunduk
dalam kepalaku.
(hal. 402) (Termasuk gaya
bahasa
personifikasi
karena
melekatkan sifat-
sifat yang insani
atau hidup pada
benda yang mati).
Keterengan :

1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap

sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

157

2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.

Contohnya: Mina buah hati.

3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:

pepohonan menyapa Ratih.

4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit

dengan memanfaatkan kalau, jika. Contoh: Seandainya aku bisa terbang

5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.

Contoh: Kancil dan kura-kura

6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik

yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.

7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu

gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.

8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang

dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti

dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

158

9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan

atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari

bapak Bupati.

10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia

benar-benar mencintai Neng Terry, maaf maksudnya Neng Terry.

Yogyakarta, 19 Juni 2017

Triangulator,

Septina Krismawati, S. S., M.A.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

159

BIODATA PENULIS

Margareta Anggraini Taruk, putri pertama dari pasangan bapak

Yohanes William Kon dan Ibu Yustina Setya. Lahir di Bealaing,

8 Agustus 1995. Bersekolah di Taman Kanak-Kanak Regina

Pacis Bajawa. Pendidikan Sekolah Dasar penuli tempuh di SDK

Ngedukelu Bajawa. Kemudia melanjutkan pendidikan d SMP

Negeri 1 Bajawa. Pendidikan SMA penulis tempuh di SMA

Negeri 1 Komodo di Labuan Bajo. Setelah lulus dari SMA,

penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan tercatat

sebagai mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2013. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dahrma

Yogyakarta diakhiri penulis dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul

Pemakaian Majas Perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad

Tohari Kajian Semantik

Anda mungkin juga menyukai