HMM
HMM
HMM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
NIM: 131224042
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
NIM: 131224042
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTO
(1 Petrus 5: 7)
Jadilah diri sendiri jika ingin meraih kesuksesan, sebab semua kesuksesanmu
“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan
apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai,”
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
2. Orang tua tercinta, Bapak Yohanes William Kon dan Ibu Yustina Setya yang
selalu mendoakan dan memberikan semangat serta kasih sayang pada penulis
3. Ketiga adik saya Yohanes Edward Kristiadi Taruk, Maria Stefani Geraldine
Taruk, dan Teresa Aviliani Taruk yang selalu memberikan semangat pada
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Taruk, Margareta Anggraini. 2017, “Pemakaian Majas Perbandingan dalam
Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian:
Semantik.” Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.
Kata Kunci: Jenis majas perbandingan, Ciri penanda, Makna gaya bahasa
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Taruk, Margareta Anggraini.2017. “The Used of Simile ini Ronggeng Dukuh
Paruk by Ahmad Tohari The Study of Semantic. Thesis. Yogyakarta,
Indonesia Literatur and Language Faculty. Department of Indonesian
Literature and Language, Faculty of Education and Teaching, Sanata
Dharma University.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristurs dan Bunda
Maria atas berkat rahmat dan pertolongan yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta bimbingan
dan juga dorongan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Rishe Purnama Dewi, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan, pendampingan,
dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,
pendampingan, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. P. Hariyanto. M.Pd selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat,
serta motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku triangulator yang telah bersedia
mentriangulasi data peneliti dengan sabar, dan teliti serta telah memberikan
dukungan dan saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memotivasi peneliti
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam mendalami ilmu bahasa dan sastra Indonesia sebagai bekal dalam
dunia pendidikan.
7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan informasi
yang berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini.
8. Orang tua tercinta, Bapak Yohanes William Kon dan Ibu Yustina Setya yang
selalu mendoakan dan memberikan semangat serta kasih sayang pada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Ketiga adik saya Yohanes Edward Kristiadi Taruk, Maria Stefani Geraldine
Taruk, dan Teresa Aviliani Taruk yang selalu memberikan semangat pada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak Yono dan Ibu Yani, serta keluarga di Warak yang telah memberikan
dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat seperjuangan dari semester satu sampai akhir, Alexandra Taum,
Clara Wahyu Kurnia Putri, Tursina Ayun Sundari, dan Yohana Augustas
Wokabelolo yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Kepada pacar Komang Mahardika yang selalu membantu dan mendukung
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada keluarga kecil kakak Amelia Senudin, Gregorius Clementino Baha,
Karbeny Mario Nantu, Bernardino Subintarto, Ar Argon, Wan Daga, Pepin
Djabut yang selalu menemani peneliti sejak awal kuliah dan memberikan
semangat.
14. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B yang
selalu memberikan dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
15. Ibu Sutyo dan teman-teman kos Anugerah yang selalu memberikan
dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam memberikan
dukungan, dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat secara khusus di bidang akademis dan
dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Penulis,
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
nama : Margareta Anggraini Taruk
NIM : 131224042
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PEMAKAIAN MAJAS PERBANDINGAN DALAM TRILOGI
RONGGENG DUKUH PARUK KARYA AHMAD TOHARI
KAJIAN SEMANTIK.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMN PENGESAHAN PEMBIMBING...................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI............................................................iii
MOTO.....................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................xi
DAFTAR ISI........................................................................................................xxi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................5
3. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5
4. Manfaat Penelitian.................................................................................. 6
5. Batasan Istilah.........................................................................................7
6. Sistematika Penyajian.............................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 10
2.1 Kajian Teori Terdahulu yang Relevan..................................................10
2.2 Landasan Teori......................................................................................12
2.2.1 Semantik..................................................................................... .12
2.2.2 Defenisi Majas............................................................................. 14
2.2.3 Jenis Majas................................................................................. 17
2.2.4 Gaya Bahasa Perbandingan..........................................................23
2.2.5 Penggunaan Majas dalam Sastra..................................................26
2.2.6 Karakteristik Gaya Bahasa Ahmad Tohari.................................. 28
2.2.6 Kerangka Berpikir....................................................................... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...........................................................34
3.1 Jenis Penelitian......................................................................................34
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
lain dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Salah satu bentuk interaksi adalah
dengan berkomunikasi. Setiap orang punya cara sendiri untuk berkomunikasi dan
Wellek dan Warren, (2014: 3), mengatakan bahwa sastra adalah suatu
kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Karya seni dalam sastra yang maksud berupa
puisi, prosa dan drama. Melalui sastra seseorang ingin menyampaikan sesuatu,
bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamannya yakni fungsi
karya sastra yang dihasilkan tentu punya cara pengucapan atau pengungkapan
yang dikemukakan, hal ini disebut sebagai gaya bahasa Abrams, (melalui
Menurut Tarigan (1985: 5), gaya bahasa adalah bahasa merupakan bentuk
meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Oleh karena itu, gaya
bahasa yang dipergunakan pengarang, meski bersifat unik dan dekat dengan
watak dan jiwa pengarang serta memilki nuansa tertentu sehingga timbul makna-
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
makna baru. Namun, di tengah uniknya gaya bahasa yang diciptakan pembaca
mampu membedakan gaya bahasa dan majas. Dale, et. al (melalui Tarigan, 2013:
suatu benda atau hal lain tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
bahasa adalah bagian penting yang terdapat di dalam majas karena majas terbagi
ke dalam empat jenis dan keempat majas tersebut terdiri dari berbagai macam
gaya bahasa.
Kedua, aneka gaya bahasa. Menurut Tarigan (2013: 6), ragam bahasa
terdiri dari empat kelompok, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa
gaya bahasa tersebut, masih terdapat macam-macam jenis bahasa yang ditijau dari
Dilihat dari unsur bahasa yang digunakan maka gaya bahasa dapat
dibedakan bedasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan yaitu: gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung
dalam wacana, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa
dan pembaca sastra dapat menggunakan gaya bahasa pada tempatnya atau secara
Leech & Short (melalui Keraf 1987: 116) mengemukakan bahwa gaya
bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang
tertentu, untuk tujuan tertentu. Bila dilihat dari fungsi bahasa, penggunakaan gaya
bahasa termasuk dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan pesan lebih berbobot.
Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima menjadi
tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka. Gaya bahasa sangat erat
kaitannya dengan makna, hal ini dilihat dari penggunaan gaya bahasa
berdasarkan unsur bahasa. Berbicara mengenai makna, makna dapat disebut juga
arti. Makna adalah objek dari semantik Hornby (melalui Pateda 1985: 45).
memberikan pemahaman terkait gaya bahasa dan bagian-bagiannya. Dalam hal ini
melalui kajian semantik. Kajian semantik yang dimaksud ialah dilihat dari segi
pemaknaan dari majas perbandingan yang terdapat dalam trilogi Ronggeng Dukuh
Salah satu alasan mengapa memilih majas perbandingan ialah majas ini
dianggap sebagai majas yang menarik untuk diteliti oleh peneliti karena melihat
majas perbandingan inilah yang paling banyak digunakan oleh sastrawan dalam
pembaca sastra tentunya akan menemukan kosakata baru yang nantinya akan
menjadi acuan sebagai salah satu gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra.
Karya sastra yang digunakan sebagai sumber penelitian ini adalah sebuah
novel trilogi Ahmad Tohari yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Peneliti
memilih novel ini karena novel ini menceritakan bagaimana kehidupan orang-
orang pedesaan pada zaman dahulu yang masih jauh dari kehidupan modernisasi.
Selain itu pula novel ini memasukan unsur sosial, politik dan budaya yang
dikemas dengan menggunakan gaya bahasa yang sangat beragam. Gaya bahasa
yang digunakan tidak hanya gaya bahasa kiasan, namun juga menggunaakan
bahasa daerah yang digunakan oleh Ahmad Tohari. Novel ini sudah terbit dalam
edisi bahasa Jepang, bahasa Jerman, bahasa Belanda dan segera menyusul bahasa
dalam karyanya yakni trilogi Ronggeng Dukuh Paruk peneliti akan mengkaji
secara semantik. Bahasa kias yang dicurigai sebagai majas perbandingan akan
Dukuh Paruk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
perbandingan bagi pembaca terutama para pendidik dan peminat sastra untuk
2. Rumusan Masalah
Masalah yang muncul berkaitan dengan uraian latar belakang masalah di atas
1. Jenis majas perbandingan apa saja yang terdapat dalam trilogi Ronggeng
2. Ciri apa sajakah yang terdapat pada setiap majas perbandingan dalam
3. Makna apa sajakah yang terdapat pada setiap majas perbandingan dalam
3. Tujuan Penelitian
Tohari.
Tohari.
4. Manfaat Penelitian
Ahmad Tohari. Selain itu juga bermanfaat bagi penelitian lainnya yang berkaitan
Paruk karya Ahmad Tohari, serta diharapkan dapat menjadi petunjuk bagi
sehari-hari terutama dalam setiap karya sastra yang dihasilkan. Selain itu dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kebahasaan dan semua informasi yang harus mereka serap yang berlangsung
sastra diharapkan memiliki bekal yang cukup mengenai jenis majas dan gaya
5. Batasan Istilah
Perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile
perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita
Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat,
benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak Tarigan (2013: 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Majas ini adalah gaya bahasa yang meletakan sifat benda pada manusia atau
Pleonasme adalah pemakaian kata yang berlebihan dan bila kata yang
Perifarsis cukup mirip dengan pleonasme, dan kata yang berlebihan itu dapat
dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan atau peristiwa sebenarnya terjadi.
Koreksio atau Epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu
5.11 Semantik
Semantik adalah adalah ilmu tentang makna atau tentang arti (Chaer, 2013: 2)
6 Sistematika Penyajian
kajian teori terdahulu yang relevan, kajian teori yang menjelaskan mengenai
penggunaan gaya bahasa dalam sastra, karateristik gaya bahasa Ahmad Tohari,
dan kerangka berpikir. Bab III memaparkan jenis penelitian, sumber dan data
data, dan triangulasi data. Bab IV memaparkan deskripsi data, hasil analisis data
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagai salah satu kajian yang hendak diteliti. Hal ini dapat dilihat dari tiga
penelitian yang relevan antara lain: Pertama, Majas Novel Trilogi Ronggeng
Sebagai Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA diteliti Endah Sri Nuryati (2013).
Kedua, Matafora dan Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari
Atas (SMA) diteliti Laudia Riska Umami (2016). Penelitian pertama Endah Sri
Nuryati (2013) yang berjudul Majas Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya
pemanfaatan majas dalam novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk dengan kajian
stilistika. Kedua, menjelaskan pemakaian majas paling dominan dan yang paling
novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Tohari sebagai bahan ajar dalam
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
makna majas dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk digunakan metode pembacaan
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Selain itu menggunakan jenis
Metonimia dalam Novel Gelombang Karya Dewi Lestari dan Kelayakan Sebagai
sebagai bahan ajar sastra Indonesia di SMA. Jenis penelitian yang digunakan yaitu
deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gaya bahasa
bahasa metafora (luas) yang meliputi metafora (sempit), dan simile. Relevansi
Trologi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Semantik yaitu
perbandingan yang digunakan lebih spesifik yaitu metafora. Selain itu juga kedua
peneliti ini menggunakan jenis penelitian yang sama yaitu deskriptif kualitatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2.2.1 Semantik
(Inggris: semantic) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti
“tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai”
atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai
padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang dikemukakan oleh
Ferdinand de Saussure (1966), yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang
mengartikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2) komponen ini
adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau yang
dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk
dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bidang studi linguitik
yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa . Oleh karena Itu, kata semantik
dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari
13
Istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain
seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik dan semik untuk merujuk pada
bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang.
Namun, istilah semantik lebih umum digunkan dalam studi linguistik karena
istilah-istilah yang itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni
mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-tanda lalu
Charles Morris dan Kemudian Rudolf Canarp (melalui Tarigan, 1985: 2-3)
mengatakan bahwa Semantik dalam pengertian secara luas dapat dibagi atas tiga
R.C Stalnaker (melalui Tarigan, 1985: 4), membuat perumusan yang lebih
tempatnya tampil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
peneliti dapat menyimpulkan bahwa objek dari semantik ialah makna. Maka,
retorik klasik telah dimanfaatkan oleh novelis Romawi Cicero dan Suetonicus
Majas, kiasan atau figura of speech adalah bahasa kias , bahasa indah
benda lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan majas tertentu dapat
merubah serta menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu Warriner (melalui
Tarigan, 2013).
penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal daribahasa Yunani rhetor yang
berarti orator atau ahli pidato. Pada masa Yunani kuno, retorik memang
merupakan bagianpenting dari pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam majas
sangat penting serta harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan
Romawi yang telah memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
beberapa hal. Pertama, pemakaian kata yang khas. Dengan menggunakan kata
dimungkinkan oleh adanya gambaran bahwa satu hal sama atau seperti, atau
Majas dan semantik mempunyai hubungan serta, maka semakin beragam pula
majas yang tepat dimanfaatkannya, semakin mudah pula dia memahami serta
menghayati majas yang dipakai oleh orang lain. Peningakatan pemakaian majas,
kosakata yang kaya kalau dia memamahi makna kosakata tersebut. Oleh karena
diperoleh jika denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan mencakupi juga denotasi
lain bersamaan dengan tautan pikiran lain. Majas mampu mengahimbau indera
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
pembaca karena sering lebih konkret daripada ungkapan yang harafiah. Lagi pula,
majas sering lebih ringkas daripada padanannya yang terungkap dalam kata biasa
Meoliono (melalui Djajasudarma, 2013: 22). Majas adalah gaya bahasa dalam
bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan
untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang Tim Dunia Cerdas (2013:
253).
adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam
rangka memperoleh aspek keindahan. Majas dapat dibedakan menjadi empat yaitu
pertentangan. Jenis majas ini diberdakan lagi menjadi subjenis lain sesuai dengan
sebagai gaya bahasa. Dengan kata lain majas disamakan dengan gaya bahasa.
Namun majas memilki keterbatasan meskipun majas dapat diuraikan secara rinci
Menurut Laksmi Wijaya (2012: 132), majas adalah gaya bahas dalam
bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan yang dipakai dalam suatu karangan
yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pemikiran dari pengarang. Gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan
jalan memperkenalkan serta membandingan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale [et al]
pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rethor yang berarti orator atau
ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting
dari suatu pendidikan dan oleh karena itu, berbagai macam gaya bahasa sangat
penting dan harus dikuasi benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus
(melalui Tarigan, 2013: 5). Dapat disimpulkan bahwa majas adalah gaya bahasa
karya-karya sastra.
bahwa majas atau adalah ungkapan dalam bentuk bahasa kias yang mempunyai
makna dan maksud dan berfungsi menarik perhatian serta menumbuhkan nilai
18
Menurut Tarigan (melalui Laksana, 2010: 19), majas disebut juga gaya
bahasa dalam hal ini kategorisasi majas menjadi empat macam dibagi menjadi
empat bagian yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan
epanortosis.
Terdapar paling sedikit dua puluh jenis gaya bahasa yang termasuk dalam
Pada kelompok gaya bahasa pertautan termasuk tiga belas jenis gaya
19
Menurut Keraf (1984: 115) gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-
macam sudut pandangan. Pandangan tersebut tentang gaya bahasa sejauh ini dapat
dibedakan pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua, dari segi bahasanya.
1.2) Berdasarkan Masa: gaya bahasa yang disdasarkan pada masa dikenal
tertentu.
karangan.
20
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang dugunakan, maka
gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
dioergunakan, yaitu:
paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat. Dalam bahasa
standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan:gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak
bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi
atas: gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan berlenga, serta gaya menengah..
gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kelimat
bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat itu.
21
2.3.1 Klimaks, gaya bahasa klimaks adalah semacam gaya bahasa yang
pengalaman harapan.
2.3.2 Antiklimaks, sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasannya
Misalnya:
a) Ketua pengadilan negeri tiu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan
seluruh Indonesia.
kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki fungsi yang
a) Baik golongan yang tinggi maupun yang rendah, harus diadili kalau
22
2.3.4 Antitesis, adalah sebuh gaya bahasa yang mengadung gagasan yang
berlawanan. Misalnya:
2.3.5 Repetisi, adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
menyusupi alam.
Gaya bahas berdasarkan mana diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu
sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini terbagi kedalam dua kelompok yaitu
23
sesuatu. Misalnya:
Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah
Perumpamaan di sini adalah asal kata simile dalam bahasa Inggris. Kata
simile berasal dari bahasa Latin yang bermakna “seperti”. Perumpamaan adalah
perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita
anggap sama Tarigan (2013: 9). Dalam gaya bahasa jenis ini biasanya
24
sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang (Pradopo, 2012 : 62).
Metafora ialah perbandingan yang implisit jadi tanpa kata seperti atau
sebagai di antara dua hal yang berbeda. Moelino (melalui Tarigan, 2013: 15).
itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Becker (melalui
benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013: 17).
25
atau insan. Gaya bahasa ini secara eksplisit memanfaatkan kata kalau, jika,
semantik yang bertentangan. Ducrot & Todorov (melalui Tarigan 2013: 26).
banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu gagasan atau pikiran
Contoh: Saya melihat kecelakaan itu dengan mata kepala saya sendiri.
26
Perifrais adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Kedua
berlebihan itu pada prinsipnya diganti dengan sebuah kata saja. cf. Keraf (melalui
selama-lamanya (meninggal).
memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan atau
Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari
bapak Bupati.
Terry.
Salah satu fungsi karya sastra yaitu sebagai sistem komunikasi. Karya
sastra mengkomunikasikan sesuatu. Medium utama karya sastra jelas bahasa, baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
lisan maupun tulis. Tanpa bahasa tidak ada karya sastra. Lotman, (melalui Yule,
2013 : 66), mengatakan bahwa bahasa dan satra sebagai model pertama dan
kedua, maka gaya bahasa, khususnya dalam rangka menampilkan kualitas estetis
jelas terkandung dalam sistem model yang kedua. Model pertama, fungsi utama
penulis, pembawa pesan pada umumnya. Dalam karya sastra, bahasa merupakan
melatarbelakanginya. Pada dasarnya karya sastra terdiri atas sistem gaya bahasa,
Tujuan utama penggunaan majas dalam hal ini gaya bahasa adalah
Kutha, 2009: 67) kualitas estetis menjadi pokok permasalahan pada tataran bahasa
kedua sebab dalam sastralah, melalui metode dan teknik diungkapkan secara rinci
Berbicara mengenai struktur dalam karya sastra baik itu prosa maupun
puisi tentunya berbeda. Dalam puisi, unsur yang paling banyak dianalisis yakni
penggunaan majas, serta makna yang dapat ditafsirkan dalam puisi tersebut.
Sedangkan dalam prosa terutama novel struktur yang dikaji adalah alur atau jalan
cerita dari novel tersebut. Ratna Kutha (2013: 61) menyatakan bahwa
Menurut Ratna Kutha (2013: 61), penggunaan gaya bahasa lebih pada cara
novel panjang. Dalam artian bahwa kapasistas penggunaan majas lebih terbatas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dibanding puisi. Oleh karena itu, pembaca akan lebih banyak menafsirkan makna
dari setiap larik dari puisi dibanding menafsirkan penggunaan gaya bahasa dalam
novel . Dalam novel, pembaca akan lebih banyak memahami alur dari cerita dalan
novel tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan
gaya bahasa dalam karya sastra berbeda-beda sesuai dengan genre karya sastra.
merupakan bagian dari genre prosa fiksi. Berkaitan dengan pengertian novel
sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi. Novel termasuk diksi (fiction) karena
novel merupakan hasil khayalan atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebutan
“novel” dalam bahasa Inggris, berasal dari Itali novella (yang dalam bahasa
Jerman novelle). Secara harafiah novella berarti „sebuah barang baru yang kecil‟
dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek dalam bentuk prosa‟, novel adalah
cerita pendek yang diperpanjang dan yang setengah panjang disebut roman,
seperti yang dijelaskan Abrams, 1999: 110 (melalui Wicaksono, 2014: 75).
pengkategorian ini berarti juga bahwa novel yang kita anggap sulit dipahami,
tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin
meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan
pembaca luwes dan dapat dicerna dengan mudah karena setiap novel diciptakan
dengan suatu cara tertentudan mempunyai tujuan tertentu pula (Wicaksono, 2014:
77)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
berbentuk prosa yang ukurannya lebih panjang dengan kata-kata yang lebih
dengan segala peristiwa serta konflik yang terjadi. Melalui kisah para tokoh dapat
terciptalah alur yang disusun secara baik oleh penulis ditambah dengan latar
sehingga lebih terlihat panjang dibanding prosa lainnya. Selain itu juga, melalui
gaya bahasa berupa bahasa kias, penulis memberikan nilai estetik dalam karyanya
sebagai salah satu senjata untuk menarik pembaca sastra serta menambah
wawasan kosakata bagi penikmat sastra. Salah satu contoh novel yang diteliti
dalam penelitian ini yakni Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
yang memiliki keunikan dan kekhasan baik dari segi ekspresi maupun kekayaan
makna. Novel yang telah muncul sejak tahun 1980-an ini mendorong banyak
pencinta dan pengamat sastra untuk membaca novel tersebut. Novel ini pernah
difilmkan dan diberi judul “Sang Penari”. Keunikan dari novel ini adalah nilai-
nilai yang mengungkapkan fenomena alam pedesaan dan tradisi kebudayaan yang
masih tertanam. Selain itu juga menyuguhkan keadaan sosial politik yang terjadi
masyarakat desa yang hidup di tengah kemiskinan, dan modernisasi. Tradisi yang
diwarisi oleh leluhur juga menjadi suatu kepercayaan masyarakat desa. Tradisi
inilah yang harus diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucu agar tidak
punah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang orisinal sehingga menarik perhatian para pengamat sastra, terbukti dengan
Inggris, Cina, dan Jepang serta diterjemahkan juga ke dalam bahasa Jawa Tohari,
(2009: 1). Novel ini menjadi begitu manarik karena penggunaan bahasa yang
bervariasi, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa penggunaan gaya bahasa.
Baik itu penggunaan majas, maupun bahasa daerah yang identik dengan alam
berbau sensual. Sesuai dengan latar cerita novel ini yang karab dengan alam dunia
multidimensional baik aspek kultur, moral, sosia, religi, pilitik dan issue gender
Kekhasan dalam novel ini terlihat dari penggunaan bahasa yang bervariasi.
Kata, frasa dan kalimat yang digunakan juga bersifat konotasi. Selain itu juga
diksi yang digunakan yaitu menggunakan bahasa Jawa, kata serapan dari bahasa
asing, kata-kata berhubungan dengan alam, ditambah juga kata yang berbau
sensual. Semuanya digunakan oleh Ahmad Tohari seturut dengan wawasan yang
didapatkan. Penggunaan majas dalam novel ini juga mendominasi, salah satunya
majas yang juga sering ditemukan adalah personifikasi. Imron Ali, (2009: 2)
bahwa tujuan majas dalam hal ini untuk memberi daya hidup, memperindah, dan
31
Pada bagian ini akan dipaparkan oleh peneliti kerangka berpikir yang
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari kajian semantiik. Gaya bahasa merupakan
gaya bahasa adalah gaya dan cara seseorang untuk mengungkapkan pikiran
penggunaan gaya bahasa juga dapat menambah kosakata bagi para siswi terutama
dalam sebuah karya sastra baik itu puisi maupun prosa. Pada kenyataannya masih
karya sastra.
bahasa yakni pembaca tidak mampu membedakan gaya bahasa dan majas. Selain
itu juga, penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra menyebabkan tafsiran
mendeskripsikan jenis gaya bahasa, ciri penanda dan makna dari setiap gaya
bahasa dalam majas perbandingan. Dengan data beruapa frasa dan kalimat yang
dicurigai sebagai gaya bahasa perbandingan dengan sumber data yaitu trilogi
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Kendala peneliti cukup sulit
menentukan gaya bahasa perbandingan dari sekian ribu kata yang terdapat dari
32
maka peneliti menemukan beberapa frasa, dan kalimat yang dicurigai sebagai
Data yang ditemukan dalam trologi Ronggeng Dukuh Paruk ini, akan
dideskripsikan makna dan maksudnya. Setiap data akan ditafsirkan maknanya dan
digunakan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk ini menggunakan gaya bahasa
yang berbentuk bahasa kias. Artinya setiap data akan ditafsirkan dengan bahasa
yang sederhana oleh peneliti dengan berbekalkan beberapa teori dan contoh.
memberikan pemahaman bagi pembaca sastra mengenai makna dan maksud dan
penggunaan gaya bahasa yang diguanakan oleh Ahmad Tohari. Selain itu juga
dapat memperkaya kosakata pada setiap karya sastra baik itu puisi, prosa maupun
drama bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia sastra dan peminat sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Teori Semantik
Majas Perbandingan
Gaya Bahasa
Simile
Depersonifi Antitesis Perifrasis Antisipasi
kasi
Metafora
Personifikasi Alegori Pleonasme Koreksio
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB III
METODOLODI PENELITIAN
Bab ini membahas (1) Jenis penelitian, (2) sumber data dan data penelitian,
(3) metode dan teknik penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) analisis data, dan
maupun fakta yang telah dihimpun oleh peneliti kualitatif berbentuk kata atau
dan bagaimana suatu kejadian Ghony, (2012: 44). Penelitian deskriptif ini
mengacu pada dokumen sebagai bahan penelitian yang digunakan sebagai bahan
informasi penunjang dan sebagai bagian berasal dari kajian kasus yang merupakan
sumber data pokok. Data yang ditemukan dalam penelitian dideskripsikan secara
sistematis. Data yang ditemukan berupa frasa dan kalimat pada sebuah novel
trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari yang mengangkat mengenai
Sumber data yang terdapat dalam penelitian ini yaitu sebuah trilogi novel
yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk. Trilogi ini terbagi menjadi tiga bagian
yaitu: catatan Buat Emak, Lintang Kemungkus Dini Hari, dan Jantera
Bianglala.. Oleh karena itu, objek dari penelitian ini mengenai studi kepustakaan
yang datanya diambil dari naskah novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari.
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa frasa, dan kalimat yang
dalam bentuk deskripsian oleh penulis dan dialog yang dilakonkan oleh para
tokoh dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Data dihimpun
lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, dan lebih dapat
pola-pola nilai yang dihadapi peneliti. Peneliti akan memulia kerjanya dengan
menggunakan sumber data primer yaitu trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya
yaitu:
3.3.1 Membaca
Paruk yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Catatan Buat Emak, Lintang
Kemungkus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Menurut Hodgson dalam Tarigan
(2008 : 7), menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
membaca, salah satu jenis dari membaca akan digunakan oleh peneliti sebagai
salah satu teknik untuk mempereoleh informasi, yaitu membaca teliti. Karena
melalui membaca teliti peneliti dapat secara seksama dan membaca ulang paragraf
dimaksud, terutama kata, rasa ataupun kalimat yang dicurigai merupakan majas
3.3.2 Mencatat
yang dibaca dari sumber buku. Frasa dan kalimat yang dicurigai sebagai majas
perbandigan akan dicatat dalam sebuah buku dengan membuat perbedaan masing-
masing majas perbandingan. Dengan cara seperti ini peneliti akan dengan mudah
mengumpulkan data.
3.3.3 Menginventarisasi
yang merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena apabila
37
sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, sangat tidak mungkin
Almansur,2014 : 33).
ini adalah peneliti yang sudah berbekalkan teori semantik pada umumnya dan
teori majas perbandingan pada khususnya. Selain itu, peneliti juga berbekal
teknik analisis bahasa yang diungkapkan oleh Sudaryanto (1993: 55), yaitu teknik
untuk mengetahuai kadar kesinoniman bila menyangkut dua satuan atau dua unsur
satuan yang berlainan tetapi diduga bersinonima satu sama lain. teknik perluasan
penelitian terdapat dalam data penelitian yang berupa majas perbandingan dalam
38
setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh
Dalam tahap ini peneliti akan mengklasifikasi hasil temuan yang telah
dicatat berdasarkan jenis gaya bahasa dan ciri pendanda tertentu dalam majas
tertentu.
makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang ditulis oleh Ahmad Tohari
dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Interpretasi data merupakan upaya untuk
memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil
meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi
3.5.4 Mendeskripsikan
bahasa dalam majas perbandingan dalam suatu bentuk laporan penelitian. Pada
bagian ini, peneliti akan mencantumkan hasil data yang berupa frasa, dan kalimat
dari pemakaian majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Klasifikasi Kode
sesuatu yang lain. di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu . teknik triangulasi yang paling banyak digunakan
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunanakn dua jenis triangulasi yaitu,
kepercayaan suatu onformasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kialitatif Patton (melalui Moelong, 2006: 330). Hal itu dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
ditempuh dengan jalan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan apa yang
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berada, orang
yang berkaitan.
2006: 331), berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperikasa derajat
kepercayaanya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patto (melalui
Moelong, 2006: 331), berpendapat lain yaitu bahawa hal itu dapat dilaksanakn
perbendaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu
pendangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapa me-rechek
dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB IV
Dalam bab ini, terdapat tiga bagian penting yang meliputi deskripsi data,
Majas atau bahasa figuratif adalah ungkapan dalam bentuk bahasa kias
yang mempunyai banyak makna dan maksud yang disampaikan sehingga sebuah
karya sastra menjadi lebih hidup dan menarik. Majas dipandang lebih efektif
untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena: (1) mampu menghasilkan
dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi atau karya
sastra lainnya lebih nikamt dibaca; (3) bahasa figuratif adalah cara menambah
intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair; (4)
disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan
Data yang dihimpun dalam penelitian ini berupa frasa atau kalimat yang
dianggap sebagai majas perbandingan dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari. Tarigan (melalui Wicaksono, 2014: 30), membagi majas menjadi
perbandingan sebagai objek kajian maka dari itu peneliti menggunakan memilih
pendapat Tarigan sebagai teori yang digunakan dalam penelitian ini. Majas
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sepuluh gaya bahasa yakni gaya bahasa simile atau perumpamaan, gaya bahasa
allegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme atau tautalogi, gaya
bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis, dan gaya bahasa koreksio
atau epanortosis.
Mengingat data yang ditemukan cukup banyak, maka dalam sajian ini
contoh tergantung pemakaian gaya bahasa dalam ketiga novel yakni Catatan
Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala. Namun, ada
beberapa d ata yang akan ditampilkan satu contoh saja dikarenakan minimnya
penggunaan gaya bahasa tersebut. Uraian yang lebih lengkap akan ditampilkan
pleonasme atau tautologi, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi, dan gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita
anggap sama. Gaya bahasa yang terkandung dalam data akan dipaparkan sebagi
berikut:
Gaya bahasa pada contoh kalimat (a) dengan kode (S. 1 atau Simile 1)
bahwa suara sepasang burung bangau yang pada saat itu sedang terbang dan
lama seperti seseorang yang melakukan perjalanan panjang. Kata kelana sendiri
bahwa suara sepasang burung bangau ketika sedang berteriak sangat panjang dan
lama. Ibarat orang yang melakukan perjalanan yang panjang dan lama.
Analisis pada kalimat (b) (S/ Simile 2) mengandung jenis gaya bahasa
simile atau perumpamaan.Hal ini sejalan dengan pengertian gaya bahasa simile
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
atau perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingakan duah hal yang
adanya perbandingan dua hal yakni “pepohonan” dan “manusia”. Dari kedua
unsur tersebut jelas sangat berbeda. Namun, dianggap sama oleh pengarang
dilihat dari segi “pergerakannya”. Dalam cerita dijelaskan bahwa Sakarya salah
satu tokoh ( Kakek Srintil) yang dengan padangan mata kabur melihat pepohonan
dengan tarian yang aneh dan dengan wajah yang mengerikan. Wajah-wajah
Paruk yang telah meninggal dunia karena keracunan tempe bongkrek tujuh belas
tahun lalu.
perumpamaan. Sangat jelas bahwa kalimat (c) ada dua hal yang dibandingkan
yakni “ burung pipit” sebagai hewan, sedangkan “ Srintil” tokoh dalam cerita.
Diceritakan bahwa Srintil yang lari ketakutan karena melihat seuah truk jip. Srintil
lari terbiri-birit di tengah pematang sawah. Meski jatuh namun tetap berusaha
bangun dan kembali berlari. Alap-alap diartikan sejenis burung elang besar
pemakan burung pipit. Digambarkan seekor burung pipit yang ketakutan melihat
45
menggambarkan betapa cepatnya Srintil berlari karena ketakutan melihat jip yang
Pada kalimat (d) dengan kode (S/Simile 12) digolongkan ke dalam gaya
dua hal yakni manusia dan hewan. Manusia yang diibaratkan seperti hewan
secara jelas membandingkan dua hal yang berbeda namun dianggap sama oleh
penulis. Hal ini sejala dengan pengertian gaya bahasa perumpamaan adalah gaya
bahasa yang pada hakikinya berlainan dan yang sengaja dianggap sama.
Gaya bahasa metafora adalah membuat perbandingan antara dua hal atau
benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak
Gaya bahasa metafora dapat dikatakan gaya bahasa yang menggunakan katak-kata
bukan arti sebenarnya melainkan sebagai lukisa yang berdasarkan persamaan atau
46
yang berbeda yakni “ketiak” yang identik dengan bagian tubuh manusia dan “
menciptakan frasa tersebut sehingga terkesan lebih hidup. Dalam frasa tersebut
pengarang tidak menggunakan kata pembanding, karena memang gaya bahasa ini
jenis gaya bahasa metafora. Pengarang membandingkan dua hal yakni mata Srintil
sebagai salah satu bagian fisik manusia dan “ menyala” ibaratnya api.
Data kalimat (c) yang mengandung gaya bahasa metafora terletak pada
frasa “ Berdarah Dukuh Paruk”. Frasa tersebut disebut sebagai gaya bahasa
“Orang yang berasal dari Dukuh Paruk”. Oleh karena itu frasa “Berdarah Dukuh
Paruk” dapat diartikan orang-orang yang dilahirkan, dibesarkan, hidup dan berasal
Contoh kalimat (d) di atas mengandung gaya bahasa metafora karena pada
47
tingkah laku manusia terhadap benda mati. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk
personifikasi. Selain itu juga ditemukan penggunaan gaya bahaa yang paling
sering digunakan oleh pengarang yaitu gaya bahasa metafora. Dapat dilihat
frekuensi yang paling banyak muncul adalah gaya bahasa personifikasi dan gaya
bahasa metafora. Dari sekian banyak gaya bahasa personifikasi yang digunakan
personifikas dari tiga buku dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk sebagai berikut:
a. “Ketika angin tenggara menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar
di musim kemarau”. (hal. 13) (P. 1)
b. “Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan harmoni
alam” (hal. 111) (P. 2)
c. “Namun api dan kesumat telah menunjukan keangkuhannya di Dukuh
Paruk” (hal. 260)
d. “Cahaya membuat bayangan temaran di atas tanah kapur”. (hal. 14)
(P. 4)
Kalimat (a) pada data diatas mengandung gaya bahasa perseonifikasi. Hal
ini terlihat jelas penginsanan pada benda mati atau hal yang tidak daapt
dilakukan manusia sehingga terlihat seakan hidup. Dapat dibuktikan dengan frasa
perkerjaan yang hanya mampu dilakukan oleh manusia. Arti “Menyapu” yakni
bahasa personifikasi. Dapat dibuktikan melalui melalui kata yang digunakan yakni
drama) sedangkan harmoni pernyataan rasa, aksi, gagasan dan minat. “Pagelaran”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dan “Harmoni” merupakan bagian dari suatu pekerjaan yang dilakukan oleh
diibaratkan sedang melakukan pertunjukan pada alam. Hal ini sejalan dengan
pengertian majas personifikasi adalah jenis gaya bahasa yang melekatkan sifat
Kalimat pada data (c) di atas, ddigolongkan ke dala jenis gaya bahasa
personfikasi, karena kata “Keangkuhan” lebih tertuju pada sifat seseorang, namun
digunakan pada benda mati atau ide abtrak yakni pada “api” dan “kesumat”.
Keangkuhan merupakan sifat suka memandang rendah kepada orang lain; tinggi
benda mati seakan hidup. Api dan kesumat seakan-akan memilki sifat sombong
dan congkak pada orang-orang Dukuh Paruk. Makna dari kalimat tersebut yakni
api yang membakar Dukuh Paruk. Pohon dan rumah hangus terbakar api.
sebuah pekerjaan, yakni membuat bayangan atau gambaran di atas tanah kapur.
Dalam trilogi dijelaskan sinar bulan pada malam hari mengakibatkan munculnya
penggunaan pilihan kata yang mengenakan sifat manusia pada benda mati. Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
karena itu, ciri khas dari majas personifikasi adalah membandingkan benda mati
atau tidak bergerak seperti tampaknya bernyawa dan dapat berperilaku layaknya
yang dilukiskan sehingga terlihat lebih nyata dan konkret. Penggunaan majas
personifikasi biasanya paling sering digunakan oleh sastrawan dalam setiap karya
manusia atau insan. Dapat dikatakan bahwa depersonifikasi adalah gaya bahasa
yang menggambarkan manusia menjadi atau memilki sifat-sifat benda mati atau
tersebut menyajikan pengandaian tehadap seseorang yang ingin bahwa orang lain
gaya bahasa depersonifikasi. Terlihat jelas pembendaan insan antara manusia dan
atau naluri, dan manusia yang sama halnya punya naluri yang tidak dimiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
makhluk hidup lainnya. Dalam kalimat tersebut, jelas terlihat bahwa pengarang
pada kalimat (a). Dalam trilogi diceritakan bahwa Marsusi sedang gelisah karena
bahasa alegori misalnya fabel atau parabel yang di dalamnya memuat tentang
tidak banyak ditemukan penggunaan majas alegori. Oleh karena itu, peneliti
(a) “Legenda khas Dukuh Paruk misalnya kisah tentang nenek tentang
fenomenda pekuburan Dukuh Paruk di malam hari ketika terjadi
bencana itu”. (hal. 32) (Al. 1)
(b) “Cerita di mana Gatot Kaca mebunuh prajurit” (hal. 389) (Al. 2)
Contoh kalimat (a) dengan kode (Al/ Alegori 1) mengandung gaya bahasa
Paruk pada zaman dahulu. Memang dalam kalimat tersebut tidak ada
perbandingan antara hal yang satu dengan yang lain secara implisit. Namun
pengarang memaparkan cerita yang terjadi pada zaman dahulu di Dukuh Paruk.
Tidak ada makna tertentu yang terdapat dalam kalimat tersebut hanya
51
mengandung gaya bahasa alegori. Data tersebut menunjukan cerita tentang Gatot
membandingkan antara seorang Gatot Kaca dan Rasus sebagai seorang tentara.
Dalam hal ini, pengarang sengaja menyinggung cerita mengenai Gatot Kaca
karena mengandung nilai moral dan spiritual yang hendak dibagikan kepada
pembaca. Maksud dan tujuan memang terselubung dan tidak dintakan secara jelas
oleh pengarang. Tapi jika pembaca jeli, maka pembaca akan paham maksud atau
tujuannya.
semantik yang bertentangan. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk hanya satu
bertentangan namun memiliki makna. Arti “perang” yaitu permusuhan antara dua
negara (bangsa, agama, suku, dan sebagiannya). Sedangkan suara hati dan suara
nurani memilki arti perasaan, atau hal yang berkaitan sama perasaan seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Misalnya hal ketakutan atau kekhawatiran. Makna perang antara suara hati dan
suara nuraninya semakin seru yaitu perlawanan antara sifat manusiawi atau
adat; saling tolong-menolong). Penggunaan gaya bahasa ini juga sangat minim
dalam trilogi, oleh karena itu, peneliti hanya menyajikan dua dari data yang
berlebihan. Hal ini dapat dibuktikan melalui pilihan kata “kulemparkan” dan
sebagai media. Oleh karena itu, penggunaan kata tangan dapat dihapus atau tidak
perlu digunakan. Karena tidak mengubah arti atau makna dari kalimat tersebut.
pleonasme sama seperti kalimat (a). Hal ini terbukti dengan adanya penggunaan
kata-kata yang berlebihan yakni “ Busuk” dan “Menjijikan”. Arti busuk yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
rusak dan berbau tidak sedap. Dalam hal ini keadaan di mana menjijikan.
penggunaan busuk dan menjijika bisa saja dihilangkan salah satunya. Karena
dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti sekaligus, tetapi
sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun hanya sebagai gaya.
Gaya bahasa perifrasis adalah gaya bahasa yang agak mirip dengan
keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada
prinsipn ya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Dalam trologi Ronggeng
Dukuh Paruk, tidak banyak ditemukan penggunaan gaya bahasa perifrasis oleh
pengarang. Oleh karena itu, peneliti akan menyajikan dua contoh kalimat yakni
sebagai berikut:
a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)
tersebut dapat dibuktikan dengan pilihan kata “ Tambun” dan “Padat”. Tambun
memiliki arti yakni berisi, gemuk dan gembul karena kurang bergerak.
Sedangkan padat memilki arti sesuatu yang terisi penuh, jika dihubungkan dengan
manusia sama artinya dengan berisi, atau sesak. Pada contoh kalimat (a) dapat
54
Analisis ciri dari kalimat tersebut yakni pada penggunaan pilihan kata yang
dengan kalimat (a), dalam kalimat (b) terdapat penggunaan kata yang berlebihan
sehingga dapat disimpulkan. Pilihan kata ini meskipun berlebihan namun jika
Kata “Membeku” yakni padat, keras (tentang benda cair), atau sesuatu hal yang
tidak bereaksi. Sedangkan “Membisu” adalah tidak mau berkata-kata atau diam
pilihan kata, yakni “Terdiam”. Analisis ciri dalam kalimat tersebut yakni pada
penggunaan pilihan kata yang berlebihan dan dapat disimpulkan ke dalam kata
mempergunakan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun
peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dapat juga dikatakan bahwa antisipasi adalah
akan dkerjakan atau akan terjadi. Dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, cukup
banyak digunakan gaya bahasa jenis ini. Sebagai contoh akan disajikan tiga
55
Kalimat (a) merupakan kalimat yang tergolong ke dalam jenis gaya bahasa
Dalam trilogi diceritakan di mana Kartareja yang mampu mengetahui Dower yang
akan datang ke rumahnya. Hal tersebut diketahui dari bunyi napas Dower yang
kata-kata yang mendahului kalimat berikutnya. Makna dari kalimat (a) yakni
Kartareja mengetahui ada tamu yang akan datang ke rumahnya lewat suara helaan
napas Dower.
Analisis penggunaan jenis gaya bahasa antisipasi pada kalimat (b) dengan
akan terjadi. Srintil meminta izin untuk tidur di warung salah seorang warga di
pasar Dawuan karena ia merasa kantuk dan kelelahan karena telah berjalan
seharian. Dalam kalimat terdapat gagasan yang terlebih dahulu digunakan dan
menyusul kalimat yang menandai peristiwa yang akan terjadi. Dapat dibuktikan
Penggunaan jenis gaya bahasa antisipasi pada kalimat (c), tidak jauh
berbeda dari penggunaan gaya bahasa antisipasi pada contoh kalimat (a) dan (b).
memilih tempat yang agak terpecil buat memarkir jipnya” dan diikuti dengan
kalimat yang menandai sesuatu yang akan terjadi yakni “karena Bajus ingin
memperoleh suasana yang lebih pribadi, tidak terlalu banyak dilihat oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
keadaan sekitar yang ramai dengan pengunjung, oleh kerena itu ia memilih
tempat yang sepi sehingga bisa memanfaatkan waktu berdua dengan Srintil.
bahasa seperti ini biasa disebut koreksio atau epanortosis. Dengan kata lain, gaya
bahasa ini yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudia
a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)
“tidak”. Pada kalimat sebelumnya tokoh Rasus yang sedang teringat emaknya
dan ingin mencari sosok ibunya yang telah meninggal dalam diri neneknya yang
dimaksud ialah, Rasus telah menemukan sosok ibu yang dicarinya dalam diri
koreksio atau epanorotosis. Hal ini dapa dilihat bahwa kalimat tersebut telah
dikoreksi oleh Rasus. Diawal kalimat Rasus memanggil Sersan Pujo dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
menjadi “Sersan”. Hal ini dikarenakan pangkat Pujo sebagai seorang Sersan.
Penggunaan gaya bahasa koreksio, meskipun diperbaiki salah satu kata atau
kalimat, tetap tidak mengubah makna atau arti kalimat itu secara keseluruhan.
Sifat gaya bahasa ini hanya memperbaiki dan mengubahnya menjadi sesuatu yang
Ciri penanda yang dimaksud dalam sub bab ini adalah ciri khas yang
dipakai dalam setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan. Ciri tersebut berupa
dengan yang lain. Penggunaan ciri penanda pada majas perbandingan tidak semua
alasan sebagai salah satu cara untuk membedakan kata atau kalimat di dalamnya.
hal yang pada hakekatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Gaya bahasa
58
Kata seperti digunakan sebagai pembanding antara suara dan kelana panjang.
Analisia ciri penanda pada kalimat (b) yakni menggunaka kata sebagai
sebagai kata pembanding. Penggunaan ciri penanda kata sebagai, sama halnya
pada contoh pertama yakni sebagai kata pembanding karena dalam contoh
bergerak tampak seperti manusia yang sedang menari namun terlihat aneh dan
menakutkan. Manusia dan pepohonan jelaslah dua hal yang berbeda, namun
dianggap sama oleh pengarang, namun di sini pengarang tetap membuat pembaca
Penggunaan ciri penanda pada kalimat (c), kurang lebih sama seperti
kalimat (a), yang sama-sama menggunakan ciri atau kata pembanding seperti.
Pengarang lagi-lagi membandingkan dua hal yang berbeda yakni manusia dengan
tokoh Srintil, dan hewan dalam bentuk burung pipit. Pengarang sengaja
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Misalnya: buaya darat, buah hati,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
tidak selalu menduduki fungsi predikat, tetapi juga menduduki fungsi lain seperti
subjek, objek, dan sebagainnya. Dengan demikian, metafora dapat berdiri sendiri
Ciri penanda yang terdapat dalam gaya bahasa metafora yakni memiliki
kata pembanding seperti gaya bahasa simile. Selain itu, gaya bahasa metafora
mampu beridiri sendiri dan makna dalam gaya bahasa metafora dibatasi oleh
sebuah konteks.
Analisi ciri dari gaya bahasa metafora dari ketiga kalimat tersebut adalah
menggunakan kata-kata kiasan dan terdapat pilihan kata yang sesuatu dengan
ibarat, dan kata pembanding lainya. Oleh karena itu, gaya bahasa ini masuk
barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 1985: 17) dengan kata
lain gaya bahasa perosnifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan benda-
60
pada benda mati untuk bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Pokok yang
atau perwatakan manusia lainnya. Berikut akan disajikan beberapa contoh kalimat
a. “Ketika angin tenggara menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar
di musim kemarau”. (hal. 13) (P. 1)
b. “Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan harmoni
alam” (hal. 111) (P. 2)
c. “Namun api dan kesumat telah menunjukan keangkuhannya di Dukuh
Paruk” (hal. 260)
d. “Cahaya membuat bayangan temaran di atas tanah kapur”. (hal. 14)
(P. 4)
Analisi ciri penanda secara umum dari keepat contoh kalimat di atas
menggambarkan sesuatu hal pokok berupa benda-benda mati menjadi hidup. Pada
yang tidak bernyawa seakan melakukan perbuatan yakni menyapu. Pokok yang
dilakukan manusia.
Pada contoh kalimat (b) dengan kode (P/Personifikasi 2) sama seperti pada
memanfaatkan ciri penanda yakni sifat-sifat insani yang dilekatkan pada benda-
benda mati. Dapat dibuktikan melalui kata dipagelarkan. Dalam hal ini, subjek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Penggunaan gaya bahasa personifikasi pada kalimat (c) juga memberikan ciri
yakni pengisanan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Keangkuhan merupakan suatu sifat insani yang dimiliki oleh manusia, namun
dalam konteks kalimat ini pengarang menyandingkan sifata keangkuhan pada api
dan kesumat yang merupakan suatu hal yang tidak beryawa dan tidak memilki
manusia pada benda mati. Dapat dibuktikan pada pemilihan kata membuat.
bayangan hanyalah sebuat wujud yang kurang jelas dan hitam dan melekat pada
manusia atau insan (Tarigan,1985: 21). Manusia dianggap sebagai benda mati.
unsur pengadaiaan secara eksplisit. Oleh karena itu, yang menjadi ciri khas atau
pengandaian misalnya andai, andaikata, kalau, jika, jikalau, bila, bila mana,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
sebagai penegas dan penjelas gagasan atau garapan. Berikut beberapa contoh gaya
bahasa depersonifikasi:
ini lebih pada pengharapan. Oleh karena itu pengarang menggunakan kata
metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek atau
merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang
terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dapat dikatakana bahwa ciri khas atau penanda dari gaya bahasa alegori
cerita dengan memanfaatkan kata legenda sebagai salah bagian dari cerita.
dengan cerita Gatot Kaca yang merupakan tokoh pewayangan yang terkenal di
masyarakat Indonesia karena memilki kekuatan yang luar biasa. Karena ciri khas
dari gaya bahasa alegori adalah cerita, maka pengarang sengaja memasukan
cerita Gatot Kaca karena cerita tersebut lekat dengan nilai-nilai moral dan spritual
berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang (Keraf, 1984: 126). Ciri dari
gaya bahasa antitesis yakni perbandingan antara dua antonim. Berikut contoh
64
a. “Perang antara suara hati dan suara nuraninya semakin seru.” (hal.
25) (An. 1)
(1985: 27) antitesis adalah perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang
mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan). Oleh karena itu, analisis ciri
berkaitan dengan permusuhan antara dua negara (bangsa, agama atau ras), namun
penggunaan kata perang dalam konteks kalimat ini adalah mengenai perlawanan
antara sifat manusia terhadap sesuatu yang berkaitan dengan nilai moral.
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan (Keraf,
1984: 133). Ciri dalama gaya bahasa pleonasme adalah pemakaian kata-kata
secara berlebihan namun bila kata atau kalimat yang berlebihan itu dihilangkan
tidak mengubah arti kalimat secara keseluruhan. Semua acuan itu tetap utuh
dengan makna yang sama. Beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa
gaya bahasa pleonasme dengan ciri penanda yakni pada pemilihan kata yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
berlebihan. Pilihan kata tersebut dapat dibuktikan dengan kata kulemparkan dan
tanganku. Kedua pilihan kata tersebut bisa dihilangkan salah satunyas sehingga
tidak terlihat berlebiha. Meskpun dihilangkan namun makna dari kalimat secara
keseluruhan tidak berubah. Hal ini sejalan dengan pendapat Keraf (1984: 133)
yang mengatakan bahwa acuan tersebut tetap utuh dengan makna yang sama,
Pada kalimat (b) dengan kode (Pl/Pleonasme 2) kurang lebih memilki ciri
yang sama seperti kalimat (a). Pengarang tetap menggunakan beberapa pilihan
kata yang berlebihan dan dapat dihilangkan namun tidak mengubah keutuhan arti
dan makna kalimat. Kata bau dan menjijikan secara etimologis menurut KBBI
memang berbeda. Namun, tetap akan saling mewakili satu sama lain jika salah
Perbendaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya
dapat diganti dengan satu kata saja. Oleh karena itu, ciri khas atau penanda dari
gaya bahasa perifrasis yakni kata yang berlebihan dapat diganti atau disimpulkan
menjadi lebih sederhana. Bisa dikatakan bahwa penghematan kata dalam hal ini
sangat dibutuhkan sehingga lebih padat namun tetap utuh dan dimengerti. Berikut
beberapa contoh kalimat dengan gaya bahasa perifrasis yang ditandai dengan ciri
penandanya:
a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
yakni tambun dan padat. Kedua kata tersebut kurang lebih merujuk pada keadaan
fisik manusia yaitu gemuk atau berisi. Oleh karena itu, penggunaan kata tambun
dan padat dapat diganti atau disimpulkan menjadi lebih sederhana dengan
Pada contoh kaliamt (b), tidak jauh berbeda dengan contoh kalimat (a),
dalam hal ini pengarang juga menggunakan pilihan kata yang berlebihan sehingga
bisa diganti dengan kata yang lebih sederhana. kata-kata yang digunakan yakni
membeku dan membisu. Kedua kata tersebut jika dipahami sesuai konteks
kalimatnya , lebih merujuka pada keadaan di mana seseorang sedang terdiam atau
tidak berbicara. Oleh karena itu, untuk kata membeku dan membisu dapat diganti
dengan sebuah kata saja yang lebih singkat yakni terdiam. Hal ini sejalan dengan
lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang
sebenarnya terjadi. Ciri penanda dalam gaya bahasa ini yakni penggunaan kata-
kata yang mendahulukan persitiwa yang akan terjadi. Beberapa contoh kalimat
67
bahasa antisipasi yang memeilki ciri penanda yakni penggunaan kata-kata yang
diceritakan bahwa Kartareja tahu, bahwa akan ada tamu yang datang sebab dari
kejauhan ia sudah mendengar napas Dower terengah-engah karena berlari. Hal ini
sejalan dengan pendapat Tarigan (1985: 33) yang mengatakan dalam berbicara
atau menulisa ada kalanya kita mempergunakan terlebih dahulu satu atau
Pada kalimat (b) kurang lebih sama seperti contoh (a) di mana terdapat
melalui kalimat yang tergadung dalam contoh kalimat (b) yakni “Sampai di pantai
Bajus memilih tempat yang agak terpecil buat memarkir jipnya. Maksud kalimat
tersebut yakni tokoh Bajus lebih memilih tempat yang terpencil dan sepi untuk
memarkir mobilnya karena itu tahu situasi di tempat lain dan di sekellilingnya
sedang ramai pengunjung. Oleh kerena itu, dapat dikatakn bahwa kalimat tersebut
68
menjadi ciri khas pada gaya bahasa ini adalah penggunaan kata yang menegaskan
namun juga diperbaiki atau dikoreksi kembali. Beberapa contoh gaya bahasa
koreksio yakni:
a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)
koresio dan memilki ciri khas di mana terdapat penggunaan kata-kata yang
contoh kalimat (a), pada mulanya menunjukan penegasan pada kalimat pertama,
kemudia diperbaiki kembali dengan menggunakan kata tidak dan diikuti dengan
kalimat berikutnya.
Pada contoh kalimat (b), pengarang memanfaatkan ciri penanda dari gaya
bahasa koreksio yakni memperbaiki kata-kata yang pada mulanya berfungsi untuk
mempertegas. Dapat dibuktikan dengan contoh Ya, mas. Eh, Sersan. Kata tersebut
yang pada awalnya menggunakan kata mas, namun dikoreksi dan diganti
Makna yang dimaksud pada majas perbandingan yakni arti dari kalimat-
kalimat yang terkandung dalam setiap gaya bahasa yang terdapat dalam majas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
perbandingan. Setiap kalimat pada setiap jenis gaya bahasa yang digunakan
disandingkan dengan gaya dan ciri khas setiap gaya bahasa oleh pengarang.
langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. untuk itu, gaya bahasa
kesamaan itu, yakni kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan , bak, laksana,
dan sebagiannya. Berikut contoh makna dari majas perbandingan dengan gaya
Makna pada kalimat (a) diartikan bahwa tokoh Srintil yang masih kecil
atau masih berinjak remaja dianggap dan disamakan seperti kencur. Kencur bagi
digunakan sebagai bumbu masakan. Dalam cerita, tokoh Srintil yang masih
berumur 11 tahun memiliki indang roh ronggeng dan mampu menirukan gaya
“tokoh bayi Srintil, yang begerak lucu namun terlihat seperti hantu yang
membandingkan dua hal yang berbeda namun sengaja dianggap sama. Dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dilihat bahwa pada kalimat (b) ada dua hal yang dibandingkan yakni tokoh Srintil
kedua perbedaan tersebut seakan sama. Sejalan dengan pendapat Tarigan (1985:
9) yang mengatakan bahwa gaya bahasa simile yaitu perbandingan dua hal yang
Makna yang terkandung pada kalimat (c) adalah tokoh Srintil yang sedang
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan menuju tahap remaja dari masa
anak-anak. Masa remaja yang masih sangat aktif dan banyak mengalami
gaya bahasa simile untuk membandingkan tokoh Srintil dengan sebuah kecambah
atau tanaman yang baru tumbuh subur. Kedua hal ini, pada hakekatnya berbeda
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara
laksana, penaka, dan sebaginnya (Tarigan, 1985: 15). Berikut beberapa contoh
gaya bahasa metafora dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk antara lain:
Kalimat (a) dengan gaya bahasa matafora di atas memiliki arti atau makna yakni
suara pintu bambu. Daun pintu yang dimaksud adalah bagian depan pintu yang
yang terbuat dari bambu. Jenis pintu rumah di Dukuh Paruk pada tahun 1960-an
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
masih sangat sederhana. kalimat (a), memanfaatkan gaya bahasa metafora yang
Makna pada kalimat (b) dengan gaya bahasa metafora yang ditandai oleh
pemilihan kata bau kematian merupakan suatu pertanda buruk tentang kematian
yang akan menimpa warga Dukuh Paruk. Hal ini ditandai dengan terdengarnya
suara burung gagak yang dipercayai oleh masyarakat Dukuh Paruk pada zaman
dahulu sampai dan masyarakan Indonesia pada umunya bahwa, suara burung
gagak yang terdengar pada malam hari membawa kabar buruk tentang kematian.
Tidak dijelaskan dalam cerita tentang burung gagak, namun inilah mitos yang
Pemakaian kata bahasa ibu pada kalimat (c), memilki makna bahasa yang
dimiliki dan dipelajari sejak pertama oleh manusia. Sejak lahir, manusia sudah
dibakali dengan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa ibu disebut
juga bahasa pertam. Jika seseorang dilahirkan dan diajari bahasa daerah
72
Makna dari kalimat (a) yakni sesuatu yang telah Tuhan atur dan telah
dikerjakan oleh warga Dukuh Paruk. Meskipun belum mengenal Tuhan, dan lebih
harus mereka laksanakan, tetap dilaksanakan warga Duk uh Paruk. Pada kalimat
gaya bahasa personifikasi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak
Makna yang terkandung pada kalimat (b) dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk
yakni suatu keadaan atau pengalaman hidup yang membuat Rasus dan Srintil
belajar dari pengalaman hidup yang telah mereka jalani. Gaya bahasa
pesonifikasi dalam kalimat (b) yang menjadi pokok ialah alam senidir yang turun
Pada kalimat (c), makna yang terkandung yakni suasana Dukuh Paruk yang
novel diceritakan bahwa Dukuh Paruk sepi karena semua penduduk telah
ditangkap dan disekap oleh tentara pada tahun 1960-an, untuk menjadikan mereka
sebagai budak atau pekerja. Sekali lagi pengarang memanfaatkan gaya bahasa
desa Dukuh Paruk. Sejalan dengan pendapat Keraf (melalui Wicaksono, 2014:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
personifikasi. Biasanya pada gaya bahasa ini memanfaatkan ciri khas berupa
Makna dalam kalimat (a) yakni perasaan takut dan sedih yang dirasakan
Rasus akibat kehilangan sosok emak yang ada dalam diri Srintil. Artinya Rasus
tidak ingin kehilangan Srintil seperti ia kehilangan emaknya untuk kedua kalinya.
Oleh kerena itu, Rasus membayangkan bahwa jika ada orang yang punya perasaan
yang sama seperti Rasus, maka ia akan mengalami ketakitan dan kehilangan.
menggunakan kata pengandaian yakni “ Andaikata” sama seperti pada kalimat (a).
Tidak ada makna tertentu pada kalimat (b) yang jelas bahwa kalimat ini
melukiskan bahwa jika burung mempunyai pikiran dan naluri seperti manusia,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
maka mereka pun merasakan apa yang yang mereka lihat pada waktu itu. Dalam
trilogi diceritakan bahwa Marsusi sedang gelisah karena keinginan untuk bertemu
Srintil tidak
bahasa alegori misalnya fabel atau parabel yang di dalamnya memuat tentang
moral atau spiritual manusia. Baisanya merupakan cerita-cerita yang panjang dan
rumit dengan maksud dana tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang
jeli justru jelas dan nyata. Dalam trilogi tidak banyak ditemukan penggunaan
majas alegori. Oleh karena itu, peneliti hanya menyajikan dua contoh gaya bahasa
Dukuh Paruk dari medan perang disambut oleh Srintil yang disebut sebagai
seorang Ronggeng yang cantik jelita. Pengarang ingin memberikan maksud dan
yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi
75
Analisis gaya bahasa alegori pada kalimat (b) menunjukan cerita tentang
Gatot Kaca yang mengalahkan penjahat. Tidak ada makna khusu dalam kalimat,
cerita Gatot Kaca yang terkenal dengan kekuatan untuk melawan kejahatan.
Pengarang membandingkan antara tokoh wayang Gatot Kaca dan Rasus sebagai
seorang tentara. Dalam hal ini, pengarang sengaja menyinggung cerita mengenai
Gatot Kaca karena mengandung nilai moral dan spiritual yang hendak dibagikan
kepada pembaca. Oleh karena itu, dala gaya bahasa ini yang disajikan kepada
semantik yang bertentangan. Ciri khusus dalam gaya bahasa ini adalah
menggunakan antonim atau lawan kata dalam penggunaan kalimat. Dalam trilogi
Ronggeng Dukuh Paruk hanya satu contoh majas antitesis yang digunakan oleh
pengarang yakni:
perlawanan antara sifat manusiawi atau duniawi dan hal yang berkaitan dengan
moral atau religius. Penggunaan antonim dalam kalimat (a) terelatk pada pilihan
76
Sedangkan sedangkan suara hati dan suara nurani memilki arti perasaan, atau hal
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun
secara praktis kedua istilah disamakan saja, namun ada yng ingin membedakan
keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu
dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau
yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebiha kata yang lain
antara lain:
disayang namun berubah menjadi benci, dan kemudian orang yang dibenci
dilempar ke dalam kobaran api dan lenyap seketika itu juga. Tidak ada makna
yang lebih dalam dari kalimat tersebut. Kalimat (a) mengandung gaya bahasa
pleonasme karena terdapat kata-kata yang berlebihan yakni pada pilihan kata
kulemparkan dengan tanganku jika diliat, kata tangan sudah mewakili lempar.
Oleh karen itu dikatakn bahwa kalimat tersebut berlebihan dan bisa dihilangkan
77
Analisi gaya bahasa pleonasme pada kalimat (b) kurang lebih sama
seperti kalimat (a). Makna dari kalimat (b) adalah kotoran kambing bisa dijadikan
dianggap berlebihan yang dapat dibuktikan dengan adanya pilihan kata “ Busuk”
dan “Menjijikan”. Arti busuk yakni rusak dan berbau tidak sedap. Dalam hal ini
yang sama arti sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti
maupun hanya sebagai gaya. Sejalan dengan pendapat Keraf, (1984: 133) yang
mengatakan bahwa semua acuan tetap utuh dengan makna yang sama walaupun
dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya adapat diganti dengan
satu kata saja. Berikut contoh kalimat dengan gaya perifrasis beserta maknanya
yakni:
a. “Mau menggemit pipinya yang tambun dan padat” (hal. 154) (Pe. 1)
b. “Srintil membeku dan membisu” (hal.126) (Pe. 2)
Makna dari kalimat (a) adalah pipi dari tokoh bayi Gonder yang berisi dan
padat. Kalimat (a) adalah kalimat gaya bahasa perifrasis dengan menggunakan
kata-kata yng lebih banyak dari yang diperlukan. Dapat dibuktikan dengan
dibuktikan dengan pilihan kata “ Tambun” dan “Padat”. Tambun memiliki arti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
yakni berisi, gemuk dan gembul karena kurang bergerak. Sedangkan padat
memilki arti sesuatu yang terisi penuh, jika dihubungkan dengan manusia sama
rtinya dengan berisi, atau sesak. Oleh karena itu, kedua kata-kata yang berlebihan
Makna dari kalimat (b) yakni tokoh Srintil yang terdiam dan kaku.
Penggunaan kata-kata yang berlebihan juga terdapat pada contoh kalimat ini. kata-
kata yang berlebihan yakni membeku dan membisu. Kedua kata tersebut dapat
dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang
Makna dari kalimat (a) yakni Kartareja mengetahui ada tamu yang akan
datang ke rumahnya lewat suara helaan napas Dower. Dalam trilogi diceritakan di
mana Kartareja yang mampu mengetahui Dower yang akan datang ke rumahnya.
79
Makna yang ditangkap dalam kalimat (b) yakni, Srintil memberi tahu
kepada penjaga warung di pasar Dawun bahwa ia ngantuk dan ingin tidur. Setelah
mendapat izin dari penjaga warung ia kemudian tidur di dipan yang berada depan
warung. Dalam kalimat (b) terdapat gagasan yang terlebih dahulu digunakan dan
Makna dan maksud dari kalimat (c) yakni ,Bajus telah mengetahui
keadaan sekitar yang ramai dengan pengunjung, oleh kerena itu ia memilih
tempat yang sepi sehingga bisa memanfaatkan waktu berdua dengan Srintil.
Terdapat penggunaan kalimat yang mendahuli kalimat yang akan terjadi, terdapat
a. “Ah nenekku. Mengapa bukan sejak dulu aku mencari gambar wajah
emak pada kerentaanmu? Oh, tidak, tidak. Aku sudah mendapat
pelajaran”. (hal 106) (K. 1)
b. “Ya, mas. Eh, Sersan” (hal. 251) (K. 2)
c. “Oh,Pak. Eh, Mas. Jadi Mas sudah tahu siapa aku?” (hal. 327)
(K/Koreksio 5)
Makna yang terkandung pada kalimat (a), yakni Rasus yang awalnya
masih ragu pada sosok emaknya yang dicari pada diri neneknya, namun pada
akhirnya ia menemukan sosok seorang emak pada diri neneknya. Pada kalimat
(a), terjadi perbaikan oleh tokoh Rasus, awalnya dia kurang yakin, namun ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Makna dari kalimat (b) yakni, sapaan Rasus yang memanggil Sersan atau
atasannya dengan sebutan mas namun diperbaiki kembali karena ia sadar bahwa
pangkat lebih tinggi dibanding Rasus yang pada awalnya hanyalah seorang
kacung.
4.3 Pembahasan
beberapa hal. Pertama, pemakaian kata yang khas. Dengan menggunakan kata
dimungkinkan oleh adanya gambaran bahwa satu hal sama atau seperti, atau
81
sendiri. Pemilihan dan penggunaan bentuk kiasan bisa saja berhubungan dengan
sesuatu dengan yang lain melalui ciri-ciri kesamaan antara kedua, misalnya yang
berupa ciri fisik, sifat, suasana, tingkah laku dan sebagiannya (Wicaksono, 2014:
30).
empat kelompok, yaitu: (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, (3)
majas pertautan, dan (4) majas perulangan. Keempat majas tersebut dibagi lagi ke
dalam beberapa jenis gaya bahasa beserta konsepnya. Terdapat tiga hal yang
dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain: gaya bahasa simile atau
pleonasme, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis atau gaya
hal atau gagasan yang berbeda namun seolah-olah sama. Pengertian ini sejalan
82
adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja
kita anggap sama. Itulah sebabnya sering pula gaya bahasa perumpamaan
Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hak atau gagasan yang
antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup
ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa adalah gaya bahasa yang
menginsankan benda atau hal-hal yang tidak berwujud dan mati. Selaras dengan
yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa atau ide
Gaya bahasa lainnya yakni gaya bahasa alegori. Menurut Tarigan (1985: 24)
sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua
83
Gaya bahasa lain yakni pleonasme atau tautologi, adalah gaya bahasa yang
dihapus, makna secara keseluruhan tetap utuh. Sejalan dengan pendapat Tarigan
sebenarnya tidak perlu. Gaya bahasa selanjutnya adalag gaya bahasa perifrasis.
Perifrasis, adalah gaya bahasa yang mirip seperti gaya bahasa pleonasme. Dalam
gaya bahasa perifrasis, setiap kata-kata yang berlebihan dapat dihilangkan dan
kemudian diganti dengan kata yang lebih sederhana. Tarigan (1985: 31)
mengatakan bahwa pada gaya bahasa perifraisi, kata-kata yang berlebihan itu,
pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja. Gaya bahasa lainnya yakni
sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi. Gaya bahasa yang terakhir adalah
gaya bahasa koreksio atau epanortosis. Gaya bahasa koreksio adalah gaya bahasa
Sejalan dengan pendapat Tarigan, (1985: 34), koreksio adalah gaya bahasa yang
Kedua, setiap gaya bahas pada majas perbandingan memiliki ciri khas atau
ciri penanda yang digunakan untuk membedakan kedua hal atau gagasan yang
berbeda. Alasan mengapa setiap gaya bahasa memili ciri penanda dilihat dari
fungsinya yakni, fungsi yang pertama, sebagai pembeda dalam kalimat yang
digunakan. Kedua, memilki fungsi sebagai penegas dari setiap gaya bahasa yang
84
Pada gaya bahasa simile atau perumpaan yang pada hakekatnya adalah
membandingkan dua yang berbeda namun sengaja dianggap sama. Hal ini sejalan
adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan sengaja kita
anggap sama. Ciri penanda yang digunakan dalam gaya bahas ini adalah seperti,
Pada gaya bahasa metafora, menurut Tarigan (1985: 15), yang menyatakan
bahwa perbandingan dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental
yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengann penggunaan ciri-
ciri penanda seperti, ibara, bak, umpama dan sebagiannya padda gaya bahasa
perumpamaan. Gaya bahasa personifikasi, tidak ada cara penanda khusus yang
digunakan. Pada gaya bahasa ini hanya melekatkan ciri manusia pada benda-
benda mati. Sejalan dengan pendapat Tarigan (1985: 17) yang mengatakan bahwa
personifikasi melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan
eksplisit sejalan dengan pendapat pendapat Tarigan (1985: 21) yang menyatakan
pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya. Pada
gaya bahasa alegori ciri penanda yang ditonjolkan yakni pada cerita yang
dihubungkan dengan kalimat dalam cerita sedangkan Pada gaya bahasa anitesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
ciri penanda yang digunakan yakni berupa lawan kata atau pertentangan. Sejalan
dengan pendapat Tarigan dalam buku yang berjudul Pengajaran Gaya Bahasa,
Ciri penanda pada gaya bahasa pleonasme dan perifrasis yakni sama-sama
memilki kata atau gagasan yang berlebihan. Meski berlebihan, namun jika
dihilangkan salah satu arti dan disimpulkan menjadi lebih sederhana, tetap tidak
mengubah makna secara keseluruhan, jadi makna kalimat dalamnya masih teta
utuh. Sedangkan pada gaya bahasa antisipasi ciri penanda yang digunakan lebih
pada penggunaan kata, kalimat atau gagasan yang terlelbih dahulu digunakan dari
kalimat yang sebenarnya akan terjadi. Selanjutnya adalah ciri penanda dalam gaya
Ketiga, hal penting yang berkaitan dengan makna kata dalam bahasa kias.
yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan
dalam bahasa kias. Setiap makna yang disampaikan tentunya memilki maksud
dengan bahasa kias atau majas. Makna yang disampaikan memiliki manfaat yakni
86
sederhana kepada pembaca sehingga menarik perhatian pembaca. Oleh karena itu,
pengungkapan gagasan dalam dunia satra sesuai dengn sifat alami sastra yang
pemakaian aneka bentuk bahasa kias itu. Pemakaian bentuk tersebut di samping
untuk membangkitkan suasana dan kesan tertentu, tanggapan indra tertentu, juga
Berdasarkan pengumpulan data dan hasil analsis data yang diperoleh oleh
Paruk, yakni jumlah masing-masing gaya bahasa dari trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk yakni; gaya bahasa simile sebanyak 23 buah, gaya bahasa metafora
gaya bahasa antitesis hanya 1 buah, gaya bahasa pleonasme terdapat 2 buah, gaya
bahasa perifrasis dua buah, gaya bahasa antisipasi atau prolepsis sebanyak 11
metafora dan simile. Kemudian diikuti dengan penggunaan jenis gaya bahasa
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Semantik” ini
peneliti memaparkan tiga hal penting , yakni pertama, penggunaan jenis gaya
bahasa dalam trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Kedua, penggunaan dan analisis
ciri penanda dalam setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan. Ketiga, analisis
makna yang terkandung dari setiap gaya bahasa yang terdapat dalam trilogi
ditemukan meliputi, sepuluh jenis, yakni gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa
alegori, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa pleonasme, gaya bahasa perifrasis,
Kedua, ciri penanda yang terdapat dari setiap gaya bahasa yakni melihat
ciri khas berupa kata-kata penegas, dan kata-kata pembeda yang membedakan
antara gagasan yang satu dengan gagasan yang lain. Selain itu juga terdapat ciri
Ketiga, makna yang ingin disampaikan melalui gaya bahasa dalam majas
pemaparan makna agar pembaca sastra memahami setiap bentuk gaya bahasa kias
yang digunakan. Penggunaan setiap gaya bahasa dalam sebuah karya sastra agar
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
ceritanya lebih hidup dan berwarna sehingga pembaca lebih tertarik membaca
ceritanya. Selain itu juga bagi pembaca yang jeli, pasti menangkap maksud dan
5.2 Saran
lebih luas oleh peneliti selanjutnya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya berfokus
pada satu majas saja yakni majas perbandingan dan makna yang disampaikan.
Apabila ada peneliti lain yang ingin meneliti mengenai majas sekiranya tidak
hanya berfokus pada satu majas saja. Peneliti lain juga hendaknya meneliti
tentang stilistika dengan objek karya sastra lainnya dalam ruang lingkup
89
DAFTAR RUJUKAN
Al-Ma‟ruf, Ali Imron. 2009. “Kajian Stilistika Novel Trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk Karya Ahmad Tohari. Perspektif Kritik Seni Holistik”. Disertasi.
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Laksana, I Ketut Darma. 2010. Majas dalam Bahasa Pers. Denpasar-Bali: Bali
Media Adhikarsa.
Nurhayati, Endah Sri. 2013. “Majas Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya
Ahmad Tohari: Kajian Stilistika dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar
Bahasa Indonesia.” Tesis. Program Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Riadi, Muchlisin. 2016. Pengertian, Fungsi dan Jenis-jenis Majas. Diambil pada
tanggal 7 Mei 2017 dari
http://www.kajianpustaka.com/2016/11/pengertian-fungsi-dan-jenis-jenis-
majas.html
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Sudaryanto. 1993. Metodo dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Umami, Laudia Riska. 2016. “Metafora dan Metonimia dalam Novel Gelombang
Karya Dewi Lestari dan Kelayakan sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di
Sekolah Menengah Atas (SMA)". Skripsi. Universitas Lampung.
92
Petunjuk: Beri tanda centang (Ѵ) pada kolom triangulator (setuju atau tidak setuju) dan berikan komentar pada kolom keterangan
triangulator.
No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triang Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan ulator Triangulator
Dukuh Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
Paruk maan ikasi soni me
fikas
i
1. Buku Pertama 1. Sepasang burung Ѵ Sepasang burung Ѵ
“Catatan Buat bangau malayang bangau yang
Emak” meniti angin (hal. sedang terbang
9). melawan arus ang
In
(Disebut gaya
bahasa
personifikasi
karena dianggap
melibatkan benda
mati pada benda
hidup atau sifat
insani)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati seakan-
akan menjadi
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
95
(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati menjadi
hidup)
96
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
12. Ketika angin Ѵ Angin yang Ѵ
tenggara menyapu menggugurkan
harum bunga kopi bunga daun kopi.
yang selalu mekar di
musim kemarau (hal. (Termasuk dalam
13) gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda mati menjadi
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
dinyatakan secara
terang-terangan)
Simile/ Meta- Per- De- Alle Anti Pleo Perif Antisi Kore S TS
perumpa fora sonif Per gori tesis nas rasis pasi ksio
maan ikasi soni me
fikas
i
12. 16. Hujan yang Ѵ Suasana dukuh Ѵ Dapat diganti dengan
kemudian turun paruk yang sunyi gaya bahasa
membuat dukuh dan sepi. perifrasis krena
paruk semakin penggunaan kata
kecil dan beku (hal. (Termasuk dalam
kecil dan beku bisa
22) gaya bahasa
personifikasi
diganti dengan kata
karena melibatkan sunyi
benda mati menjadi
hidup)
13. 17. Dukuh Paruk Ѵ Keadaan desa Ѵ Termasuk ke dalam
mulai hidup (hal. yang ramai gaya bahasa
24) dengan personifikasi. Kerena
penduduknya merupakan nama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
tempat.
(Termasuk dalam
jenis gaya bahasa
metafora karena
membandingan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
terang-terangan)
101
102
(Termasuk gaya
bahasa metafora
karena
mengandung dua
hal yang
dibandingan tdk
secara jelas namun
menggunakan
makna kiasan atau
viriasi bahasa lain).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
(Termasuk majas
metafora, tidak
menggunakan ciri
penanda)
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang
berbeda namun
disamakan dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu kata
ibarat).
104
fenomena di menyeramkan
pekuburan Dukuh
Paruk malam hari
ketika terjadi
bencana itu. (hal.
32)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
allegori karena
mengangkat
mengenai cerita
atau lambang yang
menceritakan
tentang kehidupan
moral manusia).
(Termasuk dalam
gaya bahasa
personifikasi
karena melibatkan
benda atau hal yang
mati seakan-akan
menjadi hidup).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
(Termasuk gaya
bahasa matafora
karena
mebandingkan dua
hal yang sama
namun tidak
dinyatakan secara
konkret dan tidak
menggunakan ciri
penanda).
106
107
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena menganggap
benda mati seolah-
olah hidup)
30. 33. Alam sendiri Ѵ Alam telah
yang turun tangan mengatur
mengguruiku dan semuanya
Srintil (hal. 76)
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena menganggap
benda mati seolah-
olah hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
109
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
metafora karena
pemakian kata-kata
yang bukan arti
sebenarnya)
35. 38. Dongen tentang Ѵ Rasus yang Ѵ
seorang pahlawan kembali ke Dukuh
yang pulang dari Paruk disambut
peperangan dan oleh Srintil yang
kembali disambut disebut sebagai
oleh seorang putri seorang ronggeng
jelita ( hal. 103) yang cantik.
(Termasukgaya
bahasa allegori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
karena menyajikan
unsur cerita atau
dongeng)
111
Keterengan :
1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap
sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.
2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.
3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:
4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit
5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.
6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik
yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.
7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu
gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang
dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti
dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).
9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan
atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari
bapak Bupati.
10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia
113
No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangul Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan ator Triangulator
Dukuh Paruk
(Termasuk ke
dalam majas
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang
berbeda dengan
menggunakan ciri
penanda seperti)
4. Rambutnya yang Ѵ Rambut yang Ѵ
hitam meski kusut hitam pekat
memantulkan kilau
yang lembut. (hal. 112) (Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
(Termasuk gaya
bahasa simile karena
membandingkan dua
hal yang berbeda
namun disamakan
dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu kata
seperti).
(Termasuk ke dalam
gaya bahasa metafora
karena pemakian
kata-kata yang bukan
arti sebenarnya)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
(Termasuk gaya
bahasa antisipasi
karena menyatakan
perasaan sebelum
melakukan sesuatu)
8. Alam menagih janji Ѵ Janji manusia Ѵ
kepada mereka (hal. kepada alam
127) untuk merawat
dan menjaga
bumi.
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
118
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
119
(termasuk majas
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).
121
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
18. Sepanjang Ѵ Pertanda buruk Ѵ
menyangkut bintang akan menimpa
asing yang mendekat, Dukuh Paruk.
apalagi sampai masuk
ke rumah, siapa pun di (Termasuk gaya
Dukuh Paruk akan bahasa antisipasi
membacanya sebagi karena
pertanda buruk menunjukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan
dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
19. Pohon-pohon yang Ѵ Ѵ Ketakutan Ѵ
bergoyang itu tampak Sakarya sehingga
olehnya sebagai melihat pohon
kelompok manusia seperti manusia
dalam tarian aneh. yang sedang
(hal. 159-160) menari aneh.
(Termasuk ke
dalam dua gaya
bahasa yaitu simile
dan personifikasi.
Gaya bahasa simile
ditandai dengan
kata sebagai
sedangkan
personifikasi
ditandai dengan
kalimat yang
“pohon-pohon
yang seakan-akan
disamakan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
(Termasuk gaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).
125
sebenarnya).
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
126
(Termasuk
dalamgaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
sebenarnya).
128
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
129
(Termasuk gaya
bahasa antisipasi
karena
menunjukan
penetapan sesuatu
yang telah terjadi
atau yang akan
terjadi).
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
130
131
personifikasi
karena
menggabarkan hal
yang seolah-olah
mati menjadi
hidup).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Trian Keterangan
dan Penjelasan gulat Triangulator
or
Simil M Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S T
e/ eta r- Per eg tesis eo rif tisi ksio S
peru - so soni ori na ra pa
mpa for nif fikas sm sis si
maan a ik i e
asi
35. Kehendak Sang Ѵ Kehendak Tuhan Ѵ
Mahasutradara. (hal. sebagai pencipta.
223)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
yang bukan arti
atau makna
sebenarnya).
(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasap
ersonifikasi karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
134
(Termasuk ke
dalam gaya bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
Keterengan :
1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap
sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.
2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.
3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:
135
4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit
5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.
6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik
yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.
7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu
gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.
8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang
dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti
dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).
9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan
atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari
bapak Bupati.
10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia
136
No. Trologi Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula Keterangan
Ronggeng dan Penjelasan tor Triangulator
Dukuh Paruk
1. Buku Ketiga Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
“Jantera pamaa fora so soni ori na ra pa
Bianglala” n nif
ik
fikas
i
sm
e
sis si
asi
(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).
(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)
139
Dukuh Paruk
(Termasuk ke
dalam majas
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena bukan hal
yang dimaksud dan
kemudian
diperbaiki kembali
oleh penutur)
142
(Termasuk dalam
gaya bahasa
metafora karena
menggunakan
kata yang bukan
arti atau makna
sebenarnya).
(Termasuk gaya
bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaitu
sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
144
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
145
(Termasuk majas
simile karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
147
karena
menggunakan
kata atau kalimat
pengandaian)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
(Termasuk ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
150
151
(Termasuk gaya
bahasa koreksio
karena
menegaskan
sesuatu yang
salah dan
kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
memperbaiki
kembali).
Data Jenis Majas Perbandingan Makna Semantik Triangula
dan Penjelasan tor
Simile/ Met Pe De- All Anti Pl Pe An Kore S TS
perum a- r- Per eg tesis eo rif tisi ksio
pamaa fora so soni ori na ra pa
n nif fikas sm sis si
ik i e
asi
31. Gema suara Ѵ Suara burung Ѵ
burung celeuk celepuk
membuat Srintil membuat Srintil
merasa kecil dan semakin takut
semakin kecil.
(hal. 333)
(Termasuk ke
dalam gaya
bahasa
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
hidup)
153
bukan makna
yang sebenarnya)
33. Bajus menghadap Ѵ Menarik Ѵ
pelayan yang jelas perhatian
dipandang
sebagai burung
pemikat. (hal. (Termasuk gaya
351) bahasa simile
karena
membandingkan
dua hal yang beda
dengan
menggunakan ciri
penanda yaiti
seperti)
154
(Termasuk gaya
bahasa metafora
krena menujukan
bukan makna
yang sebenarnya)
155
dan personifikasi.
Disebut majas
metafora karena
mengakar di hati
melambangkan
hal yang tidak
dinyatakan secara
implisit dan
bukan makna
sebenarnya,
sedangkan
personifikasi
karena
menggambarkan
benda mati yang
seakan-akan
hidup)
(Termasuk gaya
bahasa allegori
karena
mengandung
cerita perihal
moral dan spritual
manusia).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
(Termasuk gaya
bahasa metafora
karena
membandingkan
hal yang sama
namun tidak
menggunakan ciri
penanda dan
bukan arti
sebenarnya).
39. Ada angin Ѵ Rasus menjadi Ѵ
beliung besar pusing, diam dan
berpusar-pusar menunduk
dalam kepalaku.
(hal. 402) (Termasuk gaya
bahasa
personifikasi
karena
melekatkan sifat-
sifat yang insani
atau hidup pada
benda yang mati).
Keterengan :
1. Perumpamaan/ simile adalah perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap
sama. Gaya bahasa ini biasanya menggunakan kata-kata perumpamaan misalnya: seperti, ibarat, bagaikan, sebagai, bak, laksana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
2. Metafora adalah perbandingan yang implisit di antara dua hal yang berbeda. Tanpa menggunakan kata seperti,atau bagaikan.
3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh:
4. Depersonifikasi atau pembendaan adalah lebih pada membedakan manusia atau insan dengan menggunakan gaya bahasa secara eksplisit
5. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang metafora yang diperluas. Biasanya mengenai moral atau spritual manusia.
6. Antitesis adalah gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengadung ciri-ciri semantik
yang bertentangan. Contoh: Dia bergembira ria di atas penderitaan orang lain.
7. Pleonasme atau tautologi adalah acuan yang menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk menyatakan suatu
gagasan atau pikiran. Contoh: kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh.
8. Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme. Keduanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari yang
dibutuhkan namun, yang membedakan antara keduanya yaitu dalam parafrasis kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya diganti
dengan sebuah kata saja. Contoh: Paman telah beristirahat dengan tenang dan dalam damai selama-lamanya (meninggal).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
9. Antisipasi atau prolepsis adalah gaya bahasa yang berwujud memperggunakan lebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan
atau peristiwa sebenarnya terjadi atau yang akan terjadi. Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari
bapak Bupati.
10. Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi kemudian diperbaiki atau dikoreksi. Contoh: Dia
Triangulator,
159
BIODATA PENULIS
sebagai mahasiswa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2013. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dahrma
Yogyakarta diakhiri penulis dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul
Pemakaian Majas Perbandingan dalam Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad