Atresia Ani Kel.4
Atresia Ani Kel.4
Atresia Ani Kel.4
1. Definisi
Atresia ani adalah salah satu malformasi kongenital yang lebih umum di sebabkan
oleh perkembangan abnormal. Formasi mal ini dapat berkisar dari stenosis anal
sederhana hingga mencangkup anomali komplek genitourinari dan organ pelvis yang
mungkin memerlukan perawatan ekstensif untuk tinja, kemih dan fungsi seksual. Atresia
ani dapat terjadi dalam isolasi atau sebagian dari asosiasi VACTREL (vertebra, anal,
cardial, eshopagus, renal, limb). (Wong, 2013).
Atresia ani merujuk pada suatu spektrum cacat. Beberapa bersifat komplek, sulit di
kelola dan disertai dengan kekurangan anatomi penting, sedangkan yang lain
merupakan cacat ringan. Atresia ani tampil dalam berbagai tingkatan stenosis sampai
agenesis anus atau agenesis sampai atresia rektum. (Nelson, 2016)
Atresia ani adalah cacat lahir di mana rektum mengalami malformasi.yang mana
spektrum anomali kongenital yang berbeda pada pria dan wanita yang bervariasi dari
lesi yang cukup kecil hingga anomali kompleks.
2. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada
kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli
masih jarang terjadi bawaan gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.
Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau
mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia
letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau
berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 7 minggu Adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
1. Pemakain alkohal oleh ibu hamil. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat
menyebabkan sindroma alkohol pada janin dan obat – obatan tertentu yang di
minum ibu hamil juga bisa menyebabkan kelinan kongenital.
2. Penyakit rhesus, jika ibu dan bayi pempunyai rhesus yang berbeda.
3. Teratogenik. Teratogren adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan
atau meningkat kan resiko suatu kelainan bawaan. Secara umum radiasi dan racun
merupakan teratogen.
4. Infeksi pada ibu hamil. Beberapa infeksi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan
kelainan bawaan antara lain, sindrom rubella, toksoplasmosis, varisela dan infeksi
virus herpes.
4. Klasifikasi
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses
tidak dapat keluar.
2. Inperforata membran adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran
anal dan fistula eksternal pada perineum. Gejala lain yang nampak diketahui adalah
jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal,
pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol. Bayi
muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena
cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium.
Menurut Nelson, (2016) manifestasi dari atresia ani adalah:
a. Lesi rendah
Pemeriksaan bayi baru lahir meliputi inspeksi dari perineum. Tidak adanya
lubang anal di posisi yang benar mengarah ke evaluasi lebih lanjut. Bentuk
anus imperforata ringan dengan fistula perianal. Posisi normal anus pada
perineum sekitar setengah jalan Antara tulang ekor dan skrotum atau introitus.
Meskipun gejala utama sembelit telah dikaitkan dengan anus ektopik anterior
(perbandingan <0,34 pada perempuan, <0,46 pada laki laki), banyak pasien
tidak memiliki gejala.
Jika tidak ada anus atau fistula yang terlihat, mungkin ada lesi rendah atau anus
tertutup. Dalam kasus kasus ini, ada bokong yang terbentuk dangan baik dan
sering kali raphe yang berujung tebal atau “bucket handle”. Setelah 24 jam
tonjolan mekoneum dapat terlihat, dengan tampilan biru atau hitam, diikuti oleh
program pelebaran.
Pada anak-laki laki, fistula perianal dapat melacak anterior sepanjang rapia
median melintasi skrotum dan bahkan menuruni batang penis. Ini biasanya jalur
tipis, dengan rektum normal seringkali hanya beberapa millimeter dari kulit.
Kelainan ekstraintestinal terlihat pada <10% pasien ini.
Pada seorang gadis, lesi rendah memasuki ruang depan atau fourchette (mukosa
lembap diluar selaput dara tetapi didalam introitus). Dalam hal ini rektum telah
turun melalui kompleks sfingter.
Anak–anak dengan lesi rendah biasanya dapat diobati pada awalnya dengan
manipulasi dan pelebaran perineum. Memvisualisasikan fistula rendah ini
sangat penting dalam evaluasi dan pengobatan sehingga seseorang harus
menghindari lewat pemasangan selang nasogastrik selama 24 jam pertama
untuk menghindari kemungkinan adanya perut dan usus buncit, mendorong
mekoneum kedalam rektum distal.
b. Lesi tinggi
Pada anak laki–laki dengan atresia ani perinium tampak rata. Mungkin ada udara
atau mekonium yang di lewatkan melalui uretra ketika fistula tinggi, memasuki
bulbar (bagian bawah uretra) atau uretra prostat atau bahkan kandung kemih.
Dalam fistula uretra rektobulbar (yang paling umum pada anak laki–laki),
makanisme sfingter baik. Sakrum dapat di operasi dan lesung dubur ada. Pada
fistula uretra rectoprostatik, sakrum berkembang buruk, skrotum mungkin bifid,
dan ada lesung dekat skrotum. Dalam fistula rectovesikular mekanisme sfing
kurang berkembang dan sakrum hipoplastik atau tidak ada. Pada anak laki-laki
denga trisomi 21 semua fitur lesi tinggi mungkin ada tetapi tidak ada fistula
sakrum dan mekanisme spingter meka biasanya berkembang dengan baik. Pada
anak perempuan dengan atresia ani tinggi mungkin ada penampilan fistula
retrovaginal walaupun jarang terjadi. Sebagian besar ada fistula fourtchette yang
di jelaskan sebelumnya atau merupakan bentuk anomali kloaka.
c. Kloaka persisten
Pada kloaka persisten, tahap embriologis menetap dimana rektum, uretra, dan
vagina bergabung dalam lubang umum kloaka. Penting untuk menyadari hal ini,
karena perbaikan sering membutuhkan reposisi uretra dan vagina serta rektum.
Anak- anak dari kedua jenis kelamin dengan lesi tinggi memerlukan kolostomi
sebelum perbaikan.
d. Atresia rektum
Adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1 % dari anomali anorektum. Cacat ini
mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin. Tanda yang unik
pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanla anus dan anus yang
normal. Cacat ini sering di temukan ketika mengukur suhu rektum. Ada obstruksi
sekitar 2 cm di atas batas kulit. Prognosis fungsional sangat baik karena mereka
mempunyai mekanisme sfingter yang normal (dan sensasi normal), yang terletak
di kanal anus.
6. Patofisiologi
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang di sebut kloaka.
Pertumbuhan kedalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum
yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran kencing di sebelah ventral.
Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi terpisah sempurna pada
umumnya kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama, bagian urogenital yang
berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedangkan bagian anus
tertutup oleh membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu ke-8.
Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase
menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan
bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian genitourinaria dan
bagian rektum kloaka menimbulkan fistula.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
b. Sinar X terhadap Abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
c. Pemeriksaan Fisik Rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
d. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
8. Penatalaksanaan
1. Penatalasanaan medis
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan atresia ani adalah:
a. Kolostomi
Bayi laki-laki maupun perempuan yang didiagnosa mengalami malformasi
anorektal (atresia ani) tanpa fistula membutuhkan satu atau beberapa kali operasi
untuk memperbaikinya. Kolostomi adalah bentuk operasi yang pertama dan biasa
dilakukan. Kolostomi dilakukan untuk anomaly jenis kelainan tinggi (High
Anomaly), rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia
rektum, dan jika hasil jarak udara di ujung istal rektum ke tanda timah atau logam
di perineum pada radiologi invertogram > 1 cm. Tempat yang dianjurkan ada 2 :
transverso kolostomi dan sigmoidostomi. Bentuk kolostomi yang aman adalah
stoma laras ganda.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara (4-8 minggu) sebelum dilakukan
pembedahan. Pemasangan kolostomi dilanjutkan 6-8 minggu setelah anoplasty
atau bedah laparoskopi. Kolostomi ditutup 2-3 bulan setelah dilatasi rektal/anal
postoperatif anoplasty. Kolostomi dilakukan pada periode perinatal dan diperbaiki
pada usia 12-15 bulan.
b. Dilatasi Anal (secara digital atau manual)
Dilatasi anal dilakukan pertama oleh dokter, kemudian dilanjutkan oleh
perawat. Setelah itu prosedur ini diajarkan kepada orang tua kemudian
dilakukan mandiri. Klien dengan anal stenosis, dilatasi anal dilakukan 3x sehari
selama 10-14 hari. Dilatasi anal dilakukan dengan posisi lutut fleksi dekat ke
dada. Dilator anal dioleskan cairan/minyak pelumas dan dimasukkan 3-4 cm ke
dalam rektal.
Pada perawatan postoperatif anoplasty, dilatasi anal dilakukan beberapa
minggu (umumnya 1-2 minggu) setelah pembedahan. Dilatasi anal dilakukan
dua kali sehari selama 30 detik setiap hari dengan menggunakan Hegar Dilator.
Ukuran dilator harus diganti setiap minggu ke ukuran yang lebih besar. Ketika
seluruh ukuran dilator dapat dicapai, kolostomi dapat ditutup, namun dilatasi
tetap dilanjutkan dengan mengurangi frekuensi.
c. Anoplasty. Anoplasty dilakukan selama periode neonatal jika bayi cukup umur
dan tanpa kerusakan lain. Operasi ditunda paling lama sampai usia 3 bulan jika
tidak mengalami konstipasi. Anoplasty digunakan untuk kelainan rektoperineal
fistula, rektovaginal fistula, rektovestibular fistula, rektouretral fistula, atresia
rektum.