Landfill System-WPS Office

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

LANDFILL SYSTEM

Dibuat oleh :

Kusuma Pratiwi 1632010037

Fahreza Kemal Maulana 1632010048

Dian Putri Lestari 1632010087

Paralel A

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UPN “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang


dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah
tersebut kemudian menutupnya dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan
polusi udara.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat bermukim, di
sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black
water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey
water).
Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak
dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau
secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan
yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Landfill System

Pembuangan limbah padat dilakukan dengan landfill system yaitu dengan


menyiapkan lahan yang dilapisi oleh beberapa lapisan media, kemudian menebar
limbah padat pada lapisan di atas lahan. Pada sistem ini limbah padat senyawa
organik dikonversi menjadi gas metana dan pupuk kompos.

Tujuan landfill sytem ialah untuk mencegah tercemarnya air permukaan


tanah oleh limbah padat. Landfill system adalah sarana dan fasilitas untuk
pembuangan limbah padat dimana limbah padat diletakkan di atas lahan dan di
bawah limbah padat terdiri atas beberapa lapisan media padat antara lain granular,
geotekstil, plastik, tanah liat, dan batuan lain-lain.

Pada umumnya lapisan terdiri atas dua lapisan tanah liat (clay) dengan
maksimum permiabilitas tertentu kemudian ditutup dengan plastik High Density
Paly Ethylene (HDPE). Lapisan bawah ditutup dengan pasir dan batu Pipa plastik
HDPE diletakkan pada lapisan granular untuk meningkatkan efisiensi sistem.
Sistem monitoring dilakukan terhadap air permukaan tanah untuk mengetahui
apakah terjadi pencemaran atau tidak oleh adanya kebocoran sistem landfill.

Gas dari landfill didapatkan dari hasil degradasi anaerobik limbah padat senyawa
organik dengan komposisi gas sebesar 60% gas metana dan 40% gas
karbondioksida dan gas metana mudah terbakar dan meledak. Oleh sebab itu,
pengendalian proses anaerobik limbah padat dilakukan secara kontinu.
Metabolisme landfill terdiri atas beberapa tahap proses, yaitu;

 Tahap fase aerobik awal berlangsung beberapa hari sehingga O2 mampu


mendefusi ke dalam limbah untuk mengonversi senyawa non-logam.

 Tahap transisi yaitu terjadi konversi asam-asam organik oleh bakteri metan
menjadi asam organik sederhana seperti asam asetat, asam formiat, dan
metanol yang kemudian dikonversi menjadi gas metan, dan

 Fase pembentukan metana yaitu asam-asam organik dikonversi oleh


bakteri metan menjadi gas bio dan hasil samping.

Tahap-tahap manajemen landfill limbah padat senyawa organik perlu


dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

 Desain landfill
o Rancangan fondasi landfill yang cukup kuat,

o Rancangan pelapis yang tepat,

o Pengumpulan air dan gas yang terjadi,

o Rancangan saluran air yang tepat,

o Rancangan pengisian limbah padat organik,

o Konstruksi landfill, dan

o Operasi proses landfill.

 Operasi landfill

o Menginventarisasikan limbah padat baik jenis, konsentrasi maupun


jumlahnya,

o Merancang tata letak alat, dan mesin landfill,

o Merancang tata letak bahan pelapis dan limbah kimia B-3, dan

o Merancang tata letak limbah kimia wujud padat non-B-3.

o Menyusun jenis lapisan, penyaring, granular, geotekstil, plastik High


Density Polyethylene, tanah liat (clay), dan granular pasir.

Gambar 1.1 Sistem landfill untuk limbah padat non-B-3


 Reaksi biokimia pada landfill

o Laju reaksi,

o Biodegradasi lambat,

o Biodegradasi cepat, dan

o Non-biodegradasi.

 Manajemen kebocoran air

o Pengumpulan letak kebocoran,

o Perlakuan limbah padat,

o Monitoring limbah padat, dan

o Penggunaan kembali limbah padat.

 Monitoring lingkungan

o Kualitas udara dan bau tak sedap,

o Monitoring gas CH4, H2S, senyawa organik mudah menguap.

o Monitoring air permukaan tanah, dan

o Monitoring limbah padat.

 Manajemen gas landfill

o Pemantauan limbah padat,

o Pengumpulan limbah padat, dan

o Flaring yaitu gas dibakar agar lingkungan tetap bersih.

Menurut pengarahan Negara Eropa tahun 1995, landfill dibagi menjadi


tiga golongan, yaitu :

 Lokasi untuk limbah kimia bahan berbahaya dan beracun (B-3).

 Lokasi untuk limbah non B-3. dan

 Lokasi untuk limbah inert.

B. Sistem Landfill Tradisional

Limbah yang tidak dapat digolongkan untuk sistem landfill adalah:


 Limbah cair yang tidak bercampur dengan limbah lain,

 Limbah mudah dioksidasi, meledak, dan mudah terbakar,

 Limbah infeksius dari limbah yang berasal dari pasien dengan penyakit
menular, dan

 .Campuran limbah kimia B- dan inert.

C. Sistem Landfill Modern

Pada sistem landfill modern, limbah padat yang digunakan dapat berupa
limbah kimia wujud padat B-3 dan limbah kimia non B-3.

Limbah kimia wujud padat B-c mempunyai karakteristik berikut:

 Mudah meledak,

 Mudah terbakar, yaitu bahan mudah terbakar (flammable) dan bahan dapat
dibakar (combustible), bahan tidak dibakar atau membakar bahan lainnya.
Limbah bentuk ini perlu diwaspadai oleh titik nyala, konsentrasi, dan titik
bakar,

 Reaktivitas, artinya sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan


terurai, bereaksi dengan zat lain sehingga mudah eksplosif atau reaktivitas
terhadap zat lain menghasilkan gas beracun dan berbahaya,

 Korosif,

 Menyebabkan infeksi dari limbah infeksius rumah sakit,

 Beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia, dan

 Berbahaya terhadap kesehatan manusia yang dinyatakan dalam bentuk


bahaya jangka pendek (akut) dan bahaya jangka panjang.

Nilai Ambang Batas (NAB) atau Treshold Limit Value (TLV) diberikan
dalan satuan ppm. Nilal NAB adalah konsentrasi pencemaran udara yang boleh
dihisap seseorang yang bekerja 8 jam per hari selama 5 hari. LD50 adalah dosis
yang berakibat fatal; pada konsentrasi 50%, hewan percobaan mati. Pemisahan
dan penanganan limbah padat tersebut di atas termasuk mengelola limbah padat
dari sumbemya sampai limbah padat ini masuk ke dalam kontainer.

D. Manajemen Teknologi Limbah Padat Terintegrasi

Sarana untuk perlakuan (treatment). penyimpanan (storage), dan


pembuangan (disposal) digunakan sebagai sarana daur ulang, insinerasi,
netralisasi limbah berbahaya dan pada sarana penyimpanan maka limbah kimia B-
3 harus disimpan kurang dari 90 hari. Misi manajemen teknologi limbah kimia
wujud padat B-3 adalah untuk mengurangi dan mencegah semaksimal mungkin
limbah kimia B-3 dan mengolah limbah kimia B-3 dengan teknologi ramah
lingkungan (ecologically sound technologies) yang memenuhi syarat, yaitu:

 Secara ekonomis layak,

 Secara teknis dapat dilaksanakan,

 Secara sosial diingini oleh semua pihak, dan

 Secara ekologis sehat dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi


masyarakat.

E. Tujuan Manajemen Teknologi Limbah Kimia Wujud Padat B-3

Tujuan manajemen teknologi limbah kimia wujud padat B-3 ialah


mengkaji ulang kebutuhan masa kini dan masa mendatang tentang perlakuan,
penyinmpanan, kapasitas pembuangan limbah, dan sarana untuk mengelola
limbah kimia padat baik B-3 maupun non B-3 serta mengkaji perlu tidaknya
stasiun transfer.

F. Strategi Manajemen Teknologi Limbah Kimia Wujud Padat B-3

Strategi manajemen teknologi limbah padat meliputi:

 Mempromosikan dan mengembangkan teknik meminimisasi limbah


dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan atau teknologi bersih
dan penggunaan kembali perolehan produk.

 Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.

 Meningkatkan kerja sama ilmiah antar perguruan tinggi, industri,


pemerintah untuk merealisasi dan menerapkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1997.

 Meningkatkan kerjasama dengan instansi manajemen limbah padat dengan


instansi di luar negeri dan membangun pusat-pusat percontohan
pengolahan limbah industri.

 Inventarisasi limbah organik dan anorganik.

 Meminimisasi limbah organik dan anorganik.

 Peningkatan kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup.


 Pendirian sistem tanggap darurat.

G. Upaya Manajemen Teknologi Limbah Padat

 Penyimpanan limbah padat yaitu menempatkan limbah padat pada


kontainer.

 Pemisahan limbah padat untuk keperluan recycling termasuk kertas, karton,


aluminium, kaleng, plastik, dari sumber limbah padat.

 Pengumpulan limbah padat, alat, dan karyawan pengumpul limbah padat.

 Karakteristik sifat kimia yang meliputi nilai pH, eksplosif tidaknya, dan
reaktivitas, nilai panas, entalpi, udara yang diperlukan dan suhu
pembakaran adiabatik.

 Gas yang keluar dari alat insinerator yaitu gas CO, CO2, N20, NO, air,
senyawa halogen, belerang, fosfor, dan senyawa lain yang mudah
menguap.

H. Pemadatan dan Stabilisasi Limbah di Luar Lokasi

Tujuan sarana pemadatan dan stablisasi ini ialah untuk mengombinasikan


limbah dengan bahan lain seperti semen. Stabilisasi diartikan pula sebagai
kegiatan pemadatan. Limbah dicampur dengan semen, resin plastik atau media
lain yang sejenis dan bergantung pada jenis limbah padatnya. Stabilisasi limbah
mampu mengurangi kelarutan limbah, detoksifikasí limbah, menurunkan tegangan
permukaan limbah dan memperbaiki penanganan dan sifat fisiknya. Resin dan
asphalt untuk membentuk cetakan blok padatan produk lain yang sejenis siap
dibuang. Limbah yang diterima ialah semus limbah senyawa organik dan
anorganik khususnya residu daur ulang, perlakuan, dan insinerasi. Keuntungan
yang didapat ialah isolasi limbah dari lingkungan dan mereduksi terjadinya
pencemaran lingkungan. Kerugian stabilisasi ialah meningkatnya volume limbah
yang terjadi dan stabilisasi dilakukan jika proses daur ulang tidak dapat dilakukan.

I. Bahaya Kebakaran

Bahaya kebakaran dan peledakan adalah kejadian yang sangat berbahaya


di dunia industri karena dapat menyebabkan meninggalnya para karyawan, luka-
luka, dan juga sarana produksi di industri kimia, industri petroleum, industri
farmasi, industri pangan dan lain-lain.

J. Jenis Zat yang Mudah Terbakar

 Bahan mudah terbakar (Flammable) dan


 Bahan yang dapal dıbaka (Combustible).

Kebakaran merupakan proses pembakaran suatu proses reaksi yang kompleks


antara bahan bakar (fuel), oksigen (oxydizer), dan sumber nyala (ignition sources).
Jika udara bertindak sebagai oksidaiser, maka konsentrasi minimal tertentu bahan
bakar akan mudah menyala, sementara itu konsentrasi minimum diperlukan
sangat tergantung pada suhu campuran dan juga tekanan. Konsentrasi minimum
bahan bakar dalam udara yang diperlukan untuk menyala pada suhu ambient
disebut lower flammable limits (LFL). Jika konsentrasi zat di atas LFL, maka
nyala tak akan terjadi dan hal ini disebut upper flammable limit (UFL). Di
samping itu, terdapat pula Limiting Oxygen Index (LO) mirip LFL.

Reaksi eksoterm melibatkan bermacam-macam bahan bakar gas, cairan, dan


padat. Bahan bakar cair dan padat diuapkan dahulu sebelum dibakar. Gas dan uap
dicampur dengan oksigen atau udara untuk membentuk nyala api. Bahan bakar
dioksidasi sambil melepaskan panas. Jika proses pembakaran menghasilkan
kenaikan tekanan, maka akan terjadi peledakan.

K. Zat Terbakar

Suatu zat terbakar jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

 Adanya titik nyala (flash point) yaitu suhu terendah dimana uap zat dapat
dinyalakan,

 Konsentrasi suatu zat mudah terbakar (flammable limits) jika konsentrasi


uap dan gas yang dapat dinyalakan. Konsentrasi suatu zat terendah masih
dapat dibakar disebut low flammable limits dan konsentrasi suatu zat
tertinggi masih dapat dinyalakan disebut upper flamnable limits. Kekuatan
oksidasi menentukan suatu zat nmudah terbakar,

 Titik bakar yaitu suhu dimana zat terbakar dengan sendirinya (ignition
paint),

 Minimal hazard yaitu bahan stabil dan tidak akan terbakar jika tidak
dibakar,

 Slight hazard artinya bahan yang dipanaskan terlebih dahulu sebelum


terjadi kebakaran dengan titik nyala lebih dari 200°C,

 Moderate hazard artinya bahan sedikit dipanaskan sebelum terjadi


kebakaran dengan titik nyala antara 100- 200°C,

 Serious hazard artinya bahan mudah menyala pada keadaan suhu dan
tekanan normal termasuk cairan dengan titik nyala kurang 73oC dan titik
didih lebih dari 100°C.
 Amat berbahaya berarti gas mudah terbakar dengan titik nyala kurang dari
73°C dan titik didih kurang dari 100oC [Wentz, C.A., 1999].

Bahaya kebakaran dapat dibahas sebagai berikut:

 Amat berbahaya artinya gas atau cairan yang mudah terbakar,

 Peringatan artinya cairan dengan titik nyala kurang dari 100°C,

 Kehati-hatian artinya bahan cairan mudah dibakar dengan titik nyala 100°-
200°C,

 Bahan mudah terbakar jika dibakar, dan

 .Bahan tidak mudah terbakar.

L. Material Terbakar

Material terbakar dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu;

 Flammable aerosol artinya senyawa kimia atau campurannya keluar dari


tangki penyimpan berupa kabut pada tekanan rendah.

 Gas mudah terbakar yaitu gas pada suhu dan tekanan normal dengan udara
mudah dibakar,

 Cairan mudah terbakar jika memiliki titik nyala di bawah 100°C, dan

 Bahan padat mudah terbakar artinya bahan padat terjadi friksi, perubahan
kimia spontan akan terbakar.

M. Panas Pembakaran dan Perpindahan Panas

Bahan bakar fosil gas alam yang terdiri atas metana dan etana mempunyai
panas pembakaran tinggi jika dibandingkan dengan bahan bakar batu bara. Pada
perpindahan panas terjadi tiga mekanisme perpindahan panas, yaitu:

 Konduksi

Konduksi termal melalui padatan homogen.


𝑑𝑡
Q= -kA𝑑𝑥

dengan Q = kecepatan konduksi panas pada sumbu x

A = luas penampang pada sumbu x


𝑑𝑡
= suhu gradient
𝑑𝑥
k = konduktivitas termal

Bahan bakar hidrokarbon cair mempunyai panas pembakaran sekitar


17.000-20.000 Btu/Lb, sedangkan bahan bakar hidrokarbon gas mempunyai panas
pembakaran antara 20.000 sampai 23.000 Btu/Lb.

 Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi berkaitan erat dengan sifat medium


dan bentuk geometri konveksi. Persamaan panas konveksi, yaitu:

Q = h.A.(T1.T2)

Dengan Q = transmisi panas oleh konveksi

h = koefisien perpindahan panas

A = luas permukaan perpindahan panas

T1 = suhu ambient

T2 = suhu pada interface

 Radiasi, konduksi, dan konveksi

Radiasi adalah mekanisme penting perpindahan panas dalam kebakaran.


Perpindahan panas secara konveksi memegang peranan penting dalam gerakan
fluida sedangkan perpindahan panas secara konduksi berlangsung perpindahan
dari satu molekul ke molekul lain. Perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi dipengaruhi oleh perbedaan suhu.

N. Pembakaran Bahan Bakar Padat dan Limbah Kimia B-3

Bahan bakar padat lebih banyak mengandung pencemar jika dibandingkan


dengan bahan bakar gas dan cairan. Kontaminan dalam bahan bakar padat yaitu
kandungan air, sulfur, sulfur dalam pirit (FeS2), hidrogen dan abu. Jika bahan
bakar mengandung kontaminan sulfur dalam pirit dan jika bahan bakar padat ini
dibakar akan terjadi reaksi pembakaran sebagai berikut:

4FeS2 + 11O2 → 2Fe2O3 + 8SO2

4FeS2 + 15O2 → 2Fe2O3 + 8SO2

Pada reaksi pembakaran bahan bakar padat dengan kontaminan pirit maka
gas SO2 merupakan bahan berbahaya dan beracun (B-3). Gas SO2 adalah gas atau
cairan yang tidak berwarna, baunya sangat tajam menusuk hidung yang
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan manusia, menyebabkan batuk-batuk,
sesak nafas, dan menyebakan pedihnya mata manusia. Gas SO2 sangat stabil dan
pada suasana lembab, maka terjadi asam sulfit dan asam sulfat sehingga
menyebabkan korosi terhadap alat dan mesin dunia industri.

O. Pembakaran Karbon dari Batu Bara

Jika karbon dari batu bara dibakar dengan sejumlah udara maka akan
terjadi dua kemungkinan, yaitu reaksi pembakaran sempurna dan reaksi
pembakaran tak sempurna sehingga terbentuk senyawa gas CO.

2C + O2 → 2CO

Pada reaksi ini terjadi pembakaran tak sempurna dimana gas CO


merupakan bahan berbahaya dan beracun (B-3). Gas CO merupakan gas tak
berbau, tidak iritan dan tidak berwarna dan amat beracun. Jika seseorang
menghirup gas CO di atas 2000 mg/L, ia akan kehilangan kesadaran dan
meninggal. Gas CO sangat mudah terbakar (flammable).

Jika reaksi pembakaran karbon pada bahan bakar padat batu bara dengan
oksigen berlebihan, maka akan terjadi reaksi pembakaran sempurna menurut
reaksi sebagai berkut:

2C + 2O2 → 2CO2

P. Pembakaran Senyawa Hidrokarbon

Pada pembakaran gas alam yang terdiri atas CH4, C2H6, C3H8 dengan
oksigen dari udara secara berlebihan, maka akan lenjadi reaksi menurut
persamaan reaksi sebagai berikut:

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

2C2H6 + 7O2 → 4CO2 + 6H2O

C3H8 + 5 O2 → 3 CO2 + 4H2O

Bahan bakar harus berada pada konsentrasi terendah untuk pembakaran.


Oksigen harus ada di atas keperluan minimal. Titik bakar harus berada di atas
suhu minimum. Pada gambar ditunjukkan bahwa interaksi bahan bakar fosil gas
alam, oksigen dalam udara, titik bakar, dan suhu titik nyala. Titik bakar adalah
awal pembakaran dan kebakaran. Titik nyala dipengaruhi oleh komposisi
campuran bahan bakar dan udara.

Suhu nyala bahan bakar padat dipengaruhi oleh ukuran bahan bakar padat,
laju alir udara, dan kecepatan pemanasan. Kombinasi ketiga komponen bahan
bakar, oksigen dan sumber nyala harus ada untuk dimulainya kebakaran.
Gambar 1.2. Pembakaran senyawa hidrokarbon gas alam

Q. Kebakaran Tetrahedron

Kebakaran tetrahedron terjadi karena ada interaksi antara komponen-


komponen sebagai berikut [Wentz, C.A., 1999]

 Bahan bakar padat, gas dan cairan,

 Adanya oksigen dalam udara,

 Adanya sumber panas, dan

 Terjadinya reaksi rantai.

Pada proses pembakaran terjadi pelepasan panas melalui oksidasi bahan bakar
oleh oksigen dalam udara. Reaksi rantai merupakan radikal bebas yang sangat
penting untuk dimulainya reaksi pembakaran. Pembentukan radikal bebas akan
menentukan kecepatan nyala. Jika radikal bebas dipindahkan dari reaksi rantai,
maka kebakaran akan mudah terjadi.

Gambar 1.3. Interaksi antara oksigen, bahan bakar, dan titik bakar [Wentz, C.A.,
1999].

Pada kebakaran tetrahedron terdapat empat komponen dan reaksi rantai


digunakan untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya kebakaran. Hubungan
antara suhu-tekanan-volume merupakan gas ideal, yaitu;

PV = nRT
dengan V = Volume untuk n mol gas, L

P = Tekanan, atm

T = Suhu absolut, oK (Kelvin) atau oR (Rankine)

R = Konstanta gas 0,082 L.atm/g.moloK atau


𝑓𝑡−𝑙𝑏
R = 1543 𝑙𝑏𝑚𝑜𝑙 𝑜
𝑅

𝑐𝑢𝑓𝑡−𝑎𝑡𝑚
R = 0,729 𝑙𝑏𝑚𝑜𝑙 𝑜𝑅

Kebakaran dan peledakan bahan kimia, debu merupakan kejadian yang


sangat berbahaya dalam dunia industri karena hilangnya sarana produk, kematian
karyawan, dan kerugian uang kaitannya dengan kecelakaan ini. Kehilangan sarana
produksi pada gilirannya akan menyebabkan loss prevention khususnya dengan
pihak asuransi.

Gambar 1.4. Kebakaran Tetrahedron [Wentz, C.A., 1991]

Bahan bakar terdiri atas senyawa hidrokarbon baik berwujud cair, atau gas
misal alkana yang terdiri atas unsur karbon dan hidrogen serta jumlah atom
karbon dalam senyawa hidrokarbon menentukan karakteristik pembakaran. Gas
metana sangat mudah terbakar jika dibandingkan dengan khlorometana.
Tabel 1.1 Pengaruh substitusi khlorin dalam gas metana terhadap tingkat nyala

No Senyawa Kimia Tingkat Nyala

1 Gas metana, CH4 Amat sangat mudah menyala

2 Khloro metana, CH3CI Mudah menyala

3 Dikhloronmetana,CH2Cl2 Sulit menyala

4 Khloroform, CCL4 Pemadam kebakaran

[Sumber: Wentz, C.A, 1999]

Zat padat yang mudah terbakar (flammable solid) ialah zat padat yang
dapat menyebabkan kebakaran melalui:

 Friksi,

 Absorpsi campuran,

 Perubahan spontan reaksi kimia.

Loss prevention dalam proses perencanaan dapat dirangkum sebagai berikut:

 Identifikasi dan pengkajian daerah berbahaya,

 Pengendalian daerah berbahaya dengan alat dan metode tepat guna


misalnya:

o Perbaikan pemeliharaan dan substitusi.

o Memotivasi karyawan untuk mengenal daerah berbahaya dan


pemberian saran.

o Memonitor daerah kerja.

o Mengembangkan prosedur kerja yang aman.

o Melatih dan mendidik karyawan.

o Memodifikasi prosedur kerja.

o Perencanaan pencegahan, dan

o Memonitor peraturan situasi.

 Pengendalian proses misalnya pencegahan kondisi daerah berbahaya


dalam operasi variabel proses dengan pengendalian otomatis dan alarm.
 Manajemen pengendalian melalui manajemen sumber daya manusia,
memonitor, mereduksi sumber daerah berbahaya, mengikuti pertemuan
keselamatan, mengawasi kinerja karyawan, merangkum semua kinerja
pada semua tingkat, terbuka dan obyektif, dan

 Pembatasan kehilangan jika terjadi kecelakaan.

Identifikasi dapat dilakukan sccara sistematik untuk mengetahui daerah dan


alat berbahaya misalnya perpipaan, alat, instrumen dan lain-lain selalu diuji dan
dikembalikan ke keadaan kondisi normal. Pihak manajemen harus member
semangat untuk keterlibatan semua karyawan terhadap keselamatan.

Peranan supervisor sangat penting karena supervisor bertanggung jawab


terhadap keselamatan, pendidikan, dan pelatihan para karyawan. Supervisor sadar
sepenuhnya tentang apa yang terjadi di tempat kerja karyawan dan mengenalkan
daerah berbahaya dan melakukan pengendalian daerah kerja karyawan. Semua
karyawan harus mengertı tentarng jenis kegiatan dan daerah berbahaya yang
dikerjakan termasuk mesin dan alat produksi. Misal untuk mengendalikan
keselamatan karyawan terhadap balan berbahaya dan beracun serta bunyi maka
pihak manajemen dapat mereduksi jumlah jam kerja khususnya di daerah yang
berbahaya.

Pihak supervisor perlu melatih dan mendidik karyawan tentang alat pelindung
personal dan diwajibkan menggunakannya dengan tepat di tempat kerja. Kinerja
keselamatan karyawan dievaluasi oleh supervisor dan jika terjadi penyimpangan
maka akan diperbaiki.

Bagian rumah tangga dan pemeliharaan merupakan bagian yang terpenting


dalam program keselamatan kerja. Semakin berkualitas pelayanan bagian rumah
tangga semakin sedikit kecelakaan yang terjadi. Demikian pula semakin
berkualitas bagian pemeliharaan alat dan mesin produksi, semakin sedikit
berhentinya alat dan mesin produksi.

Gaya kepemimpinan dapat partisipatif, demokratis dan diktator. Di pihak lain


kepemimpinan melakukan gaya autokratif dan diktator namun sebaliknya
kepemimpinan dapat melakukan gaya bahwa semua karyawan sadar akan alasan
dan keuntungan di balik program keselamatan kerja karyawan.

R. Perlengkapan Personal Protective Equipment (PPE)

PPE merupakan salah satu enam prinsip pengendalian risiko bahaya. Enam
prinsip pengendalian risiko bahaya adalah:

 Mengeliminasi daerah bahaya


 Memodifikasi proses

 Penggunaan sistem keselamatan kerja

 Membina kebiasaan kerja karyawan

 Penggunaan PPE

 Monitoring tempat kerja

PPE berfungsi melindungi tubuh manusia seperti mata, kepala, tangan dan
kaki kontak dengan benda asing yang berbahaya. Pada manajemen limbah padat
baik limbah kinmia B-3 maupun non-B-3 maka para operator di lapangan
diwajibkan memakai alat pelindung diri terhadap limbah padat agar tidak
terganggu kesehatannya. Alat pelindung diri atau PPE bertujuan agar karyawan
dapat dilindungai antara daerah berbahaya dan karyawan. Alat PPE merupakan
pertahanan terakhir bagi para karyawan dari daerah berbahaya. Oleh sebab itulah
pemilihan dan kriteria alat PPE sangat diperlukan dan berbasis pada peraturan
keselamatan kerja yang berlaku baik nasional maupun internasional. Helm yang
kuat dan keras dan sepatu kerja di lapangan dan kacamata pelindung mata
merupakan PPE yang banyak digunakan untuk melindungi diri dari bahaya fisik
atau jatuhnya benda keras dari atas maupun kimia. Alat goggles untuk melindungi
mata dari tebaran debu halus. Sarung tangan untuk melindungi dari benda
abrasive dan jarum. Bendera yang digunakan karyawan untuk meningkatkan jarak
pandang sesama karyawan.

Alat pelindung diri terdiri atas:

 Kaca mata pengaman (safety glass),

 Safety goggles melindungi percikan larutan kimia terhadap mata,

 Sarung tangan,

 Kaca pelindung muka,

 Masker hidung,

 Helm/topi pengaman,

 Pelindung debu,

 Sepatu karet anti slip,

 Respirator untuk melindungi karyawan dari udara yang terkontaminasi dan


karyawan dilatih menggunakan alat respirator terutama bagaimana
mengidentifikasi dan evaluasi daerah berbahaya dan memilih alat
respirator tepat guna,

 Pakaian khusus seperti pakaian anti api,

 Pelindung telinga untuk melindungi suara bising melebihi 85 dBA berupa


earplugs dan hearing hands untuk karyawan yang bekerja 8 jam per hari
selama 5 hari kerja per minggu. Pada daerah kerja dengan suara bising
dapat menyebabkan gangguan pendengaran karyawan. Indikator nilai
reduksi bunyi (noise eduction rating. NRR) harus ditulis di alat pelindung
bunyi telinga manusia. Nilai NRR misalnya antara 26 sampai 33 dB.

 Alat pelindung telinga dapat berupa ear plug yang disisipkan ke dalam
telinga, hearing band dan earmuffs. Hearing band berbentuk seperti
silinder karet busa yang dipasang di telinga dan dapat dipakai berulang-
ulang. Earmuffs berbentuk silinder karet busa dipasang di telinga dan
dilengkapi dengan tali pengikat melingkar di kepala [Wentz, C.A., 1999].

Gambar 1.5. Perlindungan telinga

Karyawan pabrik berpakaian kerja lengkap ditunjukkan pada Gambar,


yaitu:

 Helm/topi pengaman

 Pelindung debu,

 Sepatu karet anti-slip.

 Respirator,

 Pelindung mata, dan

 Pakaian khusus seperti pakaian anti-api.


Gambar 1.6. Karyawan pabrik berpakaian kerja lengkap dengan PPE
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

 Pembuangan limbah padat dilakukan dengan landfill system yaitu dengan


menyiapkan lahan yang dilapisi oleh beberapa lapisan media, kemudian
menebar limbah padat pada lapisan di atas lahan.

 Menurut pengarahan Negara Eropa tahun 1995, landfill dibagi menjadi


tiga golongan, yaitu: lokasi untuk limbah kimia bahan berbahaya dan
beracun (B-3), lokasi untuk limbah non B-3, dan lokasi untuk limbah inert.

 PPE merupakan salah satu enam prinsip pengendalian risiko bahaya. Enam
prinsip pengendalian risiko bahaya adalah: mengeliminasi daerah bahaya,
memodifikasi proses, penggunaan sistem keselamatan kerja, membina
kebiasaan kerja karyawan, penggunaan PPE, dan monitoring tempat kerja

Anda mungkin juga menyukai