V. Hasil Pengamatan Dan Pembahasan: Treatment (HMT), Modifikasi Fisik Pati Dan Tepung Dengan Metode Annealing
V. Hasil Pengamatan Dan Pembahasan: Treatment (HMT), Modifikasi Fisik Pati Dan Tepung Dengan Metode Annealing
V. Hasil Pengamatan Dan Pembahasan: Treatment (HMT), Modifikasi Fisik Pati Dan Tepung Dengan Metode Annealing
240210160038
Praktikum kali ini membahas tentang teknologi modifikasi pati dan tepung
dengan metode fisik. Umumnya metode modifikasi pati bermacam-macam,
diantaranya modifikasi fisik, kimia, dan enzimatis. Modifikasi fisik dirasa paling
aman karena tidak meninggalkan residu bahan kimia. Modifikasi fisik adalah
pemberian perlakuan terhadap pati tanpa merusak granula pati itu sendiri,beberapa
metode yaitu modifikasi fisik pati dan tepung dengan metode heat moisture
treatment (HMT), Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Annealing
(ANN), Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Microwave Heating
Treatment (MHT)
Pati alami atau pati yang belum termodifikasi (native starch) yang terdapat
di alam memiliki karakteristik yang beragam. Meskipun demikian, seringkali
karakteristik ini tetap saja tidak sesuai dengan apa yang diinginkan . Pati alami
memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasi fungsinya di dalam proses
pengolahan pangan (Pomeranz, 1985). Pertama, pada umumnya pati
menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel
yang tidak seragam. Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat
dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang
sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama.
Kedua, kebanyakan pati alami tidak tahan pada suhu tinggi. Dalam proses
gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati
(viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam
proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan dalam
produk sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai.
Ketiga, pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami
hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya.
Misalnya, apabila pati digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka
akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan
oleh hidrolisis pati.
Keempat, pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana viskositas pati
akan menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan. Kelima,
kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur
Sampurna Bakti
240210160038
yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan
diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan
struktur gel yang tinggi.
Keenam, gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari
struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan
dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan terbentuknya ikatan hidrogen
dari molekul-molekul amilosa dan amilopektin selama pendinginan sehingga air
akan terpisah dari struktur gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati
alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah
(pendinginan / pembekuan). Beberapa di antaranya adalah, mudahnya pati
teretrogradasi, tingginya titik gelatinisasi, dan kestabilan pasta yang rendah.
Modifikasi pati dilakukan untuk memperbaiki karakteristik pati agar sesuai
keinginan.
5.1. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Heat
Moisture Treatment (HMT)
Heat Moisture Treatment merupakan metode modifikasi pati dengan
pemanasan tinggi pada kadar air terbatas (<35%) (Putri dan Zubaidah, 2017).
Modifikasi terjadi karena energi yang diterima oleh pati selama pemanasan
berlangsung memungkinkan pelemahan ikatan hidrogen inter- dan intramolekul
amilosa dan amilopektin dalam granula pati. Kondisi ini memberikan peluang
kepada air untuk mengimbibisi granula pati. Jumlah air yang terbatas
menyebabkan pergerakan maupun pembentukan interaksi antara air dan molekul
amilosa atau amilopektin juga terbatas sehingga tidak terjadi adanya peningkatan
kelarutan pati di dalam air selama pemanasan berlangsung (Putri dan Zubaidah,
2017).
Perubahan sifat fisik yang terjadi pada pati termodifikasi HMT antara lain:
perubahan profil amilografi pati, perubahan karakteristik termal melalui pengujian
Differential Scanning Calorymetry (DSC), perubahan volume pembengkakan
granula pati, dan perubahan kelarutan. Sementara itu perubahan kimia yang terjadi
pada pati termodifikasi HMT antara lain: terjadinya peningkatan fraksi pati yang
memiliki berat molekul pendek. Modifikasi HMT dapat merubah karakteristik pati
karena selama proses modifikasi terbentuk kristal baru atau terjadi kristalisasi dan
Sampurna Bakti
240210160038
penyempurnaan struktur kristalin pada granula pati. Proses HMT juga dapat
meningkatkan asosiasi rantai antara amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin
pada zona amorphous, memisahkan fraksi amilosa dan amilopektin,
meningkatkan kekompakan material di dalam granula akibat adanya tekanan dan
interaksi, serta merubah derajat kristalinisasi pati (Putri dan Zubaidah, 2017).
HMT dapat merubah karakteristik fisikokimia tepung tanpa merusak
granula pati. HMT diketahui dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, menurunkan
viskositas puncak, pengembangan granula, dan pelepasan amilosa, viskositas
breakdown, dan viskositas setback, sehingga dapat meningkatkan stabilitas
granula terhadap panas dan pengadukan (Putri dan Zubaidah, 2017).
Langkah pertama yang dilakukan dalam modifikasi pati MHT ini adalah
dengan menimbang sampel sebanyak 100 gram kemudian dilakukan pengaturan
kadar air 30% dan penyeimbangan kadar air selama 24 jam pada suhu 4-5°C
dalam refrigerator. Pengaturan kadar air dilakukan dengan cara penyemprotan
dan pengadukan secara manual bertujuan untuk penyeragaman kadar air pada
proses Heat-Moisture Treatment (HMT). Pengaturan kadar air pada persiapan
sampel dilakukan dengan estimasi penambahan jumlah air menggunakan prinsip
kesetimbangan massa. Menurut Napitupulu (2011) rumus kesetimbangan massa
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
(100% - KA1) x BP1 = (100% - KA2) x BP2
Keterangan: KA1 = Kadar air kondisi awal (%bb)
KA2 = Kadar air pati yang diinginkan (%bb)
BP1 = Bobot pati pada kondisi awal
BP2 = Bobot pati setelah mencapai KA2
Proses penambahan kadar air dilakukan secara perlahan diikuti dengan
pengadukan secara manual untuk mencegah penggumpalan pati akibat distribusi
air yang tidak merata. Analisis kadar air dilakukan pada pati basah yang telah
disetimbangkan selama semalam pada suhu refrigerator. Hal ini disebabkan
persiapan pati basah yang dilakukan pada wadah terbuka memungkinkan
terjadinya penguapan sehingga kadar air sebenarnya lebih kecil dari kadar air
target (Lewandowicz et al, 1997).
Sampurna Bakti
240210160038
sampai +120 (Papadakis et al. 2000). Nilai L*a*b bisa ditransformasi ke derajat
putih dimana rumusnya adalah sebagai berikut.
Derajat Putih = 100- √(100 − 𝐿)2 + (𝑎2 + 𝑏 2 )
Modifikasi secara fisik yaitu heat moisture treatment (HMT) dipilih untuk
memperbaiki sifat fungsional tersebut dikarenakan proses yang dilakukan dapat
menghasilkan pati yang lebih aman dan alami. Berikut adalah hasil
pengamatannya.
Tepung
44 76,15 8,71 26,68 81,16 <10
Beras
Pati
60 88,01 4,38 22,78 95.01 9,2
Singkong
Tepung
68 92,65 0,93 5,72 92,83 8,8
Singkong
(Rahman 2007; Mboungeng et al. 2008). Semakin lama waktu pemanasan maka
derajat putih semakin menurun. Pemanasan selama modifikasi mendorong
terjadinya reaksi browning yang dipicu oleh adanya komponen non karbohidrat
(lemak, protein, dan enzim polifenolase) (Sabrina 1990). Reaksi browning
menyebabkan pati termodifikasi menjadi lebih gelap.
Berdasarkan tabel 1 hasil rendemen tepung beras yang dimodikasi
menggunakan HMT memiliki rendemen 44%. Berdasarkan penelitian menurut
Astuti (1992) dilaporkan bahwa rendemen tepung beras putih alami sebanyak 45-
51%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tepung modifikasi memiliki nilai
rendemen yang hampir sama antara tepung alami dengan tepung modifikasi.
Derajat putih dari tepung beras modifikasi sebesar 64,22% dan agak berwarna
coklat, namun tidak dijelaskan secara rinci syarat nilai dalam SNI. SNI hanya
mempersyaratkan untuk warna tepung beras adalah putih. Kadar air tepung beras
yang dihasilkan pada praktikum <10%, hal tersebut telah sesuai dengan SNI
Tepung Beras 3549:2009 yang mensyaratkan kadar air maksimal 13%.
Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa tepung beras kurang cocok apabila
menggunakan perlakuan HMT karena menghasilkan rendemen yang sedikit dan
warna tepung agak coklat.
Berdasarkan tabel 1, nilai derajat putih dari pati beras adalah 70.89% dan
berwarna coklat muda. Hasil tersebut tidak sesuai dengan karakteristik tepung/pati
pada umumnya yang berwarna putih. Pati beras yang dihasilkan memiliki kadar
air 8,6%. Apabila dibandingkan dengan SNI Tepung Tapioka, kadar air tersebut
masih sesuai dengan syarat mutu. Pati beras tidak ada syarat khusus dalam SNI
sehingga perbandingannya dengan SNI tepung Tapioka. Rendemen pati yang
dihasilkan cukup banyak yiatu 88%.
5.2. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Microwave Heating
Treatment (MHT)
Microwave Heating Treatment adalah modifikasi fisik dengan
memanaskan pati pada kondisi semi kering dengan menggunakan microwave
yang mampu meningkatkan tingakt kristalinitas dan pati resisten (Zhang,dkk
,2008)
Sampurna Bakti
240210160038
Tepung
104 93,46 0,83 5,85 93,65 10,35
Singkong
5.3. Modifikasi Fisik Pati dan Tepung dengan Metode Annealing (ANN)
Modifikasi pati annealing merupakan perlakuan fisik terhadap granula pati
dengan air berlebih (>65% w/w) atau air sedang (40-55% w/w) pada suhu
dibawah suhu gelatinisasi pada waktu yang telah ditentukan (Hoover dan
Vasanthan, 1994). Peningkatan kadar air dilakukan dengan cara menghitung
dengan rumus sebagai berikut:
(100% - KA1) × BP1= (100% - KA2) × BP2 (1)
Keterangan : KA1 = kadar air tepung/pati pada kondisi awal
KA2 = kadar air tepung yang diinginkan
BP1 = bobot tepung pada kondisi awal
BP2 = bobot tepung setelah mencapai KA2
Pemanasan dilakukan dengan mengunakan waterbath dengan suhu 55oC
selama 12 jam. Pemanasan dengan waterbath pada suhu suhu 55oC selama 12
jam ini bertujuan untuk memecah ikatan-ikatan dari molekul pati, namun tidak
sampai menyentuh titik gelatinisasinya. Menurut Radley (1976). Pemanasan
dengan suhu dibawah gelatinisasi akan menyebabkan suspensi pada ikatan primer
yang menyusun molekul dalam suatu struktur yang kompak akan pecah karena
terjadinya hidrasi granula.
Penggunaan setrifugator setelah dilakukan pemanasan bertujuan untuk
memisahkan air dan pati, sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 3000 rpm
selama 30 menit.Menurut Fertiyuna (2016) sentrifugasi akan memisahkan
komponen pati dan non pati dengan menggunakan gaya sentrifugal pada tabung
yang berputar, semakin besar gaya sentrifugal semakin banyak komponen yang
terpisahkan.
Pengeringan dengan suhu 50oC selama 24 jam bertujuan untuk mengurangi
kandungan kadar air pada pati yang akan menghambat laju pertumbuhan
mikroorganisme dan inaktivasi enzim tertentu. Penggunaan suhu 50oC
dikarenakan suhu tersebut dinggap bukan suhu gelatinisasi, namun dianggap
efisien karena apabila kurang dari tersebut pengeringan akan berjalan dengan
lambat.
Sampel kemudian sampel diperkecil ukurannya menggunakan grinder.
Setelah itu sampel kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran 100 mesh agar
Sampurna Bakti
240210160038
Tepung -
80 96,29 6,27 96,50 8,8
Singkong 0,69
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)
Berdasarkan tabel 3, dapat diamati 3 parameter yaitu rendemen, warna, dan
kadar air . Warna memegang peranan penting terhadap karakteristik bahan
maupun produk pangan. Warna menjadi salah satu perameter mutu suatu produk
pangan dan juga bahan bakunya. Warna dapat ditentukan dengan instrument
maupun uji sensoris. Instrumen yang umumnya digunakan ialah chromameter.
Parameter yang dapat diamati diantaranya nilai chroma, derajat hue, nilai a*, b*
dan kecerahan (McGuire, 1992). Pada alat chromameter menghasilkan nilai L,
a*(+), dan b*(+). Nilai L menunjukkan kecerahan warna, a*(+) ; merah, b*(+) ;
kuning, semakin tinggi nilai L (Lightning) menunjukkan semakin cerah, semakin
tinggi nilai b*(+) warna tepung semakin kuning, semakin tinggi nilai a*(+) warna
tepung semakin merah.(Nurali dkk, 2012). Tabel 3 menunjukkan data yang
mempunyai nilai terbesar adalah data L disusul dengan nilai b dan nilai a .
Sehingga dapat diartikan bahwa proses modifikasi ANN dapat menimbulkan
karakteristik warna yang paling dominan adalah cerah diikuti warna kekuningan,
dan kemerahan
Kadar air merupakan salah satu komponen penting pada bahan pangan
karena air dalam bahan pangan mempengaruhi daya awet suatu bahan pangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air dari pati singkong dan pati beras
Sampurna Bakti
240210160038
termodifikasi ANN sebesar kurang dari 10%, sementara kadar air tepung beras
termodifikasi ANN sebesar 9.8% dan kadar air akhir tepung singkong
termodifikasi ANN sebesar 8.8%. Pengukuran dilakukan menggunakan grain
moisture meter sehingga hasil yang didapat mungkin tidak akurat. Adapun Syarat
mutu Tepung Tapioka menurut SNI 01-3451-1994 adalah tidak melebihi 15% ,
sedangkan SNI tepung beras menetapkan kadar air tepung beras (tepung yang
diperoleh dari penggilingan atau penumbukkan beras dari tanaman padi (Oryza
sativa)) adalah kurang dari 13% (Badan Standardisasi Nasional, 2009). Dengan
demikian, dapat disimpulan bahwa pati beras dan singkong memiliki kadar air
yang memenuhi standar mutu SNI . Seperti yang kita ketahui bahwa kadar air
awal modifikasi annealing menurut Hoover dan Vasanthan (1994) adalah (40-
65% w/w), namun setelah dilakukan modifikasi kadar air menurun dan mencapai
standart nasional Indonesia.
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 3 bahwa persentase rendemen yang
dihasilkan tepung dan pati beras (secara berturut-turut adalah 72%, dan 87%) jauh
lebih kecil dibandingkan dengan tepung dan pati singkong (secara berturut-turut
80%, dan 92%). Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran partikel tepung beras dan
pati beras yang mengalami aglomerasi selama proses modifikasi berlangsung
sehingga memberikan ukuran partikel yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
tepung dan pati beras yang alami (Dias, et al., 2010).
Apabila dibandingkan bobot sampel sesudah dan sebelum diakukan
modifikasi .Sampel yang sudah termodifikasi mengalami penurunan bobot yang
akan berpengaruh pada perhitungan rendemen. Hal ini dikarenakan adanya
perubahan amilosa, kelarutan, dan kadar air Menurut Haryanti et al (2014),
semakin lama pemanasan akan mengakibatkan proses amilosa yang meluruh
memiliki berat molekul rendah. Hal tersebut juga sejalan dengan Southgate (1991)
yang menyatakan Semakin lama pemanasan, kelarutan pati meningkat.
Peningkatan lama pemanasan suspensi pati menghasilkan pati tinggi amilosa
dengan berat molekul yang rendah.
Sampurna Bakti
240210160038
DAFTAR PUSTAKA
Arief, R.W. dan R. Asnawi. 2010. Analisis mutu dan nilai tambah tepung
kasava dari beberapa varietas ubikayu. Jurnal Penelitian dan Pengkajian
Teknologi Pertanian (JPPTP) 13(3): 199–205.
Astuti, Juli. 1992. Pengaruh Pembuatan Tepung Beras Kaya Protein
terhadap Sifat Fisik, Kandungan Zat Gizi, Serat Kasar, dan Serat Makanan.
Skripsi. IPB, Bogor.
BSN. 1994. Standar Mutu Pati Singkong. SNI 01-3451-1994. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSN. 1996. Standar Mutu Tepung Singkong. SNI 01- 2997-1996. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
BSN. 2009. Standar Mutu Tepung Beras. SNI 01-3549-2009. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Fertiyuna., Marsetio., dan Roofi Lintang P. 2016. Pengaruh Lama
Modifikasi Heat-Moisture Treatment (HMT) Terhadap Sifat Fungsional dan Sifat
Amilografi Pati Talas Banten (Xanthosoma undipes K. Koch). Jurnal Penelitian
Pangan Volume 1.1, Agustus 2016, P - ISSN: 2528-3537; E - ISSN: 2528-5157.
G. Lewandowicz, J. Fornal, and A. Walkowski. 1997. Effect of microwave
radiation on physic-chemical properties and structure of potato and tapioca
starches. Carbohydrate Polymers, 34, 213-220,
Gunal, Hikmet, Buket Yetgin Uz, dan Sabit Ersahin. 2008. Use of
Chromatometer-Measured Color Parameters in Estimating Color-Related Soil
Variables. Taylor and Francis Informa Ltd., London.
Haryanti, P., Retno Setyawati., dan Rumpoko Wicaksono. 2014. Effect of
Temperature and Time of Heating of Starch and Butanol Concentration on the
Physicochemical Properties of High-Amylose Tapioca Starch. AGRITECH, Vol.
34, No. 3, Agustus 2014.
Hoover, R and T. Vasanthan. 1994. The effect of heat moisture treatment on
the structure and physico-properties of cereals, tuber and legume starches.
Carbohydrat. Rec. 252 : 33-53.
Huang, C. G., Shang, Y. J., Zhang, J., Zhang, J. R., Li, W. J. & Jiao, B. H.,
2008, Hypouricemic Effects of Phenylpropanoid Glycosides Acteoside of
Scrophularia ningpoensis on Serum Uric Acid Levels in Potassium Oxonate-
Pretreated Mice, The American Journal of Chinese Medicine, 36 (1), 149-157.
Ismullah, Sarah & Pratiwi Astri. 2011. Mie Instan,Sakit Instan. Yogyakarta :
Pustaka Rama.
McGuire, M & Beerman, K.A. (2011) Nutritional sciences: From
fundamentals to food, 2nd edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Sampurna Bakti
240210160038