Batu Pyelum
Batu Pyelum
Batu Pyelum
A. Definisi
Dalam istilah kedokteran penyakit batu ginjal disebut nephrolithiasis atau renal calculi.
Batu ginjal adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis
atau calyces dari ginjal (Indridason et al., 2005; Komaro" , 2007). Batu dapat terbentuk
dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut dalam urin (Sun et al.,
2010).
Batu ginjal yang terdiri atas batu pyelum (pyelolithiasis), batu kalik
(kalikolithiasis), batu infundibulum (infundibulolithiasis), batu multipel ginjal, batu
cetak ginjal (Staghorn stone) yang komplit, inkomplit.
Dalam bagian ini, batu pyelum atau disebut pyelolithiasis merupakan batu yang terbentuk
di pasu ginjal atau di pelvis ginjal
B. Etiologi
Walaupun secara pasti tidak diketahui penyebab batu ginjal, kemungkinannya adalah bila
urine menjadi terlalu pekat dan zat-zat yang ada di dalam urine membentuk kristal batu.
Penyebab lain adalah infeksi, adanya obstruksi, kelebihan sekresi hormon paratiroid,
asidosis pada tubulus ginjal, peningkatan kadar asam urat (biasanya bersamaan dengan
radang persendian), kerusakan metabolisme dari beberapa jenis bahan di dalam tubuh,
terlalu banyak mempergunakan vitamin D atau terlalu banyak memakan kalsium.
1) factor Intrinsik.
Herediter
Usia : sering terjadi pada usia 30-50 tahun
Jenis kelamin : laki-laki 3 kali lebih banyak dibandingkan perempuan
2) factor Ekstrinsik
geografi : daerah yang memilki dataran tinggi
asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar asupan kalsium pada air yang
dikonsumsi.
Diet : diet banyak purin. Oksalat dan kalsium
Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya terlalu banyak
duduk atau kurang katifitas.
C. Manifestasi Klinis
Walaupun besar dan lokasi batu bervariasi, rasa sakit disebabkan oleh obsruksi
merupakan gejala utama. Batu yang besar dengan permukaan kasar yang masuk ke dalam
ureter akan menambah frekuensi dan memaksa kontraksi ureter secara otomatis. Rasa
sakit dimulai dari pinggang bawah menuju ke pinggul, kemudian ke alat kelamin luar.
Intensitas rasa sakit berfluktuasi dan rasa sakit yang luar biasa merupakan puncak dari
kesakitan. Apabila batu berada di pasu ginjal dan di calix, rasa sakit menetap dan kurang
intensitasnya. Sakit pinggang terjadi bila batu yang mengadakan obstruksi berada di
dalam ginjal. Sedangkan, rasa sakit yang parah pada bagian perut terjadi bila batu telah
pindah ke bagian ureter. Mual dan muntah selalu mengikuti rasa sakit yang berat.
Penderita batu ginjal kadang-kadang juga mengalami panas, kedinginan, adanya darah di
dalam urin bila batu melukai ureter, distensi perut, nanah dalam urine.
D. Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat dibagi berdasarkan lokasi terbentuknya, menurut
lokasi beradanya, menurut keadaan klinik, dan menurut susunan kimianya.
1.Menurut tempat terbentuknya
a. Batu ginjal
b. Batu kandung kemih
2.Menurut lokasi keberadaannya :
a. Batu urin bagian atas (mulai ginjal sampai ureter distal)
b. Batu urin bagian bawah (Mulai kandung kemih sampai uretra)
3.Menurut Keadaan Klinik :
a. Batu urin metabolic aktif : bila timbul dalam satu tahun trakhir, batu bertambah
besar atau kencing batu.
b. Batu urin metabolic inaktif : bila tidak ada gejala seperti yang aktif
c. Batu urin yang aktifitasnya diketahui (asimtomatik)
d. Batu urin yang perlu tindakan bedah (surgically active) bila menyebabkanobstruksi,
infeksi, kolik, hematuria.
4. Menurut susunan kimiawi
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu kalsium okalat,
batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesiumammonium fosfat) dan batu
sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 – 85%
dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata terjadi pada usia
decade ketiga. Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa
dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat )biasanya hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat. Batu kalsium dihidrat
biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu teknik non invasive dengan
menggunakan gelombang kejut yang difokuskan pada batu untuk menghancurkan batu
menjadi fragmen-fragmen.) sedangkan batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis
batu yang sukar dijadikan fragmen-fragmen.
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu struvit) dan
kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran kemih yang disebabkan
bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn
dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal (6,46) Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.(6’46) Batu
ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Diurin kristal batu struit
berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struit
mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dari ginjal’ hal ini mungkin
karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini tidak mengandung
kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan sinar X (Radiolusen) tapi
mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra Venous Pyelografy (IVP). Batu asam
urat ini biasanya berukuran kecil, tapi kadang-kadang dapat cukup besar untuk
membentuk batu staghorn, dan biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan
sukar larut dalam urin yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita.
Separoh dari penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat
famili apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah
orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat amorphous
dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bisa dibedakan dengan kristal apatit. Batu
jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti tetesan air mata.
d). Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai (tidak umum),
berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin diurin tampak seperti plat segi
enam, sangat sukar larut dalam air.(6) Bersifat Radioopak karena mengandung sulfur.
E. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan
agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan
pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial.
Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL,
melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.
a. ESWL/ LithotripsiAdalah prosedur non-invasif yang digunakan untuk
menghancurkan batu di khalik ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang
kecil seperti pasir sisa-sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
b. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Ini merupakan gabungan antara radiology dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa
pembedahan mayor.
c. Nefrostomi Perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam
pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari kateter yang
tersumbat, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur.
d. Ureteruskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu
alat Ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound lalu diangkat.
Larutan Batu. Nefrostomi Perkutan dilakukan, dan cairan pengirigasi yang hangat
dialirkan secara terus-menerus ke batu. Cairan pengirigasi memasuki duktus kolekdiktus
ginjal melalui ureter atau selang nefrostomi.
e. Pengangkatan Bedah
Nefrolitotomi. Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu. Dilakukan jika batu terletak di
dalam ginjal.
f. Pielolitotomi. Dilakukan jika batu terletak di dalam piala ginjal.
Tindakan-tindakan khusus pada berbagai jenis batu yang berbentuk meliputi :
a. Batu Kalsium : Paratirodektomi untuk hiperparatiroidisme, menghilangkan susu
dan keju dari diit, kalium fosfat asam ( 3 – 6 gram tiap hari) mengurangi kandungan
kalsium di dalam urine, suatu dueretik ( misalnya 50 mg hidroklorotiazid 2 kali sehari)
atau sari buah cranberry ( 200ml, 4 kali sehari ) mengasamkan urin dan membuat kalsium
lebih mudah larut dalam urin.
b. Batu Oksalat diet rendah oksalat dan rendah kalsium fosfat ( 3 – 5 gram kalium
fosfat asam setiap hari), piridoksin ( 100 mg, 3 kali sehari).
c. Batu metabolic : sistin dan asam urat mengendap di dalam urin asam (pH urine
harus dianikan menjadi lebih besar dari 7,5 dengan memberikan 4 – 8 ml asam nitrat
50%, 4 kali sehari) dan menyuruh pasien untuk diet mineral basa, batasi purin dalam dit
penderita batu asam urat ( berikan pulka 300mg alopurinal ( zyloprin ) sekali atau dua
kali sehari). Pada penderita sistinura, diet rendah metionin dan penisilamin ( 4 gram tiap
hari ).
d. Penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien dengan post praise batu ginjal
menurut Barbara C Long, 1985 meliputi : penempatan pasien dalam ruang dengan
ventilasi yang cukup, perhatikan terhadap urine out put, pencegahan terhadap distensi dan
pendarahan dan perhatian terhadap lokasi pemasangan drainase dan perawatannya
F. Pemeriksaan penunjang
1. Foto sinar X dari ginjal, ureter, dan kandung kemih untuk menunjukkan adanya batu ginjal.
2. Ultrasound ginjal, merupakan tes noninvasif yang mempergunakan gelombang frekuensi
tinggi akan mendeteksi obstruksi dan perubahannya.
3. Pemberian intravena zat pewarna dan scan memberi konfirmasi diagnosis dan menentukan
ukuran dan lokasi batu ginjal.
4. Analisis batu untuk mengetahui kandungan mineralnya.
5. Analisis kultur urine untuk menunjukkan jenis bakteri penyebab infeksi, dan lain-lain.
G. Komplikasi
SUMBER
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-batu-ginjal-penyebab-dan-pencegahannya-4417.html
Dwi Nur Patria Krisna. FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT BATU GINJAL DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MARGASARI TEGAL. Jurnal Kesehatan Masyarakat. KEMAS 7 (1) (2011) 57-68
Zuhirman Zamzami. Penatalaksanaan terkini batu saluran kencing di RSUD Arifin Achmad
pekanbaru, Indonesia. Jurnal Kesehatan melayu, vo 1. No 2 (April 2018)