SAP 9 Kepemimpinan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PERILAKU ORGANISASI

SAP 9
KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

KELOMPOK 1

Akmil Asril (1880621001)

I Nengah Asta Gina Jaya Artha (1880621002)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2019
1. PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
A. Kepemimpinan dan Manajemen
Kepemimpinan dan manajemen adalah dua istilah yang serinng dikacaukan. Menurut John
Kotter dari Harvard Business School, manajemen berkaitan dengan penanganan kerumitan.
Manajemen yang baik menghasilkan tatanan dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana
formal, struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil melalui pembandingan dengan
rencana. Sedangkan kepemimpinan menetapkan arah dengan menyusun satu visi masa depan,
kemudian mereka menyatukan orang-orang dengan mengkomunikasikan visi dan membuat
mereka memahami agar mampu mengatasi rintangan-rintangan.
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok
anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan dapat menentukan apakah
suatu organisasi mampu mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan
merupakan rangkaian kegiatan penataan yang diwujudkan sebagai kemampuan mempengaruhi
perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah disepakati.

B. Teori-teori Kepemimpinan

a) Teori Sifat Kepemimpinan (Trait Theories of Leadership)

Menurut Robbins dan Judge, teori kepemimpinan berdasarkan sifat adalah teori yang
mempertimbangkan kualitas dan karakterisrik pribadi yang membedakan pemimpin dan bukan
pemimpin. Adapun menurut Gibson, et al., adalah teori yang berusaha mengidentifikasi sifat
tertentu (fisiologis, mental, dan kepribadian) yang berkaitan dengan keberhasilan pemimpin.
Contoh dari sifat ini adalah berwibawa, berani mengambil resiko, jujur, adil, mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, memperhatikan kepentingan bawahan, mempunyai
visi yang realistis dan sebagainya. Tentu saja kepemimpinan tidak cukup hanya berpatokan pada
sifat pemimpin, karena pemimpin tidak berdiri sediri di dalam suatu ruangan yang statis. Pemimpin
berada di antara orang-orang yang dipimpin, dipengaruhi oleh lingkungan yang terus berubah. Di
dalam mencapai tujuan kelompok tau organisasi diperlukan berbagai sumber-daya, termasuk

1
sumber-daya manusia sebagai sumber-daya yang paling penting. Jadi teori sifat hanya
menggambarkan salah satu unsur dari kepemimpinan, masih banyak unsur lain, di antaranya
adalah perilaku pemimpin.

b) Teori Perilaku Kepemimpinan (Behavioral Theories of Leadership)

Teori kepemimpinan berdasarkan perilaku adalah teori yang menggunakan perilaku tertentu untuk
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Dua dimensi perilaku pemimpin berdasarkan hasil
penelitian di Ohio State University pada akhir tahun 1940-an, adalah (1) memprakarsai struktur
(initiating structure), yakni pemimpin menetapkan dan menyusun perannya sendiri dan peran anak
buah di dalam usaha mencapai tujuan; (2) pertimbangan (consideration), yakni pemimpin
mempunyai perhatian terhadap hubungan dengan orang lain di dalam pekerjaan yang ditandai
dengan saling percaya, menghargai gagasan dari bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka.
Sebuah tinjauan dari 160 penelitian menemukan bahwa initiating stucture dan consideration
diasosiasikan dengan kepemimpinan dan efektif. Pengikut dari pemimpin yang tinggi
concideration-nya lebih puas dengan pekerjaannya, lebih termotivasi, dan lebih hormat kepada
pemimpinnya. Initiating stucture lebih berhubungan kuat dengan produktivitas kelompok dan
organisasi yang lebih tinggi dan evaluasi kinerja yang lebih positif. Pada waktu yang sama
penelitian di University of Michigan juga menghasilkan temuan dua dimensi perilaku
kepemimpinan, yaitu (1) Pemimpin yang berorientasi pada karyawan (employee-oriented leader),
yang menekankan hubungan antarpribadi, memperhatikan kebutuhan karyawan, dan menerima
perbedaan di antara anggota; dan (2) Pemimpin yang berorientasi pada produk (production-
oriented), yang menekankan pada aspek teknis atau tugas dari pekerjaannya. Dari kedua penelitian
tentang perilaku pemimpin di Ohio State University dan University of Michigan ada kesamaan
pengertian antara dimensi concideration dengan pemimpin yang berorientasi pada bawahan, yaitu
sama-sama menekankan pada pentingnya hubungan antarpribadi dengan bawahan. Dimensi
memprakarsai struktur dan orientasi pada produk adalah saling melengkapi. Apabila teori perilaku
kepemimpinan ini digabung dengan teori sifat kepemimpinan akan menggambarkan teori
kepemimpinan yang lebih efektif. Namun demikian, ada kemungkinan kepemimpinan menjadi
tidak efektif atau efektif tergantung kepada karakteristik bawahan, situasi, lingkungan, dan
kemungkinan faktor lain.

2
c) Teori Kepemimpinan Kemungkinan (Contingency Theory)

Teori kepemimpinan kemungkinan (contingency theory) meliputi lima teori, yaitu: (1) Model
Kemungkinan Fiedler; (2) Teori situasional (Hersey and Blanchard’s situasional theory); (3)
Pertukaran Pemimpin-Pengikut (leader-member exchange); (4) Model jalur-tujuan (the path-goal
model); dan (5) Model partisipasi pemimpin (leader-participation models).

d) Teori Kepemimpinan Kemungkinan Model Fiedler

Model kemungkinan efektivitas kepemimpinan yang dikembangkan oleh Fiedler terdiri dari
hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau tidak. Situasi yang
menguntungkan atau tidak berasal dari tiga dimensi, yaitu: (1) Hubungan pemimpin-pengikut (the
leader-member relationship), adalah variabel paling penting di dalam menentukan situasi yang
menguntungkan; (2)Tingkat struktur tugas (the degree of task sructure), adalah masukan paling
penting ke dua ke dalam situasi yang menguntungkan; (3) Kekuatan posisi pemimpin (the
leaders’s position power) diperoleh melalui wewenang formal, adalah dimensi paling penting ke
tiga dari situasi. Pemimpin yang berorientasi pada tugas paling efektif pada situasi yang sangat
menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan. Sedangkan pemimpin yang berorientasi pada
manusia, atau gaya demokratis paling efektif pada situasi yang sedang (moderately favorable or
unfavorable). Situasi menguntungkan untuk seorang pemimpin, apabila semua dimensi tinggi.
Dengan kata lain, jika seorang pemimpin secara umum diterima dan dihormati oleh para pengikut
(dimensi pertama tinggi), jika tugas sangat terstruktur dan segala sesuatunya jelas (dimensi ke dua
tinggi), dan apabila seorang pemimpin diberi posisi formal dengan kewenangan dan kekuasaan
yang besar (dimensi ketiga tinggi), maka situasi menguntungkan. Apabila keadaannya sebaliknya,
maka situasi sangat tidak menguntungkan untuk seorang pemimpin. Dimensi hubungan pemimpin
pengikut model Fiedler ini hampir sama dengan dimensi consideration dan orientasi kepada
karyawan pada teori perilaku kepemimpinan, yakni sama-sama memperhatikan hubungan
antarpribadi pemimpin dengan pengikut atau bawahan. Sedangkan struktur tugas (tugas terstruktur
atau tidak terstruktur) saling melengkapi dengan memprakarsai stuktur (pemimpin menetapkan
struktur perannya sendiri dan peran anak buah). Fiedler menambah satu dimensi yang belum
disebutkan dalam teori perilaku yaitu kekuatan posisi pemimpin. Jadi teori kepemimpinan terus
berevolusi menjadi semakin luas dan meliputi banyak hal (comprehensive).

3
e) Teori Kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan Situasional (SLT) menitikberatkan pada para pengikutnya. Teori ini
mengatkan bahwa kepemimpinan yang berhasil akan bergantung pada pemilihan gaya
kepemimpinan kontingensi yang tepat terhadap kesiapan dari para pengikutnya, sampai sejauh
mana mereka bersedia dan mampu untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Seorang pemimpin
harus memilih salah satu dari empat perilaku yang bergantung pada kesiapan dari pengikutnya.

f) Teori Jalur –Tujuan

Teori ini dikembangkan oleh Robert House, teori jalur-tujuan mengutip elemen-elemen dari riset
mengenai kepemimpinan yang dilakukan oleh Ohio State mengenai memprakarsai struktur dan
keramahan, serta ekspektansi dari teori motivasi. Teori ini menyarankan bahwa tugas dari
pemimpin untuk menyediakan informasi, dukungan, dan sumber daya lainnya bagi para
pengikutnya untuk mencapai tujuan. (Istilah jalur-tujuan menyiratkan para pemimpin yang efektif
menjelaskan jalur dari para pengikutnya terhadap tujuan kerja mereka dan membuat pekerjaan
menjadi lebih mudah dengan mengurangi hambatan-hambatan dalam pekerjaan.)

g) Model Pemimpin-Partisipasi

Teori ini membahas cara pemimpin dalam mengambil keputusan sama pentingnya dengan apa
yang akan dia putuskan. Model pemimpin-partisipasi Victor Vroom dan Phillip Yetton
menghubungkan antara perilaku kepemimpinan dengan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
Seperti teori jalur-tujuan, teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan untuk
mencerminkan struktur tugas. Model ini bersifat normatif - memberkan pohon keputusan yang
terdiri atas tujuh kontingensi dan lima gaya kepemimpinan untuk menentukan bentuk dan jumlah
partisipasi dalam pengambilan keputusan.

h) Teori Sumberdaya Kognitif (Cognitive Resource Theory).

Fiedler dan Joe Gracia mengonsep ulang teori asli yang lebih dahulu menjadi Teori Sumberdaya
Kognitif (Cognitive Resource Theory). Khususnya, mereka fokus pada peran ketegangan jiwa
(stress) sebagai bentuk situasi yang tidak menguntungkan dan bagaimana kecerdasan dan

4
pengalaman seorang pemimpin mempengaruhi reaksinya terhadap ketegangan jiwa tersebut.
Intisari dari teori baru ini adalah bahwa ketegangan jiwa adalah musuh rasionalitas. Sulit
untuk pemimpin atau siapapun dapat berpikir logis dan analitis ketika jiwa mereka tegang. Tingkat
ketegangan jiwa di dalam suatu situasi menentukan apakah kecerdasan dan pengalaman individu
akan memberikan sumbangan pada kinerja kepemimpinan.

i) Model Pertukaran Pemimpin-Pengikut (Leader-Member Exchange disingkat


LMX Model)

Berdasarkan model pertukaran pemimpin-pengikut, pemimpin membedakan antara kelompok


yang mereka sukai (di dalam kelompok/in group) dan kelompok yang tidak mereka sukai (di luar
kelompok/out group). Anggota di dalam kelompok secara umum menikmati moral dan komitmen
yang lebih tinggi, serta melakukan pekerjaan dengan lebih baik dari pada anggota di luar
kelompok. Kadang-kadang karena kesamaan persepsi dengan menghargai karakteristik pribadi
seperti umum, jenis kelamin, kepribadian, atau mempunyai kemampuan khusus untuk melakukan
pekerjaannya, cukup bagi pemimpin itu untuk memasukkan bawahan ke dalam kelompoknya.
Penelitian telah membuktikan gagasan bahwa dengan alasan tertentu pemimpin menyukai anggota
di dalam kelompok mereka. Sifat dari hubungan semacam itu sangat mempengaruhi moral,
komitmen, dan kinerja karyawan. Membantu pemimpin untuk memperbaiki hubungan dapat
menjadi sangat bernilai di dalam beberapa hal yang berkaitan dengan penghargaan. Bawahan yang
berada dalam kelompok yang tidak disukai (out group) pasti akan merasa diperlakukan tidak adil,
tidak dihargai dan sangat tidak nyaman dalam bekerja. Apabila dikaitkan dengan teori motivasi
hirarkhi kebutuhan Maslow, kebutuhan tingkat ke dua yaitu kebutuhan keselamatan (Safety need),
khususnya keselamatan emosional tidak terpenuhi karena merasa terancam, takut membuat
kesalahan dan takut mendapatkan hukuman. Kebutuhan tingkat ke tiga yaitu kebutuhan kasih
sayang dan hubungan dengan orang lain (in group), juga tidak terpenuhi. Kebutuhan tingkat ke
empat yaitu kebutuhan penghargaan (esteem need) seperti kebutuhan kekuasaan, pencapaian
keberhasilan, dan status sangat jauh dari terpenuhi sehingga tidak akan dapat mencapai kebutuhan
paling tinggi adalah perwujudan diri (self actualization), yaitu dapat merealisasikan seluruh
potensi diri. Artinya, bawahan yang diluar kelompok yang disukai pemimpin hanya terpenuhi
kebutuhan dasarnya saja, yaitu gaji. Bawahan yang mendapat perlakuan semacam itu akan tetap
bertahan bekerja dengan mengurangi jam atau hari kerja (suka tidak masuk kerja dengan berbagai

5
alasan, atau mengerjakan hal lain di luar pekerjaannya), melakukan pekerjaan dengan asal-asalan,
karena merasa percuma, toh tidak diakui oleh pimpinan apabila berprestasi sehingga kinerjanya
juga akan menjadi buruk. Apabila dikaitkan dengan kepuasan kerja, pasti mereka merasa sangat
tidak puas. Jika ada kesempatan atau kemampuan untuk pindah bekerja ditempat lain maka mereka
akan dengan senang hati berhenti bekerja. Jadi akibat menjadi bawahan di luar kelompok yang
disukai pemimpin adalah ketidak hadiran meningkat dan tingkat keluar masuknya (turn over)
karyawan meningkat sesuai dengan tingakat perlakuan pemimpin dan kelompoknya. Model
pertukaran pemimpin-pengikut ini tidak untuk diterapkan di dalam praktek dunia kerja, tetapi
kenyataan itu ada, dan para pemimpin seharusnya menyadari akibat dari kenyataan itu, maka harus
sedapat mungkin dihindari.

2. GAYA KEPEMIMPINAN

A. Gaya kepemimpinan kharismatik


Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka
mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok
pemimpin kharismatik:
a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan
lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami
orang lain.
b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh risiko personal tinggi, menanggung
biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala lingkungan dan
sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian)
terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru
dan berlawanan dengan norma.

B. Gaya kepemimpinan transaksional


Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut
mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya

6
kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya
usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik pemimpin
transaksional:
a. Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan
imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dean mencari penyimpangan dari aturan dan
standar, menempuh tindakan perbaikan.
c. Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi.
d. Laissez-Faire: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan keputusan.

C. Gaya kepemimpinan transformasional


Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan
dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut
akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara
baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk
mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik
pemimpin transformasional:
a. Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan
dan kepercayaan.
b. Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan symbol untuk memfokuskan pada
usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana
c. Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-
hati.
d. Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi,
melatih dan menasehati.

D. Gaya kepemimpinan visioner


Kemamuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel, dan menarik
mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding
saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar

7
sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan
keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.

3. AKTIVITAS KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dalam tulisan ini mengacu pendapat umum yang mengartikan sebagai
kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin dalam suatu
organisasi untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan untuk mau berpikir dan
bertindak atau berperilaku secara sukarela dan bersemangat untuk mencapai tujuan organisasi.
Menelaah tentang hakikat kepemimpinan sebagai sesuatu yang harus dijalankan oleh seorang
pemimpin dapat dilakukan melalui studi perilaku (behavior research) pimpinan dalam
menjalankan aktivitasnya. Hasil temuan penelitian deskriptif dapat mengungkap sifat pekerjaan,
pola-pola kegiatan pemimpin, alasan mereka rnelakukan pekerjaan tersebut dan menggambarkan
pentingnya berbagai jenis pekerjaan serta persyaratan peran yang khusus dalam proses
kepemimpinan. Pola Kegiatan Pemimpin dapat dipelajari dari tiga pendekatan yaitu pendekatan
fungsional, pendekatan jenis kegiatan, dan pendekatan peran pemimpin.
1. Pendekatan fungsional (Functional Approach)
Fungsi yang berasal dari kata function, merupakan suatu kegiatan yang berhubungan
dengan tugas-tugas yang secara jelas bisa dipisahkan dari kegiatan yang lain. Dengan pengertian
tersebut, maka fungsi seorang pemimpin dapat didekati dari fungsi-fungsi rnanajemen, karena
pada hakekatnya seorang pemimpin dapat juga berfungsi sebagai seorang manajer. Adapun fungsi-
fungsi manajemen tersebut adalah: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Macam atau jumlah fungsi yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin tentu saja tidak terbatas
pada pengertian fungsi di atas tetapi banyak pihak yang menjabarkan kedalam fungsi-fungsi yang
lebih terperinci seperti fungsi koordinasi, pengambilan keputusan, menggerakkan, motivasi,
komunikasi dan sebagainya. Fungsi pemimpin lain yang berhubungan dengan upaya membangun
kelompok antara lain: memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi motivasi kerja,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, mendamaikan sehingga mencapai sasaran yang
diharapkan.

8
2. Pendekatan Jenis Kegiatan (Activities Approach)
Pendekatan ini mencoba menjelaskan pola pekerjaan pemimpin dengan mengamati jenis
kegiatan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh manajer dan bagaimana mereka menggunakan
waktunya.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Mintzberg menyatakan kegiatan seorang pemimpin
atau manajer antara lain dapat dikelompokkan dalam empat jenis yakni:
(a) Kegiatan pribadi ( pengaturan waktu, pengembangan karier pribadi, keterlibatan dengan
kehidupannya sendiri)
(b) Kegiatan teknis ( pekerjaan dengan peralatan, pemecahan masalah teknis, pelaksanaan fungsi-
fungsi teknis)
(c) Kegiatan administrative ( pemrosesan kertas kerja, penyiapan dan administrasi anggaran,
monitoring kebijakan dan prosedur)
(d) Kegiatan interaksional (menyampaikan, membagi, menyebarluaskan informasi, mendukung,
membimbinq, mengarahkan karyawan, menyampaikan ide, meminta saran dan lain-lain)
Dalam praktik manajemen, Sering dijumpai kesulitan untuk memahami hubungan antara
apa yang disebut fungsi-fungsi pemimpin atau fungsi manajerial dengan pekeriaan yang
senyatanya mereka kerjakan. Pendekatan fungsional memberikan cara yang paling logik untuk
membahas manajemen, tetapi tidak cukup membantu dalam pembahasan apa yang sebenarnya
dilakukan oleh manajer atau pemimpin. Oleh karena itu pendekatan kegiatan akan sangat
membantu mengembangkan pengajaran dan praktik manajemen. Joseph L. Massie/John Douglas
dalam bukunya Managing, A Contemporary lntroduction tahun 1975 mengemukakan tujuh
kegiatan memimpin yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan membentuk fungsi pemimpin
atau manajer. Ketujuh kegiatan tersebut meliputi kegiatan pembuatan keputusan, penetapan
sasaran-sasaran, merencanakan dan membuat kebijakan, pengorganisasian dan penempatan,
komunikasi, memimpin dan mensupervisi, serta mengawasi. Selanjutnya hubungan ke tujuh
kegiatan sebagai suatu proses memimpin tersebut dapat dilihat pada gambar 1. di bawah ini.

9
Kegiatan-kegiatan yang senyatanya dilakukan oleh pemimpin atau manajer, dalam realitanya
saling berhubungan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi memimpin atau manajerial. Oleh karena itu
pemaduan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut dengan fungsi-fungsinya, akan dapat memberikan
pandangan yang menyeluruh tentang pola kegiatan pemimpin.
3. Pendekatan Peran
Pembicaraan tentang peran manajer atau peran pemimpin yang khas, akan menekankan pada jenis-
jenis kegiatan yang biasanya diharapkan dari para pemimpin/manajer, tanpa menghiraukan jenis
posisinya. Setiap induvidu mempunyai semacam gambar (irnage) mengenai cara ia harus
bertindak dalam posisi tertentu. Gambar atau bayangan tersebut seringkali dinamakan orang
Konsep Peranan (Role Concept). Sedangkan orang lain yang berhubungan dengan posisi tersebut
juga mempunyai suatu bayangan mengenai bagaimana seseorang harus bertindak dalam posisi
tersebut yang dinamakan .Harapan Tentang Peranan" (Role Expectation).
Pengertian peran pemimpin, menurut Handbook of Social Psychology adalah pelbagai perilaku
yang teratur yang ditimbulkan karena suatu jabatan sebagai pemimpin yang diharapkan dan diakui
oleh segenap anggota organisasi. Pemahaman peran perilaku yang diharapkan sangat penting
dalam suatu organisasi bagi pemegang posisi peran tertentu. peranan dalam organisasi formal
mempunyai kaitan dengan tanggung jawab khusus. Misarnya ; peran supervisi menunjukkan pada
bagaimana seorang supervisor memenuhi tanggung jawabnya tersebut. Cara memenuhi tanggung
jawab tersebut dalam suatu peranan tertentu dapat dengan cara mengandalkan wewenang dan
kedudukannya dan dapat dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Terdapat beberapa pandangan
tentang sumber harapan tentang peranan yang direkomendasikan untuk para pemegang jabatan
pemimpin.

10
Menurut Henry Mintzberg Dalam bukunya yang berjudul The Nature of Manageial Work
(1973:55) Mintzberg mengelompokkan perilaku-perilaku manajer menjadi tiga bidang peranan
yakni:
1) Peran antar pribadi,
2) Peran informasional, dan
3) Peran pembuatan keputusan
Menurut pendapatnya seorang manajer mempunyai wewenang formal atas satuan organisasinya
yang menentukan statusnya. Dengan wewenang dan statusnya tersebut manajer terlibat dalam
pelaksanaan ke tiga peranan tersebut. pemimpin kemudian akan menggunakan keterampilan
pribadi dan manajerialnya untuk mampu melaksanakan peranan-peranannya secara efektif.

4. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF


Konsep Efektif dan Efisien menurut Peter Drucker, efesiensi berarti “melakukan kerja dengan
benar” dan efektivitas berarti “melakukan pekerjaan yang benar”. Efisiensi adalah suatu
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar, yakni menyangkut konsep “input-output”.
Sementara itu, Heinz Weihrich dan Harold Koontz mendefinisikan efektif adalah pencapaian
sebuah tujuan atau sasaran. Sedangkan efisien adalah pencapaian sebuah sasaran akhir dengan
memakai jumlah sumberdaya yang paling sedikit.
Fungsi Kepemimpinan
Aspek ini terkait dengan fungsi-fungsi yang akan mendukung tercapainya tim yang efektif
sehingga manajemen dapat dijalankan secara efektif dalam mencapai tujuan. Terdapat dua fungsi
yang terkait dengan hal ini, yaitu fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan (task related
function), dan fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok (group
maintenance functions).
Fungsi yang terkait dengan tugas atau pekerjaan memfokuskan fungsi kepemimpinan dalam
menjalankan berbagai pekerjaan atau tugas yag telah direncanakan dalam suatu organisasi. Dengan
demikian kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpin mampu mempengaruhi orang-orang
untuk dapat melakukan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepada mereka. Adapun fungsi-
fungsi yang terkait dengan hubungan sosial atau pemeliharaan kelompok memfokuskan fungsi
kepemimpinan dalam upaya untuk senantiasa memelihara kesatuan diantara sesama pekerja,

11
pengertian dengan dan sesama mereka. Dengan demikian pemimpin yang efektif adalah ketika
pemimpin tersebut mampu berkomunikasi dengan baik dengan tim kerja
Indikator Pemimpin Efektif dan Efisien
Pemimpin adalah seorang yang berperilaku untuk mengarahkan aktifitas kelompok atau group ke
tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, seorang pemimpin (leader) adalah seorang manager
yang efektif. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat dalam melihat indikator pemimpin yang
efektif adalah dengan melihat peran-peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin.
Adapun peran-peran dari seorang pemimpin yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Figur
Seorang pemimpin dituntut untuk dapat berperan sebagai simbol bagi organisasi yang
dipimpinnya. Tatkala pemimpin diperlukan untuk menjalankan sejumlah kewajiban rutin yang
bersifat legal dan sosial, maka keberadaan dan kehadiran seorang sangatlah diharapkan.
2. Sebagai pemimpin (leader)
Tugas sebagai pemimpin adalah bertanggung jawab untuk memotivasi dan mengaktifkan
bawahan: bertanggung jawab untuk mengisi posisi yang kosong (staffing), melatih, dan tugas-
tugas yang terkait. Pemimpin dianggap efektif, apabila mampu membawa karyawannya menuju
suatu kesuksesan.
3. Sebagai penghubung (liasion)
Tugas utama yang dilakukan pemimpin sebagai penghubung adalah memelihara suatu jaringan
yang berkembang sendiri yang memberikan dukungan dan informasi.
4. Sebagai Pengamat (monitoring)
Peran sebagai monitor menuntut seorang pemimpin untuk selalu aktif mencari informasi yang
dapat bermanfaat untuk organisasi.
5. Sebagai pembagi Informasi (disseminator)
Sebagai kelanjutan dari perannya sebagai monitor, pemimpin perlu meneruskan informasi yang
diterima dari pihak luar atau dari bawahan kepada anggota organisasi.
6. Sebagai Juru Bicara (spokesperson)
Peran juru bicara memposisikan pemimpin sebagai wakil organisasi dalam menyampaikan
informasi ke pihak luar.
7. Sebagai Wirausaha (enterpreneur)

12
Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup organisasi, pemimpin perlu bertindak sebagai
wirausaha. Yaitu, mencari kesempatan-kesempatan dalam organisasi dan lingkungannya serta
memprakarsai proyek-proyek perbaikan untuk menimbulkan perubahan-perubahan.
Seorang peneliti, Edwin Ghiselli, dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-sifat
tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksanaan
fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain
2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan
sukses.
3. Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir.
4. Ketegasan (decisiveness), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan
memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat.
5. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi
masalah.
6. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian
kegiatan dan menemukan cara-cara baru dan inovatif.
Sedangkan Keith Devis mengikhtisarkan 4 ciri/sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap
kesuksesan kepemimpinan organisasi:
1. Kecerdasan
2. Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi
4. Sikap hubungan manusiawi.
Mewujudkan Pemimpin yang Efektif dan Efisien
Dinamika kepemimpinan menimbulkan interaksi antara pemimpin dengan anggota kelompok
secara timbal balik yang secara tidak langsung merupakan kondisi yang diciptakan oleh kekuatan
aktif didalam lingkungan organisasi (pimpinan dan kelompok kerja). Interaksi tersebut bergantung
dari dan diwarnai oleh “apa” yang akan dicapai, perilaku yang terlibat, pengetahuan dan ide
mereka serta kesempatan yang ada dalam lingkungan. Aktivitas yang berulang atau rutin hanya
memerlukan interaksi yang sedikit, sedangkan bila aktivitas berubah-ubah secara terus menerus
oleh ide baru, memerlukan interaksi yang rumit dan besar.

13
Seorang pemimpin dapat dikatakan seorang pemimpin apabila ia berhasil menimbulkan pada
bawahannya atau pengikutnya perasaan ikut serta, ikut bertanggung jawab terhadap pekerjaan
yang sedang dilaksanakan dibawah pimpinannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Keikut
sertaan tersebut akan lebih baik lagi apabila sesuai dengan kehendak kedua belah pihak. Oleh
sebab itu seorang pemimpin harus mengesampingkan kepentingan pribadinya sebagai
pengorbanan untuk mencapai tujuan yang harus diselesaikannya.
Seorang pemimpin adalah memimpin, bukan memaksa, pemimpin mendorong bawahannya agar
mencapai sasaran atau target seoptimal mungkin walaupun kadang-kadang bawahannya tidak
percaya dapat mencapainya. Dalam hal ini pemimpin harus mengetahui karakter bawahan,
mengetahui hak dan kebutuhan mereka dengan sungguh-sungguh serta mau menjalankan dan
mencapainya dengan sungguh-sungguh. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk
membangkitkan emosional daripada bawahan.
Menurut Mahendra, untuk menjadi pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Selalu bertindak untuk menemukan dan mendeteksi tanda-tanda ataupun kemungkinan akan
terjadinya perubahan dan/atau hambatan yang diperkirakan muncul pada hari ini dan pada waktu
yang akan datang. Kemudian mencari dan melakukan tindakan dan pencegahan yang terbaik.
2. Selalu mau belajar dan bertindak dengan menyesuaikan diri dalam setiap kondisi (perubahan),
serta menerima dan menjadikannya sebagai hal yang bermanfaat bagi perbaikan keputusan
maupun tindakan.
3. Selalu berusaha menetapkan sasaran dan standar yang tinggi, jelas, dan wajar untuk dicapai.
4. Selalu rasional dalam bertindak maupun dalam mengambil keputusan tanpa meninggalkan intuisi
positif yang ada.
5. Bisa memberikan dan mendukung terciptanya suasana kerja (tim kerja dan/atau kelompok kerja)
yang tepat dan nyaman, dengan tindakan yang meyakinkan dan tepat, teladan yang jelas, konsisten,
jujur dan patut dicontoh.
6. Peka dan mengenal dengan baik motivasi positif dari tim/stafnya, sehingga menggugah setiap
anggota tim untuk bekerja dengan antusias, penuh gairah dan memainkan peranan yang penuh
dalam mencapai sasaran organisasi secara keseluruhan.
Kepemimpinan efektif terjadi manakala bawahan merespons karena ingin melakukan tugas
dan menemukan kompensasinya, tetapi dari otoritas yang mempribadi, lalu bawahan

14
menghormati, patuh dan taat kepada manajer, dan senang hati bekerja sama dengannya, kemudian
merealisasikan bahwa permintaan manajer konsisten dengan beberapa tujuan pribadi bawahan.
Kepemimpinan yang efektif menurut Chemers banyak bergantung pada beberapa variabel,
seperti kultur organisasi, sifat dan tugas dan aktivitas kerja, dan nilai serta pengalaman
manajerial.determinan yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan mencakup kepribadian,
pengalaman masa lampau, dan harapan dari atasan; kepribadian dan perilaku atasan; karakteristik,
harapan, dan perilaku bawahan; persyaratan tugas, kultur dan kebijakan organisasi; harapan serta
perilaku rekan sekerja.
Kepemimpinan yang diharapkan tentu disamping integritas kepribadian, dituntut pula
memiliki kepekaan (pesponsiveness) terhadap kepentingan masyarakat dan masalah yang dihadapi
masyarakat, kemampuan memecahkan masalah serta kemampuan mengambil keputusan yang
tepat.
Dalam kaitan kepemimpinan yang efektif tentu memiliki komitmen dalam pemahaman dan
penghayatan serta pengamalan norma-norma atau etika profesi dibidangnya. Sejauh ini pancasila
merupakan landasan etika di dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sudah
tidak lagi perlu diperdebatkan.

15

Anda mungkin juga menyukai