Bakteri Patogen Pada Daging

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Mengenal Beberapa Bakteri Patogen Pada Daging

Oleh:
Drh. Anis Trisna Fitrianti, MSi (Medik Veteriner Muda)
Daging dan produk olahannya merupakan pangan yang bersifat perishable food (pangan mudah
rusak) karena sangat rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk maupun mikroorganisme
patogen. Daging dan produk olahannya mengandung nutrisi yang baik bagi manusia. Zat-zat nutrisi ini
juga merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi mikroba. Daging dan produk
olahannya mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan kadar airnya
yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Kerusakan mikrobiologi pada daging
terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Beberapa tanda-tanda kerusakan pada
daging di antaranya adalah perubahan warna, bau (bau menjadi tengik atau berbau busuk), terbentuknya
lendir,rasa (menjadi asam). Kerusakan mikrobiologi pada daging kering (dendeng) dapat ditandai dengan
tumbuhnya kapang.

Gambar 1. Daging yang siap diolah


Daging dan produk olahannya yang telah rusak dapat mengandung bakteri pathogen (bakteri
yang dapat menyebabkan penyakit).Contoh bakteri yang bersifat patogen pada daging dan produk
olahannya adalah Salmonella sp. yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, Clostridium
perfringens yang dapat menyebabkan sakit perut dan diare, Staphylococcus aureus yang menghasilkan
racun enterotoksin yang dapat menyebabkan gejala keracunan seperti kekejangan pada perut dan
muntah-muntah, dan Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan fatal ditandai dengan
lesu, sakit kepala, pusing, muntah dan diare. Beberapa gejala penyakit dapat timbul setelah seseorang
mengkonsumsi daging atau produk olahannya yang tercemar oleh mikroorganisme patogen.
Mekanisme terjadinya keracunan bakteri pathogen akibat mengkonsumsi daging dan produk
olahannya yaitu intoksikasi dan infeksi.
1. Intoksikasi
Intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen, baik itu oleh
toksin maupun metabolit toksik lainnya. Bakteri tumbuh pada daging atau produk
olahannya akan memproduksi toksin. Apabila toksin tersebut masuk ke dalam tubuh bersama daging dan
produknya dapat menimbulkan gejala penyakit seperti keracunan pangan (intoksikasi) akibat
bakteri Clostridium botulinum dan Staphylococcus aureus.
a. Clostridium botulinum ; merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas,
bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat
meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil.
Pemanasan pangan sampai suhu 80°C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora
bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan
pembekuan. Gejala keracunan botulinum yaitu mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda,
tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus
dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat
berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari. Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini kecuali
mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan
pangan yang keliru, khususnya di rumah atau industri rumah tangga. Misalnya pengalengan, fermentasi,
pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini dapat
mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang
kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan
pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan
nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan
antara lain dengan memasak makanan dalam kaleng dengan seksama yaitu dengan direbus dan aduk
selama 15 menit. Menyimpan makanan dalam lemari pendingin terutama untuk makanan yang dikemas
hampa udara dan pangan segar atau yang diasap juga merupakan tindakan pengendalian kontaminasi
bakteri ini. Penting untuk diperhatikan adalah, menghindari mengonsumsi makanan kaleng yang
kemasannnya telah menggembung.

Gambar 2. Clostridium botulinum


b. Staphylococcus aureus; terdapat sekitar 23 spesies Staphylococcus, tetapi Staphylococcus
aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik
fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga
tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal.
Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat
tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging
unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding,
dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang
disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan
yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang. Gejala keracunan akibat
toksin Staphylococcus aureus dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam setelah mengonsumsi pangan
tercemar. Gejala dapat berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram
perut hebat, distensi abdominal, dan demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit
kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah. Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak terlalu
diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada pasien perlu diberikan air minum dan larutan elektrolit.
Untuk penanganan lebih lanjut sebaiknya pasien ditangani di puskesmas atau rumah sakit.

Gambar 3. Staphylococcus aureus


2. Infeksi
Infeksi merupakan proses invasi dan multiplikasi berbagai mikroorganisme ke dalam
tubuh. Bakteri patogen dapat menginfeksi tubuh melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini,
penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi
pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk dapat menimbulkan gejala sakit jumlah bakteri yang tertelan
harus memadai. Hal ini dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat menginfeksi
tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit diantaranya adalah Salmonella sp.,Clostridium
perfringens, dan Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC).
a. Salmonella sp.; merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, berbentuk batang
bergerak dan tidak menghasilkan spora. Termasuk kelompok Enterobacteriaceae. Salmonella sp. tumbuh
optimum pada suhu 35°C sampai 37°C, memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas,
dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, memproduksi H2S serta
mendekarboksilasi lisin dan ornitin masing-masing menjadi kadaverin dan putresin. Mikroba ini bersifat
oksidase negatif dan katalase positif. Salmonella sp. dapat ditemukan pada bahan pangan mentah
seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi apabila proses pamasakan tidak
sempurna. Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella sp. disebut salmonellosis. Cara penularan
yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang
terinfeksi misalnya daging. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh orang yang menangani pangan yang
terinfeksi, binatang peliharaan, lalat, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk.
Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi. Salmonella sp. penyebab
gastroenteritis ditandai dengan gejala-gejala yang umumnya nampak 12-36 jam setelah makan bahan
pangan yang tercemar. Gejala-gejalanya antara lain diare, sakit kepala, muntah-muntah, dan demam.
Gejala dapat berakhir selama 1-7 hari. Lokasi terdapatnya jenis mikroorganisme ini adalah pada alat-alat
pencernaan hewan ternak. Oleh karena itu praktik penyembelihan hewan dan penanganan karkas/daging
di rumah potong harus dilakukan secara higienis untuk meminimalisir kontaminasi. Ternak dapat tertular
melalui padang rumput maupun pakan yang diberikan seperti tepung ikan, tepung daging maupun tepung
tulang yang tercemar. Demikian juga selama proses penyembelihan dan penanganan karkas/daging
terjadi pencemaran silang dari karkas yang tercemar ke karkas yang masih bersih melalui peralatan dan
air pencucian. Oleh karena itu kondisi karkas/daging yang tercemar oleh Salmonella sp. lebih banyak
sesudah proses penyembelihan daripada sebelumnya. Tingkat pencemaran Salmonella sp. pada
karkas/daging yaitu jumlah sel per karkas, umumnya rendah dimana jumlah yang ada tidak cukup
sebagai satu dosis infeksi yang biasanya sekitar 105-106 sel. Namun demikian, pencemaran dalam jumlah
rendah ini tetap memberikan bahaya yang cukup besar bagi kesehatan masyarakat akibat pemasakan
yang kurang sempurna dari produk tersebut kemudian akan mengakibatkan perkembangan sel-
sel Salmonella sp. sampai pada tingkat dapat menimbulkan penyakit karena pengolahan yang salah.
Keracunan pangan karena Salmonella sp. terutama berhubungan dengan daging sapi dan ayam yang
baru dimasak yang oleh karena sesuatu hal telah dimasak kurang sempurna dan salah pengolahannya
sebelum dikonsumsi. Gejala keracunan pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella sp. adalah
diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih
dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella sp. ini juga dapat
membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan
sistem kekebalan tubuh. Penanganannya untuk pertolongan dapat diberikan cairan untuk menggantikan
cairan tubuh yang hilang. Lalu segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.
b. Clostridium perfringens;merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora, bersifat
anaerobik dan berbentuk batang yang tidak bergerak. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan
hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan
enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi tetapi dihasilkan oleh bakteri di
dalam usus. Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan
menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa
nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada
kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang
lanjut usia). Untuk penanganannya, tidak ada penanganan spesifik kecuali mengganti cairan tubuh yang
hilang. Tindakan pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga
atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dengan suhu yang tepat pada
produk pangan matang dan pemanasan ulang yang benar dari masakan sebelum dikonsumsi.
c. Escherichia coli;Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora,
kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat
menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat
membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia seperti Enterohaemorragic
Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli tipe O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia
terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar misalnya daging mentah, daging yang dimasak
setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan. Gejala penyakit yang
disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare, pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah,
demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar
antara 3-4 hari.
Penanganan dan pencegahan cemaran mikroorganisme pada daging dan produk olahannyadapat
dilakukan dengan menerapkan praktek higienis atau Good Hygiene Practice (GHP) untuk memenuhi
konsepsafe from farm to table serta kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya
misalnya pengendalian terhadap temperatur, pH, aw, keadaan lingkungan atmosfir, dan
mikroba kompetitor. Dengan melakukan upaya pencegahan cemaran mikroorganisme dan penanganan
yang baik pada daging dan produk olahannya,diharapkan diperoleh sumber protein hewani yang aman,
sehat, utuh, dan halal (ASUH) sehingga aman dan layak dikonsumsi bagimasyarakat.
MIKROBIOLOGI DAGING
Denny W. Lukman
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

PENDAHULUAN

Daging digolongkan bahan makanan mudah rusak (perishable food). Di bagian dalam
daging yang berasal dari hewan yang sehat yang dipotong secara higienis tidak
ditemukan mikroorganisme. Mikroorganisme pada daging yang berasal dari hewan
sehat dan dipotong secara higienis ditemukan pada permukaan daging dan limfonodus.
Mikroorganisme dapat ditemukan di bagian dalam daging, jika daging berasal dari
hewan sakit (terinfeksi).

Sumber kontaminasi daging:


1. Hewan sakit
2. RPH/RPU: kulit, alat, pekerja, udara, isi saluran pencernaan
3. Penanganan setelah pemotongan

Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging tergantung dari metode penanganan
daging.
Jumlah dan jenis mikroorganisme pada daging menggambarkan sanitasi dan higiene
penanganan daging, serta menentukan kualitas dan keamanan daging.

Kepentingan mikroorganisme pada daging:


1. Beberapa mikroorganisme bersifat patogen yang menyebabkan gangguan kesehatan
pada konsumen
2. Beberapa mikroorganisme sebagai penyebab pembusukan atau kerusakan daging
(mikroorganisme pembusuk atau perusak).
3. Beberapa mikroorganisme dijadikan sebagai mikroorganisme indikator

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKROORGANISME


PADA DAGING

1. Faktor intrinsik (faktor-faktor dalam daging):


nutrisi, pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen, zat antimikrobial, struktur
2. Faktor ekstrinsik (faktor-faktor di luar daging):
suhu, kelembaban, konsentrasi gas dan pengolahan.

MIKROORGANISME PADA DAGING SAPI

MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN


Sejumlah E. coli, Clostridium perfringens, dan streptokoki sudah ditemukan pada hari
pertama kelahiran di dalam isi rumen, abomasum, sekum dan bagian saluran
pencernaan lain.
Hari ke-2 sampai 12, dijumpai laktobasili dalam jumlah banyak di dalam rumen dan
usus halus.
Salmonella dapat ditemukan dalam rumen, ileum, sekum, rektum, limfoglandula saluran
pencernaan (yang berkaitan dengan saluran pencernaan bagian belakang).

MIKROFLORA PADA KULIT SAPI


Mikroorganisme yang ditemukan:
1. Mikroflora normal pada kulit: mikrokoki, stafilokoki, kamir
2. Mikroorganisme dari tanah, padang rumput (pastur) dan feses
Jenis dan jumlah dipengaruhi oleh faktor lingkungan (musim, kelembaban, suhu)

TRANSPORTASI
Selama transportasi dari peternakan ke RPH, hewan dapat terkontaminasi salmonella
yang berasal dari feses.

RPH DAN PROSES PEMOTONGAN


Kontaminasi selama proses pemotongan terutama terjadi pada saat proses pengulitan,
pemotongan kaki bagian bawah dan pengeluaran jeroan.

Pada kulit dapat ditemukan jumlah mikroorganisme (per gram atau per cm 2):
Mesofilik aerobik 106 - 108
Psikrotrofik 104 – 106
Enterobacteriaceae 103 – 106
Escherichia coli 101 – 105
Spora Bacillus 105 – 106
Kapang-kamir >103
Salmonella bervariasi (400 per cm2; 4000000 per gram)

Rumen dapat mengandung mikroorganisme (per gram):


Mesofilik aerobik 106 - 108
Psikrotrofik 102 – 105
Enterobacteriaceae dan E. coli 103 – 107

Feses dapat mengandung mikroorganisme (per gram):


Mesofilik aerobik 108 – 109
Psikrotrofik 102 – 105
Enterobacteriaceae dan E. coli 106 – 109
Clostridium perfringens dan Campylobacter 106 – 109

Daging dapat tercemar mikroorganisme pada saat pemingsanan secara mekanik


(captive bolt pistol yang tercemar) dan penyembelihan oleh pisau tercemar.
Pada saat pengulitan dan pemotongan kaki bagian bawah: pencemaran cukup tinggi.

Setelah penyayatan kulit dan pemotongan kaki bagian bawah, pada mata pisau dapat
ditemukan mikroorganisme:
Mesofilik aerobik 107
Spora basilus dan psikrotrofik 105
Enterobacteriaceae 103
Salmonella dapat ditemukan pada tangan pekerja, pisau, apron pekerja yang menguliti
hewan
Selama eviserasi (pengeluaran jeroan) dapat terjadi peningkatan
pencemaran Salmonella dan Enterobacteriaceae pada karkas.
Campylobacter dapat ditemukan pada empedu.

Pisau dan tangan yang tercemar oleh mikroorganisme selama proses eviserasi dan
pemeriksaan postmortem akan mencemari bagian karkas lain.

Proses pencucian karkas setelah eviserasi dapat mempengaruhi keberadaan


mikroorganisme pada permukaan karkas. Kadang-kadang jumlah mikroorganisme akan
berkurang pada satu bagian/daerah, namun di daerah lain akan tetap atau bahkan
bertambah.
Hal ini tergantung lama pencucian, suhu air, volume air dan tekanan air, serta sanitaiser
yang ditambahkan ke dalam air (klorin atau asam organik).

MIKROFLORA PADA KARKAS

Mikroorganisme pada karkas setelah proses pemotongan (higienis):


ICMSF (1980):
Total plate count (TPC) 103 – 105 bakteri per cm2
Psikrotrofik <>2 cm2
Koliform 101 – 102 cm2
Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bagian dalam karkas lebih
rendah dibandingkan bagian luar karkas.
Grau (1986):
Mesofilik aerobik 103 – 106 per cm2
Psikrotrofik 0.1 – 10% dari jumlah mesofilik
Enterobacteriaceae dan E. coli 10 per cm2
Clostridium perfringens dan Campylobacter jejuni dalam jumlah kecil.

PENDINGINAN DAGING
Pengaruh pendinginan terhadap mikroorganisme pada permukaan karkas/daging
tergantung dari kondisi pendinginan.
Pendinginan daging yang cepat, dengan kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban
yang rendah akan mengurangi jumlah mikroorganisme pada karkas/daging.
Pendinginan akan mengubah jenis dan jumlah mikroorganisme pada daging (terutama
perbandingan psikrotrofik dan mesofilik).

Kondisi pendinginan harus dijaga: sebaiknya kandungan mikroorganisme pada udara


tidak lebih dari 102 mikroba/m2/menit (akan memberikan kontribusi kontaminasi pada
karkas 14 mikroba/cm2 permukaan karkas/hari).

Penyimpanan daging pada suhu 15 – 20 oC atau lebih memiliki resiko perkembangan


mesofilik dan patogen.

Organ (jeroan) memiliki jumlah mikroorganisme yang relatif lebih besar dari
daging. Oleh sebab itu harus segera didinginkan
Suhu bagian dalam daging < +4 oC
Suhu bagian dalam jeroan < +3 oC

CUTTING DAN PELEPASAN TULANG

Pencemaran selama proses cutting, boning dan pengemasan dapat terjadi melalui
peralatan (pisau, alas potong, mesin pemotong), tangan pekerja, suhu ruang dan
lamanya daging di dalam ruang tersebut.
Suhu ruang cutting dan boning sebaiknya < 10 oC.
MIKROORGANISME PADA DAGING UNGGAS

MIKROFLORA PADA UNGGAS HIDUP


Mikroorganisme masuk pertama kali ke dalam tubuh anak ayam melalui penularan
vertikal dari induk (telur), masuknya mikroorganisme dari permukaan kulit telur ke
dalam, dan saat minum/makan.

MIKROFLORA PADA SALURAN PENCERNAAN


Pada hari ke-1 dalam saluran pencernaan anak ayam sudah dapat dijumpai sejumlah
streptokoki fekal, Enterobacteriaceae dan Clostridium. Selanjutnya dapat ditemukan
laktobasili.
Mikroflora dalam saluran pencernaan akan terus berubah.

Usus kecil ayam pada hari pertama dapat mengandung mikroorganisme:


Koliform dan streptokoki fekal 108 – 109 per gram.
Selanjutnya (setelah 2 hari) mikroorganisme tersebut menurun, tetapi laktobasili
meningkat. Selama seminggu jumlah laktobasili mencapai 107 per gram, sementara
jumlah streptokoki fekal dan koliform berkisar <104 per gram.
Mikroflora pada usus halus didominasi oleh mikroorganisme anaerob fakultatif.
Mikroorganisme anaerob dalam usus berjumlah 10 – 40% jumlah mikroorganisme.

Pada sekum, pertama kali koliform dan streptokoki fekal dapat ditemukan 1010per gram;
selanjutnya berkembang laktobasili (mencapai 109 – 1010 per gram).
Clostridium perfringens dapat ditemukan dalam sekum <>5 per gram.
Campylobacter jejuni sering ditemukan pada saluran pencernaan bawah dan dapat
mencapi jumlah 107 per gram feses.
Salmonella pada saluran pencernaan ayam. Pada umur ke-1 dan ke-2, anak ayam
mudah terinfeksi salmonella.
Staphylococcus aureus pada ayam ditemukan di tenggorakan dan kloaka (mulai umur
hari ke-1/DOC), serta pada permukaan tubuh dan lubang hidung.
Jumlah S. aureus dari bilasan seluruh tubuh ayam dapat mencapai 10 5
Jumlah S. aureus pada tubuh dan lubang hidung akan meningkat sejalan dengan
pertambahan umur ayam.
S. aureus tidak ditemukan atau ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit dalam
saluran pencernaan ayam.
Mesofilik yang banyak ditemukan pada kulit ayam adalah Micrococci.
Psikrotrofik yang dominan ditemukan pada bulu
adalah Moraxella dan Acinetobacter. Jumlahnya sekitar 0.1% dari jumlah mesofilik.
Enterobacteriaceae dan E. coli ditemukan pada kulit sebesar 104 - 106 per gram.
TRANSPORTASI
Selama transportasi ayam terkontaminasi dari feses.

RPU DAN PROSES PEMOTONGAN


Kontaminasi silang dapat terjadi selama proses pemotongan di RPU.
Kontaminasi bakterial yang utama selama proses pemotongan terjadi pada tahap
pencabutan bulu (defeathering) dan pengeluaran jeroan (eviscerating).
Pada proses pencelupan (scalding) ke dalam air hangat:
Mikroorganisme pada bulu dan kulit akan tercuci, dan bahkan mati pada proses
pencelupan (terutama psikrotrofik).
Clostridium perfringens dapat dijumpai pada air pencelupan bersuhu 53-63 oC.
Pada proses pencabutan bulu:
Pada proses ini dapat terjadi penyebarluasan kontaminasi (kontaminasi
silang)mikroorganisme dari karkas ke karkas serta dari alat pencabut bulu.
S. aureus pada bulu akan menyebar melalui jari-jari karet alat pencabut bulu.
Jumlah mesofilik aerobik dan psikrotrofik, serta Enterobacteriaceae dan E. colipada kulit
ayam akan meningkat selama proses pencabutan bulu.
Pada proses ini dapat pula dijumpai Salmonella.
Selama eviserasi, mikroorganisme dapat dipindahkan dari karkas ke karkas melalui
pisau, tangan pekerja, dan alat pengeluar jeroan.
Jumlah Enterobacteriaceae dan Salmonella dapat meningkat selama proses ini.
Pencucian karkas akan menghilangkan bahan-bahan organik dan mikroorganisme pada
karkas.
Pencucian karkas setelah pencabutan bulu, serta selama dan setelah pengeluaran
jeroan akan menurunkan jumlah mesofilik aerobik,
koliform, Enterobacteriaceae dan Salmonella pada karkas.
Pendinginan karkas: dapat terjadi perkembangan psikrotrofik pada karkas dan air
pendingin.

MIKROBA PADA KARKAS AYAM


Jumlah mikroorganisme pada kulit ayam setelah proses pemotongan (per cm 2):
Mesofilik aerobik 103 - 105
Psikrotrofik 101 - 105
Enterobacteriaceae 103 - 104
E. coli 101 – 103
Clostridium perfringens <102
Staphylococcus aureus 103
BAHAN BACAAN
Grau F.H. 1986. Microbial Ecology of Meat and Poultry. Dalam Pearson A.M. dan
Dutson T.R. (editor), Advances in Meat Research: Meat and Poultry
Microbiology. England: Macmillan Publishers.
ICMSF. 1980. Microbial Ecology of Foods. Vol. 2. New York: Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai