Regulasi Tentang Mekanisme Penelitian Yang Memastikan Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Dan Syarat Profesi
Regulasi Tentang Mekanisme Penelitian Yang Memastikan Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Dan Syarat Profesi
Regulasi Tentang Mekanisme Penelitian Yang Memastikan Ketaatan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Dan Syarat Profesi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki hak yang terus melekat pada dirinya sejak lahir. Hak
tersebut tidak dapat dikurangi, terlebih lagi dilanggar. Hak dasar tersebutdikenal sebagai
hak asasi. Pentingnya hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang menjadi dasar dibuatnya
deklarasi-deklarasi yang berisi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Contoh:
Universal Declaration of Human Rights yang dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tahun 1948. Deklarasi ini disusun sebagai bentuk reaksi terhadap keadaan yang
terjadi selama Perang Dunia II. Banyak sekali manusia yang diperlakukan tidak layak
sehingga mereka seakan tidak dianggap sebagai manusia. Deklarasi ini mejadi dasar
selanjutnya bagi pembuatan aturan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Pengaturan
dasar mengenai hak asasi manusia di Indonesia tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945. Hak asasi manusia tersebut mencakup banyak hal, seperti hak atas hidup, hak
atas rasa aman, hak atas kesehatan, dan lainnya. Pemenuhan hak atas kesehatan ini
memerlukan upaya tidak hanya datang dari manusia itu sendiri tapi dari pihak yang terkait
seperti pihak rumah sakit atau bahkan pemerintah. Kesehatan merupakan bagian dari
kehidupan manusia yang tidak ternilai harganya, baik itu dari segi jasmani maupun rohani.
Semua manusia ingin sehat dan sering kali melakukan banyak hal agar tetap sehat. Dalam
kenyataannya, manusia pasti pernah menderita sakit. Penyakit yang diderita tersebut
bermacam-macam, mulai dari sakit yang umum diderita seperti flu hingga ada pula yang
menderita penyakit langka seperti terdapat kawat di perut manusia, kulit manusia yang
menghitam dan bersisik, atau penyakit langka yang menyebabkan wajah seseorang
menghilang. Penyakit-penyakit langka tersebut diderita oleh warga Indonesia. Hingga
sekarang belum diketahui penyebab munculnya penyakit tersebut dan obat yang dapat
menyembuhkannya. Dalam hal ini, penderita penyakit langka atau penyakit lain yang
belum diketahui obatnya atau data mengenai penyakit tersebut diperlukan untuk
berpartisipasi menjadi pendukung penelitian. Penelitian ini disebut penelitian medis.
Subjek dari penelitian medis tersebut adalah penderita penyakit, yang selanjutnya disebut
subjek penelitian medis. Dinamakan subjek karena hukum berada di dalam pribadi
manusia, bukan hanya berfungsi sebagai aturan hidup tetapi juga sebagai yang dihayati
manusia melalui partisipasinya sebagai subjek hukum.Sebaliknya, objek hukum menurut
1
Pasal 499 KUHPerdata adalah benda, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi subjek
hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para
subjek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi objek dari hak milik (eigendom).
Manusia tidak dapat disebut objek penelitian berdasarkan analogi penjelasan objek hukum.
Jika manusia dianggap atau disebut sebagai objek penelitian, maka peneliti dapat
memperlakukan secara tidak manusiawi manusia yang ikut serta dalam penelitian, seperti
halnya yang dilakukan para peneliti yang melanggar etika penelitian terdahulu. Seorang
manusia harus tetap diperlakukan sebagai manusia seutuhnya. Penelitian manusia yang
menderita suatu penyakit sangat penting dilakukan karena:
1. Hasil penelitian jangka panjang, sejumlah besar pada hewan seringkali tak menggantikan hasil
jangka pendek percobaan pada sedikit manusia.
2. Belum adanya model eksperimen pada hewan untuk penyakit tertentu;
3. Adanya keuntungan bagi kemajuan ilmu kedokteran dengan baik dengan risiko yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Terselenggaranya penelitian medis merupakan bagian dari pelaksanaanpelayanan kesehatan yang
menjadi hak setiap orang sebagaimana yangdisebutkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang
Dasar Tahun 1945: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.”
Selain itu, terselenggaranya penelitian medis sesuai dengan poin 9 Strategi Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, yaitu meningkatkan
koordinasi dan efektifitas penelitian dan pengembangan kesehatan dan Sasaran Strategis (Renstra)
Kementrian Kesehatan tahun 2015-2019, yaitu meningkatkan jumlah rekomendasi kebijakan
berbasis penelitian dan pengembangan yang diadvokasi ke pengelola program serta meningkatkan
jumlah hasilpenelitian yang didaftarkan hak kekayaan intelektual. Pedoman internasional
mengenai pelaksanaan penelitian medis, khususnya dalam hal manusia sebagai subjek
penelitiannya diatur dalam berbagai deklarasi, yaitu:
pengaturan dan/atau pedoman pelaksanaan penelitian medis, termasuk uji klinik yang
melibatkan manusia. Pengaturan tersebut terdapat dalam PeraturanPemerintah Nomor 39
Tahun 1995 Tentang Penelitian dan PengembanganKesehatan, Pedoman Etik Penelitian
Kedokteran Indonesia, serta PedomanCara Uji Klinik yang Baik (CUKB) yang
dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa
2
Obat dan Makanan tahun 2001.Aturan dan/atau pedoman yang ada di Indonesia tersebut
belum cukup sebagai dasar dalam menyelenggarakan penelitian medis. Walaupun
Indonesia
(lima) kemungkinan atau probabilitas yang mungkin saja terjadi setelah penelitian medis
dilakukan, yaitu:
4. Penelitian gagal dan kondisi subjek penelitian memburuk atau cacat; dan
Setiap orang yang menjadi subjek penelitian harus mengetahui manfaat serta
kemungkinan yang diramalkan dapat terjadi pada dirinya apabila mereka bersedia secara
sukarela menjadi subjek penelitian tersebut, seperti halnya yang disebutkan dalam angka 18.
Tujuan penelitian kesehatan ini adalah memberikan manfaat bagi banyak pihak, yaitu bagi:
1. Pasien (pihak yang menjadi subjek penelitian), yang dalam hal ini
mendapat kemungkinan untuk sembuh tanpa mengeluarkan biaya pengobatan;
3. Pihak perusahaan farmasi, yang dalam hal ini berkaitan dengan obat untuk mengobati penyakit;
dan
3
Demi terselenggaranya suatu penelitian medis, tentu memutuhkan dana. Dana yang
dibutuhkan tersebut sangat besar. Sebagai contoh, besar dana investasi untuk penelitian
kesehatan di National Institute of Health untuk warga Amerika adalah mendekati
$301.000.000.000 per tahun.8 Pendanaaan penelitian medis yang sangat besar tersebut
membutuhkan pihak-pihak yang menjamin akan dibayarkannya dana kepada subjek
penelitian apabila subjek penelitian tersebut mengalami kemungkinan baik ataupun buruk,
misalnya saja dengan bekerja sama dengan pihak sponsor dan perusahaan asuransi.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien yang menjadi subjek penelitian medis
dan pengaturannya? 9
4
2. Bagaimanakah akibat hukum pembiayaan penelitian medis yang dibiayai oleh
perusahaan asuransi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan penulis bahas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien yang menjadi
subjek penelitian medis dan pengaturannya.
D. Kegunaan Penelitian
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam
dunia kepustakaan mengenai pengaturan dan perlindungan pasien dalam hal
penelitian medis yang ditinjau dari sudut perasuransian.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperhatikan hak-hak pasien sebagai subjek
penelitian dari sudut perasuransian.
E. Kerangka Pemikiran
“In much of society, research means to investigate something you do not know
or understand.”11 Kalimat mutiara dari Neil Armstrong ini menggambarkan bahwa
untuk memahami atau mengerti mengenai apa yang ingin kita ketahui, kita harus
melakukan penelitian. Penulis setuju dengan pendapat Neil Amstrong tersebut karena
5
hanya untuk mengetahui saja, kita tidak perlu melakukan penelitian. Kita cukup
mencari dari sumber lain, bertanya ke orang lain atau mengetahui sendiri dari hal yang
kita alami. Contoh: saat kita menjatuhkan benda dari tempat tinggi, benda tersebut
akan jatuh ke tempat yang lebih rendah. Untuk mengetahui mengapa peristiwa itu
terjadi, kita perlu melakukan penelitian. Hasil yang didapat adalah bumi memiliki
gaya gravitasi sehingga semua benda yang dijatuhkan dari tempat lebih tinggi pasti
akan jatuh ke tempat yang lebih rendah. Hal ini diterapkan pada kehidupan nyata
dalam bidang penelitian terhadap makhluk hidup yang tidak hanya dilakukan pada
hewan dan tanaman saja, tapi pada manusia secara langsung. Penelitian yang
dilakukan terhadap manusia sebagai subjeknya memang bukanlah hal yang baru.
Penelitian terhadap manusia telah dilakukan sebelum, selama, dan setelah Perang
Dunia II. Pada masa tersebut penelitian yang dilakukan bermaksud untuk
“pengobatan”. Penelitian pengobatan tersebut salah satunya dikenal dengan nama
“Lobotomy Transorbital”. 12 Awalnya lobotomi ini dilakukan oleh seorang psikiater
bernama Walter Freeman. Sebelum Perang Dunia II, praktik lobotomi dilakukan oleh
Walter di 23 negara bagian Amerika Serikat. Selama dan setelah Perang Dunia II,
praktik ini dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menghilangkan
ketakutan, kecemasan, depresi, obsesi yang ditandai dengan kandungan emosional
tinggi, dan semua masalah kejiwaan yang telah menghancurkan banyak orang.
Dampak dari praktik ini adalah banyak manusia yang mengalami kejang-kejang,
amnesia, kehilangan kemampuan motorik, dan bahkan beberapa orang meninggal
dunia.13 Praktek lobotomy transorbital dan praktek-praktek lain yang dilakukan oleh
dokter-dokter pada zaman NAZI yang mendasari dibuatnya Nuremberg Code dan
deklarasi-deklarasi lainnya.14 Setiap penelitian memiliki prinsip dasar etika. Terlebih
lagi penelitian yang. melibatkan manusia sebagai subjeknya, harus berdasarkan 4
(empat) prinsip dasar etika penelitian, yaitu: “
6
3. Tidak membahayakan subjek penelitian (non-maleficence), dengan mengurangi
bahaya terhadap subjek serta melindungi subjek; dan
Terdapat 3 (tiga) unsur esensial dalam hal pelaksanaan penelitian medis, yaitu: Pertama,
dibutuhkannya pihak peneliti yang melaksanakan penelitian medis. Kedua, harus adanya
manusia sebagai subjek penelitian. Pihak yang setuju secara sukarela untuk menjadi subjek
penelitian, wajib untuk mengisi persetujuan setelah penjelasan (informed consent). Informed
consent berisi semua keterangan yang ilmuwan atau peneliti miliki mengenai eksperimen
yang akan dilaksanakan, manfaat yang akan diperoleh, nilai eksperimen bagi masyarakat, dan
risiko-risiko yang ada dan yang mungkin timbul.17 Jika risiko-risiko yang mungkin timbul
tersebut melebihi manfaat yang didapat, maka penelitian lebih baik tidak dilakukan: “Medical
research involving. Ketiga, terselenggaranya suatu penelitian medis dibutuhkan dana. Dana
tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya mengajukan dana melalui proposal
penelitian kepada pemerintah, perusahaan farmasi atau perusahaan asuransi. Dalam hal ini
pemerintah dan perusahaan farmasi bertindak sebagai sponsor. Tujuan diadakannya sponsor
adalah sebagai penunjang penelitian karena dana yang dibutuhkan untuk suatu penelitian
medis tidaklah sedikit. Apalagi penelitian tersebut melibatkan manusia dimana tidak ada yang
mengetahui pasti risiko yang terjadi terhadap diri manusia yang menjadi subjek penelitian.
Dalam hal inilah dibutuhkan peran perusahaan asuransi untuk melindungi (cover) hak pasien
dari kemungkinan baik maupun kemungkinan buruk yang mungkin terjadi pada diri pasien
setelah dilaksanakannya penelitian medis.
F. Metode Penelitian
1. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini berupa metode yuridis normatif
dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis.Tahap Penelitian dan Bahan
Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif.22 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), yaitu dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang berkaitan dengan hukum kesehatan, hukum perdata, dan hukum
asuransi, serta pendekatan konseptual (conceptual approach) yang beranjak dari
7
pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.23
Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, penulis meneliti bahan pustaka atau
data sekunder, yang terdiri dari
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-
undangan yang diurut berdasarkan hirearki. Peraturan perundang-undangan yang
dipakai adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas bukubuku
(textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer),
jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasuskasus hukum, yurisprudensi, dan
hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan
hukum sekunder yang digunakan adalah deklarasi-deklarasi yang berhubungan
dengan penelitian terhadap manusia, seperti Nuremberg Code, Universal
Declaration of Human Rights, The Declaration of Helsinki, International Ethical
Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects, The Operational
Guideline for Etchics Committee that Review Biomedical Subjects, International
Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects, The
Belmont Report: Ethical Principle & Guidelines for the Protection of Human
Subjects of Research, Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia, Cara Uji
Klinik yang Baik (CUKB), dan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan cara
analisis kualitatif dengan pola pikir logika deduktif, yaitu pola pikir untuk menarik
8
kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat
umum. Pada penelitian hukum yang berjenis normatif ini, bahan hukum primer,
sekunder, dan tersier tidak dapat lepas dari berbagai penafsiran hukum yang dikenal
dalam ilmu hukum yang diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari
bahan pustaka, baik berupa peraturan perundang-undangan, artikel, internet, makalah
seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data-data lain yang mempunyai kaitan dengan
data penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai keseluruhan isi, penulisan hukum ini
akan dibagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, objek penelitian,
penelitian dan pembahasan, serta penutup dengan menggunakan sistematika sebagai
berikut: