PPK PDL Terbaru Newnew 1 2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 48

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

CHOLELITIASIS
1. Pengertian Batu yang terdapat didalam vesica felea (Kantung empedu)
(Definisi)
2. Anamnesis 1. nyeri atau kolik pada perut kwadran kanan atas sampai epigastrium.
2. nyeri dapat menjalar ke punggung
3. bila terdapat penyumbatan saluran empedu maka penderita akan
tampak kuning, disertai gatal pada kulit.
4. gangguan pencernaan(dyspepsia) dan mual.

3. Pemeriksaan Fisik 1. tampak kuning pada sclera atau tidak


2. nyeri tekan perut kwadran kanan atas
3. nyeri saat inspirasi saat hipocondriaca kanan di tekan (Murphy’s
sign)

4. Kriteria Diagnosis 1. Kolik perut kwadran kanan atas, kadang menjalar ke belakang dapat
disertai radang akut kolesistitis atau penyumbatan- kholestasis.
2. Pada pemeriksaan, nyeri tekan pada kwadran hipokondrium kanan,
Terdapat tanda peritonitis lokal (defans musculer +), pertanda
Murphy’s positif.
5. Diagnosis Cholelithiasis
6. Diagnosis Banding 1. Hepatitis
2. Abses Hepar
3. Pankreatitis
4. Cholangitis
5. Ulkus Peptikum
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium DL, OT, PT, Bilirubin direct&total
Penunjang 2. USG Abdomen hepatobilier
8. Terapi 1. Medikamentosa/ konservatif
2. Operatif cholecystectomy
3. Pemberian antibiotika dan analgetika
9. Edukasi 1. Masuk RS.
2. Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan OPERASI
3. Kontrol 1 minggu setelah KRS.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Standar Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah
Umum Indonesia, edisi revisi 2003, PABI
2. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Seymour I,
Schwarts, Spenser, edisi 6 , Jakarta, EGC, 2000

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019
NEPHROLITIASIS (BATU GINJAL)
1. Pengertian Semua batu baik opaque maupun non opaque yang berada di sistem
(Definisi) pelvikalises ginjal.
2. Anamnesis 1. Hematuria baik mikroskopik maupun makroskopik
2. Disuria
3. Demam atau menggigil
4. Kolik ginjal atau nyeri pinggang
5. Dapat juga tanpa keluhan (silent stone)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Status umum
2. Inspeksi : didapatkan penonjolan daerah pinggang
3. Palpasi : didapatkan masa pada daerah pinggang
4. Perkusi : nyeri ketok pada daerah pinggang (flank pain), nyeri ketok
costo vertebrae angel (CVA)
5. Colok dubur (Rectal toucher)
4. Kriteria Diagnosis 1. Semua pasien yang datang dengan keluhan nyeri pinggang
2. Hematuria
3. Disuria
4. Pemeriksaan pencitraan (rontgenatau ultrasonografi) diketahui
penyebabnya adalah batu
5. Diagnosis Batu ginjal
6. Diagnosis Banding 1. ISK,
2. Tumor traktus urogenitalia
7. Pemeriksaan 1. Laboratorium, darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, urine lengkap,
Penunjang kultur urin, tes kepekaan kuman terhadap antibiotika, kalsium-phospate-
asam urat darah, ekskresi kalsium-phospate-asam urat dalam urin
tampung 24 jam.
2. intravenous urography (IVU), ultrasonografi (USG), Foto polos perut
(Kidney Ureter Bladder – KUB)retrograde pyelography (RPG),
anterograde (APG), Foto polos perut (Kidney Ureter Bladder – KUB)
pre operatif pada batu ureter opaq
3. Gula darah puasa dan 2 jam PP, EKG, foto thorax jika diperlukan
8. Terapi 1. Bivalve Nefrolithotomy/pyelonefrolithitomy
2. ESWL
3. Percutaneus Nefrolitolapaxy (PNL)
4. Percutaneus nefrostomy (PNS)
5. Open nefrostomy
6. Nefrectomy
7. Laparoscopic nefro/pyelo lithotomy
9. Edukasi 1. Mengenal gejala klinis batu ginjal
2. Mengenal penyebab terjadinya batu dan pencegahan terjadinya
kekambuhan batu ginjal
3. Mengenal prosedur tindakan yang dilakukan
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Campbell’s Urology, 9th ed., Section 11, Chapter 44 – 46, Tahun 2007
2. Smith General Urology, Edisi 15, Tahun 2000, hal. 291 – 320
3. Dasar-dasar Urologi, Edisi ketiga, Tahun 2011, hal. 62 – 65
European Association of Urology Guideline, tahun 2011

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

CHOLECYSTITIS
1. Pengertian peradangan yang terjadi pada kantong empedu
2. Anamnesis 1. Demam
2. Kolik perut sebelah kanan atas atau epigastrium dan
teralihkan ke bawah angulus scapula dexter, bahu kanan atau yang
kesisi kiri, kadang meniru nyeri angina pectoris, berlangsung 30-60
menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang Cuma
berlangsung singkat pada kolik biller
3. Serangan muncul setelah konsumsi makanan besar atau
makanan yang berlemak malam hari
4. Flatulens dan mual
5. Gangguan pencernaan menahun
6. Serangan berulang namun tidak mencolok
7. Mual, muntah dan tak tahan makanan berlemak
8. Nyeri perut yang jelas disertai dengan sendawa
3. Pemeriksaan Fisik 1. Ikterik bila penyebab adanya batu disaluran empedu
ekstra hepatik
2. Teraba massa kenadung empedu
3. Nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal, tanda
murphy positif
4. Kriteria Diagnosis Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium
5. Diagnosis Cholesystitis
6. Diagnosis Banding 1. Angina pectoris
2. Apendisitis akut
3. Ulkus peptikum perforasi
4. pankreastitis akut
7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium
Penunjang
8. Terapi 1. tirah baring
2. puasa
3. pemasangan infuse
4. pemberian anti nyeri dan anti mual
5. pemberian antibiotic
9. Edukasi Keluarga diminta untuk mendukung pasien untuk menjalani diet rendah
lemak dan menurunkan berat badan
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Kepustakaan 1. soewondo, P.buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
III.Edisi ke4. Jakarta. FK UI.2006: Hal 1900-2
2. Panduan pelayanan medic ilmu penyakit dalam.
Jakarta. Departemen Ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM. 2004:
Hal:240
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

DIABETES MELLITUS TIPE II


1. Pengertian kumpulan gejala yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada
(Definisi) kerja insulin (resistensi insulin) dan sekresi insulin atau kedua-duanya
2. Anamnesis
Keluhan
1. Polifagia
2. Poliuri
3. Polidipsi
4. Penurunan berat badan yang tidak jelassebabnya

Keluhan tidak khas:


1. Lemah
2. Kesemutan (rasa baal di ujung-ujungekstremitas)
3. Gatal
4. Matakabur
5. Disfungsi ereksi padapria
6. Pruritus vulvae padawanita
7. Luka yang sulitsembuh
3. Pemeriksaan Fisik 1. Penilaian beratbadan
2. Mata : Penurunan visus, lensa mataburam
3. Extremitas : Uji sensibilitas kulit denganmikrofilamen

4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis Klinis
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:
1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) +
glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhirATAU
2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥
126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jamATAU
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi
glukosa oral (TTGO)>200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO,
menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang
dilarutkan dalamair.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria
normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau
Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari
hasil yang diperoleh

Kriteria gangguan toleransi glukosa:


1. GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl (5,6–
6,9mmol/l)
2. TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
kadar glukosa plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram (7,8 -11,1 mmol/L)
3. HbA1C 5,7 -6,4%

5. Diagnosis DM tipe 2
6. Diagnosis Banding Hiperglikemia
Hipoglikemia
7. Pemeriksaan 1. Gula DarahPuasa
Penunjang 2. Gula Darah 2 jam Post Prandial
3. Urinalisis
8. Terapi Terapi untuk Diabetes Melitus dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup dan pengobatan (algoritma
pengelolaan DM tipe 2)
9. Edukasi 1. Penyakit DM tipe 2 tidak dapat sembuh tetapi dapatdikontrol

2. Gaya hidup sehat harus diterapkan pada penderita


misalnya olahraga, menghindari rokok, dan menjaga
polamakan.
3. Pemberian obat jangka panjang dengan kontrol teratur setiap
2minggu
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan
1. Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M.
Setiati, S.Eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 4.
Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2006.
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia. 2011. (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia,2006)
3. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI dan
Persadia. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada
Layanan Primer, ed.2, 2012. (Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas Indonesia FKUI,2012)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

SHOCK
1. Pengertian suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusI jaringan lokal
(Definisi) atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsimultipel
organ
2. Anamnesis 1. Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak sadarkan dirI
2. Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang
seringterjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksiarterioventrikuler, tension pneumotoraks.
3. Untuk identifikasi penyebab, perlu ditanyakan faktor predisposisi
seperti karena infark miokard antara lain: umur, diabetes melitus,
riwayat angina, gagal jantung kongestif, infarkanterior.
4. Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak
nafas,diaforesis, gelisah dan ketakutan, nausea dan vomiting dan
gangguan sirkulasilanjut menimbulkan berbagai disfungsi
endorgan.Riwayat trauma untuk syok karena perdarahan atau
syok neurogenik pada trauma servikal atau high thoracic spinal
cord injury. Demam dan riwayat infeksi untuk syok septik. Gejala
klinis yang timbul setelah kontak dengan antigen pada
syokanafilaktik.
5. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik
dan hipovolemik.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (adalah
tanda hilangnya cairan yang berat dansyok).
2. Hipertermi, normotermi, atau hipotermi dapat terjadi
pada syok. Hipotermia adalah tanda dari hipovolemia
berat dan syokseptik.
3. Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaranturun.
4. Produksi urin turun. Produksi urin merupakan
penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal
terhadapsyok.
5. Tanda-tanda vital :

a. Temperatur >380C atau<360C.


b. Heartrate>90x/mnt.
c. Frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2< 4,3kPa.
d. Leukosit >12.000 sel/mm atau <4000sel/mm atau >10%
bentuk imatur.
6. Efek klinis syok anafilaktik mengenai sistem
pernafasan dan sistem sirkulasi, yaitu:Terjadi edema
hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan
bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua
keadaan ini menyebabkan spasme dan obstruksi jalan
nafas akut.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan penunjang.
1. Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama
dengan gejala klinis syok hipovolemik, ditambah
dengan adanya disritmia, bising jantung,gallop.
2. Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari
keadaan sepsis sendiri berupa sindroma reaksi
inflamasi sistemik (SIRS) dimana terdapat dua gejala
ataulebih:
3. Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi disertai
bradikardi. Gangguan neurologis: paralisis flasid,
refleks ekstremitas hilang danpriapismus.
4. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok
kardiogenik dan hipovolemik. Gejala klinis juga
tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi
adalah tromboemboli paru, tamponade jantung,
obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax.
Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda akut kor
pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena
jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia.
Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung:
suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP selama
inspirasi. Sedangkan emboli pulmonal: disritmia
jantung, gagal jantung kongesti.

5. Diagnosis Shock
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan 1. Pulse oxymetri
Penunjang 2. EKG
8. Terapi 1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi
adalah kunci pencegahan disfungsi organ multipel
dankematian.
2. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan nafas dan
pernafasan untuk memastikan oksigenasipasien baik,
kemudian restorasi cepat dengan infus cairan.

3. Pilihan pertama adalah kristaloid (Ringer


laktat/Ringer asetat) disusul darah pada syok
perdarahan. Keadaan hipovolemi diatasi dengan
cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki
keadaanasidosis.
4. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan
penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal
etiologi syok adalah esensial, kemudian terapi
selanjutnya tergantungetiologinya.
5. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan
cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat
dilakukan hanya untuklife saving oleh dokter yang
kompeten.
9. Edukasi Keluarga perlu diberitahukan mengenai kemungkinan
terburuk yang dapat terjadi pada pasien dan pencegahan
terjadinya kondisi serupa.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan
1. Karyadi, W. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah
Terpadu-1. Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7
Mei 2000. (Karyadi, et al.,2000)
2. Rahardjo, E. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah
Terpadu-1.Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7
Mei2000.

3. Suryohudoyo,P.UpdateonShock,PertemuanIlmiahTerpadu-1.
Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019
CYSTITIS
1. Pengertian
Infeksi saluran kemih merupakan peradangan (inflamasi)
(Definisi)
pada kandung kemih. Masalah infeksi saluran kemih tersering
adalah sistitis akut, sistitis kronik, dan uretritis.
2. Anamnesis
Keluhan
Pada sistitis akut keluhan berupa:
1. Demam
2. Susah buang airkecil
3. Nyeri saat di akhir BAK (disuriaterminal)
4. Sering BAK(frequency)
5. Nokturia
6. Anyang-anyangan(polakisuria)
7. Nyeri suprapubik
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
1. Demam
2. Flank pain (Nyeri ketok pinggang belakang/costovertebralangle)
3. Nyeri tekansuprapubik
4. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan penunjang.


5. Diagnosis Cystitis
6. Diagnosis Banding 1. Recurrent cystitis,
2. Urethritis,
3. Pielonefritis,
4. Bacterial asymptomatic

7. Pemeriksaan 1. Darah periferlengkap


Penunjang 2. Urinalisis
3. Ureum dankreatinin
4. Kadar guladarah
8. Terapi 1. Minum air putih minimal 2 liter/hari bila fungsi ginjalnormal.

2. Menjaga higienitas genitaliaeksterna


3. Pada kasus nonkomplikata, pemberian antibiotik selama 3 hari
dengan pilihan antibiotic
9. Edukasi 1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit
infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi saluran kemih
yang paling sering adalah karena masuknya flora anus
ke kandung kemih melalui perilaku atau higiene
pribadi yang kurang baik.
2. Pada saat pengobatan infeksi saluran kemih,
diharapkan tidak berhubungan seks.
3. Waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih
bagian atas (nyeri pinggang) dan pentingnya untuk
kontrolkembali.
4. Patuh dalam pengobatan antibiotik yang
telahdirencanakan.
5. Menjaga higiene pribadi danlingkungan.

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan
1. Weiss,Barry.20 Common Problems In Primary Care.
2. Rakel, R.E. Rakel, D.P. Textbook Of Family Medicine.2011
3. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI.2009
4. Hooton TM. Uncomplicated urinary tract infection. N
Engl J Med 2012;366:1028- 37 (Hooton,2012)

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

LIMFADENITIS AKUT
1. Pengertian
peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
(Definisi)
2. Anamnesis 1. Pembengkakan kelenjar getahbening
2. Demam
3. Kehilangan nafsumakan
4. Keringat berlebihan,
5. Nadicepat
6. Kelemahan
7. Nyeri tenggorok dan batuk bila disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bagianatas.
8. Nyeri sendi bila disebabkan oleh penyakit kolagen atau
penyakit serum (serumsickness)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian

posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan


mononukleosis. Sedangkan pada pembesaran KGB oleh
infeksi virus, umumnya bilateral (dua sisi- kiri/kiri dan
kanan) dengan ukuran normal bila diameter 0,5cm, dan
lipat paha bila diameternya >1,5 cm
dikatakanabnormal).
2. Nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksibakteri
3. Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada
infeksi bakteri sebagaipenyebabnya
4. Fluktuasi menandakan terjadinyaabses
5. Bila disebabkan keganasan tidak ditemukan tanda-tanda
peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat
digerakkan dari jaringansekitarnya.
6. Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar
berjalan mingguan- bulanan, walaupun dapat mendadak,
KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi
tipis, dan dapatpecah.
7. Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih
pada tonsil, bintik- bintik merah pada langit-langit
mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
8. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-
langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteriDifteri.
9. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa
mengarahkan kepadainfeksi Epstein Barr Virus.
10. Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik
mengarahkan kepadaCampak.
11. Adanya bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang
tidak hilang dengan penekanan), pucat, memar yang
tidak jelas penyebabnya, disertai pembesaran hati dan
limpa mengarahkan kepadaleukemia.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan penunjang.
5. Diagnosis Limfadenitis Akut
6. Diagnosis Banding 1. Mumps
2. Kista Duktus Tiroglosus
3. Kista Dermoid
4. Hemangioma
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan skrining TB: BTA Sputum, LED, Mantoux Test.
Penunjang 2. Laboratorium: Darah perifer lengkap

8. Terapi 1. Pengobatan pada infeksi KGB oleh bakteri


(limfadenitis) adalah antibiotik oral 10 hari dengan
pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25
mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi
terhadap antibiotik golongan penisilin dapat diberikan
cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan 500 mg) tiga kali
sehari atau eritromisin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga
kalisehari.
2. Bila penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis
maka diberikan obat antituberculosis.
3. Biasanya jika infeksi telah diobati, kelenjar akan

mengecil secara perlahan dan rasa sakit akan hilang.


Kadang-kadang kelenjar yang membesar tetap keras
dan tidak lagi terasa lunak padaperabaan.
9. Edukasi 1. Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan

sehingga mencegah terjadinya berbagai infeksi


danpenularan.
2. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien
dalampengobatan.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan
Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2006.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

LOW BACK PAIN (LBP)


1. Pengertian Nyeri dan rasa tidak nyaman, yang berlokasi di bawah daerah costa dan
(Definisi) di atas lipatan gluteal bawah, dengan atau tanpa nyeri tungkai.

● Akut : < 6 minggu

● Sub-akut : antara 6 – 12 minggu

● Kronik : ≥ 12 minggu

2. Anamnesis 1. Letak / lokasi nyeri


2. Penyebaran nyeri
3. Sifat nyeri
4. Pengaruh aktivitas terhadap nyeri
5. Pengaruh posisi tubuh
6. Jenis Trauma
7. Proses terjadinya nyeri : akut / kronis
8. Obat-obat yang pernah diminum (analgesic)
9. Kemungkinan proses keganasan
10. Riwayat menstruasi
11. Kondisi mental / emosional
12. Identifikasi red flags (riwayat kanker, penurunan BB, penggunaan
narkoba, kortikosteroid lama, immunusupressan, HIV, onset pada
usia <20 tahun / >55 tahun, trauma mayor, osteoporosis, demam,
nyeri saat istirahat / malam hari, gangguan BAB / BAK)

3. Pemeriksaan Fisik a. Pemeriksaan umum


● Vital sign
● Inspeksi : kurvatura, sikap
● Palpasi
● Perkusi
b. Pemeriksaan neurologis
● Pemeriksaan motorik
● Pemeriksaan sensorik
● Pemeriksaan refleks
Pada HNP L4, 5 refleks patella (-)
Pada HNP L5, S1 refleks achiles (-)
● Pemeriksaan range of movement
● Lasegue test
(+) → HNP
● Lasegue test menyilang
(+) → HNP
● Naffziger test
● Percobaan Valsava
● Percobaan Patrick
Nyeri → kelainan di sendi panggul
● Percobaan Kontra Patrick
Nyeri → kelainan di sendi panggul
 Percobaan Perspirasi

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis yang tajam & pemeriksaan fisik harus dilakukan, kemudian
pasien dimasukkan kedalam salah-satu dari 3 kategori dibawah ini untuk
menentukan langkah selanjutnya :

Kategori 1. LBP non-spesifik

● LBP not attributed to recognizable, known specific pathology

(seperti infeksi, tumor, osteoporosis, ankylosing spondylitis,


fraktur, inflamasi, sindrom radikuler atau cauda equine).

● Pemeriksaan imaging atau tes diagnostik lain tidak diperlukan.

Kategori 2. LBP yang berhubungan dengan

radiculopathy atau stenosis spinal

● Nyeri yang persisten

● Imaging& tes diagnostik lain perlu dilakukan. MRI lebih baik

dibanding CT.

● Pasien dengan tanda & gejala spinal stenosis / radiculopathy

dievaluasi dengan MRI atau CT hanya jika mereka merupakan

kandidat potensial untuk intervensi invasif (bedah atau injeksi

steroid epidural).

Kategori 3. LBP associated with another specific spinal cause

● Defisit neurologis yang berat atau bersifat progresif

● Terdapat underlying disease (seperti tumor, infeksi, ankylosing

spondylitis, fraktur kompresi, atau sindrom cauda


equina)
5. Diagnosis Low back pain
6. Diagnosis Banding 1. Kelainan-kelainan organ abdomen
2. Kelainan-kelainan organ rongga pelvis
7. Pemeriksaan 1. Rontgen
2. CT
Penunjang
3. MRI
8. Terapi Farmakologis

● Acetaminophen (analgetic non narcotics) atau nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAIDs) adalah obat lini pertama → pereda

nyeri ringan
● Muscle relaxants → spasme akut

● Narkotik → pereda nyeri sedang – hebat (jika obat-obat diatas gagal)

● Antikonvulsan → nyeri neurogenik

Non Farmakologis

● Manipulasi spinal → untuk LBP akut

● Rehabilitasi, exercise, acupuncture, massage, manipulasi spinal,

yoga, cognitive-behavioral therapy, atau progressive relaxation →

untuk LBP kronik atau subakut


9. Edukasi ○ Bed rest selama 1 – 2 hari jika diperlukan

○ Hindari mengangkat beban berat

10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan Becker, A., et al. (2010). Low back pain in primary care costs of care &
prediction of future health care utilization. Spine, 35(18), 1712-1720

Brown, G. (2011). The diagnosis & management of common non-


specific back pain- a clinical review. Trauma, 13, 57-64.

Chou, D., et al. (2011). Degenerative magnetic resonance imaging


changes in patients with chronic low back pain. Spine, 36(21S), S43-S53.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

DYSPEPSIA
1. Pengertian Dispepsia merupakan rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah
(Definisi) abdomen bagian atas. Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah
satu atau beberapa gejala berikut yaitu: nyeri epigastrium, rasa terbakar
di epigastrium, rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung
pada saluran cerna atas, mual, muntah, dan sendawa.
2. Anamnesis Keluhan:
• Nyeri epigastrium
• Rasa terbakar di epigastrium
• Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
• Rasa cepat kenyang
Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga bulan
terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis ditegakkan.

3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrium

4. Kriteria Diagnosis Anamnesis sangat penting, sedangkan pemeriksaan fisik tidak banyak
membantu
5. Diagnosis Dyspepsia
6. Diagnosis Banding 1. Penyakit refluks gastro-esofageal (GERD)
2. Irritable bowel syndrome (IBS)
3. Pankreatitis kronis
4. Penyakit saluran empedu

7. Pemeriksaan -
Penunjang
8. Terapi 1. Antasida
2. Penghambat asam lambung
a. Penyekat reseptor H-2 (ranitdin 2x150 mg)
b. Penyekat pompa proton (omeprazole 1x20mg)
3. Prokinetik : metoclorpramid, domperidon
4. Anti muntah : antihistamin, ondancentron.
9. Edukasi 1. Masuk RS.
2. Minum air hangat sebelum makan
3. Makan sedikit sedikit tapi sering
4. Hindari makan yang asam dan pedas
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Departemen Kesehatan RI. Panduan Praktik Klinis bagi dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2014.
2. Konsensus Nasional penatalaksanaan dispepsia dan infeksi
helicobacter pylori. 2014. Perrsatuan Gastroenterologi Indonesi
(PGI)
3. Tjokoprawiro, A., 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan
1. Airlangga University Press.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019
LYMPHADENITIS TUBERCULOSIS
1. Pengertian Peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh
(Definisi) basil tuberculosis
2. Anamnesis Keluhan:
 Demam
 penurunan berat badan,
 fatiguedan keringat malam.
 Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) leher bagian
posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis. Sedangkan pada pembesaran KGB oleh
infeksi virus, umumnya bilateral (dua sisi- kiri/kiri dan
kanan) dengan ukuran normal bila diameter 0,5cm, dan
lipat paha bila diameternya >1,5 cm
dikatakanabnormal).
2. Nyeri tekan bila disebabkan oleh infeksibakteri
3. Kemerahan dan hangat pada perabaan mengarah kepada
infeksi bakteri sebagaipenyebabnya
4. Fluktuasi menandakan terjadinyaabses
5. Bila disebabkan keganasan tidak ditemukan tanda-tanda
peradangan tetapi teraba keras dan tidak dapat
digerakkan dari jaringansekitarnya.
6. Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar
berjalan mingguan- bulanan, walaupun dapat mendadak,
KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi
tipis, dan dapatpecah.
7. Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih
pada tonsil, bintik- bintik merah pada langit-langit
mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
8. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-
langit yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah,
pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteriDifteri.
4. Kriteria Diagnosis Untuk mendiagnosa limfadenitis TB dilakukan melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Selain itu ditunjang oleh
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologi, tes tuberculin,
pemeriksaan sitologi, dan pemeriksaan radiologis.
5. Diagnosis Lymfadenitis TB
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan 1. pemeriksaan mikrobiologi
Penunjang 2. tes tuberculin
3. pemeriksaan sitologi
4. pemeriksaan radiologis
8. Terapi 1. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masihefektif
2. Jangan menggunakan obat yang kemungkinan
menimbulkanresistan silang(cross-resistance)
3. Membatasi pengunaan obat yang tidakaman
9. Edukasi 1. Keluarga turut menjaga kesehatan dan kebersihan
sehingga mencegah terjadinya berbagai infeksi
danpenularan.
2. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien
dalampengobatan.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Amaylia O. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. Jakarta:
Cermin Dunia Kedokteran-2009, vol 40, no. 40.2013.
2. Fletcher RH. Evaluation of peripheral lymphadenitis in
adults [Internet]. 2010 Sep [cited 2014 June 27]. Available
from:www.uptodate.com.
3. Ferrer R. Lymphadenitis: Differential diagnosis and
evaluation. Am FamPhysician.2013;58:1315.
4. Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenitis and
malignancy. Am Fam Physician.2012;66:2103-10.
5. Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2013 Sep [cited
2014 June 27]. Available from:www.uptodate.com.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

GASTRO INTESTINAL STROMAL TUMOR


1. Pengertian Tumor stroma gastrointestinal (GIST) adalah sarkoma jaringan lunak
(Definisi) yang dapat ditemukan di hampir semua bagian di sistem pencernaan.
Lokasi yang paling umum adalah perut dan usus kecil.
2. Anamnesis 1. Rasa kenyang

2. Sensai penuh di perut

3. Massayang teraba di perut

4. Kelelahan
5. Tanda peritonitis fokal atau meluas (disertai perforasi)

6. Disfagia dengan GIST esophagus

7. Konstipasi dan perut buncit

8. Ikterus obstruktif dengan GIST duodenum


3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik didapatkan pasien anemis, abdomen cembung, tampak
venektasi. Auskultasi abdomen didapatkan bising usus positif. Palpasi
abdomen tegang, teraba massa mulai dari epigastrium sampai bawah
umbilikus kesan sulit dinilai, hepar/lien sulit dinilai. Perkusi abdomen
terdengar bunyi pekak daerah tumor.
4. Kriteria Diagnosis Untuk mendiagnosa GIST dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap.
5. Diagnosis Gastrointestinal stromal tumor
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan 1. USG
2. Endoskopi ultrasound
Penunjang
8. Terapi Operasi adalah satu-satunya pengobatan kuratif yang tersedia untuk
GIST. Dokter bedah akan mengangkat tumor dengan batas amannya dan
menyambungkan saluran cerna kembali jika reseksi diperlukan.
9. Edukasi Pencegahn hanya dapat dilakukan melalui perubahan gaya
hidup terutama pada orang yang
seringmemiliki keluhan saluran pencernaan dan usia tua.
Kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok dan
mengonsumsi alkohol harus dihentikan karena menjadi salah
satu faktor pemicu timbulnya GIST.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Judson I, Demetri G. Advances in the treatment of gastrointestinal

stromal tumors. Ann Oncol 2007;18(Suppl 10):20-4.


2. Miettinen M, Fletcher CDM, Kindblom LG, Tsui WMS.

Mesenchymal tumours of the stomach in WHO classification of

tumours of the digestive system edited by Fred T. Bosman,


3. Fatima Carneiro, Ralph H. Hruban and Neil D. Theise. 4 th ed. Lyon:
International Agency for research on Cancer, 2010: 74-80.
4. Miettinen M, Sobin LH, Lasota J. Gastrointestinal stromal tumors of

the stomach: a clinicopathologic, immunohistochemical, and

molecla genetic study of 1765 cases witn long-term follow-up. Am j

Surg Pathol 2005;29:52-68

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

HEPATITIS B KRONIS
1. Pengertian Hepatitis B adalah virus yang menyerang hati, masuk melalui darah
(Definisi) ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi.
2. Anamnesis 1. Umumnya tidak menimbulkan gejala terutama pada anak-anak.
2. Gejala timbul apabila seseorang telah terinfeksi selama 6 minggu,
antara lain: a. gangguan gastrointestinal, seperti: malaise, anoreksia,
mual dan muntah; b. gejala flu: batuk, fotofobia, sakit kepala,
mialgia.
3. Gejala prodromal seperti diatas akan menghilang pada saat timbul
kuning, tetapi keluhan anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat
menetap.
4. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap. Pruritus
(biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus
meningkat. Pada saat badan kuning, biasanya diikuti oleh
pembesaran hati yang diikuti oleh rasa sakit bila ditekan di bagian
perut kanan atas. Setelah gejala tersebut akan timbul fase resolusi
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Konjungtiva ikterik
2. Pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati
3. Splenomegali dan limfadenopati pada 15-20% pasien
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat
5. Diagnosis Hepatitis B
6. Diagnosis Banding Perlemakan hati, penyakit hati oleh karena obat atau toksin, hepatitis
autoimun, hepatitis alkoholik, obstruksi akut traktus biliaris
7. Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium urin (bilirubin di dalam urin)
Penunjang
2. Pemeriksaan darah : peningkatan kadar bilirubin dalam darah, kadar
SGOT dan SGPT ≥ 2x nilai normal tertinggi, dilakukan pada fasilitas
primer yang lebih lengkap.
3. HBsAg (di pelayanan kesehatan sekunder)
8. Terapi Penatalaksanaan
1. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
2. Tirah baring
3. Pengobatan simptomatik
a.Demam: Ibuprofen 2x400mg/hari.
b.Mual: antiemetik seperti Domperidon 3x10mg/hari.
c.Perut perih dan kembung: H2 Bloker (Simetidin 3x200 mg/hari atau
Ranitidin 2x 150mg/hari) atau Proton Pump Inhibitor (Omeprazol 1
x 20 mg/hari).
9. Edukasi 1. Memberi edukasi pada keluarga untuk ikut mendukung pasien agar
teratur minum obat karena pengobatan jangka panjang.
2. Pada fase akut, keluarga ikut menjaga asupan kalori dan cairan yang
adekuat, dan membatasi aktivitas fisik pasien.
3. Pencegahan penularan pada anggota keluarga dengan modifikasi
pola hidup untuk pencegahan transmisi dan imunisasi.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Sanityoso, Andri. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke 4.
Jakarta: FK UI. 2006: Hal 429-33.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019
BRONCHITIS AKUT
1. Pengertian Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
(Definisi) Radang dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-
ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun
berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain.
2. Anamnesis 1. Keluhan :
- Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu.
- Dahak dapat berwarna jernih, putih, kekuning-kuningan atau
kehijauan.
- Demam (biasanya ringan)
- Rasa berat dan tidak nyaman di dada.
- Sesak nafas.
- Sering ditemukan bunyi nafas mengi atau “ngik”, terutama setelah
batuk.
- Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi batuk darah.
3. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaaan paru dapat ditemukan :
1. Inspeksi : Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
2. Palpasi : fremitus taktil dada normal
3. Perkusi : sonor
4. Auskultasi : suara nafas vesikuler atau bronkovesikuler, dengan
ekpirasi panjang, terdapat ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat
hilang atau pindah setelah batuk), wheezing dengan berbagai gradasi
(perpanjangan ekspirasi hingga mengi) dan krepitasi.
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat
5. Diagnosis Bronchitis Akut
6. Diagnosis Banding 1. Epiglotitis
2. Bronkiolitis
3. Influenza
4. Sinusitis
5. PPOK
6. Faringitis
7. Asma
8. Bronkiektasis
7. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan Gram akan banyak didapat
Penunjang leukosit PMN dan mungkin pula bakteri.
2. Foto thoraks pada bronkitis kronis memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju
apex paru dan corakan paru yang bertambah.
3. Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan napas yang
reversibel dengan menggunakan bronkodilator.
8. Terapi Medikamentosa
- Pemberian ekspektoran (obat batuk pengencer dahak) yang lazim
digunakan diantaranya: GG (Glyceryl Guaiacolate), ambroksol,
dan lain-lain.
- Antipiretik (pereda panas): parasetamol dan sejenisnya, digunakan
jika penderita demam.
- Bronkodilator (melonggarkan napas), diantaranya: salbutamol,
aminofilin, dan lain-lain.
- Antibiotika hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi.
Antibiotik yang dapat diberikan antara lain: ampisilin 3 x 500
mg/hari.
- Terapi lanjutan: jika terapi antiinflamasi sudah dimulai, lanjutkan
terapi hingga gejala menghilang paling sedikit 1 minggu.

9. Edukasi Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan


lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik, dan cairan yang adekuat. .
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.
02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

KARSINOMA PARU
1. Pengertian Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
(Definisi) mencakup : keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan
dari luar paru metastasis tumor di paru). Dalam pedoman ini yang
dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru primer, yakni tumor
ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus
(Bronchogenic Carcinoma)
2. Anamnesis 1. Batuk-batuk dengan /tanpa dahak : Batuk darah
2. Sesak napas
3. Sakit dada
4. Sulit /sakit menelan Benjolan di pangkal leher
5. Sembab muka dan leher kadang-kadang disertai
lengan dengan rasa nyeri .
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada pemeriksaan fisik tanda yang dapat ditemukan pada kanker
paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan
penyebarnya.
2. Pembesaran kelenjar getah bening, supraklavikula, leher dan
aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor
dinding dada, kepala atau lokasi lain juga.
3. Sesak nafas dengan temuan suara nafas yang abnormal.
4. Penebalan vena dinding dada dan edema wajah, leher, dan lengan
berkaitan dengan bendungan pada vena kava superior.
5. Tanda-tanda patah tulang dapat terjadi pada kanker yang
bermetastasis ke tulang.
4. Kriteria Diagnosis Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat
5. Diagnosis Ca. Paru
6. Diagnosis Banding Benda asing Jamur
Tuberkolisis/ Tuberkolomo ; Hamartoma;
Tumor Metastasis ; Penyakit Auto –imun
7. Pemeriksaan Foto Toraks PA dan Lateral
Penunjang CT Scan Toraks
Pemeriksaan Radiologik Lain
8. Terapi Pembedahan
Kemoterapi
Radioterapi
9. Edukasi Memotivasi pasien untuk menghindari merokok, menghindari iritan
lainnya yang dapat terhirup, mengontrol suhu dan kelembaban
lingkungan, nutrisi yang baik, dan cairan yang adekuat. .
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.
02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

MALNUTRISI BERAT
1. Pengertian Penyakit atau keadaan klinis yang diakibatkan tidak terpenuhinya
(Definisi) kebutuhan protein dan energy karena asupan yang kurang atau
kebutuhan/keluaran yang meningkat atau keduanya secara bersama.

2. Anamnesis  Pertumbuhan kurang


 Tubuh kurus
 Os tidak mau makan
 Sering menderita sakit berulang
 Timbul bengkak pada kedua kaki sampai seluruh tubuh
3. Pemeriksaan Fisik  Tentukan ukuran antropometri anak untuk menilai status gizi
 Apakah os tampak sangat kurus, ada edema pada kedua
punggung kaki
 Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk ( hati-
hati menentukan status dehidrasi pada penderita gizi buruk )
 Adakah tanda syok : tangan dingin, CRT lambat, nadi lemah dan
cepat, kesadaran menurun )
 Demam suhu > 37,5 derajat celcius atau hipotermi suhu < 35,5
derajat celcius
 Frekuensi dan tipe pernafasan : adanya pneumonia atau gagal
jantung
 Pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
ascites
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata : konjungtiva atau kornea
yang kering, bercak bitot, ulkus kornea dan keratomalasia
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi pada telinga, tenggorokan, paru dan kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor : hipo atau hiperpigmentasi,
deskuamasi, ulserasi pada kaki, paha, genital, lipatan paha dan
belakang telinga, lesi eksudatif seringkali dengan infeksi
sekunder
 Tampilan tinja
 Tanda dan gejala HIV
4. Kriteria Diagnosis MEP berat tipe kwashiorkor

 Edema umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki ( dorsum


pedis )
 Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah
dicabut tanpa rasa sakit, rontok
 Perubahan status mental sampai apatis
 Anemia
 Pembesaran hati
 Atrofi otot
 Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas ( crazy
pavement dermatosis )
 Sering disertai infeksi, anemia dan diare

MEP berat tipe marasmus :

 Tampak sangat kurus hingga tulang terbungkus kulit


 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada
 Perut cekung
 Sering disertai penyakit kronik, diare kronik
 Atrofi otot

MEP marasmik-kwashiorkor :

 Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor


secara bersamaan
Klasifikasi WHO untuk malnutrisi:

a). Malnutrisi sedang

- Tidak ada edema

- BB/TB <-3SD sampai <2SD (70-90%)

- TB/U <2SD (85-89%)

b). Malnutrisi berat

- Terdapat edema

- BB/TB <-3SD severe wasting (<70%)

- TB/U <-3SD severe stunting (<85%)


5. Diagnosis Malnutrisi Berat
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah
Penunjang  Elektrolit: Na, K, CL
 Gula darah sewaktu
 Fungsi hati
 Foto thorak
 Urin lengkap
 Feses lengkap
 Pemeriksaan lain sesuai indikasi
8. Terapi Tatalaksana medis :

1) Atasi dan cegah hipoglikemia


 Periksa kadar gula darah
 Berikan makanan yang lebih sering
 Bila GDS < 50 mg/dL bolus 50 ml glukosa 10% atau larutan
sukrosa 10% ( 1 sdt gula dalam 5 sdm air ) berikan secara oral
atau NGT
 Berikan setiap 30 menit selama 2 jam ( berikan ¼ bagian )
9. Edukasi  Penyuluhan tentang gizi seimbang
 Perilaku hidup bersih dan sehat
 Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan penunjang
 Penjelasan rencana pengobatan, lama pengobatan, resiko dan
komplikasi
 Penjelasan alternative pengobatan
 Penjelasan perkiraan lama rawat
 Inform consent
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Nelson, Text Book of Pediatric Panduan Praktik Klinis Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jilid 2, 2012
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk teknis tata
laksana anak gizi buruk: buku II. Jakarta:Departemen
Kesehatan;2003.
3. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for
physicians and other senior healthj workers. Geneva:World
Health Organization; 1999.

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

CHEST PAIN
1. Pengertian Nyeri dada substernal dengan kualitas dan karakteristik yang dicetuskan
(Definisi) oleh aktifitas atau stress emosional dan berkurang dengan istirahat atau
dengan nitrogliserin.

2. Anamnesis  Onset : tiba-tiba, bertahap, kapan nyeri yang paling kuat


 Lokasi : menyeluruh atau terlokalisir, dapatkah ditunjukkan
daerah yang paling sakit
 Durasi : konstan atau intermitten, apakah ada faktor pencetus
tertentu
 Karakteristik : nyeri bersifat tajam, tumpul, tertekan, tertusuk
 Gejala penyerta : pusing, sinkop, presinkop, palpitasi,
diaphoresis, mual, muntah
 Faktor yang memperberat dan mengurangi nyeri : batuk, nafas
dalam, latihan fisik
 Penjalaran nyeri: ke punggung, leher, tenggorokan, dagu,
abdomen, ekstremitas
3. Pemeriksaan Fisik Berpacu terhadap Inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.

4. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan seringkali normal dan nonspesifik pada pasien dengan
angina stabil

5. Diagnosis Chest Pain


6. Diagnosis Banding 1. Pericarditis
2. Pulmonary embolism
7. Pemeriksaan  Elektrocardiography
Penunjang  laboratorium enzim jantung
 rontgen thorak
 echocardiography
 treadmill test
 angiography koroner
8. Terapi - Aspirin
- Clopidogrel
- ACE inhibitor/ARB
- Beta bloker
- Statin

- Nitrat
9. Edukasi Gaya hidup sehat meliputi :

- Kontrol berat badan dengan target BMI 18,5- 24,9


- Menjaga lingkar pinggang <102 cm pada laki-laki dan <88 cm
pada perempuan
- Management lipid
- Stop merokok
- Menghindari asap rokok
- Terapi dan edukasi pada pasien diabetes tentang obat, nutrisi dan
gaya hidup
- Kontrol tekanan darah
10. Prognosis  Ad vitam : dubia ad bonam

 Ad sanationam : dubia ad bonam

 Ad fumgsionam : dubia ad bonam


11. Kepustakaan 1. Sabatine MS, Cannon CP. Approach to the patient withchest pain.
In: Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, eds. Braunwald
heart disease: A textbook of cardiovascular medicine. Saunder
Elsevier; 2012:1076-1085.
2. Morrow DA, Boden WE. Stable ischemic heart disease. Hurst's
the heart. Philadelphia: Elsevier; 2012:1210-1285.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

HIPERTIROID
1. Pengertian Meningkatnya produksi hormone tiroid sehingga adarnya meningkat
(Definisi) dalam darah, ditandai dengan penurunanberat badan, gelisah, trenor dan
berkeringat serta kelemahan otot.
2. Anamnesis 1. Penurunan berat badan
2. Peningkatkan nafsu makan
3. gelisah, susahtidur, dan berdebar-debar,
4. tidak tahan udara panas, berkeringat, peningkatan
5. Frekuensi buang air besar.
3. PemeriksaanFisik 1. Takikardi,
2. Tremor
3. Eksftalmus, peningkatan suhu tubuh
4. strumadifus,
5. keringat berlebihan , takipnea,
6. Kadang disetrai dengan peningkatan tekanandarah.
4. Kriteria Diagnosis Amanesis, pemeriksaanfisik, FT4meningkat, TSH menurun, TRA bs(+)
5. Diagnosis Hipertiroid
6. Diagnosis Banding Adenoa tiroid, tumor pituitary
7.Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah : FT4, FSH, TRA bs
Penunjang 2. Ambilam youdium radioaktif
8. Terapi 1. Pemberian obat anti tiroid
Ex Propitiorasil, metilmazol, dan propanolol
2. Youdium radioaktif
3. Pembedahan
9. Edukasi Kepatuhan minum obat
10. Prognosis 1. AdVitam : dubia ad bonam
2. AdSanationam : dubia ad bonam
3. AdFungsionum : dubia ad bonam
11. Kepustakaan SusantoR,Julia M. Gangguankelenjartiroid. Dalam Batubara J, Tridjaja
B, pulungan A, ed. Buju Ajar EndokrinologiAnak. Edisi 1.`Jakarta:
Badanpenerbit IDAI 2010,205-47
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

HIPOTIROID
1. Pengertian Suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat
(Definisi) dari aksi hipotalamus-hipofisis-tiroid “endorgan” dengan akibat
terjadinya defisiesi hormone tiroid, atau gangguan respon jaringan
terhadap hormone tiroid
2. Anamnesis 1. suhu rektal< 35,5 C
2. Gangguan pertumbuhan
3. Gangguan perkembangan motorik, mental gigi, tulang, dan purbetas
4. aktivitas berkurang
5. adakah keluarga yang struma?
6. apakah berasal dari daerah gondokendemik?
3. PemeriksaanFisik 1. Penampilan secara umum’ amati wajah klien terhadap adanya edema
sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman
wajah kasar, lidah tampak menebal dan gerak gerik klien sangat
lamban. Postur tubuh kerdil dan pendek. Kulit kasar, tebal dan
bersisik, dingin dan pucat.
2. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
3. Pembesaran jantung
4. Distrimia dan hipotensi
5. Paratesia dan reflek tendón menurun
4. Kriteria Diagnosis Ananesis, pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Hipotiroid
6. Diagnosis Banding 1. Stuma non stoksis
2. Triroidsitis
7. Pemeriksaan Periksaaan kadar T3 dan T4 serum;
Penunjang pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi
peningkatan TSH serum, sedangkan pada sekunder kadar TSH dapat
menurun atau normal)
8. Terapi 1. jenis obat
- LT4 (Levo tiroksin) merupakan satu-satunya obat untuk HK
9. Edukasi 1. Menekankan pentingnya minum obat secara teratur sesuai jadwal
yang dianjurkan dokter
2. Tidak menghentikan pengobatan tanpa intruksi dokter
10. Prognosis 4. AdVitam : dubia ad bonam
5. AdSanationam : dubia ad bonam
6. AdFungsionum : dubia ad bonam
11. Kepustakaan Kementrian Kesehatan, Direktorat Jendral Bina Gizi dan kesehatan Ibu
dan anak.Pedoman skinning hipotiroid kongenital. Kementrian
Kesehatan RI, 2014.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

HHD(hipertensive heart disease)


1. Pengertian Sejumlah kondisi kelainan klinis atau struktural jantung yang disebabkan
(Definisi) oleh hipertensi arterial.
2. Anamnesis  Pusing kepala berat
 Cepat lelah
 Berdebar-debar
 Tanpa keluhan
3. Pemeriksaan Fisik TDS 140- 159 mmHg atau TDD 90 – 99 mmHg (StdI ) TDS >160
mmHg atau TDD > 100 mmHg (StdII)

4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan fisik: Sesuai kriteria JNC VII


2. Fototoraks : Kardiomegali
3. ECG : LVH
4. ABPM, HBPM
5. Ekokardiografi: LVH, disfungsi diastolik
5. Diagnosis Penyakit jantung hipertensi
6. Diagnosis Banding 1. Cephalgia
2. Anxietas
3. CKD
7. Pemeriksaan 1. EKG
Penunjang 2. Foto Rontgen dada
3. Lab.: Hb, Ht, Leuko, Creatinin, Ureum, GDS, Na+, K+, urinalisa,
OGTT
4. Doppler perifer
5. USG abdomen: ginjal
6. Skrining endokrin
7. Echocardiografi
8. CT-Scankepala
8. Terapi 1. ACE inhibitor/ARB
2. Diuretik: Tiazid
3. Beta – blocker
4. Calcium channel blocker
5. Alpha – blocker
6. Central blocker
7. MRA
8. Vasodilator direk
9. Edukasi 1. Edukasi jenis penyakit dan perjalanannya
2. Edukasi pengobatan
3. Edukasi nutrisi /pola hidup
10. Prognosis Ad vitam :malam
Ad sanationam:malam
Ad funfsional :malam
15. Kepustakaan 1. Panduan Praktik Klinis RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita Jakarta. 2014-2015. Jakarta. 2014-2015.
2. ESC guidelines valvular 2012
3. ACC/AHA guidelines valvular 2008
4. wold heart federation 2007,diagnosis and management of
rheumaticfever and rheumatic heart disease
5. habib g,et al.infective endocarditis:Guidelines on
theprevention,diagnosis,and treatmentof infecti endocarditis.eur
heartjournal 2009,30:2369-2413
6. Wilson w,et al infective endocarditis:diagnosaand
management,America heart asosiacion scintifis statement circ
2005:111:e394-433
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS
ILMU KESEHATAN PENYAKIT DALAM
RS AR BUNDA PRABUMULIH
2019

SINDROMA KORONARIA AKUT


1. Pengertian Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis
(Definisi) perasaan tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokard. Sindrom koroner akut mencakup :

1. Infark miokard akut dengan elevasi sehmen ST


2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pactoris)

2. Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal,
dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih beban berat, rasa
terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir. Nyeri menjalar ke
leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat
juga lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau
obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres
emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual,
muntah, sulit bernapas keringat dingin dan lemas. Elektrokardio

 Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau


tanpa inversi gelombang T, kadangkadang elevasi segmen ST
sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
 Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST,
gelombang Q inversi gelombang

Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang


T Petanda Biokimia

• CK,SKMB, Troponin-T, dll

• Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal

3. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan fisik: Sesuai kriteria JNC VII


 Fototoraks : Kardiomegali
ECG : LVH
ABPM, HBPM
 Ekokardiografi
4. Kriteria Diagnosis Ananesis, pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Sindroma koronia akut
6. Diagnosis Banding • Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut

• Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli


paru akut, penyakit dinding dada, sindrom Tietze, gangguan
gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis,
spasme atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan
pankreatitis akut.

7. Pemeriksaan EKG
Penunjang Photo Thorax PA
8. Terapi • Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU

• Pasang infus intravena dengan Nacl 0.9% atau dextrosa 5%

• Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila


saturasi oksigen arteri rendah(<90%)

• Diet : puasa Sampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya


diet jantung

• Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan :

• Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi


(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (<50

• Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit


sampai dosis tota 20 mg atau kali/menit), takikardia atau petidin
25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena

Antitrombolik

• Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif


diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.

Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau


aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan
dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5
mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika

Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan


ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv pada dua atau lebih sadapan
prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi <
12 jam, usia < 75 tahun

Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut

Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang


menjalani revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko
tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas,
fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel
kiri yang tidak ada kontraindikasi

heparin.

Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada
angina pektoris tak stabil heparin

5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam


sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali
nilai kontrol.

Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin
bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama rata – rata 5
hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol Pada infark
miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat
pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan
diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antiogulan oral
diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa
sebelum heparin dihentikan.

Antiogulan oral diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan dengan


menyesuaikan nilai INR (2-3)
Atasi rasa takut atau cemas Diazepam 3x2-5 mg oral atau IV Pelunak
tinja
Laktuosa (laksadin) 2x15 ml

• Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi

• Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama


pada infark miokard akut luas

• Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST


elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi

1. Fibrilasi atrium

• Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan


hemodinamik berat atau iskemia intratabel

• Digitalisasi cepat

• Penyekat Beta

• Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta


dikontraindikasikan

• Heparinisasi

2. Fibrilasi ventrikel

DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak


berhasil harus diberikan shock

kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.

3. Takikardia ventrikel

• VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan


gangguan hemodinamik : DC Shock unsynchronized dengan
energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-
300 J dan jika perlu • VT monomorfik yang mentap diikuti
angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi dengan DC
Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal ggal shock ketiga 360 J

9. Edukasi Mobilisasi ringan


Tidak banyak bergerak
Hindari jenis makanan yang banyak lemak
10. Prognosis Dubia ad bonam
15. Kepustakaan Dr sally A. Nasution, SpPD,K-KV,FINASIM,FACP, dkk. Buku
panduan Clinical Pathway.internalpublishing; 2015. hal. 186-190

Anda mungkin juga menyukai