Ekologi Sebagai Dasar Pengetahuan Lingkungan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Ekologi Sebagai Dasar Pengetahuan Lingkungan

Kelompok 2

Muhammad Fauzan (1304618024)

Siti Nur Afifah (1304618056)

Dinda Nasifah Caesaria (1304618060)

Dosen Pengampu:

Dr. Mieke Miarsyah, M.Si

Erna Heryanti, M.Si

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat, taufiq, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Lingkungan yang telah diberikan oleh Dr. Mieke
Miarsyah, M.Si dengan tepat waktu.

Shalawat dan salam selalu penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad


SAW yang telah memberikan petunjuk hingga akhir zaman untuk kita umatnya.
Dalam penyusunan makalah ini tentu penulis mengalami masalah, namun dapat
teratasi dengan berbagai dukungan dan bimbingan dari pihak lain. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih, kepada:

1. Dr. Mieke Miarsyah, M.Si dan Erna Heryanti, M.Si selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Ilmu Lingkungan,
2. Semua teman-teman Pendidikan Biologi A 2018 yang telah senantiasa
memberikan saran dan kritik dalam penyusunan makalah ini.
3. Keluarga yang telah membantu baik dalam moril maupun materi

Demikian penyusunan dari makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun, khususnya dari Dosen Mata Kuliah Ilmu
Lingkungan guna menjadi acuan bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di
masa yang akan datang dan demi kesempurnaan dari makalah ini.

Jakarta, 13 September 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani, oikos ("habitat") dan
logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi
antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya.
Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan
lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai
komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain
suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah
makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba.
Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk
hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan
merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekosistem atau sistem ekologi merupakan kesatuan komunitas biotik dengan
lingkungan abiotiknya. Pada dasarnya, ekosistem dapat meliputi seluruh biosfer
dimana terdapat kehidupan, atau hanya bagian-bagian kecil saja seperti sebuah
danau atau kolam. Dalam jangkauan yang lebih luas, dalam kehidupan diperlukan
energi yang berasal dari matahari. Dalam suatu ekosistem terdapat suatu
keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya proses dalam ekosistem
untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan,
atau dalam pendekatan yang holistik. Sehubungan dengan hal di atas, maka
konsep faktor pembatas menjadi hal penting untuk mengkaji keberadaan
(eksistensi) dan pertumbuhan suatu populasi biotik.
Masalah yang akan dibahas dalam masalah ini meliputi hierarki biologi,
konsep ekosistem, komunitas, populasi, aliran energi, siklus materi dalam
ekosistem, konsep daya dukung, homeostasis, dan batas toleransi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui tentang hierarki biologi
2. Mengetahui konsep ekosistem
3. Mengetahui konsep komunitas
4. Mengetahui konsep populasi
5. Mengetahui konsep aliran energi
6. Mengetahui siklus materi dalam ekosistem
7. Mengetahui konsep daya dukung
8. Mengetahui tentang homeostasis
9. Mengetahui tentang batas toleransi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1Hierarki Biologi

Dalam ruang lingkup Biologi, organisme yang dipelajari, khususnya makhluk hidup
terdiri atas berbagai tingkatan organisasi kehidupan. Urutan tingkatan organisasi
kehidupan disebut Hierarki Kehidupan. Hierarki kehidupan yang dipelajari dimulai
dari yang paling sederhana/terendah hingga tingkatan yang kompleks/tertinggi.
Tingkatan organisasi kehidupan dimulai dari molekul, sel, jaringan, organ, sistem
organ, individu, populasi, komunitas, ekosistem, hingga ke tingkatan bioma, biosfer.

1. Molekul

Molekul adalah bahan kimia dasar penyusun kehidupan. Molekul mengalami


kondensasi sehingga membentuk asam amino, substansi kehidupan yang akan
membentuk menjadi organel-organel sel. Contoh: asam nukleat berupa DNA/RNA,
membran sel plasma yang tersusun atas molekul-molekul protein, fosfolipid,
kolesterol, air, karbohidrat, dan ion-ion lain. Adanya molekul tersebut, memungkinkan
membran plasma menjalankan fungsinya sebagai bagian luar sel yang memisahkan sel
dengan lingkungan sekitarnya.

2. Sel

Setiap makhluk hidup tersusun atas sel. Ada makhluk hidup yang tersusun atas satu sel
(uniseluler), dan adapula makhluk hidup yang tersusun atas banyak sel (multiseluler).
Sel merupakan unit struktural dan fungsional terkecil dari makhluk hidup. Setiap sel
memiliki organel-organel yang mampu menjalankan fungsinya untuk hidup. Organle
sel tersebut diantaranya ribosom, mitokondria, badan golgi, retikulum endoplasma,
membran plasma, dan vakuola. Seluruh aktivitas organel tersebut dikontrol oleh inti
sel (nukleus).
3. Jaringan

Jaringan adalah kelompok sel yang sejenis, memiliki bentuk dan fungsi yang sama
dalam tubuh makhluk hidup multiseluler. Kumpulan sel tersebut bekerja sama
membentuk dan menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsinya. Kajian tentang
jaringan dipelajari dalam histologi. Pada makhluk hidup terdapat berbagai macam
jaringan, seperti jaringan epitel, jaringan otot, jaringan tulang pada hewan dan jaringan
epidermis, jaringan meristem, jaringan pengangkut pada tumbuhan.

4. Organ

Organ adalah kelompok jaringan yang bersatu dan bekerja sama yang menjalankan
fungsi tertentu. Contoh: usus, lambung, paru-paru, jantung, dan lain-lain.

5. Sistem Organ

Sistem organ adalah gabungan dari organ-organ yang bekerja sama untuk membentuk
suatu sistem dalam kehidupan. Contoh: sistem pencernaan disusun oleh lambung, usus
halus, usus besar, dan usus 12 jari; sistem koordinasi dan indera disusun oleh otak,
sumsum tulang belakang, serabut saraf, dan panca indera.

6. Individu/Organisme

Organisme gabungan dari sistem-sistem organ yang bekerja sama membentuk


kehidupan. Satu organisme dapat disebut juga individu. Individu adalah satu makhluk
hidup tunggal. Adanya berbagai sistem organ yang memiliki fungsi berbeda, membuat
suatu individu mampu melakukan fungsi hidupnya dengan baik. Contoh: seorang
manusia, seekor anjing, seekor kucing, sebuah pohon jambu, dan lain-lain.

7. Populasi

Populasi adalah sekumpulan individu sejenis yang menempati suatu daerah tertentu. Di
dalam suatu populasi terjadi interaksi atau hubungan antar spesiesnya. Hal tersebut
dilakukan guna menjalankan fungsi hidupnya, misalnya berkembang biak, melakukan
perkawinan, dan untuk perlindungan satu sama lainnya. contoh sekumpulan banteng,
populasi harimau berjumlah 30 ekor, populasi badak berjumlah 100 ekor, populasi
gajah berjumlah 23 ekor.

8. Komunitas

Komunitas adalah seluruh makhluk hidup yang hidup di suatu daerah tertentu. Contoh:
komunitas sawah, terdiri dari padi, tikus, ular, elang; komunitas kolam terdiri dari
teratai, ikan, katak.

9. Ekosistem

Ekosistem merupakan beberapa macam populasi yang berinteraksi dengan lingkungan


tempat mereka hidup baik dengan komponen biotik maupun komponen abiotiknya. Di
dalam ekosistem, organisasi kehidupan berlangsung sangat kompleks. Antarpopulasi
terdapat suatu hubungan simbiosis serta siklus energi dan materi. Siklus energi ini
terjadi melalui suatu peristiwa makan dimakan yang membentuk sebuah rantai
makanan. Bahkan terdapat siklus energi yang lebih luas dan rumit dalam suatu jaring-
jaring makanan. Di dalam ekosistem, hubungan antara organisme biotiknya tidak dapat
terlepas dari faktor abiotiknya. Contohnya, hewan yang memerlukan air untuk minum.
Air merupakan salah satu komponen abiotik.

10. Bioma

Bioma merupakan organisasi kehidupan yang cukup beragam, khususnya jenis


makhluk hidup di dalamnya. Bioma adalah satuan daerah daratan yang luas di bumi
bercirikan sejenis tumbuhan dominan di daerah tersebut. Contohnya bioma gurun,
bioma taiga, bioma hutan, hujan tropis, dan bioma tundra. Di dalam bioma, banyak
sekali jenis individu ataupun populasi yang terdapat di dalamya. Misalkan pada bioma
hutan hujan tropis yang didominasikan oleh tumbuhan tropis, terdapat keaneragaman
individu yang tinggi di dalamnya. Indonesia memiliki bioma hutan hujan tropis,
khususnya di pulau Sumatra dan Kalimantan.
11. Biosfer

Biosfer (lapisan kehidupan) adalah seluruh planet bumi beserta makhluk hidup yang
ada di dalamnya.
2.2Konsep Ekosistem, Komunitas, dan Populasi
A. Populasi

Populasi berasal dari bahasa latin yaitu ”populus” yang artinya rakyat, berarti
penduduk. Populasi dari suatu negara dimaksudkan adalah penduduk dari negara
tersebut. Sedangkan populasi yang dimaksudkan dalam ekologi adalah populasi dari
spesies-spesies atau jenis-jenis organisme. Populasi meliputi kumpulan individu-
individu organisme di suatu tempat yang memiliki sifat-sifat serupa, mempunyai asal-
usul yang sama, dan tidak ada yang menghalangi anggota-anggota individunya untuk
berhubungan satu sama lain mengembangkan keturunan secara bebas. Individu-
individu itu merupakan kumpulan-kumpulan yang heteroseksual.

 Sifat-sifat pada Populasi

1. Kerapatan atau kepadatan.

Kerapatan lazim digunakan pada tumbuhan, sedangkan kepadatan biasanya digunakan


pada manusia. Populasi organisme pada suatu daerah tidak akan tetap dari waktu ke
waktu berikutnya. Jika jumlah populasi suatu jenis berubah, kepadatan populasinya
juga akan berubah. Ada dua hal yang mempengaruhi perubahan kepadatan populasi
organisme pada suatu daerah, yaitu ;

- Terdapat individu yang datang, yaitu individu yang lahir dan yang datang dari tempat
lain atau imigrasi.

- Terdapat individu yang pergi, yaitu individu yang mati dan yang pergi pindah ke
tampat lain atau emigrasi.

Apabila luas suatu daerah tetap dan jumlahnya individu yang datang lebih besar
daripada yang pergi maka kepadatan populasi akan mengecil. Pada suatu daerah yang
tersedia cukup ruang dan makanan akan cenderung mendorong bertambahnya jumlah
individu. Hal itu akan meningkatkan jumlah populasi sekaligus meningkatkan
kepadatan populasi. Meningkatnya jumlah populasi organisme pada suatu daerah akan
menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi. Pertumbuhan populasi akan terus
berlangsung selama lingkungan mampu menunjang kehidupan. Apabila populasi sudah
mencapai titik maksimum atau melebihi daya dukung lingkungan akan menurun.

Kecepatan pertumbuhan populasi pada dasarnya bergantung pada rasio antara natalitas
dengan mortalitas. Apabila natalitas lebih besar dari pada mortalitas, pertumbuhan
populasinya meningkat. Apabila natalitas lebih kecil dari pada mortalitas, pertumbuhan
populasinya menurun.

Beberapa sifat khas penting yang berkaitan dengan perubahan populasi ialah laju
(rates). Suatu laju didapat dengan membagi perubahan dengan periode waktu
berlangsungnya perubahan. Jumlah kelahiran per-tahun = laju kelahiran (birth rates).
Terminologi laju/rates tersebut menunjukan kecepatan perubahan sesuatu pada suatu
waktu.

2. Natalitas (Angka Kelahiran)

Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang menunjukkan jumlah individu baru
yang menyebabkan populasi bertambah per satuan waktu. Dengan demikan,
meningkatnya natalitas merupakan faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan
populasi.

Natalitas merupakan kemampuan populasi untuk tumbuh. Laju Natalitas, laju


kelahiran/birth rate pada demografi diperoleh dengan kelahiran menetas, atau
berkecambah, dan sebagainya. Natalitas ekologi atau natalitas sebenarnya atau biasa
hanya disebut natalitas adalah kenaikan populasi dalam keadaan sebenarnya. Harga
tidak tetap bergantung pada lingkungan.

3. Mortalitas (angka Kematian)

Mortalitas atau angka kematian adalah angka yang menunjukkan jumlah pengurangan
individu per-satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan salah satu faktor utama
yang mengontrol ukuran suatu populasi. Populasi organisme pada suatu ekosistem
senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang tampak jelas dan ada
pula yang tidak jelas.
Bentuk pertumbuhan, penyebaran umur dan perkembangan populasi. Penyebaran umur
merupakan ciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas.
Karena itu suatu populasi menentukan status reproduktif yang sedang berlansung dari
populasi dan menyatakan apa yang dapat diharapkan pada masa mendatang. Biasanya
populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian besar individu –
individu muda, populasi yang stasioner memiliki umur yang lebih merata dan populasi
yang menurun akan mengandung sebagian besar individu-individu yang berumur tua.
Jika dikaji lebih dalam maka terdapat tiga umur ekologi yaitu prereproduktif,
reproduktif dan posreproduktif.

4. Penyebaran Umur Populasi

Penyebaran umur merupakan sifat penting dari populasi karena dapat mempengaruhi
mortalitas dan natalitas. Perbandingan berbagai golongan umur dalam populasi dapat
menentukan keadaan reproduktif yang berlangsung dalam populasi dan dapat dipakai
untuk memperkirakan keadaan populasi masa depan. Populasi yang sedang
berkembang cepat mengandung sebagian besar individu muda, sedangkan populasi
stasioner pembagian umur lebih merata dan populasi yang sedang menurun sebagian
besar individu berumur tua. Pada penyebaran populasi yang sudah mantap, adanya
kelahiran/kematian yang luar biasa akan mengakibatkan perubahan sementara dalam
populasi yang kemudian kembali ke keadaan yang mantap. Menurut Bodenheimer
(1939) dalam populasi terdapat 3 kelompok umur ekologis, yaitu : 1. pre-reproduktif
2. reproduktif 3. post- reproduktif Secara relatif panjang umur ekologis ini dibanding
dengan panjang umur sangat beraneka ragam. Pada manusia modern ketiga unsur ini
kurang lebih sama panjangnya, pada manusia primitif, post-reproduktif pendek. Pada
beberapa hewan (serangga) dan tanaman pre -reproduktif sangat lama, reproduktif
pendek dan post-reproduktif tidak ada.
 Penyebaran Populasi

Penyebaran populasi ialah pindahnya individu atau keturunan(biji, spora, larva)


keluar dari populasi atau daerah populasi. Ada tigapola penyebaran populasi

o Emigrasi yaitu gerakan keluar atau kepergian individu keluar dari batas-batas
tempat populasi sehingga populasinya berkurang.
o Imigrasi yaitu gerakan kedalam batas-batas tempat populasi, sehingga populasi
bertambah.
o Migrasi yaitu berangkat (pergi) dan datang (kembai) secara periodik

Pengaruh penyebaran pada populasi:

o Kecil, apabila individu yang masuk/keluar populasi sedikit atau populasinya


besar.
o Besar, apabila penyebaran yang terjadi secara massal (sangat besar jumlahnya)
dan terjadi dalam waktu yang pendek.

Penyebaran populasi dipengaruhi oleh :

o Barier, misalnya : sungai, gunung, lembah, dan sebagainya.


o Vigalitas atau kemampuan gerak organisme umumnya organisme dengan
vigalitas tinggi akan memudahkan penyebaran, misalnya burung, serangga.
B. Komunitas

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan
daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas
lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Komunitas ialah
beberapa kelompok makhluk yang hidup bersama-sama dalam suatu tempat yang
bersamaan, misalnya populasi semut, populasi kutu daun, dan pohon tempat mereka
hidup membentuk suatu masyarakat atau suatu komunitas. Komunitas merupakan
salah satu jenjang organisme biologik langsung di bawah ekosistem, namun satu
jenjang di atas populasi. Posisi itu menunjukkan bahwa kaidah-kaidah tingkat populasi
akan mempengaruhi konsep-konsep komunitas, dan pada gilirannya kaidah-kaidah
komunitas harus dipertimbangkan dalam memahami konsep-konsep ekosistem.

Komunitas memiliki konsep-konsep ekologik, seperti konsep habitat dan relung.


Kombinasi antara habitat (tempat suatu spesies hidup) dengan fungsi spesies dalam
habitat itu memberikan pengertian nisia (niche). Konsep nisia ini penting karena selain
dapat digunakan untuk memperkirakan macam-macam tumbuhan dan hewan yang
yang dapat ditemukan dalam suatu komunitas, juga dipakai untuk memperkirakan
kepadatan serta fungsinya pada suatu musim.

o Nama Komunitas

Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat komunitas


tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama itu dengan menggunakan kata-
kata yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput,
padang pasir, hutan jati.

Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil
beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup maupun tidak. Ringkasannya
pemberian nama komunitas dapat berdasarkan :
1) Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau indikator
lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan Dipterocarphaceae,
dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti hutan sklerofil

2) Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur,


komunitas pantai pasir, komunitas lautan, dan lainnya.

3) Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe metabolisme


komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya terdapat di
daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut
hutan hujan tropik.

o Macam-macam komunitas yang terdapat di alam :


 Komunitas Akuatik; komunitas ini misalnya terdapat di laut, danau, sungai,
parit dan kolam.
 Komunitas Terestrial; sekelompok organisme yang terdapat di pekarangan,
padang rumput, padang pasir, halaman kantor, halaman sekolah, kebun raya
dan sebagainya.

Tidak semua organisme dalam komunitas sama pentingnya dalam menentukan


keadaan alamiah dan fungsi dari seluruh komunitas. Dari ratusan/ribuan jenis
organisme yang terdapat dalam komunitas hanya beberapa jenis spesies yang berperan
penting sebagai pengendali komunitas berdasarkan atas jumlah, ukuran, produksi atau
aktivitasnya dan jenis ini disebut “jenis dominan”.

o Struktur Komunitas

Karakter komunitas

 Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas. Vitalitas


menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan perkembangbiakan organisme.
 Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas, dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah keberadaan suatu spesies
di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan sebagai jumlah atau
biomassa per-unit contoh, atau persatuan luas/volume, atau persatuan
penangkapan.
 Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju
ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti terarah dan dapat
diperkirakan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan
fisik dalam komunitasnya dan memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dalam tingkat ini
komunitas sudah mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi
merupakan pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap
yang sangat sesuai dengan lingkungannya.

Kemudian suksesi dapat dibagi menjadi:

 Suksesi primer yaitu bila ekosistem mengalami gangguan yang berat sekali,
sehingga komunitas awal (yang ada) menjadi hilang atau rusak total,
menyebabkan ditempat tersebut tidak ada lagi yang tertinggal dan akhirnya
terjadilah habitat baru.
 Suksesi sekunder yaitu prosesnya sama dengan yang terjadi pada suksesi
primer, perbedaannya adalah pada keadaan kerusakan ekosistem atau kondisi
awal pada habitatnya. Ekologi tersebut mengalami gangguan, akan tetapi tidak
total, masih ada komunitas yang tersisa.

Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara
komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya. Interaksi
antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan
antarkomunitas.

1. Interaksi antar organisme

Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap
individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis,
baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.
Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang
erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.

 Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat


yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua
belah pihak, disebut netral. Contoh: antara capung dan sapi.
 Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan
ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya,
predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh: Singa
dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
 Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah
satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari
host/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya. Contoh: Plasmodium
dengan manusia, Taeniasaginata dengan sapi, dan benalu dengan pohon inang.
 Komensalisme adalah merupakan hubungan antara dua organisme yang
berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber
makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan.
Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
 Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Contohnya bakteri Rhizobium yang
hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
2. Interaksi Antarpopulasi

Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung
atau tidak langsung dalam komunitasnya. Contoh interaksi antarpopulasi adalah
sebagai berikut.

Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat
yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut
(juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang
bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.
Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tertentu.

Kompetisi merupakan interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan


yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan.
Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.

3. Interaksi Antar Komunitas

Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan
saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai.
Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang,
burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton,
fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi
dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme
hidup dari kedua komunitas tersebut.

Interaksi antarkomunitas cukup kompleks karena tidak hanya melibatkan organisme,


tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati,
misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya
laut dan darat.

4. Interaksi Antarkomponen Biotik dengan Abiotik

Interaksi antara komponen biotik dengan abiotik membentuk ekosistem.


Hubunganantara organisme dengan lingkungannya menyebabkan terjadinya aliran
energi dalam sistem itu. Selain aliran energi, di dalam ekosistem terdapat juga struktur
atau tingkat trofik, keanekaragaman biotik, serta siklus materi.

Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan


keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini
merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka
akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai
keseimbangan baru.
C. Ekosistem

Ekosistem merupakan kesatuan komunitas biotik dengan lingkungan abiotiknya. Pada


dasarnya ekosistem dapat meliputi seluruh biosfer dimana terdapat kehidupan, atau
hanya bagian-bagian kecil saja seperti sebuah danau atau kolam. Dalam jangkauan
yang lebih luas, dalam kehidupan diperlukan energi yang berasal dari matahari. Dalam
suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya
proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem
secara keseluruhan, atau dalam pendekatan yang holistik. Dalam mekanisme
keseimbangan itu, termasuk mekanisme pengaturan, pengadaan dan penyimpanan
bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme dan populasi serta
daur bahan organik untuk kembali terurai menjadi materi atau bahan anorganik.

Kaidah-Kaidah Ekosistem

Menurut (Zoer’aini dalam ) kaidah-kaidah ekosistem sebagai berikut;

a. Suatu ekosistem diatur dan dikendalikan secara alamiah.


b. Suatu ekosistem mempunyai daya kemampuan yang optimal dalam keadaan
berimbang. Di atas kemampuan tersebut ekosistem tidak lagi terkendali, dengan
akibat menimbulkan perubahan-perubahan lingkungan atau krisis lingkungan yang
tidak lagi berada dalam keadaan lestari bagi kehidupan organisme.
c. Terdapat interaksi antara seluruh unsur-unsur lingkungan yang saling
mempengaruhi dan bersifat timbal balik.
d. Interaksi terjadi antara;
 Komponen-komponen biotik dengan komponen-komponen abiotik
 Sesama komponen biotik
 Sesama komponen-komponen abiotik
e. Interaksi senantiasa terkendali menurut suatu dinamika yang stabil, untuk mencapai
suatu optimum mengikuti setiap perubahan yang dapat ditimbulkan terhadapnya
dalam ukuran batas-batas kesanggupan.
f. Setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas disamping yang umum dan secara
bersama-sama dengan ekosistem lainnya mempunyai peranan terhadap ekosistem
keseluruhannya (biosfer).
g. Setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat,
waktu dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara ekosistem itu
sendiri sebagai cerminan sifat-sifat yang khas. h. Antara satu dengan lainnya,
masing-masing ekosistem juga melibatkan diri untuk memilih interaksinya pula
secara tertentu.

Komponen dan Faktor Ekosistem

Komponen-komponen ekosistem dapat dibagi berdasarkan ;

 Dari segi makanan (tropik)

1. Komponen autrotopik (memberi makanan sendiri), disini terjadi pengikatan energi


sinar matahari.

2. Komponen heterotropik (memakan yang lainnya), disini terjadi pemakaian,


pengaturan kembali dan perombakan bahan-bahan yang kompleks.

 Dari segi keperluan deskriptif

1. Komponen Abiotik, terdiri dari ;

a) Senyawa-senyawa inorganik (C, H, CO2, H2O dan lainnya) yang terlibat dalam
siklus bahan atau mineral.
b) Senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak dan seterusnya) yang
menghubungkan biotik dan abiotik.
c) Iklim (temperatur, faktor-faktor fisik lainnya)
d) Air

2. Komponen-komponen biomas terdiri dari;


a) Produsen, organisme autotropik, umumnya tumbuhan hijau yang mampu
menghasilkan atau membentuk makanan dari senyawa-senyawa an-organik
yang sederhana.
b) Makro-konsumer atau phagotrof, organisme-organisme heterotropik terutama
hewan yang mencernakan organisme-organisme atau bagian bahan organik.
c) Mikro-konsumer, saprotrof (sapro=merombak) atau osmotrop, organisme
heterotropik terutama bakteri dan jamur yang merombak senyawa-senyawa
kompleks dari pada protoplasma mati. Menghisap beberapa dari hasil
perombakan dan melepaskan bahan makanan inorganik yang dapat digunakan
oleh produsen. Menghasilkan senyawa organik sebagai sumber energi yang
dapat menghambat atau meransang komponen biotik lainnya dalam ekosistem.

3. Wiegest dan Owens (1970), membagi heterotrof menjadi;

a) Biophag : organisme yang makan organisme hidup.


b) Saprophag :organisme yang makan organisme mati.

 Dari segi fungsional


1. Lingkaran energi.
Sesuai dengan azas pertama dari azas dasar ilmu lingkungan, yaitu semua energi
yang memasuki sebuah organisme hidup ataupopulasi atau ekosistem dapat
dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi dapat diubah dari
suatu bentuk kebentukyang lainnya tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan, atau
diciptakan.
2. Rantai-rantai makanan.
Rantai makanan merupakan perpindahan energi makanandari sumber daya
tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-
herbivora-carnivora). Pada setiap tahappemindahan energi, 80–90% energi
potensial hilang sebagai panas karena itulangkah-langkah dalam rantai makanan
terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai
makanansemakin besar pula energi yang tersedia.
Ada dua tipe dasar rantai makanan:
o Rantai makanan rerumputan (grazing food chain)Misal, tumbuhan-herbivora-
carnivora.
o Rantai makanan sisa (detritus food chain)Bahan mati mikroorganisme
(detrivora = organisme pemakansisa) predator.
3. Pola-pola keragaman dalam waktu dan ruang.
Merupakan azas ketiga dari azas dasar ilmu lingkungan yaitumateri, energi,
ruang, waktu dan keanekaragaman, semuanya termasuk kategori sumber alam.
4. Perkembangan dan evaluasi.
Dapat didekati dengan azas ketiga belas dari azas dasar ilmulingkungan, yaitu
lingkungan yang secara fisik mantap memungkinkan terjadinya penimbunan
keanekaragaman biologi dalam ekosistem yang mantap, yang kemudian dapat
menggalakkan kemantapan populasi lebih jauh lagi.
5. Pengendalian (cybernetiks)
Organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, akan tetapi organisme
juga dapat membuat lingkungannya menyesuaikan terhadap kebutuhan
biologisnya, misalnya tumbuhan dapat mempengaruhi tanah tempat tumbuhnya.
Dalam hal ini telah terjadi fungsi pengendalian.

2.3Konsep Aliran Energi dan Siklus Materi Dalam Ekosistem

Aliran Energi.

Menurut Irnaningtyas (2013), energi adalah kemampuan untuk melakukan


kerja. Sifat energi di ekosistem sesuai dengan hukum termodinamika. Hukum
termodinamika terbagi atas 2 bagian, yaitu :

1. Hukum termodinamika pertama : menyatakan bahwa “energi dapat diubah


dari satu tipe ke tipe yang lain, tetapi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan”.

2. Hukum termodinamika kedua : menyatakan bahwa “setiap terjadi perubahan


bentuk energi, pasti terjadi degradasi energi dari bentuk energi yang terpusat menjadi
bentuk energi yang terpencar, dan di dalam proses perubahan energi selalu
melepaskan panas dalam bentuk energi yang tidak dapat digunakan”.

Proses pemindahan energi yang terjadi didalam ekosistem sering disebut


dengan energitika. Energi cahaya dapat diubah oleh tumbuhan hijau menjadi energi
potensial dalam bentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis, kemudian diubah oleh
hewan dan manusia menjadi energi panas dan energi gerak. Dalam sistem ekologi,
suatu organisme merupakan komponen pengubah energi. Aliran energi dan siklus
materi dalam ekosistem terjadi melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan.

Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui


rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan karnivora. Seperti
telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara
tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan
berikutnya dari rantai makanan. Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi
yang dikandung mangsanya.

Energi dapat digunakan dengan efisien atau tidak, salah satunya tergantung
pada kualitas gizi yang dikonsumsi karena konsumen dapat mengkonversi sumber
makanan berkualitas tinggi ke jaringan hidup baru yang lebih efisien daripada sumber
makanan berkualitas rendah. Rendahnya transfer energi antara tingkat trofik membuat
pengurai umumnya lebih penting daripada produsen dalam hal aliran energi.
Dekomposer memproses sejumlah besar bahan organik dan mengembalikan nutrisi ke
ekosistem dalam bentuk anorganik, yang kemudian diambil lagi oleh produsen
primer.

Rantai Makanan dan Jaring-Jaring Makanan

Rantai makanan adalah pengalihan energi yang sumbernya berasal dari dalam
tumbuhan melalui sederetan organisme yang memakan dan yang dimakan. Herbivor
mendapatkan energi dari memakan tanaman. Saat herbivor dimangsa karnivor, energi
tersebut akan berpindah, dan seterusnya. Semakin pendek rantai makanan, semakin
besar energi yang dapat disimpan oleh organisme di ujung rantai makanan.

Menurut Irnaningtyas (2013), jarring-jaring makanan adalah gabungan dari


berbagai rantai makanan yang saling berhubungan dan kompleks. Di dalam suatu
ekosistem, sebuah rantai makanan saling berkaitan dengan rantai makanan lainnya.
Semakin kompleks jaring-jaring makanan yang terbentuk, semakin tinggi tingkat
kestabilan suatu ekosistem. Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan suatu
ekosistem, suatu rantai makanan tidak boleh terputus akibat musnahnya salah satu
atau beberapa organisme.

Siklus Materi

Materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi. Materi yang
berupa unsur-unsur terdapat dalam senyawa kimia yang merupakan materi dasar
makhluk hidup dan tak hidup. Pertukaran atau perubahan yang terus menerus, antara
komponen biosfer yang hidup dengan tak hidup dapat juga disebut dengan siklus
materi. Suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang, namun materi
berupa unsur-unsur penyusun bahan organik tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur
tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang
materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan sehingga disebut siklus materi.
Siklus materi ini terbagi atas beberapa macam, yaitu :

1) Siklus Air

Energi dari Matahari menghangatkan permukaan bumi dan menyebabkan air


menguap dari lautan dan danau. Air berubah menjadi uap air ketika menguap, dan
uap air memasuki atmosfer. Di atmosfer, uap air mendingin dan berubah kembali
menjadi sebuah awan (kondensasi). Air kemudian kembali ke permukaan bumi
sebagai hujan. Hujan yang turun akan menyerap ke dalam tanah dan akhirnya
kembali ke laut.

Tumbuhan darat menyerap air yang ada di dalam tanah. Dalam tubuh
tumbuhan air mengalir melalui suatu pembuluh. Kemudian melalui tranpirasi, uap air
dilepaskan oleh tumbuhan ke atmosfer. Transpirasi oleh tumbuhan mencakup 90%
penguapan pada ekosistem darat. Air tanah dan air permukaan sebagian mengalir ke
sungai, kemudian ke danau dan ke laut. Siklus ini di sebut Siklus Panjang. Sedangkan
siklus yang dimulai dengan proses transpirasi dan evapotranspirasi dari air yang
terdapat di permukaan bumi, lalu diikuti oleh presipitasi atau turunnya air ke
permukaan bumi disebut Siklus Pendek. (Fatimah, 2015)

2) Siklus Karbon dan Oksigen

Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur ulang dalam
ekosistem. Di atmosfer Karbon terikat dalam bentuk senyawa karbon dioksida (CO2).
Dimulai dari karbon yang ada di atmosfer berpindah melalui tumbuhan yang
bertindak sebagai produsen, konsumen, dan organisme pengurai kemudian kembali
lagi ke atmosfer dalam bentuk karbondoksida.

Karbondioksida memiliki pengaruh radiasi panas dari bumi karena karbon


dioksida merupakan bagian esensial udara. Radiasi panas dapat membentuk
persediaan karbon anorganik. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan hijau
(produsen) merupakan proses pengubahan karbon dioksida sebagai karbon anorganik
menjadi karbohidrat sebagai senyawa hidrokarbon yang dalam hal pengubahan
karbon disebut juga senyawa karbon organik dalam tubuh tumbuhan disertai dengan
penyimpanan energi yang bersumber dari radiasi matahari, sehingga dalam tubuh
tumbuhan tersimpan energi yang disebut energi biokimia tersimpan bersama senyawa
organik kompleks.

Sebagian karbon organik akan terurai dan CO2 dibebaskan lagi ke udara
melalui respirasi, sebagian karbon organik lainnya diubah menjadi senyawa organik
kompleks dalam tubuh tumbuhan selama pertumbuhannya. Senyawa organik
tersebut akan ditransfer ke dalam tubuh konsumen melalui proses interaksi dalam
rantai makanan maupun jaringan makanan, sehimgga sebagian dari senyawa karbon
organik akan tetap berada dalam tubuh konsumen sampai mati. Setelah produsen dan
konsumen mati, maka senyawa organik akan segera terurai lagi melalui proses
penguraian (dekomposisi) oleh organisme pengurai dan karbon akan dilepas sebagai
CO2 dan masuk ke udara atau ke dalam air. Bahan karbonat yang tidak mudah terurai
dalam waktu yang lama akan berubah menjadi batu kapur, arang dan minyak yang
disebut bahan bakar fosil. (Fatimah, 2015)

Jumlah karbon yang tersimpan dalam ekosistem berbeda-beda. Pada


ekosistem dengan komunitas tumbuhan sempurna dan keanekaragaman spesies
tumbuhannya tinggi, maka produksi karbon dioksida baik oleh aktivitas organisme
pengurai, proses respirasi, maupun penggunaan bahan bakar fosil akan diimbangi
oleh proses pengikatan atau fiksasi karbondoksida oleh tumbuhan. Kenaikan
kandungan karbondoksida akan mengakibatkan kenaikan suhu bumi yang terjadi
karena efek rumah kaca, panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh
karbondioksida diudara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi. Oleh karena
itu perlu keseimbangan dengan adanya pengikatan karbondioksida oleh tumbuhan.

3) Siklus Nitrogen

Semua organisme membutuhkan nitrogen untuk membangun protein, yang


digunakan untuk membangun sel-sel baru. Nitrogen membentuk 78 % dari gas di
atmosfer. Di alam, Nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea,
protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti ammonia, nitrit,
dan nitrat. Siklus nitrogen terbagi atas dua tahap, yaitu :

• Tahap pertama

Daur nitrogen adalah transfer nitrogen dari atmosfir ke dalam tanah. Selain air
hujan yang membawa sejumlah nitrogen, penambahan nitrogen ke dalam tanah terjadi
melalui proses fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen secara biologis dapat dilakukan oleh
bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan polong-polongan, bakteri Azotobacter,
dan Clostridium. Selain itu ganggang hijau biru dalam air juga memiliki kemampuan
memfiksasi nitrogen.

• Tahap kedua
Nitrat yang di hasilkan oleh fiksasi biologis digunakan oleh produsen
(tumbuhan) yang kemudian diubah menjadi molekul protein. Selanjutnya jika
tumbuhan atau hewan mati, mahluk pengurai merombaknya menjadi gas amoniak
(NH3) dan garam ammonium yang larut dalam air (NH4+). Proses ini disebut dengan
amonifikasi. Bakteri Nitrosomonas mengubah amoniak dan senyawa ammonium
menjadi nitrat oleh Nitrobacter. Apabila oksigen dalam tanah terbatas, nitrat dengan
cepat ditransformasikan menjadi gas nitrogen atau oksida nitrogen oleh proses yang
disebut denitrifikasi.

4) Siklus Fosfor

Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada
tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Fosfat
organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai)
menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan
terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di
batu karang dan fosil. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar
tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus.

5) Siklus Sulfur

Secara alami sulfur terdapat di dalam tanah dalam bentuk mineral tanah dan
atmosfer. Dan beberapa berasal dari gunung api dan sisa pembakaran minyak bumi
dan batu bara. Selain itu juga terdapat sulfur yang berasal dari makhluk hidup. Sulfur
juga dapat di berikan dengan cara buatan seperti dengan pemberian pupuk pada
tanaman yang akan memberikan kandungan sulfur pada tanah.

Siklus sulfur berasal dari pembentukan sulfur pada kerak bumi dan atmosfer.
Pada kerak bumi bisanya berupa Sulfur Organik, SO¬4, Batubara, dan lain-lain. Pada
atmosfer sulfur biasanya berupa Hidrogen Sulfida (H2S). Pada siklus sulfur hampir
sama dengan siklus Posfor, yaitu anion dari sulfat dapat diserap oleh tanah. Pada
siklus sulfur terjadi proses oksidasi dan reduksi.
Tanah sulfur akan digunakan tanaman dalam bentuk sulfat sebagai hara.
Setelah itu tumbuhan akan dimakan oleh hewan herbivora yang selanjutnya akan
dimangsa oleh predator. Dari makhluk hidup itu akan mati dan diurai materi
organiknya termasuk sulfur di dalamnya oleh mikroorganisme. Contoh
mikroorganisme yang mengurainya adalah bakteri sulfat yang mengubah sulfat
menjadi sulfida dalam bentuk Hidrogen Sulfida. H2S akan digunakan oleh bakteri
fotoautotrof anaerob. Kemudian dilepaskan ke udara yang selanjutnya dioksidasi oleh
bakteri kemolitotrof menjadi sulfat kembali, dan siklus pun berulang. (Fatimah,
2015)

2.4Konsep Daya Dukung, Homeostasis, dan Batas Toleransi

Kosep Daya Dukung

Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan


ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan memperbarui
diri (Muhlisin, 2015). Daya dukung lingkungan juga dapat diartikan sebagai beban
maksimum yang dapat ditahan oleh sistem sebelum runtuh (Taiwo, 2017). Daya
dukung itu menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung
kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas lahan.

Dalam perkembangannya kemudian, konsep daya dukung


lingkungan diaplikasikan sebagai suatu metode perhitungan untuk menetapkan jumlah
organisme hidup yang dapat didukung oleh suatu ekosistem secara berlanjut, tanpa
merusak keseimbangan di dalam ekosistem tersebut. Penurunan kualitas dan kerusakan
pada ekosistem kemudian didefinisikan sebagai indikasi telah terlampauinya daya
dukung lingkungan.

Batas daya dukung ekosistem tergantung pada tiga faktor yaitu:

a. Jumlah sumber daya alam yang tersedia dalam ekosistem tersebut

b. Jumlah atau ukuran populasi atau komunitas


c. Jumlah sumber daya alam yang dikonsumsi oleh setiap individu dalam komunitas
tersebut.

Homeostasis

Homeostasis berasal dari kata Yunani yaitu homec yang berarti


sama dan stasis yang berarti mempertahankan keadaan. Dalam suatu ekosistem
terdapat suatu keseimbangan yang disebut homeostatis, yaitu adanya proses dalam
ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem secara
keseluruhan, atau dalam pendekatan yang holistik.

Dalam mekanisme keseimbangan itu, termasuk mekanisme


pengaturan, pengadaan dan penyimpanan bahan-bahan, pelepasan hara makanan,
pertumbuhan organisme dan populasi serta daur bahan organik untuk kembali terurai
menjadi materi atau bahan anorganik.

Meskipun suatu ekosistem memiliki daya tahan yang besar


terhadap perubahan, biasanya batas mekanisme homeostatis dapat dipengaruhi bahkan
dikalahkan oleh kegiatan manusia. Misalnya, sebuah sungai yang tercemar oleh
pembuangan limbah yang tidak terlalu banyak sehingga air sungai masih dapat jernih
kembali secara alami. Tetapi jika bahan pencemar yang masuk ke badan air sungai
melebihi kapasitas homeostatis-nya maka sungai akan mengalami penurunan kualitas
peruntukannya bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini daya tampung atau daya serap
alami sudah terlampaui sehingga air sungai mengalami pencemaran.

Hukum Minimum Liebig

Hukum Liebig adalah hukum atau ketentuan fenomena alam pada


ekosistem tertentu yang menyatakan bahwa organisme tertentu hanya dapat bertahan
hidup pada kondisi faktor tertentu dalam keadaan minimum. Justus Von Liebig (1840),
mengatakan bahwa “Pertumbuhan tanaman tergantung pada unsur atau senyawa yang
berada dalam keadaan minimum”.
Justus Von Liebig menemukan tanaman tidak ditentukan oleh
unsure hara N, P, K yang diperlukan dalam jumlah banyak tetapi oleh mineral seperti
magnesium yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit. Bukan hanya unsure hara N,
P, K yang dapat bertindak sebagai factor pembatas, tetapi materi kimiawi lainnya
seperti oksigen dan fosfor untik proses pertumbuhan dan reproduksi. Temuan ini
dikenal sebagai Hukum Minimum Liebig (Rohmani, 2013).

Hukum ini memiliki syarat, yaitu:

− Kondisi keseimbangan yang dinamis (steady state). Apabila masukan


dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada pada
keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan
berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku. Misalnya,
karbondioksida merupakan faktor pembatas utama dalam danau. Oleh
karena itu, produktivitas seimbang dengan kecepatan penyediaan
karbondioksida yang berasal dari proses pembusukan bahan organic
dengan cahaya, nitrogen, fosfor, dan unsur-unsur utama lainnya
(Aulianur,dkk , 2016)
− Interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi
atau ketersediaan yang melimpah dari suatu substansi mungkin akan
mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang
minimum. Sering juga terjadi organisasi hidup memanfaatkan unsur
kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak
ada di habitatnya. Contohnya pada beberapa tumbuhan memperlihatkan
bahwa kebutuhan Zn lebih sedikit bila tumbuh di bawah naungan
daripada dengan cahaya penuh. Konsentrasi Zn yang rendah dalam
tanah akan berkurang sifat membatasnya bagi tanaman yang berada di
bawah naungan dibandingkan dengan cahaya penuh pada kondisi yang
sama.

Hukum Toleransi Shelford


Tidak hanya terlalu minimumnya sesuatu yang dibutuhkan oleh suatu
organisme yang merupakan factor pembatas, seperti yang telah dipaparkan oleh Liebig.
Namun, terlalu maksimumnya sesuatu yang dibutuhkan juga merupakan factor
pembatas dengan mengetahui kisaran batas toleransi suatu organisme tersebut. Hukum
Toleransi Shelford memaparkan bahwa organisme mempunyai batas maksimum dan
minimum ekologi sehingga terdapat kisaran toleransi organisme tersebut.

Dengan mengetahui kisaran toleransi suatu organisme, dapat diketahui


keberadaan dan penyebaran (distribusi) organisme tersebut. Untuk menyatakan derajat
toleransi sering dipakai istilah steno (kisaran toleransi sempit) dan eury (kisaran
toleransi luas).

Contoh:

- Stenothermal – eurythermal (temperature), pada telur katak eurythermal (0-


30℃)
- Stenohaline – euryhaline (salinitas), pada ikan salmon euryhaline (tawar-laut)
sedangkan ikan mas stenohaline (tawar)
- Stenophagik – euryphagik (makanan), pada kelinci stenophagik (rumput)
sedangkan pada kambing euryphagik (rumput, perdu, semak, dll)

Konsep Faktor Pembatas

Dengan menggabungkan konsep hokum minimum dan konsep toleransi, maka


dapat dipahami konsep faktor pembatas (limiting factor). Faktor pembatas (limiting
factor) dapat diartikan sebagai keadaan yang mendekati atau melampaui ambang batas
toleransi suatu kondisi dengan menggabungkan konsep hukum minimum dan konsep
toleransi. Faktor pembatas suatu organisme mencakup kisaran minimum atau
maksimum dari faktor-faktor abiotik suatu ekosistem. Misal: Suhu, cahaya, pH yang
terlalu rendah (minimum) atau terlalu tinggi (maksimum).

Bagi organisme dengan kisaran toleransi yang lebar (eury) terhadap faktor
abiotik X yang relatif konstant bukan merupakan faktor pembatas, sehingga organisme
tersebut dapat hadir dalam jumlah banyak. Sebaliknya, bagi organisme dengan
toleransi yang sempit (steno) terhadap faktor abiotik (Y) yang selalu berubah akan
menjadi “faktor pembatas” sehingga akan hadir dalam jumlah sedikit. Contohnya
oksigen, kandungan oksigen di udara dalam jumlah banyak dan konstan bukan
merupakan faktor pembatas organisme darat. Sebaliknya, kandungan O2 terlarut di
perairan, terdapat dalam jumlah sedikit dan jumlahnya selalu berubah-ubah, menjadi
faktor pembatas bagi organisme yang hidup di perairan (Rohmani, 2013).

Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas

a. Suhu

Organisme dapat hidup pada suhu sampai 300℃ dengan kisaran suhu –
200℃ sampai 100℃. Akan tetapi kebanyakan organisme hanya dapat hidup pada
kisaran suhu yang lebih sempit. Pada umumnya batas atas (maksimum) lebih kritis atau
lebih membahayakan kehidupan organisme daripada batas bawah (minimum).

Pada ekosistem perairan, variasi suhu lebih sempit daripada ekosistem darat.
Oleh karena itu, biasanya organisme perairan mempunyai kisaran toleransi terhadap
suhu lebih sempit daripada organisme darat. Misalkan algae air dan algae darat,
invertebrata air dan darat seperti serangga.

Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan curah hujan. Hal ini
mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan diri, terutama spesies yang
mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap fluktuasi suhu.

b. Cahaya Matahari

Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber


energi utama bagi ekosistem, struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat
ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi
yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembatas, menghancurkan sistem jaringan
tertentu. Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat
kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu :

− Kualitas cahaya atau komposisi panjang gelombang.

− Intesitas cahaya atau kandungan energi cahaya.

− Lama penyinaran, seperti panjang hari jumlah jam cahaya yang bersinar setiap
hari.

Cahaya matahari mempunyai dua fungsi yang saling berlawanan, di satu pihak radiasi
cahaya matahari menguntungkan karena sebagai sumber energi bagi proses fotosintesa.
Dilain pihak, radiasi cahaya matahari merugikan karena cahaya matahari langsung
akan merusak atau membunuh protoplasma.

c. Kekeruhan,warna dan bau

Kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel tanah, partikel bahan organik dan


biota renik maka kecerahan air menjadi rendah . Warna air ditentukan warna senyawa
atau bahan terlarut dan melayang di dalam air misal warna coklat dan kekeruhan
tinggi,kecerahan rendah maka banyak terdapat partikel tanah . Warna hijau sampai
hijau tua atau hijau abu-abu maka banyak mengandung plankton.

Bau disebabkan oleh bau dari senyawa atau materi dan gas-gas. Misal air
tambak yang mengandung bahan organik spt sisa pakan, pupuk organik dsb akan
berbau busuk dari gas sulfida, gas resin serta amonia. Kekurangan partikel tanah dapat
mengakibatkan insang udang terselaputi partikel tanah shgga udang dapat mati lemas
atau anoxia, nafsu makan udang berkurang sehingga laju pertumbuhan terhambat.

Kadar partikel tanah 80mg/l atau lebih kurang mendukung dan kadar sampai
800mg/l tidak dignkan untuk budi daya udang. Air hijau dan kecerahan sangat rendah
kurang 40mg/l terjadi blooming plankton maka kehidupan udang terganggu.

d. Arus dan tekanan air


Arus air tidak hanya mempengaruhi konsentrasi gas dalam air, tetapi juga
secara langsung sebagai faktor pembatas. Misal perbedaan organisme sungai dan danau
sering disebabkan oleh arus yang deras pada sungai. Tumbuhan dan binatang di sungai
harus mampu menyesuaikan diri terhadap arus baik secara morfologis dan fisiologis.
Di laut, tekanan air akan bertambah 1 atmosfer pada setiap penurunan kedalaman 10
meter. Pada bagian laut yang paling dalam, tekanan ini dapat mencapai 1000 atmosfer.

e. Oksigen terlarut dalam air

Air untuk fungsi fisiologis perlu bagi semua protoplasma. Dari sudut ekologis
terutama sebagai faktor pembatas curah hujan sebagian besar ditentukan oleh geografi
dan pola gerakan udara yang besar atau sistem iklim. Penyebaran curah hujan
sepanjang tahun merupakan faktor pembatas yang sangat penting untuk organisme.

Sumber oksigen dalam air berasal dari difusi oksigen dari udara ke dalam air
melalui permukaan ,kemudian disebarkan keseluruh badan perairan oleh angin, ombak
dan proses pengadukan.

Pengurangan oksigen dapat dipengaruhi

− Respirasi organisme

− Penguraian zat organik oleh mikroorganisme

− Pelepasan oks terlarut scr otomatis yang dipengaruhi temperatur

− Adanya zat besi maka oksigen akan dipakai untuk oksidasi.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hierarki terdiri dari tingkatan-tingkatan struktural, setiap tingkat merupakan


pengembangan dari tingkatan di bawahnya. Populasi adalah sekelompok makhluk
hidup dengan spesies yang sama, yang hidup pada suatu wilayah yang sama dan dalam
kurun waktu yang sama

Komunitas adalah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu
waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
Pola penyebaran pada populasi untuk membentuk komunitas terbagi atas 3 cara yaitu
penyebaran teratu, acak dan rumpun/kelompok. Populasi yang membentuk suatu
komunitas menjalin interaksi satu sama lain yang akan mempengaruhi kehidupan.

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang


melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga
aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi
antara organisme dan anorganisme.

Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Sifat energi di ekosistem


sesuai dengan hukum termodinamika.

Rantai makanan adalah pengalihan energi yang sumbernya berasal dari dalam
tumbuhan melalui sederetan organisme yang memakan dan yang dimakan. Herbivor
mendapatkan energi dari memakan tanaman.

Daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk


mendukung kehidupan. Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang
disebut homeostatis, yaitu adanya proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali
berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan, atau dalam pendekatan yang
holistic. Sehubungan dengan hal di atas, maka konsep faktor pembatas menjadi hal
penting untuk mengkaji keberadaan (eksistensi) dan pertumbuhan suatu populasi
biotik. Dalam hukum Minimum Liebig dikemukakan bahwa kehidupan sangat
tergantung pada jumlah minimum bahan makanan, sedangkan menurut Hukum
Toleransi Shelford bahwa pertumbuhan dan penyebaran populasi tidak hanya
tergantung pada unsur yang sangat sedikit, tetapi juga dibatasi oleh unsur yang sangat
banyak.

3.2 Saran
Makalah yang dibuat masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima masukan, saran dan kritik yang membangun dan berguna untuk kemajuan
pembuatan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aulianur, Rezky S., dkk. (2016). Ekologi Tumbuhan: Hukum Shelford dan Konsep
Faktor Pembatas. Malang: Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Malang.

Fatimah, S dan Kumalararas, R. (2015). Ekologi Terestrial Aliran Energi dan Siklus
Materi. Jember: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Jember.

Irnaningtyas. (2013). Biologi. Jakarta: Erlangga

Irwan, Zoer’aini Djamal. (2017). Prinsip-Prinsip Ekologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Latuconsina, Husein. (2019). Ekologi Perairan Tropis: Prinsip Dasar Pengelolaan


Sumber Daya Hayati Perairan. Yogyakarta: UGM Press.

Muhlisin, dkk. (2015). Daya Dukung Lingkungan Dalam Pengembangan Pusat


Inovasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PI-UMKM) Peternakan Domba-
Kambing di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jurnal Bina Praja. Vol.7
No.1 Edisi Maret 2015 : 35-50.

Rohmani, Yudi Miftahul. (2013). Faktor Pembatas. Jurnal Faktor Pembatas. 1(1):1-6

Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., & Reece, J. B. (2017).
Biology 11th edition. USA: Pearson Education.

Utomo, S. W., & Rizal, R. (2014). Ekologi. Universitas Terbuka. Vol. 2, No. 577, pp.
1-31.

Taiwo FJ, Feyisara OO. Understanding the Concept of Carrying Capacity and its
Relevance to Urban and Regional Planning. J Environ Stud. 2017;3(1): 5

Anda mungkin juga menyukai