PIELONEFRITIS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke
ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang yang
mencapai ginjal melalui aliran darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari
3%.
Pielonefritis sering disebut sebagai akibat dari refluks ureterivesikal, dimana katup
uretevesikal yang tidak kompeten menyebabkan urine mengalir balik (refluks) ke dalam
ureter. Obstruksi traktus urinarius (yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap
infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius
merupakan penyebab yang lain. Pielonefritis dapat akut dan kronis.

1.2.Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah penyakit Pielonefritis?

1.3.Tujuan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk membahas Penyakit Pielonefritis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila
pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang
disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan
interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara
hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ-
organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urine) ke luar
tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu
infeksi ginjal.
Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
 Pielonefritis kronis
 Pyelonefritis akut

1. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena
terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah
dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah
ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan
dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi
interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus
terjadi. Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui.
Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering
terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek
dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan
anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden

2
penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun.
Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya
lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.
2. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.Pyelonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi.
Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang
berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.Pembagian
PielonefritisPielonefritis akutSering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang
membesar.

2.2. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll).
Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi.
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat.
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke
dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk melawan infeksi.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh
aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih
(misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung
kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.

2.3.Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang
masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke

3
ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan
tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu
24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter
dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau
obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim.
Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan
berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis
muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang
menjadi gagal ginjal.

2.4.Tanda dan Gejala


Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai
menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga
menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi
berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang
desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau
karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal.
Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk
dikenali.
a. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
 pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
 Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,
 nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
 Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
 Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
 Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang
tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

4
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua
ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:
 Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai
gejala yang spesifik.
 Adanya keletihan.
 Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
 Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria
dan kepekatan urin menurun.
 Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
 Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
 Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
 Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.

2.5.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya
batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih
lainnya
4. BUN
5. Creatinin
6. Serum Electrolytes
7. Biopsi ginjal
8. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan
atau abnormalitas struktur

2.6.Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi
Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669)

5
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area
medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada
penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali
dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami
supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi,
dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea,
yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

2.7.Penatalaksanaan Medik
Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh tuntas.
Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali terutama pada
penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti penderita diabetes atau adanya
sumbatan/hambatan aliran urin misalnya oleh batu, tumor dan sebagainya.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
 Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti
trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa
ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari
 Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman,
dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi
tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan
propantheline (Pro-Banthine)
 Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara
progresif.
 Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun
2007:
 Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
 Monitor Vital Sign
 Melakukan pemeriksaan fisik

6
 Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
 Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
 Memantau input dan output cairan.
 Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
 Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.
Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya
yang dapat membuat pasien berkecil hati.

2.8.Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus dilakukan:
1. minumlah banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongan kandung
kemih serta kontaminasi urin.
2. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
3. banyak istirahat di tempat tidur
4. terapi antibiotika
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa membersihkan
dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut untuk mencegah
kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak masuk melalui vagina
dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan
dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi
ginjal mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi, menurunkan panas, dan
diuretik (peluruh kemih). Tumbuhan obat yang dapat digunakan, antara lain :
 Kumis kucing (Ortthosiphon aristatus)
 Meniran (Phyllanthus urinaria)
 Sambiloto (Andrographis paniculata)
 Pegagan (Centella asiatica)
 Daun Sendok (Plantago major)
 Akar alang-alang (Imperata cyllindrica)
 Rambut Jagung (Zea mays)
 Krokot (Portulaca oleracea)

7
 Jombang (Taraxacum mongolicum)
 Rumput mutiara(Hedyotys corymbosa)

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PYLONEFRITIS

3.1.PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
Anak wanita dan wanita dewasa mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : Nyeri punggung bawah dan disuria
b. Riwayat penyakit sekarang : Masuknya bakteri kekandung kemih sehingga
menyebabkan infeksi
c. Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga : ISK bukanlah penyakit keturunan
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Kurangnya pengetahuan kx tentang
pencegahan
b. Pola instirahat dan tidur : Istirahat dan tidur kx mengalami gangguan karena gelisah
dan nyeri.
c. Pola eminasi : Kx cenderung mengalami disuria dan sering kencing
d. Pola aktivitas : Akativitas kx mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang
datang
4. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
a. TD : normal / meningkat
b. Nadi : normal / meningkat
c. Respirasi : normal / meningkat
d. Temperatur : meningkat
b. Data focus
e. Inpeksi : Rrekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
f. Palpasi : Suhu tubuh meningkat

9
3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut (SDKI, 2017, hal. 166) diagnosa keperawatan pielonefritis yang muncul antara lain :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri


Definisi : perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial.
Penyebab :
 Gejala penyakit
 Kurang pengendalian situasional/lingkungan
 Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya : dukungan finansial, soaial dan pengetahuan)
 Kurangnya privasi
 Gangguan stimulus lingkungan
 Efek samping terapi (misalnya : medikasi, radiasi, kemoterapi)
 Gangguan adaptasi kehamilan
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
Mengeluh tidak nyaman

Objektif
Gelisah

Gejala dan Tanda Mayor :


Subjektif
 Mengeluh sulit tidur
 Tidak mampu rileks
 Mengeluh kedinginan/kepanasan
 Merasa gatal
 Mengeluh mual
 Mengeluh lelah
Objektif
 Menunjukkan gejala distres

10
 Tampak merintih/menangis
 Pola eliminasi berubah
 Postur tubuh berubah
 Iritabilitas
Kondisi Klinis Terkait :
 Penyakit kronis
 Keganasan
 Distres psikologis
 Kehamilan
(SDKI, 2017, hal. 166)

2. Hipertermia
Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Penyebab :
 Dihidrasi
 Terpapar lingkungan panas
 Proses penyakit (misalnya : infeksi, kanker)
 Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
 Peningkatan laju metabolisme
 Respon trauma
 Aktifitas berlebihan
 Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
(Tidak tersedia)

Objektif
 Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
(Tidak tersedia)

Objektif
 Kulit merah

11
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait :
 Proses infeksi
 Hipertiroid
 Stroke
 Dehidrasi
 Trauma
 Prematuritas
(SDKI, 2017, hal. 284)

3. Gangguan eliminasi urin


Definisi : disfungsi eliminasi urine
Penyebab :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi kandung kemih
 Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
 Efek tindakan medis dan diagnostik (misalnya : operasi ginjal, operasi saluran kemih,
anestesi, dan obat-obatan)
 Kelemahan otot pelvis
 Ketidakmampuan mengakses toilet ( misalnya : imobilisasi)
 Hambatan lingkungan
 Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
 Outlet kandung kemih tidak lengkap (misalnya : anomali saluran kemih kongenital)
 Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
 Desakan berkemih (urgensi)
 Urin menetes (dribling)
 Sering buang air kecil
 Nokturia
 Mengompol

12
 Enuresis
Objektif
 Distensi kandung kemih
 Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
 Volume residu urin meningkat
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
(Tidak tersedia)

Objektif
(Tidak tersedia)

Kondisi Klinis Terkait :


 Infeksi ginjal dan saluran kemih
 Hiperglikemi
 Trauma
 Kanker
 Cidera/ tumor/ infeksi medula spinalis
 Neuropati diabetikum
 Neuropatai alkoholik
 Stroke
 Parkinson
 Skeloris multipel
 Obat alpha adrenegik
(SDKI, 2017, hal. 96)

4. Kelebihan volume cairan.


Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular.
Penyebab :
 Gangguan mekanisme regulasi
 Kelebihan asupan cairan
 Kelebihan asupan natrium
 Gangguan aliran balik vena

13
 Efek agen farmakologis ( misalnya : kortikosteroid, chlorpropamide, tolbutamide,
vinchristine, tryptilinescarbamazepine)
Gejala dan Tanda Mayor :
Subjektif
 Ortopnea
 Dispnea
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Objektif
 Edema anasarka dan/atau edema perifer
 Berat badan meningkat dalam waktu singkat
 Jugular Venous Pressure (JPV) dan/atau Central Venous Pressure (CVP)
 Refleks hepatojugular positif
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif
(Tidak tersedia)

Objektif
 Distensi vena jugularis
 Terdengar suara napas tambahan
 Hepatomegali
 Kadar Hb/Ht tutun
 Oliguria
 Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
 Kongesti paru
Kondisi Klinis Terkait :
 Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik
 Hipoalbuminemia
 Gagal jantung kongestif
 Kelainan hormon
 Penyakit hati ( misalnya : sirosis, asites, kanker hati)
 Penyakit vena perifer ( misalnya : varises vena, trombus vena, plebitis)
 Imobilitas
(SDKI, 2017, hal. 62)

14
3.3.INTERVENSI
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (misalnya : biologis, zat kimia, fisik,
psikologis)
 Tujuan :
1. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): mengenali
awitan nyeri,menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat
dikendalikan.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat,
berat, sedang, ringan atau tidak ada): ekspresi nyeri pada wajah, gelisah atau
ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan menangis, gelisah.
(Wilkinson, 2016, hal. 296)

 Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri skala (skala, instensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
(Wilkinson, 2016, hal. 297)

 Intervensi (NIC)
Pain management

Aktifitas Keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor partisipasi.
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
4. Evaluasi pengalaman nyeri bersama pasien dan tim kesehatan lain.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri.
6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencri dan menemukan dukungan.

15
7. Kontrol lingkugan yamg dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan.
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
16. Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
(Wilkinson, 2016, hal. 297)

Analgesic administrasion

Aktifitas Keperawatan
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV dan IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
(Wilkinson, 2016, hal. 298)

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengkonsumsi obat tersebut (misalnya: pembatasan aktivitas fisik,

16
pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel.
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak
dapat dicapai.
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan.
4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid (misalnya: resiko
ketergantungan atau overdosis).
(Wilkinson, 2016, hal. 298)

Aktifitas kolaboratif
1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya: setiap 4
jam selama 36 jam) atau PCA
2. Management nyeri (NIC): Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat dan laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat
ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu.
(Wilkinson, 2016, hal. 298)

2.Hipertermia berhubungan dengan penyakit (reaksi) inflamasi sistemik pielonefritis.

 Tujuan :
1. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5:gangguan ekstreme, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
peningkatan suhu kulit, hipertermia, dehidrasi, mengantuk.
2. Pasien akan menunjukkan termoregulasi,yang di buktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: gangguan ekstreme, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
berkeringat saat panas,denyut nadi radialis, frekuensi pernapasan.
(Wilkinson, 2016, hal. 216)

 Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 – 37,5ºC)
2. Tekanan darah 100/70 – 120/200
3. Nadi 60 – 100 x/menit
4. RR 12 – 20 x/menit

17
(Wilkinson, 2016, hal. 217)

 Intervensi (NIC)
Vital sign monitoring

Aktifitas Keperawatan
1. Monitor vital sign pasien
2. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi
3. Kaji warna kulit, suhu dan kelembaban
4. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda vital

Temperature regulation

Aktifitas Keperawatan
1. Anjurkan untuk menggunakan selimut hangat untuk menyesuaikan perubahan suhu tubuh
2. Anjurkan asupan nutrisi dan cairan adekuat
3. Fever treatment
4. Anjurkan pemberian kompres hangat
(Wilkinson, 2016, hal. 217)

3.Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik, penyebab


multiple, gangguan sensori motorik, infeksi saluran kemih

 Tujuan :
 menunjukkan eliminasi urine, yang di buktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak mengalami
gangguan): pola eliminasi, mengosongkan kandung kemih sepenuhnya, mengenali
urgensi.(Wilkinson, 2016, hal. 457)

Kriteria hasil :
1. Klien tidak mengalami disuria,
2. Klien tidak mengalami nokturia
3. Klien tidak mengalami inkontinensia,
4. Klien tidak mengalami urgensi dan frekuensi

18
5. Klien tidak mengalami retensi
6. Klien dapat berkemih setiap 3 jam
7. Klien tidak kesulitan pada saat berkemih
8. Klien dapat bak dan berkemih
(Wilkinson, 2016, hal. 457)

Intervensi (NIC)
Urinary Elimination Management

Aktifitas Keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor resipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan gunakan teknik komunikasi terapiutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang keefektifan control nyeri masa
lampau
6. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
7. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan interpersonal)
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang non farmakologi (biofeedback, TENS, hipnotis, relaksasi, distraksi, dll)
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
13. Rencanakan penggunaan PCA
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada komplain dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang management nyeri

19
Fluid management

Aktifitas Keperawatan
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan
4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan/cairan dan hidung intake kalori harian
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
(Wilkinson, 2016, hal. 458)

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara
dini hipertermia (misalnya: stroke bahang dan keletihan akibat panas)
2. Regulasi suhu (NIC): ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang diperlukan,jika perlu
(Wilkinson, 2016, hal. 458)

Aktifitas kolaboratif
1. Regulasi suhu (NIC): berikan obat antipiretik, jika perlu gunakan matras dingin dan
mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu. (Wilkinson, 2016,
hal. 458)

20
4. Kelebihan volume cairan berdasarkan perubahan mekanisme regulasi, peningkatan
permeabilitas dinding glomerolus.
 Tujuan :
 kelebihan volume cairan dapat di kurangi, yang di buktikan oleh keseimbangan
cairan, keparahan overload cairan minimal, dan indikator fungsi ginjal yang adekuat.
 Keseimbangan cairan tidak akan terganggu (kelebihan) yang di buktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstreme, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada gangguan): keseimbangan asupan dan keluaran 24 jam, berat badan
stabil, berat jenis urine dalam batas normal.
(Wilkinson, 2016, hal. 181)

Kriteria hasil :
1. Terbebas dari edema, efusi, anaskara
2. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
3. Terbebas dari distensi vena jugularis, adanya reflek hepatojugular
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign
dalam batas normal
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
6. Menjelaskan indikator kelebihan cairan
(Wilkinson, 2016, hal. 181)

Intervensi (NIC)
 Fluid management

Aktifitas Keperawatan
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
4. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin)
5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
6. Monitor vital sign
7. Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracles, CVP, edema, distensi vena leher,
asites)
8. Kaji lokasi dan luas edema

21
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
10. Monitor status nutrisi
11. Kolaborasikan pemberian diuretik sesuai indikasi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilus dengan serum Na < 130 mEq/l
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

 Fluid monitoring

Aktifitas keperawatan
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hiertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis disfungsi hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmolaritas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akurat intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, ronchi, oedem perifer dan penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari odema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
(Wilkinson, 2016, hal. 182)

Penyuluhan untuk pasien/keluarga:


1. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema; pembatasan diet; dan
penggunaan,dosis, dan efek samping obat yang diprogramkan
2. Manajemen cairan (NIC): anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan kebutuhan.
(Wilkinson, 2016, hal. 182)

Aktivitas kolaboratif
1. Lakukan dialisis, jika diindikasikan
2. Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai penggunaan stoking
antiemboli atau balutan Ace

22
3. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan protein yang
adekuat dan pembatasan natrium
4. Manajemen cairan (NIC) : konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan
volume cairan menetap atau memburuk dan berikan diuretik, jika perlu
(Wilkinson, 2016, hal. 182)

23
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah
satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui
darah, kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%. Escherichia coli (bakteri yang dalam
keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar
rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari
daerah kelamin yang naik ke kandung kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini
biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh
penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih

4.2.Saran

Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi
darimakalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan
membandingkan dengan referensi lainnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made
Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price,Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:


pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi:
4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

SDKI. (2017). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.

Suharyanto, T., & Majid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. TRANS INFO MEDIA.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai