Chapter III-V

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi

pengumpulan bahan, pengolahan bahan, penyiapan hewan percobaan (mencit),

penyiapan bahan uji dan pengujian efek imunomodulator ekstrak etanol daun

mahkota dewa terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel

imun pada hewan percobaan. Data hasil penelitian dianalisis dengan program

SPSS 19 menggunakan uji One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post

Hoc Tukey.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, neraca listrik, mortar dan stamfer, neraca hewan, spuit, oral sonde,

plethysmometer digital, centrifuse PLC Series, microtube, microtitration plate, dan

micropipette (Microlit).

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol

daun mahkota dewa, akuades, CMC Na, sel darah merah sapi (SDMS), tablet

Phosphate Buffered Saline (PBS), heparin (inviclot®), triton dan levamisol

(Askamex®).

3.3 Hewan Percobaan

Menurut penelitian Anatriera (2009). jumlah hewan coba pada penelitian

ini menggunakan rumus Federer yaitu:

16
Universitas Sumatera Utara
(t-1)(n-1)>15

Keterangan:
t : jumlah perlakuan
n : banyaknya sampel setiap perlakuan.

Dengan rumus ini didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok

adalah minimal 5 (lima) ekor mencit. Total adalah 25 ekor mencit (Lampiran 4).

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan berat 30-40 g dibagi 5

kelompok dimana tiap kelompok terdapat 5 ekor yang terdiri dari 1 kelompok

kontrol (CMC 1%), 1 kelompok pembanding (levamisol) dan 3 kelompok uji

(variasi dosis dari ekstrak yaitu 50, 100 dan 200 mg/kg bb).

Sebelum diberi perlakuan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama

kurang lebih satu minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan

dan berat badan serta menyeragamkan makanannya (Sabina, 2009).

3.4 Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa

Ekstrak diperoleh dari Hotmaida pada Agustus 2016. Metode ekstraksi

yang digunakan yaitu metode maserasi bertingkat, sesuai dengan yang tertera

dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979).

3.5 Pembuatan Larutan

Pembuatan larutan meliputi kontrol (suspensi CMC Na) 1%, suspensi

ekstrak etanol daun mahkota dewa, suspensi levamisol, phosphate buffered saline

(PBS) dan sel darah merah sapi (SDMS) dan larutan triton.

17
Universitas Sumatera Utara
3.5.1 Pembuatan Suspensi CMC Na 1%

Sebanyak 500 mg CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang berisi akuades

panas sebanyak 20 ml. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh

massa yang transparan, lalu diencerkan dengan akuades, dihomogenkan dan

dimasukkan ke labu tentukur 50 ml, dicukupkan volumenya dengan akuades

hingga 50 ml.

3.5.2 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa 200, 100 dan
50 mg/ kg bb

Untuk dosis 200 mg/kg bb dibuat dengan cara ditimbang 200 mg ekstrak

etanol daun mahkota dewa, kemudian dimasukkan ke dalam lumpang. Kemudian

tuang sedikit demi sedikit suspensi CMC Na 1% sambil digerus hingga homogen,

setelah homogen dituangkan ke dalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan

dengan suspensi CMC Na 1% hingga garis tanda. Begitu juga untuk pembuatan

dosis 100 dan 50 mg/kg bb dilakukan hal yang sama.

3.5.3 Pembuatan Suspensi Levamisol 25 mg/kg bb

Pengambilan sampel tablet levamisol yaitu dengan cara ditimbang dan

digerus tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang serbuk yang telah dihaluskan

tersebut kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang

25 mg levamisol (Depkes, 1995: Wiratmi 2014).

Pembuatan suspensi levamisol dilakukan dengan cara sebagai berikut:

levamisol 29,46 mg (setara dengan 25 mg levamisol) dan dimasukan kedalam

lumpang. Digerus serbuk kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 1%

secukupnya. Digerus hingga homogen dan dituangkan kedalam labu tentukur 25

18
Universitas Sumatera Utara
ml, dan kemudian ditambahkan suspensi CMC Na 1% sampai batas tanda

(Wiratmi, 2014). Perhitungan serbuk levamisol yang ditimbang dapat dilihat pada

Lampiran 5 halaman 40.

3.5.4 Pembuatan Larutan Phosphate Buffered Saline (PBS)

Pembuatan larutan PBS dilakukan dengan cara 1 tablet PBS terlebih

dahulu digerus lalu dilarutkan dalam 200 ml akuades.

3.5.5 Pembuatan Sel Darah Merah Sapi (SDMS)

Penyiapan dan pembuatan SDMS dilakukan dengan cara sebagai berkut:.

Darah segar dikumpulkan dari darah sapi yang disembelih, diperoleh 500 ml.

Kemudian ditambahkan 1,5 ml heparin dan dimasukkan ke dalam termos yang

berisi es.

Darah sapi segar yang telah diberi antikoagulan dimasukkan ke dalam

tabung sentrifus sebanyak 5 ml dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm

selama 5 menit untuk memisahkan plasma dari sel darah merah. Lapisan atas yang

berupa plasma dibuang dan lapisan bawah yang berupa endapan sel darah merah

(1 ml) ditambahkan PBS sebanyak tiga kali volume SDMS (3 ml). Tabung

kemudian dibolak balik dengan perlahan-lahan sampai SDMS tercampur secara

homogen, kemudian disentrifugasi kembali. Prosedur ini diulang sebanyak tiga

kali. Lapisan atas yang jernih dibuang dan lapisan bawah adalah SDMS murni (1

ml). SDMS dipipet, dan ditambahkan PBS (1 ml) dengan volume yang sama

banyak sehingga diperoleh SDMS 50% (2 ml). Kemudian diambil 0,2 ml SDMS

50%, ditambahkan larutan PBS hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMS 1%

(Emelda, 2015).

19
Universitas Sumatera Utara
3.5.6 Pembuatan Larutan Triton

Pembuatan larutan triton dengan cara sebagai berikut: ditimbang NaCl

sebanyak 0,2 gram, dilarutkan dalam akuabides 100 ml, kemudian 2 tetes triton

lalu diaduk hingga homogen.

3.6 Uji Respon Hipersensitivitas

Efek imunomodulator ekstak etanol daun mahkota dewa ditentukan

dengan mengukur volume respon hipersensitivitas menggunakan uji

pembengkakan telapak kaki hewan uji (foot paw swelling test) (Lakhsmi, 2003;

Ray 1996).

Sebanyak 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian 1

kelompok kontrol pelarut, 1 kelompok kontrol positif, dan 3 kelompok uji. Tiap

kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Hewan dikelompokkan sebagai

berikut:

Kelompok I : diberi sediaan suspensi CMC Na 1%

Kelompok II : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 50 mg/kg BB

Kelompok III : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 100 mg/kg BB

Kelompok IV : diberi sediaan suspensi EEDMD dengan dosis 200 mg/kg BB

Kelompok V : diberi sediaan suspensi Levamisol dengan dosis 25 mg/kg BB

Tiap kelompok diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS)

1% dalam larutan PBS secara intraperitonial pada hari ke-0. Perlakuan pemberian

ekstrak etanol daun mahkota dewa dumulai dari hari ke-1 dan diberikan satu kali

setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki mencit sebelah kanan diberi

tanda batas pengukuran volume kaki mencit. Volume kaki mencit diukur sebagai

20
Universitas Sumatera Utara
volume awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMS

1% dalam larutan PBS secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan.

Pada hari kedelapan (setelah 24 jam) diukur volume pembengkakan kaki

mencit dengan plethysmometer digital. Pengukuran dilakukan dengan

mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi larutan triton sampai tanda

batas pengukuran. Perubahan volume larutan triton terlihat pada angka analog

yang tertera pada alat sebagai volume waktu tertentu (Vt) kaki mencit. Volume

pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu

tertentu (Vt) dengan volume awal (V0) (Shivaprasad, 2006).

3.7 Uji Titer Antibodi

Pada kelompok mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi

dalam larutan PBS secara intraperitonial pada hari ke-0. Perlakuan pemberian

ekstrak etanol daun mahkota dewa dimulai dari hari ke-1 dan diberikan satu kali

setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah pada masing masing

mencit diambil melalui pembuluh darah vena bagian ekor. Sampel darah

diikumpulkan dalam tabung mikro (microtube), kemudian dilakukan pemusingan

1900 rpm dengan alat sentrifugasi selama 10 menit, lalu diambil serumnya.

Nilai titer antibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. 25 µl serum

diteteskan kedalam sumur microtitration plate 96 ke lubang pertama yang

sebelumnya pada tiap lubang telah ditambahkan 25 µl PBS, kemudian dari lubang

pertama diambil 25 µl dipindahkan ke lubang kedua, dari lubang kedua dipipet 25

µl ke lubang ketiga begitu seterusnya untuk lubang yang lain yang berisi 25 µl

PBS (1:2 ; 1:4 ; 1:8 ; 1:16 ; 1:32 ; 1:64 ; 1:128 ; 1:256 ; 1:512; 1:1024 ; 1:2048).

21
Universitas Sumatera Utara
Kemudian tiap lubang ditambahkan SDMS 1% sebanyak 25 µl. Setelah itu

didiamkan selama 1 jam dan diamati hemaglutinasi secara visual (Makare, 2001:

Puri, 1993). Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir

dimana antibodi masih terdeteksi melalu hemaglutinasi yang terlihat secara visual.

Nilai titer antibodi tersebut selanjutnya ditransformasikan dengan [2log(titer)+1]

(Hargono, 2000).

3.8 Analisis Statistik

Data hasil penelitian dianalisis dengan One-way analisys of varience

(ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Post Hoc Tukey pada program

Statisic Product and Service Solution (SPSS) versi 19.

22
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan ekstrak etanol daun mahkota dewa yang

sama dengan ekstrak yang digunakan Hotmaida (2016). Hasil skrinning fitokimia

yang telah dilakukan Hotmaida diperoleh ekstrak etanol mengandung senyawa

golongan alkaloida, flavonoid, saponin, tannin, glikosida dan steroid/triterpenoid.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 1,65%, kadar abu

total 4,18%, dan kadar abu tidak larut asam 0,09%.

4.1 Hasil Uji Efek Imunomodulator

Pengujian efek imunomodulator ekstrak etanol daun mahkota dewa yang

dilakukan dengan metode respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi

digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap aktivitas dan mekanisme

sistem imun seluler dan imun humoral yang melibatkan sel T dan sel B serta

plasma yang berfungsi memproduksi antibodi (Nafrialdi, 2007). Respon imun

spesifik humoral dapat dilihat dari parameter peningkatan hemaglutinasi

sedangkan repon imun seluler dilihat dari parameter pembengkakan kaki mencit.

Menurut Makare, et al. (2001), kombinasi kedua metode tersebut mempunyai

keuntungan diantaranya memungkinkan dua komponen respon imun diukur pada

spesies yang sama dibawah kondisi ideal, relatif sederhana dan tidak mahal.

Uji respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan pengujian efek

imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas

tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang

akan melepaskan sitokin dan meningkatkan aktivitas makrofag sehingga dapat

23
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan reaksi inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan kaki hewan

uji (Roitt, 2002).

Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan dengan menggunakan metode

hemaglutinasi. Hemaglutinasi adalah ikatan antara sel darah merah sebagai

antigen dengan antibodi sehingga menimbulkan suatu gumpalan endapan yang

dapat dilihat. Pada lingkungan dengan pH netral, sel darah merah bermuatan

sehingga terjadi aksi tolak menolak antar sel. Oleh karena itu sel darah merah

yang digunakan disuspensikan dalam larutan penyangga dengan pH netral + 7

(PBS) untuk menjaga agar sel darah merah tetap dalam kondisi netral, sehingga

tetap bermuatan negatif. Hemaglutinasi terbentuk karena adanya ikatan silang

antara sel darah merah dengan antibodi. Antibodi yang mempunyai kemampuan

lebih besar untuk berikatan dengan sel darah merah adalah IgM. IgM mempunyai

ukuran yang lebih besar dan valensi yang tinggi, sehingga dapat melawan

rintangan elektrik dan membentuk ikatan silang dengan sel darah merah sehingga

menyebabkan aglutinasi. Antibodi lainnya seperti IgG mempunyai ukuran dan

valensi yang lebih kecil, sehingga kemampuan IgG melawan rintangan elektrik

lebih lemah dibandingkan dengan IgM (Kuby, 1994).

4.1.1 Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat

Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 4.1 Pembengkakan Kaki Mencit dan Nilai Titer Antibodi (Mean + SD)
Mean + SD
NO Perlakuan
ΔV [2Log (titer)+1]
1. CMC Na 1% 0,17 + 0,027 2,32 + 0,268
2. EEDMD 50 mg/kg bb 0,25 + 0,044 3,04 + 0,328
3. EEDMD 100 mg/kb bb 0,4 + 0,033 3,4 + 0
4 EEDMD 200 mg/kb bb 0,7 + 0,051 4,008 + 0,427
5. Levamisol 0,77 + 0,047 4,25 + 0,328

24
Universitas Sumatera Utara
Volume pembengkakan kaki mencit yang terjadi pada tiap kelompok

perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

0.9
*
0.8
*
0.7
Volume Pembengkakan (ml)

0.6

0.5
*+
0.4
*+
0.3
+
0.2

0.1

0
CMC Na EEDMD 50 EEDMD 100 EEDMD 200 Levamisole

Gambar 4.1 Volume Pembengkakan Kaki Mencit Pada Berbagai Perlakuan


(Data = Mean + SD, n = 5)

Keterangan:
* = P<0,05, signifikan terhadap kontrol
+ = P<0,05, signifikan terhadap levamisol

Berdasarkan (Tabel 4.1) dan (Gambar 4.1) dapat dilihat bahwa terjadi

peningkatan volume pembengkakan seiring meningkatnya dosis EEDMD yang

diberikan. EEDMD dosis 50, 100, 200 mg/kb bb menunjukkan hasil yang berbeda

signifikan terhadap pemberian CMC Na 1% (p<0,05). Dosis 50 mg/kg bb

menunjukan hasil yang berbeda signifikan (p<0,05) terhadap dosis 100 ,200

mg/kg bb dan levamisol. Dosis 100 mg/kg bb menunjukkan hasil yang berbeda

signifikan (p<0,05) terhadap dosis 50 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb. Dosis 200

mg/kg bb juga menunjukkan hasil yang berbeda signifikan (p<0,05) terhadap

25
Universitas Sumatera Utara
dosis 50 dan 100 mg/kb bb. Tetapi dosis 200 mg/kg bb menunjukkan hasil yang

tidak berbeda signifikan terhadap kontrol positif (levamisol) (p>0,05) (Lampiran

8). Hal ini terkait dengan mekanisme kerja levamisol.

Mekanisme kerja levamisol terhadap hipersensitivitas tipe lambat adalah

dapat meningkatkan proliferasi dan sitotoksisitas sel T. Levamisol dapat

meningkatkan efek antigen, mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik untuk

merangsang limfosit, granulosit dan makrofag (Baratawidjaja, 2014)

Mekanisme kerja dari respon hipersensisitivitas tipe lambat adalah antigen

yang terdiri dari suatu kompleks hapten dan protein, bereaksi dengan T-limfosit

yang sudah disensitasi. Limfokin tertentu (sitokin dari limfosit) dibebaskan, yang

menarik makrofag dan neutrofil, sehingga terjadi reaksi peradangan. Proses

penarikan makrofag dan neutrofil ke tempat terjadinya infeksi disebut kemotaksis.

Mulai reaksinya sesudah 24-48 jam dan bertahan beberapa hari (Tjay dan

Rahardja, 2013).

Penarikan makrofag yang menyebabkan terjadinya pembengkakan

menunjukkan semakin tinggi hasil respon hipersensitivitas tipe lambat sehingga

menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun. Pemberian suspensi SDMS

1% digunakan sebagai antigen pada mencit dimaksudkan untuk merangsang

pembentukan antibodi spesifik. Respon DTH membutuhkan pengenalan khusus

dari antigen yang diberikan dengan limfosit T yang kemudian mengalami

proliferasi dan melepaskan sitokin. Pelepasan sitokin dari limfosit T yang

teraktivasi akan meningkatkan permeabilitas pembuluh, menginduksi terjadinya

vasodilatasi, akumulasi makrofag, serta meningkatkan aktivitas makrofag

26
Universitas Sumatera Utara
(Baratawidjaja, 2012). Sel yang berperan dalam respon imun seluler adala sel T

terutama sel Th. Saat tubuh terpapar oleh antigen, sel Th akan teraktvasi dan

mengaktivasi makrofag yang berperan dalam proses fagositosis (Roitt, 1990).

4.1.2 Titer Antibodi

Titer antibodi yang terjadi pada tiap kelompok perlakuan dapat dilihat

pada Gambar 4.2.

5
*
*
4.5

4
*+ *+
3.5
Nilai Titer Antibodi

3
+
2.5

1.5

0.5

0
CMC Na EEDMD 50 EEDMD 100 EEDMD 200 Levamisole

Gambar 4.2 Titer Antibodi Sel Imun Mencit Setelah Pemberian Ekstrak (Data =
Mean + SD, n = 5)

Keteranagn:
* = P<0,05, signifikan terhadap kontrol
+ = P<0,05, signifikan terhadap levamisol

Pada (Tabel 4.1) dan (Gambar 4.2) terlihat bahwa EEDMD dosis 50, 100,

200 mg/kg BB dan levamisol menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dengan

CMC Na 1% (p<0,05). Dosis 50 mg/kg bb menunjukkan hasil yang tidak berbeda

signifikan terhadap dosis 100 mg/kg bb dan berbeda signifikan terhadap dosis 200

27
Universitas Sumatera Utara
mg/kg bb dan levamisol (p<0,05). Dosis 100 mg/kg bb menunjukkan hasil yang

tidak berbeda signifikan terhadap dosis 50 mg/kb bb dan dosis 200 mg/kb bb

(p>0,05). EEDMD dosis 200 mg/kg bb menunjukkan hasil yang tidak berbeda

signifikan terhadap kontrol positif (p>0,05) (Lampiran 8).

Berdasarkan data yang didapat dapat disimpulkan bahwa pemberian

EEDMD dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB memberikan efek peningkatan titer

antibodi sel imun mencit. Peningkatan titer antibodi terjadi karena peningkatan

aktivitas sel B dalam pembentukan antibodi (Roit, 1990). Antibodi akan berikatan

dengan antigen yang menginfeksi tubuh. Ikatan antigen dan antibodi memberikan

gambaran adanya efek stimulasi ekstrak etanol daun mahkota dewa terhadap

respon imun humoral yang berkaitan dengan stimulasi dan aktivasi sel B.

Uji titer antibodi berdasarkan uji hemaglutinasi. Hemaglutinasi merupakan

cara untuk menemukan antibodi atas dasar aglutinasi sel darah merah. Sebagai

antigen dapat digunakan sel darah merah itu sendiri atau antigen yang

mensensitisasi sel darah merah. Antibodi adalah imunoglobulin yang merupakan

golongan protein yang dibentuk oleh sel plasma atau berasal dari proliferasi sel B

akibat adanya kontak dengan antigen. Titer antibodi yang tinggi menunjukkan

bahwa sediaan uji dapat meningkatkan sistem imun (Hargono, dkk, 2000)

Berdasarkan uraian hasil uji statistik di atas pemberian EEDMD

memberikan efek meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer

antibodi sel imun mencit jantan. Pemberian EEDMD dosis 200 mg/kg BB

memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian EEDMD dosis

50 mg/kg BB dan EEDMD 100 mg/kg BB. Pemberian levamisol 25 mg/kg BB

28
Universitas Sumatera Utara
memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan CMC Na 1%. Pemberian

EEDMD dosis 200 mg/kg BB memberikan efek yang mendekati dengan

pemberian levamisol dosis 25 mg/kg BB.

Maka dapat disimpulkan bahwa EEDMD dapat meningkatkan sistem

imun, dimana EEDMD memberikan efek yang mendekati efek dari levamisol.

Dimana levamisol bekerja dengan memperbaiki mekanisme pertahanan seluler

dan memacu pematangan limfosit T (Syarif, 2007). Levamisol dapat memulihkan

fungsi sel-sel B, sel-sel T, monosit dan makrofag yang terdepresi (Goodman dan

Gilaman, 2012). Sehingga suspensi ekstrak etanol daun mahkota dewa (EEDMD)

dapat digunakan sebagai imunostimulator terkait dengan pengaruhnya dalam

meningkatkan respon hipersensitivitas tipe lambat dan titer antibodi sel imun

mencit. Menurut Gotama dkk, (1999), flavonoid memiliki berbagai macam efek,

salah satunya sebagai imunostimulan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wagner

(1985) yang secara umum menyebutkan bahwa golongan terpenoid, alkaloid atau

polifenol mempunyai sifat imunostimulator.

Pernyataan diatas juga didukung dengan adanya beberapa penelitian

sebelumnya, Tjandrawinata dkk (2005) melaporkan bahwa ekstrak meniran yang

diketahui mengandung senyawa flavonoid dan alkaloid dapat memodulasi sistem

imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T dan B, serta aktivasi sel fagositik

seperti makrofag, dan monosit. Senyawa aktif seperti saponin juga merupakan zat

aktif yang diduga mempengaruhi kemampuan fagositosis makrofag (Koswara,

2006). Senyawa flavonoid juga dapat bekerja terhadap limfokin (Interferon γ)

yang dihasilkan oleh sel T sehingga akan merangsang sel-sel fagosit untuk

melakukan respon fagositosis (Nugroho, 2012). Penelitian Jiao dkk (1999)

29
Universitas Sumatera Utara
mengenai fungsi imunitas seluler yang dilakukan secara in vivo pada tikus

membuktikan bahwa senyawa flavonoid dapat memacu proliferasi limfosit,

meningkatkan jumlah sel T, dan meningkatkan aktivitas IL-2. senyawa tanin juga

dapat mempengaruhi aktivitas fisiologi seperti menstimulasi sel fagosit,

antitumor, dan antiinfeksi (Haslam, 1996). Saponin meningkatkan sistem

kekebalan tubuh dengan cara meningkatkan produksi sitokin seperti interleukin

dan interferon (Francis, dkk., 2002).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa efek suatu bahan

sangat erat kaitannya dengan senyawa kimia yang terkandung dalam bahan

tersebut. Diduga zat aktif yang berperan dalam peningkatan sistem imun dalam

ekstrak etanol daun mahkota dewa ini adalah alkaloid, flavonoid, polifenol

saponin, dan tanin. Mekanisme imunostimulan pada daun mahkota dewa kurang

lebih sama seperti mekanisme pada tanaman yang mengandung senyawa ini

seperti dijelaskan diatas, yaitu dengan meningkatkan aktivitas IL-2, proliferasi dan

aktivasi limfosit T. Proliferasi limfosit menyebabkan sel Th1 teraktivasi.

Kemudian sel Th1 yang teraktivasi akan mempengaruhi IFN-γ yang dapat

mengaktifkan makrofag.

30
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa:

a. EEDMD mempunyai pengaruh terhaddap respon hipersensitivitas tipe lambat.

EEDMD 50, 100 dan 200 mg/kg bb menunjukkan volume pembengkakan kaki

mencit yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol CMC Na 1%. EEDMD

200 mg/kg bb memberikan efek yang sama dengan kontrol positif levamisol.

b. EEDMD dapat meningkatkan titer antibodi sel imun mencit jantan dimana

pada dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB diperoleh nilai titer antibodi rata-rata

3,04 µl, 3,4 µl, dan 4,008 µl, dimana hasil dari dosis 200 mg/kg BB dekat

dengan nilai titer antibodi kontrol positif (levamisol) dengan nilai 4,25 µl.

.
5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian

ini terkait dengan aktivitas imunostimulator ekstrak etanol daun mahkota dewa

terhadap imunitas nonspesifik dengan menggunakan parameter Total Leucocyte

Count (TLC) dan Differential Leucocyte Count (DLC).

31
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai