Crs Pneumonia
Crs Pneumonia
Crs Pneumonia
Oleh :
Preseptor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara
berkembang, lebih dari 50% kasus Pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub
Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa ¾ kasus Pneumonia pada balita di seluruh
dunia berada di 15 negara. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 terdapat 8,8
juta kematian anak di dunia, dari jumlah kematian anak tersebut 1,6 juta kematian
anak disebabkan oleh pneumonia. Kasus pneumonia di Indonesia mencapai 6 juta
jiwa sehingga Indonesia berada di peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia.2
Salah satu alasan utama dari peningkatan angka mortalitas di dunia adalah
pengaruh yang disebabkan oleh pneumonia pada penyakit kronis, disertai dengan
meningkatnya usia populasi dunia dan faktor virulensi dari mikroorganisme
penyebab. Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) merupakan patogen yang
paling sering menyebabkan pneumonia komunitas di seluruh dunia.1
Dalam CSS ini akan dibahas mengenai definisi, tata laksana, sampai
komplikasi pneumonia.
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk Kota Padang pada tahun 2008 ditemukan kasus pneumonia yang
membutuhkan pengobatan sebanyak 5878 kasus, sedangkan pada tahun 2013
ditemukan sebanyak 8970 kasus.6 Kasus pneumonia komunitas di RSUP Dr. M.
Djamil pada tahun 2012 yang membutuhkan rawat inap sebesar 16,6% atau
sebanyak 94 pasien dari 565 pasien yang dirawat. Sedangkan yang tidak
membutuhkan rawat inap sebesar 1,3% atau 108 pasien dari total 8325. Untuk
angka kematian pada kasus pneumonia komunitas di M. Djamil adalah sebesar
6,2%.3
Selain itu pneumonia yang disebabkan oleh virus seperti virus influenza
tipe A dan B, Adenovirus, dan Respiratory Syncytial Virus juga termasuk ke
dalam pneumonia atipik. Pneumonia juga bisa disebabkan oleh agen virus dan
juga jamur. Untuk infeksi oleh karena jamur umumnya merupakan infeksi
sekunder terjadi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang lemah
(immunocompromised).3,8
1. Pneumonia lobaris : radang paru yang terjadi pada seluruh alveolus pada
satu lobus atau lebih.
2. Bronkopneumonia : disebut juga pneumonia lobularis yaitu radang yang
terjadi pada bronkiolus dan alveolus.
3. Penumonia interstitial : radang paru yang mengenai jaringan intersisial
paru.
Aparatus mukosilier
Sekresi IgA
Apparatus mukosilier
Ketergantungan Alkohol
Kebiasaan merokok
Gizi kurang
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, takipnea, dispnea
dan apnea baru timbul. Peradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia
yang disebabkan oleh Streptococcus Pneumoniae dan Staphylococcus aureus
yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat
sehingga akan membatasi gerakkan dinding dada selama inspirasi dan kadang-
kadang menyebar ke leher dan perut.10
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak/ purulen
3. Suhu tubuh>38˚C (aksila) / riwayat demam
4. Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasim suara napas
bronkial dan ronki
5. Leukosit > 10.000 atau < 4.500
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:12
1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40˚C
2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.12
Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit
Perkusi : redup di bagian yang sakit
Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial
yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stasium resolusi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram
Pewarnaan gram atau metode gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram
positif dan gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel
mereka. Pada uji pewarnaan gram, suatu pewarna penimbal (counterstain)
ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram
negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna
untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka.13
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat
warna metil ungu pada metode pewarnaan gram. Bakteri gram positif akan
mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol,
sementara bakteri gram negatif tidak. Pada pasien dewasa, penyebab
pneumonia komunitas yang sering ditemukan adalah bakteri golongan
gram positif, yaitu Streptococcus pneumonia, bersama dengan
Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri
patogen golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M. pneumoniae
merupakan bakteri patogen golongan atipikal.12
Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna
metil ungu sewaktu proses pewarnaan gram. Bakteri jenis ini akan
berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram
negatifakan berwarna merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua
jenis bakteri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel
bakteri. Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang
pada pasien defisiensi imun (immunocompromised). Contoh bakteri gram
negatif penyebab pneumonia, yaitu ; Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
pneumoniae, Enterobacter sp. dan Haemophilus influenza.13
2. Pemeriksaan leukosit
Peningkatan jumlah leukosit (>15.000/mm3) sering walaupun tidak
selalu ditemukan. Peningkatan yang lebih dari 30.000 dengan predominan
netrofil itu mengarahkan pada pneumokokkus pneumonia, walaupun H.
Influenzae dan S.aureus bisa menunjukkan hal yang sama. Pada
pneumonia komunitas yang tipikal umumnya menunjukan keadaan
leukositosis. Berbeda jika agen penginfeksi berupa virus/mikoplasma
kadar leukosit bisa normal/rendah. Jika agen kuman yang menginfeksi dari
golongan gram negatif atau S.aureus pada pasien dengan keganasan dan
penurunan kekebalan hasil pemeriksaan menunjukan leukopenia.8,10
3. Pemeriksaan foto toraks
Pada pemeriksaan radiologi proyeksi posteroanterior dan lateral
berguna untuk menentukan letak infeksi pada paru seperti infeksi pada
segmen apikal lobus bawah, lobus atas, dan di tempat yang lainnya. Pada
foto toraks dapat ditemukan adanya infiltrat / air bronchogram.3
4. Kultur kuman
Kultur kuman merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk
menentukan kuman penyebab dan bermanfaat untuk evaluasi terapi
selanjutnya. Kultur dapat berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,
bronkoskopi atau biopsi. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada
pneumonia berat dan pneumonia yang tidak respons dengan pemberian
antibiotik. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan rnemerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotik secara empiris. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%.3
Pada anak, yang sering dilakukan dengan kultur darah dengan alasan
anak sulit untuk batuk sehingga spesimen yang diinginkan sulit
didapatkan. Kultur darah positif pada 20-25% penderita. Kultur darah
sering positif terutama pada pneumonia pneumokokus dan merupakan cara
yang lebih pasti untuk mengidentifikasi organisme penyebab.10
Total poin yang didapatkan dari Psi dapat digunakan untuk menentukan
risiko, kelas risiko, angka kematian dan jenis rawatan, seperti pada Tabel 6.3
Kriteria mayor:3
Kriteria minor:3
1. Pengobatan suportif/simptomatik12
a. Istirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
e. Pasien rawat inap di ruang rawat biasa dan intensif : Pemberian terapi
oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit, pemebrian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik.3
f. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif : bila ada indikasi pasien
dipasang ventilasi mekanis3
2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik yang harus diberikan kurang
dari 8 jam dan dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama. Jika
didapatkan perbaikan klinis terapi dilanjutkan, jika tidak antibiotik harus
diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris.3,12
Pasien rawat jalan:12
a. Pasien yang sebelumya sehat dan tidak ada risiko resistensi obat;
Makrolid: azitromisin, klaritromisisn atau eritromisisn
(rekomendasi kuat)
Doksisiklin (rekomendasi lemah)
b. Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati, atau
penyakit ginjal, diabetes melitus, alkoholisme, kondisi imunosupresif,
antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor risiko lain infeksi pneumonia;12
Flurokuionolon respirasi : moksifloksasin, atau levofloksasin
(750mg) (rekomendasi kuat)
Beta-lactam + makrolid : amoksisilin dosis tinggi (1 gram,
3x1/hari) atau amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari)
(rekomendasi kuat)
Alternatif obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan
cefuroxime (500mg, 2x1/hari), doksisiklin.12
Pnemonia virus
Dewasa atau anak > l3 tahun oseltamivir 2x7 5 mg per hari selarna 5 hari.
Anak > I tahun dosis oseltamivir 2 mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan.
Lama pemberian antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-
72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut:3
1. Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi
lingkungan.12
2. Pencegahan
Vaksinasi influenza dan pneumokokal, terutama bagi golongan risiko
tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis).12
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain, efusi pleura, empiema, abses
paru, pneumotoraks, gagal napas, sepsis. Terjadi komplikasi pneumonia
ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi
dijumpai pada 10% kasus berupa meningitis, arthritis, endocarditis, pericarditis,
peritonitis dan empiema. Dijumpai juga komplikasi ekstrapulmoner non infeksius
yang memperlambat resolusi gambaran radiologi paru, antara lain, gagal ginjal,
gagal jantung, emboli paru atau infark paru, dan infark miokard akut. Terjadi
komplikasi lain berupa acute distress syndrome (ARDS), gagal organ multiple,
dan komplikasi lanjut berupa pneumonia nasokomial.10
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.JC
No RM : 01.04.84.47
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Diluar serangan pasien tidak bisa beraktivitas normal. Pasien dirawat oleh Sp.P di
RSUD M.Zein Painan, dirawat selama 1 minggu karena sesak menigkat selama 2
hari ini. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP M.Djamil untuk tatalaksana lebih
lanjut. Riwayat sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, kontrol teratur
dengan Sp.P sejak 2 bulan yang lalu, mendapatkan obat formoterol/ Budesonide
inhalasi. Pasien belum pernah di spirometri
Batuk (+) meningkat sejak 10 hari yang lalu, berdahak berwarna kuning
kehijauan. Batuk sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.
Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil.
Riwayat TB paru 3 tahun yang lalu, minum OAT kategori I, didapat dari Sp.P di
RSUD M.Zein Painan, dihentikan oleh dokter tersebut. Pemeriksaan BTA ataupun
rontgen thoraks pasien sudah lupa
Riwayat TB paru 3 tahun yang lalu, minum OAT kategori I, didapat dari Sp.P di
RSUD M.Zein Painan, dihentikan oleh dokter tersebut.
Vital Sign
Kesadaran : CMC
Nadi : 91 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36.8°C
Berat badan : 48 Kg
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Leher : JVP 5 + 0 cmH20, tidak ada kelainan pada trakea, tidak ada
pembesaran KGB
Thoraks
Paru-paru depan :
Rhonki (+)
Rhonki (+)
Rhonki (+)
Rhonki (+)
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Darah Rutin :
Hb : 9,8 g/dl
Leukosit : 4930 /mm3
Ht : 30 %
Rontgen
Kesan :
Tampak perselubungan homogen di hemitoraks dekstra, tampak efusi pleura (
lateral lebih tinggi dari medial )
IVFD drip aminophylin 15cc + 35cc NaCl via syringe pump kec 2,1 cc/jam
Levofloxacin 1x750mg
FOLLOW UP
Tanggal S/ O/ A/ P/
14/5/201 Sesak nafas (+) KU: sedang CAP Perburukan Inj. Ampicillin
9 sudah berkurang + SOPT + efusi sulbactam 3x3 gr
KS: CMC
pleura dextra ec
Batuk (+) Inf. Levofloxacin
TD: 110/80 susp TB
1x700 mg
Batuk darah (+)
Nd: 91x/menit
berkurang Asam
Nf: 22 x/menit traneksamat
Demam (-)
T: 36,8 °C 3x500 mg
Nyeri dada (-)
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
Nd: 91x/menit
Nf: 22 x/menit
T: 36,8 °C
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
TD: 110/80
Nd: 91x/menit
Nf: 22 x/menit
T: 36,8 °C
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
TD: 110/80
Nd: 91x/menit
Nf: 22 x/menit
T: 36,8 °C
Auskultasi:
Kanan : Wh +,
Rh +, melemah
Kiri :
memanjang, Wh
+, Rh +
DISKUSI
Seorang pasien perempuan berusia 70 tahun datang keluhan utama sesak nafas
yang meningkat sejak 10 hari yang lalu . Sesak nafas pada pasien tidak menciut
dan meningkat dengan aktivitas sehingga pasien tidak bisa beaktivitas secara
normal . Batuk dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan meningkat sejak 10
hari yang lalu dan berdahak dengan warna dahak kuning kehijauan . Batuk darah
juga dialami pasien dengan darah yang lengket di dahak sejak 2 hari yang lalu .
Nyeri dada dirasakan pasien ketika sedang batuk . Demam juga diraskan pasien
sejak 1 minggu yang lalu dengan intensitas demam tidak tinggi dan tidak mengigil
. Keringat malam tidak ada . Penurunan nafsu makan ada sejak 3 bulan yang lalu
dan penurunan berat badan terjadi 5 kg dalam waktu 3 bulan terakhir . Pasien
tidak mengeluhkan terjadinya mual dan muntah serta nyeri ulu hati . Sebelumnya,
pasien pernah dirawat selama 1 minggu di RSUD M. Zein Painan dan kemudian
dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang untuk tatalaksana lebih lanjut . Pasien ada
riwayat mengalami TB paru 3 tahun yang lalu dan meminum OAT kategori 1
yang didapat dari sepesialis paru di RSUD M. Zein Painan dan dihentikan oleh
dokter tersebut . Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta
tidak memakai NAPZA .
Dari keluhan diatas dapat dicurigai bahwa sesak nafas yang dialami oleh pasien
dapat disebabkan karena adanya peradangan pada alveoli akibat inflamasi secara
akut yang disebabkan oleh mikroorganisme selain dari myobacterium tuberculosis
. Dengan adanya inflamasi tersebut, maka terjadi gangguan pada hantaran aliran
udara sehingga menyebabkan pasien tersebut sesak . Karena adanya peradangan
tersebut, maka jaringan-jaringan yang berada di sekitar parenkim paru akan rusak
sehingga hilangnya elastisitas saluran nafas dan kolapsnya kinerja pada alveolus .
Kerusakan pada parenkim paru disebabkan karena masuknya mikroorganisme
pada alveoli sehingga memicunya terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear
(PMN) bersama dengan adanya peningkatan aliran darah ke alveolus yang
meradang . Dengan demikian, maka ventilasi pada paru berkurang . Parenkim
paru kolaps pada ekspirasi terjadi akibat ketika ekspirasi normal tidak terjadi
pengempisan paru secara pasif setelah inspirasi sehingga udara terperangkap
diddalam paru dan saluran nafas yang kolaps . Ketika aktivitas, terjadi hiperinflasi
yang dapat mengurangi kapasitas inspirasi ( peningkatan kapasitas residual
fungsional, khususnya selama latihan/hiperinflasi dinamis ) sehingga dapat terjadi
sesak nafas saat beraktivitas .
Gejala lain yang terjadi pada pasien adalah batuk berdahak. Batuk merupakan
mekanisme refleks untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dengan cara
menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan nafas . Pada
penumonia, dahak terjadi dikarenakan isi alveolus yang melunak secara enzimatis
dan kemudian berubah menjadi dahak . Dalam hal ini, dahak terjadi karena
mikroorganisme sudah memasuki stadium resolusi yang terjadi saat keadaan
sudah memasuki hari ke 8 sampai minggu ke 3 . Apabila dibiarkan dalam waktu
lama, dapat mengakibatkan terjadinya batuk berdarah .
Dalam kasus ini, batuk berdarah pada pasien bisa terjadi karena beberapa keadaan
. Keadaan tersebut adalah karena stadium resolusi pada pasien tersebut dan bisa
karena TB nya dahulu yang kembali kambuh . Dalam anamnesis pasien tersebut,
pasien menyatakan 3 tahun yang lalu dia pernah didiagnosa terkena TB paru dan
minum obat OAT kategori 1. Sehingga, batuk darah pada pasien tersebut bisa
dikarenakan nekrosis arteri pulmonal kecil atau akibat ruptur pembuluh darah
yang berjalan sekitar kavitas akibat infeksi TB pada paru pasien tersebut yang
menyebabkan timbulnya darah yang lengket di dahak pasien tersebut .
Nyeri dada pada pasien saat batuk disebabkan karena nyeri dada pleuritik. Nyeri
berasal dari dinding otot paru, dinding dada, iga, pleura perietalis, saluran nafas
besar, diafragma, mediastinum, dan syaraf intercostalis. Nyeri dada pleuritik
ketika batuk disebabkan karena kontraksi otot secara terus menerus yang
menyebabkan otot-otot pernafasan terutama otot diafragma menjadi tidak rileks .
Dari inspeksi paru pasien, nampak bahwa dada kanan flat ketimbang dada kiri
sehingga memberikan kesan asimetris pada pemeriksaan statis paru . Pada
pemeriksaan dinamis paru, nampak pergerakan dada kanan tertinggal ketimbang
dada kiri . Penyebab terjadinya kelainan ini disebabkan karena fibrosis jaringan
paru sehingga terjadi penarikan pada dinding dada yang menyebabkan dada kanan
terlihat lebih datar dari pada dada kiri. Dengan adanya fibrosis pada jaringan paru,
terjadi penurunan fermitus pada dada kanan sehingga fremitus pada dada kanan
terdengar melemah. Akibatnya, pada palpasi memberikan kesan fremitus paru
kanan lebih rendah ketimbang paru kiri . Pada perkusi, paru kanan redup dan paru
kiri sonor . Pada auskultasi suara nafas ekspirasi memanjang, karena adanya
obstruksi jalan nafas perifer, akibatnya udara terperangkap dan terjadi ekspirasi
yang memanjang. Ronkhi +/+ karena lewatnya udara melalui penyempitan saluran
nafas, inflamasi, atau spasme saluran nafas pada bronkitis,asma,pneumonia atau
PPOK . Wheezing +/++ karena adanya obstruksi pada jalan nafas. Selain itu
ditemukannya ronki merupakan salah satu temuan pemeriksaan fisik pada
pneumonia .
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,8 g/dl, leukosit 4930 /mm3 , trombosit
189.000 /mm3, hematokrit 30 % , Na/K/Cl 125/3,8/96 mmol/L , hitung Jenis
leukosit 0/6/2/34/46/9 , pH 7,35 , PCO2 51,2 , PO2 121,7 , HCO3 28,8 ,Saturasi
O2 98,1% , Kesan : Anemia sedang .