LP DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Disusun untuk menuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I Program Profesi Ners

di HCU IGD Lt. 2 Rumah Sakit Umum Fatmawati

Disusun oleh:

Nita Rahmawati

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume
urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan


kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert


Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung


insulin (DMTI)

Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun.
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya
mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan
diit dan olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan
preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih
dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

3. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,


antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai


pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,


diantaranya adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk


menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke
dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya
sangat tinggi).
Patways

Pathway Diabetes Melitus

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Diabetes Tipe I

§ hiperglikemia berpuasa

§ glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

§ keletihan dan kelemahan


§ ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

§ lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

§ gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,


polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur

§ komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F. DATA PENUNJANG

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.

2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan


semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi


merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)

10. Urine: gula dan aseton positif

11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan


sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut

Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah

a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal
60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma
yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik
dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya
disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar
gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

§ Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya


kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.

§ Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit
dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada
tingkat hipoglikemia

§ Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan


pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.

§ Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada


penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan
ketiga organ ini.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.


Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema


IV Cairan
1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma
330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam


menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose


Insulin
Permulaan Jam IV bolus 0.15 unit/kg RI
berikutnya
5 sampai 7 unit/jam RI
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk
mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5
+
Jam kedua dan mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K
jam berikutnya
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %.
Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi
dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic
dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring
dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu,
hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan
tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk
menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)

Pengertian

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan


dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Etiologi

Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat
disebabkan oleh :

1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2) Keadaan sakit atau infeksi

3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.

Patofisiologi

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi
badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton
yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolik.

Tanda dan Gejala

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi


(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume
intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan
volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan
cepat.

Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis


menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri
abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu
berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti
buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat
terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.

Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien
dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada
osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).

Pemeriksaan Penunjang

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang
biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)

· Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan


kadar glukosa darah.

· Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (
0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30
mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.

Penatalaksanaan

§ Rehidrasi

1. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung
pada tingkat dehidrasi

2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada
tingkat dehidrasi

3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 –
300 mg/ 100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai
150 mg/ 100 cc.

§ Kehilangan elektrolit

Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium


dalam plasma normal.
Elektrolit
Permulaan Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium


Jam kedua dan kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
+
jam berikutnya mEq/liter K

§ Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
algoritma Diabetes Melitus

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.


1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.

2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan


ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih

5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H. PENATALAKSANAAN

1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1) Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita

b. Mengarahkan pada berat badan normal

c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a. Jumlah sesuai kebutuhan

b. Jadwal diet ketat

c. Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J


yaitu:

§ jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

§ jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya

§ jenis makanan yang manis harus dihindari


Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %

2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%

3. Gemuk (overweight) BBR > 110%

4. Obesitas apabila BBR > 120%

§ Obesitas ringan BBR 120 % - 130%

§ Obesitas sedang BBR 130% - 140%

§ Obesitas berat BBR 140% - 200%

§ Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM


yang bekerja biasa adalah :

1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari

2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari

3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari

4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

§ Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah


makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.

§ Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore


§ Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen

§ Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

§ Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.

§ Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran


asam lemak menjadi lebih baik.

3) Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita


DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,
kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4) Obat

1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1) Mekanisme kerja sulfanilurea

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang


tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya
diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.

2) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain


yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik

- Menghambat absorpsi karbohidrat

- Menghambat glukoneogenesis di hati

- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor


insulin

c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler

2) Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin

a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat

e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM

h) DM operasi

i) DM patah tulang

j) DM dan underweight

k) DM dan penyakit Graves

2) Beberapa cara pemberian insulin

a) Suntikan insulin subkutan

Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah


suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung
pada beberapa faktor antara lain :

5) Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik

2. Keperawatan

Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut

a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

§ Airway + cervical control

1) Airway

Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada


rongga mulut

2) Cervical Control : -

§ Breathing + Oxygenation

1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

- KAD : Pernafasan kussmaul


- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

2) Oxygenation : Kanula, tube, mask

§ Circulation + Hemorrhage control

1) Circulation :

- Tanda dan gejala schok

- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.

2) Hemorrhage control : -

§ Disability : pemeriksaan neurologis è GCS

A : Allert : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon


thd rangsangan nyeri

U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk


bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan
pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event


2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang


Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya
aterosklerosis.
Anamnese
a. Keluhan Utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Diagnosa yang Mungkin Muncul

a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan


menggunakan glukose (tipe 1)

c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake


nutrisi (tipe 2)

d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan

e. PK: Hipoglikemia

PK: Hiperglikemi

f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.


NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC)

1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :


berhubungan dengan
ü Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis
komprehensif termasuk lokasi,
(penurunan perfusi ü Nyeri terkontrol
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan perifer)
ü Tingkat dan ontro presipitasi.
kenyamanan
2. Observasi reaksi nonverbal dari
Setelah dilakukan ketidaknyamanan.
asuhan keperawatan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
selama 3 x 24 jam,
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
klien dapat :
sebelumnya.
1. Mengontrol nyeri,
4. Kontrol ontro lingkungan yang
dengan indikator :
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
§ Mengenal faktor- pencahayaan, kebisingan.
faktor penyebab
5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
§ Mengenal onset nyeri
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
§ Tindakan (farmakologis/non farmakologis)..
pertolongan non
7. Ajarkan teknik non farmakologis
farmakologi
(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
§ Menggunakan nyeri..
analgetik
8. Berikan analgetik untuk mengurangi
§ Melaporkan gejala- nyeri.
gejala nyeri kepada
9. Evaluasi tindakan pengurang
tim kesehatan.
nyeri/ontrol nyeri.
§ Nyeri terkontrol
10. Kolaborasi dengan dokter bila ada
2. Menunjukkan komplain tentang pemberian analgetik
tingkat nyeri, dengan tidak berhasil.
indikator:
11. Monitor penerimaan klien tentang
§ Melaporkan nyeri manajemen nyeri.

§ Frekuensi nyeri
§ Lamanya episode Administrasi analgetik :.
nyeri
1. Cek program pemberian analogetik;
§ Ekspresi nyeri; wajah jenis, dosis, dan frekuensi.
§ Perubahan 2.
respirasi Cek riwayat alergi..
rate
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
§ Perubahan tekanan
darah pemberian dan dosis optimal.
§ Kehilangan nafsu
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
makan pemberian analgetik.
. 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrition Management
nutrisi kurang dari Food and Fluid
1. Monitor intake makanan dan minuman
kebutuhan tubuh b.d. Intake
yang dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan
§ Intake makanan
menggunakan 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe
peroral yang adekuat
glukose (tipe 1) zat gizi yang dibutuhkan dengan
§ Intake NGT adekuat berkolaborasi dengan ahli gizi
§ Intake cairan peroral3. Dorong peningkatan intake kalori, zat
adekuat besi, protein dan vitamin C
§ Intake cairan yang4. Beri makanan lewat oral, bila
adekuat memungkinkan
§ Intake TPN adekuat 5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan
NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan
lewat oral

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Weight Management


nutrisi lebih dari Nutrient Intake
1. Diskusikan dengan pasien tentang
kebutuhan tubuh b.d.
§ Kalori kebiasaan dan budaya serta faktor hereditas
kelebihan intake
yang mempengaruhi berat badan.
nutrisi (tipe 2) § Protein
2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
§ Lemak
3. Kaji berat badan ideal klien.
§ Karbohidrat
4. Kaji persentase normal lemak tubuh
§ Vitamin
klien.
§ Mineral
5. Beri motivasi kepada klien untuk
§ Zat besi menurunkan berat badan.

§ Kalsium 6. Timbang berat badan setiap hari.


7. Buat rencana untuk menurunkan berat
badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan b.d
ü Fluid balance Fluid management
Kehilangan volume
cairan secara aktif,ü Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika
Kegagalan diperlukan
mekanisme ü Nutritional Status :
pengaturan Food and Fluid 2. Pertahankan catatan intake dan output
Intake yang akurat
Kriteria Hasil : 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban
membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
§ Mempertahankan
darah ortostatik ), jika diperlukan
urine output sesuai
4.
dengan usia dan BB, Monitor vital sign
BJ urine normal, HT
5. Monitor masukan makanan / cairan dan
normal
hitung intake kalori harian
§ Tekanan darah, nadi,
6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
suhu tubuh dalam
batas normal 7. Monitor status nutrisi
§ Tidak ada tanda 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
tanda dehidrasi,
9. Dorong masukan oral
Elastisitas turgor
kulit baik, membran 10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai
mukosa lembab, output
tidak ada rasa haus
yang berlebihan 11. Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia:
askep….x24 jam
PK: Hiperglikemi 1. Monitor tingkat gula darah sesuai
diharapkan perawat
indikasi
akan menangani dan
meminimalkan 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
episode hipo/ kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin,
hiperglikemia. lembab pucat, tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai
kadar gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
6 Perfusi jaringan NOC : NIC :
tidak efektif b.d
ü Circulation status Peripheral Sensation Management
hipoksemia jaringan.
(Manajemen sensasi perifer)
ü Tissue Prefusion :
cerebral § Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria Hasil :
§ Monitor adanya paretese
a. mendemonstrasikan
status sirkulasi § Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lsi atau laserasi
§ Tekanan systole
dandiastole dalam § Gunakan sarun tangan untuk proteksi
rentang yang
§ Batasi gerakan pada kepala, leher dan
diharapkan
punggung
§ Tidak ada
§ Monitor kemampuan BAB
ortostatikhipertensi
§ Kolaborasi pemberian analgetik
§ Tidak ada tanda
tanda peningkatan § Monitor adanya tromboplebitis
tekanan intrakranial
(tidak lebih dari 15 § Diskusikan menganai penyebab perubahan
mmHg) sensasi

b. mendemonstrasika
n kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan:
§ berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
§ menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
§ memproses informasi
§ membuat keputusan
dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

---------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai