Makalah Perdarahan Post Ekstraksi
Makalah Perdarahan Post Ekstraksi
Makalah Perdarahan Post Ekstraksi
Oleh:
Dosen Pembimbing :
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Illahi Rabbi, atas kehendak dan
makalah ”Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi“ untuk memenuhi salah satu syarat
yang telah dilalui tidak lepas dari bimbingan dosen pembimbing di bagian bedah
diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik
i
MODUL 7
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Defenisi Ekstraksi Gigi
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Ekstraksi Gigi
2.3.1 Indikasi Ekstraksi Gigi
2.3.2 Kontraindikasi Ekstraksi Gigi
2.3 Perdarahan Pasca Ekstrkasi Gigi
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
pencabutan gigi pada umumnya sudah sering dijumpai. Namun, kesulitan dalam
melakukan pencabutan gigi juga tidak bisa dihindari. Apabila dalam melakukan
ekstraksi atau pencabutan gigi. Ekstraksi atau pencabutan gigi merupakan hal
yang sering dilakukan oleh seorang dokter gigi (Bakar, 2012). Gigi adalah
struktur yang paling keras di dalam mulut manusia dan memiliki banyak fungsi
pengucapan yang benar dari kata-kata ketika berbicara dan juga estetika
(Amanat,2012).
jaringan tulang dan jaringan lunak dari rongga mulut, tindakan tersebut dibatasi
oleh bibir dan pipi dan terdapat faktor yang dapat mempersulit dengan adanya
gerakan lidah dan rahang bawah. Pencabutan gigi dapat dilakukan bilamana
keadaan lokal maupun keadaan umum penderita (physical status) dalam keadaan
yang sehat. Kemugkinan terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan,
1
mungkin saja dapat terjadi walaupun hanya dilakukan pencabutan pada satu gigi
Ekstraksi gigi yang disebabkan oleh gigi karies yaitu 79 kasus (37,1%),
(14,6%), gigi impaksi 28 kasus (13,2%), gigi fraktur 23 kasus (10,7%) dan kasus
Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan
persiapan pra operasi telah direncanakan sebaik mungkin untuk mencegah atau
Salah satu komplikasi ekstraksi gigi yang dapat terjadi adalah perdarahan
pasca ekstraksi. Dalam mengatasi perdarahan pasca ekstraksi ini, tindakan yang
paling utama adalah pencegahan, tetapi bila tetap terjadi kita harus mampu
merupakan hal yang penting. Hal ini terutama apabila perdarahan terjadi karena
2
terjadi karena faktor lokal, sebagai seorang dokter gigi kita harus mampu
hemostatic agent baik lokal maupun sistemik (Forum Kesehatan Gigi, 2011).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari soket gigi
dengan alat-alat ekstraksi (forceps). Kesatuan dari jaringan lunak dan jaringan
keras gigi dalam cavum oris dapat mengalami kerusakan yang menyebabkan
dalam penyembuhan dari luka ekstraksi. Oleh karena itu, tindakan aseptik
tindakan yang sangat komplek yang melibatkan struktur tulang, jaringan lunak
dalam rongga mulut serta keseluruhan bagian tubuh. Pada tindakan pencabutan
gigi perlu dilaksanakan prinsip-prinsip keadaan suci hama (asepsis) dan prinsip-
prinsip pembedahan (surgery). Untuk pencabutan lebih dari satu gigi secara
bersamaan tergantung pada keadaan umum penderita serta keadaan infeksi yang
prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan menggunakan tang, elevator, atau
soketnya. Pencabutan gigi dapat dilakukan dengan lokal anestesi jika gigi terlihat
Pencabutan dapat dilakukan pada gigi dengan karies yang besar atau gigi
patah yang sudah tidak dapat direstorasi lagi. Pada beberapa pasien lebih memilih
4
pencabutan gigi sebagai alternatif yang lebih murah dari pada dilakukan
perawatan dengan penambalan atau pembuatan mahkota pada gigi dengan karies
segera dicabut karena keadaan tersebut dapat menyebabkan maloklusi pada gigi
prematur pada gigi geligi permanen karena adanya akumulasi dental plak dan
kalkulus dan akan menyebabkan trauma pada jaringan lunak (Loekman, 2006).
yang parah. Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama beberapa
waktu, maka akan Nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi
yang irreversibel. Dalam situasi seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang
berkelanjutan yang perlu dilakukan pencabutan pada gigi adalah apabila terdapat
abses periapikal, poket periodontal yang meluas ke apeks gigi hingga mencapai
rongga hidung atau sinus maksila ataupun yang menyebabkan gigi goyang
(Loekman, 2006).
Gigi yang fraktur dan gigi yang menyebabkan abses periapikal yang perlu
5
4. Gigi yang terletak pada garis fraktur
Gigi yang terletak pada garis fraktur harus dicabut sebelum dilakukan
fiksasi dari rahang yang mengalami fraktur karena gigi tersebut dapat
Gigi dengan kerusakan enamel dan dentin yang parah atau disebut juga
dental karies apabila sudah tidak dapat direstorasi maka perlu dilakukan
pencabutan. Alasan paling umum yang dapat diterima secara luas untuk
pencabutan gigi adalah karies yang tidak dapat dihilangkan. Sejauh ini gigi yang
karies merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk dilakukan
Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena gigi telah retak.
Pencabutan gigi yang retak bias sangat sakit dan rumit dengan teknik yang lebih
mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut (Larry, 2003).
7. Nekrosis pulpa
perawatan endodontik saluran akar yang berliku-liku, kalsifikasi dan tidak dapat
endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal untuk menghilangkan rasa sakit
6
8. Gigi impaksi
hidung, masalah orthodontik atau rasa sakit. Dentigerous cyst dapat juga terjadi
akibat gigi impaksi. Kista ini dapat ekspansi hingga mengakibatkan asimetri
wajah, pergeseran gigi yang ekstrim dan resorpsi akar gigi yang berdekatan.
Dentigerous cyst dapat juga menjadi ameloblastoma. Jika terdapat sebagian gigi
yang impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak
seperti pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien yang
berusia di atas 35 tahun atau pada pasien dengan usia lanjut, maka gigi impaksi
9. Alasan orthodontik
pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang
paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah (Larry,
2003).
dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak
Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang
parah dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi
7
gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
peralatan prostetik seperti gigi tiruan penuh, gigi tiruan sebagian lepasan atau gigi
tiruan cekat. Ketika hal ini terjadi, pencabutan sangat diperlukan (Larry, 2003).
Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi endodontik dapat
Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral harus
(Larry, 2003).
kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi
2003).
15. Estetik
Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau
8
fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol. Meskipun
ada teknik lain seperti bonding yang dapat meringankan masalah pewarnaan dan
tonjolan yang parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan
16. Ekonomis
indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan di atas dapat menjadi kuat jika
pasien tidak mau atau tidak mampu secara financial untuk mendukung keputusan
a. Kontraindikasi Sistemik
1. Kelainan jantung.
luka.
4. Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan
9
6. Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama
8. Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah
9. Toxic goiter.
10. Kehamilan. Pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada saat itu
11. Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil
b. Kontaraindikasi Lokal
2. Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3
itu. Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya
10
2.3 Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi
tindakan medis. Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa
kejadian yang merugikan dan timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena
itu, kita selaku dokter gigi harus tetap mewaspadai segala kemungkinan dan
mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar pula
kondisi sistemik dan lokal pasien lalu keahlian, keterampilan dan pengalaman
1996).
yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti: kelainan
sistemik pada pasien (misalnya hipertensi yang tidak terkontrol) ataupun faktor
a. Faktor Lokal
seperti:
11
4. Tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan
menghisap-hisap.
b. Faktor Sistemik
1. Penyakit kardiovaskuler
darah pasien naik menyebabkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong
2. Hipertensi
pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita
obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obatobatan lain karena juga
3. Hemofili
12
4. Diabetes mellitus
5. Malfungsi adrenal
pencabutan gigi.
13
BAB III
PEMBAHASAN
di praktek dokter gigi. Pengetahuan dan anamnesis yang tepat oleh dokter gigi
diperlukan. Perdarahan dapat terjadi karena kelainan bawaan atau yang didapat
selain itu ditentukan pula oleh kondisi sistemik pasien serta keadaan lokal di
perdarahan dapat dengan cara penanganan lokal atau perlu diberikan obat-obatan
Pada pasien yang sehat, darah mengalir selama 12-24 jam setelah ekstraksi
merupakan hal yang normal karena gumpalan darah baru terbentuk dalam soket
gigi (McCormick et al, 2014). Saliva pasien akan mengandung noda darah ringan
yang akan berkurang seiring waktu. Apabila terjadi perdarahan aktif di luar waktu
(Moran, 2017):
14
a. Pemeriksaan
hemodinamik. Yakinkan dia dan jelaskan apa yang akan dokter gigi lakukan.
pencahayaan yang baik, dan gunakan suction atau kain kasa untuk menghilangkan
darah, saliva, dan “livers clots” (gumpalan besar yang segar menyerupai hati,
sering dikaitkan dengan perdarahan sekunder dan infeksi) jika ada. Semprot soket
dengan larutan garam dan penggunaan forsep dapat membantu proses ini.
Jaringan lunak
Periksa apakah ada perdarahan arteri yang banyak, atau adakah robekan pada gusi
atau mukosa. Dan perhatikan tanda-tanda infeksi seperti nanah, selulitis dan
trismus, atau perdarahan sekunder dengan liver clots (Sumanth et al, 2016).
Struktur tulang
Pastikan tidak ada fraktur pada tulang rahang. Fraktr dapat ditandai
dengan adanya pergerakan tulang soket saat dipalpasi, pada saat pasien menggitit
semua gigi pasien tidak dapat beroklusi seperti semula, dan adanya rasa sakit. Jika
15
dicurigai fraktur, rujuk pasien pemeriksaan radiografi tampilan posterioranterior
b. Penatalaksanaan
Intervensi lokal
Yang pertama harus kita lakukan adalah tetap bersikap tenang dan jangan
panik. Berikan penjelasan pada pasien bahwa segalanya akan dapat diatasi dan
tidak perlu khawatir. Alveolar oozing adalah normal pada 12-24 jam pasca
ekstraksi gigi. Penanganan awal yang kita lakukan adalah melakukan penekanan
langsung dengan tampon kapas atau kassa pada daerah perdarahan supaya
terbentuk bekuan darah yang stabil. Sering hanya dengan melakukan penekanan,
tampon selama 10 menit dan periksa kembali apakah perdarahan sudah berhenti.
Bila perdarahan belum juga berhenti, dapat kita lakukan penjahitan pada
soket gigi yang mengalami perdarahan tersebut. Teknik penjahitan yang kita
gunakan adalah teknik matras horizontal dimana jahitan ini bersifat kompresif
pada tepi-tepi luka. Benang jahit yang digunakan umumnya adalah silk 3.0,
16
Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti
kita lakukan klem dengan hemostat lalu lakukan ligasi, yaitu mengikat pembuluh
darah dengan benang atau dengan kauterisasi. Pada perdarahan yang masif dan
tidak berhenti, tetap bersikap tenang dan siapkan segera hemostatic agent seperti
muskuler.
Intervensi sistemik
fresh frozen plasma (FFP), trombosit, atau keduanya, terapi penggantian faktor,
anti hemofilik B pada kasus hemofilia, dan faktor Von Willebrand (VWF) / FVIII
17
oral atau intravena asam amino-d-kaproat epsilon, dan penghentian obat
18
BAB IV
KESIMPULAN
serta pemeriksaan klinis yang cermat pada pasien. Lakukan tindakan ekstraksi
gigi dengan hati-hati serta hindari penggunaan alat yang berlebihan. Komplikasi
tenang dan mampu berpikir jernih untuk menganalisis penyebab perdarahan. Lihat
kondisi pasien, cek tanda vital, dan bila semua dalam keadaan normal, segera
periksa daerah yang mengalami perdarahan. Bersihkan soket secara cermat dan
19
DAFTAR PUSTAKA
Andersson, L., Khanberg, KE., and Pogrel, MA. 2010. Oral and Maxillofacial
Surgery. John Wiley.
Auluck, A., Keerthilatha, M., Kadengodlu, SB., and Paul, ST. 2004. Unsual Post-
Extraction Hemorrhage in a Cardiac Patient: A Case Report. J Cant Assoc,
Vol. 70(11): 769-73.
Fachriani, Z., Cut, FN., dan Sunnati. 2016. Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab
Ekstraksi Gigi Pasien Di Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Periode Mei - Juli 2016. Journal Caninus Dentistry, Vol. 1(4): 32-38.
Forum Kesehatan Gigi. 2011. Komplikasi Setelah Pencabutan Gigi. Diakses dari
http://www.choybuccuq.com
Gordon, PW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut 1st ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Haantjes, D.and VanHet, O. 2010. Pencabutan Gigi Atau Exodontia. Diakses dari
http://www.potooloodental.com
Larry, PJ. 2003. Oral and Maxillofacial Surgery 4th ed. St. Louis: CV Morby
Company.
Libersa, P., Roze, D., Cachart, T., and Libersa, JC. 2002. Immediate and Late
Mandibular Fractures After Third Molar Removal. J Oral Maxillofac Surg,
Vol. 357:163-5. Diakses dari https://www.joms.org/article/S0278-
2391(02)81731-1/pdf
Loekman, M. 2006. Teknik Dasar Pencabutan Gigi. Jurnal Ilmiah dan Teknologi
Kedokteran Gigi, Vol.3: 82-4.
McCormick, NJ., Moor, UJ., and Meechan, JG. 2014. Haemostasis. Part 1: The
management of post-extraction haemorrhage. Dent Update, Vol. 357:290-6.
Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24930250
Moran, IJ., Libby, R., Manolis, H., and Alex, B. 2017. A Bleeding Socket After
Toot Extractions. BMJ, Vol. 357: 1-5.
Pedlar, J. and John, WF. 2007. Oral and Maxillofacial Surgery 2nd ed. Elsevier:
Churchill Livingstone.
20
Rusmayanti, N. 2009. Thalasemia dan Ekstraksi Gigi. Diakses dari
http://www.thalasemia-dan-ekstraksi-gigi.html
Sumanth, KN., Prashanti, E., Aggarwal, H., Kumar, P., Lingappa, A., Muthu,
MS., and Salian, KKK. 2016. Interventions For Treating Post-Extraction
Bleeding. Cochrane Database Syst Rev, Vol(6): 1-25.
Wijayanti, W dan Endang, S. 2016. Hemiseksi Akar Mesial Gigi Molar Satu
Rahang Bawah. Laporan Kasus. FKG UNIversitas Indonesia; Jakarta.
21