Lp. Vomitus - Rsud Panembahan Senopati

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL PADA KLIEN TN. P


DENGAN VOMITUS PROFUSE DI BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN
SENOPATI BANTUL YOGYKARTA

DISUSUN OLEH:

FITRIANI, S.Kep

183203042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIV

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL PADA KLIEN TN. P


DENGAN VOMITUS PROFUSE DI BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN
SENOPATI BANTUL YOGYKARTA

Disetujui Pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik, Mahasiswa,

(Yuk Bariroh, S.Kep.,Ns) (Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,Sp.Kep.MB) (Fitriani, S.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan
di tenggorokan atau daerah epigastrium yang memperingatkan seorang
individu bahwa muntah akan segera terjadi. Mual sering disertai dengan
peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis termasuk diaphoresis, air
liur, bradikardia, pucat dan penurunan tingkat pernapasan. Muntah
didefinisikan sebagai ejeksi atau pengeluaran isi lambung melalui mulut,
seringkali membutuhkan dorongan yang kuat (Dipiro et al., 2015).
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan
bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi,
ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali
kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan
secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus
merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat
disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal
sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat
(Dipiro et al, 2015).
Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang
terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan kontraksi lambung dan abdomen
(Nanda, 2015).

B. Etiologi
Menurut Medicine, 2016 muntah adalah gejala dari berbagai macam penyakit,
maka evaluasi diagnosis mutah tergantung pada deferensial diagnosis yang dibuat
berdasarkan faktor lokasi stimulus, umur dan gejala gastrointestinal yang lain. Kelainan
anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada periode
neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab mutah lebih
sering terjadi dengan meningkatnya umur.Intoleransi makanan, perilaku menolak
makanan dengan atau tanpa mutah sering merupakan gejala dari penyakit jantung,
ginjal, paru, metabolik, genetik, kelainan neuromotor.
Penyebab muntah bisa karena :
1. Penyakit infeksi atau radang di saluran pencernaan atau di pusat keseimbangan
2. Penyakit-penyakit karena gangguan metabolisme seperti kelainan metabolisme
karbohidrat (galaktosemia dan sebagainya), kelainan metabolisme asam
amino/asam organic (misalnya gangguan siklus urea dan fenilketonuria)
3. Gangguan pada system syaraf (neurologic) bisa karena gangguan pada struktur
(misalnya hidrosefalus), adanya infeksi (misalnya meningitis dan ensefalitis),
maupun karena keracunan (misalnya keracunan syaraf oleh asiodosis dan hasil
samping metabolisme lainnya)
4. Masalah sensitifitas
5. Keracunan makanan atau Toksin di saluran pencernaan
6. Kondisi fisiologis misalnya yang terjadi pada anak-anak yang sedang mencari
perhatian dari lingkungan sekitarnya dengan mengorek kerongkongan dengan
jari telunjuknya.
Penyakit gastroenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Pada kondisi ini, muntah biasanya terjadi bersama-sama dengan
diare dan rasa sakit pada perut. Pada umumnya disebabkan oleh virus dan bakteri
patogen. Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus, sementara bakteri patogen
mencakup Salmonella, Shigella, Campylobacter dan Escherichia coli.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Vomiting atau Muntah menurut Nanda, 2015 antara lain:
1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Mual
4. Nyeri perut
5. Akral teraba dingin
6. Wajah pucat
7. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
8. Pengeluaran saliva yang meningkat
9. Bisa disertai dengan pusing

D. Patofisiologi
Impuls – impuls aferens berjalan ke pusat muntah sebagai aferen vagus dan
simpatis. Impuls- impuls aferen berasal dari lambung atau duodenum dan muncul
sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi, atau kadang- kadang sebagai
respon terhadap rangsangan kimiawi oleh bahan yang menyebabakan muntah.
Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai rangsangan yang
melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan.
Proses muntah dibagi 3 fase berbeda, yaitu :
1. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat
rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh
retching atau muntah.
2. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic
dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada dan
diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.
3. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan ditandai
dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah turunannya
diafragma disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks. Pada fase ini,
pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus berelaksasi dan mulut
terbuka Kocsis et al. 2013
E. Pathway

Distensi berlebihan, iritasi


respon kimiawi oleh emetic
(Bahan penyebab Imfuls-imfuls
muntah/ipekak) hipoksia dan Aferen Dicetuskan
nyeri pada Lambung atau
Duodenum)
Berjalan melalui
nervus vagus dan
simpatis

Obat Pencetus
Muntah
Merangsang pusat
Peningkatan Tekanan (Opomorfin,
muntah di medulla
Intra Kranial Levodopa,
oblongata
digitalis) Toksin
bakteri
Memaksa Spingter Otot-otot abdomen dan
esophagus bagian atas diafragma berkontraksi Merangsang CTZ
membuka, glottis
menutup dan palatum
mole menyekat nasofaring Mencetuskan gerakan
peristaltic terbalik Perubahan Gerak
yang cepat
Tekanan memaksa
isi lambung Isi usus mengalir balik
melewati spingter ke dalam lambung
untuk disemburkan
keluar melalui
mulut Distensi Lambung

Muntah Lambung mendorong


diafragma kea rah
kavum thorak
NUTRISI Gangguan
KURANG DARI Tekanan intraorakal Keseimbangan
KEBUTUHAN meningkat Cairan dan
TUBUH Elektrolit
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi
keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan
muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube
yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan
konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab
yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan
gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang
merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis,
batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan
tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk
perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker,
muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamine
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada
muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan
sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan
dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB
per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari.
Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek
ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang
secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks
esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan
etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-
1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4
dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang
disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik
dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan
gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–
0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor
vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6
mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per
dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di
area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi
muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum
kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan
kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr
<40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
b) Elektrolit serum
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi
atau kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya
penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang
tidak jelas penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila
dicurigai ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar
lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa
hari setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai
gastroenteritis atau infeksi parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga
bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium
meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi
anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak
spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma
menandakan adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air.
Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang
menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada
intususepsi.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian): mual,
muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit).
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak).
2. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital sign
b) Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata cekung,
produksi urine berkurang).
c) Tanda- tanda shock
d) Penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b) Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c) USG
d) Pyelografi intravena/ sistrogram
e) Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nausea berhubungan dengan gangguan biofisik
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
Muntah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbs.
RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

Nausea b.d Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Nausea Management
Biofisik 3x24jam diharapkan klien tidak mengalami mual dengan 1) Lakukan pengkajian lengkap rasa mual termasuk
kriteria hasil: frekuensi, durasi, tingkat mual, dan faktor yang

 Level kenyamanan menyebabkan pasien mual.


 Hidrasi 2) Evaluasi efek mual terhadap nafsu makan pasien,
 Status nutrisi : intake makanan dan cairan aktivitas sehari-hari, dan pola tidur pasien
 Symptom Severity
3) Ajnurkan makan sedikit tapi sering dan dalam keadaan

Nausea and Vomiting Control hangat


1) Pasien dapat menghindari faktor penyebab nausea 4) Anjurkan pasien mengurangi jumlah makanan yang bisa
dengan baik menimbulkan mual.
2) Pasien melakukan acupressure point P6 untuk
5) Berikan istirahat dan tidur yang adekuat untuk
mencegah mengurangi mual
mengurangi mual
Nausea &vomiting severity
1) Pasien mengatakan tidak mual 6) Lakukan akupresure point P6 3 jari dibawah
2) Pasien mengatakan tidak muntah pergelangan tangan pasien. Lakukan selama 2-3 menit
3) Tidak ada peningkatan sekresi saliva setiap 2 jam selama kemoterapi.
7) Kolaborasi pemberian antiemetik : ondansentron 4 mg
IV jika mual
Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Fluid management
cairan b.d adanya rasa jam diharapkan klien tidak mengalami kekurangan 1) Timbang popok/pembalut jika di perlukan
mual dan Muntah. cairan dengan kriteria hasil: 2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Fluid balance 3) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa,
 Hydration nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
 Nutritional Status: Food and Fluid 4) Monitor vital sign

 Intake 5) Monitor masu kan makanan / cairan dan hitung intake

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia kalori harian

dan BB, BJ urine normal, HT normal 6) Kolaborasikan pemberian cairan IV

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 7) Monitor status nutrisi
3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor 8) Berikan cairan IV pada suhu ruangan
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa 9) Dorong masukan oral
haus yang berlebihan 10) Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12) Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
13) Kolaborasi dengan dokter
14) Atur kemungkinan tranfusi
15) Persiapan untuk tranfusi
Hypovolemia Management
1) Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
2) Pelihara IV line
3) Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4) Monitor tanda vital
5) Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
6) Monitor berat badan
7) Dorong pasien untuk menambah intake oral
8) Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
9) Monitor adanya tanda gagal ginjal

Ketidakseimbangan Seteah dilakukan tindakan keperawtan selama 3x34 jam Fluid Management
Nutrisi Kurang dari diharapkan nutrisi klien seimbang dengan kriteria hasil: 1) Kaji adanya alergi makanan
Kebutuhan Tubuh b.d Nutritional status: Adequacy of nutrient 2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
gangguan absorbs Nutritional Status : food and Fluid Intake 3) Menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Weight Control pasien
1) Albumin serum 4) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
2) Pre albumin serum untuk mencegah konstipasi
3) Hematokrit 5) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
4) Hemoglobin harian.
5) Total iron binding capacity 6) Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6) Jumlah limfosit 7) Monitor lingkungan selama makan
8) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
9) Monitor turgor kulit
10) Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan
kadar Ht
11) Monitor mual dan muntah
12) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
13) Monitor intake nuntrisi
14) Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
nutrisi
15) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
16) Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
17) Kelola pemberan anti emetik:.....
18) Anjurkan banyak minum
19) Pertahankan terapi IV line
20) Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association, 2014, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus, Diabetes Care, 37 (1), S81–S90.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Kocsis B. and Szabó D., 2013, Antibiotic resistance mechanisms in
Enterobacteriaceae, Dalam Microbial pathogens and strategies for
combating them: science, technology and education, India, pp. 251–257.
Medicine J.H., 2016, Antibiotic Guidelines 2015-2016, Johns Hopkins Medicine,
USA.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai