Makalah Referat Jiwa Tria
Makalah Referat Jiwa Tria
Makalah Referat Jiwa Tria
PENDAHULUAN
Pada perilaku seksual diawali dengan adanya respon seksual. Respons seksual normal
adalah yag terjadi pada fisik yang pada umumnya didahului oleh hal psikologis seperti
membayangkan dan atau hal fisik seperti bersinggungan dengan lawan jenis. Perilaku seksual
bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-faktor yang kompleks.
Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur dimana orangtinggal,
hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan perkembangan pengalaman seks
selama siklus kehidupannya.1 Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau wanita dansemua
pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan reproduksi,termasuk
ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain.
Seksualitas normal termasuk hasrat, perilaku yang menimbulkan kenikmatan
padadirinya dan pasangannya, dan stimulasi organ seks primer termasuk koitus tanpa disertai
rasa bersalah, atau kecemasan, dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks seks diluar
pernikahan,masturbasi, dan bebagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ selain seksual
primer mungkin masih dalam batas normal.
Seksualitas seseorang dan kepribadian keseluruhan adalah sangat terjalin sehingga
tidak mungkin untuk membicarakan seksualitas sebagai bagian yang terpisah. Dengan
demikianistilah “psikoseksual” digunakan untuk mengesankan perkembangan dan fungsi
kepribadiansebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh seksualitas seseorang. “Psikoseksual” jelas
bukanterbatas pada perasaan dan perilaku seksual, demikian juga tidak sama dengan libido
dalam pandangan Freud.
Seksualitas seseorang tergantung pada empat faktor-faktor yang saling
berhubungan:identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi seksual, dan perilaku seksual.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi kepribadian
dan keseluhannyadinamakan “faktor psikoseksual”. Seksualitas adalah sesuatu yang lebih dari
1
jenis kelaminfisik, koitus atau nonkoitus, dan sesuatu yang kurang dari tiap aspek perilaku
diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Fungsi utama perilaku seksual bagi manusia adalah
membentuk ikatan, untuk mengekspresikan dan meningkatkan cinta antara dua orang, dan
untuk mendapatkan keturunan.
Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan
ruanglingkup di dalamnya. Berdasar DSM IV TR (Asosiasi Psikiatrik Amerika) diklasifikasi
menjaditiga garis besar yaitu Disfungsi Seksual (inhibisi dalam keinginan seksual atau
penampilan psikofisiologik), Parafilia (perangsangan seksual terhadap stimulus yang
menyimpang) dan Gangguan Identitas Gender (pasien merasa sebagai jenis kelamin yang
berlawanan).1
Seiring dengan perkembangan zaman yang modern, kebebasan demokrasi dan
humanright, salah satu jenis dari gangguan abnormal seksual parafilia, yaitu Homoseksual
mulaidihapus dari DSM IV TR dan dinyatakan bukan merupakan gangguan abnormal seksual
lagi bahkan saat ini di luar negeri sudah melegalkan perkawinan sejenis.
Pada referat ini, kita akan membahas tentang parafilia yang pada PPDGJ disebut
sebagai gangguan preferensi seksual (F65). Istilah parafilia diciptakan oleh Wilhelm Stekel
pada 1920an. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu mengenai kebiasaan
seksual,gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual yang tidak lazim dan ekstrim.
Parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari kebiasaanseksual
normal, namun bagi beberapa orang, tindakan menyimpang ini penting untuk mendapatkan
rangsangan seksual dan orgasme. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman dalam
kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respon terhadapstimulasi yang secara
normal dapat menimbulkan gairah seksual. Orang-orang dengan parafiliaterbatas pada
stimulasi atau tindakan spesifik yang menyimpang.2,3
Parafilia merupakan suatu tindakan bagi sebagian orang untuk melepaskan
energyseksual atau frustrasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan orgasme
dandicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali oleh masyarakat
dansering sulit untuk diobati.2 Hal ini karena orang yang memiliki gangguan ini
menyembunyikanmasalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa bersalah, malu dan sering
tidak bekerjasamadengan profesi medis. Parafilia yang dialami oleh seseorang dapat
merupakan parafiliadengan kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau
menyakiti dirisendiriataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan
yang dianggapmerusak dan mengancam komunitas yang lebih luas.
2
Psikopatologis parafilia tidak sama dengan psikologis perilaku normative seksual
danfantasi seksual orang dewasa pada umumnya. Kegiatan konsensual orang dewasa dan
hiburanyang mungkin melibatkan beberapa aspek roleplay seksual atau aspek fetishisme
seksual tidak selalu dipastikan sebagai kegiatan parafilia.
DEFINISI
Gangguan preferensi seksual merupakan gangguan yang dimiliki sekelompok orang
yang mengalami kelainan pada kepribadian seksual orang tersebut. Yang termasuk dalam
gangguan preferensi seksual adalah parafilia (F 65.0), sedangkan masalah yang menyangkut
dengan orientasi seksual (F 66.0) tidak termasuk dalam gangguan preferensi seksual. Parafilia
adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak
wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Dengan kata lain,terdapat deviasi (para)
dalam ketertarikan seseorang (filia). Parafilia (paraphilia) diambil dari bahasa Yunani yaitu
para yang artinya "pada sisi lain", dan philos artinya "mencintai". Parafilia adalah gangguan
seksual yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual
yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan.
Beberapa studi mengenai parafilia, terutama mengenai penanganannya cukup sulit
untuk diambil kesimpulan yang pasti, dikarenakan :2
1. parafilia cukup jarang ditemui dan tidak diterima oleh masyarkat.
2. komorbiditas dengan gangguan lainnya tinggi.
3. pertimbangan etis sering tidak memungkinkan untuk dilakukan.
Masyarakat dengan gangguan parafilia umumnya egois, antagonistik, dan memiliki
tingkat konsentrasi yang rendah. Penanganan parafilia seringkali merupakan sebuah tantangan,
dikarenakan tidaka adanya bukti penelitian yang baik dan pasien yang biasanya menghindari
pengobatan kecuali dipaksa oleh hukum.
EPIDEMIOLOGI
Menurut data yang ada, parafilia dipraktekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi,
sifat gangguan yang berulang menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan
parafilia. DSM-IV-TR menyatakan bahwa prevalensi parafilia lebih tinggi secara signifikan
daripada angka kasus yang didiagnosis mengenai gangguan kondisi lain. Di antara kasus
parafilia yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah jauh lebih sering dibandingkan yang
lainnya. Karena korbannya adalah anak-anak, maka pelakunya juga dibebani dengan hukuman
yang lebih berat dari gangguan parafilia yang lain. Voyeurisme memiliki resiko yang tidak
besar. 20% wanita dewasa telah menjadi sasaran orang dengan ekshibisionisme dan
3
voyeurisme.3 Masokisme seksual dan sadisme seksual kurang terwakili dalam perkiraan
prevalensi yang ada. Zoofilia merupakan kasus yang jarang.
Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki. Fetihisme
hampir selalu terjadi pada laki-laki. Lebih dari 50% penderita parafilia memiliki onset sebelum
usia 18 tahun. Pasien parafilia umumnya memiliki 3 sampai 5 parafilia baik yang bersamaan
atau pada saat terpisah. Kejadian perilaku parafilia memuncak pada usia antara 15 dan 25
tahun, dan selanjutnya menurun. Parafilia jarang terjadi pada pria umur 50 tahun, kecuali
mereka tinggal dalam isolasi atau teman yang senasib. Berdasarkan data statistik yang ada,
gangguan yang sering kali muncul adalah exhibitionism, fetihisme, masokisme seksual, sadism
seksual, fetihisme transvetisme, voyeurism, dan zoofilia.1
ETIOLOGI
Parafilia dapat muncul secara episodik, terutama sewaktu stress. Kadang-kadang
mereka ini bisa berfungsi dengan baik tanpa perlu adanya stimulus atau khayalan parafilia.
Parafilia menimbulkan kepuasan dan kenikmatan pada penderitanya sehingga mereka kurang
termotivasi untuk berobat dan sulit diobati. Biasanya sesudah mereka dipermalukan atau
tertangkap. Baru kemudian mereka bersedia diobati. Mereka yang tertangkap melanggar
hukum disebut sex offender. Sebagai penyebab pasti belumlah diketahui, dan dapat berupa hal-
hal yang bersifat organik , psikis, maupun kombinasi keduanya.
Berikut adalah macam-macam factor yang dapat menyebabkan parafilia :2
1. Faktor Biologis
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan parafilia.
Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan organik positif
mencakup 74 % pasien dengan kadar hormone abnormal, 27 % dengan tanda neurologi yang
ringan atau berat, 24 % dengan kelainan kromosom, 9 % dengan kejang, 9 % dengan disleksia,
4 % dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa berat, 4 % dengan cacat mental. Tes
psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur ukuran volumemetrik penis sebagai repon
stimulasi parafilia dan nonparafilia. Prosedur dapat digunakan dalam diagnosis dan
pengobatan, tetapi memiliki keabsahan diagnostik yang diragukan karena beberapa laki-laki
dapat menekan respon erektilnya. Karena sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah
laki-laki, terdapat spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini.
2. Faktor Psikososial
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah orang yang gagal
untuk menyelesaikan proses perkembangan normal ke arah penyesuaian heteroseksual, tetapi
4
model tersebut telah dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik. Kegagalan menyelesaikan
krisis oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah(untuk laki-laki) atau aggressor ibu
(untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai dengan orang tua dengan
jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat untuk penyaluran libido.
Eksibisionisme dapat merupakan suatu upaya menenangkan kecemasan mereka akan kastrasi.
Kecemasan kastrasi membuat eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya
dengan menunjukkan kelaki-lakiannya kepada orang lain. Apa yang membedakan satu
parafilia dengan parafilia lainnya adalah metode yang dipilih oleh seseorang (biasanya laki-
laki) untuk mengatasi kecemasan yang disebabkan oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2)
perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya manifestasi, perilaku yang dihasilkan
memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual dan agresif yang seharusnya telah disalurkan
kedalam perilaku seksual yang tepat.
Teori lain mengaitkan timbulnya parafilia dengan pengalaman diri yang mengondisikan
atau mensosialisasikan anak melakukan tindakan parafilia. Awitan tindakan parafilia dapat
terjadi akibat orang meniru perilaku mereka berdasarkan perilaku orang lain yang melakukan
tindakan parafilia, meniru perilaku seksual yang digambarkan media, atau mengingat kembali
peristiwa yang memberatkan secara emosional di masa lalu. Teori pembelajaran menunjukkan
bahwa karena mengkhayalkan minat parafilia dimulai pada usia dini dan karena khayalan serta
pikiran pribadi tidak diceritakan kepada orang lain, penggunaan dan penyalahgunaan khayalan
dan dorongan parafilia terus berlangsung tanpa hambatan sampai usia tua.
3. Teori Kelakuan
Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika objek
nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka akan mengakibatkan
objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus dengan adanya dorongan positif tapi
bisa disebabkan oleh dorongan negatif. Misalnya jika anak laki-laki suka membanggakan
penisnya ketika ereksi maka ibunya akan memarahinya, akibat dari itu, anak merasa bersalah
dan malu dengan kelakuan seksual normal. Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme
merupakan akibat dari perilaku yang beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning
bukan satu-satunya hal yang berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga
berpengaruh adalah kepercayaan diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada pasien parafilia.
4.Teori Dawkin (Teori Transmisi Gen)
Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Contohnya kebanyakan orang akan
mendapatkan orgasme yang pertama pada prepubertas tetapi ada beberapa orang dapat terjadi
sebelum periode prepubertas. Anak yang aktif secara seksual pada usia muda akan cenderung
5
aktif secara seksual pada remaja. Hal ini dipengaruhi oleh DNA dan akan diturunkan kepada
anak- anaknya.
5. Teori Darwin
Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas. Kuantitas jika dari
keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan dengan yang survive. Kualitas yaitu yang
dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Pria yang secara fisik dapat menghasilkan banyak
keturunan (kuantitas), dan wanita yang bertanggung jawab untuk kualitas. Wanita akan lebih
berhati hati dalam memilih pasangannya sedangkan pria cenderung hanya untuk melakukan
hubungan seksual dengan banyak wanita (tidak memilih-milih). Hal tersebut menjelaskan
mengapa parafilia sering terjadi pada pria. Study dari Sharnor (1978) menyatakan bahwa pria
usia 12-19 tahun memikirkan seks 20 kali dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit pria usia 30-
39 tahun, memikirkan seks 4 kali per jam. Hal ini dapat menjelaskan alasan, mengapa parafilia
biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
KLASIFIKASI
Dalam DSM-IV-TR, criteria diagnostic untuk parafilia adalah termauk kehadiran akan
adanya fantasi patognomonis dan keinginan yang kuat untuk melakukan fantasi-fantasinya itu.
Berikut yang termasuk parafilia menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorder Edisi Revisi IV (DSM-IV-TR) :
Ekshibisionisme
Fetishisme
Froteurisme
Pedofilia
Masokisme Seksual
Sadisme Seksual
Voyeurisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia Lain yang Tidak Ditentukan (NOS : Not Oherwise Specified) – contoh :
Zoofilia
Berikut ini juga klasifikasi gangguan preferensi seksual (F 65.0) menurut Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III (PPDGJ III) dan
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD-10) :
6
F65. Gangguan Preferensi Seksual Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III (PPDGJ III) (4)
F65.0 Fetihisme
F65.1 Tranvestisme Fetihistik
F65.2 Ekshibisionisme
F65.3 Voyeurisme
F65.4 Pedofilia
F65.5 Sadomasokisme
F65.6 Gangguan Preeferensi Seksual Multipel
F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT
MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang terjadi
berulang-ulang dan ada kaitannya dengan :
1. Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam, bahan kulit atau karet).
2. Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri.
3. Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak, orang yang
tidak berdaya atau pemerkosaan).
DIAGNOSIS
1. F.65.0 Fetihisme
Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual hebat yang
berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang bukan
manusia. Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh (seperti,
sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan dengan
tubuh manusia. Pada penderita fetishisme, penderita kadang lebih menyukai untuk melakukan
aktivitas seksual dengan menggunakan obyek fisik (jimat),dibanding dengan manusia.
Penderita akan terangsang dan terpuaskan secara seksual jika:3,5
Memakai pakaian dalam milik lawan jenisnya
Memakai bahan karet atau kulit
Memegang, atau menggosok-gosok atau membaui sesuatu, misalnya sepatu bertumit
tinggi.
Objek fetish sering digunakan untuk mendapatkan gairah selama
melakukanmasturbasi, dorongan seksual tidak dapat terjadi jika ketidakhadiran dari objek
7
tersebut. Jika terdapat pasangan seksual, pasangannya ditanya untuk memakai pakaian atau
objek lain sesuai objek fethisnya selama aktivitas seksual.
Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ – III4
1. Mengandalkan pada beberapa benda mati (non-living object) sebagai rangsangan untuk
membangkitkan keinginan seksual dan memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan
benda tersebut (object fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau
sepatu
2. Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan sumber yang utama
dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respon seksual yang memuaskan.
3. Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus
kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai menggangu
hubungan seksual dan menyebabkan bagi penderitaan individu.
4. Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja
Kriteria Diagnostik Fetihisme menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secaraseksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda
mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
3. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada “cross-dressing”
(berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat yang
dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.
2. F 65.1 Tranvestisme Fetihistik
Tranvetisme Fetihistik adalah gejala keadaan seseorang yang mencari rangsangan dan
pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan sebagai seorang dari sex yang
berlainan. Cross dressing tersebut dapat berupa menggunakan salah satu bahan yang dipakai
wanita atau mengenakan pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di
depan umum. Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang
mengalami penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan pakaian wanita dan
berfantasi mengenai pria lain yang tertarik dengan pakaiannya. Seorang wanita dikatakan
mengalami kelainan ini jika mereka mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan
seksual.
8
Pedoman Diagnostik Tranvestisme Fetihistik menurut PPDGJ – III4
1. Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk mencapai kepuasaan
seksual.
2. Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek
fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk menciptakan penampilanseorang
dari lawan jenis kelaminya. Biasanya lebih dari satu jenis barang yangdipakai dan
seringkali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tata rias
wajah.
3. Transvetisme fetihistik dibedakan dari trasvetisme transsexual oleh adanya hubungan
yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan keinginan/hasrat yang kuat untuk
melepaskan baju tersebut apabila orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual menurun.
4. Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal
oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan merupakan suatu stadium dalam
perkembangan transeksualisme.
Kriteria Diagnostik Fetishisme Transvestik menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat khayalan
yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan
kuat berupa ”cross dressing”
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
3. F 65.2 Ekshibisionisme
Eksibisionisme adalah dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada orang
asing atau pada orang yang tidak menyangkanya. Kegairahan seksual terjadi pada saat
antisipasi terhadap pertunjukan tersebut, dan orgasme didapatkan melalui masturbasi selama
atau setelah peristiwa. Dinamika laki-laki dengan eksibisonisme adalah untuk menegaskan
maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi korban ketakutan,
kaget, jijik.4
Penyebab Eksibisionisme
Psikologis
Penyebab eksibisionis diduga karena perkembangan psikologis yang tak sempurna
semasa anak-anak. Di mana saat itu si penderita mengalami perasaan rendah diri, tidak aman
serta memiliki ibu yang dominan dan sangat protektif. Karena itu, penderita tidak bisa
berinteraksi dengan lawan jenisnya. Pengalaman masa kecil tersebut dapat berkontribusi besar
9
terhadap rendahnya tingkat keterampilan sosial dan harga diri, rasa kesepian dan terbatasnya
hubungan intim. Perilaku eksibisionis masuk kategori penyimpangan kejiwaan dalam hal
seksual bila memamerkan organ seks untuk kepentingan pribadi. Mereka yang suka pamer
organ seks lebih pas dimasukkan dalam kategori narcism, yang istilah merupakan orang yang
suka memuja diri sendiri. Mereka merasa dirinya menjadi pusat perhatian sehingga
tampilannya selalu mengundang perhatian.Umumnya pengidap eksibisionis rata-rata sudah
menikah namun memiliki hubungan seksual yang tidak memuaskan dengan pasangannya.3
Pandangan Behavioral dan Kognitif
Terdapat pandangan bahwa parafilia muncul dari classical conditioning, yang secara
kebetulan telah memasangkan rangsangan seksual dengan kelompok stimulus yang dianggang
tidak pantas oleh masyarakat. Namun teori yang terbaru mengenai parafilia bersifat
multidimensional dan menyatakan bahwa parafilia muncul apabila terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi seseorang. Seringkali orang dengan parafilia mengalami penyiksaan fisik
dan seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam keluarga yang hubungan antara orang
tua dengan anak terganggu. Pengalaman-pengalaman awal ini dapat berkontribusi terhadap
tingkat kemampuan sosial serta self-esteem yang rendah, kesepian dan kurangnya hubungan
intim yang sering terlihat pada parafilia. Kepercayaan bahwa sexual abuse pada masa kanak-
kanak merupakan predisposisi untuk munculnya, ternyata masih perlu ditinjau ulang.
Berdasarkan penelitian, kurang dari sepertiga pelaku kejahatan seks merupakan korban sexual
abuse sebelum mencapai usia 18 tahun. Distorsi kognitif juga memiliki peran dalam
pembentukan parafilia. Orang dengan parafilia dapat membuat berbagai pembenaran atas
perbuatannya. Pembenaran dilakukan antara lain dengan mengatribusikan kesalahan kepada
orang atau hal lain, menjelek-jelekkan korban, atau membenarkan alasan perbuatannya.
Sementara itu, berdasarkan perspektif operant conditioning, banyak parafilia yang muncul
akibat kemampuan sosial yang tidak adekuat serta reinforcement yang tidak konvensional dari
orang tua atau orang lain.2
Biologis
Sebagian besar orang yang mengidap eksibisionisme adalah laki laki, terdapat
spekulasi bahwa androgen, hormon utama pada laki-laki berperan dalam gangguan ini.
Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki
relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme. 5,7Jika faktor biologis berperan penting,
kemungkinan besar hal itu hanya merupakan salah satu faktor dari rangkaian penyebab yang
kompleks yang mencakup pengalaman sebagai salah satu faktor utama . Dalam teori biologis,
hal ini dangat dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor hormonal.8
10
Pedoman Diagnostik Ekhibisionisme menurut PPDGJ-III4
1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada
asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa
ajakan atau niat untuk berhubungan lebih akrab.
2. Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang
memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam
jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut,atau
terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
3. Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual,
tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (stimultaneously)
dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung
lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik
dalam hubungan tersebut.
4. Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan
dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien” (suatu benda asing bagi
dirinya)
Kriteria Diagnosik Eksibisionisme menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara
seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa memamerkan
alat kelaminnya sendiri kepada orang yang tidak dikenal dan tidak menduga.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. F. 65.3 Voyeurisme
Istilah voyeurisme, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk
memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks. Voyeurisme adalah preokupasi
rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain yang telanjang atau
sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini juga dikenal sebagai
skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama atau setelah peristiwa.
Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang menggairahkan dan bukan merupakan
aktivitas seksual dengan orang yang dilihat. Sebagian besar pelaku voyeurisme ialah dari
golongan pria.
Pedoman Diagnostik Voyeurisme menurut PPDGJ-III
1. Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang sedang
berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang menanggalkan pakaian.
11
2. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi, yang dilakukan
tanpa orang yang diintip menyadarinya.
Kriteria Diagnostik Voyeuisme menurut DSM-IV
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa mengamati orang
telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang membuka pakaian, atau sedang
melakukan hubungan seksual.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosil, pekerjaan, atau fingsi penting lainnya
5. F65.4 Pedofilia
Menurut DSM, pedofil (pedos, berarti “anak” dalam bahasa yunani) adalah orang
dewasa yang mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual
dengan anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. DSM-IV-
TR mensyaratkan para pelakunya minimal berusia 16 tahun dan minimal 5 tahun lebih tua dari
sianak. Namun penelitian nampaknya tidak mendukung pernyataan DSM bahwa semua pedofil
lebih menyukai anak-anak prapubertas; beberapa diantaranya menjadikan anak-anak
pascapubertas sebagai korbannya, yang secara hukum belum cukup umur untuk diperbolehkan
melakukan hubungan seks dengsn orang dewasa. Pedofilia lebih banyak diidap oleh laki-laki
dari pada perempuan. Gangguan ini sering kali komorbid dengan gangguan mood dan anxietas,
penyalahgunaan zat dan tipe parafilia lainnya Pedofilia bisa heteroseksual atau homoseksual.
Dalam beberapa tahun terakhir, internet memiliki peran yang ssemakin besar dalam pedofilia;
para pedofil memanfaatkan internet untuk mengakses pornografi anak dan untuk menghubungi
calon-calon korbannya.
Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut PPDGJ III4
1. Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas atau awal masa pubertas,
baik laki-laki maupun perempuan.
2. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.
3. Preferensi tersebut harus berulang dan menetap.
4. Termasuk ; laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual dewasa, tetapi
karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaan nya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti.
12
Kriteria Diagnosik Pedofilia menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa aktivitas seksual dengan
anak-anak yang belum mencapai pubertas atau anak-anak dengan usia 13 tahun atau
lebih muda.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
3. Pelaku setidaknya berusia 16 tahun dan setidaknya 5 tahun lebih tua dari anak-anak di
kriteria 1.
Catatan : tidak termasuk individu pada akhir masa remaja yang terlibat dalam hubungan seksual
yang berkelanjutan deengan remaja berusia 12 atau 13 tahun.
6. F65.5 Sadomasokisme
Sadisme seksual adalah preferensi mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual
dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental.Perbuatan sadistik
dalam bersetubuh antara lain memukul, menampar, menggigit, mencekik, menoreh mitranya
dengan pisau, menyayat-nyayat mitranya dengan benda tajam. Juga bisa dengan mengeluarkan
kata-kata kotor, penyiksaan berat sampai dengan pembunuhan untuk mendapatkan kepuasan
seks dan untuk mendapatkan orgasme adalah puncak dari sadisme dimana tubuh korban
dirusak dan dibunuh dengan kejam. Biasanya hal ini dilakukan dengan kondisi jiwa psikotik.
Ada semacam obsesi sangat kuat merasa ditolak oleh wanita, sekaligus rasa agresif, dendam
dan benci. Masokhisme seksual yaitu mencapai kepuasan seksual dengan menyakiti diri
sendiri, lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan sadisme lebih sering terjadi pada laki-laki.
Kriteria Diagnostik Sadomasokisme menurut PPDGJ III4
1. Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau penimbulan rasa
sakit atau penghinaan (individu yang lebih suka untuk menjadi resipien dari
perangsangan demikian disebut “masochism”, sedangkan pelaku disebut “sadism”)
2. Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas sadistic maupun
masokistik.
3. Kategori ini hanya digunakan apabila aktivitas sadomasokistik merupakan sumber
rangsangan yang penting untuk pemuasan seks
4. Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan yang tidak
berhubungan dengan erotisme.
13
Kriteria Diagnostik Sadisme Seksual menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa perilaku (yang nyata
bukan simulasi) akan dihina, dipukuli, diikat, atau sebaliknya dibuat menderita.
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Kriteria Diagnostik Masokisme Seksual menurut DSM-IV6
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual,
dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa perilaku (yang nyata
bukan simulasi) dimana penderitaan psikologis atau fisik korban menarik seseorang
secara seksual.
2. Seseorang yang bertindak dengan dorongan seksual kepada orang lain atau adanya
dorongan seksual atau fantasi tersebut menyebabkan penderitaan terhadap seseorang.
7. F65.6 Gangguan Preferensi Seksual Multipel
Kadang – kadang lebih dari satu gangguan preferensi seksual yang terjadi pada
seseorang dan tidak satupun lebih diutamakan daripada yang lainnya. Kombinasi yang paling
sering adalah fetihisme, transvestisme dan sadomasokisme.4
8. F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
Suatu varietas dari pola lain pada preferensi dan aktivitas seksual mungkin terjadi, yang
masing – masing relatif tidak lazim. Ini mencakup kegiatan seperti melakukan panggilan
telepon cabul, menggosok – menempel pada orang untuk stmulasi seksual di tempat umum
yang ramai (frotteurisme), aktivitas seksual dengan binatang. Menggunakan cekikan atau
anoksia untuk mengintensifkan kepuasanseksual dan kepuasan terhadap partner dengan cacat
badan tertentu seperti tungkai yang diamputasi.
Perbuatan erotik terlalu bermacam – macam dan banyak diantaranya terlalu jarang atau
idionsikatrik untuk diberikan istilah khusus untuk setiap kelainan. Menelan urin, melaburkan
feses, atau menusuk kulup atau puting susu merupakan sebagian dari perilaku yan termasuk
sadomasokisme. Masturbasi dengan berbagai cara ialah lzim, tetapi praktek yang lebih ekstrem
seperti memasukkan benda ke rektum atau uretra penis atau strangulas diri parsialis, apabila
menggantikan hubungan seksual yang lazim, termasuk dalam abnormalitas. Nekrofilia juga
harus dimasukkan dalam kategori ini.
Frotteurisme
Frotteurisme biasanya ditandai oleh seorang laki-laki yang menggosokkan penisnya
kepada bokong atau bagian tubuh seorang wanita yang berpakaian lengkap untuk mencapai
14
orgasme. Pada saat yang lain, ia mungkin menggunakan tangannya untuk meraba korban yang
tidak menaruh curiga. Tindakan ini biasanya terjadi pada tempat ramai, khususnya dalam
kereta dan bus. Orang dengan frotteurisme adalah sangat pasif dan terisolasi, dan cara tersebut
seringkali merupakan satu-satunya sumber kepuasan seksualnya.
Nekrofilia
Nekrofilia adalah obsesi untuk mendapatkan kepuasan seksual dari mayat. Sebagian
besar orang dengan nekrofilia mendapatkan mayat untuk eksploitasinya dari rumah mati.
Beberapa orang diketahui menggali kuburan. Suatu waktu, orang membunuh untuk
memuaskan desakan seksualnya. Pada beberapa kasus yang dipelajari, orang dengan nekrofilia
percaya bahwa mereka membebankan penghinaan terbesar yang dipikirkannya pada korban
mereka yang mati.
9. F.65.9 Parafilia yang tidak ditentukan
Klasifikasi dari parafilia yang tidak ditentukan ini merupakan berbagai macam parafilia
yang tidak sesuai dengan kriteria apapun dari kategori-kategori yang sebelumnya sudah
disebutkan diatas. Berikut contoh dari parafilia lain yang tidak ditentukan:4
Skatologia Telepon
Pada skatologia telepon, ditandai oleh panggilan telepon yang cabul, ketegangan dan
perangsangan yang dimulai saat akan menelepon, melibatkan pasangan yang tidak menaruh
curiga, penerima telepon mendengarkan saat penelepon (biasanya laki-laki) secara verbal
membuka preokupasinya atau mengajak wanita untuk menceritakan aktivitas seksualnya, dan
percakapan tersebut disertai dengan masturbasi, yang seringkali disudahi setelah kontak
terputus.
Orang dapat juga mengggunakan jaringan computer interaktif untuk mengirimkan
pesan cabul melalui surat elektronik. Di samping itu, orang menggunakan jaringan computer
untuk mengirimkan pesan dan gambar-gambar video yang seksual. Beberapa orang secara
kompulsif menggunakan jasa tersebut.
Parsialisme
Dalam parsialisme seseorang memfokuskan pada satu bagian tubuh dan menyingkirkan
bagian lainnya. Kontak genital – mulut – seperti kunilingus (kontak oral dengan genital
eksternal wanita), felasio (kontak oral dengan penis), dan analingus (kontak oral dengan anus)
– adalah suatu aktivitas yang normalnya berhubungandengan pemanasan seksual (foreplay).
Freud memandang bahwa permukaan mukosa tubuh sebagai erotogenik dan mampu
menghasilkan sensasi yang menyenangkan. Tetapi jika seseorang menggunakan aktivitas
15
tersebut sebagai sumber satu-satunya kepuasan seksual dan tidak dapat melakukan koitus atau
menolak melakukan koitus, terdapat suatu parafilia. Keadaan ini juga dikenal sebagai oralisme.
Zoofilia
Pada zoofilia, binatang yang mungkin dilatih untuk berperan serta adalah disukai untuk
khayalan perangsangan atau aktivitas seksual, termasuk hubungan seksual, masturbasi, dan
kontak oral-genital. Zoofilia sebagai suatu parafilia yang terorganisasi adalah jarang. Bagi
sejumlah orang, binatang adalah sumber utama hubungan, sehingga tidak mengejutkan bahwa
binatang rumah tangga digunakan secara sensual atau seksual. Hubungan seksual dengan
binatang kadang-kadang merupakan suatu hasil pertumbuhan dari tersedianya atau
kesenangan, khususnya pada bagian dunia dimana kaidah yang ketat melarang seksualitas
pramarital atau dalam situasi isolasi yang berlebihan. Tetapi, karena masturbasi juga tersedia
dalam situasi tersebut, suatu predileksi untuk kontak dengan binatang kemungkinan ditemukan
pada zoofilia oportunistik.
Koprofilia Dan Klismafilia
Koprofilia adalah kesenangan seksual yang berhubungan dengan keinginan untuk
defekasi pada tubuh pasangan, didefekasi oleh pasangan, atau makan feses (koprofagia). Suatu
varian adalah pemakaian kompulsif kata-kata cabul (koprolalia). Parafilia tersebut adalah
berhubungan dengan fiksasi pada stadium anal dari perkembangan psikoseksual. Demikian
juga, penggunaan enema sebagai bagian dari stimulasi seksual, klismafilia, adalah
berhubungan dengan fiksasi anal.
Urofilia
Urofilia adalah minat dalam kenikmatan seksual yang berhubungan dengan keinginan
untuk kencing pada tubuh pasangan atau dikencingi oleh pasangan; ini adalah suatu bentuk
erotikisme uretral. Keadaan ini mungkin disertai dengan teknik masturbasi yang melibatkan
insersi benda asing ke dalam uretra untuk mendapatkan stimulasi seksual baik pada laki-laki
maupun wanita.
Masturbasi
Masturbasi adalah aktivitas normal yang sering ditemukan pada semua stadium
kehidupan dari masa bayi sampai usia lanjut. Hal ini tidak selalu dianggap demikian. Freud
percaya neurastenia adalah disebabkan oleh masturbasi yang berlebihan. Pada awal tahun
1990-an, kegilaan masturbasi (masturbatory insanity) adalah suatu diagnosis yang sering
ditemukan pada rumah sakit untuk kegilaan criminal di AS. Masturbasi dapat didefinisikan
sebagai pencapaian kenikmatan seksual – biasanya menyebabkan orgasme – oleh diri sendiri
(autoerotikisme). Alfred Kinsley menemukan bahwa masturbasi adalah lebih menonjol pada
16
laki-laki daripada wanita, tetapi perbedaan tersebut tidak lagi benar. Frekuensi masturbasi
bervariasi dari tiga sampai empat kali dalam seminggu pada masa remaja sampai satu sampai
dua kali seminggu pada masa dewasa. Masturbasi sering ditemukan pada orang yang telah
menikah; Kinsey melaporkan bahwa keadaan ini terjadi rata-rata satu kali sebulan pada
pasangan yang menikah.
Teknik masturbasi adalah bervariasi pada kedua jenis kelamin dan dari orang ke orang.
Teknik yang paling sering adalah stimulasi langsung pada klitoris atau penis dengan tangan
atau jari. Stimulasi tidak langsung mungkin juga digunakan, sepertimenggosokan pada bantal
atau mengencangkan panggul. Kinsey menemukan bahwa 2% wanita mampu mencapai
orgasme melalui khayalan saja. Laki-laki dan wanita telah diketahui menginsersikan benda-
benda ke dalam uretranya untuk mencapai orgasme. Vibrator tangan sekarang digunakan
sebagai alat masturbasi oleh kedua jenis kelamin.
Masturbasi adalah abnormal jika ia menjadi satu-satunya jenis aktivitas seksual yang
dilakukan, jika dilakukan sedemikian seringnya sehingga menyatakan suatu kompulsi atau
disfungsi seksual, atau jika secara terus menerus disukai untuk berhubungan seks dengan
pasangan.
Hipoksifilia
Hipoksifilia adalah keinginan untuk mencapai perubahan kesadaran sekunder karena
hipoksia saat mengalami orgasme. Dalam gangguan ini orang mungkin menggunakan obat
(seperti nitrit volatil atau nitrogen oksida) yang menghasilkan hipoksia. Asfiksiasi autoerotik
juga berhubungan dengan keadaan hipoksik tetapi harus diklasifikasikan sebagai suatu bentuk
masokisme seksual.
PENATALAKSANAAN
1. Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual yang biasanya
tidak berisi kandungan terapi. Memberitahu teman sebaya, atau anggota keluarga dewasa lain
mengenai masalah dan menasehati untuk menghilangkan kesempatan bagi perilaku untuk
melakukan dorongannya.
2. Terapi Seks
Adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita disfungsi
seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas seksual yang tidak menyimpang
dengan pasangannya.
17
3. Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli yang menakutkan, seperti
kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah dipasangkan dengan impuls tersebut, yang
selanjutnya menghilang. Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien
bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.
4. Terapi Obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah diindikasikan sebagai
pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai dengan gangguan-
gangguan tersebut. Antiandrogen, seperti ciproterone acetate di Eropa dan
medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara
eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone acetate bermanfaat bagi
pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai contoh
masturbasi yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas
menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin (prozac) telah digunakan
pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.
5. Psikoterapi Berorintasi Tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pasien
memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa
sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya (sebagai contohnya,
penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterapi juga memungkinkan pasien meraih
kembali harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metode
yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok juga berguna.9
PROGNOSIS
Prognosisnya buruk untuk parafilia adalah berhubungan dengan onset usia yang awal,
tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan
tersebut, dan penyalahgunaan zat.10 Perjalanan penyakit dan prognosisnya baik jika pasien
memiliki riwayat koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk
berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.
KESIMPULAN
Gangguan Preferensi seksual atau disebut juga parafilia adalah sekelompok gangguan
yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual
yang tidak pada umumnya. Parafilia yang dialami oleh seseorang dapat merupakan parafilia
18
dengan kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti diri
sendiri ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap
merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas. Penyebab dari parafilia antara lain adalah
faktor psikososial dan faktor biologi.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ III dan DSM – IV. Klinisi
perlu membedakan suatu parafilia dari coba-coba dimana tindakan dilakukan untuk
mengetahui efek baru dan tidak secara rekuren atau kompulsif. Lima jenis intervensi psikiatri
digunakan untuk mengobati orang dengan parafilia, yaitu psikoterapi berorientasi tilikan, terapi
seks, terapi perilaku, medika mentosa, dan terapi aversi. Psikoterapi berorientasi tilikan adalah
pendekatan yang paling sering digunakan.Prognosisnya buruk berhubungan dengan onset usia
yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap
tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat
koitus disamping parafilia, jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien
datang berobat sendiri, bukan dikirim oleh badan hukum.
19
Daftar Pustaka
1. Elvira D.Bahan ajar Psikatri . Edisi kedua. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. h. 338-339.
2. Sadock, BJ. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia:
LippincottWilliams & Wilkins; 2007.p.705-14
3. Bannon,G.E.&Carroll,K.S.Paraphilias2008.www.emedicine.medscape.com/article/29
1419clinical diunduh pada 16 Maret 2019.
4. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III)
cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan
Medik, 1993.
5. C. Davidson Gerald, M. Kring Ann, M. Neale John. Abnormal Psychology-Ninth
Edition. New York. 2010. h 623-633.
6. Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-
IV),American Psychiatric Association, Washington DC.
7. Nevid,J.S.,Rathus, S.A., Greene ,B. Psikologi Abnormal ed 5. Jakarta : Penerbit
Erlangga. 2003.
8. Ebert MH, Loosen PT, and Nurcombe B. Current Diagnostic & Treatment In
Psychiatry. New York: Lange; 2003
9. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada; 2006. p611-641.
10. Fetishism. www.mentaldisorder.com. Diunduh pada 12 Maret 2019.
20