Laporan Kasus Cidera Kepala
Laporan Kasus Cidera Kepala
Laporan Kasus Cidera Kepala
NIM : 1610221094
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Usia : 73 tahun
Agama : Katolik
Pekerjaan : Pensiunan
1. ANAMNESA
Keluhan Utama
30 menit SMRS :
Setibanya pasien di IGD, pasien masih sadar namun terlihat gelisah dan
agak sulit menjawab pertanyaan, sehingga pemeriksa harus mengulang
pertanyaan sampai dijawab. Pasien juga terus memejamkan mata dan
mengeluh kesakitan. Pasien mengeluhkan leher dan kepala belakang sakit,
nyeri pada perut, mual, dan mimisan. Saat ditanya kronologi kejadian
kecelakaan, pasien menjawab tidak tahu. Tampak bekas darah pada
lubang hidung, lecet pada tangan kiri, dan bengkak pada bagian kepala
belakang. Pasien masih dapat menggerakkan anggota geraknya, dan
merasakan sentuhan pada kulitnya.
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), BAB (-) dari awal masuk RS
RESUME ANAMNESA
1. DISKUSI I
Luka lecet pada lengan kiri dan nyeri pada bahu kiri dapat disebabkan
karena mungkin pasien terjatuh lebih awal pada bagian tubuh yang kiri
sehingga terjadi mekanisme trauma dan terjadi reaksi inflamasi sehingga
mengakibatkan luka lecet dan pasien membuat bahu menjadi tahanan
pada saat terjatuh dan pasien mengeluhkan adanya nyeri bahu sesaat
setelah kejadian.
Pasien tidak dapat mengingat kronologi kejadian kecelakaan, hal ini
menandakan pada pasien ditemukan adanya tanda-tanda amnesia yaitu
amnesia retrogard, sehingga pada pasien dapat digolongkan ke cedera
kepala sedang.
CEDERA KEPALA
Definisi
Epidemiologi
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu
rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat
inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10%
dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-
10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.
Klasifikasi
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala
tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus
disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter
menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera
tumpul.
Beratnya Cedera
· GCS = 15
· GCS = 9-12
Morfologi Cedera
Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur
dasar tengkorak membutuhkan pemeriksaan CT scan untuk memperjelas
garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater yang merekat erat pada dasar tengkorak. Hal ini memerlukan
gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini
sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala
berat. Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu
rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala
raccoon’s eye (penumpukan darah pada orbital mata) (Fraktur basis kranii
fossa anterior), atau ottorhea dan battle’s sign (fraktur kranii fossa media).
Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan
kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada
fossa anterior, media dan posterior.
Lesi Intrakranial
1. Perdarahan Epidural
2. Perdarahan Subdural
3. Perdarahan Subarachnoid
Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera
pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan countrecoup.
1. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Tanda Vital
Suhu : 36,4oC
Telinga : Sekret -/-, darah -/-, nyeri tekan tragus -/-, Battle’s
sign (-), otorrhea (-)
Thoraks :
Paru :
Jantung :
Abdomen:
Status Neurologis:
N. I (Olfaktorius)
N N
Daya penghidu
N. II ( Optikus )
Daya Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Medan Penglihatan N N
N. III ( Okulomotorius )
Ptosis (-) (-)
N. IV ( Troklearis )
Gerak bola mata ke lateral bawah N N
Strabismus konvergen N N
N. V ( Trigeminus )
Sensibilitas wajah atas N N
Trismus – –
Reflek kornea N N
N. VI ( Abdusens )
Gerak mata ke lateral N N
Strabismus konvergen – –
N. VII ( Facialis )
Kerutan kulit dahi N N
Kedipan mata N N
Lipatan nasolabial N N
Sudut mulut N N
Mengerutkan dahi N N
Mengangkat alis N N
Menutup mata N N
Meringis N N
Menggembungkan pipi N N
N. VIII ( Akustikus )
Tes bisik N N
N. IX ( Glosofaringeus )
Arkus faring (+) (+)
N. X ( Vagus )
Denyut Nadi 81x/menit 81x/menit
Bersuara N N
Menelan N N
N. XI ( Assesorius )
Memalingkan muka N N
Sikap Bahu N N
N. XII ( Hipoglossus )
Artikulasio N N
Sikap Lidah N N
Pemeriksaan Ekstremitas :
Anggota gerak
Refleks Fisiologis :
Refleks Dextra/Sinistra
Biceps +N/+N
Triceps +N/+N
Patella +N/+N
Refleks Patologis
Refleks Dextra/Sinistra
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Schaeffer -/-
Gonda -/-
Hematologi
MCV 90.0 82 – 98 fL
MCH 29.9 27 – 52 pg
RDW 14.0 10 – 18 %
KIMIA KLINIK
SGOT 38 0-35
SGPT 18 0-35
Trigliserida 99 70-140
Pemeriksaan Radiologi
Kesan :
Kesan :
Alignment lurus
Spondilosis cervikalis
Kesan :
Gambaran contusional haemorraghe di lobus frontalis dan SAH di regio
parietalis sinistra dan perifalk posterior dengan gambaran brain edema
ringan
DISKUSI II
DIAGNOSIS AKHIR
1. PENATALAKSANAAN
Non medikaamentosa
Bed rest
Medikamentosa
1. PROGNOSIS
1. DISKUSI III
Penatalaksanaan
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama
sekali dan tidak ada defisit neurologik dan tidak ada muntah. Tindakan
hanya perawatan luka.Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.
Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta
mengobservasi kesadaran.Bila dicurigai kesadaran menurun saat
diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan,
pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit.
Urutan tindakan:
Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron
dengan dendrit dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim
maupun sel-sel yang membentuk dinding pembuluh darah. Bila badan sel
neuron rusak, maka seluruh dendrit dan aksonnya juga akan rusak.
Kerusakan dapat mengenai percabangan dendrit dan sinapsis-sinapsinya,
dapat pula mengenai aksonnya saja. Dengan kerusakan ini hubungan
antar neuron pun akan terputus. Lesi sekunder juga dapat mengakibatkan
kerusakankerusakan demikian.
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
GCS E4M6V5
Inj. Piracetam 3×3 gram
Pasien Inj. Citicolin 2×500 mg
TD : 160/80mmHg
mengeluh
nyeri kepala Inj. Ranitidine 2×1 ampul
belakang, leher N : 95x/menit
kaku, pusing
01-04- Inj. Ondancentron 3×1 (bila
saat duduk, RR : 24x/menit
2017 CKS H+1 perlu)
mual, muntah
(-), pingsan (-), T : 36,2C
kejang (-), lupa
kejadian saat
ditabrak. M : 5/5
Cek Lab, dan Rontgen
cervical
5/5
Pemeriksaan Rontgen
shoulder sinistra
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.
Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2000.
Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta,
2000.
PR
Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap
MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding
dengan diensefalik. Memori dan new learning dipercaya melibatkan korteks
serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal formation, dan diensefalon.
Sebagai tambahan, lesi pada lobus frontalis juga dapat menyebabkan
perubahan pada behavior, termasuk iritabilitas, aggressiveness, dan
hilangnya inhibisi dan judgment.
PTA dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah retrograde, yaitu
hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian
yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis.
Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif.
Tipe yang kedua adalah aanterograde, yaitu sutau deficit dalam
membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan
penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori anterograde
merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh dari
hilangnya kesadaran.
Perdarahan dari hidung atau telinga pada kasus cedera kepala dapat
dicurigai terjadinya kebocoran cairan serebrospinal (CSS). Kebocoran
dapat dipastikan dengan suatu pemeriksaan dengan mengoleskan darah
tersebut pada kertas saring, maka akan menunjukkan gambaran seperti
cincin yang melingkar di darah yang disebut sebagai ‘halo sign’ atau
‘double-ring sign’. Pemeriksaan ini menggunakan prinsip kromatografi,
yaitu komponen yang berbeda dari campuran cairan akan terpisah saat
melalui suatu material. Meskipun tanda ini masih diperdebatkan, sebuah
penelitian menunjukkan bahwa tanda tersebut secara konsisten terlihat
ketika konsentrasi CSS 30%-90% pada darah. Namun sebenarnya tanda
tersebut tidak spesifik untuk CSS, campuran darah dengan garam, air
mata, dan cairan hidung juga menghasilkan lingkaran halo.