Makalah Emosi Anak Perkembangan
Makalah Emosi Anak Perkembangan
Makalah Emosi Anak Perkembangan
DISUSUN OLEH :
Irna Wulandari
Diana Puspita
Siti Rahmayana
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan kelompok
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penulisan tugas ini banyak
hambatan dan kesulitan yang penulis hadap, namun berkat dukungan dan
bimbingan berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan dengan baik dan tepat
pada waktu.
Penulis menyadari bahwa tugas ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf jika terdapat banyak
kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
berbagai pihak demi kesempurnaan tugas ini.
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
7. Apa dampak kekerasan pada anak yang biasa dilakukan oleh orang tua?
8. Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak?
1.3 TUJUAN
Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Kepada orang tua. Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami
perkembangan anak. Setelah membaca makalah ini diharapkan agar tidak terjadi
kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak.
2. Kepada guru. Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak yang
perkembangan masih labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan dapat terpenuhi.
3. Kepada penulis. Semoga dapat dijaikan pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk
menjalani profesi nantinya. Selain itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan untuk
menyusun makalah yang lebih baik lagi.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat senang/sangat
suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena adanya rangsangan
dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah
oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin tidak indah baginya
beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain. Ada juga perasaan
bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk adat-istiadat. Misalnya,
orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam
kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan
untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi perasaan
jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan saat melihat
film atau sinetron dramatis.
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai
intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti
halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak
dari emosi positif sampai negatif.
Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1. Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman
antara individu yang satu dengan lainnya;
2. Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3. Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4. Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan,
misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk
memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008 : 2.23)
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum
dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut Crow
& crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
7
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh perubahan
jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih, tertawa itu
karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi disebabkan oleh
pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama otak, misalnya apabila
individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat keras yang
menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat mempertinggi pekerjaan
otak, maka hal itu menimbulkan emosi.
8
5. Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan kemampuan
anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian
pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi
sebagai berikut.
1. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk
emosi adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun
kecemasan. Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani
kehidupan sehari-hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang
cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya.
2. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai
contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan bagi
tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul amarah.
Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan timbulnya
rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam diri anak.
3. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak
mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki
gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu
keterampilan motorik anak.
4. Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh,
suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
menyatakan perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5. Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir,
berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu,
pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat
mengganggu aktivitas mentalnya.
6. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak
sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi dasar
bagi anak dalam menilai dirinya sendiri.
9
7. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam
aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.
8. Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi
cara anak berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga
mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan
tuntutan lingkungan sosial.
9. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak
biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau
cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak
yang ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong
lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku
yang kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang
menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan.
Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu
titik tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan
dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi
kebiasaan yang positif pula.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh.
Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali dilakukan
tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat memahami pikiran,
ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain
: ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan tangan dan lengan.
Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan
emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348). Pada usia 6
tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti
kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan (De Hart, 1992:348), tetapi
anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain (Friend
and Davis, 1993). Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman pengaturan
emosi, yang mencakup :
10
1. Kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional.
2. Menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan
untuk dibimbing oleh pengalaman emosional.
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
1. Pada bayi hingga 18 bulan
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam
membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi
dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan
rasa aman pada bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan
tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang
di sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya
akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum
dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi
yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian
tertentu.
2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan
banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini
anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah
dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.
11
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri.
Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain,
bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa
menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan
sedih.
4. Usia antara 5 sampai 12 tahun
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini
adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-
norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah
dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung
dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.
12
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang
dimaksud adalah :
a. Merupakan bentuk komunikasi.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak
dengan lingkungan sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu
kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan
mental anak (Resa, 2010).
13
prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan
khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4. Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa
alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran
anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi
berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa
kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5. Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang
mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh
seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan
buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah
yang dicapai.
6. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak
jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang
menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak
mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata,
dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan
oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-
anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri
sendiri.
14
10. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan
keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas
kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai
batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur
yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas
penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh sesuatu
yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan
memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena mengakibatkan
seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih baik. Biasanya
anak takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang tertentu, serta
tidak disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat intelegensi,
jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan
kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada anak
biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk penarikan diri anak
dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung dan ragu apabila ada
orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan tidak seperti
biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi lebih
disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang mungkin
terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku yang murung, gugup,
mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah. Dapat juga sebaliknya.
Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan cemas dengan berperilaku tidak
sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton televisi berlebihan, dan
menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan tergantung pada
kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati oleh anak yang
cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh anak karena
15
rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan dengan
rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana halnya variasi rasa takut,
rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada anak yang dapat menghadapi
dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak lainnya. Rangsangan yang
biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain ataupun
ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga rintangan
terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak, serta sejumlah
kejengkelan yang bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu
:
1. Reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata
yang ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan
pada anak kecil disebut “temper tantrum” dengan cara memukul, menggigit,
meludah, dan menyepak;
2. Kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri,
atau mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan dalam
melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Rasa
sedih juga dapat diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang sangat dicintai atau
disayang atau kehilangan seseorang, dan binatang atau benda permainan
kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan.
Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit
mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak kebahagiaan anak.
Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan lama
dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang yang disayangi.
Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak
ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati histeris.
Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh hilangnya minat
terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera makan, sukar tidur, mimpi
menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih yang berlarut-larut dapat
mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan meng-ganggu kebahagiaan anak.
16
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang
menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu dipengaruhi
oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI, kegembiraan antara lain
disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga dapat melakukan berbagai
aktivitas dan permaainan, keberhasilan mengatasi rintangan sehingga mencapai
tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan dari orang-
orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari sekedar
senyum sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan bertepuk tangan.
Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk semakin dapat
mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi pada
peserta didik usia SD/MI. Cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih
sayang yang nyaata dan adanya ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu sering
berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan kejengkelan ataupun
kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih, dan anak merasa
ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa cemburu biasanya
hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan dapat
muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak atau teman lain.
Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku perlawanan agresif
seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakaiorang yang dianggap
saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan dengan bersikap
kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan ngambek, untuk
mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi atau disayangi
sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak merasa aman
dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha membuat orang yang
dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru, aneh,
dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia SD/MI akan bergerak ke
sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala sesuatu di lingkungannya,
termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan gerak atau area penjelajahan
anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya. Anak bertanya atau
menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak besar,
17
aktivitas bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen
untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat
mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
18
5. Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat
berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah
menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian
oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara
langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui
kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup,
seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
19
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental,
mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh
kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif,
sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk
bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
20
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional
kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan
cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa
tidak rasionalnya reaksi mereka.
e. Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang
tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3. Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan
yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat
mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan
emosi.
4. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana
anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali
mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan
dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan
oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning
and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar
selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi
anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya
positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila
kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti,
melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis
dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif
(Syamsu, 2008).
21
2.7 KEKERASAN ORANG TUA PADA ANAK
1. Pengertian Kekerasan pada Anak
Anita lie dalam Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu
perilaku yang disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan
memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologi. Pengertian
kekerasan terhadap anak-anak atau child abusepada mulanya berasal dari dunia
kedokteran sekitar tahun 1946. Sekarang istilah tersebut lebih dikenal dengan Child
Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry(Andri, 2006),
kekerasan pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, institusi
atau suatu proses yang secara langsung depan keselamatan dan kesehatan mereka
kearah perkembangan kedewasaan.
Yetty Zem (2005) mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap
tindakan yang bersifat menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat
traumatik yang dilakukan orang tua terhadap anaknya baik yang dapat dilihat
dengan mata telanjang atau dilihat dari akibat bagi kesejahteraan fisik maupun
mental anak. Menurut teori PAR, kekerasan terhadap anak merupakan segala
tindakan agresif orang tua, baik verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan
penderitaan bagi anak fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kekerasan orang tua terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, dan
seksual yang sengaja yang dilakukan oleh orang tua yang mempunyai tanggung
jawab terhadap kesejateraan anak dan memungkinkan menyebabkan kerusakan
fisik dan psikologis yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan
ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya.
22
b. Sosial kultural
Nilai / norma yang ada dimasyarakat yang kurang menguntungkan terhadap
anak, misalnya dalam praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil
kepada anak
Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang
dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri.
Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik anakanaknya yang bandel dan
membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa anak adalah milik orang
tuanya sendiri.
d. Kondisi orang tua
Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi atau
gangguan mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung
meneruskan pendidikan tersebut kepada anaknya.
e. Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi
dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dankeadaan ekonomi kacau.
Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi
akan menjadikannya semakin sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai
pihak yang terlemah dalam keluarga menjadi sasaran kemarahan.
f. Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang
tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan
sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam
memperlakukan anaknya sesuai dengankeinginannya, apapun yang dilakukan
orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.
23
Terjadi bila seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak,
permintaan perhatian orang tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan berakibat
anak akan melakukan hal yang sama kelak di masa depannya.
b. Kekerasan verbal
Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya, orang tua
malah menyuruhnya diam, meliputi: membentak, menghardik.
c. Kekerasan fisik (Phisik Abuse)
Terjadi saat orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul anak
dengan menggunakan rotan, menghukum anak dengan menggunakan setrika agar
anak jera.
d. Kekerasan seksual (Sexual Abuse)
Terjadi saat orang tua atau orang yang dikenal anak melakukan rabaan atau
sentuhan dengan tujuan meliputi: perkosaan oleh saudara kandung, sodomi pada
anak laki – laki.
24
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan
dengan orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi tinggi,
dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu menguasai
emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya
mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi peserta
didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar merupakan faktor yang
lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan
dan pengalaman belajar emosi, baik untuk memperkuat pola reaksi emosi yang
diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode
berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29)
1. Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama melibatkan
aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam bentuk
perilaku yang dapat diterima.
2. Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang
membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara
yang sama dengan ekspresi dari orang yang diamati dan ditiru perilakunya.
3. Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang
dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan
dengan motivasi untuk meniru sembarang orang.
4. Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara
asoiasi atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi).
Pengkondisian lebih cepat terjadi pada anak kecilyang mempelajari perkembangan
perilaku karrena anak kurang mampu menalar, dan kurang pengalaman.
5. Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru atau
orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap hal-hal
tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi
dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat
terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya
dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan
25
bergantung pada lingkungan tempat anak hidupa dan menjalin hubungan dengan
orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi
kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan
orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap.
Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan rintangan yang
menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya pengaruh emosi yang
menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagiaan menyebabkan timbulnya
perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi masalah dengan
penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi
terhadap rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat
mempertahankan keseimbangan emosi.
Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara : (1) pengendalian
lingkungan dengan tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat cepat
diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; dan (2) mengembangkan toleransi
terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi yang tidak
menyenangkan (marah, kecemasan, dan frustrasi) dan belajar menerima
kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara emosi yang
menyenangkan dan tidak menyenagkan akan membuat anak menjadi murung, cepat
marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu diperlukan “katarsis emosi” yaitu
keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab terpendam, dan
sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional. Kondisi emosi
yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan buruk,
gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan rendah,
kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan (ketegangan
karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
Memasuki abad ke-21, para ahli psikologi mulai melakukan pelattihan-
pelatihan untuk mengembangkan emosi, yang dikenal dengan kecerdasan
emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang yang memiliki
keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri
dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan
26
tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stres,
mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun dalam
keadaan sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali diri
(kekuatan,kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta perasaan-perasaan yang ada
pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi
dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar mengendalikan perasaan atau emosi
berarti mengarahkan energi emosi ke saluran emosi yang bermanfaat dan dapat
diterima secara sosial. Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu
memberikan perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada aspek
fisik. Jadi, selain belajar cara menangani rangsangan yang membangkitkan emosi,
anak juga harus belajar cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi tersebut.
Anak harus mampu menilai rangsangan dan menentukan reaksi emosinya secara
benar. Tercapainya pengendalian emosi penting bagi perkembangan anak secara
keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap bahwa semua anak belajar
mengendalikan emosinya. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya,
semakin lebih mudah pula mengendalikan dirinya
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat
disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap
tahapnya memiliki keunikan tersendiri.
Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui.
Agar tidak ada penyimpangan seperti kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam
perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya.
27
Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan
emosi pada anak.
3.2 SARAN
Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut.
1. Kepada orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam
perkembangan emosi anak.
2. Kepada guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi anak.
Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3. Kepada penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan
emosi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-
reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html. Diakses pada tgl 25 Maret 2012.
Reza, Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi. http://muhammad-
reza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses pada
tgl 20 Maret 2012.
28
Sunarto & Agung, Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Tim penyusun edukasi kompas. 2011. Sosio Emosional Aspek yang Melekat pada
Anak.http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/04/sosio-emosional-aspek-yang-melekat-
pada-anak/. diakses pada tanggal 20 Maret 2012.
29