Revisi Lagi
Revisi Lagi
Revisi Lagi
TUGAS AKHIR
TUGAS AKHIR
LEMBAR PENGESAHAN
Lampung Selatan,
Penulis,
Disahkan oleh,
Koordinator Program Studi Teknik Geofisika
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera
Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.
NIM 12113002
Tanda Tangan :
Tanggal :
iv
Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Pembimbing: Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S., dan Ruhul Firdaus, S.T, M.T.
ABSTRAK
Penelitian dimulai dengan melakukan tes terlebih dahulu pada pemilihan jendela
optimum untuk fiter pada daerah California. Kemudian dilakukan analisis
pemisahan anomali residual dengan metode moving average. Hasil analisis
spekral data gravitasi didapatkan kedalaman rata - rata anomali regional 34 km
dan anomali lokal dengan kedalaman 3 km dengan lebar jendela 25 × 25 (3.7 km
× 3.7 km). Kemudian dilakukan pemodelan ke depan pada data anomali CBA
dan residual. Hasil pemodelan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada
setiap lintasan tersusun atas enam lapisan yaitu kolom air laut dengan densitas
1.03 gr/cm3, sedimen dengan densitas 2.5 gr/cm3, batuan beku dengan densitas
2.82 gr/cm3 , batuan metamorf dengan densitas 2.7 gr/cm3, batuan ultrabasa
dengan densitas 2.87 gr/cm3, batuan basement dengan densitas 3.1 gr/cm3 dan
3.3 gr/cm3. Semua hasil telah divalidasi dengan menggunakan data geologi
yang tersedia dan menunjukkan korelasi yang sangat baik antara hasil
pemodelan data gayaberat dengan model geologi daerah penelitian. Survei untuk
kegiatan eksplorasi hidrokarbon di sebelah barat daerah penelitian.
Terindentifikasi pada daerah penelitian diduga terdapat intrusi dan adanya sesar
dengan arah timur laut-barat daya pada daerah penelitian.
Kata kunci: Anomali Bouguer, Struktur Geologi, Pemodelan ke depan.
vi
Advisor: Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S., dan Ruhul Firdaus, S.T, M.T.
ABSTRACT
The research began by conducting a test first on the optimal part for fiter in the
California area. Then do the residual anomaly analysis using the moving average
method. The results of the analysis of the specific data generated by the average
regional anomaly of 34 km and local anomalies with a depth of 3 km with a
screen width of 25 × 25 (3.7 km × 3.7 km). Then the forward modeling is done on
CBA and residual anomalies data. The results of the modeling that have been
done show that each track is composed of six layers, namely an air air column
with a density of 1.03 gr /cm3, sediment with a density of 2.5 gr/cm3, igneous rock
with a density of 2.82 gr /cm3, metamorphic rock with density of 2.7 gr/cm3,
ultramafic rocks with a density of 2.87 gr/cm3, basement rocks with a density of
3.1 gr/cm3 and 3.3 gr/ cm3. All results have been validated by using available
geological data and showing very good results between the gravity data modeling
results with the geological model of the study area. Survey for hydrocarbon
exploration activities west of the study area. Identified in the study area there was
intrusion and sisis with the northeast-southwest direction in the study area.
KATA PENGANTAR
Puji syukur tertinggi penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-
Nya, penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir yang berjudul
Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Berdasarkan Analisis Spektral dari
Data Gayaberat Pada Cekungan Spermonde, Sulawesi Selatan ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang pendidikan Strata 1 di
Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Sains, Institut Teknologi Sumatera.
Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Agus Laesanpura, M.S. selaku Ketua Program Studi Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Sumatera dan dosen pembimbing I atas
bimbingan dan arahannya selama penulis mengerjakan tugas akhir.
2. Ruhul Firdaus, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing II dan dosen wali
yang telah memberikan bimbingannya selama studi.
3. Mama dan Papa yang telah memberi dukungan materil, moril, serta doa
yang selalu menyertai penulis selama ini.
4. Seluruh dosen Program Studi Teknik Geofisika atas ilmu telah diberikan.
5. Cindy Sovia Saris sebagai partner penulis dalam menyusun tugas akhir ini,
Annisa Suryani, Fitria Sari Gunawan, Indah Ratnasari, Evi Pratiwi teman
seperjuangan.
6. Teman-teman TG 2013: Angga Tri Saputra, M. Ichsan Tawakkal, Putri
Ambarsari, M. Hadi Kurniawan, Anggita Tiara Citra, Yanrizha Ihsan.
7. Adik-adik TG 2014: Yudha Setiawan, Anisa Dila Indriyani, Fakhriza
Syahda, Ahsani Taqwim, Hendra Hidayat Akbar, M. Hanif Syamri.
8. Teman-teman HMTG “MAYAPADA” ITERA.
9. Kak Cindy, Kak Elsa, Kak Dian, yang telah memberi dukungan selama
penyusunan tugas akhir ini.
10. Rizqa, Irma, Tenisa, Sari, dan Puji yang selalu mendukung dan menghibur
penulis.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
viii
Penyusunan tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan dan keselahan. Oleh
karena itu, penulis memohon maaf apabila dalam tugas akhir ini masih memiliki
beberapa kekurangan menurut beberapa pihak. Penulis mengharapkan masukan
berupa kritik dan saran yang membangun. Demikian laporan ini saya buat,semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan untuk mendapatkan nilai grafik k dan ln A……… 33
Tabel 4.2 Hasil perhitungan lebar jendela pada California… .............................. 35
Tabel 5.1 Hasil perhitungan analisis spektral… .................................................. 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk kegiatan eksplorasi
sumber daya alam ini salah satunya adalah metode gayaberat. Metode ini dapat
digunakan untuk menggambarkan struktur geologi bawah permukaan berdasarkan
variasi medan gravitasi akibat perbedaan densitas secara lateral. Di antara sifat
fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan
lainnya adalah massa jenis batuan. Distribusi massa jenis yang tidak homogen
pada batuan penyusun kulit bumi akan memberikan variasi harga medan gravitasi
di permukaan bumi. Penerapan gayaberat pada eksplorasi sumber daya alam
maupun studi keilmuan pada akhirnya bertujuan untuk mengestimasi gambaran
struktur bawah permukaan bumi.
1
yang didasarkan pada hubungan bahwa anomali gayaberat merupakan refleksi
variasi densitas bawah permukaan ke arah horizontal dan geometri benda
anomalinya (Walidah, 2011).
Lebar jendela yang diperoleh dari proses analisis spektral digunakan pada moving
average. Semakin lebar jendela yang digunakan, maka anomali residualnya akan
mendekati nilai anomali Bouguer. Dengan demikian, dari hasil moving average,
anomali residual digunakan untuk membuat struktur geologi bawah permukaan
yang dibantu dengan adanya informasi estimasi kedalaman batas batuan dasar
daerah penelitian Cekungan Spermonde.
2
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konfigurasi
batuan dasar yang digunakan untuk pemetaan geologi bawah permukaan daerah
Cekungan Spermonde.
3
3. Pemodelan bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan peta
anomali regional dan residual
4
BAB II
Penarikan batas cekungan ini di dasarkan pada pola isopach dan dipotong pada
nilai 2.500 m (Gambar 2.1). Ketebalan sedimen berdasarkan data isopach berkisar
antara 2.500 - 3.500 m, dan semakin menebal ke arah tengah cekungan.
5
menyebabkan barisan sesar naik sebagai proses inverse (PERTAMINA-
BEICIP,1992).
6
Dikatakan bahwa Paparan Spermonde terletak di sebelah baratdaya Sulawesi,
bagian selatannya membatasi sisi sebelah barat batas Cekungan Spermonde
(PERTAMINA_BEICIP, 1982). Beberapa kecendrungan arah positif berarah
baratlaut-tenggara ditemukan didekat batas ini, yang terbesar memotong Pulau
Tanakeke. Kompleksitas struktur bertambah ke arah bawah ditunjukkan pada
interpretasi seismik pada horizon yang lebih dalam.
Pada sebelah utara, kondisi paparan relatif tenang, dibatasi oleh arah sesar
tensional, seperti ditunjukkan oleh interpretasi seismik horizon yang lebih dalam.
Terdiri dari titik kulminasi lebar dan landai dibandingkan bagian selatan Paparan
Spermonde. Tidak ada sumur di bor di area ini. Bagian barat dan utara paparan ini
dibatasi oleh Cekungan Makassar Selatan.
7
Gambar 2.3 Stratigrafi Cekungan Spermonde (LEMIGAS, 2005)
8
Pada singkapan, batugamping Eosen ditemukan dengan ketebalan kurang lebih
260 m (van Leeuwen, 1990 dalam PERTAMINA_BEICIP, 1982). Secara umum,
batugamping mengandung napalan sampai kalkarenit dan terendapkan sebagai
paparan karbonat. Porositas rendah, dengan kisaran 5%- 12%.
Interval batupasir dan konglomerat Miosen Tengah (tebal 165 m) terdiri dari
kuarsa, batugamping dan material tufa pada matriks lempungan menunjukkan
karakteristik reservoir yang rendah. Di area daratan, sikuen Miosen ditutupi
volcanoklastik dan lava. Tidak ada indikasi adanya batuan reservoir di area ini.
Batugamping pada kedalaman dangkal umumnya mengandung terumbu, koral
dengan porositas yang sangat baik.
2.4.3 Perangkap
Perangkap struktur berupa antiklin ataupun lipatan yang berasosiasi dengan sesar
naik yang umumnya terbentuk selama fase tektonik Pliosen, merupakan
perangkap utama. Kemungkinan perangkap lain yang berkembang adalah
perangkap stratigrafi berupa pinch out pada batupasir Formasi Toraja. Migrasi
hidrokarbon dari batuan induk diperkirakan banyak terjadi melalui bidang-bidang
sesar yang menghubungkan batuan induk dengan batuan reservoir dan migrasinya
diperkirakan tidak jauh dari batuan sumbernya.
9
Oligosen menebal ke arah utara. Batugamping umur yang sama terdistribusi
secara luas pada singkpan di daratan bagian utara.
10
BAB III
TEORI DASAR
Prinsip pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa
suatu material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur bawah
permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini
penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun
mineral lainnya.
Hukum Newton tentang gerak menyatakan bahwa gaya adalah besarnya perkalian
dari massa dan percepatannya :
11
𝐹 = 𝑚. 𝑔 (2.2)
Dimana :
Dari rumus di atas, terlihat bahwa besarnya nilai gayaberat berbanding langsung
dengan massa penyebabnya. Sedangkan massa penyebabnya berbanding langsung
dengan densitas (𝜌) dan volume benda, sehingga besarnya gayaberat yang terukur
akan mencerminkan kedua besaran tersebut.
12
3.2.1 Koreksi Spheroid
Bentuk bumi mendekati spheroid sehingga digunakan spheroid referensi sebagai
pendekatan muka laut rata-rata (geoid), dan mengabaikan efek benda diatasnya.
Geoid adalah suatu permukaan ekipotensial yang dianggap sebagai muka laut rata-
rata dimana adanya efek elevasi di daratan, depresi di bagian lautan (harga
maksimal dari elevasi dan depresi ini mencapai 9000 m) dan efek variasi rapat
massa lainnya dimasukkan di dalam perhitungannya (Kadir,2000). Secara teoritis
referensi spheroid yaitu:
Untuk menghilangkan pengaruh dari efek pasang surut tersebut, maka data
gayaberat yang diperoleh perlu dilakukan koreksi yang dalam hal ini adalah
koreksi pasang surut (tidal correction). Persamaan yang digunakan untuk
menghitung percepatan pasang surut yang dihasilkan akibat bulan dan matahari,
sebagaimana mereka berinteraksi pada setiap titik di bumi sebagai fungsi waktu,
13
sudah diperkenalkan oleh Longman pada tahun 1959. Pengaruh gravitasi bulan di
titik P pada permukaan bumi yang terlihat pada (Gambar 3.2) dapat diselesaikan
melalui persamaan:
Gambar 3.2 Hubungan posisi titik P yang berada di bumi dan bulan dalam
efek pasang surut (Longman, 1959)
3 1 1 𝑟 (𝑐) 4
𝑈𝑝 = 𝐺(𝑟) [( 𝑐) (𝑐𝑜𝑠2𝜃𝑚 + ) + (5𝑐𝑜𝑠3𝜃𝑚 + 3𝑐𝑜𝑠𝜃𝑚)] (2.5)
𝑅 3 6𝑐𝑅
keterangan:
Up = potensial di titik p akibat pengaruh bulan
θm = posisi lintang
Bl = bulan
Bm = bumi
c = jarak rata-rata ke bulan
r = jari-jari bumi ke titik p
R = jarak dari pusat bumi ke bulan
14
Untuk menghilangkan efek tersebut, proses akusisi data atau pengukuran
dirancang dalam suatu lintasan tertutup sehingga besar penyimpangan tersebut
dapat diketahui. Koreksi apungan diberikan oleh persamaan berikut ini:
𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡 =
𝑔𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟− 𝑔𝑎𝑤𝑎𝑙
(𝑡 −𝑡 ) (2.6)
𝑡𝑎𝑘ℎ𝑖𝑡− 𝑡𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
keterangan:
drift = koreksi drift (mGal)
gakhir = pembacaan gravimeter pada akhir looping
gawal = pembacaan gravimeter pada awal looping
takhir = waktu pembacaan pada akhir looping
tawal = waktu pembacaan pada awal looping
tstasiun = waktu pembacaan pada stasiun n
15
3.2.5 Koreksi Bouguer (Bouguer correction)
Koreksi Bouguer memperhitungkan massa batuan yang terdapat di antara stasiun
pengukuran dengan bidang geoid. Koreksi ini dilakukan dengan asumsi
pendekatan benda dengan slab tidak berhingga yang besarnya diberikan oleh
persamaan :
BCs = 0.04185 ρh = 0.0419 (ρw − ρc) hw mGal (2.8)
keterangan :
ℎ𝑤 = kedalaman air titik pengamat
𝑝𝑤 = massa jenis air laut
𝑝𝑐 = massa jenis
𝐵𝐶𝑠 = bouguer pada laut
16
membagi area ke dalam beberapa zona dan kompartemen (segmen). Hammer
melakukan pendekatan pengaruh topografi dengan suatu cincin yang terlihat pada
(Gambar 3.6) di bawah ini.
keterangan:
n = jumlah segmen pada zona yang digunakan
z = perbedaan ketinggian rata-rata kompartemen dan titik pengukuran
rL, rD = radius luar dan radius dalam kompartemen
ρ = densitas batuan rata-rata
3.3 Perhitungan Global Anomali Gayaberat pada WGM2012
Anomali Bouguer Bulat Lengkap (Complete Spherical Bouguer Anomaly)
ditentukan pada keseluruhan bumi dengan mempertimbangkan massa permukaan
seperti atmosfer, darat, laut, danau, samudera, ice caps, ice shelves). Sehingga
persamaan untuk menghitung anomali tersebut ialah,
keterangan :
17
𝛿𝑠𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒𝑚𝑎𝑠𝑠𝑒𝑠 = dihasilkan oleh massa bawah dan atas level muka air
laut yang dihitung dalam geometri bola dengan resolusi 1′ × 1′
menggunakan permukaan es dan model batuan dasar ETOPO1 yang
disediakan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration
(NOAA) (Amante dan Eakins, 2009) dengan mempertimbangkan benua,
samudera, dan karekteristik yang tepat (batas dan densitas ) dari major
lakes, inland seas, polar ice caps dan shelves, land area dibawah
permukaan laut.
Gambar 3.7 Massa Permukaan yang dipertimbangkan WGM rilis 1.0 (2012)
perhitungan anomali gravitasi.
18
mentransformasi fourier lintasan yang telah ditentukan pada peta kontur Anomali
Bouguer Lengkap.
1 ′
𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 )
𝐹 ( ) = 2𝜋 (2.13)
𝑟 |𝑘|
′
𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 )
𝐹(𝑈) = 2𝜋𝛾𝜇 |𝑘|
(2.14)
Dari persamaan (2.12), transformasi fourier anomali gayaberat yang diamati pada
bidang horizontal adalah:
𝜕1
𝐹(𝑔𝑧) = 𝛾𝜇𝐹 ( )
𝜕𝑧 𝑟
𝜕
= 𝛾𝜇 𝐹()
1
𝜕𝑧 𝑟
′
𝐹(𝑔𝑧 ) = 2𝜋𝛾𝜇𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 ) (2.15)
19
Jika distribusi rapat massa bersifat acak dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gayaberat, maka 𝜇 = 1, sehingga hasil transformasi fourier anomali
gayaberat menjadi:
′
𝐴 = 𝐶𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧 ) (2.16)
keterangan:
A = amplitudo
C = konstanta
Estimasi lebar jendela dilakukan untuk menentukan lebar jendela yang akan
diperlukan dalam proses pemisahan anomali regional dan residual. Untuk
mendapatkan lebar jendela, spektrum amplitudo yang didapat dari transformasi
fourier dilogaritmakan sehingga menghasilkan grafik antara k dengan ln A yang
linier dimana komponen k menjadi berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.
Dari persamaan di atas, melalui regresi linier akan didapat batas antara anomali
regional dan residual. Nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar
jendela.
2𝜋
𝑁= (2.18)
𝑘.∆𝑥
𝜆 = 𝑁. ∆𝑥 (2.19)
keterangan:
N = lebar jendela
k = bilangan gelombang
Δx = spasi grid
λ = panjang gelombang
20
satunya adalah target event-event lainnya. Jika target event adalah anomali
residual, maka event lainnya adalah noise dan regional.
Untuk memisahkan anomali gayaberat dan noise ini, salah satu metode yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan metode perata-rataan bergerak (moving
average).
∆𝑔(𝑖−𝑛)+⋯+∆𝑔(𝑖)+⋯+∆𝑔(𝑖+𝑛) (2.20)
∆𝑔𝑟(𝑖) =
𝑁
Sedangkan penerapan moving average pada peta dua dimensi, harga pada suatu
titik dapat dihitung dengan merata-ratakan semua nilai di dalam sebuah kotak
persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harganya. (Gambar 3.9)
merupakan contoh penerapan moving average pada peta dua dimensi dengan lebar
jendela 7 × 7.
21
Gambar 3.9 Penerapan moving average dengan lebar jendela 7 × 7
22
Pemodelan ke depan data gayaberat dilakukan untuk menentukan densitas,
kedalaman, dan geometri benda yang menyebabkan anomali bawah permukaan.
Metode ini melalui proses iterasi, dimana gaya tarik akibat model yang dibuat
dihitung dan dibandingkan dengan anomali gayaberat terukur. Jika nilai anomali
model belum cocok dengan anomali yang terukur, maka prosedur pemodelan
diulang kembali sampai menghasilkan nilai yang sesuai.
Untuk mendapatkan hasil model yang sesuai, maka model dengan bentuk
sembarang merupakan pendekatan yang lebih baik dengan mempertimbangkan
informasi geologi pada daerah penelitian. Model benda sembarang dua dimensi
yang banyak dipakai adalah model dengan pendekatan bentuk poligon atau segi-
banyak dengan menggunakan jumlah sisi poligon tertentu sehingga efek
gayaberatnya dapat dihitung.
23
BAB IV
PEMILIHAN LEBAR JENDELA OPTIMUM UNTUK KEDALAMAN DAN
FILTER
Penulis melakukan studi analisis spektral, yang mana studi ini dilakukan untuk
membuktikan apakah lebar jendela yang diperoleh melalui analisis spektral
dengan metode moving average sudah baik atau sesuai dengan kondisi geologi
penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data anomali
gayaberat daerah California karena terdapat data gayaberat, diketahui nilai
densitas, kedalaman dan titik bornya.
24
Dari peta anomali bouguer dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur
anomali bouguer bervariasi mulai dari 800 mGal s.d. 850 mGal, dengan skala
warna ungu sampai dengan merah muda. Dari peta anomali bouguer ini dapat
dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur menurun ke barat. Nilai kontur
anomali yang tertinggi yaitu 850 mGal terletak dibagian timur yang berupa batuan
vulkanik dan sedimen.
2𝜋
𝑘= (4.1)
𝜆
𝜆 = 𝑁∆𝑥 (4.2)
Keterangan:
N = lebar window
k = bilangan gelombang
∆𝑥= interval sampling (2000 m)
25
Tabel 4.1 Contoh Hasil Perhitungan untuk mendapatkan nilai grafik k dan ln A
Riil Imajiner f A k Ln A
2.69E+04 0.00E+00 0 26881.97 0 10.19921
-1.52E+01 3.45E+02 1.52E-05 345.0051 9.52E-05 5.843559
-4.65E+01 -8.63E-01 3.03E-05 46.47587 0.00019 3.838933
1.42E+00 7.28E+01 4.55E-05 72.77574 0.000286 4.287383
-2.73E+01 1.85E+01 6.06E-05 32.9678 0.000381 3.495531
-4.05E+00 3.24E+01 7.58E-05 32.62292 0.000476 3.485015
-1.84E+01 1.99E+01 9.09E-05 27.12387 0.000571 3.300414
-1.07E+01 1.61E+01 1.06E-04 19.33667 0.000667 2.962004
-1.35E+01 1.45E+01 1.21E-04 19.82245 0.000762 2.986815
Hasil FFT adalah bilangan kompleks yang mempunyai nilai riil dan imajiner.
Nilai amplitudo A diperoleh dengan menghitung akar kuadrat dari penjumlahan
(Riil)2 dan (Imajiner)2. Ln A dihasilkan dengan cara menglogaritmakan nilai
amplitudo A. Perhitungan nilai frekuensi bergantung pada domain spasial ( ∆x ) ,
dimana nilai ∆x yang digunakan adalah 2000 m. Nilai bilangan gelombang k
diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan persamaan 𝑘 = 2𝜋𝑓 .
26
12
Lintasan A-A'
10
8 Series1
y = -33391x + 9.8074
Ln A
6
y = -2123.8x + 4.5622 regional
4
2 residual
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002
k
Gambar 4.3 Grafik analisis spektral lintasan A-A’
Lintasan B-B'
12
10
y = -28593x + 9.39
8
Ln A
6 Series1
y = -2884.4x + 4.1072
4
regional
2
0
0 0.0005 0.001 0.0015 0.002
k
Lintasan C-C'
12
10
y = -38856x + 10.023
8 Series1
Ln A
6
regional
y = -5780x + 5.515
4
residual
2
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 4.5 Grafik analisis spektral lintasan C-C’
27
Lintasan D-D'
12
10
y = -22251x + 9.0126
8 Series1
Ln A
6 regional
y = -1225.9x + 4.1712
4
residual
2
0
0 0.001 0.002 0.003 0.004
k
Lebar jendela untuk proses pemisahan dengan metode moving average diperoleh
dengan merata-ratakan lebar jendela tiap-tiap penampang. Hasil perhitungan lebar
jendela untuk tiap–tiap penampang ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan lebar jendela untuk setiap lintasan yang ada
dengan spasi yang digunakan yaitu 2000 m. Hasil dari analisis spektral pada
setiap lintasan memiliki nilai k yang berbeda. Nilai rata-rata k dari semua lintasan
sebesar 0.000188. Hasil dari perhitungan lebar window yaitu 16.69 sehingga lebar
window yang digunakan 17. Kemudian setiap nilai dari tiap lintasan dirata-ratakan
sehingga akan mendapatkan nilai lebar jendela yang akan digunakan yaitu
17 × 17 atau 34000 meter. Penulis melakukan studi lanjut tentang analisis
spektral dengan lebar jendela 7, 13, 17, 23 dan 27.
28
Gambar 4.7 Analisis spektrum lebar jendela 7, 13, 17, 23, dan 27. Secara kesuluruhan,
lebar jendala 17 menunjukkan spektrum yang baik dibandingkan spektrum yang lainnya
dimana spektrum ini menunjukkan slope yang baik dan ripple kecil.
Dari gambar diatas, redaman stopband yang rendah ditunjukkan oleh lebar jendela
27, sedangkan redaman stopband tertinggi pada lebar jendela 17. Spektrum pada
lebar jendala 7 menunjukkan ripple paling kecil dan slope kecil dibandingkan
dengan windows lainnya, semakin besar jendela menunjukkan semakin besar
ripple dan kemiringannya. Secara kesuluruhan, lebar jendala 17 menunjukkan
spektrum yang baik dibandingkan sktrum yang lainnya dimana spektrum ini
menunjukkan slope yang baik dan ripple kecil.
Lebar jendela = 2𝜋
∆𝑥.𝑘
22
2× 7
= = 19
2000×0.000168
29
Gambar 4.8 Contoh ilustrasi mendapatkan nilai k
Gambar 4.9 Peta anomali regional lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar jendela 27.
Dari peta anomali regional ini dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur lebar
30
jendela 7 masih menunjukan anomali residual dibanding dengan peta regional lebar
jendela17 dan lebar jendela 27 sedangkan untuk lebar jendela 27 memiliki pola kelurusan
yang berbeda dengan peta geologi
Penulis telah melakukan studi lanjut tentang analisis spektral untuk menentukan
lebar jedela yang digunakan dalam pemisahan anomali regional–residual daerah
California dengan metode moving average. Peta anomali regional diperoleh dari
hasil filtering data dengan lebar jendela 17. Penulis melakukan penelitian dengan
menggunakan lebar jendela yang lebih kecil yang didapat dari analisis spektral
yaitu lebar jendela 7 dan lebar jendela yang lebih besar dari analisis spektral yaitu
lebar jendela 27. Kontur anomali regional memperlihatkan struktur-struktur
geologi yang dalam seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 4.9). Dari peta
anomali regional ini dapat dilihat bahwa nilai anomali pada peta kontur lebar
jendela 7 masih menunjukan anomali residual dibanding dengan peta regional
lebar jendela 17 dan lebar jendela 27 sedangkan untuk lebar jendela 27 memiliki
pola kelurusan yang berbeda dengan peta geologi. Hasil yang didapat dari peta
anomali regional menunjukkan bahwa besar lebar jendela yang di dapat melalui
analisis lebih baik. Oleh karena itu, peneliti menggunakan lebar jendela 25 untuk
pemisahan anomali regional–residual pada Cekungan Spermonde yang mana
sesuai dengan hasil analisis spektral.
Gambar 4.10 Peta anomali residual lebar jendela 7, lebar jendela 17, dan lebar jendela
27. Dari peta anomali residual secara keseluruhan lebar jendela 17 menunjukkan hasil
yang lebih baik dari pada lebar jendela 7 dan 27 dimana sudah mendekati bentuk
kecendrungan permukaan.
31
Dari peta anomali residual secara keseluruhan, lebar jendela 17 menunjukkan
hasil yang lebih baik dari pada lebar jendela 7 dan 27 dimana sudah mendekati
bentuk kecendrungan permukaan. Hasil yang didapat dari peta anomali regional
menunjukkan bahwa besar lebar jendela yang di dapat melalui analisis lebih baik.
Oleh karena itu, peneliti menggunakan lebar jendela 25 untuk pemisahan anomali
regional–residual pada Cekungan Spermonde yang mana sesuai dengan hasil
analisis spektral.
32
5800
33
Gambar 4.12 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 7, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial sebesar ± 150 m.
Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 300 m dengan panjang lintasan ±40 km dari barat ke arah
timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -5.21 mGal sampai 2.2 mGal.
Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 6 km, kedalaman alluvial ±180m
kurang dari informasi geologi, yang mana dari informasi geologi nilai kedalaman
alluvial sebesar 1800 m.
34
2. Model bawah permukaan hasil forward modelling Lintasan AB (lebar
jendela 17)
Gambar 4.13 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 17, saat jaraknya 6 km, kedalaman alluvial ± 1800 m.
Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur untuk lebar jendela 17. Kedalaman maksimum model struktur bawah
permukaan menggunakan Grav2dc 6 km dengan panjang lintasan ±40 km dari
barat ke arah timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -17.8 mGal
sampai 5.5 mGal. Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 6 km, kedalaman
alluvial sebesar 1800 m sesuai dengan peta geologi.
35
3. Model bawah permukaan hasil forward modelling Lintasan AB (lebar
jendela 27)
Gambar 4.14 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B lebar
jendela 27, saat x = 6 km, kedalaman alluvial sebesar ± 20 km.
Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
barat–timur. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 25 km dengan panjang lintasan ±40 km dari barat ke arah
timur daerah penelitian dengan hasil anomali antara -25.6 mGal sampai 10.2
mGal. Dari gambar terlihat bahwa saat jarak nya 15 km, kedalaman alluvial
kurang dari 4800 feet.
36
Hasil yang didapat dari pemodelan 2D dan kontur anomali menunjukkan bahwa
besar lebar jendela yang di dapat melalui analasis spektral yaitu 17, mendekati dan
mempresentasikan kedalaman alluvial sesuai dengan geologi di Owen Valley.
Jadi, peneliti menggunakan metode yang sama dengan California pada Cekungan
Spemonde.
37
BAB V
PENGOLAHAN DATA
Data gayaberat yang digunakan pada penelitian ini berasal dari WGM2012 (World
Gravity Model 2012) keluaran BGI (Bureau Gravimetrique International) yang
berada dibawah organisasi IUGG (Internasional Union of Geodesy and
Geophysics). WGM2012 adalah model anomali gayaberat seluruh dunia yang
merupakan kombinasi antara pengukuran darat, laut, dan satelit. Resolusi data
yang bisa dimanfaatkan adalah 2′ × 2′ (3.7 km × 3.7 km).
38
akan digunakan penulis untuk melakukan pemodelan ke depan. Tahap pengolahan
data gayaberat dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
39
lebar jendela yang tepat adalah dengan menggunakan metode analisis spektrum
dimana akan didapatkan perpotongan nilai k dengan ln A kemudian merata-
ratakan sehingga didapat nilai yang menunjukan besar lebar jendela pada saat
penentuan anomali regional.
Pada peta CBA ini diambil 8 lintasan untuk dilakukan analisis spektral dengan
cara transformasi fourier. Hasil transformasi fourier berupa grafik hubungan
bilangan gelombang dengan amplitude anomali gayaberatnya. Lintasan yang
digunakan dalam analisis spektral peta CBA dapat dilihat pada (Gambar 5.3).
Distribusi lintasan data tersebut cukup mempresentasikan kondisi di daerah
penelitian.
40
Berikut ini beberapa hasil analisis spektral berupa grafik hubungan bilangan
gelombang (𝑘) dengan amplitude gayaberat (𝑙𝑛𝐴):
Lintasan A-A'
12
10
8
y = -39618x + 9.0567 Series1
Ln A
6 reg
y = -2291.3x + 4.9021
res
4
Linear (reg)
2 Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Lintasan B-B'
10
y = -50792x + 8.8713
9
8
7
y = -2418.3x + 5.8193 Series1
6
Ln A
5 reg
4 res
3
Linear (reg)
2
1 Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
41
Lintasan C-C'
12
10
y = -110688x + 9.6079 Series1
8
y = -1220.8x + 5.6195 reg
Ln A
6
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 k 0.001 0.0015
Gambar 5.6 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan C-C’
12
Lintasan D-D'
10
y = -24830x + 8.6643
8 Series1
reg
ln A
6 y = -3483.1x + 6.0989
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.7 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan D-D’
Lintasan E-E'
10 y = -22229x + 8.6491
8
Series1
6
ln A
reg
y = -5989.1x + 5.5227
4
res
2 Linear (reg)
0 Linear (res)
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.8 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan E-E’
42
12
Lintasan F-F'
10
y = -47518x + 9.2034
8 Series1
y = -3532.8x + 6.2504
ln A
6 reg
4 res
2 Linear (reg)
0 Linear (res)
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.9 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan F-F’
Lintasan G-G'
12
10
y = -31543x + 8.5933 Series1
8
reg
ln A
6
y = -2030.7x + 4.9001 res
4 Linear (reg)
2 Linear (res)
0
0 0.0005 0.001 0.0015
k
Gambar 5.10 Kurva k terhadap Ln A untuk lintasan G-G’
Lintasan H-H'
12
y = -46600x + 9.2688
10
8 Series1
reg
ln A
6 y = -2975.9x + 5.6955
res
4
Linear (reg)
2
Linear (res)
0
0 0.0005 k 0.001 0.0015
43
Tabel 5.1 Hasil perhitungan analisis spektral
TREND REGIONAL TREND RESIDUAL
LINE m1-m2 c2-c1 k
m c m c
A -39618 9.056 -2291 4.902 37327 4.154 0.000111
B -50792 8.871 -2418 5.819 48374 3.052 6.31E-05
C -11068 9.607 -1220 5.619 9848 3.988 0.000405
D -24830 8.664 -3483 6.098 21347 2.566 0.00012
E -22229 8.649 -5989 5.522 16240 3.127 0.000193
F -47518 9.203 -3532 6.25 43986 2.953 6.71E-05
G -31543 8.593 -2030 4.9 29513 3.693 0.000125
H -46600 9.268 -2975 5.695 43625 3.573 8.19E-05
Rata-rata Rata-rata
-34274.8 -2992.25
kedalaman kedalaman
Nilai kedalaman anomali didapat dari nilai gradien hasil regresi setiap zona pada
setiap lintasan. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan nilai lebar jendela (w)
untuk tiap lintasan yang ada dengan spasi tetap yang telah digunakan yaitu 2500
m. Dari hasil analisis spektral, rata-rata kedalaman anomali regional sebesar 34.3
km, artinya sumber dominan pada anomali regional daerah ini terdapat pada
kedalaman 34.3 km yang merupakan efek dari kerak bumi. Rata-rata kedalaman
anomali residual dari semua lintasan spektral sebesar 3 km, artinya sumber
dominan pada anomali residual daerah ini diperoleh pada kedalaman 3 km yang
merupakan efek dari lapisan batuan sedimen dan batas atas batuan dasar. Hasil
dari perhitungan lebar window yaitu 23.86 sehingga lebar window yang dipakai
yaitu 25.
44
2. Dengan mengacu pada informasi geologi, sedikitnya terdapat 6 lapis
batuan yang menyusun daerah penelitian dengan rentang densitas dari 2.5
s.d. 3.3 gr/cc. Harga densitas rata - rata yang digunakan adalah 2.67 gr/cc.
Berikut adalah nilai densitas yang digunakan dalam pemodelan ke depan
anomali gayaberat daerah penelitian ini berdasarkan klasifikasi Telford et
al. (1990).
Peta CBA
45
Gambar 5.13 Lintasan yang dipakai untuk pemodelan ke depan pada Peta Residual
46
BAB VI
HASIL DAN ANALISIS
Pada peta anomali gayaberat Bouguer ini dibuat menggunakan perangkat lunak
surfer 9 dengan spasi grid 2.5 km. Peta anomali gayaberat Bouguer menunjukkan
nilai anomali peta kontur anomali bouguer bervariasi mulai 120 mGal s.d. 400
mGal, dengan skala warna ungu sampai merah muda. Dari peta dapat dilihat nilai
kontur anomali rendah (warna ungu) terdapat pada bagian barat daya daerah
penelitian yang menerus ke arah utara. Sementara itu nilai anomali tinggi (warna
merah muda) terdapat pada bagian timur laut daerah penelitia.
47
Gambar 6.2 Peta anomali regional Moving Average
Bentuk pola kontur mirp dengan anomali gayaberat ini dikarenakan metode
moving average dengan lebar window 25 dilakukan berdasarkan teknik perata-
rataan. Data–data anomali gayaberat dirata-ratakan sehingga nilai diperoleh tidak
jauh berbeda dari anomali bouguer.
48
Kontur anomali residual mengandung informasi geologi permukaan daerah
penelitian. Diindikasikan sebagai anomali yang berfrekuensi tinggi dan digunakan
untuk mendapatkan informasi geologi bawah permukaan yang relatif dangkal
lebih dekat permukaan bumi. Dapat dilihat bahwa kontur anomali residual
berkisar antara - 65 mGal sampai 35 mGal. Adanya rendahan ditandai adanya
kontur anomali berwarna ungu muda sampai hijau dan memiliki nilai kontur
sebesar -65 mGal s.d. -5 mGal yang tersebar bagian tenggara, baratdaya dan utara.
Berdasarkan peta anomali residual yang dipadukan dengan informasi geologi,
dapat diinterpretasi bahwa daerah rendahan yang ditandai dengan nilai negatif
merupakan rendahan yang diakibatkan oleh pemekaran selat Makassar.
Tinggian pada peta anomali residual ditandai adanya kontur anomali berwarna
kuning sampai merah dengan nilai kontur anomali berkisar antara 5 mGal s.d. 35
mGal. Tinggian terdapat di bagian baratlaut dengan nilai kontur anomali mencapai
15 mGal dan merupakan daerah pegunungan (volcanic rock). Hasil proses metode
pemisahan moving average ini yang akan digunakan untuk pemodelan, karena
pola kontur anomalinya menampilkan kecendrungan permukaan yang lebih baik.
Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
baratdaya–timurlaut. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 34 km dengan panjang lintasan ±248 km dari barat daya
ke arah timur laut daerah penelitian dengan hasil anomali antara 127 mGal sampai
249.4 mGal.
49
Gambar 6.4 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B
50
sebagai batuan metamorf dan memiliki densitas 2.7 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 2300 m. Pada lapisan kelima ditunjukkan warna jingga diinterpretasikan
sebagai batuan ultrabasa dan memiliki densitas 2.87 gr/cm3 serta ketebalan kurang
lebih 6 km. Pada lapisan keenam ditunjukkan warna merah diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 3.3 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih
22 km. Dibagian tengah, terdapat warna merah muda yang diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 3.1 gr/cm3.
Pada (Gambar 6.4) terlihat bahwa terdapat magma yang berasal dari astenosfer
yang menerobos batuan diatasnya, naiknya magma ini akibat terjadinya
pemekaran samudera. Terbukti adanya penipisan pada formasi camba dan tonasa
dibagian baratdaya yaitu saat x= 85 km, menurun ± 3 km ke arah bagian tengah.
Potensi hidrokarbon diduga terdapat pada daerah anomali rendah yang
membentuk cekungan anomali. Analisis pemodelan juga menunjukkan bahwa
pola anomali sepanjang lintasan tersebut dipengaruhi oleh kedalaman masing-
masing satuan batuan yang dikontrol oleh adanya struktur patahan yang terdapat
di daerah tersebut yang membentuk graben-graben kecil di dalam cekungan.
Daerah tersebut diisi oleh sediemen klastik yang terdiri dari batuserpih, batuan
karbonat, batupasir, dan batulempung. Serpih dapat berfungsi sebagai batuan
induk. Batulempung ini dapat berfungsi sebagai seal. Di daerah ini diduga
berkembang perangkap struktur, yaitu berupa antiklin dan sesar naik. Keberadaan
struktur ini dapat terlihat pada pemodelan ke depan ditandai dengan notasi A.
6.4.2 Hasil Pemodelan Ke depan Lintasan A-B pada Peta Anomali Residual
Berikut ini merupakan hasil pemodelan ke depan pada Lintasan A-B berarah
baratdaya–timurlaut. Kedalaman maksimum model struktur bawah permukaan
menggunakan Grav2dc 6 km dengan panjang lintasan ± 248 km dari barat daya ke
arah timur laut daerah penelitian dengan hasil anomali antara -27.9 mGal sampai
25.8 mGal.
51
3000 m. Pada lapisan ketiga ditunjukkan warna coklat diinterpretasikan sebagai
formasi camba dan memiliki densitas 2.82 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih
2000 km. Pada lapisan keempat ditunjukkan warna jingga diinterpretasikan
sebagai basement dan memiliki densitas 2.87 gr/cm3. Pada lapisan kelima
ditunjukkan warna merah diinterpretasikan sebagai basement dan memiliki
densitas 3.3 gr/cm3 serta ketebalan kurang lebih 22 km. Dibagian tengah, terdapat
warna merah muda yang diinterpretasikan sebagai basement dan memiliki
densitas 3.1 gr/cm3. Tebalnya lapisan sedimen di tengah diduga merupakan akibat
adanya pemekaran samudera ditandai dengan adanya intrusi batuan basement.
Dari informasi geologi Cekungan Spermonde merupakan bagian dari sistem
pemekaran Paleogen, hasil peregangan back-arc akibat subduksi di sebelah
baratdaya Sulawesi (Thompson dkk., 1991). Terdapat banyak patahan
ekstensional yang menunjukkan aktivitas struktur inverse akibat tumbukan pada
bagian timur Indonesia.
52
Gambar 6.5 Model bawah permukaan hasil pemodelan ke depan lintasan A-B
53
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dengan mengacu kepada tujuan dan hasil–hasil penelitian yang telah diperoleh,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
7.2 Saran
54
DAFTAR PUSTAKA
Amante, C., Eakins, B.W., 2009. ETOPO1:1 arc-minute global relief model:
procedures, data source and analysis. NOAA Tech. Mem. NESDIS
NGDC24, Boulder (Co)..
Blakely, Richard. J., 1995, Potential Theory in Gravity and Magnetic Application,
Cambrige University Press.
Kearey, Philip., Brooks, Michael., & Hill, Ian. 2002. An Introduction Geophysical
Exploration. London : Blackwell Science Ltd.
Longman, I. M., 1959, Formulas for computing the tidal accelerations due to the
Moon and the Sun, Journal of Geophysical Research 64, p. 2351–2355.
55
PERTAMINA dan BEICIP FRANLAB, 1992, Global Geodynamics, Basin
Classification and Exploration Play-types in Indonesia, Volume I hal.81 –
82, PERTAMINA, Jakarta.
Sukamto, R., dan Supriatna, S., 1982, Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng
dan Sinjai Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan
dan Energi Republik Indonesia, Bandung.
Supriyadi. 2009. Studi Gaya Berat Relatif di Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, (5): 54-51
Telford, M. W., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., and Keys, D. A., 1990, Applied
Geophysics, Cambrige University Press.
Thompson, M., Reminton, C., Purnomo, J., Macregor D., 1991, Detection of
Liquid Seepage In Indonesian Offshore Frontier Basins Using Airborne
Laser Fluorosensor (ALF) The Results of a Pertamina/BP Joint Study,
Indonesian Pet. Assoc., 20th Annual Convention Proceeding.
56