Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion (SOL)

Oleh Alifia Salsabhilla, 1506727154

I. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak merupakan organ yang sangat penting yang terdiri dari 100 miliar neuron dan serabut
terkait. Otak merupakan organ semisolid yang memiliki berat kurang lebih 1,4Kg. Otak
dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu otak besar (Serebrum), otak kecil (serebelum) dan
batang otak (medulla oblongata). [ CITATION Bla14 \l 1033 ]
A. Otak besar (serebrum)

Otak besar merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat penglihatan, Lobus temporalis
yang berfungsi sebagai pusat pendengaran, Lobus parietal memiliki fungsi untuk
interpretasi rangsang somasi taktil seperti suhu, sentuhan, tekanan, dan Lobus
frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi tiga bagian:

1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu
juga korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral
lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan
yang diterima, diolah, dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain.
Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan
disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.

B. Otak kecil (Serebelum)

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli
dan di atas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang mengecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior
(korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum
tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini mengandung
zat kelabu. Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan
yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang
masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum

Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil
juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus.

Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
C. Batang Otak yang terdiri atas diensefalon, mesenfalon, medula oblongata, dan pons.

1. Otak depan diensefalon

Diesenfalon merupakan bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-
dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilan puluh derajat kearah
ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Selain itu, diesenfalon
juga terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipothalamu yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan
sikap agresif.

Fungsi dari diensefalon:

a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah


b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.

2. Otak tengah (mesenfalon)

Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada refleks mata (memutar mata, pusat pergerakan mata, membantu
mengangkat kelopak mata), tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.

3. Jembatan varol (pons varoli)

Jembatan varol merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri
dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dengan mendula oblongata atau
serebelum. Fungsi lain dari pon adalah sebagai pusat sarafnervus trigeminus.

2. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks

D. Saraf Otak

Nomor Nama Saraf Sifat Saraf Fungsi Saraf


I Nervus olfaktorius Sensorik Hidung, sebagai alat penciuman
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan mengangkat
okulomotoris kelopak mata
IV Nervus troklearis Motorik Mata, memutar mata dan penggerak
bola mata

V Nervus trigeminus Motorik dan -


sensorik
N. Oftalmikus Kulit kepala dan kelopak mata atas
Motorik dan Rahang atas, palatum dan hidung
N. Maksilaris sensorik Rahang bawah dan lidah

N. Mandibularis Sensorik

Motorik dan
sensorik
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah, menggerakkan lidah dan
Sensorik selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan
motorik citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-paru dan
motorik esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah

Struktur Protektif Otak


Otak memiliki struktur protektif yang berupa [ CITATION Bla14 \l 1033 ]
1. Kranium atau tengkorak
2. Meningen

Meningen merupakan 3 membran pembungkus otak dan medulla spinalis. Meningen


terdiri dari 3 lapisan yaitu piameter, arachnoid dan durameter.
a. Piameter

Piameter merupakan struktur jaringan ikat dengan vaskularisasi yang langsung


terhubung dengan otak dan medulla spinalis sehingga mengikuuti setiap sulkus
dan fisura. Lapisan ini berfungsi sebagai struktur penyokong yang mlintasi semua
jaringan otak dan medulla spinalis. Piameter dan astrosid membentuk sawar darah
otak.
b. Arachnoid

Struktur arachnoid merupakan jaringan ikat tipis yang memiliki fungsi tempat
mengalirnya cairan serebrospinal (CSS). Ruang antara lapisan arachnoid dan
piameter disebut subarachnoid.
c. Durameter

Durameter merupakan lapisan membrane vascular yang tidak dapat diregangkan, kuat
dan terdiri dari lapisan periosteum (lapisan yang merupakan bagian dari tulang
kranial. Ruangan otak yang sering diisi oleh darah post trauma adalah subdural
(ruangan antara durameter dan arachnoid) dan epidural (lapiran antara durameter
dan periosteum).

E. Fisiologi Otak

Fisiologi normal otak meliputi tekanan intrakranial yang normal. Tekanan


intrakranial didefinisikan sebagai total tekanan yang dikeluarkan oleh darah, massa
otak, dan cairan serebrospinal di dalam rongga intrakranial. Ketika terjadi
peningkatan pada salah satu komponen, maka satu atau lebih komponen harus
dikurang untuk menjaga agar volume tetap sama. Darah dan cairan serebrospinal
merupakan kompartemen yang dapat melakukan kompensasi. Cairan serebrospinal
mengkomepnsasi dengan mengganti cairan serebrospunal dari ventrikel dan rongga
subaraknoid serebri melalui foramen magnum menuju rongga subaraknoid spinal.
Selaini tu, darah vena mengkompensasi dengan menurunkan volume darah.
Misalnya, terdapat peningkatan TIK akibat massa (tumor otak), otak dan volume
darah arteri akan tetap sementara carian serebrospinal dan volume darah vena akan
berkurang sampai kompensasi terjadi.

Konsep mengenai tekanan intrakranial juga meliputi autoregulasi, komplians,


cerebral blood flow (CBF), cerebral metabolic rate, dan cerebral perfusion pressure
(CPP). Autoregulasi merupakan kemampuan mempertahankan CBF dengan cara
vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah serebri daripada mengubah tekanan
darah sistemik. Jika autoregulasinya terganggu, maka CBF dan CBV akan
bergantung pada tekanan darah sistemik. Komplians merupakan indikator toleransi
otak untuk meningkatkan TIK.

II. Definisi, faktor resiko, dan etiologi penyakit

A. Definisi:

Space occupying lesion merupakan masalah akibat adanya lesi pada ruang
intrakranial otak akibat kontusio serebri, edema serebri, hematoma, infark, abses,
maupun tumor [ CITATION Hem16 \l 1057 ]. Space occupying lesion juga dapat
didefinisikan sebagai lesi yang mengalami ekspansi volume dari pada struktur
normal dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial [ CITATION Jin16 \l
1057 ].

B. Faktor risiko

Faktor risiko SOL meliputi riwayat trauma kepala yang berulang dapat
menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak), faktor genetik
terutama beberapa susunan saraf pusat primer yang merupakan komponen besar
dari gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal seperti skelarsi
tuberose atau neurofibromatosis, paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
dan virus dan defisiensi imunologi dan kongenital (Porth & Mutfin, 2014).

C. Etiologi

Edema serebri, hemoragi, hidrosepalus, hipertensi, tumor/massa, vasodilatasi


serebri, infeksi (meningitis ensepalitis) perdarahan intraparenkimal, perdarahan
intraventrikular yang dapat menyebakan peningkatan volume pada jaringan,
darah, atau cairan serebrospinal di dalam kerangka kepala. Berdasarkan teori
Monro-Kellie, etiologi peningkatan TIK terjadi karena 3 hal, yaitu (1)
peningkatan volume jaringan akibat edema serebri, lesi massa; (2) peningkatan
volume darah cerebri akibat perdarahan intrakranial, pembentukan hematom,
penurunan aliran darah balik, dan peningkatan aliran arteri; dan (3) peningkatan
volume cairan serebrospinal, seperti hidrosefali (Porth & Mutfin, 2014).

III.Manifestasi klinis

Gejala terjadinya penekanan pada bagian otak spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak
yang terkena. penjabarannya sebagai berikut[ CITATION Doe06 \l 1033 ]:

Lokasi Tumor Manifestasi


Lobus Frontal Sering menyebabkan gangguan kepribadian,
perubahan status emosional dan tingkah
laku dan disintegrasi perilaku mental.
Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak
teratur dan kurang merawat diri dan
menggunakan bahasa cabul.
Tumor cerebellum Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan
jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius
(gerakan mata berirama tidak sengaja)
biasanya menunjukkan gerak horizontal.
Korteks motorik Menimbulkan manifestasi gerakan seperti
epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang
terletak pada satu sisi.
Intrakranial Dapat menghasilkan gangguan kepribadian,
konfusi, gangguan fungsi bicara dan
gangguan gaya berjalan, terutama pada
pasien lansia. Tipe tumor yang paling
sering adalah meningioma, glioblastana
(tumor otak yang sangat maligna) dan
metastase serebral dari bagian luar
Peningkatan tekanan intrakranial (PTIK) menjadi manifestasi utama pada pasien dengan
masalah neurologis. Tanda gejala terjadinya PTIK diantaranya sakit kepala, muntah proyektil
dan papilledema (pembengkakan pada saraf mata).

IV. Komplikasi
Komplikasi dari SOL dapat berupa gangguan fungsi neurologis, gangguan kognitif, gangguan
tidur, gangguan perilaku, dan herniasi otak (pergeseran bagian otak melalui atau antar
wilayah ke tempat lain akibat adanya dorongan dari massa) (Doenges, Moorhouse, & Murr,
2015).

V. Patofisiologi (WOC)
[ CITATION Ber16 \l 1033 ]
VI. Pengkajian - Riwayat - Pemeriksaan fisik
1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.

2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan


intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5) Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis


Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
7) Eliminasi

Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
8) Nutrisi

Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)


Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
9) Hygiene

Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode
akut).
10) Neurosensori

Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.


Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum
lokal.
11) Nyeri / kenyamanan

Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung
kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12) Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah
13) Keamanan

Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus
abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak / cedera kepala.

Pemeriksaan diagnostik (lab/radiologi)

1. CT Scan: Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas


tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.

2. MRI: Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal

VII. Masalah keperawatan dan diagnosis yang mungkin muncul

1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke jaringan


otak

2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi

4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat tekanan


pada serebelum (otak kecil)

5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.


VIII. Prioritas diagnosis

1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke jaringan


otak

2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosis NOC NIC Rasional
.
1) Gangguan Tujuan : a) Memantau statusneurologis Rasional :
perfusi jaringan Setelah dilakukan perawatan dengan teratur dan bandingkan a) Pengkajian kecenderungan
cerebral selama 3x24 jam diharapkan dengan keadaan normalnya adanya perubahan tingkat
berhubungn perfusi jaringan kembali seperti GCS kesadaran dan potensi TIK
dengan normal dengan kriteria hasil : adalah sangat berguna dalam
b) Memantau frekuensi dan irama
kurangnya darah a) TTV normal menentukan lokasi, penyebaran,
jantung
ke jaringan otak b) Kesadaran pasien kembali luas,dan perkembangan dari
seperti sebelum sakit kerusakan
c) Memantau suhu juga atur suhu
c) Gelisah hilang
lingkungan sesuai kebutuhan.
d) Ingatanya kembali seperti b) Perubahan pada frekuensi dan
Batasi penggunaan selimut dan
sebelum sakit disritmia dapat terjadi yang
lakukan kompres hangat jika
mencerminkan trauma atau
terjadi demam
tekanan batang otak tentang ada

d) Memantau masukan dan tidaknya penyakit

pengeluaran, catat karakteristik


c) Demam biasanya berhubungan
urin, tugor kulit dan keadaan
dengan proses inflamasi tetapi
membrane mukosa
mungkin merupakan komplikasi
e) Mengunakan selimut hipotermia dari kerusakan pada hipotalamus

f) Kolaborasi pemberian obatse d) Hipertermi meningkatkan


suai indikasi seperti steroid, kehilangan air dan meningkatkan
klorpomasin, asetaminofen resiko dehidrasi, terutama jika
tingkat kesadaran menurun

e) Membantu dalam mengontrol


peningkatan suhu

f) Dapat menurunkan permebilitas


kapiler untuk membatasi
pembentukan edema, mengatasi
menggigil yang dapat
meningkatkan TIK, menurunkan
metabolism seluler/ menurunkan
konsumsi oksigen

2. Gangguan rasa Tujuan : Intervensi : Rasional :


nyeri berhubungan Setelah dilakukan perawatan a) Memberikan lingkungan yang a) Menurunkan reaksi terhadap
dengan peningkatan selama 3x24 jam nyeri hilang tenang stimulus dari luar dan
TIK dengan kriteria hasil :
a) Nyeri hilang meningkatkan istirahat
b) Meningkatkan tirah baring, bantu
b) Pasien tenang perawatan diri pasien b) Menurunkan gerakan yang dapat
meningkatkan nyeri
c) Tidak terjadi mual muntah c) Meletakkan kantung es pada
kepala, pakaian dingin diatas mata c) Meningkatkan vasokontriksi,
d) Pasien dapat beristirahat
penumpukan resepsi sensori
dengan tenang d) Mendukung pasien untuk
yang akan menurunkan nyeri
menemukan posisi yang nyaman
d) Menurun kaniritasi meningeal
e) Memrikan ROM aktif/pasif
dan resultan ketidaknyamanan
lebih lanjut
f) Mengunakan pelembab yang agak
hangat pada nyeri leher/punggung
e) Membantu merelaksasi
yang tidak ada demam
ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri
g) Kolaborasi pemberian
obat analgetik seperti
f) Meningkatkan relaksasi otot dan
asetaminofen, kodein sesuai
menurunkan rasa sakit
indikasi
g) Untuk menghilangkan nyeri
yang hebat
Gangguan Tujuan : Intervensi : Rasional :
kebutuhan nutrisi Setelah dilakukan perawatan a) Mengkaji kemampuan pasien a) Menentukan pemilihan
berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan untuk mengunyah, menelan terhadapjenis makanan sehingga
dengan kurang kebutuhan pasien menjadi pasien terlindungi dari aspirasi
nutrisi adekuat dengan kriteria hasil : b) Memberi makanan dalam jumlah
kecil dan sering b) Meningkatkan proses pencernaan
a) Mual muntah hilang
dan kontraksi pasien terhadap
b) Napsu makan meningkat
c) Menimbang berat badan nutrisi yang diberikan dan dapat
c) BB kembali seperti sebelum
meningkatkan kerjasama pasien
sakit d) Kolaborasi dengan ahli gizi
saat makan

c) Mengevaluasi keefektifan/
kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi

d) Merupakan sumber yang efektif


untuk mengidentifikasi
kebutuhan kalori/nutrisi

4. 2) Gangguan Tujuan : Intervensi : Rasional :


imobilitas fisik Setelah dilakukan perawatan a) Memeriksa kembali kemampuan a) Mengidentifikasi kemungkinan
berhubungan selama 2 x 24 jam diharapkan dan keadaan secara fungsional kerusakan secara fungsional dan
dengan klien dapat menunjukkan cara pada kerusakan yang terjadi. mempengaruhi pilihan intervensi
penurunan mobilisasi secara optimal. yang akan dilakukan.
b) Mengkaji derajat imobilitas pasien
kesadaran akibat Kriteria hasil :
dengan menggunakan skala b) Seseorang dalam semua kategori
tekanan pada a) Klien dapat meningkatkan
ketergantungan (0 – 4) sama – sama mempunyai risiko
serebelum (otak kekuatan dan fungsi tubuh yang
kecelakaan namun katagori 2 – 4
kecil). sakit,
c) Meletakkan pasien pada posisi
mempunyai resiko terbesar untuk
tertentu, ubah posisi pasien secara
b) Mempertahankan integritas terjadinya bahaya tsb sehubungan
teratur dan buat sedikit perubahan
kulit dan kandung kemih dan dengan imobilisasi.
posisi antara waktu
fungsi usus.
Perubahan posisi yang teratur
menyebabkan penyebaran
terhadap berat badan dan
meningkatkan sirkulasi seluruh
bagian tubuh.
5. 1) Gangguan Tujuan : Intervensi : Rasional :
persepsi sensori Setelah dilakukan perawatan a) Memastikan atau validasi persepsi a) Membantu pasien untuk
berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dan berikan umpan balik, memisahkan pada realitas dari
dengan penglihatan pasien kembali orientasikan kembali pasien secara perubahan persepsi, gangguan
gangguan normal dengan kriteria hasil : teratur pada lingkungan, dan fungsi kognitif dan atau
penglihatan Pasien dapat melihat dengan tindakan yang akan dilakukan penurunan penglihatan dapat
jelas terutama jika penglihatannya menjadi potensi timbulnya
terganggu disorientasi dan ansietas

b) Membuat jadwal istirahat yang b) Mengurangi kelelahan, mencegah


adekuat/periode tidur tanpa ada kejenuhan, memberikan
gangguan kesempatan untuk tidur REM
(ketidakadaan tidur REM ini
c) Memberikan kesempatan yang
dapat meningkatkan gangguan
lebih banyak untuk berkomunikasi
persepsi sensori
dam melakikan aktivitas
c) Menurunkan fruktasi yang
d) Merujuk pada ahli fisioterapi
berhubungan dengan perubahan
kemampuan /pola respon yang
memanjang

d) Pendekatan antar disiplin dapat


menciptakan rencana
penatalaksanaan berintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi
kemampuan/ ketidakmampuan
secara individu yang unik dengan
berfokus pada peningkatan
evaluasi, dan fungsi fisik,
kognitif, dan perseptual.
Penatalaksanaan
Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua atau sebagian tumor tanpa meningkatkan penurunan
neurologik (paralisis, kebutaan) atau dekompresi untuk mengurangi frekuensi peningkatan
TIK. Tindakan tersebut diantaranya[ CITATION Lew14 \l 1033 ]:
1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma. Untuk
pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak
mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat
jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan
sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapi
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum tulang autologi intravens
digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena
keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang
sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi

3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak
dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan pada
penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk
mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi
pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya
dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.
Pengobatan medikamentosa diberikan deksametason yang dapat menurunkan oedem serebral.
Kortikosteroid untuk mengurangi oedema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial.
Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

Dexamethasone adalah korticosteroid yang dipilih karena aktivitas mineralocorticoid yang


minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/hari, tetapi dosis ini dapat ditambahkan
maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan agar dapat mengontrol gejala
neurologik.

Penatalaksanaan sementara yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah terapi suportif, yaitu
infus ringer laktat XX tetes/menit (makro), ranitidin ampul 1 gram/12 jam, dexamethasone1
ampul/6 jam. Terapi pembedahan dapat dilakukan untuk mengurangi tumor pokok,
memberikan jalan untuk cairan serebrospinal (CSF) mengalir dan mencapai potensial
penyembuhan.
Daftar Pustaka
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & erb's fundamentals of nursing :
concepts, process and practice (10 ed.). New Jersey: Perason Education, Inc.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Media.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (Eds.). (2013).
Nursing interventions classification (NIC) (6 ed.). Missouri: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2015). Nursing care plans: guideline for
individualizing client care across the life span (8 ed.). Philadelphia: Davis Company.
Hema, N., Ravindra, R., & Karnappa, A. (2016). Morphological Patterns of Intracranial
Lesions in a Tertiary Care Hospital in North Karnataka: A Clinicopathological and
Immunohistochemical Study. Journal of Clinical & Diagnostic Research, 10(8), 1-15
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & classification 2018-2020. 11th edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Jindal, N., Verna, S., Gupta, P., & Mital, M. (2016). Intracranial Space Occuying Lesion.
Journal of Medical Sciences, 15(5), 34-41
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. C., Bucher, L., & Camera, I. M. (2014). Medical
surgical nursing: assesment and management of clinical problems (9 ed.). Missouri:
Elsevier Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC) (5 ed.). Missouri: Elsevier.
Porth, C. M., & Matfin, G. (2014). Pathophysiology: Concepts of Altered Health States (10th
ed.). PA: Lipincott Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai