Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion
Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion
Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion
Otak merupakan organ yang sangat penting yang terdiri dari 100 miliar neuron dan serabut
terkait. Otak merupakan organ semisolid yang memiliki berat kurang lebih 1,4Kg. Otak
dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu otak besar (Serebrum), otak kecil (serebelum) dan
batang otak (medulla oblongata). [ CITATION Bla14 \l 1033 ]
A. Otak besar (serebrum)
Otak besar merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensia), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak
besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat penglihatan, Lobus temporalis
yang berfungsi sebagai pusat pendengaran, Lobus parietal memiliki fungsi untuk
interpretasi rangsang somasi taktil seperti suhu, sentuhan, tekanan, dan Lobus
frontalis yang berfungsi sebagai pusat kepribadian dan pusat komunikasi.
Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi tiga bagian:
1. Korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang
mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau
bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Di samping itu
juga korteks sensoris bagian fisura lateralis menangani bagian tubuh bilateral
lebih dominan.
2. Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan
kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, rangsangan
yang diterima, diolah, dan disimpan serta dihubungkan dengan daya yang lain.
Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan
disebut psikokorteks.
3. Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah
kontribusi pada traktur piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.
Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak
dipisahkan dengan serebrum oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli
dan di atas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris,
merupakan pusat koordinasi dan integrasi. Bentuknya oval, bagian yang mengecil
pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.
Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebri inferior
(korpus retiformi) permukaan luar serebelum berlipat-lipat menyerupai serebelum
tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur. Permukaan serebelum ini mengandung
zat kelabu. Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan
yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang
masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum
Serebelum mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau
berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil
juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan yang halus.
Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal dari telinga dalam yang
diteruskan oleh nervus VIII (auditorius) untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran
ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi
umum medula spinalis dan nervus vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan
bawah serta otot pengunyah.
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima informasi tentang
gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
C. Batang Otak yang terdiri atas diensefalon, mesenfalon, medula oblongata, dan pons.
Diesenfalon merupakan bagian otak yang paling rostral, dan tertanam di antara ke-
dua belahan otak besar (haemispherium cerebri). Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak membengkok hampir sembilan puluh derajat kearah
ventral. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus temporalis
terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Selain itu, diesenfalon
juga terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipothalamu yang berfungsi dalam
pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan
sikap agresif.
Otak tengah terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada refleks mata (memutar mata, pusat pergerakan mata, membantu
mengangkat kelopak mata), tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
Jembatan varol merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri
dan kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dengan mendula oblongata atau
serebelum. Fungsi lain dari pon adalah sebagai pusat sarafnervus trigeminus.
2. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang
menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula oblongata
merupakan persambungan medula spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang
melebar disebut kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
D. Saraf Otak
N. Mandibularis Sensorik
Motorik dan
sensorik
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Otot lidah, menggerakkan lidah dan
Sensorik selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus auditorius Sensorik Telinga, rangsangan pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan Faring, tonsil, dan lidah, rangsangan
motorik citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan Faring, laring, paru-paru dan
motorik esophagus
XI Nervus asesorius Motorik Leher, otot leher
XII Nervus hipoglosus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
Struktur arachnoid merupakan jaringan ikat tipis yang memiliki fungsi tempat
mengalirnya cairan serebrospinal (CSS). Ruang antara lapisan arachnoid dan
piameter disebut subarachnoid.
c. Durameter
Durameter merupakan lapisan membrane vascular yang tidak dapat diregangkan, kuat
dan terdiri dari lapisan periosteum (lapisan yang merupakan bagian dari tulang
kranial. Ruangan otak yang sering diisi oleh darah post trauma adalah subdural
(ruangan antara durameter dan arachnoid) dan epidural (lapiran antara durameter
dan periosteum).
E. Fisiologi Otak
A. Definisi:
Space occupying lesion merupakan masalah akibat adanya lesi pada ruang
intrakranial otak akibat kontusio serebri, edema serebri, hematoma, infark, abses,
maupun tumor [ CITATION Hem16 \l 1057 ]. Space occupying lesion juga dapat
didefinisikan sebagai lesi yang mengalami ekspansi volume dari pada struktur
normal dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial [ CITATION Jin16 \l
1057 ].
B. Faktor risiko
Faktor risiko SOL meliputi riwayat trauma kepala yang berulang dapat
menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak), faktor genetik
terutama beberapa susunan saraf pusat primer yang merupakan komponen besar
dari gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal seperti skelarsi
tuberose atau neurofibromatosis, paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
dan virus dan defisiensi imunologi dan kongenital (Porth & Mutfin, 2014).
C. Etiologi
III.Manifestasi klinis
Gejala terjadinya penekanan pada bagian otak spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak
yang terkena. penjabarannya sebagai berikut[ CITATION Doe06 \l 1033 ]:
IV. Komplikasi
Komplikasi dari SOL dapat berupa gangguan fungsi neurologis, gangguan kognitif, gangguan
tidur, gangguan perilaku, dan herniasi otak (pergeseran bagian otak melalui atau antar
wilayah ke tempat lain akibat adanya dorongan dari massa) (Doenges, Moorhouse, & Murr,
2015).
V. Patofisiologi (WOC)
[ CITATION Ber16 \l 1033 ]
VI. Pengkajian - Riwayat - Pemeriksaan fisik
1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
5) Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Sirkulasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
8) Nutrisi
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode
akut).
10) Neurosensori
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung
kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12) Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah
13) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus
abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak / cedera kepala.
2. MRI: Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak
dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan
CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
No
Diagnosis NOC NIC Rasional
.
1) Gangguan Tujuan : a) Memantau statusneurologis Rasional :
perfusi jaringan Setelah dilakukan perawatan dengan teratur dan bandingkan a) Pengkajian kecenderungan
cerebral selama 3x24 jam diharapkan dengan keadaan normalnya adanya perubahan tingkat
berhubungn perfusi jaringan kembali seperti GCS kesadaran dan potensi TIK
dengan normal dengan kriteria hasil : adalah sangat berguna dalam
b) Memantau frekuensi dan irama
kurangnya darah a) TTV normal menentukan lokasi, penyebaran,
jantung
ke jaringan otak b) Kesadaran pasien kembali luas,dan perkembangan dari
seperti sebelum sakit kerusakan
c) Memantau suhu juga atur suhu
c) Gelisah hilang
lingkungan sesuai kebutuhan.
d) Ingatanya kembali seperti b) Perubahan pada frekuensi dan
Batasi penggunaan selimut dan
sebelum sakit disritmia dapat terjadi yang
lakukan kompres hangat jika
mencerminkan trauma atau
terjadi demam
tekanan batang otak tentang ada
c) Mengevaluasi keefektifan/
kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
2. Pendekatan kemoterapi
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum tulang autologi intravens
digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena
keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang
sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak
dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan pada
penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk
mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi
pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya
dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.
Pengobatan medikamentosa diberikan deksametason yang dapat menurunkan oedem serebral.
Kortikosteroid untuk mengurangi oedema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial.
Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Penatalaksanaan sementara yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah terapi suportif, yaitu
infus ringer laktat XX tetes/menit (makro), ranitidin ampul 1 gram/12 jam, dexamethasone1
ampul/6 jam. Terapi pembedahan dapat dilakukan untuk mengurangi tumor pokok,
memberikan jalan untuk cairan serebrospinal (CSF) mengalir dan mencapai potensial
penyembuhan.
Daftar Pustaka
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & erb's fundamentals of nursing :
concepts, process and practice (10 ed.). New Jersey: Perason Education, Inc.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Media.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (Eds.). (2013).
Nursing interventions classification (NIC) (6 ed.). Missouri: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2015). Nursing care plans: guideline for
individualizing client care across the life span (8 ed.). Philadelphia: Davis Company.
Hema, N., Ravindra, R., & Karnappa, A. (2016). Morphological Patterns of Intracranial
Lesions in a Tertiary Care Hospital in North Karnataka: A Clinicopathological and
Immunohistochemical Study. Journal of Clinical & Diagnostic Research, 10(8), 1-15
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA international nursing diagnoses:
Definitions & classification 2018-2020. 11th edition. Oxford: Wiley Blackwell.
Jindal, N., Verna, S., Gupta, P., & Mital, M. (2016). Intracranial Space Occuying Lesion.
Journal of Medical Sciences, 15(5), 34-41
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. C., Bucher, L., & Camera, I. M. (2014). Medical
surgical nursing: assesment and management of clinical problems (9 ed.). Missouri:
Elsevier Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC) (5 ed.). Missouri: Elsevier.
Porth, C. M., & Matfin, G. (2014). Pathophysiology: Concepts of Altered Health States (10th
ed.). PA: Lipincott Williams & Wilkins