Moko Alor
Moko Alor
Moko Alor
PENDAHULUAN
1
pemakai atau pendukung masih tetap memakai dan melanjutkan budaya ini dalam
segala aspek kehidupannya.
Moko sebenarnya tidak saja diwilaya Alor tetapi juga terdapat di beberapa
wilaya di Indonesia antara lain Maluku yang menyebutnya Tifa Guntur. Orang
Jawa menyebutnya Tambra, orang Leti di Provinsi Maluku menyebutnya Moko
Malei, orang Manggarai menyebutnya Gendang-Gendang atau Tambur, orang
Alor menyebutnya Moko, dan orang Pantar menyebutnya Kendang Perunggu.
Moko menurut penamaan orang alor yang pesebarannya terdapat di
beberapa wilaya di Indonesia merupakan peninggalan budaya Dongson pusat kota
kuno yang terletak ditepi sungai Yokma Aman Utara daerah Tongkin Vietnam
sesuai penelitian para arkiolok Prancis. Nekara Perunggu menurut penamaan
orang Alor disebut Moko disebarkan melalui kegiatan perdagangan maritime pada
masa perundagian sampai di Alor dan pada waktu itu umumnya moko hanya
dimiliki oleh kepala-kepala suku yang kemudian diwariskan kepada keturunnya.
Hal ini berarti bahwa pemilikan benda itu berkaitan erat dengan stratifiksi social
kemasyarakatan. Dalam hubungan inilah benda-benda itu dikeluarkan dan
dipergunakan pada saat upacara ritual atau pelantikan kepala suku.
Hal yeng lebih menarik adalah benda perunggu ini tidak di produksi lagi
tetapi fumhsi dan peran di dalam tatanan kehidupan masyarajat Alor masih sangat
di junjng tinggi bahkan dianggap sebagai identitas diri orang Alor.
2
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAAN
Moko adalah istilah atau sebutan orang Alor untuk nekara perunggu pada
umumnya. Pada abad 18-19 nekara-nekara perunggu ini mulai mengalir masuk ke
pulau Alor. Tetapi menurut Bednet Kempers kapan persisnya nekara-nekara
perunggu pertama masuk ke pulau Alor tidak diketahui dengan pasti. Karena
sebelumnya sudah ada beberapa buah moko atau nekara yang diproduksi pada
jaman perunggu dan mempunyai hubungn erat dengan perkembangan dan
pengaruh kebudayaan Dongson. Dan pada tahun 1900, pada pengrajin logam dari
Gresik (Jawa Timut) membuat jiblakan terhadap benda-benda perunggu ini yang
kemudian diekspor kepulau Alor. Orang Alor sendiri dapat membedakan dengan
baik setiap jenis Moko berdasarkan bentuk, dan ragam hiasnya. Maka secara
umum Moko atau Nekara Perunggu dapat dibedakan atas : (1) Moko atau Nekara
yang diproduksi sebelum ada pengaruh dari kebudayaan Hindu di Indonesia, (2)
Moko atau Nekara yang diproduksi sesudah pengaruh dari kebudayaan Hindu.
4
Dengan cara ini, para petugas pajak Belanda berhasil mengumpulkan sekitar 1660
buah Moko. Benda-benda ini kemudian ditempa dan dijual kebali dalam bentuk
potongan logam (perunggu dan kuningan). Sedangkan Moko-Moko yang tersisa
beru diijinkan kemudian oleh pemerintah colonial Belanda untuk dimanfaatkan
sebagai alat pembayaran belis (mas kawin), alat music, alat pertukaran dalam
system perdagangan barter dan sebagainya.
5
Asal usul Moko dalam etnis pemilik bawah oleh leluhur pada masa perjalanan
pengembaraan sehingga digunakan sebagai lambang atau identitas, karena
hamper setiap etnis atau sub etnis di Alor memiliki Moko suku atau Moko
pusaka yang tidak boleh dipakai untuk keperluan lain khusus disimpan sebagai
harta pusaka yang menunjukan asal usul bagi suku yang bersangkutan.
2. Sebagai Lambang Status Sosial:
Pemilikan jumlah dan jenis Moko tertentu seperti pada:
Wilayah NUH MATE (gunung besar) jika memiliki Moko Itikira(Moko
urutan nomor 1) adri wilayah NUH MATE maka ia mempunyai status
sosial yang tinggi yang terpandang.
Wilayah NUH ATINANG(gunung kecil/kabola) jika memiliki Moko
Malai Sai Paha(Moko urutan nomor 1) wilayah NUG ATINAMG maka
ia mempunyai status social yang tinggi dan terpandang.
Wilayah pulau GALIAU(pulau pantar) jika memiliki Moko tujuh anak
panah(Moko urutan nomor 1) di pulau pantar maka ia mempunyai status
sosial yang tinggi dan terpandang kepada mereka sebagai pemilik moko
nomor satu pada tiap etnis pemakai mempunyai status social yang cuku
tinggi dan terpandang.
3. Sebagai Benda Religius Magis:
Asal usul Moko sebagai mitos diyakini bahwa diperoleh dengan cara magis,
sehingga dapat member sugesti kemakmuran, pengakuan social dan
keberhasilan keluarga; juda diyakini sebagai benda yang mempunyai jimat
dengan perilaku merusak misalnya merusak hasil panen jika salah merawatnya
sesuai ketentuan adat. Jenis moko ini tidak difungsikan untuk keperluan lain
misalnya di jadikan mas kawin sebab akan mendapatkan sanksi berupa bencana
keluarga(perceraian, sakit yang berkepanjangan, tidak memperoleh keturunan,
dll)
4. Sebagai Alat Penyelesaian Adat:
6
Moko dapat di pakai sebagai alat untuk menyelesaikan masalah tentang
pemerkosaan, pembunuhan, fitnah, denda adat, dll.
5. Sebagai Benda Ekonomi:
Moko juga sebagai alat tukar ganti uang dan sudah berlaku secar turun
temurun. Pada jaman penjajahan bangsa Belanda: masyarakat membayar
blasting atau pajak menggunakan Moko dan masalah utang piutang
diselesaikan dengan moko. Singkatnya moko memiliki fungsi dala kehidupan
masyarakat Alor.
6. Sebagai Mas Kawin(Belis):
Sejak dahulu kala masyaralat Alor menggunakan Moko sebagaimas kawin
(Belis). Sampai dengan masa sekarang Moko mempunyai peranan penting
dalam kawin mawin putra putrid alor. Pemekaian Moko dalam tatanan
kehidupan masyatakat Alor adalah pada saat urusan perkawinan yaitu Moko
yang dipakai pada setiap tahapan urusan perkawinan harus sesuai dengan
ketentuan adat tiap etnis
7. Sebagai Bagian Utama dari Rangkian Gong Pusaka:
Hampir semua kampong atau suku di Alor mempunyai satu stel gong pusaka
yang terdiri dari Sembilan buah namun kalau belum ada Moko maka dikatakan
belum lengkap sehingga mereka harus berusaha untuk membeli satu buah
Moko yang utuh dan sesuai, barulah dikatakan sudah lengkap.
8. Sebagai Alat Pemersatu:
Masyarakat Alor merupakan masyarakat yang memiliki banyak perbedaan
tentang asal usul seperti banyak rumpun bahasa dapat menentukan tentang
perbedaan-perbadaan itu akan tetapi budaya pemanfaatan Moko untuk berbagai
kebutuhab dapat diperlakukan secara menyeuruh di segala aspek kehidupan
walaupu jenis dan tipe mokonya berbeda.
9. Sebagai Alat Musik:
Moko sebagai musik penggiring gong pada tarin-tarian adat masyarakat Alor.
10. Sebagai Pengganti Nyawa Manusia:
7
Moko sebagai pengganti nyawa manusia yaitu jika terjadi pembunuhan atau
bencana lain yang dilakukan oleh manusia yang mengakibatkan kematian.
Maka mempergunakan Moko sebagai pengganti nyawa manusia kepada
keluarga korban dan Moko tersebut dipandang sebagai benda sacral yabg tidak
boleh dipakai untuk urusan-urusan adat lain seperti adat perkawinan dll.
8
Setiap penyelesaian yang mempergunakan Moko ada ketentuan
menabuh/membunyikan yaitu pada upacara adat :
Meminang Nona
Antar Nona
Penyerahan pokok Belis
Bayar utang
Tolak Bala
Tukar moko
Panggil hujan
Tanah hujan
Ramal panen
Membangun rumah
Makan hasil baru
Antar jenasah keliang lahat
Sebagai music pengiring tarian
Sebagai pengiring gong stel pada setiap upacara adat
Jika moko di tabuh atau dibunyikan untuk mengiring gong stel sebagai
pengiring tarian dan pengiring gong ste pada setiap upacara adat maka bunyi
moko sebagai pengiring biasa (tidak sebagai penentu irama atau pemegang
tempo).
9
pegang pada telinga yang terdapat di bidang bahu Moko, untuk diserahkan
pada yang menerima.
Pihak atau orang yang menerima di bagian bidang pukul dan pegang pada
bagian telinga yang terletak pada bidang bahu Moko dan dipukul untuk
orang laki-laki dengan bidang pukul kedepan. Kalo yang menerima orang
perempuan maka menerimannya di bidang pukul atau mata dan pegang
pada telingga yang terdabat di bidang bahu Moko, dan dijinjing di kepala
dengan bidang pukul atau mata kedepan.
Maka secara umum membawa moko ketempat lain untuk kaum laki-laki
dipukul dan kaum perempuan dijinjing.
Jika moko di simpan dirumah deg (gudang) dan diberikan kepada orang
yang berada di lantai bawa maka yang disorong lebih dahulu adalah bidang
bawah (kaki) dab diterima oleh penerima dibalik bidang pukulnya didepan
dan dipukul untuk kaum laki-laki, dijinjing utuk kaum perempuan.
Posisi menabu Moko
Jika moko di tabu dalam keadaan duduk maka kaki penabu keduanya
bersila kedepan; moko ditaruh diatas paha, tangan kiri memegang salah
satu telinga dan menabunya dengan irama sesuai ketentuan adat. Irama
untuk menabu Moko dalam berbagai upasara adat terdiri dari sentak saja,
debel saja atau sentak dan dobel.
10
BAB III
KESIMPULAN
Moko adalah istilah atau sebutan orang Alor untuk nekara perunggu pada
umumnya.
Peran Moko
Fungsi Moko
11
Daftar Pustaka
Laufa, Samuel (2009): Moko Alor Bentuk, Ragam Hias dan Nilai Berdasarkan
Urutan
Silab, Wilfridus (1995): Koleksi Moko Alor di Museum Negeri Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Depertemen pendidikan dan kebudayaan provinsi bagian proyek
pembinaan pemuseuman Nusa Tenggara Timur 1995/1996
12