Cover Laporan PKL Terbaru
Cover Laporan PKL Terbaru
Cover Laporan PKL Terbaru
Dibuat Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi
Pangan Dan Gizi Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Dr.Soetomo
Oleh:
LAMURI
NIM : 2014110001
Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Program Studi, Dosen Pembimbing
i
STUDI PEMBUATAN DAN SANITASI TEMPE “ENAK” DI
KECAMATAN RUNGKUT
SURABAYA
Dibuat Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pangan
Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Oleh :
LAMURI
NIM : 2014110001
Mengetahui : Menyetujui :
Ketua Program Studi, Dosen Pembimbing,
Dosen penguji :
ii
RINGKASAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
Halaman
v
2.5 Sanitasi Dan Higianitas......................................... 16
2.5.1 Sanitasi Dan Higiani Bahan Baku .............. 17
BAB 3. MATERI DAN METODE ............................................. 20
3.1 Tempat PKL.......................................................... 20
3.2 Waktu PKL ........................................................... 20
3.3 Materi PKL ........................................................... 20
3.4 Metode PKL.......................................................... 20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 22
4.1 Sejarah Perusahan ................................................. 22
4.2 Lokasi Perusahaan ................................................ 22
4.3 Struktur Organisasi ............................................... 23
4.4 Pengadaan Bahan Baku ........................................ 25
4.4.1 Kedelai ........................................................ 26
4.4.2 Ragi ............................................................. 26
4.5 Penanganan Bahan Baku ...................................... 27
4.6 Penanganan Mutu Bahan Baku............................. 27
4.7 Pengangkutan Bahan Baku ................................... 27
4.8 Proses Produksi ..................................................... 27
4.8.1. Persiapan Bahan Dan Sortasi...................... 27
4.8.2. Pencucian .................................................... 28
4.8.3. Perebusan 1 ................................................. 29
4.8.4. Pengupasan ................................................. 29
4.8.5. Perebusan 2 ................................................. 30
4.8.6. Penirisan Dan Pendinginan......................... 30
4.8.7. Peragian ...................................................... 31
4.8.8. Pengemasan ................................................ 31
4.8.9. Fermentasi .................................................. 32
4.9. Sanitasi Proses Produksi ....................................... 33
4.10. Produk Akhir ....................................................... 35
4.11. Pemasaran ............................................................ 35
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 36
5 Kesimpulan ........................................................... 36
6 Saran ..................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 38
vi
Daftar Gambar
vii
Daftar Tabel
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
air (Aw) yang tinggi berpotensi untuk pertumbuhan berbagai jenis
mikroorganisme dimana pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik untuk
mencegah kerusakan mikrobiologis pada tempe.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tempe
3
memperkirakan daya simpan. Produk yang dibungkus oleh daun biasanya memilik
aroma yang khas karena daun mengandung polifenol. Kemasan alami yang umum
digunakan untuk membungkus tempe adalah daun-daunan dari tanaman seperti
daun pisang, daun waru, daun jati, dll. faktor utama yang menentukan bahwa
pembungkus dapat menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi dan kelembaban.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan standar tempe
yakni SNI 3144:2009 menetapkan mengenai syarat mutu tempe kedelai. Sesuai
dengan standar tersebut. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan
disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 27 November 2008 di Jakarta.
Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian,
Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya. SNI 3144:2009 menetapkan
mengenai syarat mutu tempe kedelai. Sesuai dengan standar tersebut, syarat mutu
tempe kedelai, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Mutu Tempe
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan
1.1. 1 1.2. Bau Normal.kha
s
1.2. Warna Normal
1.3. Rasa Normal
2 Kadar air (b/b) mg/kg Maks. 65
3 Kadar abu (b/b) mg/kg Maks. 1,5
4 Kadar lemak (b/b) mg/kg Min. 10
5 Kadar protein (N x 6,25) mg/kg Min. 16
(b/b)
6 Kadar serat kasar (b/b) mg?kg Maks. 2,5
7 Cemaran logam
7.1. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
7.2. Timbel (Pb) mg/kg Maks. 0,25
7.3. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
7.4. Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
8 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,25
9 Cemaran mikroba
9.1. Bakteri coliform APM/g Maks. 10
9.2. Salmonella sp. - Negatif/25g
Sumber: SNI 3144 : 2009
4
2.2 Kedelai
5
Tabel 2. Kandungan Gizi 100 Gram Biji Kedelai
No Kandungan gizi Jumlah
1 Karbohidrat kompleks 21 g
2 Karbohidrat sederhana 9g
3 Stakiosa 3.3 g
4 Rafinosa 1.6 g
5 Protein 36 g
6 Lemak total 19 g
7 Lemak jenuh 2.88 g
8 Monounsaturated 4.4 g
9 Polyunsaturated 11.2 g
10 Kalsium 276 mg
11 Fosfor 704 mg
12 Kalium 1797 mg
13 Magnesium 280 mg
14 Seng 4.8 mg
15 Zat besi 16 mg
16 Serat tidak larut 10 g
17 Serat larut 7g
Sumber : Aparicio et al (2008) dalam Winarsih (2010)
Kedelai mengandung sekitar 18 - 20 persen lemak dan 25 persen dari
jumlah tersebut terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol.
Kedelai mengandung protein rata-rata 36 persen, bahkan dalam varietas unggul
kandungan proteinnya dapat mencapai 40 - 44 persen.
Kedelai merupakan sumber vitamin B karena kandungan vitamin B1, B2,
niasin, piridoksin dan golongan vitamin B lainya banyak terdapat di dalamnya.
Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak ialah vitamin E dan K.
Kedelai banyak mengandung kalsium dan fosfor, sedangkan besi terdapat dalam
jumlah relatif sedikit. Komposisi kimia biji kedelai bergantung pada varietas
keadaan tempat tumbuh dan umur panen. Komponen utama kedelai adalah protein
dan lemak. Asam amino dalam protein kedelai tergolong lengkap walaupun
keedelai memiliki sedikit kandungan metionin dan sistin.
Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%
sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit
kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal
terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya
penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.
6
2.3. Faktor yang mempengaruhi kualitas tempe
2.3.1. Kualitas kedelai
Pembuatan tempe menggunakan bahan baku pokok yaitu kedelai.
Terdapat 4 jenis kedelai yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan
tempe antara lain : kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai cokelat, kedelai hijau.
Tempe dengan rasa yang enak ditentukan oleh beberapa persyaratan bahan baku
meliputi jenis kedelai yang digunakan, ketersediaan bahan baku yang cukup,
kualitas kedelai, tempat penyimpanan, pengiriman ke pengrajin dan kedelai
impor.
Sortasi dilakukan terlebih dahulu untuk memilih dan memisahkan biji
kedelai yang bagus dengan yang buruk. Suparyati (2014) menyatakan bahwa
kacang kedelai kualitas baik memiliki ciri antara lain bijinya utuh, tidak
berlubang, tidak berserbuk, permukaan bijinya halus, bebas hama penyakit.
2.3.3. Ragi
Ragi tempe mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai
jamur tempe. Secara tradisional jamur untuk starter pembuatan tempe biasanya
diambil dari daun pisang bekas pembungkus tempe pada waktu pembuatan, atau
daun aru atau jati. Kasmidjo (1990) dalam Wipradnyadewi (2005) menyatakan
bahwa inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang
menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai
rebus menjadi tempe. Tumbuhnya jamur tempe pada kedelai akan menyebabkan
kegiatan fermentasi berlangsung pada biji kedelai yang mengubah
sifat/karakteristiknya menjadi tempe. Selama masa pertumbuhannya jamur
Rhizopus sp. juga menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein yang
terdapat dalam biji kedelai, sehingga protein-protein dalam biji kedelai ini mudah
dicernakan. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan
untuk inokulasinya. Syarat starter yang baik untuk pembuatan tempe antara lain :
a) Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak
b) Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan
genetis dan daya pertumbuhannya
c) Memiliki percentase pertumbuhan spora yang tinggi setelah
diinokulasikan
7
d) Mengandung biakan jamur tempe murni
e) Bebas dari mikroba kontaminan dan jika memungkinkan
strain yang dipakai memiliki kemampuan untuk melindungi
diri dari dominasi mikroba kontaminan.
f) Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang
g) Pertumbuhan miselia setelah inokulasi harus kuat, lebat
berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang
enak dan tidak mengalami sporulasi terlalu dini.
8
Sulistyowati dkk. (2004) menyatakan bahwa lama fermentasi
berpengaruh terhadap kadar protein terlarut tempe kedelai dengan bertambahnya
lamanya fermentasi kadar protein terlarut meningkat dan mencapai maksimum
pada fermentasi 48 jam kemudian menurun.
2.3.8. Derajat Keasaman atau pH
Pusbangtepa (1982) dalam Hayati (2009) menyatakan bahwa derajat
keasaman berperan penting dalam proses pembuatan tempe. Kondisi kurang pH
atau pH dalam kondisi tinggi akan menyebabkan kapang tempe tidak tumbuh
dengan baik dan berpotensi mengalami kegagalan. Suasana asam diperlukan
untuk mencegah mikroba lain untuk tidak tumbuh.
9
Tahapan Proses Pembuatan Tempe Disajikan Dalam Gambar.
Sortasi
Pencucian
Perebusan 1
Perendaman
Pengupasan
Perebusan II
Peragian
Pengemasan
Fermentasi
10
juga terjadi secara tidak langsung yaitu melalui tangan manusia atau alat-alat yang
digunakan.
2.4.3. Tahap perebusan 1
Purnama (2012) menyatakan bahwa perebusan bertujuan untuk
melunakkan biji kedelai dan mengurangi bau langu serta untuk mematika bakteri
yang tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit atau
ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari
tangan.
2.4.4. Tahap Perendaman
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Selama proses perendaman
biji mengalami proses hidrasi sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua
kali kadar air semula yaitu mencapai 62-65 %.
Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri
asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3.
Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei,
Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis.
Istiqomah (2009) dalam Mukhoyaroh (2015) menyatakan bahwa
semakin lama pemeraman maka akan semakin besar kadar protein terlarutnya dan
akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke 72 jam kemudian
mengalami penurunan pada hari berikutnya. Semakin lama pemeraman maka akan
semakin besar aktifitas enzim tripsinnya dan akan mencapai kondisi optimum
pada pemeraman ke 72 jam akan mengalami penurunan pada hari berikutnya.
2.4.5. Tahap Pengupasan
Pengupasan secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi
yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah mengalami hidrasi lebih
mudah Tahap pengupasan dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kering dan
metode basah. Metode kering dilakukan dengan mengeringkan biji kedelai pada
suhu 104˚C selama 10 menit atau dengan dijemur di bawah sinar matahari selam
1-2 jam. Selanjutnya penghilangan kulit bisa menggunakan alat Burr mill atau
biasa dengan meremas-remas biji kedelai hingga kulitnya terkelupas. Satiawan
(2011) mengatakan bahwa kulit biji kedelai harus dihilangkan untuk memudahkan
pertumbuhan jamur.
2.4.6. Tahap Perebusan 2
Tahap perebusan II ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan. Biji kedelai direbus pada suhu 100˚C selama 20-30 menit supaya
menjadi lunak sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang menyatukan biji
dan tempe menjadi kompak. Utari (2010) menyatakan bahwa proses perebusan
yang kedua diperlukan untuk memastikan bahwa kedelai dalam keadaan benar-
benar matang dan untuk membunuh bakteri bersifat kontaminan yang hidup dan
berkembang biak selama perendaman, yang mengakibatkan timbulnya bakteri dan
lendir sehingga akan menghalangi proses fermentasi tahap akhir.
2.4.7. Tahap Inkubasi (Fermentasi)
Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan
perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang
tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai menyatukannya menjadi
tempe. Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
11
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat
dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat,
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,
jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap
atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih
kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,
terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk
amonia.
Oksigen diperlukan dalam pertumbuhan kapang tetapi bila berlebihan dan
tak seimbang dengan pembuangnya (panas yang ditimbulkan menjadi lebih besar
dari pada panas yang dibuang dari pengemas). Jika hal ini terjadi maka suhu
kedelai yang sedang difermentasi menjadi tinggi dan mengakibatkan kapangnya
mati (Hayati, 2009).
2.4.8. Tahap Pengemasan
Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya
daun pisang, daun waru, daun jati, dan plastik), asalkan memungkinkan masuknya
udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan
pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara
ditusuk-tusuk. Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Pengemasan berperan sangat penting
dalam mempertahankan bahan tersebut dalam keadaan bersih dan higienis. Fungsi
dari pengemas yaitu :
a. Harus dapat melindungi produk dari kotoran dan cemaran lainnya.
b. Harus memberi perlindungan terhadap bahaya kerusakan yang
berasal dari air, udara, sinar matahari.
c. Harus efisien dan mudah dalam pengepakan.
Astuti (2009) mengatakan dalam membandingkan sifat orgenoleptik tempe
yang dibungkus menggunakan kemasan plastik, daun pisang dan daun jati.
Hasilnya menyebutkan bahwa penggunaan jenis pembungkus plastik, daun pisang
dan daun jati pada tempe kedelai berpengaruh terhadap sifat organoleptik seperti
warna, aroma, rasa, tekstur dan kekompakan, namun tidak ada perbedaan nyata
pada sifat teksturnya. Namun tempe yang menggunakan pengemas daun pisang
lebih disukai daripada tempe dengan pengemas plastik dan daun jati.
2.5. Sanitasi Dan Higieni
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat di definisikan sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor
lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Kondisi
sanitasi lingkungan berhubungan nyata dengan kondisi higiene karyawan, bahan
baku, serta kondisi sarana dan prasarana produksi, tetapi tidak berhubungan
12
langsung dengan mutu dan keamanan tempe yang dihasilkan. Peningkatan kondisi
sanitasi lingkungan di sekitar rumah produksi dapat dilakukan dengan
menyediakan tempat sampah tertutup, tempat pembuangan limbah padat, cair dan
gas, toilet karyawan, ruang khusus karyawan dan pencegahan binatang.
Kebersihan lingkungan yang terjaga dengan baik akan mengurangi
potensi-potensi bahaya berupa tempat persembunyian dan perkembangbiakan
serangga, binatang-bina-tang kecil, lalat, tikus, nyamuk dan burung, tempat
berkumpulnya debu dan kotoran, gulma, dan lain-lain. Pengendalian kondisi
sanitasi lingkungan belum dilakukan dengan baik oleh para pengrajin tempe di
Kabupaten Lam- pung Barat. Faktor yang memperburuk kondisi sanitasi
lingkungan di sekitar rumah produksi adalah ketiadaan tempat sampah tertutup,
tempat pem buangan limbah, dan pencegahan binatang.
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilakukan dengan baik. Sanitasi dapat diartikan sebagai usaha pencegahan
penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan
yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut Tujuannya (Depkes,
2007):
a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi
kesehatan konsumen.
b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan
kesehatan melalui makanan
c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam
penanganan makanan di institusi
Langkah penting dalam mewujudkan sanitasi dan hygiene makanan
(Depkes, 2007), adalah :
a. Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai
dengan suhu hidangan (panas atau dingin).
b. Penanganan yang layak terhadap penanganan makanan yang
dipersiapkan lebih awal.
c. Memasak tepat waktu dan suhu.
d. Dilakukan oleh pekerja dan penjamah makanan yang sehat mulai
dari penerimaan hingga distribusi.
e. Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan.
f. Inspeksi teratur terhadap bahan makanan mentah dan bumbu-
bumbu sebelum dimasak.
g. Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah,
makanan masak melalui orang (tangan), alat makan, dan alat
dapur.
h. Bersihkan semua permukaan alat/ tempat setelah digunakan untuk
makanan.
i. Perhatikan semua hasil makanan yang harus dibeli dari sistem
khusus.
13
2.5.1. Sanitasi Dan Higieni Bahan Baku
Produk pangan yang berkualitas selain di tentukan oleh proses
pembuatan dan pembuat juga di pengaruhi oleh sumber bahan pangan. Bahan
Pangan yang baik sulit untuk ditemukan karena panjangnya rantai perdagangan
dan lama waktu distribusi mempengaruhi kualitas bahan baku. Kualitas bahan
baku makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam
hal bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya.
Antarlina (2003) menyatakan bahwa Penyimpanan tempe segar
dengan cara beku selama 4 minggu dapat mempertahankan kualitas tempe, karena
fisik dan rasa masih normal dan kadar protein hanya menurun 1,68% bb.
Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus (gudang) yang bersih
barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :.
a. Mudah cara pengambilannya
b. Tidak memberi kesempatan untuk bersarang serangga atau tikus
c. Tidak mudah rusak dan membusuk
d. Bahan makanan yang yang mudah membusuk harus disediakan
tempat penyimpanan makanan yang dingin.
e. Bahan makanan yang akan di simpan di bersihkan terlebih dahulu
sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci,
setelah di keringkan kemudian di bungkus dengan pembungkus
yang bersih dan di simpan dalam ruangan yang bersuhu rendah.
14
BAB III
MATERI DAN METODE
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selatan : Sungai
Timur : Perkampungan
16
Barat : Perkampungan
Toko kayu
Lantai 2
Ruang Tamu
Kamar mandi
Kamar tidur keluarga Ruang produksi
Pimpinan
17
Adapun tugas dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Memimpin dan mengkoordinir seluruh kegiatan perusahaan
b. Menentukan kebijakan bersifat umum maupun khusus mengenai
bidang keuangan
c. Membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek perusahaan
d. Memberi contoh bagaimana perlakuan yang benar
e. Melakukan pengawasan terhadap kinerja karyawan
2. Bagian Produksi dan Pengemasan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membuat produk dengan tahap sortasi bahan baku, perendaman,
perebusan, pendinginan, fermentasi, pengemasan produk.
b. Mengecek alat-alat produksi
c. Mengecek produk akhir (rusak atau tidak)
3. Bagian Pemasaran dan Administrasi dan Keuangan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Memasarkan dan mempromosikan hasil produksi kepada konsumen
b. Membuat laporan-laporan secara rutin kepada pimpinan mengenai
perkembangan pemasaran.
c. Mengatur strategi dan pelaksanaan aktivitas bagian pemasaran
d. Mencari peluang pasar baru atau memperluas daerah pemasaran untuk
meningkatkan pendapatan
e. Menciptakan strategi pemasaran untuk persaingan bisnis di pasaran
f. Penyusunan rencana pengadaan bahan baku
Pimpinan 1 orang
18
enam kilogram kedelai untuk dibuat menjadi tempe. Kedelai yang digunakan
untuk pembuatan tempe merupakan kedelai import. Pemilihan kedelai import
yang digunakan harus berbiji besar dan berwarna kuning ketimbang kedelai lokal
karena harga yang lebih murah dan ketersediannya yang banyak. Sehingga
pemilik tidak perlu khawatir kekurangan stock kedelai disamping Itu. Pemilik
juga memiliki hubungan dekat dengan distributor kedelai import jadi pemilik
selalu mendapat supplai kedelai dari distributor tersebut.
Sistem manajemen bahan baku yang harus dilakukan agar bahan baku
tersebut tersedia secara kontinyu. Penjadwalan produksi dan target perolehan
diterapkan dalam usaha ini sehingga jika produk berada di pasar yang tingkat
penjualannya rendah maka akan segera di rolling ke tempat lain yang memiliki
peluang lebih tinggi lebih lancar. Sehingga proses produksi tetap berjalan dan
bahan baku tersedia secara kontinyu. Suatu bahan mempunyai spesifikasi yang
berbeda-beda antara satu bahan dengan bahan yang lain.
4.4.1 Kedelai
Kedelai yang digunakan dalam produksi tempe di industri rumah tempe
menggunakan kedelai import hal ini disebabkan harga dan jumlah kedelai import
di pasaran lebih murah dan banyak dipasaran. Bahan dasar pembuatan tempe akan
mempengaruhi daya terima sensoris (tekstur, rasa, aroma, warna,
kenampakan/penampilan). Kedelai impor berukuran cukup besar dan memiliki
tekstur yang bagus untuk dijadikan tempe fakor utama yang membuat pemilik
memilih kedelai impor adalah karena biaya. Milani dkk (2013) dalam Risnawati
(2015) menyatakan bahwa kebutuhan kedelai dalam negeri sebagai sumber
protein nabati terus meningkat, tetapi peningkatan kebutuhan kedelai tersebut
tidak sebanding dengan produktivitas menyebabkan Indonesia mengimpor kedelai
dari beberapa negara.
4.4.2 Ragi
Ragi tempe mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai
jamur tempe. Untuk produksi yang lebih besar starter tempe dibuat dengan
memperbanyak jamur tempe Rhizopus sp pada media tertentu.
Jamur tempe akan menempel pada permukaan bagian bawah daun jati
atau daun waru setelah beberapa hari dan dapat digunakan setelah dikeringkan
terlebih dahulu. Selanjutnya spora yang dihasilkannya diawetkan dalam keadaan
kering bersama medium tempat tumbuh jamur tempe tersebut. Kualitas tempe
yang diproduksi akan terjamin karena dosis penggunaan starter dapat diatur.
4.5 Penanganan Bahan Baku
Penanganan bahan baku di industri tempe enak khas rungkut berupa bahan
baku produk maupun pengemas harus diperiksa kualitasnya terlebih dahulu oleh
pemilik sebelum di terima dan disimpan di lemari penyimpanan. Pemeriksaan
dilakukan langsung oleh pemilik industri rumahan pemuatan tempe dengan
mengandalkan pengalaman bertahun-tahun dalam membuat tempe untuk
menentukan tempe yang layak dengan yang tidak.
4.6 Penanganan Mutu Bahan Baku
Penanganan mutu bahan baku sangatlah penting, karena apabila bahan
yang digunakan ternyata sudah tidak layak, maka hasilnya juga akan rusak dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Di industri rumahan tempe, langkah yang cukup
penting di laksanakan untuk pengendalian kualitas bahan baku ini adalah seleksi
19
dari sumber bahan yang digunakan untuk produksi. Produk yang berkualitas harus
memperhatikan banyak faktor salah satunya adalah kualitas bahan baku yang
digunakan. Pengemas juga sangat diperhatikan dipilih pengemas yang tidak
menyebabkan panas karena panas akan membuat tempe cepat busuk.
4.7 Pengangkutan Bahan Baku
Bahan dasar biasanya diambil dan diangkut dari pasar mengunakan
kendaraan milik perusahaan atau biasanya didistribusi sendiri oleh toko yang
dipesan, biasanya bahan yang didistribusi adalah kedelai, ragi, pengemas, dan
label.
5.1 Proses produksi
5.1.1 Persiapan bahan dan sortasi
Kapasitas produksi yang dimiliki industri tempe enak khas rungkut dalam
seminggu sekitar 6 kg. Hal ini dipengaruhi oleh pemesanan. Karena industri
tempe enak khas rungkut kekurangan tenaga pekerja jadi hal tersebut berdampak
pada kapasitas produksi. Untuk stok tempe di UKM dan swalayan kecil biasanya
pemilik hanya membuatnya bila ada permintaan tambahan. Industri rumah tempe
enak khas rungkut di dalam seminggu bisa memproduksi kurang lebih 6 kg tempe
yang dikemas dalam kemasan plastik.
Sebelum melakukan pembuatan tempe bahan baku kedelai yang telah
disortasi dipersiapkan terlebih dahulu untuk mempermudah proses selanjutnya.
Pada tahap awal harus memperhatikan beberapa hal yaitu kualitas bahan, harga
bahan, stok yang cukup dan tempat penyimpanan. Bahan-bahan yang harus
disiapkan dalam pembuatan tempe adalah biji kedelai impor, air bersih,dan ragi.
5.1.2 Pencucian
Hilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat diantara biji kedelai
dengan menggunakan air mengalir. Air yang digunakan harus bebas dari
kontaminan dan zat kimia seperti kaporit. Setelah biji kedelai dibersihkan biji
kedelai ditiriskan terlebih dahulu
20
5.1.3 Perebusan 1
Tujuan dari perebusan awal yaitu untuk melunakkan biji kedelai dan
memudahkan dalam pengupasan kulit selain itu perebusan awal juga dimaksudkan
untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh
bakteri yang kemungkinan tumbuh perebusan dilakukan selama 30 menit.
5.1.4 Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kering dan metode
basah. Metode kering memerlukan bantuan mesin pengupas kulit biji yaitu alat
burr mill tapi sebelumnya kedelai yang telah direbus dikeringkan pada suhu 104˚C
selama 10 menit atau dijemur selama 1-2 jam. Metode basah lebih mudah
digunakan dan lebih ekonomis karena hanya menggunkan tenaga manusia untuk
mengupas kulit biji kedelai yang telah direbus.
21
5.1.6 Penirisan dan Pendinginan
Bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji, mengeringkan
permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi
pertumbuhan jamur proses pengeringan dilakukan secara tradisional yaitu dengan
didiamkan dan dibiarkan dingin dengan sendirinya.
22
5.1.9 Proses Fermentasi
Inkubasi dilakukan pada suhu 25˚-37˚C selama 36-48 jam. Selama
inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-
komponen dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan
dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe.
23
Diagram Proses Pembuatan Tempe Enak Khas Rungkut, yaitu:
24
dalam proses produksi pangan. Para pengrajin belum sepenuhnya memahami
pentingnya penerapan sanitasi dan higiene dalam pengolahan tempe. Hal ini
terlihat dari kurangnya pemeliharaan fasilitas pengolahan. Kebersihan tangan
pekerja sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Semua
pekerja harus membersihkan tangannya, dengan cara selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah bekerja. Setiap saat jika tangannya kotor maka perlu dicuci
dengan air bersih mengalir. Fasilitas air mengalir, sabun dan pengering harus
selalu tersedia di tempat yang mudah dijangkau.
Industri rumahan tempe enak masih jauh dalam menerapkan sistem
sanitasi yang baik. Ruang produksi berukuran sangat kecil dan berdekatan dengan
kamar mandi yang banyak terdapat kontaminan. Lantai tempat produksi masih
belum dilapisi dengan keramik sehingga mudah sekali kotoran tercampur disaat
biji kedelai didinginkan diatas tempeh. Lokasi area produksi yang berada dibawah
lantai dua rumah yang digunakan untuk tempat kos membuat pihak-pihak yang
yang bukan personil produksi membuat area produksi semakin tercemar.
Alat – alat produksi masih sangat sederhana dan telah lama digunakan
tanpa perawatan yang baik. Mesin pengupas biji kedelai juga telah rusak
dikarenakan pemilik tidak bisa melakukan perawatan dengan baik. Ruang
fermentasi disatukan dengan tempat menyimpan alat-alat produksi yang lain
seperti tempeh, mesin, panci, dll.
25
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
4.11.1.1.1.4. Kesimpulan
1. Kapasitas produksi industri rumahan tempe enak khas rungkut tidak terlalu
besar, hanya mampu memproduksi dengan jumlah bahan baku kedelai ± 6 kg
per hari.
2. Proses pengolahan tempe menggunakan kedelai impor yang berkualitas, harga
yang ekonomis, dan ketersediaanya yang banyak dipasaran.
3. Proses pengolahan tempe relatif sederhana dan tidak terlalu rumit meliputi :
sortasi, pencucian, perebusan 1, pengupasan, perendaman, perebusan 2,
penirisan dan pendinginan, pengemasan, proses inkubasi (fermentasi).
4. Penirisan dilakukan secara manual dengan mendiamkan biji kedelai yang telah
ditiriskan diatas tempeh bambu hingga dingin dengan sendirinya.
5. Perebusan dilakukan selama 2 kali perebusan pertama untuk menghilangkan
bakteri dan kontaminan lain yang menempel di biji kedelai, perebusan kedua
berguna untuk pelunakan biji kedelai agar memudahkan proses penglupasan
kulit nantinya.
6. Proses produksi dilakukan oleh pemilik dibantu oleh suami dan putrinya
7. Tempe hasil produksi industri rumahan tempe enak belum memiliki bukti
standarisasi.
8. Proses sanitasi di industri rumahan tempe enak sangat buruk karena kondisi
ruang produksi yang tidak layak.
4.11.1.1.1.5. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pihak industri tempe enak khas
rungkut adalah sebagai berikut:
1. Desain pengemas harus berisi informasi yang cukup lengkap tentang nilai gizi
yang terkandung dalam produk serta pengemas diberikan corak warna yang
lebih cerah sehingga konsumen tertarik pada saat pertama melihat
kemasannya.
2. Kualitas produk yang baik tidak hanya tergantung pada kualitas bahan baku
yang digunakan tetapi juga dilihat dari sanitasi dan higienis pada semua proses
produksi termasuk memakai baju kerja, memakai sarung tangan, memakai
penutup kepala dan menggunakan masker saat bekerja akan menjaga kualitas
produk tempe yang dihasilkan.
3. Selama ini proses pembuatan tempe menggunakan kedelai impor perlu
diadakan inovasi dengan menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku
karena kedelai lokal sekarang ini telah banyak mengalami pengembangan
sehingga dari segi kualitas dan ukuran tidak kalah dengan kedelai impor.
4. Ruang produksi perlu mendapat perhatian khusus dengan ruang produksi yang
bersih dan terawat akan dapat mengurangi resiko pencemaran.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Pratama, 2014, Strategi Pengembangan Usahatani Kedelai Untuk Mewujudkan
Ketahanan Pangan Indonesia, Jurnal Jejak Vol 7 No. 2, Universitas
Negeri Semarang.
Wirapradnyawati, 2015, Isolasi Dan Identifikasi Rhizopus Oliogosporus Pada
Beberapa Inokulum Tempe, Jurnal Agroteknologi Vol 2 No. 2,
Universitas Udayana.
Pagarra, 2011, Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kadar Protein Tempe
Kacang Tunggak, Jurnal Bionature Vol 12 No. 1, Universitas Negeri
Makassar.
Mukhoyaroh, 2015, Pengaruh Jenis Kedelai, Waktu Dan Suhu Pemeraman
Terhadap Kandungan Protein Tempe Kedelai, Jurnal Florea Vol 2 No. 2,
SMK Kesehatan Yaleka Merauke.
Sulistyowati, A.R., Salirawati, 2004, Studi Pengaruh Lama Fermentasi Tempe
Kedelai Terhadap Aktivitas Tripsin, Penelitian, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Hayati, 2009, Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji
Nangka Dan Penentuan Kadar Zat Gizi, Skripsi, Universitas Sumatera
Utara Medan.
Astuti, 2009, Sifat Oganoleptik Tempe Kedelai Yang DiBungkus Plastik, Daun
Pisang Dan Daun Jati, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Nurhidajah, 2010, Aktivitas Antibakteri Minuman Fungsional Sari Tempe Kedelai
Hitam Dengan Penambahan Ekstak Jahe, Jurnal Pangan Dan Gizi Vol 1
No. 1, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kusuma, Dewi, 2016, Deteksi Cemaran Coliform Dan Salmonella sp. Pada
Tempe Kedelai Dari Kecamatan Sidoarjo Dan Tingkir Kota Salatiga,
Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek, Universitas Kristen Satya
Wacana.
Purnama, D., dan Hastuti, 2012, Kadar Air, Abu, Protein, Dan Karbohidrat Pada
Tahapan Pembuatan Tempe, Studi Kimia, Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga.
Suhartanti, 2010, Karakter Fisik Biji Beberapa Varietas Kedelai Dan Pengaruh
Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia Tempe, Skripsi,
Universitas sebelas Maret, Surakarta.
Satiawan, 2011, Tempe, Jurnal Vol 1 No. 6, Universitas Wira Lodra, Indramayu.
Utari, R., Riyadi, M., Purwantyastuti, 2010, Pengaruh Pengolahan Kedelai
Menjadi Tempe Dan Pemasakan Tempe Terhadap Kadar Isoflavon,
Jurnal PGM Vol 33 No. 2.
Antarlina, G., Utomo, 2003, Kualitas Tempe Kedelai Unggul Selama
Penyimpanan Beku, Jurnal Penelitian Tanaman Pangan Vol 22 No. 2,
Balai Penelitian Kacang-kacangan Dan Umbi-umbian, Malang.
28