Cover Laporan PKL Terbaru

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

STUDI PEMBUATAN DAN SANITASI TEMPE

“ENAK” DI KACAMATAN RUNGKUT,


SURABAYA

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


Program Studi Teknologi Pangan

Dibuat Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi
Pangan Dan Gizi Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Dr.Soetomo

Oleh:
LAMURI
NIM : 2014110001

Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Program Studi, Dosen Pembimbing

Ir. Bambang Sigit S., MP Ir. Restu Tjiptaningdyah, M.Kes.


Tanggal :............................ Tanggal :..........................

i
STUDI PEMBUATAN DAN SANITASI TEMPE “ENAK” DI
KECAMATAN RUNGKUT
SURABAYA

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


Program Studi Teknologi Pangan

Dibuat Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teknologi Pertanian Pada Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pangan
Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Oleh :

LAMURI
NIM : 2014110001

Mengetahui : Menyetujui :
Ketua Program Studi, Dosen Pembimbing,

Ir. Bambang Sigit S, MP. Ir. Restu Tjiptaningdyah, M.Kes.


Tanggal : Tanggal :

Dosen penguji :

Sutrisno Adi Prayitno, S.TP. MP


Tanggal :

ii
RINGKASAN

LAMURI, NIM : 2014110001 STUDI PEMBUATAN DAN SANITASI


TEMPE “ENAK” DI KECAMATAN RUNGKUT, SURABAYA (dibawah
bimbingan Ir. Restu Tjiptahningdyah, MKes)
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan selama 14 hari yaitu mulai tanggal
27 Maret 2017 hingga 8 April 2017 di industri pengolahan tempe enak khas
rungkut. Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah untuk mengetahui keadaan
sesungguhnya di lapangan tentang proses pengolahan tempe mulai bahan baku
sampai menghasilkan produk, sanitasi bahan baku, sanitasi proses pengolahan,
sanitasi bangunan, sanitasi peralatan, sanitasi personel.
Maksud dan tujuan PKL ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
secara langsung proses pembuatan tempe di lapangan, mulai dari persiapan bahan
baku, proses produksi sampai tempe siap dipasarkan. Teknik pengumpulan data
PKL dilakukan dengan observasi, wawancara langsung, serta pengumpulan data
yang ditinjau dari literatur, jurnal, dan laporan-laporan yang berhubungan dengan
materi PKL
Proses produksi tempe enak khas rungkut dilakukan dibagian belakang
rumah pemilik. Perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan untuk proses
produksi tersedia disana. Kondisi ruang produksi masih jauh dari standar sanitasi
dan GMP. Proses produksi tempe di industri rumahan pembuatan tempe enak
tidak memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973_1992) untuk
warna, rasa dan bau. Sanitasi yang dilakukan di indutri rumahan pembuatan
tempe belum memenuhi syarat dikarenakan sumber air yang buruk disertai area
produksi yang tidak hygenies, selain itu peralatan yang telah lama, penanganan
limbah produksi yang buruk, perlengkapan pekerja yang minim sehingga
meningkatkan resiko kontaminasi.
Tahapan pembuatan enak khas rungkut meliputi sortasi, pencucian,
perebusam, perendaman, pengupasan, perebusan kedua, penirisan dan
pendinginan, peragian, fermentasi, pengemasan, pemasaran. Proses pemasaran
dilakukan secara tradisional dengan menawarkannya ke tetangga dan warung
makan sekitar rumah. Hasil dan kesimpulan dari pengamatan praktek kerja
lapangan adalah proses produksi tidak sesuai dengan standar GMP dan sanitasim
ruang produksi yang gelap dan terlalu lembab, kebersihan lantai tempat produksi
tidak dijaga, peralatan yang telah lama dan tidak layak pakai, kelengkapan alat
dan pelindung untuk personil sangat minim, proses pengemasan yang masih
berjalan secara manual.

iii
KATA PENGANTAR

Maha Suci ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayahnya


hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapang
(PKL) ini dengan judul “STUDI PEMBUATAN DAN SANITASI TEMPE
“ENAK” DI KECAMATAN RUNGKUT KOTA SURABAYA”. Tak lupa
penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Nabi Rasulullah SAW yang
membawa Rahmat kepada seluruh umat.
Laporan ini disusun berdasarkan PKL yang dilaksanakan oleh penulis
selama 14 hari yaitu mulai tanggal 24 maret sampai 8 april 2017. Dalam laporan
PKL ini diuraikan tentang pengolahan dan sanitasi tempe, lengkap mulai dari
penanganan bahan baku, pencucian, perendaman, perebusan pertama, perebusan
kedua, pendinginan, penamban ragi, fermentasi tempe, pengemasan dan sanitasi
bahan baku, sanitasi personel, sanitasi pengolahan, sampai pada penanganan
produk akhir.
Selesainya laporan ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis seorang
diri, melainkan banyak pihak yang turut andil memberikan bantuan baik moril
maupun materil, hingga laporan ini selesai dengan baik, oleh karena itu, patutlah
bagi penulis untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Ir A. Kusyairi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Dr Soetomo Surabaya.
2. Ibu Ir. Restu Tjiptaningdyah, M.Kes, selaku Wakil Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Dr Soetomo Surabaya.
3. Bapak Ir. Bambang Sigit S,MP, selaku Kepala Program Studi Fakultas
Pertanian Universitas Dr. Soetomo Surabaya
4. Ibu Jidan selaku pendiri UMKM Tempe Enak Khas Rungkut
5. Kepada Ibu, Bapakku, kakak-kakakku dan keponakanku yang senantiasa
menghibur dan juga memberikan doa ketulusan serta rasa sayang yang tak
terbatas terhadap diriku.
Dengan memanjatkan do’a kepada Allah SWT, penulis berharap semua
kebaikan yang telah kalian berikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

iv
DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... i


RINGKASAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................. v
DAFTAR TABEL ....................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan PKL ...................................... 2
1.3. Manfaat PKL......................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................ 4


2.1 Tempe ................................................................... 4
2.2 Kedelai .................................................................. 6
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tempe ...... 8
2.3.1 Ketersedeian dan Kualitas Kedelai............. 8
2.3.2 Ragi ............................................................. 9
2.3.3 Lama Perebusan .......................................... 10
2.3.4 Lama Waktu Perendaman........................... 10
2.3.5 Suhu Pemeraman ........................................ 10
2.3.6 Lama Fermentasi ........................................ 11
2.3.7 Derajat Keasaman ....................................... 11
2.3.8 Pengemasan Tempe .................................... 11
2.4 Teknologi Pengolahan .......................................... 11
2.4.1 Tahap Sortasi .............................................. 13
2.4.2 Tahap Pencucian ......................................... 13
2.4.3 Tahap Perebusan ......................................... 13
2.4.4 Tahap Perendaman ..................................... 13
2.4.5 Tahap Pengupasan ...................................... 14
2.4.6 Tahap Perebusan 2 ...................................... 14
2.4.7 Tahap Fermentasi ....................................... 14
2.4.8 Tahap Pengemasan ..................................... 15

v
2.5 Sanitasi Dan Higianitas......................................... 16
2.5.1 Sanitasi Dan Higiani Bahan Baku .............. 17
BAB 3. MATERI DAN METODE ............................................. 20
3.1 Tempat PKL.......................................................... 20
3.2 Waktu PKL ........................................................... 20
3.3 Materi PKL ........................................................... 20
3.4 Metode PKL.......................................................... 20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................... 22
4.1 Sejarah Perusahan ................................................. 22
4.2 Lokasi Perusahaan ................................................ 22
4.3 Struktur Organisasi ............................................... 23
4.4 Pengadaan Bahan Baku ........................................ 25
4.4.1 Kedelai ........................................................ 26
4.4.2 Ragi ............................................................. 26
4.5 Penanganan Bahan Baku ...................................... 27
4.6 Penanganan Mutu Bahan Baku............................. 27
4.7 Pengangkutan Bahan Baku ................................... 27
4.8 Proses Produksi ..................................................... 27
4.8.1. Persiapan Bahan Dan Sortasi...................... 27
4.8.2. Pencucian .................................................... 28
4.8.3. Perebusan 1 ................................................. 29
4.8.4. Pengupasan ................................................. 29
4.8.5. Perebusan 2 ................................................. 30
4.8.6. Penirisan Dan Pendinginan......................... 30
4.8.7. Peragian ...................................................... 31
4.8.8. Pengemasan ................................................ 31
4.8.9. Fermentasi .................................................. 32
4.9. Sanitasi Proses Produksi ....................................... 33
4.10. Produk Akhir ....................................................... 35
4.11. Pemasaran ............................................................ 35
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................... 36
5 Kesimpulan ........................................................... 36
6 Saran ..................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 38

vi
Daftar Gambar

Gambar Teks Halaman


1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe ................................. 12
2. Denah Tempat Produksi Tempe.............................................. 23
3. Struktur oraganisasi industri rumahan tempe enak ................. 24
4. Sortasi Biji Kedelai ................................................................. 28
5. Proses Pencucian Kedelai ....................................................... 28
6. Tahap Perebusan Pertama ....................................................... 29
7. Tahap Pengupasan Kulit Kedelai ............................................ 29
8. Perebusan Kedua ..................................................................... 30
9. Penirisan Dan Pendinginan ..................................................... 30
10. Proses Peragian ..................................................................... 31
11. Proses Pengemasan ............................................................... 31
12. Proses Fermentasi ................................................................. 32
13. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe Enak ..................... 34

vii
Daftar Tabel

Tabel Teks Halaman


1. Komposisi kedelai per 100 gram bahan .................................. 7
2. Standar Mutu Tempe Kedelai ................................................. 9
3. Jumlah Tenaga Kerja .............................................................. 25

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang paling banyak dikonsumsi
dan sebagai sumber protein nabati terpenting di Indonesia. Ditinjau dari sisi
pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia.
Salim (2012) dalam Minartin (2016) menyatakan bahwa di indonesia kedelai telah
banyak diolah menjadi aneka produk makanan bernilai tinggi seperti tahu, tempe,
kecap, susu kedelai dan lain-lain.
Tempe adalah salah satu makanan tradisional masyarakat Indonesia. Selain
harganya yang murah, tempe juga sangat mudah didapatkan tempe memiliki kadar
protein yang tinggi, memiliki serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Proses fermentasi kedelai menghasilkan jenis pangan yang berbeda dan lebih enak
dikonsumsi dan tinggi nilai nutrisinya, karena rasa dan aroma kedelai berubah
setelah menjadi tempe. Nutrisi yang menonjol pada tempe yaitu protein (Sayudi
dkk., 2015).
Utari (2010) menyatakan bahwa kedelai adalah sumber terbesar isoflavon
untuk memperbaiki kesehatan, konsumsi matriks protein kedelai atau kedelai
bentuk utuh lebih menguntungkan dibandingkan dengan konsentrat isoflavon saja.
Kedelai melalui protein dan isoflavonnya dapat mempengaruhi metabolisme
hepatik dari kolesterol. Kandungan isoflavon total yang tinggi menjadikan tempe
sebagai makanan fungsional. Tempe memiliki efek hipokolesterolemia dan
antioksidan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai.
Tempe dibuat dengan metode pengolahan fermentasi yang melibat
beberapa jenis kapang Rhizopus. Nurrahman (2012) menyatakan bahwa ada tiga
spesies Rhizopus yang berperan penting dalam fermentasi pembuatan tempe yakni
R. oligosporus, R. oryzae dan R. stolonifer. Ketiga-tiganya punya potensi untuk
memfermentasi kedelai menjadi tempe, walaupun kecepatanya berbeda-beda.
Kapang yang berkembang pada kedelai yang difermentasi akan
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi sederhana yang mudah
dicerna. Perlakuan yang berbeda akan menghasilkan tempe yang berbeda pula.
Bahan dasar pembuatan tempe akan mempengaruhi daya terima sensoris
(tekstur, rasa, aroma, warna, kenampakan/penampilan). Tekstur tempe yang baik
yaitu padat dan kompak sehingga ketika pemotongan atau pengolahan tempe tidak
mudah hancur, rasa dan aroma normal dan khas serta warna putih (SNI 3144 :
2009). Produksi tempe lokal kebaanyakan menggunakan kedelai impor hal ini
dikarenakan harga jual kedelai impor lebih murah dibandingkan kedelai lokal.
Higienitas sangat penting dalam proses fermentasi tempe karena akan
mempengaruhi hasil produk. Faktor instrinsik yang berperan pada pertumbuhan
kapang pada pangan adalah aktivitas air (aw). Sundari (2010) menyatakan bahwa
kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan
terhadap serangan mikroorganisme yang dinyatakan dalam Aw yaitu jumlah air
bebas yang dapat digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Aktivitas

1
air (Aw) yang tinggi berpotensi untuk pertumbuhan berbagai jenis
mikroorganisme dimana pengurangan aktivitas air dianggap cukup baik untuk
mencegah kerusakan mikrobiologis pada tempe.

Fermentasi dalam pengolahan bahan pangan adalah pengubahan


karbohidrat menjadi alkohol dan karbon dioksida atau asam amino organik
menggunakan ragi, bakteri, fungi atau kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi
anaerobik. Perilaku mikroorganisme terhadap makanan dapat menghasilkan
dampak positif maupun negatif, dan fermentasi makanan biasanya mengacu pada
dampak positifnya. Waktu fermentasi memberikan pengaruh dalam kualitas
produk fermentasi (Darajat dkk, 2014).

Selama proses fermentasi pada pembutan tempe, kedelai akan mengalami


perubahan fisik terutama tekstur, yang menjadi semakin lunak karena terjadi
penurunan selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Perubahan fisik lainnya
adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai yang satu
dengan yang lainnya menjadi satu kesatuan.
1.2. Maksud dan Tujuan Praktek Kerja Lapangan
Maksud dari praktek kerja lapangan adalah untuk mengetahui proses
pembuatan dan penerapan sanitasi dalam proses pembuatan tempe kedelai mulai
dari bahan baku hingga menjadi produk akhir.
Tujuan umum dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk
mengetahui, mempelajari, serta memahami pembuatan tempe dan penerapan
sanitasi di Desa Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut, Kabupaten Surabaya.

1.3. Manfaat Praktek Kerja Lapangan


Praktek Kerja Lapangan adalah kegiatan diluar kampus yang mempunyai
manfaat antara lain :
a. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa tentang
proses produksi yang dilakukan di dunia luar, baik itu produksi dalam
sekala home industri ataupun sekala pabrik besar.
b. Dengan adanya program PKL mahasiswa diharapkan dapat menerapkan
langsung ilmu yang di dapat dikampus, tidak hanya memahami
materinya, akan tetapi mampu menerapkan langsung di lapangan.
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kendala-kendala yang
muncul dalam proses produksi serta mengetahui solusi dalam
menghadapi kendala tersebut.
d. Mengetahui proses sanitasi dalam proses produksi tempe.
e. Memahami pentingnya sanitasi dan higieni dalam industri pangan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tempe

Ulfa (2011) menyatakan bahwa tempe merupakan salah satu sumber


pangan nabati yang terbuat dari kacang kedelai serta kaya akan protein. Tempe
umumnya dibuat secara tradisional dan telah menjadi industri yang merakyat bagi
penduduk indonesia. Tempe telah menjadi pangan konsumsi yang teramat penting
bagi masyarakat Indonesia dan tidak bisa terlepaskan penggunaannya terutama
sebagai sumber protein yang relatif murah harganya di bandingkan protein
hewani.
Fatty (2012) menyatakan bahwa tingginya kandungan zat antioksidan pada
tempe membuat tempe menjadi makanan yang mampu melawan radikal bebas..
Zat antioksidan di dalam tempe berbentuk isoflavon zat ini merupakan
antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas. Adanya kandungan vitamin B12 pada tempe,
dipandang sebagai sesuatu yang unik oleh para ahli. Vitamin B12 sangat berguna
untuk membentuk sel-sel darah merah dalam tubuh sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit anemia (Yesshinta, 2015).
Warna dapat dipakai sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik
tidaknya cara pencampuran atau pengolahan. Suciati (2012) dalam Ambarwati
(2016) menyatakan bahwa kualiatas tempe yang baik dapat dilihat dari miselium
yang tumbuh merata pada tempe berwarna putih. Tempe dengan kualitas buruk
ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak
bercak hitam, adanya bau amoniak dan alkohol, serta beracun.
Kedelai sebagai bahan baku tempe ketersediaannya sebagian besar melalui
impor. Produksi kedelai lokal terus merosot lemahnya produktivitas kedelai lokal
tersebut tidak didukung oleh industri pembenihan yang kuat dan juga lahan
khusus kedelai yang luas. Zakariya (2010) dalam Risnawati (2015) mengatakan
upaya untuk mengatasi ketergantungan pada kedelai impor adalah meningkatkan
produksi kedelai dalam negeri.
Pemilihan bahan baku lainnya juga harus memenuhi syarat seperti ragi
berkualitas, sarana dan prasarana yang bersih. Widoyo (2010) menyatakan bahwa
proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung yaitu bahan baku yang
dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan
tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban).
Suhartono (2008) mengatakan pengendalian bahan baku berhubungan
dengan kondisi sanitasi lingkungan serta kondisi sarana dan prasarana produksi.
Kebersihan lingkungan yang terjaga dengan baik akan mengurangi resiko potensi
– potensi bahaya seperti tempat persembunyian serangga, tikus, lalat, dan bintang
kecil lainnya. Penggunaan pembungkus dalam fermentasi akan mempengaruhi
cita rasa tempe kedelai yang dihasilkan. faktor utama yang menentukan bahwa
pembungkus dapat menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi dan kelembaban.
Padmaningtyas (2006) menyatakan bahwa pengemasan memberika dua
fungsi utama yakni pertama memberikan sebagai media promosi untuk menarik
konsumen, kedua untuk melindungi produk dari kontaminasi dengan

3
memperkirakan daya simpan. Produk yang dibungkus oleh daun biasanya memilik
aroma yang khas karena daun mengandung polifenol. Kemasan alami yang umum
digunakan untuk membungkus tempe adalah daun-daunan dari tanaman seperti
daun pisang, daun waru, daun jati, dll. faktor utama yang menentukan bahwa
pembungkus dapat menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi dan kelembaban.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan standar tempe
yakni SNI 3144:2009 menetapkan mengenai syarat mutu tempe kedelai. Sesuai
dengan standar tersebut. Standar ini telah dibahas melalui rapat teknis dan
disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 27 November 2008 di Jakarta.
Hadir dalam rapat tersebut wakil dari konsumen, produsen, lembaga pengujian,
Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya. SNI 3144:2009 menetapkan
mengenai syarat mutu tempe kedelai. Sesuai dengan standar tersebut, syarat mutu
tempe kedelai, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Mutu Tempe
No Kriteria uji Satuan Persyaratan

Keadaan
1.1. 1 1.2. Bau Normal.kha
s
1.2. Warna Normal
1.3. Rasa Normal
2 Kadar air (b/b) mg/kg Maks. 65
3 Kadar abu (b/b) mg/kg Maks. 1,5
4 Kadar lemak (b/b) mg/kg Min. 10
5 Kadar protein (N x 6,25) mg/kg Min. 16
(b/b)
6 Kadar serat kasar (b/b) mg?kg Maks. 2,5
7 Cemaran logam
7.1. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
7.2. Timbel (Pb) mg/kg Maks. 0,25
7.3. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
7.4. Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,03
8 Cemaran arsen mg/kg Maks. 0,25
9 Cemaran mikroba
9.1. Bakteri coliform APM/g Maks. 10
9.2. Salmonella sp. - Negatif/25g
Sumber: SNI 3144 : 2009

4
2.2 Kedelai

Adiningsih (2012) menyatakan bahwa tanaman kedelai tumbuh baik pada


tanah dengan pH 4.5 pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di atas permukaan
laut serta iklim panas dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan. Umur tanaman
kedelai berbeda-beda tergantung varietasnya tetapi umumnya berkisar antara 75
dan 105 hari.
Cahyadi (2007) dalam Widoyo (2010) mengatakan berdasarkan ukurannya
kedelai dapat dibedakan menjadi kedelai kecil, sedang dan besar dengan berat
berturut – turut 7 – 11 gram/100 biji, 11–13 gram/100 biji, dan lebih berat dari 13
gram/100 biji. Kedelai menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas tempe
yang dihasilkan, baik dari rasa, aroma maupun kandungan gizinya. Ukuran dan
bentuk biji termasuk salah satu sifat fisik kedelai yang memiliki arti penting. Biji
kedelai yang berukuran besar lebih disukai pada proses pembuatan tempe.
Pengrajin tempe umumnya menggunakan kedelai impor sebagai bahan
baku pembuatan tempe karena secara umum harganya lebih murah dan
ketersediaan di pasaran melimpah. Kualitas kedelai impor lebih seragam (warna,
ukuran, tidak tercampur dengan kotoran dan butiran biji) dan hasil tempe per kilo
kedelai (rendemen tempe) lebih besar. Ginting (2009) menyatakan bahwa
konsumsi kedelai terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk, sehingga sebagian besar harus diimpor karena produksi dalam negeri
belum mencukupi kebutuhan.
Tempe bermanfaat bagi kesehatan karena kandungan nutrisinya yang
sangat tinggi. Manfaat tempe antara lain dapat mencegah resiko penyakit jantung
serta stroke, osteoporosis, kanker, gangguan pencernaan, dan menurunkan berat
badan yang berlebih. Kedelai mengandung tiga jenis isoflavon yaitu daidzein,
glisitein, dan genistein. Kedelai juga merupakan sumber lemak essensial yaitu
lemak linoleat dan oleat lemal utama dalam kedelai adalah asam lemak tak jenuh
yang baik bagi tubuh.
Protein pada tempe mengandung semua jenis asam amino esensial dengan
kualitas sama dengan protein daging dan unggas. Tempe lebih mudah dicerna
karena selama fermentasi terjadi pemecahan protein kompleks oleh enzim
proteolitik yang dihasilkan jamur Rhizopus oligosporus sehingga kadar protein
terlarut akan meningkat. Musdalifah (2016) menyatakan bahwa selama proses
fermentasi kapang tempe menghasilkan beberapa enzim yang mampu merubah
kandungan tempe menjadi lebih mudah dicerna antara lain enzim proteolitik,
lipolitik dan amilolitik.
Ali (2008) dalam Triwibowo (2011) menyatakan bahwa enzim-enzim
tersebut akan menguraikan protein, lemak, dan karbohidrat yang berada didalam
biji kedelai menjadi seyawa yang lebih sederhana seperti asam amino, asam
lemak, dan glukosa. Kedelai diproses menjadi bahan makanan yang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan penghancuran, perebusan,
peragian, fermentasi dan pengasaman, sehingga menghasilkan produk tahu,
kembang tahu, susu, kecap dan produk lainnya. Biji kedelai mempunyai nilai gizi
yang terbaik diantara semua sayuran yang dikonsumsi di seluruh dunia. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2

5
Tabel 2. Kandungan Gizi 100 Gram Biji Kedelai
No Kandungan gizi Jumlah
1 Karbohidrat kompleks 21 g
2 Karbohidrat sederhana 9g
3 Stakiosa 3.3 g
4 Rafinosa 1.6 g
5 Protein 36 g
6 Lemak total 19 g
7 Lemak jenuh 2.88 g
8 Monounsaturated 4.4 g
9 Polyunsaturated 11.2 g
10 Kalsium 276 mg
11 Fosfor 704 mg
12 Kalium 1797 mg
13 Magnesium 280 mg
14 Seng 4.8 mg
15 Zat besi 16 mg
16 Serat tidak larut 10 g
17 Serat larut 7g
Sumber : Aparicio et al (2008) dalam Winarsih (2010)
Kedelai mengandung sekitar 18 - 20 persen lemak dan 25 persen dari
jumlah tersebut terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol.
Kedelai mengandung protein rata-rata 36 persen, bahkan dalam varietas unggul
kandungan proteinnya dapat mencapai 40 - 44 persen.
Kedelai merupakan sumber vitamin B karena kandungan vitamin B1, B2,
niasin, piridoksin dan golongan vitamin B lainya banyak terdapat di dalamnya.
Vitamin lain yang terkandung dalam jumlah cukup banyak ialah vitamin E dan K.
Kedelai banyak mengandung kalsium dan fosfor, sedangkan besi terdapat dalam
jumlah relatif sedikit. Komposisi kimia biji kedelai bergantung pada varietas
keadaan tempat tumbuh dan umur panen. Komponen utama kedelai adalah protein
dan lemak. Asam amino dalam protein kedelai tergolong lengkap walaupun
keedelai memiliki sedikit kandungan metionin dan sistin.
Kandungan protein dalam kedelai kuning bervariasi antara 31-48%
sedangkan kandungan lemaknya bervariasi antara 11-21%. Antosianin kulit
kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol yang merupakan awal
terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang akan memicu berkembangnya
penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit jantung koroner.

6
2.3. Faktor yang mempengaruhi kualitas tempe
2.3.1. Kualitas kedelai
Pembuatan tempe menggunakan bahan baku pokok yaitu kedelai.
Terdapat 4 jenis kedelai yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan
tempe antara lain : kedelai kuning, kedelai hitam, kedelai cokelat, kedelai hijau.
Tempe dengan rasa yang enak ditentukan oleh beberapa persyaratan bahan baku
meliputi jenis kedelai yang digunakan, ketersediaan bahan baku yang cukup,
kualitas kedelai, tempat penyimpanan, pengiriman ke pengrajin dan kedelai
impor.
Sortasi dilakukan terlebih dahulu untuk memilih dan memisahkan biji
kedelai yang bagus dengan yang buruk. Suparyati (2014) menyatakan bahwa
kacang kedelai kualitas baik memiliki ciri antara lain bijinya utuh, tidak
berlubang, tidak berserbuk, permukaan bijinya halus, bebas hama penyakit.

2.3.2. Ketersediaan kedelai


Pratama (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2012 target pemerintah
indonesia mentargetkan untuk memproduksi kedelai 1,9 juta ton tidak terealisasi
karena pada tahun 2012 produksi kedelai hanya sebesar 851 ribu ton. Pemerintah
harus kembali mengimport kedelai sebesar 2,1 juta ton untuk memenuhi
kebutuhan kedelai di indonesia ketersediaan kedelai yang cukup membuat para
pengrajin tempe lebih memilih kedelai impor dibandingkan kedelai lokal yang
ketersediaannya tidak bisa memenuhi permintaan pasar. Jenis kedelai yang
digunakan adalah jenis/varietas Amerika yang mempunyai ciri-ciri biji berwarna
kuning, ukurannya lebih besar dari kedelai lokal.

2.3.3. Ragi
Ragi tempe mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai
jamur tempe. Secara tradisional jamur untuk starter pembuatan tempe biasanya
diambil dari daun pisang bekas pembungkus tempe pada waktu pembuatan, atau
daun aru atau jati. Kasmidjo (1990) dalam Wipradnyadewi (2005) menyatakan
bahwa inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe dan banyak pula yang
menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang
mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai
rebus menjadi tempe. Tumbuhnya jamur tempe pada kedelai akan menyebabkan
kegiatan fermentasi berlangsung pada biji kedelai yang mengubah
sifat/karakteristiknya menjadi tempe. Selama masa pertumbuhannya jamur
Rhizopus sp. juga menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein yang
terdapat dalam biji kedelai, sehingga protein-protein dalam biji kedelai ini mudah
dicernakan. Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan
untuk inokulasinya. Syarat starter yang baik untuk pembuatan tempe antara lain :
a) Mampu memproduksi spora dalam jumlah banyak
b) Mampu bertahan beberapa bulan tanpa mengalami perubahan
genetis dan daya pertumbuhannya
c) Memiliki percentase pertumbuhan spora yang tinggi setelah
diinokulasikan

7
d) Mengandung biakan jamur tempe murni
e) Bebas dari mikroba kontaminan dan jika memungkinkan
strain yang dipakai memiliki kemampuan untuk melindungi
diri dari dominasi mikroba kontaminan.
f) Mampu menghasilkan produk yang stabil berulang-ulang
g) Pertumbuhan miselia setelah inokulasi harus kuat, lebat
berwarna putih bersih, memiliki aroma spesifik tempe yang
enak dan tidak mengalami sporulasi terlalu dini.

2.3.4. Lama Perebusan


Lama perebusan akan mempengaruhi kadar protein yang terkandung di
dalam biji kedelai. Perlakuan pemanasan yang berlebihan akan merusak kadar
protein biji kedelai ini disebabkan karena protein terdenaturasi. Denaturasi suatu
protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur yang lebih tinggi oleh terkacaunya
ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lainnya yang mengutuhkan molekul itu.
Pagarra (2011) menyatakan bahwa lama perebusan berpengaruh terhadap kadar
protein tempe, dimana semakin lama waktu perebusan maka kadar protein
semakin rendah.
2.3.5. Lama waktu perendaman
Lama waktu perendaman sangat mempengaruhi cita rasa tempe yang
dihasilkan. Selama periode perendaman pertumbuhan bakteri banyak berperan dan
menurunkan pH hingga mencapai nilai pH 4.5-5.3. Fungsi utama perendaman
adalah mendukung pertumbuhan bakteri dan menghambat pertumbuhan beberapa
bakteri patogen dan pembusuk. Waktu pemeraman, suhu tempat pemeraman perlu
diperhatikan, karena kedelai akan mengalami perubahan fisik maupun kimianya
(Mukhoyaroh, 2015). Proses fermentasi pada perendaman ini penting dalam
menghasilkan tempe dengan flavor, daya cerna, nilai nutrisi/gizi dan keawetan
yang baik.

2.3.6. Suhu Pemeraman


Suhu pemeraman tempe yang baik digunakan untuk proses fermentasi
adalah pada suhu kamar 20-37˚ C dengan kondisi tempat agak gelap, dan suhu
maksimal 40˚ C karena apabila suhu terlalu tinggi pertumbuhan kapang tempe
tidak akan sempurna. Suhu pemeraman tempe yang sering digunakan para perajin
tempe adalah pada suhu 3˚ C yang menghasilkan tempe yang putih, kompak dan
rasa serta aroma yang khas dan kuat.
Suprihatin (2010) dalam Mukhoyaroh (2015) menyatakan bahwa
kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu pemeraman (25-27˚ C).

2.3.7. Lama Fermentasi


Kecepatan fermentasi ditentukan oleh temperatur inkubasi, inkubasi
temperatur di bawah 40˚ C dan di atas 25˚ C tidak menghasilkan tempe yang baik.
Suhu 37-38˚ C butuh waktu 22 jam untuk menghasilkan tempe yang baik.
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa
bakteri, khamir dan jamur.

8
Sulistyowati dkk. (2004) menyatakan bahwa lama fermentasi
berpengaruh terhadap kadar protein terlarut tempe kedelai dengan bertambahnya
lamanya fermentasi kadar protein terlarut meningkat dan mencapai maksimum
pada fermentasi 48 jam kemudian menurun.
2.3.8. Derajat Keasaman atau pH
Pusbangtepa (1982) dalam Hayati (2009) menyatakan bahwa derajat
keasaman berperan penting dalam proses pembuatan tempe. Kondisi kurang pH
atau pH dalam kondisi tinggi akan menyebabkan kapang tempe tidak tumbuh
dengan baik dan berpotensi mengalami kegagalan. Suasana asam diperlukan
untuk mencegah mikroba lain untuk tidak tumbuh.

2.3.9. Pengemasan tempe


Masa simpan tempe dapat diperpanjang dengan beberapa perlakuan
antara lain dengan pengemasan vakum. Pada dasarnya, dengan menggunakan
vakum (mengeluarkan udara dari dalam kemasan) maka ketersediaan udara
(khususnya oksigen) akan berkurang. Astuti (2009) menyatakan bahwa
penggunaan pembungkus dalam fermentasi akan mempengaruhi cita rasa tempe
kedelai yang dihasilkan.

2.4. Teknologi Pengolahan


Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung yaitu bahan
baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan
lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban). Astawan (2008) dalam
Nurhidajah (2010) menyatakan bahwa tempe yang terlalu banyak bahan akan
menyebabkan suhu terlalu tinggi dan menghambat pertumbuhan jamur.
Pengandalian bahan baku berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan
serta kondisi sarana dan prasarana produksi. Peningkatan mutu dan keamanan
produk dapat ditingkatkan dengan memilih kedelai yang bersih, menggunakan air
yang berasal dari sumber yang aman.
Tiga tahapan penting dalam pemubuatan tempe antara lain 1) perebusan
dan perendaman biji kedelai, (2) pemanasan biji kedelai dengan direbus ulang (3)
fermentasi oleh jamur tempe yang umum digunakan yaitu Rhizopus oligosporus.
Pengaruh lama pemasakan dan temperatur pemasakan kedelai terhadap proses
pembuatan tempe kedelai adalah semakin lamanya waktu pemasakan maka kadar
protein semakin sedikit. Penurunan kadar protein diawali dari proses denaturasi
yang merusak ikatan hidrogen, sekunder dan ikatan lainnya yang mengutuhkan
molekul protein. Sukasih (2009) dalam pagarra (2011) menyatakan bahwa
pemanasan berpengaruh nyata terhadap kadar protein. Penurunan kadar protein
disebabkan oleh adanya denaturasi protein, yang selanjutnya menyebabkan ikatan
antar asam amino menjadi terputus.
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi di dalam sistem biologi
yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan aseptor elektron digunakan
senyawa organik. Senyawa organik yang biasanya digunakan adalah karbohidrat
dalam bentuk glukosa. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan
katalis enzim menjadi suatu bentuk lain misalnya aldehid dan dapat dioksidasi
menjadi asam. Pagarra (2011) menyatakan bahwa lama perebusan berpengaruh
terhadap kadar protein tempe, dimana semakin lama waktu perebusan maka kadar
protein semakin rendah.

9
Tahapan Proses Pembuatan Tempe Disajikan Dalam Gambar.
Sortasi

Pencucian

Perebusan 1

Perendaman

Pengupasan

Perebusan II

Penirisan dan Pendinginan

Peragian

Pengemasan

Fermentasi

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe


2.4.1. Tahap Sortasi
Tujuannya untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas yaitu
memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi. Suhartanti (2010) sortasi dapat
dilakukan dengan mesin pengayak, yang bertujuan untuk menghilangkan kedelai
rusak, kotoran, dan lain-lain, sehingga mutu bahan baku dapat terjamin. Sortasi
juga bisa dilakukan secara tradisional.
2.4.2. Tahap Pencucian
Tahap ini bertujuan menghilangkan kotoran dan tanah yang masih
melekat diantara biji kedelai. Penggunaan air dalam tahap ini sangat besar tempe
yang berkualitas baik memerlukan banya air untuk sanitasi, medium penghantar
panas, maupun pada proses pengolahan. Air yang digunakan dalam pengolahan
harus terbebas dari mikroba patogen maupun mikroba penyebab kebusukan
makanan. Hatta dkk (2012) dalam Kusuma (2016) menyatakan bahwa salmonella
sp. dapat ditemui dalam pangan karena adanya kontaminasi yang dapat bersumber
dari air yang terkena polusi air buangan mengandung salmonella sp atau dapat

10
juga terjadi secara tidak langsung yaitu melalui tangan manusia atau alat-alat yang
digunakan.
2.4.3. Tahap perebusan 1
Purnama (2012) menyatakan bahwa perebusan bertujuan untuk
melunakkan biji kedelai dan mengurangi bau langu serta untuk mematika bakteri
yang tumbuh selama perendaman. Perebusan dilakukan selama 30 menit atau
ditandai dengan mudah terkelupasnya kulit kedelai jika ditekan dengan jari
tangan.
2.4.4. Tahap Perendaman
Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Selama proses perendaman
biji mengalami proses hidrasi sehingga kadar air biji naik sebesar kira-kira dua
kali kadar air semula yaitu mencapai 62-65 %.
Proses perendaman memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri
asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5–5,3.
Bakteri yang berkembang pada kondisi tersebut antara lain Lactobacillus casei,
Streptococcus faecium, dan Streptococcus epidermidis.
Istiqomah (2009) dalam Mukhoyaroh (2015) menyatakan bahwa
semakin lama pemeraman maka akan semakin besar kadar protein terlarutnya dan
akan mencapai kondisi optimum pada pemeraman ke 72 jam kemudian
mengalami penurunan pada hari berikutnya. Semakin lama pemeraman maka akan
semakin besar aktifitas enzim tripsinnya dan akan mencapai kondisi optimum
pada pemeraman ke 72 jam akan mengalami penurunan pada hari berikutnya.
2.4.5. Tahap Pengupasan
Pengupasan secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi
yaitu setelah perebusan atau perendaman. Biji yang telah mengalami hidrasi lebih
mudah Tahap pengupasan dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kering dan
metode basah. Metode kering dilakukan dengan mengeringkan biji kedelai pada
suhu 104˚C selama 10 menit atau dengan dijemur di bawah sinar matahari selam
1-2 jam. Selanjutnya penghilangan kulit bisa menggunakan alat Burr mill atau
biasa dengan meremas-remas biji kedelai hingga kulitnya terkelupas. Satiawan
(2011) mengatakan bahwa kulit biji kedelai harus dihilangkan untuk memudahkan
pertumbuhan jamur.
2.4.6. Tahap Perebusan 2
Tahap perebusan II ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan. Biji kedelai direbus pada suhu 100˚C selama 20-30 menit supaya
menjadi lunak sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang menyatukan biji
dan tempe menjadi kompak. Utari (2010) menyatakan bahwa proses perebusan
yang kedua diperlukan untuk memastikan bahwa kedelai dalam keadaan benar-
benar matang dan untuk membunuh bakteri bersifat kontaminan yang hidup dan
berkembang biak selama perendaman, yang mengakibatkan timbulnya bakteri dan
lendir sehingga akan menghalangi proses fermentasi tahap akhir.
2.4.7. Tahap Inkubasi (Fermentasi)
Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan
perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang
tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai menyatukannya menjadi
tempe. Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :

11
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat
dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat,
sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi
tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu,
jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap
atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih
kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi
penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan
jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti,
terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk
amonia.
Oksigen diperlukan dalam pertumbuhan kapang tetapi bila berlebihan dan
tak seimbang dengan pembuangnya (panas yang ditimbulkan menjadi lebih besar
dari pada panas yang dibuang dari pengemas). Jika hal ini terjadi maka suhu
kedelai yang sedang difermentasi menjadi tinggi dan mengakibatkan kapangnya
mati (Hayati, 2009).
2.4.8. Tahap Pengemasan
Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya
daun pisang, daun waru, daun jati, dan plastik), asalkan memungkinkan masuknya
udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan
pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara
ditusuk-tusuk. Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan. Pengemasan berperan sangat penting
dalam mempertahankan bahan tersebut dalam keadaan bersih dan higienis. Fungsi
dari pengemas yaitu :
a. Harus dapat melindungi produk dari kotoran dan cemaran lainnya.
b. Harus memberi perlindungan terhadap bahaya kerusakan yang
berasal dari air, udara, sinar matahari.
c. Harus efisien dan mudah dalam pengepakan.
Astuti (2009) mengatakan dalam membandingkan sifat orgenoleptik tempe
yang dibungkus menggunakan kemasan plastik, daun pisang dan daun jati.
Hasilnya menyebutkan bahwa penggunaan jenis pembungkus plastik, daun pisang
dan daun jati pada tempe kedelai berpengaruh terhadap sifat organoleptik seperti
warna, aroma, rasa, tekstur dan kekompakan, namun tidak ada perbedaan nyata
pada sifat teksturnya. Namun tempe yang menggunakan pengemas daun pisang
lebih disukai daripada tempe dengan pengemas plastik dan daun jati.
2.5. Sanitasi Dan Higieni
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat di definisikan sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor
lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Kondisi
sanitasi lingkungan berhubungan nyata dengan kondisi higiene karyawan, bahan
baku, serta kondisi sarana dan prasarana produksi, tetapi tidak berhubungan

12
langsung dengan mutu dan keamanan tempe yang dihasilkan. Peningkatan kondisi
sanitasi lingkungan di sekitar rumah produksi dapat dilakukan dengan
menyediakan tempat sampah tertutup, tempat pembuangan limbah padat, cair dan
gas, toilet karyawan, ruang khusus karyawan dan pencegahan binatang.
Kebersihan lingkungan yang terjaga dengan baik akan mengurangi
potensi-potensi bahaya berupa tempat persembunyian dan perkembangbiakan
serangga, binatang-bina-tang kecil, lalat, tikus, nyamuk dan burung, tempat
berkumpulnya debu dan kotoran, gulma, dan lain-lain. Pengendalian kondisi
sanitasi lingkungan belum dilakukan dengan baik oleh para pengrajin tempe di
Kabupaten Lam- pung Barat. Faktor yang memperburuk kondisi sanitasi
lingkungan di sekitar rumah produksi adalah ketiadaan tempat sampah tertutup,
tempat pem buangan limbah, dan pencegahan binatang.
Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang
harus dilakukan dengan baik. Sanitasi dapat diartikan sebagai usaha pencegahan
penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan
yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut Tujuannya (Depkes,
2007):
a. Tersedianya makanan yang berkualitas baik dan aman bagi
kesehatan konsumen.
b. Menurunnya kejadian risiko penularan penyakit atau gangguan
kesehatan melalui makanan
c. Terwujudnya perilaku kerja yang sehat dan benar dalam
penanganan makanan di institusi
Langkah penting dalam mewujudkan sanitasi dan hygiene makanan
(Depkes, 2007), adalah :
a. Mencapai dan mempertahankan hasil produksi yang sesuai
dengan suhu hidangan (panas atau dingin).
b. Penanganan yang layak terhadap penanganan makanan yang
dipersiapkan lebih awal.
c. Memasak tepat waktu dan suhu.
d. Dilakukan oleh pekerja dan penjamah makanan yang sehat mulai
dari penerimaan hingga distribusi.
e. Memantau setiap waktu suhu makanan sebelum dibagikan.
f. Inspeksi teratur terhadap bahan makanan mentah dan bumbu-
bumbu sebelum dimasak.
g. Menghindari kontaminasi silang antara bahan makanan mentah,
makanan masak melalui orang (tangan), alat makan, dan alat
dapur.
h. Bersihkan semua permukaan alat/ tempat setelah digunakan untuk
makanan.
i. Perhatikan semua hasil makanan yang harus dibeli dari sistem
khusus.

13
2.5.1. Sanitasi Dan Higieni Bahan Baku
Produk pangan yang berkualitas selain di tentukan oleh proses
pembuatan dan pembuat juga di pengaruhi oleh sumber bahan pangan. Bahan
Pangan yang baik sulit untuk ditemukan karena panjangnya rantai perdagangan
dan lama waktu distribusi mempengaruhi kualitas bahan baku. Kualitas bahan
baku makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya dalam
hal bentuk, warna, kesegaran, bau, dan lainnya.
Antarlina (2003) menyatakan bahwa Penyimpanan tempe segar
dengan cara beku selama 4 minggu dapat mempertahankan kualitas tempe, karena
fisik dan rasa masih normal dan kadar protein hanya menurun 1,68% bb.
Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus (gudang) yang bersih
barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga :.
a. Mudah cara pengambilannya
b. Tidak memberi kesempatan untuk bersarang serangga atau tikus
c. Tidak mudah rusak dan membusuk
d. Bahan makanan yang yang mudah membusuk harus disediakan
tempat penyimpanan makanan yang dingin.
e. Bahan makanan yang akan di simpan di bersihkan terlebih dahulu
sebelum disimpan, yang dapat dilakukan dengan cara mencuci,
setelah di keringkan kemudian di bungkus dengan pembungkus
yang bersih dan di simpan dalam ruangan yang bersuhu rendah.

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan (Depkes, 2011) adalah:


1. Tempat penyimpanan bahan baku makanan selalu terpelihara dan
dalam keadaan bersih
2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
3. Bila bahan makanan di simpan di gudang, cara penyimpanannya
tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. jarak makanan dengan lantai 15 cm
b. jarak makanan dengan dinding 5 cm
c. jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
Bahan makanan di simpan dalam aturan sejenis, di susun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan
makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar, sedangkan
bahan makanan yang masuknya belakangan terakhir di keluarkan atau disebut
dengan sistem fifo (first in first out).

14
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Tempat Praktek Kerja Lapang


Kegiatan praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Home Industri Pembuatan
Tempe yang berlokasi di Jl. Kedung Baruk, Kecamatan Rungkut Kota
Surabaya.
3.2 Waktu Praktek Kerja Lapang
Praktek Kerja Lapang di laksanakan selama 12 hari, pada hari kamis 27
maret 2017 dan di akhiri pada hari sabtu 8 april 2017. Di mulai setiap pukul
08.00-16.00 WIB, dengan hari kerja senin sampai sabtu.
3.3. Materi Praktek Kerja Lapang
Praktek kerja lapang merupakan suatu kegiatan pengamatan dan
pemahaman di lapangan yang di dalamnya terdapat proses produksi Tempe
sehingga memiliki alur yang terdiri dari beberapa tahap adalah :
a. Memperkenalkan perusahaan secara garis besar
b. Mengenalkan proses produksi secara garis besar
c. Melaksanakan praktek kerja lapang
d. Mengumpulkan data dan pembahasan
e. Mengkonsultasikan data yang diperoleh
f. Menyelesaikan laporan praktek kerja lapang.

3.4. Metode Praktek Kerja Lapang


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data Praktek Kerja Lapang
adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bukan
hanya pelaksanaanya saja, tetapi juga perlu analisa dan pembahasannya. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada dilapangan.
Pengumpulan data ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan
data primer di laksanakan dengan cara :
a. Observasi langsung ke objek Praktek Kerja Lapangan yang
menyangkut kegiatan produksi, pengemasan dan sanitasi.
b. Wawancara secara langsung pemilik perusahaan mengenai proses
pembuatan tempe.
c. Pengumpulan data sekunder dilakukan secara tidak langsung
yaitu dari literatur, jurnal internasionl, Jurnal nasional, skripsi

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sejarah Home Industri


Industri pembuatan tempe merupakan industri rumahan yang dimiliki dan
dikelola sendiri oleh keluarga pendiri. Industri rumahan pembuatan tempe ini di
dirikan sejak tahun 2008. Awal mula berdirinya industri rumahan tempe enak
dikarenakan ibu – ibu rumah tangga sekitar kedung baruk mendapat pelatihan dari
program perbedayaan masyarakat program ini memberikan pelatihan keterampilan
serta bantuan alat berupa mesin pengupas kulit kedelai. Seiring berjalannya waktu
ibu – ibu yang lain mulai meninggalkan aktifitas pembuat tempe alasannya
bermacam – macam tetapi kebanyakan para ibu – ibu ini lebih menginginkan
bantuan secara tunai ketimbang mendapat pelatihan dan pada akhirnya pada tahun
2010 hanya seorang ibu saja yang masih menekuni usaha membuat tempe di
belakang rumahnya. Bersama keluarga memproduksi tempe tapi jumlah produksi
yang dapat dipenuhi terbatas walaupun permintaan untuk tempe tinggi.
Pemasaran yang dilakukan pemilik sangat sederhana beliau hanya
memasarkan di sekitar area tempat tinggal beliau. Terkadang bila ada pesan dalam
jumlah besar pemilik sampai harus meminta bantuan suami dan anaknya untuk
membantu. Kebanyakan tempe buatan hasil dari produksi industri tempe enak
khas rungkut akan diambil sendiri oleh langganan beliau yang merupakan pemilik
warung makan jadi pemilik usah tempe tidak perlu repot memasarkan dan
mengantar tempe buatannya ke pasar tradisional.\

4.2 Lokasi Perusahaan


Industri rumahan tempe milik berlokasi di Kedung baruk no. 66 Surabaya.
Proses produksi dilakukan di rumah pemilik industri tempe, ruang dapur dijadikan
sebagai tempat untuk menyimpan bahan pengemas dan alat-alat produksi seperti
bak, panci, tempeh, dll. Bahan baku tempe, kedelai ini hampir jarang disimpan
lama karena pemilik memiliki pemasok sendiri yang akan mengantarkan ke
rumahnya ketika ia membutuhkan bahan baku.
Bahan baku tersebut didatangkan dari sentra pasar mangga dua. Keadaan
sekitar lokasi produksi tempe cukup ramai dan terdapat banyak aktifitas karena
area perkampungan, Balai RT, sekolah berada dekat dengan rumah produksi.

Sebagai gambaranya sebagai berikut :

Utara : Jalan Raya

Selatan : Sungai

Timur : Perkampungan

16
Barat : Perkampungan

Toko kayu

Lantai 2
Ruang Tamu

Kamar mandi
Kamar tidur keluarga Ruang produksi

Gambar 2. Denah Tempat Produksi Tempe


Lokasi industri rumahan ini berada di dalam perkampungan dengan
mayoritas lumayan padat penduduk. Industri rumahan ini berdekatan dengan
proyek pembangunan apartemen dan dekat dengan sekolah dasar.

4.3 Struktur Organisasi


Struktur oragnisasi yang diterapkan dalam industri rumahan tempe enak
ini sangat sederhana. Semua tugas dan wewenang di kelola oleh keluarga pemilik
industri rumahan tempe enak ibu jidan sebagai pemilik, pemimpin, penguji mutu,
dan pemasaran. Sedangkan karyawannya yang tidak lain adalah anak dari ibu
jidan sendiri yang membantu dalam hal pengolahan, pengemasan dan mengatur
penentuan harga. Industri rumahan ini mendapat semua keuntungan dan pemilik
bebas mengatur usahnya serta dapat mengambil keputusan dengan cepat tanpa
memerlukan pertimbangan dari pihak lain. Namun, juga memiliki kelemahan
yaitu kerugian ditanggung oleh pemilik industri rumahan tempe ini. Struktur
organisasi yang terdapat pada industri rumahan tempe enak dapat dilihat pada
Gambar 2.

Pimpinan

Bagian produksi dan Bagian pemasaran


pemasaran dan keuangan

Gambar 3. Struktur oraganisasi industri rumahan tempe enak

17
Adapun tugas dari masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
1. Pimpinan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Memimpin dan mengkoordinir seluruh kegiatan perusahaan
b. Menentukan kebijakan bersifat umum maupun khusus mengenai
bidang keuangan
c. Membuat perencanaan jangka panjang dan jangka pendek perusahaan
d. Memberi contoh bagaimana perlakuan yang benar
e. Melakukan pengawasan terhadap kinerja karyawan
2. Bagian Produksi dan Pengemasan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Membuat produk dengan tahap sortasi bahan baku, perendaman,
perebusan, pendinginan, fermentasi, pengemasan produk.
b. Mengecek alat-alat produksi
c. Mengecek produk akhir (rusak atau tidak)
3. Bagian Pemasaran dan Administrasi dan Keuangan
Tugas dan Tanggung Jawab :
a. Memasarkan dan mempromosikan hasil produksi kepada konsumen
b. Membuat laporan-laporan secara rutin kepada pimpinan mengenai
perkembangan pemasaran.
c. Mengatur strategi dan pelaksanaan aktivitas bagian pemasaran
d. Mencari peluang pasar baru atau memperluas daerah pemasaran untuk
meningkatkan pendapatan
e. Menciptakan strategi pemasaran untuk persaingan bisnis di pasaran
f. Penyusunan rencana pengadaan bahan baku

Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja Industri Rumahan Tempe Enak

Kedudukan Jumlah Tenaga Kerja

Pimpinan 1 orang

Bagian produksi dan pengemasan 2 oarang

Bagian pemasaran dan keuangan 1 orang

Sumber : Industri Rumahan Tempe Enak (2017)


4. Sistem Penggajian
Tidak ada sistem penggajian pada industri rumahan tempe enak. Sebab
industri ini dikelola oleh anggota keluarga dari pemilik sendiri. Sehingga untuk
untung dan ruginya semuanya diambil oleh keluarga pemilik.

4.4 Pengadaan Bahan Baku


Untuk pemubuatan tempe diperlukan beberapa bahan dasar yaitu kedelai
dan ragi. Pembelian bahan baku disesuaikan dengan kemampuan produksi.
Biasanya dalam sekali produksi pemilik hanya mampu mengolah kurang lebih

18
enam kilogram kedelai untuk dibuat menjadi tempe. Kedelai yang digunakan
untuk pembuatan tempe merupakan kedelai import. Pemilihan kedelai import
yang digunakan harus berbiji besar dan berwarna kuning ketimbang kedelai lokal
karena harga yang lebih murah dan ketersediannya yang banyak. Sehingga
pemilik tidak perlu khawatir kekurangan stock kedelai disamping Itu. Pemilik
juga memiliki hubungan dekat dengan distributor kedelai import jadi pemilik
selalu mendapat supplai kedelai dari distributor tersebut.
Sistem manajemen bahan baku yang harus dilakukan agar bahan baku
tersebut tersedia secara kontinyu. Penjadwalan produksi dan target perolehan
diterapkan dalam usaha ini sehingga jika produk berada di pasar yang tingkat
penjualannya rendah maka akan segera di rolling ke tempat lain yang memiliki
peluang lebih tinggi lebih lancar. Sehingga proses produksi tetap berjalan dan
bahan baku tersedia secara kontinyu. Suatu bahan mempunyai spesifikasi yang
berbeda-beda antara satu bahan dengan bahan yang lain.
4.4.1 Kedelai
Kedelai yang digunakan dalam produksi tempe di industri rumah tempe
menggunakan kedelai import hal ini disebabkan harga dan jumlah kedelai import
di pasaran lebih murah dan banyak dipasaran. Bahan dasar pembuatan tempe akan
mempengaruhi daya terima sensoris (tekstur, rasa, aroma, warna,
kenampakan/penampilan). Kedelai impor berukuran cukup besar dan memiliki
tekstur yang bagus untuk dijadikan tempe fakor utama yang membuat pemilik
memilih kedelai impor adalah karena biaya. Milani dkk (2013) dalam Risnawati
(2015) menyatakan bahwa kebutuhan kedelai dalam negeri sebagai sumber
protein nabati terus meningkat, tetapi peningkatan kebutuhan kedelai tersebut
tidak sebanding dengan produktivitas menyebabkan Indonesia mengimpor kedelai
dari beberapa negara.
4.4.2 Ragi
Ragi tempe mengandung jamur Rhizopus sp. yang dikenal pula sebagai
jamur tempe. Untuk produksi yang lebih besar starter tempe dibuat dengan
memperbanyak jamur tempe Rhizopus sp pada media tertentu.
Jamur tempe akan menempel pada permukaan bagian bawah daun jati
atau daun waru setelah beberapa hari dan dapat digunakan setelah dikeringkan
terlebih dahulu. Selanjutnya spora yang dihasilkannya diawetkan dalam keadaan
kering bersama medium tempat tumbuh jamur tempe tersebut. Kualitas tempe
yang diproduksi akan terjamin karena dosis penggunaan starter dapat diatur.
4.5 Penanganan Bahan Baku
Penanganan bahan baku di industri tempe enak khas rungkut berupa bahan
baku produk maupun pengemas harus diperiksa kualitasnya terlebih dahulu oleh
pemilik sebelum di terima dan disimpan di lemari penyimpanan. Pemeriksaan
dilakukan langsung oleh pemilik industri rumahan pemuatan tempe dengan
mengandalkan pengalaman bertahun-tahun dalam membuat tempe untuk
menentukan tempe yang layak dengan yang tidak.
4.6 Penanganan Mutu Bahan Baku
Penanganan mutu bahan baku sangatlah penting, karena apabila bahan
yang digunakan ternyata sudah tidak layak, maka hasilnya juga akan rusak dan
tidak layak untuk dikonsumsi. Di industri rumahan tempe, langkah yang cukup
penting di laksanakan untuk pengendalian kualitas bahan baku ini adalah seleksi

19
dari sumber bahan yang digunakan untuk produksi. Produk yang berkualitas harus
memperhatikan banyak faktor salah satunya adalah kualitas bahan baku yang
digunakan. Pengemas juga sangat diperhatikan dipilih pengemas yang tidak
menyebabkan panas karena panas akan membuat tempe cepat busuk.
4.7 Pengangkutan Bahan Baku
Bahan dasar biasanya diambil dan diangkut dari pasar mengunakan
kendaraan milik perusahaan atau biasanya didistribusi sendiri oleh toko yang
dipesan, biasanya bahan yang didistribusi adalah kedelai, ragi, pengemas, dan
label.
5.1 Proses produksi
5.1.1 Persiapan bahan dan sortasi
Kapasitas produksi yang dimiliki industri tempe enak khas rungkut dalam
seminggu sekitar 6 kg. Hal ini dipengaruhi oleh pemesanan. Karena industri
tempe enak khas rungkut kekurangan tenaga pekerja jadi hal tersebut berdampak
pada kapasitas produksi. Untuk stok tempe di UKM dan swalayan kecil biasanya
pemilik hanya membuatnya bila ada permintaan tambahan. Industri rumah tempe
enak khas rungkut di dalam seminggu bisa memproduksi kurang lebih 6 kg tempe
yang dikemas dalam kemasan plastik.
Sebelum melakukan pembuatan tempe bahan baku kedelai yang telah
disortasi dipersiapkan terlebih dahulu untuk mempermudah proses selanjutnya.
Pada tahap awal harus memperhatikan beberapa hal yaitu kualitas bahan, harga
bahan, stok yang cukup dan tempat penyimpanan. Bahan-bahan yang harus
disiapkan dalam pembuatan tempe adalah biji kedelai impor, air bersih,dan ragi.

Gambar 4. Sortasi Biji Kedelai

5.1.2 Pencucian
Hilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat diantara biji kedelai
dengan menggunakan air mengalir. Air yang digunakan harus bebas dari
kontaminan dan zat kimia seperti kaporit. Setelah biji kedelai dibersihkan biji
kedelai ditiriskan terlebih dahulu

Gambar 5. Proses Pencucian Kedelai

20
5.1.3 Perebusan 1
Tujuan dari perebusan awal yaitu untuk melunakkan biji kedelai dan
memudahkan dalam pengupasan kulit selain itu perebusan awal juga dimaksudkan
untuk mengurangi bau langu dari kedelai dan dengan perebusan akan membunuh
bakteri yang kemungkinan tumbuh perebusan dilakukan selama 30 menit.

Gambar 6. Tahap Perebusan Pertama

5.1.4 Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan 2 metode yaitu metode kering dan metode
basah. Metode kering memerlukan bantuan mesin pengupas kulit biji yaitu alat
burr mill tapi sebelumnya kedelai yang telah direbus dikeringkan pada suhu 104˚C
selama 10 menit atau dijemur selama 1-2 jam. Metode basah lebih mudah
digunakan dan lebih ekonomis karena hanya menggunkan tenaga manusia untuk
mengupas kulit biji kedelai yang telah direbus.

Gambar 7. Tahap Pengupasan Kulit Kedelai


5.1.5 Perebusan 2
Perebusan kedua ini bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri
kontaminan. Perebusan kedua biji kedelai direbus pada suhu 100˚C selama 20-30
menit supaya menjadi lunak sehingga dapat ditembus oleh miselia kapang yang
menyatukan biji dan tempe menjadi kompak.

Gambar 8. Tahap Perebusan Kedua

21
5.1.6 Penirisan dan Pendinginan
Bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji, mengeringkan
permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi
pertumbuhan jamur proses pengeringan dilakukan secara tradisional yaitu dengan
didiamkan dan dibiarkan dingin dengan sendirinya.

Gambar 9. Penirisan Dan Pendinginan


5.1.7 Peragian
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum yaitu ragi tempe atau
laru. Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah
dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum
pembungkusan.
b. Inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman,
dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan.

Gambar 10. Proses Peragian


5.1.8 Pengemasan
Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun
pisang, daun waru, daun jati, dan plastik), asalkan memungkinkan masuknya
udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan
pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara
ditusuk-tusuk.

Gambar 11. Proses Pengemasan

22
5.1.9 Proses Fermentasi
Inkubasi dilakukan pada suhu 25˚-37˚C selama 36-48 jam. Selama
inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-
komponen dalam biji kedelai. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan
dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe.

Gambar 12. Proses Fermentasi


Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme yang menghasilkan
produk-produk pecahan baru dan substrat organik karena adanya aktivitas atau
kegiatan mikrobia. Hasil fermentasi tergantung pada fungsi bahan pangan atau
substrat mikrobia dan kondisi lingkungan disekelilingnya. Proses fermentasi dapat
menyebabkan beberapa perubahan sifat kedelai tersebut. Pertumbuhan kapang
dipengaruhi oleh lingkungan dan bahan (biji kedelai). Biji kedelai mempunyai
sifat fisik dan kimia yang berbeda, sehingga jumlah asam yang dihasilkan juga
berbeda. Selama proses fermentasi terjadi kenaikan suhu hingga 40˚C kondisi uap
air, oksigen dan panas serta zat gizi harus cukup dan tidak berlebihan. Uap air
yang berlebihan akan menghambat difusi oksigen kedalai kedelai sehingga
menggangu pertumbuhan kapang. Pemberian lubang pada pembungkus plastik
sangat dianjurkan untuk mengatur aliran udara sehingga kondisi pembungkus
tidak kedap.
Kondisi fermentasi yang sesuai akan membuat kapang mampu
mengeluarkan enzim protease, lipase dan amilase yang akan menguraikan protein,
lemak dan karbohidrat dalam biji kedelai dan merubahnya menjadi senyawa yang
lebih sederhana seperti asam amino. Tempe yang baik adalah tempe yang
mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh mycelium sehingga terlihat
berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelai. Jamur yang tumbuh pada
kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa
organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa
tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Tempe mempunyai banyak manfaat selain memiliki kandungan serat
tidak larut yang tinggi dan protein, tempe juga mengandung zat antioksidan
berupa karoten, vitamin E, dan isoflavon. Vitamin B12 pada tempe juga terbentuk
saat proses fermentasi. Vitamin B12 bermanfaat dalam meningkatkan daya ingat,
konsentrasi, dan menghasilkan lebih banyak energi dalam tubuh.
Tempe sering disebut sebut sebagai bahan makanan yang dapat mencegah kanker.
Tempe juga mengandung superoksida dismutase yang dapat menghambat
kerusakan sel dan proses penuaan.

23
Diagram Proses Pembuatan Tempe Enak Khas Rungkut, yaitu:

Kedelai yang telah disortasi

Kedelai dicuci bersih

Kedelai direbus selama 30 menit

Rendam biji kedelai selama 12-


16 jam, suhu 25-30˚C

Biji kedelai dikupas dari


kulitnya

Rebus ulang biji kedelai, shuh


100˚C, 20-30 menit

Dinginkan biji kedelai secara


alami

Setelah dingin taburi biji kedelai


dengan ragi dan aduk merata

Biji kedelai dimasukkan dalam


plastik lalu dilubangi

Fermentasikan biji kedelai, 36-48


jam, suhu 25-37˚C

Gambar 13. Diagram Alir Proses Pembuatan Tempe Enak

4.11.1.1.1.1. Sanitasi Proses Produksi


Hasil observasi menunjukkan bahwa para pengrajin hampir seluruhnya
(90%) belum menerapkan prinsip-prinsip sanitasi dan higiene yang baik dan benar

24
dalam proses produksi pangan. Para pengrajin belum sepenuhnya memahami
pentingnya penerapan sanitasi dan higiene dalam pengolahan tempe. Hal ini
terlihat dari kurangnya pemeliharaan fasilitas pengolahan. Kebersihan tangan
pekerja sangat penting sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Semua
pekerja harus membersihkan tangannya, dengan cara selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah bekerja. Setiap saat jika tangannya kotor maka perlu dicuci
dengan air bersih mengalir. Fasilitas air mengalir, sabun dan pengering harus
selalu tersedia di tempat yang mudah dijangkau.
Industri rumahan tempe enak masih jauh dalam menerapkan sistem
sanitasi yang baik. Ruang produksi berukuran sangat kecil dan berdekatan dengan
kamar mandi yang banyak terdapat kontaminan. Lantai tempat produksi masih
belum dilapisi dengan keramik sehingga mudah sekali kotoran tercampur disaat
biji kedelai didinginkan diatas tempeh. Lokasi area produksi yang berada dibawah
lantai dua rumah yang digunakan untuk tempat kos membuat pihak-pihak yang
yang bukan personil produksi membuat area produksi semakin tercemar.
Alat – alat produksi masih sangat sederhana dan telah lama digunakan
tanpa perawatan yang baik. Mesin pengupas biji kedelai juga telah rusak
dikarenakan pemilik tidak bisa melakukan perawatan dengan baik. Ruang
fermentasi disatukan dengan tempat menyimpan alat-alat produksi yang lain
seperti tempeh, mesin, panci, dll.

4.11.1.1.1.2. Produk akhir


Berupa tempe kedelai yang mempunyai tekstur halus dan segar karena
dibuat sehari sebelumnya. Kepraktisan dan kualitas tempe inilah yang membuat
tempe enak khas rungkut berbeda dari yang lain. Tempe dibuat sesuai pesanan dan
menggunakan resep yang telah menjadi andalan pemilik. Produksi akan
mengalami peningkatan apabila banyak terdapat event yang mengundang UMKM
kecil dan menengah untuk ikut berpartisipasi ditambah pemilik tempe enak khas
rungkut merupakan ketua UMKM wilayah kedung baruk.
4.11.1.1.1.3. Pemasaran
Industri rumahan tempe enak khas rungkut melakukan pemasaran dengan
2 cara, yaitu pertama pemasaran produk dari produsen langsung ke konsumen
misalnya yang sering terjadi lingkungan industri rumahan tempe enak khas
rungkut. Warga setempat bisa memesan langsung di rumah pemilik, adakalanya
ketika diadakan acara di warga setempat seringkali para warga memesan tempe
secara langsung ke pemilik. Kedua pemasaran produk dari produsen ke perantara,
lalu dari perantara baru ke konsumen. Misalnya konsumen membeli produk di
toko kecil yang menjual tempe enak milik industri rumahan tempe enak.

25
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

4.11.1.1.1.4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil PKL pada Industri pembuatan tempe enak di dapatkan


kesimpulan sebagai berikut:

1. Kapasitas produksi industri rumahan tempe enak khas rungkut tidak terlalu
besar, hanya mampu memproduksi dengan jumlah bahan baku kedelai ± 6 kg
per hari.
2. Proses pengolahan tempe menggunakan kedelai impor yang berkualitas, harga
yang ekonomis, dan ketersediaanya yang banyak dipasaran.
3. Proses pengolahan tempe relatif sederhana dan tidak terlalu rumit meliputi :
sortasi, pencucian, perebusan 1, pengupasan, perendaman, perebusan 2,
penirisan dan pendinginan, pengemasan, proses inkubasi (fermentasi).
4. Penirisan dilakukan secara manual dengan mendiamkan biji kedelai yang telah
ditiriskan diatas tempeh bambu hingga dingin dengan sendirinya.
5. Perebusan dilakukan selama 2 kali perebusan pertama untuk menghilangkan
bakteri dan kontaminan lain yang menempel di biji kedelai, perebusan kedua
berguna untuk pelunakan biji kedelai agar memudahkan proses penglupasan
kulit nantinya.
6. Proses produksi dilakukan oleh pemilik dibantu oleh suami dan putrinya
7. Tempe hasil produksi industri rumahan tempe enak belum memiliki bukti
standarisasi.
8. Proses sanitasi di industri rumahan tempe enak sangat buruk karena kondisi
ruang produksi yang tidak layak.
4.11.1.1.1.5. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan kepada pihak industri tempe enak khas
rungkut adalah sebagai berikut:
1. Desain pengemas harus berisi informasi yang cukup lengkap tentang nilai gizi
yang terkandung dalam produk serta pengemas diberikan corak warna yang
lebih cerah sehingga konsumen tertarik pada saat pertama melihat
kemasannya.
2. Kualitas produk yang baik tidak hanya tergantung pada kualitas bahan baku
yang digunakan tetapi juga dilihat dari sanitasi dan higienis pada semua proses
produksi termasuk memakai baju kerja, memakai sarung tangan, memakai
penutup kepala dan menggunakan masker saat bekerja akan menjaga kualitas
produk tempe yang dihasilkan.
3. Selama ini proses pembuatan tempe menggunakan kedelai impor perlu
diadakan inovasi dengan menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku
karena kedelai lokal sekarang ini telah banyak mengalami pengembangan
sehingga dari segi kualitas dan ukuran tidak kalah dengan kedelai impor.
4. Ruang produksi perlu mendapat perhatian khusus dengan ruang produksi yang
bersih dan terawat akan dapat mengurangi resiko pencemaran.

26
DAFTAR PUSTAKA

Minartin, 2016, Analisis Persediaan Kedelai Sebagai Bahan Baku Pembuatan


Tahu, Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Sayudi, N.H., Ali, 2015, Potensi Biji Lamtoro Gung Dan Biji Kedelai Sebagai
Bahan Baku Pembuatan Tempe Komplementasi, Jurnal Faperta Vol. 2
No. 1 Februari 2015, Universitas Riau.
Utari, R., Riyadi.H., M., Purwantyastuti, 2010, Pengaruh Pengolahan Kedelai
Menjadi Tempe Dan Pemasakan Tempe Terhadap Kadar Isoflavon,
Jurnal PGM Vol. 33(2): 148-153.
Nurrahman, 2015, Evaluasi Komposisi Zat Gizi dan Senyawa Antioksidan Kedelai
Hitam dan Kedelai Kuning, Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 4 (3),
Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Badan Standarisasi Nasional, 2015, Tempe Kedelai, Jakarta.
Widoyo, 2010, Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Serat Kasar Dan
Aktivitas Antioksidan Tempe Beberapa Varietas Kedelai, Skripsi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Suhartono, A.S., Setiawan, 2008, Penerapan Prinsip-Prinsip Mutu Dan
Keamanan Pangan Tempe Di Kabupaten Lampung Barat, Jurnal Gizi
dan Pangan Vol. 3 No.3 : 244-249, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Padmaningtyas, 2006, Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Mutu Tempe Kedelai
Berbumbu Selama Penyimpanan, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Adiningsih, 2012, Evaluasi Kualitas Nuget Tempe Dari Berbagai Varietas
Kedelai, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ginting, S.S.A., Widowati, 2009, Varietas Unggul Kedelai Untuk Bahan Baku
Industri Pangan, Jurnal Litbang Pertanian Vol. 28 No. 3, Balai Penelitian
Tanaman Kacang-kacangan Dan Umbi-umbian, Malang.
Musdalifah, 2016, Kandungan Omega 3 Pada Tempe Kedelai Dengan Subtitusi
Krokot. Skripsi, Universitas Jember.
Triwibowo, 2011, Kajian Perubahan Biokimiawi Stakhiosa Dan asam Lemak
Essensial Pada Tempe Kedelai Selama Proses Fermentasi, Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Suparyati, 2014, Perbandingan Kontaminasi Jamur Aspergillus sp Pada Kacang
Kedelai Berbiji Kuning Kualitas Baik Dan Jelek Yang Dijual Di Pasar
Wiradesa Kab. Pekalongan, Jurnal Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Vol
26 No. 2, Universitas Pekalongan.

27
Pratama, 2014, Strategi Pengembangan Usahatani Kedelai Untuk Mewujudkan
Ketahanan Pangan Indonesia, Jurnal Jejak Vol 7 No. 2, Universitas
Negeri Semarang.
Wirapradnyawati, 2015, Isolasi Dan Identifikasi Rhizopus Oliogosporus Pada
Beberapa Inokulum Tempe, Jurnal Agroteknologi Vol 2 No. 2,
Universitas Udayana.
Pagarra, 2011, Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kadar Protein Tempe
Kacang Tunggak, Jurnal Bionature Vol 12 No. 1, Universitas Negeri
Makassar.
Mukhoyaroh, 2015, Pengaruh Jenis Kedelai, Waktu Dan Suhu Pemeraman
Terhadap Kandungan Protein Tempe Kedelai, Jurnal Florea Vol 2 No. 2,
SMK Kesehatan Yaleka Merauke.
Sulistyowati, A.R., Salirawati, 2004, Studi Pengaruh Lama Fermentasi Tempe
Kedelai Terhadap Aktivitas Tripsin, Penelitian, Universitas Negeri
Yogyakarta.
Hayati, 2009, Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe Dari Biji
Nangka Dan Penentuan Kadar Zat Gizi, Skripsi, Universitas Sumatera
Utara Medan.
Astuti, 2009, Sifat Oganoleptik Tempe Kedelai Yang DiBungkus Plastik, Daun
Pisang Dan Daun Jati, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Nurhidajah, 2010, Aktivitas Antibakteri Minuman Fungsional Sari Tempe Kedelai
Hitam Dengan Penambahan Ekstak Jahe, Jurnal Pangan Dan Gizi Vol 1
No. 1, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kusuma, Dewi, 2016, Deteksi Cemaran Coliform Dan Salmonella sp. Pada
Tempe Kedelai Dari Kecamatan Sidoarjo Dan Tingkir Kota Salatiga,
Seminar Nasional Pendidikan dan Saintek, Universitas Kristen Satya
Wacana.
Purnama, D., dan Hastuti, 2012, Kadar Air, Abu, Protein, Dan Karbohidrat Pada
Tahapan Pembuatan Tempe, Studi Kimia, Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga.
Suhartanti, 2010, Karakter Fisik Biji Beberapa Varietas Kedelai Dan Pengaruh
Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Kimia Tempe, Skripsi,
Universitas sebelas Maret, Surakarta.
Satiawan, 2011, Tempe, Jurnal Vol 1 No. 6, Universitas Wira Lodra, Indramayu.
Utari, R., Riyadi, M., Purwantyastuti, 2010, Pengaruh Pengolahan Kedelai
Menjadi Tempe Dan Pemasakan Tempe Terhadap Kadar Isoflavon,
Jurnal PGM Vol 33 No. 2.
Antarlina, G., Utomo, 2003, Kualitas Tempe Kedelai Unggul Selama
Penyimpanan Beku, Jurnal Penelitian Tanaman Pangan Vol 22 No. 2,
Balai Penelitian Kacang-kacangan Dan Umbi-umbian, Malang.

28

Anda mungkin juga menyukai