Kritik Sastra
Kritik Sastra
Kritik Sastra
Akibatnya pengalaman yang mereka dapat dari sekolah tentang praktek kecurangan,
ketidakjujuran, jalan pintas untuk mendapatkan kelulusan terbawa sampai ketika mereka
terjun dimasyarakat, tokoh Huki contohnya telah mengamalkan ilmu yang didapat ketika
sekolah dulu, walau ilmunya tidak ada dalam catatannya tapi begitu mudah ilmunya melekat
dalam ingatannya. Dalam kehidupannya Huki selalu mengunakan jalan pintas dan tidak mau
repot, ini ilmu yang tanpa sadar telah diberikan pihak sekolah padanya, sampai pada
akhirnya dia begitu takut kehilangan jabatan yang dia dapatkan secara instan, hingga masa
pensiunnya dia tetap terbawa angannya haus akan jabatan yang disandangnya. Anak disini
menjadi korban orang tua, karena ketika orang tua yang menanam kemungkinan yang akan
menuai hasilnya adalah anaknya, demikian juga kebaikan dan keburukan.
Kekurangan dalam cerpen ini adalah cara penyampaian yang kurang begitu langsung
dapat dipahami oleh pembaca, dengan sudut pandang orang pertama yang menceritakan
dalam keadaan gangguan kejiwaan. Sebagian pembaca ada juga yang binggung dengan judul
karena hanya sedikit disinggung di akhir cerita sebagai berikut.
“Tangis anakku tambah mengeras. Air matanya mengenai safariku. Santi, anak perempuan
terakhirku, seakan tak rela melepas kepergianku ke kantor. Dia sesenggukan di dadaku.
Baju safariku terasa makin basah oleh air matanya.”
Cerita yang diutarakan lebih dominan pada kehidupan sang tokoh yakni orang tua dari pada
sang anak yang dimaksud dalam judul.
Dalam kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa niat yang baik harus
dilaksanakan dengan jalan yang baik pula, apabila dalam suatu lembaga pendidikan
diajarkan pola yang seperti dalam cerita tersebut maka ketika siswa-siswi terjun dalam
kehidupan masyarakat maka yang terjadi akan menghalalkan segala cara pula untuk
kenikmatan dirinya sendiri. Seharusnya guru sebagai seorang pendidik memberikan contoh
yang baik kepada para siswanya. Jika guru mengajarkan hal-hal yang baik dan tidak berbau
kepalsuan atau kebohongan siswa pasti akan lebih disiplin dalam pendidikan dan tidak
melakukan kebohongan atau kepalsuan.
arya : Rizka Famela Meinanda
Kau..
Kau adalah pria yang
Membuat hatiku
Berdenyut kencang
Membuat pipi ku memerah
Membuat aku jadi tersipu malu saat bertemu,
Maklum sih ya kalau perempuan suka bawel
Tapi, entah kenapa saat bertemu langsung
Dan bertatap muka
Aku jadi malu, sampai aku menunduk
Di depan mu.
Sayangnya,
Sifat dan tingkahmu
Yang terkadang membuat hatiku hancur
Seperti ditusuk – tusuk sekencang kencangnya
Sampai akhirnya
Tangisan haru berubah menjadi tangisan
Sakit hati.
Kadang – kadang kamu itu suka cuek
Saaat bertemu denganku
Sebelum kita mengkritik puisi diatas ada beberapa hal yang harus kita kuasai
jika ingin mengkritik sebuah karya dengan baik dan benar.
Dalam mengkritik sebuah karya baik itu karya puisi , novel , dsb. Hal yang
harus kita kuasai adalah menahan diri kita untuk tahan baca dari apa yang akan
kita kritik. Karena bagian dari mengkritik adalah menganalisis apa yang ada
dalam karya tersebut. Kalian juga pasti tahu kan kritik sastra itu berhubungan
dengan pelajaran Bahasa Indonesia , dan hal yang menjadi ciri khas Bahasa
Indonesia adalah tahan baca. Oleh karena itu dalam mengkritik kuncinya yaitu
tahan baca dan bisa memahami dengan benar.
Langsung saja kita mulai mengkritik salah satu hal dari puisi di atas apa yang
kurang dari puisi tersebut.
1. Sebelum kita mulai membaca dan memahami apa isi dari sebuah karya yang
akan kita kritik yaitu melihat atau memaknai dari sebuah judul. Dari puisi diatas
yang saya ambil sebagai contoh kebetulan penyair tidak menyertakan judul
dalam karyanya. Nah, jadi dari hal yang mudah pun tanpa harus membaca
panjang pajang kita sudah menemukan apa yang kurang dari puisi tersebut
bukan. Yaitu "judul" . Lalu bagaimana kita sebagai kritikus untuk mengkritik
puisi ini? Cukup mudah kita cukup memberikan judul puisi tersebut. Nah ,
terkadang dalam menentukan sebuah tema yang tepat dari sebuah karya kita
harus memahami isi dari karya tersebut bukan? Namun kali ini saya akan
berbagi sedikit tips kepada kalian supaya ketika kita hendak menentykan sebuah
judul dari sebuah karya tidak harus membaca semua yang ada dalam karya
tersebut.
Caranya yaitu kita cukup membaca bagian paragraf awal dan paragraf terakhir.
Kemudian kalian pahami dan gabungkan apa yang tergambar dalam kedua
paragraf tersebut. Dan didalam puisi diatas yang menggambarkan keadaan atau
suasana pada paragraf awal dan akhir yaitu "Kebahagiaan yang telah
hancur". Mudah bukan? Pada dasarnya kita harus tahan baca jika ingin
mengkritik sebuah karya. Langsung saja saya akan memberikan kritik yang
sudah saya lakukan sebelumnya kepada kalian.
KRITIK SASTRA